Anda di halaman 1dari 25

POLIOMYEILITIS

Disusun oleh
Kelompok 6
PENGERTIAN POLIOMYEILITIS

• Poliomyeilitis atau sering disebut polio adalah penyakit akut yang menyerang sistem
saraf perifer yang disebabkan oleh virus polio. Gejala utama penyakit ini adalah
kelumpuhan. Kelumpuhan biasanya dapat menetap setelah 60 hari yang akan
menyebabkan kecacatan. (Widoyono, 2011).Poliomielitis merupakan penyakit infeksi
akut oleh sekelompok virus ultramikroskop yang bersifat neurotrofik yang awalnya
menyerang saluran pencernaan dan pernafasan yang kemudian menyerang susunan
saraf pusat melalui peredaran darah (Huda, 2016) Poliomielitis atau polio merupakan
penyakit infeksi akut atau sekelompok virus ultramikroskop yang bersifat neurotrofik
yang awalnya menyerang susunan syaraf pusat melalui peredaran darah. Penyakit ini
menyebabkan kelemahan motorik yang asimetris dengan adanya gangguan bulbar
dan pernapasan dalam korteks (Nurarif & Kusuma, 2015).
ETIOLOGI

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) penyebab polio adalah virus polio. Virus polio
merupakan RNA virus dan termasuk famili Picornavirus dari genus Enterovirus.
Virus polio tahan terhadap Ph asam tetapi mati terhadap bahan panas, formalin,
klorin dan sinar ultraviolet. Selain itu, penyakit ini mudah berjangkit di
lingkungan dengan sanitasi yang buruk, melalui peralatan makan, bahkan melalui
ludah. Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
• Tipe I Brunhilde :Sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas
• Tipe II Lansing : Kadang menyebabkan kasus yang sporadik
• Tipe III Leoninya :Epidemi ringan
Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas
Penularan virus terjadi melalui :
a) Secara langsung dari orang ke orang
b) Melalui tinja penderita
c) Melalui percikan ludah penderita
Resiko terjadinya Polio, yaitu:
1. Belum mendapatkan imunisasi
2. Berpergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio
3. Malnutrisi
4. Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stress emosi dan fisik
dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh)
5. Defisiensi imun
PATOFISIOLOGI

Pada umumnya virus yang tertelan akan menginfeksi di epitel orofaring tonsil kelenjar limfe pada leher dan
usus kecil/halus. Faring akan segera terkena setelah virus masuk dan karena virus tahan terhadap asam
lambung maka virus dapat mencapai saluran cerna bagian bawah tanpa perlu proses in aktivasi. Dari faring
setelah bermultiplikasi virus akan menyebar pada jaringan limfe tonsil yang berlanjut pada aliran limfe dan
pembuluh darah. Virus dapat dideteksi pada nasofaring setelah 24 jam sampai 3-4 minggu. Infeksi susunan
saraf pusat dapat terjadi akibat viremia yang menyusul replikasi cepat virus ini. Virus polio menempel dan
berkembang biak pada sel usus yang mengandung PVR ( PolioVirus Reseptor) dalam waktu sekitar 3 jam
setelah infeksi telah terjadi kolonisasi. Sel yang menganduk PVR tidak hanya di usus dan tenggorok saja
akan tetapi terdapat di sel monosit dan sel neuro motor di SSP, sekali terjadi perkaitan antara virion dan
replikator akan terjadi integrasi RNA ke dalam virion berjalan cepat sehingga dari infeksi sampai pelepasan
virion baru hanya memerlukan waktu 4-5 jam. Sedang virus yang bereplikasi secara local kemudian
menyebar pada monosit dan kelenjar limfe yang terkait. Perlekatan dan penetrasi virus dapat dihambat oleh
secretoryIgA lokal, kejadian neuropati pada poliomyelitis merupakan akibat langsung dari multiplikasi
virus di jaringan saraf.itu merupakan gejala yang patognomonik namun tidak semua saraf yang terkena
akan mati keadaan reversibillitas fungsi sebagian disebabkan karena sprouting dan seolah kembali seperti
sediakala dalam waktu 3-4 minggu setelah onset. Terdapat kelainan perivaskular dan infiltrasi interstisiel
sel glia, secara histology pada umumnya kerusakan saraf yang terjadi luas namun tidak sejalan dengan
gejala klinisnya.
Gambaran patologik menunjukkan adanya reaksi peradangan pada
systemretikuloendoteal terutama jaringan limfe, kerusakan terjadi
pada sel motor neuron karena virus bersifat sangat neuronotropik,
tetapi tidak menyerang neuroglia, myelin atau pembuluh darah
besar. Terjadi juga peradangan pada sekitar sel yang terinfeksi
dehingga kerusakan sel makin luas. Kerusakan pada sumsum tulang
belakang terutama pada anterior horncell/kornu anterior, pada otak
kerusakan terutama terjadi pada sel motor neuron formasi dari pons
dan medulla, nucleusvestibularis, serebelum sedang lesi pada kortex
hanya merusak daerahmotor dan premotor saja. Pada jenis bulbar
lesi terutama mengenaimedulla yang berisi nuklai motor dari saraf
otak, replikasi pada sel motorneuron di SSP yang akan
menyebabkan kerusakan permanen.
MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis menurut Nurarif & Kusuma (2015) adalah


penyakit polio paling banyak pada anak dibawah 5 tahun dan juga
bisa pada remaja. Kemungkinan gejala yang dicurigai pada anak
adalah panas disertai sakit kepala, sakit pinggang kesulitan
menekuk leher dan punggung, kekakuan otot yang diperjelas
dengan tanda head drop, tanda tripod saat duduk, tanda-tanda
spinal, tanda brudzinsky atau kering
Penyakit ini berkembang melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Fase inkubasi: 3-6 hari dan kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21hari
2. Fase gejala umum: seperti influenza, nyeri kepala, rasa nyeri tulang
belakang dan anggota gerak, malaise, dan mungkin gejala mencret 3hari
3. Fase paralisis mendadak: berlangsung 3 hari sampai 2 bulan d) Fase
penyembuhan
4. Fase menahun atau fase paralisis residusi
Manifestasi klinis menurut klasifikasinya :
5. Minor illness (penyakit dengan gejala ringan)
6. Majorillness (termasuk jenis non-paralitik dan paralitik)
KOMPLIKASI

• Komplikasi
• Hiperkalsuria
• Melena
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan penunjang menurut Nurarif & Kusuma (2015), yaitu:


1. Pemeriksaan lab
• Pemeriksaan darah tepi perifer
• Cairan serebrospinal
• Pemeriksaan serologik
• Isolasi virus polio
2. Pemeriksaan radiologi
3. Pemeriksaan MRI, dapat menunjukkan kerusakan didaerah kolumna
4. Pemeriksaan likuor, memberikan gambaran sel dan bahan kimia (kadar gula dan
protein)
5. Pemeriksaan histologik cordaspinalis dan batang otak untuk menentukan kerusakan
yang terjadi pada sel neuron
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan menurut Nurarif & Kusuma (2015), tidak ada pengobatan spesifik
terhadap poliomeilitis. Antibiotika v-globulin dan vitamin tidak mempunyai efek.
Penatalaksanaan adlah simtomatis dan suportif
• infeksi tanpa gejala istirahat total.
• Infeksi abortif: istirahat sampai beberapa hari sampai beberapa hari setelah temperatur
normal.
• Non paralitik: sama dengan tipe abortif.
• Paralitik harus dirawat dirumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis
pernapasan, dan untuk ini harus diberikan pernapasan mekanis.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN

1. Identitas: mengkaji identitas klien dan penanggung jawab yang meliputi: nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan. Status perkawinan, dan alamat.
2. Status kesehatan
3. Keluhan utama: kaku punggung dan leher
• Riwayat kesehatan sekarang : demam, kelumpuhan, kaku punggung dan leher
• Riwayat kesehatan dahulu : kaji penyakit waktu kecil, pernah MRS atau tidak, alergi dan
imunisasi
• Riwayat kesehatan keluarga kaji apakah ada penyakit keturuna atau menular pada
keluarga
4. Pola Kebutuhan Dasar
• Nutrisi: biasanya punya mengalami penurunan nafsu makan, mual dan muntah
• Eliminasi : biasanya punya mengalami konstipasi
• Aktivitas: biasanya pada punya polio akan mengalami keterbatasan aktivitas akibat nyeri
sendi, malaise dan paralisis
• Istirahat tidur: biasanya px mengalami gangguan tidur dikarenakan nyeri sendi yang
dialami dan sering terbangun karena mual
5. Pemeriksaan fisik
• Keadaan umum
• Tingkat kesadaran (apatis, sopor, koma, gelisah, composmentis. Tergantung pada keadaan px)
• Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, dan pada kasus osteomielitis
biasanya akut)
• TTV: terdapat peningkatan suhu tubuh
• Kepala & leher: terdapat nyeri kepala dan otot leher mengalami kram/kaku kuduk dan terdapat
nyeri saat menelan
• Axila: teraba hangat
• Abdomen: adanya nyeri tekan
• Ekstremitas: adanya paralisis atau kaku/kram

Pemeriksaan fisik pada ekstremitas dapat dilakukan dengan :
1. Pada bayi
• Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk pada lutut dan pinggul. Bayi
yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemah dan lutut menyentuh tempat tidur.
• Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil pada telapak kaki bayi. Bila
kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.
• Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan gerakan kaki menekuk, pada bayi
lumpuh tungkai tergantu2. Anak besar
• Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak Mintalah anak berjalan pada ujung jari
atau tumit. Anak yang mengalami kelumpuhan tidak bisa melakukannya
• Mintalah anak melompat satu kaki. Anak yang lumpuh tidak bisa melakukannya
• Mintalah anak berjngkok atau duduk dilantai kemudian bangun kembali. Anak yang mengalami
kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan berpegangan merampat tungkainya
• Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
• Viral Isolation
• Uji Serologi
• Cerebrospinal Fluid (CSF)
• Pemeriksaan Radiologis
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien


2. Defisit pengetahuan b.d dehidrasi
3. Hipertermia
4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
5. Ansietas b.d kurang terpapar informasi
6. Gangguan mobilitas
Diagnosa keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Nutrisi Setelah di lakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama 1x24 jam di Tindakan:
harapkan deficit nutrisi membaik Observasi:
dengan kriteria hasil: indentifikasi status nutrisi
• Porsi Makan yang dihabiskan indentifikasi alergi dan intoleransi
meningkat makanan
• Kekuatan otot pengunyah meningkat identifikasi makanan yang di sukai
• Kekuatan otot menelan meningkat monitor asupan makanan
• Perasaan cepat kenyang menurun monitor berat badan
• Nyeri abdomen menurun Terapeotik:
• Diare menurun sajikan makanan secara menarik dan
• Berat badan Indeks Massa Tubuh suhu yang sesuai
(IMT) membaik berikan makanan tinggi serat untuk
• Nafsu makan membaik bising usus mencegah konstipasi
membaik berikan makanan tinggi kalori dan
• Membran mukosa membaik tinggi protein
Edukasi :
ajarkan diet yang di programkan
Kalaborasi
kalborasi pemeberian medikasi sebelum
makan,jika perlu
kalaborasi dengan ahli gizi untuk
Diagnosa keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Setelah di lakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri
selama 1x 24 jam di harapkan nyeri akut 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
menurun dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas intensitas
• Keluhan Nyeri menurun nyen
• Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
• Gelisah menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
• Kesulitan tidur menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat
• Frekuensi nadi membaik dan memperingan nyeri
• Tekanan darah membaik 5. Identifikasi pengetahuan dan
• Pola tidur membaik keyaninan tentang nyen
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Diagnosa keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

Terapeutik
• Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis. akupresur. terapi
musik, biofeedback terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
• Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyer
IMPLEMENTASI

Tindakan keperawatan adalah implementasi/pelaksanaan dari


rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun
dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan
adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
EVALUASI

Evaluasi adalah tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai, meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan.
Evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah
informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku
yang diobservasi sudah sesuai.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai