Anda di halaman 1dari 9

KONSEP HUNIAN BERIMBANG

DALAM KAITANNYA DENGAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN
RUMAH BAGI MASYARAKAT
BERPENGHASILAN RENDAH

ACHMAD DWI SAPUTRA


PENDAHULUAN
Pengaturan Terkait Hunian Berimbang :
1. Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Negara
Perumahan Rakyat Nomor 648-384 Tahun 1992, 739/KPTS/1992, 09/KPTS/1992 tentang Pedoman
Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang
(selanjutnya disebut “SKB 3 Menteri”).
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
3. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang (Selanjutnya
disebut “Permenpera 10/2012”).
4. Peraturan Menteri Perumahan Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan
dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang (Selanjutnya disebut “Permenpera 07/2013”).
Pasal 9 Permenpera 10/2012, mengatur bahwa:

1) Komposisi jumlah rumah merupakan perbandingan jumlah rumah sederhana, jumlah rumah
menengah, dan jumlah rumah mewah.

2) Perbandingan jumlah rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya 3:2:1,
yaitu 3 atau lebih rumah sederhana berbanding 2 rumah menengah berbanding 1 rumah
mewah.

3) Dalam hal tidak dapat dibangun rumah sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
bentuk rumah Tunggal atau rumah deret dapat dibangun dalam bentuk rumah susun umum.

Namun hingga saat ini konsep hunian berimbang belum dapat diterapkan dengan baik.
Alasan dari para pelaku pembangunan adalah terbatasnya tanah, sulitnya memperoleh
tanah dan mahalnya harga tanah.
RUMUSAN MASALAH

1) Apa yang menjadi 2) Apa akibat hukum bagi


permasalahan dalam pelaku pembangunan yang
pelaksanaan Hunian Berimbang tidak patuh terhadap ketentuan
di Indonesia? Hunian Berimbang?
Permasalahan dalam Pelaksanaan Hunian Berimbang di Indonesia

Faktor aksesibilitas

Faktor kecenderungan pemenuhan tipe rumah mewah

Faktor kecenderungan pemenuhan tipe rumah menengah dan sederhana

Faktor nilai lahan


Faktor Nilai Lahan

Pengembang kesulitan
Kenaikan harga dalam menyiapkan porsi
Harga tanah
tanah tidak lahan tertentu untuk
dilepas ke pasar pembangunan rumah
terkendali sederhana
Akibat Hukum bagi Pelaku Pembangunan yang Tidak Patuh terhadap Ketentuan Hunian
Berimbang

Sanksi Administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 150 UU No. 1 Tahun 2011

a. peringatan tertulis; j. Pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan


b. pembatasan kegiatan pembangunan; rumah;
c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan k. perintah pembongkaran bangunan rumah;
pelaksanaan pembangunan; l. pembekuan izin usaha;
d. penghentian sementara atau penghentian tetap pada m. pencabutan izin usaha;
pengelolaan perumahan; n. pengawasan;
e. penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel); o. pembatalan izin;
f. kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam p. kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka
jangka waktu tertentu; waktu tertentu;
g. pembatasan kegiatan usaha; q. pencabutan insentif;
h. pembekuan izin mendirikan bangunan; r. pengenaan denda administratif; dan/atau
i. pencabutan izin mendirikan bangunan; s. penutupan lokasi.
Faktor dominan yang mempengaruhi kepatuhan pengembang perumahan terhadap
penerapan hunian berimbang adalah faktor lahan. Lahan yang semakin sempit dan harga
tanah yang tidak terkendali memberatkan pengembang untuk menyiapkan porsi tertentu
dalam pembangunan rumah sederhana. Kenaikan harga tanah yang tidak terkendali
menyebabkan pengembang terbebani secara finansial, terutama bagi daerah dengan harga
tanah yang mahal.
Guna mencegah pelanggaran yang dilakukan oleh pengembang perumahan, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman telah
mengatur terkait sanksi bagi pengembang yang tidak mewujudkan pembangunan dengan
hunian berimbang.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai