Anda di halaman 1dari 85

IKON K3

Jamsostek
BPJS
Ansuransi
Pemerintah
Pekerja perlu Swasta
perlindungan Jaminan Hari
dan harus Tua
setidaknya Tabungan
ansuransi Pekerja
Koperasi dll
Dasar Hukum

• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970


tentang Keselamatan Kerja.
•  Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
• Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Tenaga Kerja.
• Kepmenakertrans No. : 609 Tahun 2012

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Dasar Hukum
• Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
• Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang
berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai dari upah
kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampai dengan 
keselamatan dan kesehatan kerja.  Lebih lengkapnya UU
No.13/2003 mengatur mengenai hal yang berkaitan
dengan pekerja yang sakit dalam pasal 93, 153, 156 dan
172.
• Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja
• Undang-Undang ini mengatur bahwa program Jamsostek
wajib dikuti oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan
tenaga kerja sebanyak 10 orang atau lebih, atau
Dasar Hukum

•1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;


•2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional;
•3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
•4. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan
Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan
Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran
Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial;
•5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian;
•6. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan
Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah.

•Putusan:
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
• Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-X/2012.
Dasar Hukum
• [1][1] Pasal 5 dan Pasal 6 UU BPJS
• [2] Pasal 14 UU BPJS
• [3] Pasal 15 ayat (1) UU BPJS jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
82/PUU-X/2012 serta Pasal 13 ayat (1) UU SJSN
•[4] Pasal 1 angka 11 UU SJSN dan Pasal 1 angka 8 UU BPJS
•[5] Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
 (“PP 44/2015”)
•[6] Pasal 10 ayat (1) PP 44/2015
•[7] Pasal 17 ayat (1) UU BPJS dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif
Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain
Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan
Jaminan Sosial (“PP 86/2013”)
•[8] Pasal 17 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU BPJS serta Pasal 5 ayat (2), Pasal 6,
Pasal 7, dan Pasal 8 PP 86/2013
•[9] Pasal 9 ayat (1) PP 86/2013
Dasar Hukum
• [1][1] Pasal 5 dan Pasal 6 UU BPJS
• [2] Pasal 14 UU BPJS
• [3] Pasal 15 ayat (1) UU BPJS jo. Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 82/PUU-X/2012 serta Pasal 13 ayat
(1) UU SJSN
•[4] Pasal 1 angka 11 UU SJSN dan Pasal 1 angka 8 UU
BPJS
•[5] Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan
Kerja dan Jaminan Kematian (“PP 44/2015”)
•[6] Pasal 10 ayat (1) PP 44/2015
Dasar Hukum
•[7] Pasal 17 ayat (1) UU BPJS dan Pasal 5 ayat (1) 
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada
Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap
Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima
Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial
 (“PP 86/2013”)
•[8] Pasal 17 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU BPJS serta Pasal
5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 PP 86/2013
•[9] Pasal 9 ayat (1) PP 86/2013
•[10] Pasal 16 ayat (3) PP 44/2015
Dasar Hukum
•[10] Pasal 16 ayat (3) PP 44/2015
•[11] Pasal 1 angka 14 UU SJSN
•[12] Pasal 25 ayat (1) PP 44/2015
•[13] Pasal 25 ayat (2) PP 44/2015
•[14] Penjelasan Pasal 25 ayat (2) huruf b
angka 3 PP 44/2015
•[15] Lampiran III huruf b angka 3) PP 44/2015

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Dasar Hukum
•[16] Pasal 7 ayat (1) Permenaker 26/2015
•[17] Pasal 7 ayat (2) Permenaker 26/2015
•[18] Pasal 7 ayat (3) Permenaker 26/2015
•[19] Pasal 7 ayat (4) Permenaker 26/2015
•[20] Pasal 7 ayat (5) Permenaker 26/2015
•[21] Pasal 22 ayat (2) Permenaker 26/2015
•[22] Pasal 22 ayat (3) Permenaker 26/2015
•[23] Pasal 10 Permenaker 26/2015
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
SMART EMPLOYEE SHOULD
HAVE DOUBLE PROTECTION
TABEL PRESENTASE
PRESENTASE CACAT
CACAT
Persentase Santunan Cacat Tetap Sebagian dan Cacat
Lain-lainnya
%x
Macam Cacat Tetap Sebagian
Upah
1. Lengan kanan dr sendi bahu ke bwh 40
2. Lengan kiri dr sendi bahu ke bwh 35
3. Lengan kanan dr atau dr atas siku ke bwh 35
4. Lengan kiri dr atau dr atas siku ke bwh 30
5. Tangan kanan dr atau dr atas pergelangan ke bwh 32
6. Tangan kiri dr atau dr atas pergelangan ke bwh 28
7. Kedua belah kaki dr pangkal paha ke bwh 70
8. Sebelah kaki dr pangkal paha ke bwh 35
9. Kedua belah kaki dr mata kaki ke bwh 50
10.Sebelah kaki dr mata kaki ke bwh 25
11.Kedua belah mata 70
12.Sebelah mata atau diplopia pd penglihatan dekat 35

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP 14
%x
Macam Cacad Tetap Sebagian
Upah
13. Pendengaran pd kedua belah telinga 40
14. Pendengaran pd sebelah telinga 20
15. Ibu jari tangan kanan 15
16. Ibu jari tangan kiri 12
17. Telunjuk tangan kanan 9
18. Telunjuk tangan kiri 7
19. Salah satu jari lain tangan kanan 4
20. Salah satu jari lain tangan kiri 3
21. Ruas pertama telunjuk kanan 4,5
22. Ruas pertama telunjuk kiri 3,5
23. Ruas pertama jari lain tangan kanan 2
24. Ruas pertama jari lain tangan kiri 1,5
25. Salah satu ibu jari kaki 5
26. Salah satu jari telunjuk kaki 3

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP 15
%x
Macam Cacad Tetap Sebagian
Upah
27. Salah satu jari kaki lain 2
28. Terkelupasnya kulit kepala 10-30
29. Impotensi 30
30. Kaki memendek sebelah : Kurang dr 5 cm 10
5 – 7,5 cm 20
7,5 atau lebih 30
31. Penurunan daya dengar kedua belah telinga stp 10 Db. 6
32. Penurunan daya dengar sebelah telinga stp 10 Db. 3
33. Kehilangan daun telinga sebelah 5
34. Kehilangan kedua belah daun telinga 10
35. Cacad hilangnya cuping hidup 30
36. Perforasi sekat rongga hidung 15
37. Kehilangan daya penciuman 10

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP 16
%x
Macam Cacat Tetap Sebagian
Upah
38. Hilangnya kemampuan kerja phisik
50% – 70% 40
25% – 50% 20
10% – 25% 5
39. Hilangnya kemampuan kerja mental tetap 70
40. Kehilangan sebgn fungsi penglihatan stp kehilangan
efisiensi tajam penglihatan 10% 7
41. Apabila efisiensi penglihatan kanan dan kiri berbeda,
maka efisiensi penglihatan binokuler dgn rumus
kehilangan eff penglihatan (3 x % eff penglihatan
terbaik) + % eff penglht terburuk. Setiap kehilangan
eff tajam penglihatan 10% 7
42. Kehilangan penglihatan warna 10
43. Setiap kehilangan lapangan pandang 10% 7

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP 17
SANTUNAN KECELAKAAN
Kecelakan kerja hilangnya
satu ruas ibu jari sebelah
kanan

Kecelakan kerja hilangnya


satu ruas ibu jari sebelah
kanan
STUDI KASUS

• Berapa besar santunan yang seharusnya


diberikan kepada karyawan kontrak atas
kecelakan kerja yang mengakibatkan
hilangnya satu ruas ibu jari sebelah kanan,
dan siapa yang wajib membayarnya?

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Kondisi di mana satu ruas ibu jari sebelah kanan
hilang termasuk ke dalam cacat sebagian anatomis.
Atas cacat sebagian anatomis tersebut, pekerja
berhak untuk mendapatkan santunan cacat.

•Santunan cacat untuk cacat sebagian anatomis


sebesar: 15 % x 80 x upah sebulan.
•Jika pekerja telah diikutsertakan dalam program
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), maka BPJS
Ketenagakerjaan yang akan membayar biayanya.
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
TABEL PRESENTASE CACAT
STUDI KASUS
•Pemberi Kerja wajib membayar terlebih dahulu
biaya pengangkutan peserta yang mengalami
Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja ke
rumah sakit dan/atau ke rumahnya termasuk
biaya pertolongan pertama pada kecelakaan
dan santunan sementara tidak mampu bekerja.
•Pemberi Kerja dapat meminta penggantian
santunan berupa uang tersebut kepada BPJS
Ketenagakerjaan pada saat pelaporan Kecelakaan
Kerja tahap 2 dengan melampirkan:
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS

•a. kuitansi biaya pengangkutan dan


pertolongan pertama pada kecelakaan; dan
•b. bukti pembayaran upah selama pekerja
tidak mampu bekerja atau santunan
sementara tidak mampu bekerja.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Berdasarkan pengajuan di atas, BPJS Ketenagakerjaan
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja melakukan verifikasi dan
membayar penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh
Pemberi Kerja.
•Jika peserta yang mengalami kecelakaan kerja dirawat
pada fasilitas pelayanan kesehatan yang belum menjalin
kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, karena di lokasi
kecelakaan tidak terdapat fasilitas pelayanan kesehatan
yang menjalin kerja sama dengan BPJS
Ketenagakerjaan, maka biaya pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan medis dibayar terlebih dahulu oleh Pemberi
Kerja selain penyelenggara negara.
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Setelah itu akan diberikan penggantian oleh
BPJS Ketenagakerjaan sebesar biaya yang
telah dikeluarkan oleh
• Pemberi Kerja selain penyelenggara negara
dengan ketentuan biaya penggantian yang
diberikan setara dengan standar fasilitas
pelayanan kesehatan tertinggi di daerah
setempat yang telah bekerja sama dengan
BPJS Ketenagakerjaan.
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS

• Sedangkan jika belum diikutsertakan


dalam program JKK, maka pemberi kerja
(pengusaha) yang wajib membayar hak
pekerja.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Jaminan Sosial Bagi Pekerja
•Mengenai jaminan sosial diatur dalam 
•Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (“UU BPJS”) dan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (“UU SJSN”).

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Dengan UU BPJS ini dibentuk 2 (dua) Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”), yaitu
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. 
• BPJS Kesehatan menyelenggarakan program
jaminan kesehatan, sedangkan BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan
kematian.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Pada dasarnya, setiap orang, termasuk orang asing
yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia,
wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial.

•Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan


dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS,
sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti
dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai
peserta program jaminan sosial atas tanggungan
pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata
tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Yang dimaksud dengan pekerja adalah
setiap orang yang bekerja dengan
menerima gaji, upah, atau imbalan dalam
bentuk lain.
• Ini berarti tidak ada perbedaan antara
pekerja tetap (dengan Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu) dengan pekerja
kontrak (dengan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu).
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Mengenai kecelakaan kerja, maka ini berhubungan dengan
Jaminan Kecelakaan Kerja (“JKK”). Berdasarkan Pasal 4 
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Jaminan Kematian (“PP 44/2015”),
• Setiap Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib
mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta
dalam program JKK dan Jaminan Kematian kepada BPJS
Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• Setiap orang yang bekerja juga memiliki kewajiban untuk
mendaftarkan dirinya.
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Dalam hal Pemberi Kerja selain
penyelenggara negara nyata-nyata lalai
tidak mendaftarkan Pekerjanya,
• Pekerja berhak mendaftarkan dirinya
sendiri dalam program jaminan sosial
kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai
program yang diwajibkan dalam
penahapan kepesertaan.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Kecelakaan Kerja dan Besarnya Jaminan
Kecelakaan Kerja
• Berdasarkan UU SJSN, kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi dalam hubungan
kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan dari rumah menuju tempat kerja
atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan
oleh lingkungan kerja.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Berdasarkan uraian pertanyaan Anda, kecelakaan kerja yang
membuat satu ruas ibu jari sebelah kanan hilang ini merupakan suatu
kondisi yang dalam Pasal 1 angka 15 UU SJSN disebut dengan
cacat. Cacat adalah keadaan berkurang atau hilangnya fungsi tubuh
atau hilangnya anggota badan yang secara langsung atau tidak
langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya kemampuan
pekerja untuk menjalankan pekerjaannya.
•Hal serupa juga disebutkan dalam Pasal 1 angka 7 PP
44/2015 dan Pasal 1 angka 11 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Nomor 26 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari
Tua Bagi Peserta Penerima Upah (“Permenaker 26/2015”).
• 

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja
atau penyakit akibat kerja berhak atas
manfaat JKK,salah satunya
adalah santunan Cacat sebagian
anatomis, Cacat sebagian fungsi, dan
Cacat total tetap.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Yang dimaksud dengan “cacat sebagian
anatomis”, “cacat sebagian fungsi”, dan
“cacat total tetap” adalah sebagai berikut:[9]
•· Cacat sebagian anatomis adalah keadaan
berkurang atau hilangnya sebagian anggota
badan yang secara langsung atau tidak
langsung mengakibatkan berkurang atau
hilangnya kemampuan Pekerja untuk
menjalankan pekerjaannya.
STUDI KASUS
•Cacat sebagian fungsi adalah keadaan
berkurang atau hilangnya sebagian fungsi
anggota badan yang secara langsung atau
tidak langsung mengakibatkan berkurang
atau hilangnya kemampuan Pekerja untuk
menjalankan pekerjaannya.
•· Cacat total tetap adalah cacat yang
mengakibatkan ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan pekerjaan.
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Kondisi di mana satu ruas ibu jari sebelah
kanan hilang termasuk ke dalam cacat
sebagian anatomis. Atas cacat sebagian
tersebut, pekerja berhak untuk
mendapatkan santunan cacat. Santunan
cacat untuk cacat sebagian anatomis
sebesar: % sesuai tabel x 80 x upah
sebulan.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Tabel persentase santunan yang diberikan
dapat dilihat dalam tabel pada Romawi II
Lampiran III PP 44/2015. Berdasarkan tabel
persentase santunan tersebut, jika pekerja
kehilangan ibu jari tangan kanan, maka
presentasenya adalah 15% dari upah.

• Tata Cara Pelaporan dan Penetapan Jaminan


Bagi Peserta BPJS Ketenagakerjaan
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Pemberi Kerja wajib melaporkan setiap
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja
yang menimpa pekerjanya kepada BPJS
Ketenagakerjaan dan dinas yang
bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat tidak lebih dari 2
x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan
kerja sebagai laporan tahap I.
 
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Pemberi Kerja wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan Instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat tidak
lebih dari 2 x 24 jam sejak pekerja dinyatakan sembuh, cacat, atau
meninggal dunia sebagai laporan tahap II, berdasarkan surat
keterangan dokter yang menerangkan bahwa:

•a. keadaan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) telah berakhir;


•b. cacat total tetap;
•c. cacat sebagian anatomis;
•d. cacat sebagian fungsi; atau
•e. meninggal dunia.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Laporan tahap II tersebut sekaligus
merupakan pengajuan manfaat JKK
kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan
melampirkan persyaratan sebagai berikut:

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•a. fotokopi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan;
•b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
•c. surat keterangan dokter yang memeriksa/merawat dan/atau
dokter penasehat;
•d. kuitansi biaya pengangkutan;
•e. kuitansi biaya pengobatan dan/atau perawatan (dapat
dimintakan penggantian kepada BPJS Ketenagakerjaan dalam
hal fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan belum
bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan karena di lokasi
tempat terjadinya kecelakaan tidak terdapat fasilitas pelayanan
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan) dan
•f. dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Apabila persyaratan di atas telah lengkap, BPJS
Ketenagakerjaan menghitung dan membayar kepada
yang berhak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
•Menjawab pertanyaan Anda, Pasal 22 ayat (1)
Permenaker 26/2015 mengatur bahwa Pemberi Kerja
wajib membayar terlebih dahulu biaya pengangkutan
peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit
akibat kerja ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya
termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan
dan santunan sementara tidak mampu bekerja.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Pemberi Kerja dapat meminta penggantian
santunan berupa uang tersebut kepada BPJS
Ketenagakerjaan pada saat pelaporan
Kecelakaan Kerja tahap 2 dengan melampirkan:
•a. kuitansi biaya pengangkutan dan
pertolongan pertama pada kecelakaan; dan
•b. bukti pembayaran upah selama pekerja tidak
mampu bekerja atau santunan sementara tidak
mampu bekerja.
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
•Berdasarkan pengajuan di atas, BPJS
Ketenagakerjaan paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja melakukan verifikasi dan membayar
penggantian biaya yang telah dikeluarkan
oleh Pemberi Kerja.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Selain ketentuan di atas, Pasal 33 ayat (1) PP
44/2015 mengatur mengenai peserta yang mengalami
kecelakaan kerja dan dirawat pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang belum menjalin kerja sama dengan BPJS
Ketenagakerjaan, karena di lokasi kecelakaan tidak
terdapat fasilitas pelayanan kesehatan yang menjalin kerja
sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.
• Dalam keadaan ini, biaya pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan medis bagi Peserta penerima Upah dibayar
terlebih dahulu oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara
negara, sedangkan bagi Peserta bukan penerima Upah
dibayar terlebih dahulu oleh Peserta.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Yang mana setelah itu akan diberikan penggantian oleh
BPJS Ketenagakerjaan sebesar biaya yang telah
dikeluarkan oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara
negara atau Peserta bukan penerima Upah dengan
ketentuan biaya penggantian yang diberikan setara dengan
standar fasilitas pelayanan kesehatan tertinggi di daerah
setempat yang telah bekerja sama dengan BPJS
Ketenagakerjaan.
• Dalam hal penggantian biaya yang diberikan oleh BPJS
Ketenagakerjaan terdapat kekurangan, maka selisih biaya
ditanggung oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara
negara atau Peserta bukan penerima Upah.
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Bagaimana jika pekerja belum diikutsertakan
dalam program JKK? Dalam hal Pemberi Kerja
belum mengikutsertakan pekerjanya dalam
program JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan,
• Apabila terjadi resiko terhadap pekerjanya,
pemberi kerja wajib membayar hak pekerja
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
STUDI KASUS
• Jadi, jika pekerja telah diikutsertakan
dalam program JKK, maka BPJS
Ketenagakerjaan yang akan membayar
biayanya.
• Sedangkan jika belum diikutsertakan
dalam program JKK, maka pemberi kerja
(pengusaha) yang wajib membayar hak
pekerja.

Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
tumpahan bahan kimia

ahan kimia, terkena jatuhan benda dari atas, terpeleset dan tersandung.

epala, pakaian pelindung, pelindung mata, pelindung tangan, dan pelindung kaki.
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP
Ditulis kembali oleh : Rosihan Noor AntII, AK3S Mubt/Damkar, Assesor BNSP

Anda mungkin juga menyukai