Anda di halaman 1dari 12

Kelompok 12

FARMAKOKINETIK NONLINEAR
Disusun oleh :
 Bettya Untari 2048201113
 Nikha Izana 2048201114
 Bunga Monica Ratu 2048201115
 Welia Afza Hestari 2048201122
 Sindi Nurisa Isman 2048201123
Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari secara khusus perubahan jumlah
obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu. Dengan kata lain, dalam pokok bahasan
farmakokinetika dilakukan kajian-kajian terhadap fenomena absorbsi, distribusi,
dan eliminasi obat secara kuantitatif. Model Farmakokinetika nonlinier adalah
perubahan parameter farmakokinetik yang dapat terjadi akibat perubahan
enzimatis para proses absorbsi, distribusi, atau eliminasi obat yang menyebabkan
terbentuknya sistem jenuh (penjenuhan). Pada umumnya farmakokinetik nonlinier
terjadi pada peningkatan dosis, atau pemakaian secara kronis.
1 Saturasi Proses Disposisi

2 Konsep kinetik saturasi

3 Penetapan Km dan Vmax

Isi 4
Cara menghitung dosis maintenance dan

Presentasi
keadaan tunak

Waktu untuk mencapai keadaan tunak


5

6 AUC dan Klirens


Saturasi Proses Disposisi

Penyimpangan dari proses linear dalam proses absorpsi dapat terjadi jika obat memiliki kelarutan rendah didalam cairan lumen usus atau otot seklet,
pelepasan obat dari sediaan terkontrol, perubahan pH cairan usus selama proses transpor, atau saturasi protein pembawa jika obat diangkut melalui sistem
transpor aktif. Akibat saturasi protein pengangkut ialah penurunan jumlah obat yang masuk ke sirkulasi (bioavailability). Dalam proses distribusi obat
didalam darah,protein albumin (pengangkut obat obat asam lemah) dapat pula mengalami kejenuuhan jika jumlah molekul obat yang masuk kedalam
sirkulasi sistemik melebihi kapasitas tempat ikatan protein.

Akibatnya jumlah obat yang bebas (tidak terikat protein) lebih banyak dari yang seharusnya, dan fraksi obat bebas ini akan terdistribusi lebih banyak
menuju reseptor, sehingga meningkatkan efek obat, dan atau tereleminasi didalam hati atau ginjal untuk dieliminasi. Kejenuhan pada sistem protein juga
dapat disebabkan akibat penurunan kadar albumin atau AAG akibat trauma atau patologik, atau okupasi protein oleh senyawa lain.
Konsep Kinetik Saturasi
KMD telah didefinisikan sebagai dosis di mana non-linieritas toksikokinetik dimulai, dan dapat diperoleh misalnya dari plot area di bawah kurva (AUC) kadar plasma
zat terhadap dosis eksternal (Creton et al., 2012;Saghir et al., 2013). Dikatakan bahwa non-linearitas terjadi ketika proses biologis (kinetik) menjadi jenuh ( Creton et
al., 2012;Saghir et al., 2013).
Proses penyerapan dapat menjadi jenuh melalui saturasi transporter. Ketika ini terjadi, dosis internal akan lebih rendah dari yang diharapkan berdasarkan
proporsionalitas dengan dosis eksternal. Dengan penyerapan jenuh, efek toksik akan tetap pada tingkat yang sama pada dosis yang lebih tinggi. Dalam situasi apa pun,
titik belok dari kurva yang dihipotesiskan telah diusulkan sebagai KMD.
KMD dianjurkan karena beberapa alasan :
1. Penggunaan KMD akan menghindari penderitaan hewan yang tidak perlu
2. Penggunaan KMD akan mengarah pada pengurangan penggunaan hewan
3. Ekstrapolasi (linear) dari dosis tinggi pada studi hewan ke skenario dosis realistis untuk manusia dapat dihalangi oleh non-linearitas dari proses kinetik yang
mendasarinya.Saghir, 2015).
4. Terlihat lebih informatif untuk menguji pada dosis yang masingmasing menghasilkan paparan sistemik yang berbeda, yang diasumsikan tidak terjadi ketika proses
penyerapan jenuh (Barton et al., 2006).
5. Penyertaan dosis tinggi dengan kinetika non-linier akan menyisakan kurang dari tiga tingkat dosis yang diuji secara rutin dalam rentang dari mana ekstrapolasi
hingga paparan dosis rendah dapat dilakukan (Saghir et al., 2013).
Penetapan Km dan Vmaks
Dalam keadaan tertentu seperti kondisi penyakit, usia, dan interaksi obat-obatan, nilai Vmaks dan Km suatu obat dapat berubah. Misalnya, pemberian
karbamazepin atau fenobarbital bersamaan dengan fenitoin menghasilkan peningkatan V fenitoin. Oleh karena itu, mungkin perlu untuk meningkatkan
laju dosis fenitoin jika fenobarbital atau karbamazepin ditambahkan ke regimen pasien. Dalam hal signifikasi klinis, situasi tersebut yang terkait dengan
perubahan Vx menghasilkan perubahan yang lebih dramatis dalam laju metabolisme dan Css obat, dibandingkan dengan perubahan akibat perubahan
dalam nilai Km. Dalam kondisi normal (tidak terjadi perubahan pada V atau Km), peningkatan laju dosis menyebabkan peningkatan nonlinear di Css
(Reza, 2001).
Waktu untuk mencapai keadaan tunak
Untuk obat-obat yang kapasitas metabolisme terbatas,waktu pro-eliminasi tidak dapat lagi digunakan untuk memprediksi
lama pencapaian keadaan tunak, sebab klirens berubah seiring dengan perubahan kadar obat. Dalam kaitan ini, jika dosis obat
dinaikkan, klirens akan melambat, sehingga menyebabkan kadar obat dalam darah (AUC) meningkat tidak proporsional dengan
kenaikan dosis. Perlambatan Klirens menyebabkan perpanjangan waktu-paro eliminasi, selamab volume obat yang terdistribusi
tetap.
Fenomena ini sangat berbeda dengan pada umumnya obat yang proses eliminasinya mengikuti orde pertama, yaitu jika dosis
obat dinaikkan,klirens dan waktu-paro eliminasi tidak berubah, sehingga waktu-paro eliminasi dapat digunakan untuk
memprediksi pencapaian kadar tunak.
maka semakin besar dosis Dm yang diberikan, waktu untuk mencapai keadaan tunak menjadi lebih lama.
Menghitung Dosis Maintance dan Keadaan Tunak
Pada keadaan tunak, laju obat meninggalkan tubuh sama dengan laju obat masuk tubuh (laju infusi), artinya tidak ada
penambahan jumlah obat dalam tubuh selama keadaan tunak. Aktivitas obat akan teramati saat konsentrasi obat mendekati
konsentrasi obat dalam plasma. Biasanya merupakan konsentrasi obat target atau konsentrasi keadaan tunak yang diharapkan.
Waktu untuk mencapai konsentrasi tunak Css, 90%, 95%, dan 99% pada tabel:

% Cpss yang dicapai Jumlah Perkalian t1/2


90 3,32
95 4,32
99 6,65
AUC dan KLIRENS
A. Area Under Curve (AUC)
Area Under Curve (AUC) adalah AUC adalah permukaan dibawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai
fungsi waktu. Nilai AUC dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini :

AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami
perubahan.
AUC dan KLIRENS
B. KLIRENS (CL)
Klirens didefinisikan sebagai parameter yang menujukkan nilai volume cairan yang mengandung obat dikeluarkan sepenuhnya per satuan waktu.
Total klirens tubuh (ClT) adalah jumlah dari klirens ginjal, klirens hepatik, dan klirens karena rute eliminasi lainnya. Nilai klirens dapat dihitung
menggunakan rumus berikut ini :

Jadi, klirens dapat digunakan untuk memperkirakan dosis yang harus diberikan untuk memberikan tingkat paparan senyawa (AUC) yang
diperlukan untuk efek terapeutik.
Kesimpulan
Model Farmakokinetika nonlinier adalah perubahan parameter farmakokinetik yang dapat terjadi akibat perubahan enzimatis para proses
absorbsi, distribusi, atau eliminasi obat yang menyebabkan terbentuknya sistem jenuh (penjenuhan). Pada umumnya farmakokinetik nonlinier
terjadi pada peningkatan dosis, atau pemakaian secara kronis. Faktor penyebab dari farmakokinetik non linier adalah proses penjenuhan dan
perubahan patologik dalam proses absorbs, distribusi, dan eliminasi.

Kinetik obat dikatakan linear atau tidak tergantung dosis yang merupakan karakteristik kinetika orde pertama. Istilah linier berarti bahwa jika
dosis ditingkatkan, konsentrasi plasma atau area dibawah kurva konsentrasi-waktu plasma (AUC) akan meningkat secara proporsional. Namun
untuk beberapa obat, hal ini mungkin tidak sesuai. Sebagai contoh, bila dosis dinaikkan 50 persen maka rata-rata konsentrasi tunak dapat
meningkat sebanyak sepuluh kali lipat. Peningkatan konsentrasi ini disebabkan oleh farmakokinetik nonlinier.
Terimakasih
MATUR NUHUN

Anda mungkin juga menyukai