Anda di halaman 1dari 36

MODEL PENGENDALIAN

PERSEDIAAN/INVENTORY
Pendahuluan..
 Persediaan/ Inventori (Inventory) adalah persediaan atau
stok berbagai item atau sumber-sumber yang
digunakan dalam organisasi. Sistim Inventori adalah
seperangkat kebijakan dan pengendalian yang
memantau tingkat persediaan dan menentukan berapa
tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan
harus ditambah, dan seberapa besar pesanan harus
dibuat.
 Persediaan didefinisikan sebagai barang, bahan-bahan,
atau asset yang dimiliki oleh perusahaan untuk
digunakan di masa yang akan datang. Kebijakan di
bidang persediaan dapat dipandang sebagai masalah
taktis (tactical problem), sehingga perencanaan
kebutuhan persediaan direncanakan dalam kontek
jangka waktu menengah selaras dengan keseluruhan
rencana produksi, strategi pemasaran dan distribusi.
Tujuan Persediaan/ Inventori
1. Menjaga independensi operasi. Dengan adanya
ketersediaan bahan baku pada pusat kerja
memungkinkan fleksibilitas operasi dari pusat tersebut,
sehingga mengurangi biaya set-up setiap dilakukan
set-up produksi yang baru.
2. Untuk menjaga variasi/fluktuasi permintaan produk.
Oleh karena, dalam banyak hal, permintaan tidak dapat
diperkiraan dengan sangat tepat, maka untuk dapat
mengantisipasinya diperlukan adanya persediaan
pengamanan (safety/buffer stock).
3. Memungkinkan fleksibilitas dalam pembuatan skedul
produksi. Dengan adanya persediaan perusahaan dapat
menentukan jadwal produksi sesuai permintaan
sekalipun lead time bahan lama.
Lanjutan…
4. Memberikan kemanan terhadap variasi waktu
pengantaran bahan. Waktu datangnya pesanan
bisa saja tertunda yang penyebabnya banyak
misalnya adanya kecelakaan, kemacetan lalu
lintas, pemogokan atau bencana alam dll.
5. Mendapatkan keuntungan ekonomis dari jumlah
pembelian yang lebih besar. Misalnya adnya
diskon/potongan harga untuk pembelian dengan
jumlah besar tertentu.
Alasan Perlunya Penyelenggaraan
Persediaan/ Inventori
1. Kesulitan memprediksi tingkat penjualan dan waktu
produksi secara akurat (fluctuation inventory).
2. Beberapa item barang memiliki permintaan yang
bersifat seasonal (anticipation inventory)
3. Mendapatkan manfaat dari economic of scale dalam
produksi dan pembelian (lot size inventory).
4. Jarak dan waktu yang diperlukan untuk pengadaan
barang sehubungan dengan proses transit dalam
sistem logistik.
5. Keterlambatan kedatangan bahan baku yang dipesan
dapat mengakibatkan terhentinya pelaksanaan
produksi.
Kerugian Persediaan dalam Jumlah
Besar
1. Perusahaan harus mempersiapkan dana yang cukup
besar untuk mengadakan pembelian bahan.
2. Tingginya biaya simpan dan investasi dalam
persediaan akan mengakibatkan berkurangnya dana
untuk pembiayaan dan investasi di bidang lain.
3. Perusahaan menanggung kemungkinan yang cukup
besar risiko kerusakan persediaan akibat perubahan
kimiawi atau sebab lain.
4. Bila terjadi penurunan harga bahan baku, maka
perusahaan akan menderita kerugian yang cukup
besar pula. Di sisi lain, bila perusahaan
menyelenggarakan persediaan dalam jumlah yang
relatif terlalu kecil, maka beberapa kelemahan dari
kebijakan tersebut antara lain:
Lanjutan…
a. Adanya kemungkinan kehabisan bahan karena
persediaan habis sebelum waktunya.
b. Akibat sering kehabisan bahan, maka proses
produksi menjadi tidak lancar.
c. Persediaan yang terlalu kecil akan meningkatkan
frekuensi pembelian, sehingga biaya pesannya
pun akan meningkat selaras dengan peningkatan
frekuensi pembelian.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persediaan

Terdapat beberapa macam faktor yang


mempengaruhi persediaan bahan baku.
1. Harga bahan baku
2. Biaya persediaan
3. Kebijakan pembelanjaan
4. Pemakaian bahan
5. Waktu tunggu
6. Model pembelian bahan
7. Persediaan pengaman
8. Pembelian kembali
Biaya Persediaan (Inventory)
Dalam membuat keputusan terhadap besarnya inventori,
beberapa item biaya berikut perlu dipertimbangkan:
1. Purchasing cost of item. merupakan biaya yang timbul dari
pembelian persediaan
2. Ordering- cost (preparation set-up cost). Biaya pesan
merupakan biaya yang terjadi karena adanya kegiatan
pemesanan kepada vendor hingga barang sampai di gudang
atau pengorganisasian untuk memulai produksi di dalam
pabrik. Biaya klerikal dan manajerial untuk menyiapkan
pembelian atau pemesanan. Misalnya biaya telpon,
pencatatan.
3. Inventory-holding cost, biaya simpan mencakup semua
biaya yang terjadi karena penyimpanan persediaan. Yang
termasuk golongan biaya ini misalnya biaya fasilitas
penggudangan, penanganan, asuransi, kerusakan,
kedaluwarsaan, depresiasi, pajak dan opportunity cost of
capital.
Lanjutan..
4. Shortage cost (good-will cost), biaya yang timbul karena
adanya permintaan yang tak terlayani sehubungan dengan
kehabisan persediaan atau biaya yang timbul akibat
kehabisan bahan dan pemesanan masih menunggu waktu.
5. Setup (production change) cost. Biaya yang timbul
sehubungan dengan pembuatan produk yang berbeda yang
memerlukan perubahan bahan, penyusunan spesifikasi
mesin, dll.

Dari jenis biaya persediaan tersebut di atas, yang digunakan


dalam perhitungan biaya persediaan (Total Inventory Cost
disingkat TIC) adalah Ordering Cost (Co) dan Holding Cost (Ch).
Selanjutnya TIC secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
lanjutan

Dimana:
TIC : Total Inventory Cost
Q/2 : persediaan rata-rata
R/Q : frekuensi pemesanan
Ch = H : biaya penyimpanan per unit barang per satu satuan
waktu
Co = Cs = S : biaya pemesanan setiap kali pesan
Lanjutan
 Biaya simpan per unit barang per satu satuan waktu memiliki
hubungan yang positif terhadap jumlah barang yang dipesan.
Artinya, semakin banyak barang yang dipesan dalam setiap kali
pesan, semakin banyak barang yang disimpan, semakin besar
pula biaya simpan yang ditanggung.
 Sebaliknya biaya pemesanan setiap kali pesan memiliki
hubungan yang negatif terhadap jumlah barang yang dipesan.
Artinya, semakin banyak barang yang dipesan dalam setiap kali
pesan, semakin kecil frekuensi pembelian, semakin rendah pula
biaya pemesanan yang harus ditanggung perusahaan.
 Dengan kata lain bahwa biaya pesan memiliki hubungan yang
positif terhadap frekuensi pemesanan. Berikut ini gambaran
secara grafis yang menunjukkan hubungan antara biaya
simpan, biaya pesan dan jumlah barang yang dipesan dalam
setiap kali pesan.
Lanjutan
TIC minimum akan terjadi pada tingkat jumlah
pembelian yang paling ekonomis atau disebut
Economic Order Quantity.
Sedang untuk menghitung Total Biaya Anual
(TAC( sering juga disingkat TC adalah sebagai
berikut:

Dimana
D = R = Kebutuhan satu tahun
C = P = Harga perolehan barang
S= Cs = Co = Biaya Pesan per pesanan
H = Ch = Biaya Simpan per unit
Analisis Persediaan Metode ABC

Konsep ABC Inventory Analysis pertama kali dikenalkan oleh


H.F. Dickie di General Electric pada awal tahun 1950-an.
Teknik ABC ini merupakan salah satu alat manajemen yang
sangat berharga untuk mengidentifikasi dan mengendalikan
item-item persediaan yang penting. Konsep ABC membagi
atau mengelompokkan item-item persediaan menjadi tiga
kelompok:
1) Kelompok A
 item-item persediaan yang dikelompokkan ke dalam

kelompok A ini adalah item-item persediaan yang bernilai


besar namun merupakan bagian kecil dari keseluruhan
item persediaan yang ada. Ciri khusus dari kelompok ini
antara lain memiliki nilai berkisar antara 70% - 80% dari
seluruh nilai persediaan yang ada, dan kuantitasnya
berkisar antara 15% - 30% dari seluruh jumlah persediaan.
Lanjutan
2) Kelompok C
 item-item persediaan yang masuk kategori C

adalah item-item persediaan yang memiliki nilai


rendah, namun merupakan bagian terbesar dari
seluruh persediaan. Nilai persediaan kelompok ini
berkisar antara 5% - 15% dari seluruh nilai
persediaan, dan jumlahnya berkisar 50% dari
seluruh jumlah persediaan.
3) Kelompok B
 suatu item persediaan akan dikategorikan dalam

kelompok B bila memiliki karakteristik antara A


dan C.
Lanjutan
Perlu diketahui bahwa angka-angka prosentase yang
diberikan dalam penjelasan bukanlah harga mati,
angka-angka tersebut hanyalah guidelines saja.
Sebenarnya, tidak ada aturan yang spesifik berkaitan
dengan batasan antara kelompok A, kelompok B, dan
kelompok C.

Jika pengelompokkan persediaan tersebut digambarkan


secara grafis dimana sumbu vertikal menunjukkan
prosentase nilai persediaan dan sumbu horisontal
menunjukkan prosentase jumlah persediaan, maka
akan terlihat seperti kurva dan disebut kurva ABC.
Lanjutan
Dari analisis persediaan ABC, manajemen
memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk
mengendalikan persediaan. Misalnya, persediaan
yang masuk kelompok A menggambarkan investasi
persediaan yang bersifat substansial sehingga
persediaan tersebut memerlukan pengawasan dan
pengendalian yang ketat yang meliputi pencatatan
yang lebih akurat dan komplit, pengawasan dan
inspeksi tingkat persediaan yang terus menerus,
perhitungan yang tepat, menempati posisi prioritas
utama dan diberi perhatian yang maksimum
berkaitan dengan jumlah dan frekuensi pemesanan.
Lanjutan
Sebaliknya, untuk persediaan yang masuk kategori C,
relatif kurang membutuhkan perhatian atau
pengendalian yang seketat kelompok A maupun B.
Jumlah yang besar sering memberikan keuntungan
dalam hal pengurangan biaya pengangkutan, dan
tingkat prsediaan dapat diawasi secara periodik tanpa
membutuhkan catatan-catatan formal. Sementara,
persediaan kategori B yang merupakan persediaan
dengan nilai dan jumlah yang berada di tengah-tengah
antara A dan C, memerlukan pengendalian dan
pengawasan yang lebih dari C, namun tidak seketat
pengendalian dan pengawasan untuk persediaan
kategori A.
Economic Order Quantity (EOQ)
 Bahan mentah merupakan salah satu faktor produksi yang
sangat penting. Oleh karena itu, penyediaan bahan mentah yang
tepat, baik dalam arti jumlah maupun waktu, akan sangat
mendukung kelancaran proses produksi.
 Persediaan bahan yang minim memungkinkan terjadinya
kekurangan bahan. Kekurangan bahan mentah yang tersedia
(stock-out) dapat berakibat terhentinya proses produksi karena
kehabisan bahan untuk diproses.
 Namun, dilihat dari sisi positif, jumlah persediaan bahan yang
rendah dapat menghemat biaya-biaya yang timbul sehubungan
dengan adanya persediaan dan dapat mengurangi risiko
kerusakan bahan akibat terlalu lama disimpan. Di sisi lain,
persediaan bahan mentah yang terlalu besar jumlahnya (over-
stock) memang dapat menjamin kelancaran proses produksi
karena bahan senantiasa tersedia dalam jumlah yang cukup,
namun bila dilihat dari segi finansial, persediaan bahan yang
terlalu besar akan meningkatkan biaya persediaan dan risiko
kerusakan.
Lanjutan
Jumlah bahan mentah yang dibutuhkan di dalam berproduksi selama
satu tahun dapat diperhitungkan dari rencana hasil produksi yang
akan dihasilkan dengan kebutuhan bahan mentah untuk satu satuan
barang jadi. Setelah diketahui jumlah kebutuhan bahan mentah,
maka perlu direncanakan juga mengenai cara pembeliannya atau
cara penyediaannya. Dalam hal cara penyediaan/pembelian pada
garis besarnya terdapat dua alternatif yaitu:
1. Dibeli sekaligus jumlah seluruh kebutuhan, dan kemudian
disimpan di gudang, sehingga setiap kali ada kebutuhan tinggal
mengambil di gudang. Cara ini lebih menjamin kelancaran proses
produksi, dalam artian bahwa bahan mentah untuk keperluan proses
produksi telah tersedia dalam jumlah besar. Namun demikian, di sisi
lain, cara ini membawa konsekuensi bahwa perusahaan harus
menanggung biaya persediaan atau paling tidak biaya penyimpanan
yang tinggi.
Lanjutan
2. Alternatif yang kedua ialah berusaha memenuhi
kebutuhan bahan mentah untuk keperluan proses
produksi dengan membeli dalam jumlah yang relatif
kecil dalam setiap kali pembelian dengan frekuensi
pembelian yang lebih sering. Cara ini akan membawa
kemungkinan terlambatnya bahan mentah. Apabila
keterlambatan penyediaan bahan mentah terjadi, maka
proses produksi dapat terganggu. Sedangkan
keuntungan dari cara kedua ini ialah bahwa perusahaan
tidak perlu menanggung biaya penyimpanan bahan
mentah yang terlalu besar. Dalam hal ini biaya
penyimpanan dibebankan pada leveransir bahan
mentah.
Lanjutan
Untuk keperluan tersebut biasanya digunakan metode
yang disebut metode Economic Order Quantity (EOQ).
Pengertian EOQ adalah volume pembelian yang paling
ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian.
Secara matemastis dinyatakan sebagai berikut:

dimana
R : kebutuhan bahan mentah satu tahun
Co = Cs = S : Ordering Cost setiap kali pesan
Ch = H : Holding Cost per unit per satu satuan waktu
Lanjutan
Model EOQ di atas dikembangkan dengan asumsi:
1. Hanya ada satu jenis/item persediaan yang hendak direview.
2. Seluruh jumlah bahan mentah yang dipesan datang pada
satu titik waktu tertentu.
3. Permintaan akan bahan bersifat konstan atau mendekati
tingkat konstan.
4. Lead time konstan.
5. Holding cost didasarkan pada rata-rata persediaan
6. Ordering atau setup cost konstan
7. Tidak terjadi kehabisan bahan.
8. Tidak ada pengembalian barang yang sudah dipesan
Lanjutan
Contoh 1 Menghitung EOQ dan TIC
Misalnya kebutuhan bahan untuk satu tahun
sebesar 24.000 unit,
biaya simpan 18% dari nilai persediaan,
dan biaya pesan setiap kali pemesanan
Rp.38,00.
Harga barang per unit Rp.12,00.

Diminta menghitung jumlah pembelian yang


paling ekonomis setiap kali pembelian/
pemesanan.
Lanjutan
Pembahasan
Dari data seperti itu diperoleh EOQ sebesar
919 unit. Artinya, bahwa jumlah yang paling
ekonomis untuk setiap kali
pembelian/pemesanan bahan adalah sebesar
919 unit. Selanjutnya, berdasarkan jumlah
pembelian setiapkali pesan pada tingkat EOQ,
yaitu sebesar 919 unit, dapat dihitung
besarnya Total Inventory Cost (TIC), yakni
sebesar Rp.1.984,90
Reorder Point (Saat Pemesanan
Kembali)
Dengan menggunakan model EOQ, kita dapat mengetahui
berapa banyak yang harus dipesan dalam setiap kali
pemesanan, sekarang akan dicoba menjawab pertanyaan
kapan dilakukan pemesanan kembali. Untuk sistem persediaan
yang menggunakan asumsi bahwa tingkat kebutuhan yang
konstan dan lead time yang tetap, maka saat pemesanan
kembali (Re-Order Point) sama dengan kebutuhan selama
lead time. Secara matematik dinyatakan sebagai berikut:

 ROP = d x lt

 ROP : Reorder Point


d : Kebutuhan per hari
lt : lead time
Lanjutan
Melanjutkan contoh menghitung EOQ sebelumnya,
dengan mengandaikan perusahaan beroperasi 250 hari
setahunnya, maka dapat dihitung kebutuhan per hari
yaitu sebanyak 96 unit (24.000/250). Apabila
pengantaran bahan dari saat pesan hingga barang
datang dan siap digunakan memerlukan waktu 3 hari
atau lead timenya adalah 3 hari, maka dapat dihitung
kebutuhan bahan selama lead time, yakni sebesar 288
unit ( 3 x 96). Bila diasumsikan bahwa kebutuhan
bersifat konstan dan lead time tetap, maka saat
pemesanan kembali (ROP) dilakukan pada waktu
persediaan di gudang berada pada tingkat 288 unit.
Lanjutan
Cycle Time
Setelah ROP diketahui, maka dapat dihitung jarak waktu antara
satu pemesanan dengan pemesanan berikutnya atau yang
disebut cycle time. Secara matematik, perhitungan Cycle Time
adalah sebagai berikut:

Keterangan:
T : Cycle Time
Q* : EOQ
R : Kebutuhan bahan selama satu tahun
N : jumlah hari operasi dalam satu tahun
Dengan melanjutkan contoh di atas, dapat dihitung Cycle Time, yaitu
9,6 hari. Artinya, bahwa pemesanan dilakukan setiap 9,6 hari sekali.
Analisis Sensitivitas dalam Model
EOQ
Meskipun lead time, biaya simpan dan biaya pesan
telah ditetapkan, namun dalam banyak hal penetapan
angka-angka tersebut berdasarkan estimasi. Karenanya
pula harus disadari bahwa ada kemungkinan estimasi
mengenai lead time, biaya simpan, dan biaya pesan
tidak tepat betul. Bila demikian yang terjadi, lalu
berapa jumlah pembelian yang dapat dianjurkan dalam
setiap kali pemesanan? untuk menentukannya, dapat
dilakukan perhitungan jumlah pembelian setiap kali
pesan di bawah beberapa kondisi yang berbeda-beda,
berikut akibatnya terhadap biaya persediaan total, atau
dengan kata lain dilakkan analisis sensitivitas.
Lanjutan
Analisis sensitivitas dalam model EOQ memiliki arti penting
bagi manajemen, karena bagaimanapun hasil perhitungan
EOQ bukan merupakan keputusan akhir. Apa yang
ditunjukkan oleh model EOQ merupakan masukan bagi
manajemen dalam membangun keputusan akhir
kebijaksanaan persediaan. Sekalipun EOQ
merekomendasikan suatu jumlah pembelian yang
ekonomis dalam setiap kali pemesanan, namun EOQ bisa
jadi belum mempertimbangkan seluruh aspek situasi
persediaan. Karenanya pula, pengambil keputusan harus
memiliki kebebasan untuk memodifikasi jumlah pembelian
yang direkomendasi oleh EOQ untuk dapat memenuhi
kekhasan lingkungan dari situasi persoalan persediaan
yang dihadapi.
Lanjutan
Diambilkan contoh misalnya, hasil perhitungan
EOQ, dan selanjutnya ditemukan cycle time 9,6 hari.
Angka 9,6 hari di sini adalah angka matematis,
dalam realitasnya sangaat sulit untuk dipenuhi,
maka dilakukan pembulatan menjadi 10 hari atau 9
hari. Pembulatan angka cycle time ini akan
memberikan akibat pada perubahan jumlah yang
dibeli untuk setiap kali pemesanan (Q). Oleh karena
Q berubah, maka TIC-nya juga akan berubah.
Untuk memilih apakah cycle time dibulatkan
menjadi 9 hari atau 10 hari, harus dilihat pada
dampaknya terhadap TIC.
Menentukan Tingkat Safety Stock
Dengan ditemukannya EOQ, sebenarnya masih ada
kemungkinan untuk terjadi kekurangan persediaan
(stock-out) di dalam proses produksi. Pada kondisi
permintaan stochastic, sangat tidak realistis bila seorang
manajer mengatakan bahwa ia tidak akan mentolerir
terjadinya kekurangan persediaan. Kemungkinan
kekurangan persediaan tetap ada dan timbul karena:
Penggunaan bahan dalam proses produksi lebih besar
dari yang diperkirakan sebelumnya sehubungan dengan
sifat permintaan yang stochastic, sehingga persediaan
telah habis sebelum pembelian atau pesanan yang
berikutnya datang.
Pesanan/pembelian bahan tidak datang tepat pada
waktunya atau lead time ternyata tidak tetap.
Lanjutan
 Untuk mengatisipasi dua keadaan di atas sehingga
terhindar dari stock-out, perusahaan perlu
mengadakan persediaan besi (safety stock), yang
akan dekat kaitannya dengan Re-Order Point.
 Menentukan Re-order Point yang telah
mempertimbangkan safety stock memerlukan data
distribusi probabilitas dari lead time yang
diperoleh dari hasil analisis data historis. Dari
probabilitas lead time itu pula dapat diketahui
mengenai probabilitas terjadinya stock out.
Asumsinya adalah bahwa distribusi probabilitas
dari lead time merupakan disribusi normal.
Lanjutan
Kemudian, ditentukan Service Level, yang menunjukkan
probabilitas yang diharap bahwa perusahaan tidak akan
mengalami stock-out selama lead time. Sebagai contoh, service
level 95% artinya bahwa probabilitas tidak terjadi kekurangan
persediaan sampai datangnya pesanan sebesar 95%. Dengan
kata lain, bahwa kemungkinan terjadinya stockout atau
stockout yang ditolerir adalah sebesar 5%. Selanjutnya dengan
menggunakan data-data statistik ditentukan Re-Order Point
sebagai berikut:

Keterangan:
ROP : Reorder Point
u (Miu)* : kebutuhan bahan yang diharap selama lead time
z.* : safety stock
Rho : angka standar deviasi dimana probabilitas stock out dapat
diterima
Lanjutan
Dengan adanya safety stock sebesar z.*, besarnya TIC
menjadi:
Total Biaya pesan + Total Biaya simpan persediaan normal +
Total biaya simpan safety stock
Contoh:
Manajemen sebuah perusahaan menginginkan service level
95%, atau probabilitas 5% untuk terjadinya stockout selama
lead time. Dari tabel Z diperoleh angka 1,645 standar deviasi
di atas rata-rata. Dengan asumsi distibusi normal, kebutuhan
bahan selama lead time, rata-rata 577 unit dan standard
deviasi 100 unit, dapatlah ditentukan Re-Order Point:
ROP = 577 + 1,645(100) = 742 unit
Pemesanan kembali dilakukan bila persediaan di gudang
tersisa 742 unit.
Alhamdulillah…

Anda mungkin juga menyukai