Anda di halaman 1dari 20

FARMASI DALAM

KONTEKS FILSAFAT
ILMU PENGETAHUAN

AUREA BRIQUITA FILTJE NAHAK


FILSAFAT ILMU
22340103035
PENDAHULUAN
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat
di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoretis. Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan adanya kecenderungan Filsafat Yunani Kuno
yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah.
Munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi
perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian sebelum abad
ke 17 tersebut ilmu pengetahuan identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan
dengan pemikiran Van Peursen, yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu
merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada
sistem filsafat yang dianut.

2
PENDAHULUAN

Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama


semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya
memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah
ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-
spesialisasi. Ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem
yang menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan
yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.

3
Ilmu Pengetahuan dikaji dari ketiga aspek (ontologi, epistemologi dan aksiologi), maka
perlu mempelajari esensi atau hakikat yaitu inti,hal yang pokok atau intisari atau dasar
atau kenyataan yang benar dari ilmu tersebut. Contohnya membangun Filsafat Ilmu
Farmasi dari aspek :
 Ontologi yaitu eksistensi (keberadaan) dan essensi (keberartian) ilmu-ilmu
kefarmasian. Di sini ditinjau objek apa yang ditelaah sehingga menghasilkan
pengetahuan tersebut. Objek ontologis pada farmasi ialah obat dari segi kimia dan
fisis, segi terapetik, pengadan, pengolahan sampai pada penyerahannya kepada yang
memerlukan.
 Epistemologi yaitu metode yang digunakan untuk membuktikan kebenaran ilmu-ilmu
kefarmasian. Landasan epistemologis kebiasan sehari-hari ialah pengalaman dan akal
sehat; landasan epistemologis farmasi ialah logika deduktif dan logika induktif dengan
pengajuan hipotesis, yang dinamakan pula metode logiko-hipotetiko-verifikatif.
 Aksiologi yaitu manfaat dari ilmu-ilmu kefarmasian, mempertanyakan apa nilai
kegunaan pengetahuan tersebut. Kegunaan atau landasan aksiologis farmasi adalah
bertujuan untuk kesehatan manusia.
4
Semua bentuk pengetahuan dapat dikelompokkan dalam berbagai
kategori atau bidang, sehingga terjadi diversifikasi bidang ilmu
pengetahuan atau disiplin ilmu yang berakar dari kajian filsafat, yaitu seni
(Arts), etika (Ethics), dan Sains (Science). Disatu pihak, farmasi tergolong
seni teknis (Technical arts) apabila ditinjau dari segi pelayanan dalam
penggunaan obat (medicine); di lain pihak farmasi dapat pula
dogolongkan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural science).
Sebagai ilmu, farmasi menelaah obat sebagai materi, baik yang berasal
dari alam maupun sintesis dan menggunakan metode logiko-hipotetiko-
verifikatif sebagai metode telaah yang sama seperti digunakan pada
bidang ilmu pengetahuan alam. Oleh karena itu farmasi merupakan ilmu
yang dapat dikelompokkan dalam bidang sains.

5
Farmasi pada dasarnya merupakan sistem pengetahuan yang mengupayakan dan
menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan dirinya dalam mendalami,
memperluas, menghasilkan dan mengembangkan pengetahuan tentang obat dan
dampak obat yang seluas-luasnya serta efek dan pengaruh obat pada manusia dan
hewan. Untuk menumbuhkan kompetensi dalam sistem pengetahuan, farmasi
menyaring dan menyerap pengetahuan yang relevan dari ilmu biologi, kimia,
fisika, matematika, perilaku dan teknologi; pengetahuan ini dikaji, diuji,
diorganisir, ditransformasi dan diterapkan. Farmasi sebagai ilmu juga meliputi
pelayanan obat secara professional. Istilah profesional saat ini semakin dikaburkan
karena banyak digunakan secara salah kaprah. Semua pekerjaan (job, vacation,
occupation) dan keahliah (skill) dikategorikan sebagai profesi. Demikian pula
istilah profesional sering digunakan sebagai lawan kata amatir.

6
Menurut Hughes, E.C. “Profession pofess to know better than other the nature of certain matters, and to know
better than their clients what ails them or their affairs”. Definisi ini menggambarkan suatu hubungan
pelayanan antar-manusia, sehingga tidak semua pekerjaan atau keahlian dapat dikategorikan sebagai profesi.
Menurut Schein, F.H. “The profession are a set of occupation that have developed a very special set or norms
deriving from their special role in society”. Kelompok profesi dapat dibedakan dari yang bukan profesional
menurut kriteria berikut:
 Memilih pengetahuan khusus, yang berhubungan dengan kepentingan sosial. Pengetahuan khusus ini
dipelajari dalam waktu yang cukup lama untuk kepentingan masyarakat umum.
 Sikap dan perilaku profesional. Seorang profesional memiliki sikap yang mempengaruhi perilakunya.
Komponen dasar sikap ini ialah mendahulukan kepentingan orang lain (altruisme) di atas kepentingan diri
sendiri. Menurut Marshall, seorang professional bukan bekerja untuk dibayar, tetapi ia dibayar supaya ia
dapat bekerja.
 Sanksi sosial. Pengakuan atas suatu profesi tergantung pada masyarakat untuk menerimanya. Bentuk
penerimaan masyarakat ini ialah dengan pemberian hak atau lisensi oleh Negara untuk melaksanakan
praktek suatu profesi. Lisensi ini dimaksudkan untuk menghindarkan masyarakat dari oknum yang tidak
berkompetensi untuk melakukan praktek professional.
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan
obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada
pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai
identifikasi, pemilahan, aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan
pembakuan bahan obat dan sediaan obat. Pengetahuan kefarmasian mencakup pula
penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep dokter
berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya
dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai.
Sebagian besar kompetensi farmasi ini diterjemahkan menjadi produk yang dikelola dan
didistribusikan secara profesional bagi yang membutuhkannya. Pengetahuan farmasi
disampaikan secara selektif kepada tenaga profesional dalam bidang kesehatan dan
kepada orang awam dan masyarakat umum agar pengetahuan mengenai obat dan produk
obat dapat memberikan sumbangan nyata bagi kesehatan perorangan dan kesejahteraan
umum masyarakat.
FARMASI DALAM
PERSPEKIF FILSAFAT
ILMU PENGETAHUAN

9
Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan hadir kembali di tengah-tengah
perkembangan IPTEK yang telah begitu plural. Adapun kepentingan yang
begitu mendesak ini adalah meluruskan arah proses perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya arah pemanfaatannya.
Filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu bidang studi mengenai ilmu
pengetahuan. Hal ini, karena filsafat itu adalah ilmu pengetahuan yang
selalu mencari hakekat, berarti filsafat ilmu pngetahuan berusaha mencari
“keseragaman” daripada “keanekaragaman” ilmu pengetahuan.
Farmasi sebagai seni dan ilmu dalam penyediaan obat dari bahan alam, dan bahan sintetis
yang sesuai untuk didistribusikan, dan digunakan dalam pengobatan dan pencegahan penyakit,
hadir di tengah-tengah pluralitas ilmu pengetahuan. Kehadirannya sebagai disiplin ilmu
pengetahuan yang teoritis sampai pada yang praktis teknologis diharapkan senantiasa mengalami
pencerahan sesuai tujuan awal dari keberadaannya.
Melihat adanya fenomena yang di dalam proses perkembangannya, farmasi mengalami
pergeseran nilai, sehingga diperlukan sebuah rekonstruksi dalam perspektif filsafat ilmu
pengetahuan.
FARMASI DALAM
PARADIGMA ONTOLOGIS
Sudah menjadi pendapat umum bahwa filsafat adalah induk/ibu dari segala macam
ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ilmu pengetahuan pada
mulanya hanya ada satu yaitu filsafat. Akan tetapi karena filsafat yang memang
hanya mempersoalkan hal-hal yang umum, abstrak dan universal, maka ia semakin
tidak mampu menjawab persoalan-persoalan hidup yang konkret, positif praktis dan
pragmatis.
Melihat kenyataan di atas, berkembang berbagai jenis ilmu pengetahuan khusus
menurut objek studinya masing-masing, seperti ilmu pengetahuan humaniora, ilmu
pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan agama, dan ilmu pengetahuan alam
sedangkan secara kualitatif jenis-jenis ilmu pengetahuan itu berkembang sifatnya
mulai dari yang teoritis sampai pada yang praktis teknologis.

12
Farmasi ditinjau dari kelahirannya hingga perkembangannya tidak dapat
dilepaskan dari kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan secara
universal yang pondasinya dibangun oleh dua entitas, yakni filsafat moral
dan filsafat alam.
Filsafat moral melahirkan Behavior Sciences atau ilmu-ilmu tentang
prilaku manusia. Oleh karena manusia memang merupakan objek istimewa
bagi penyelidikannya sendiri, maka mungkin juga diselidiki dari sudut
tingkah lakunya, bukanlah tindakan yang sesuai dengan tingkah yang lain-
lain yang bukan manusia, melainkan yang khusus bagi manusia, yaitu
tindakan-tindakan yang terdorong oleh kehendaknya diterangi oleh
budinya (moralnya).
Dalam filsafat alam (cosmologia), menyelidiki alam ini, yang oleh filsafat alam dicari inti alam itu, apakah sebenarnya alam itu,
apakah sebenarnya isi alam pada umumnya, dan apa hubungannya satu sama lain serta hubungannya dengan ada-mutlak. Alam
ini ada yang tidak mutlak, karena adanya tidak dengan niscaya. Segala isi alam dengan adanya sendiri itu mungkin banyak tak
ada. Tetapi dalam alam itu adalah sesuatu yang mempunyai kedudukan istimewa, yang menyelidiki semua itu : Manusia (Human
Being). Penyelidikan terhadap alam melahirkan berbagai cabang ilmu ke dalam ilmu-ilmu sebagai Pure Sciences yakni Fisika,
Biologi, Kimia, dan Matematika. Keempat ilmu alam itu merupakan kerangka dasar yang membangun ilmu-ilmu terapan yang
berbasis kealaman seperti ilmu kesehatan, ilmu teknik, ilmu pertanian, dan lain sebagainya. Farmasi ditinjau dari objek
materinya, memiliki kerangka dasar dari ilmu-ilmu alam; Kimia, Biologi, Fisika dan Matematika. Ilmu farmasi ditinjau dari objek
formalnya merupakan ruang lingkup dari ilmu-ilmu kesehatan. Secara historis ilmu farmasi dikembangkan dari medical sciences,
yang berdasarkan kebutuhan yang mendesak perlunya pemisahan ilmu farmasi sebagai ilmu pengobatan dari ilmu kedokteran
sebagai ilmu tentang diagnosis. Hipocrates (460-357 SM) yang merupakan peletak dasar ilmu kedokteran mencetuskan ide
pemilahan farmasi dari kedokteran dengan mencetukan simbol farmasi dan kedokteran secara terpisah. Namun yang sangat
mengesankan, dan telah dijadikan tonggak kelahiran farmasi adalah ketika Kaisar Frederik II pada tahun 1240 mengeluarkan
undang-undang negara tentang pemisahan farmasi dari kedokteran yang diajarkan dan dipraktekkan secara terpisah.
FARMASI DALAM PARADIGMA
EPISTEMOLOGI
Secara umum farmasi terdiri dari farmasi teoritis dan farmasi praktis. Farmasi secara

teoritis dibangun oleh beberapa cabang ilmu pengetahuan, yang secara garis besarnya

terdiri dari farmasi fisika, kimia farmasi, farmasetika, dan farmasi sosial. Farmasi praktis

terdiri dari dua bagian besar yakni farmasi industri, dan farmasi pelayanan.

Pertama, Farmasi Industri adalah ruang lingkup penerapan ilmu-ilmu farmasi teoritis, dan

tempat pengabdian bagi ahli-ahli farmasi (farmasis) yang berorientasi pada produksi bahan

baku obat, dan obat jadi, dan perkembangan selanjutnya juga meliputi kosmetika dan

makanan-minuman. Dalam farmasi dikenal adanya industri farmasi yang menghasilkan

produk farmasi modern yang bahan bakunya merupakan bahan baku sintetis, dan industri

obat tradisional yang memproduksi obat-obatan dengan menggunakan bahan alam sebagai

bahan baku yang menghasilkan obat Fitofarmaka, baik industri farmasi maupun industri

obat tradisional kesemuanya berorientasi pada produk farmasi berkualitas, yakni aman,

manjur, harga terjangkau dan tidak merusak ekosistem lingkungan ekologis.


15
Kedua, Farmasi Pelayanan yakni pengabdian disiplin ilmu farmasi
(farmasis/apoteker) pada unit-unit pelayanan kesehatan (apotek, rumah sakit,
badan pengawasan, dan unit-unit kesehatan lainnya). Pengabdian
farmasis/apoteker pada farmasi pelayanan meliputi distribusi obat-obatan dari
industri farmasi hingga ke unit-unit pelayanan kesehatan, pelayanan informasi
obat terhadap masyarakat dan tenaga-tenaga paramedis, dan monitoring
penggunaan obat oleh masyarakat dan terhadap penderita (pasien). Peranan
farmasis/apoteker di unit-unit pelayanan kesehatan menjadi sangat penting, dan
berorientasi pada pemberian obat rasional empirik, yakni pemberian obat yang
tepat dosis, tepat pasien, tepat indikasi, dan harga terjangkau. Farmasi industri
dan farmasi pelayanan saling terkait, dan berinteraksi antara satu sama lain
dalam satu orientasi, yakni health orientation, untuk seluruh lapisan masyarakat
tanpa kecuali. Farmasis/apoteker di dalam menjalankan pengabdiannya di
bidang kefarmasian diikat oleh sebuah etika yang disebut kode etik apoteker
(etika farmasi).
16
FARMASI DALAM PARADIGMA ETIKA
Pemberdayaan farmasi dalam bidang pengabdian kesehatan tidak hanya
terbatas pada bagaimana meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tetapi
harus bernuansa lebih luas, yaitu bagaimana meningkatkan kualitas SDM
dan kualits kehidupan, maka peranan farmasi hendaknya bukan hanya
terbatas pada bagaimana menemukan obat, tetapi jauh kedepan bagaimana
mengembangkannya dan membantu masyarakat agar mereka mau dan
mampu menjaga kesehatannya dengan baik serta menjadikan industri
farmasi dan unit-unit pelayanan kefarmasian sebagai sarana untuk
meningkatkan derajat kehidupan dan penghidupan yang layak bagi sebagian
besar masyarakat dan umat manusia seluruhnya.

Mengingat bahwa tingkat kemampuan masyarakat sangat


bervariasi, selain menyebabkan bervariasinya penyakit yang
diderita dan yang paling penting adalah kemampuan mereka
untuk membayar biaya kesehatan juga sangat bervariasi. Hal
ini merupakan tantangan tersendiri bagi farmasis/apoteker
untuk pemberian alternatif obat-obatan yang dapat memenuhi
tuntutan masyarakat sehingga seluruh masyarakat dapat
terlayani dengan baik, terutama masyarakat yang
berpendapatan rendah.
Untuk hal di atas, sangat dibutuhkan kerjasama antara farmasis/apoteker dengan
pihak-pihak terkait (interdisipliner), dan didukung oleh wawasan luas yang
berorientasi pada kesehatan yang paripurna dan hedonistik, produktif manusiawi,
serta berwawasan lingkungan yang ekologis, bernuansa pada kesejakteraan yang
universal.
Dengan perspektif filsafat ilmu pengetahuan maka telaah farmasi sebagai sebuah
cabang ilmu pengetahuan dapat memberikan pencerahan bagi arah perkembangan
farmasi kini dan masa datang. Penyelenggara pendidikan farmasi memiliki peran
yang eksklusif dalam menentukan visi pengabdian farmasis/apoteker bagi
kemaslahatan ummat manusia. Kurikulum pendidikan farmasi harus segera direvisi
yang tidak hanya melahirkan tenaga ahli dibidang kefarmasian yang berdaya
intelektual, tapi juga berdaya moral.

20XX Pitch deck title 18


Farmasis/apoteker yang berdaya intelektual dan berdaya moral haruslah menjunjung

tinggi nilai-nilai keadilan dan nilai kejujuran dalam menjalankan profesinya. Setiap

keputusan yang diambil, pilihan yang ditentukan, penilaian yang dibuat hendaknya

selalu mengandung dimensi etika. Khusus dalam bidang pelayanan kefarmasian

penulis ingin menggaris bawahi bahwa sarana pelayanan harus mengikuti paradigma

asuhan kefarmasian dimana farmasis/apoteker harus ada di tempat.

Di lain pihak patut dicermati bahwa minat penyelenggara pendidikan tinggi baik

negeri maupun swasta di Indonesia cukup tinggi. Sesuai data ISFI tahun 2006

tercatat 60 perguruan tinggi di Indonesia yang mengelola pendidikan farmasi dengan

jumlah luaran kurang lebih 20.000 Apoteker hingga tahun 2007. Penulis berharap

kiranya kecenderungan ini tidak justru karena pangsa pasarnya‟ yang memang

cukup banyak diminati. Akan tetapi, kecenderungan ini hendaknya berangkat dari

itikat turut mendorong dalam mengembangkan kefarmasian di segala bidang.

19
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai