Anda di halaman 1dari 21

6 Gangguan Penglihatan Binokuler: Etiologi, Patofisiologi dan Gambaran Klinis

Alison Finlay
Perkembangan fungsi binokuler normal Perkembangan abnormal Sistem kontrol pergerakan mata-subkortikal Deviasi yang menyertai Ringkasan

Penglihatan binokuler dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang melibatkan kerjasama sensorimotor antar kedua mata. Gangguan penglihatan binokuler atau pergerakan mata memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Dari penelitian epidemiologi diperkirakan bahwa pada usia 5 tahun, 5 % dari seluruh populasi memiliki berbagai macam abnormalitas visuomotor. Mayoritas abnormalitas ini bukan suatu keadaan yang mengancam, namun tidak demikian pada beberapa abnormalitas. Pada bab ini akan dibahas perkembangan penglihatan binokuler dan pergerakan mata normal dan etiologi komitan dan inkomitan. Tujuannya adalah untuk mengklarifikasi defisit atau kelainan mana yang dapat diterapi melalui praktek dokter mata dan mana yang harus dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas pelayanan mata karena indikasi potensial terhadap penyakit mata atau neurologis lainnya.

Perkembangan fungsi binokuler normal


Tajam penglihatan dan penglihatan normal merupakan suatu proses perkembangan yang melibatkan korteks dan perkembangan perilaku (behavioural development), tergantung dari keberadaan hard wiring yang kuat dan pengalaman visual yang adekuat. Sistem visual mulai berkembang saat lahir,

mengalami perkembangan aktif saat tahun pertama kehidupan dan masih dapat ditempa pada decade pertama.

Sistem visual normal saat lahir Bola mata, orbita, dan jaras penglihatan Secara anteroposterior, mata saat lahir memiliki panjang 70 persen dari mata orang dewasa, tetapi volumenya 50 persen dari volume mata orang dewasa.3,4 Jaringan lunak di dalam orbita berkembang sangat baik, tetapi dengan perubahan bentuk bola mata, beberapa modifikasi insersi otot-otot terjadi terhadap limbus pada tahun pertama kehidupan.5 Terdapat beberapa kemampuan fiksasi saat lahir, tetapi fiksasi bifoveal hanya mungkin terjadi setelah migrasi fotoreseptor mengakibatkan pertumbuhan fovea. Maturitas penuh fovea belum selesai sampai usia 5 tahun.6 Myelinisasi saraf-saraf penglihatan berakhir pada usia 2 tahun.7

Korteks Korteks visual (V1) merupakan area pertama dalam sistem yang memproses penglihatan sehingga mendapatkan input binokuler ke dalam sebuah sel tunggal. Struktur-struktur yang mendukung terjadinya binokularitas mulai muncul saat lahir tetapi koneksi-koneksinya masih belum matur. Pada V1, korteks terbagi lagi ke dalam area-area atau kolom-kolom sel yang normalnya diinervasi secara binokuler oleh salah satu mata atau mata lainnya. Untuk tiap kolom sel, satu mata memiliki input yang dominan dan dominansi tersebut berubah sepanjang kolom yang berbatasan. Pada kucing, kolom okuler yang dominan ini berkembang pada usia lebih dari 6 minggu,8,9 yang dianggap sama dengan usia 6 bulan pada manusia. Melewati V1, atau korteks striata, input visual atau penglihatan berjalan menuju V2 dan prosesproses berlebihan terpusat. Area-area ini mengelompok dan digambarkan sebagai area prastriata. Walaupun pemahaman mengenai perkembangan area prastriata yang normal masih sedikt, perkembangan area prastriata telah dihubungkan dengan perkembangan ambliopia strabismik.11

Kontrol pergerakan mata Kontrol pergerakan mata tergantung pada jaras-jaras kortikal dan subkortikal. Reflek vestibulookuler dalam pergerakan mata dan kemmpuan memfiksasi suatu target penglihatan terjadi sejak lahir. Kontrol okulomotor yang tajam tergantung beberapa pusat-pusat kortikal dan subkortikal, diilustrasikan pada gambar 6.1, dan juga terggantung maturasi korteks, jaras supranuklear dan batang otak.12 Bayi membuat sedikit gerakan sakadik mata untuk memfiksasi target eksentrik, dan menjadi matur dalam usia bulanan. Pengejaran halus dan pergerakan kepala mulai terlihat nyata sebelum usia 2 bulan,13 tetapi sampai usia 6 bulan masih belum mencapai maturitasnya.14

Kontrol pergerakan penglihatan Untuk mengisolasi aspek-aspek berbeda dalam sistem penglihatan sangat sulit, oleh karena itu respon visual dan okulomotor dianggap sebagai kesatuan perkembangan sensorimotor, walaupun bukti-bukti sekarang menunjukkan bahwa perkembangan kedua sistem tersebut berbeda.15 Untuk dapat memfiksasi sebuah obyek dan mengikutinya secara akurat dengan pergerakan mata halus, normalnya dapat dicapai pada usia 6 minggu. Beberapa bukti menunjukkan bahwa mekanisme subkortikal memiliki peran dominan pada respon viual dan okulomotor dini.16 Nistagmus optokinetik (OKN) merupakan reflek visuomotor subkortikal yang terjadi pada jam-jam saat lahir, tetapi ketika dites secara monookuler pada neonatus, pergerakan mengkuti ke bagian nasal lebih matur.17 OKN menjadi simetris saat usia 5 bulan, temuan ini telah dihubungkan dengan perkembangan koneksi-koneksi kortikal.

Persepsi binokuler Penglihatan tunggal binokuler bifoveal merupakan prasyarat untuk persepsi binokuler normal. Fusi dan stereopsis berkembang pada waktu yang sama antara 3 sampai 5 bulan.18 Perkembangan tersebut masih sangat kasar, dan hampir menjadi

komplit saat usia 6 bulan, kemungkinan sebagai akibat maturasi koneksi kortikal. Kemajuan yang tidak kentara dalam stereoakuitas telah dilaporkan pada usia 5 Tahun.19

Akomodasi dan konvergensi Kemampuan untuk mengatur baik akomodasi dan konvergensi terbatas saat lahir, akan tetapi membaik dengan cepat selama 6 bulan pertama,
20,21

dan dapat

dikendalikan oleh fusi atau stimulus kekaburan. Kebanyakan bayi harus orthotropic secara intermiten dari lahir dan secara konstan saat usia 3 bulan,22 -6 yang memfasilitasi perkembangan penglihatan tunggal binokuler bifoveal. Apakah perkembangan respon dekat yang akurat mengakibatkan akomodasi atau konvergensi terjadi bermacam-macam antara masing-masing individu, sebuah faktor yang mungkin memiliki implikasi terhadap perkembangan heterotropia dan perkembangan rasio konvergensi akomodatif/akomodasi (AC/A).23,24

Pertumbuhan abnormal
Setelah menyimpulkan perkembangan sistem visuomotor yang normal, bagian ini akan dibahas efek pertumbuhan yang abnormal pada penglihatan binokuler. Pembahasan ini termasuk ketidaksejajaran konstan dan intermiten pada aksis visual, ambliopia dan nistagmus. Faktor-faktor sensorimotor yang dapat menyebabkan gangguan dalam perkembangan penglihatan binokuler, dan terjadinya ambliopia, dibagi dalam tiga kategori luas:
y y y

Kelainan bentuk, seperti anisometropia atau katarak unilateral sebagian; Gangguan stimulus, seperti ptosis atau katarak total; Strabismus, yang menyebabkan informasi mengenai posisi terganggu.

Bola mata Jika fovea terlibat, pertumbuhan abnormal retina mempengaruhi penglihatan binokuler. Ketika kedua mata terpengaruh, seperti pada Lebers amaurosis atau monokromatisme sel batang kegagalan diferensiasi fovea disertai nistagmus.

Defek foveal monokuler menyebabkan fusi perifer menghasilkan penglihatan binokuler substandar untuk menyertai defek foveal monokuler, seperti pada toksoplasmosis. Mata buta unilateral mengakibatkan heterotropia konkomitan. Arah heterotropia tergantung pada usia onset terjadi kebutaan.25-31 Kebutaan monokuler saat lahir dapat menyebabkan eksotropia atau esotropia, selama masa bayi kebutaan monokuler mengakibatkan esotropia dan pada saat akihir masa kanakkanak atau remaja, kebutaan ini akan menyebabkan eksotropia. Onset kebutaan monokuler pada masa kanak-kanak dapat timbul karena penyakit okuler, yang paling banyak terjadi adalah retinoblastoma. Pemeriksaan fundus yang teliti sangat penting dilakukan pada anak-anak yang menderita esotropia konkomitan. Pertumbuhan abnormal pada mata bagian anterior dapat menimbulkan katarak kongenital atau anomali korneal. Keduanya akan menyebabkan kekeruhan sebagian atau total pada media okuler. Kekeruhan total atau komplit, jika tidak segera ditangani, akan menyebabkan ambliopia akibat kurang atau hilangnya rangsanga, yang mungkin merupakan bentuk ambliopia paling sulit untuk ditangani secara tuntas. Jika uniokuler, katarak akan segera menyebabkan kerusakan-kerusakan permanen pada perkembangna penglihatan tunggal

binokuler. Intervensi dini (sebelum 2 bulan) dapat berhasil jika diikuti oklusi yang ekstensif. Jika asimetris, pertumbuhan okuler dapat mempengaruhi penglihatan binokuler. Anisometriopia atau astigmatisme berat biasanya mengakibatkan ambliopia, terutama jika kelainan refraksinya adalah hipermetriopia.

Orbita Pertumbuhan abnormal pada orbita dapat terjadi dalam beberapa bentuk, termasuk abnormalitas terhadap:
y y y y

Struktur atau posisi orbita sendiri; Jaringan lunak orbita; Otot ekstraokuler atau insersinya; Hubungan neuronal dan fascia

Struktur orbita Malposisi orbita, seperti anomali kraniofasial, dapat menghambat perkembanagn lapang pandang binokuler dan menyebabkan heterotropia konkomitan. Variasi posisi orbita antara individu-individu yang sehat dapat menimbulkan heterotropia walaupun jumlahnya sedikit. Jarak antar pupil yang lebar lebih cenderung menyebabkan eksoforia. Kelainan orbita dapat mengakibatkan malposisi fascia orbita, dan oleh karena itu terjadi inkomitansi.

Jaringan lunak Abnormalitas jaringan lunak pada orbita termasuk lesi desak ruang (spaceoccupying lesion), yang dapat bersifat benigna atau maligna. Contohnya adalah haemangioma, myositis atau rhabdomyosarcoma. Seluruh kelainan tersebut dapat mengakibatkan hambatan mekanik terhadap pergerakan mata, dan akan menghasilkan deviasi inkomitan. Karena kemungkinan bahwa lesi desak ruang akan menjadi malignan, semua jenis tumor serupa harus dirujuk ke pelayanan kesehatan.

Otot-otot ekstraokuler Abnormalitas otot ekstraokuler terdapat dalam berbagai bentuk, beberapa sudah dapat digambarkan sejak munculnya MRI. Kelainan yang terjadi termasuk ketiadaan otot-otot ekstraokuler,32 keberadaan otot-otot ekstraokuler tambahan33 atau posisi katrol heterotropik.34,35 Katrol merupakan struktur dalam orbita yang mengubah gerak mekanik otot-otot ekstraokuler ketika mata bergerak ke dalam posisi pandangan eksenterik. Posisi katrol abnormal telah dikaitkan dengan respon berlebihan muskulus oblik inferior nyata yang sering menyertai esotropia konkomitan. Insersi otot abnormal merupakan penyebab yang mungkin pola-pola alphabet ( deviasi pola A dan V, dan lainnya), yang secara klinis muncul sebagai perubahan pada deviasi horizontal saat melihat ke atas dan bawah.

Fascia orbita Abnormalitas fascia orbita termasuk defek oblik superior atau troklear, yang menghambat gerak halus tendon melalui katrol. Defek seperti ini menyebabkan Browns syndrome. Etiologi yang mungkin yaitu tendon yang membengkak, penebalan lapisan pembuluh darah sekitar otot dan fleksibilitas tendon yang menurun. Abnormalitas fascia lain dalam orbita termasuk adhesion syndrome, yang pertama kali dideskripsikn oleh Johnson 36-38 Khususnya, penglihatan ke arah atas terbatas karena perlekatan antara muskulus rektus superior atau oblik inferior. Strabismus fixus merupakan defek fascia orbita yang sangat berat secara kosmetik, dimana tiap mata mengalami adduksi permanen. Sindrom fibrosis general merupakan bentuk pling berat dimana semua otot ekstraokuler dan jaringan sekitarnya mengalami fibrosis. Sindrom tersebut cenderung familial dan terjadi bersama ptosis dan mata menatap ke bawah secara permanen (downgaze). Terdapat sedikit atau tidak terdapat sama sekali pergerakan horizontal, biasanya tidak terdapat pergerakan vertikal dan biasanya berhubungan dengan strabismus konstan dan ambliopia. Kondisi ini terjadi saat lahir dan, tanpa intervensi bedah, tetap statis sepanjang hidup dan harus diterapi secara rutin jika secara kosmetik sangat buruk atau berhubungan dengan postur kepala yang abnormal. Anak-anak perlu diperiksa secara regular untuk meminimalisisr resiko ambliopia.

Suplai persarafan Kelainan arah aliran (misdirection) neurologis persarafan motorik merupakan penjelasan yang mendukung mengenai Duanes retraction syndrome. Cabang saraf ketiga yang menginervasi muskulus rektus medialis mengirimkan sinyal abnormal terhadap muskulus rektus lateralis. Muskulus rektus lateralis tidak atau mendapatkan input saraf abdusens dan mungkin kurang berkembang atau mengalami fibrosis sebagian. Pergerakan horizontal mata akan terkena, kalsifikasinya ditunjukkan pada Tabel 6.1. Fissura palpebra menyempit saat adduksi karena retraksi bola mata, dan melebar saat abduksi. Mungkin terdapat beberapa penyimpangan ke arah vertical atas atau bawah saat adduksi.

Bentuk kelainan arah aliran neurologis kongenital yang kedua menyebabkan Marcuss Gunn jaw-winking syndrome. Terdapat abnormalitas hubungan antara suplai yang menuju muskulus levator palpebra superioris dan muskulus pterigoideus mandibula. Biasanya terjadi monokuler dan, dan kelopak mata pada sisi yang terkena megalami elevasi saat membuka mulut atau menggerakkan rahang ke salah satu sisi. Biasanya, ini tidak berefek terhadap perkembangan penglihatan binokuler.

Jaras penglihatan Seperti semua jenis kebutaan, obstruksi total pada jaras penglihatan dari satu mata menyebabkan heterotropia konkomitan. Defisit post-chiasma hanya

mempengaruhi setengah lapang pandang pada tiap mata, dengan penglihatan binokuler normal yang berkembang pada setengah lapangan pandang yang intak. Maturasi penglihatan yang tertunda (delayed visual maturation)39,40 normal terjadi saat usia anak 3-4 bulan yang gagal untuk memfiksasi atau mengikuti suatu obyek. Etiologinya masih belum diketahui, tetapi bukti-bukti elektrofisiologi menunjukan adanya peranan saraf-saraf visual. Elektroretinogram (ERG) biasanya normal, tetapi visualevoked potential (VEP), yang menilai aktivitas kortikal menjadi abnormal. Penglihatan biasanya mulai mengalami kemajuan saat usia 6 bulan, dan berkembang ke tingkat yang normal. Biasanya terjadi eksotropia, tetapi fungsi binokuler normal berkembang bersamaan dengan respon visual.

Tabel 6.1 Klasifikasi Duanes retraction syndrome Browns Tipe A Tipe B TipeC Hubers Tipe 1 Batas yang ditentukan atau ketiadan abduksi dengan adduksi normal dan/atau sedikit terbatas Abduksi terbatas dan batasan abduksi yang kurang Abduksi yang terbatas, adduksi normal Batas adduksi melebihi batas abduksi

Tipe 2

Abduksi terbats sedang atau normal dengan adduksi terbatas atau tidak ada

Tipe 3

Abduksi dan adduksi terbatas atau tidak ada

Korteks Peranan korteks visual pada defisit visuomotor masih diteliti. Terdapat banyak bukti bahwa, pada kucing dan primata, ambliopia mengakibatkan defek area striata dan prastraita karena respon visualyang berkurang pada salah satu atau kedua mata selama masa-masa kritis pertumbuhan.41 Bukti dari penelitian terhadap manusia menunjukkan sistem kami berlaku dalam jalur yang sama.42-45 Perluasan dan daerah perubahan perkembangan berbeda-beda dengan jenis ambliopia. Area straita muncul untuk mempengaruhi kondisi yang terjadi secara dini, seperti katarakkongenital, sebaliknya area prastriata nampaknya lebih mempengaruhi kondisi lebih lanjut,seperti anisometropia dan ambliopia

strabismik. Korteks hanya diteliti sebagai area primer yang berperan dalam etiologi defisit visuomotor. Abnormalitas-abnormalitas dalam korteks visual berhubungan dengan nystagmus congenital, tetapi hal ini masih belum disetujui. Anomali kortikal yang didapat dapat menyebabkan deficit pengejaran atau pencarian dan pembangkitan gerak sakadik yang abnormal.

Albinisme Albinisme pantas disebut demikian, karena terdapat defek pada seluruh sistem penglihatan aferen. Ini merupakan keadaan kongenital yang ditandai dengan hilangnya melanin secara keseluruhan. Albinisme okulokutaneus menyebabkan kulit dan rambut yang pucat, dan memiliki efek yang penting pada system penglihatan. Pada tingkat okuler, fovea gagal untuk berdeferensiasi dan terdapat peningkatan cahaya yang menyebar, yang diakibatkan oleh kekurangan pigmen di uvea. Sepanjang jaras penglihatan, jumlah serabut yang meningkat melalui chiasma optici, begitu juga pada kebanyakan input neuronal, baik nasal maupun temporal, menuju korteks visualis kontralateral. Kurangnya input binokuler ke korteks memberikan efek terhadap perkembangan area striata dan prastriata.45-51

Pasien menunjukkan gejala fotofobia, nistagmus, ketajaman penglihatan yang buruk dan sedikit atau tidak terdapat fungsi binokuler.

Kontrol pergerakan mata, sistem subkortikal


Batang otak Supranuclear palsy Dalam batang otak, banyak nucleus yang berperan dalam sistem okulomotor. Pada Otak tengah, pada tingkat nucleus saraf ketiga, terdapat generator atau pembangkit gerak sakadik vertical, yang mengontrol gerak fiksaasi, dan pusat vergensi. Dalam pons, pada tingkat nucleus saraf keenam,terdapat pembangkit gerak sakadik horizontal dan integrator neural, nucleus vestibuler dan pusat pengejaran. Terdapat juga hubungan-hubungan yang luas dengan cerebellum. Gangguan pada beberapa pusat ini menyebabkan defek pada gerakan mata.

Vestibular Defek kongenital sistem vestibular tidak biasa, tetapi dapat mengakibatkan nistagmus dan gangguan VOR. Saraf VII, yang membawa input sensorik dari apparatus vestibuler di dalam telinga dalam, dapat mengalami kerusakan pada meningitis. Walaupun terdapat gangguan VOR, penderitanya dalam keadaan yang baik sekali. Defek input vestibuler yang didapat dapat menyebabkan deviasi miring, yaitu deviasi vertical yang menyebabkan kerusakan pada input supranuklear, dan dapat merupakan konkomitan atau inkomitan.

Otak tengah Defek-defek pada otak tengah bagian dorsal telah dihubungkan dengan palsi elevator ganda dan terlibat dalam spasmus nutan. Spasmus nutan merupakan nistagmus yang vertikal yang menyertai anggukan kepala, terlihat pada bayi usia 3 dan 18 bulan, yang cenderung akan hilang dengan spontan, akan tetapi berakhir beberapa tahun.

Sistem sakadik Defek-defek pembangkitan gerak sakadik mata dapat menimbulkan

ketidakmampuan untuk memulai gerak sakadik, seperti yang terjadi pada apraksia okulomotor kongenital, atau menyebakan ketidaktepatan gerak sakadik, seperti pada kedipan okuler atau opsokonus. Bayi-bayi dengan apraksia akulomotor kongenital biasanya ditandai dengan dorongan kepala yang memulia VOR utnuk membantu merubah arah pandangannya. Opsoklous dan kedipan okuler merupakan gerak sakadik back-to-back yang berhubungan dengan disfungsi batang otak maupun serebelar.

Integrator neural Defek-defek integrator neural, yang mengontrol fiksasi dalam pandangan eksentrik, dapat mengakibatakn gaze-evoked nystagmus.

Serebellum Serebellum memiliki peran dalam pembangkitan semua jenis gerak mata, vestibuler, gerak sakadik dan pengejaran halus. Serebellum terlibat dalam kontrol adaptif gerak mata atau, dengan kata lain, kalibrasinya. Kerusakan serebellar cenderung mengakibatkan dismetria sakadik (gerak sakadik dengan panjang yang tidak tepat untuk memfiksasi target yang menarik) atau kerusakan yang didapat pada pengejaran halus. Kerusakan serebellar sering mengakibatkan nistagmus. Kerusakan batang otak supranuklear ini jarang terjadi.

Palsi nuclear Defek kongenital yang terisolasi pada nucleus motorik dapat terjadi, tetapi cenderung berhubungan dengan kerusakan area sekitar. Lesi yang berefek pada nucleus saraf ketiga normalnya berhubungan dengan palsi pandangan vertical karena dekatnya terhadap pembangkit gerakan sakadik. Lesi pada nucleus saraf VI biasanya berhubungan dengan pandangan horizontal.

Moebius syndrome

Sindrom moebius adalah suatu keadaan kongenital yang mempengaruhi saraf VI, IX, dan XII, biasanya bilateral. Sindrom tersebut dianggap disebabkan oleh injuri pada batang otak selama pertumbuhan. Palsi saraf VII mengakibatakn wajah tanpa ekspresi yang khas, dan palsi saraf VI menyebabkan ketidakmampuan mata untuk melakukan abduksi karena efek yang terjadi pada muskulus rektus lateralis, dan dapat disertai palsi pandangan horizontal ipsilateral. Keadaan ini dibahas lebih lanjut pada Bab 10.

Defisit infranuklear Kebanyakan palsi baik kongenital dan didapat terjadi karena kerusakan jaras infranuklear.

Saraf ketiga Defisit saraf okulomotor jarang dan terisolasi pada otot tunggal dan defek total pada cabang inferior sebenarnya tidak pernah terdengar. Lesi kongenital saraf ketiga biasanya mempengaruhi semua otot-otot yang diinervasi, termasuk muskulus levator, walaupun mempengaruhi sebagian. Defek kongenital ataupun yang didapat pada cabang superior mempengaruhi baik muskulus rektus superios maupun levator palpebrae, yang menyebabkan gangguan penglihatan ke atas saat abduksi, disertai ptosis sebagian. Palsi total saraf ketiga, apakah kongenital atau didapat, mungkin diikuti dengan regenerasi aberrant. Bagaimana ini terjadi masih belum pasti, tetapi gerak mata sangat khas:
y y y y

Kelopak mata atas mengalami elevasi saat pandangan ke bawah; Saat pandangan ke bawah, mata yang dipengaruhi mengalami adduksi; Retraksi bola mata saat memandang ke atas dan bawah; Pupil konstriksi saat adduksi.

Jika pola gerakan ini terjadi tanpa riwayat palsi saraf ketiga, tumor intrakranial atau aneurisma dapat diusulkan.47,52,53 Palsi okulomotor siklik merupakan kondisi yang jarang terjadi dimana palsi okulomotor secara intermiten berubah menjadi spasme otot yang diinervasi.

Saraf keempat Saraf troklear menginervasi muskulus oblikuus superior dan merupakan saraf kranialis yang unik karena saraf tersebut keluar dari bagian dorsal batang otak, bersilangan terlebih dahulu sebelum berjalan di sekitar batang otak dan menuju orbita. Rute panjang dan saraf yang tipis ini menunjukkan bahwa baik palsi oblikuus superior kongenital maupun didapat sering terjadi. Iritasi intermiten pada saraf menyebabkan spasme otot, dikenal dengan myokimia oblikuus superior.54,55

Saraf keenam Rute panjang nervus abdusens dan jarasnya melalui bagian petrosa tulang temporal membuatnya cenderung mengalami kerusakan. Dari seluruh palsi okulomotor, palsi muskulus rektus lateralis merupakan lesi didapat yang paling sering terjadi, walaupun kelumpuhan tersebut jarang sebagai defek kongenital.25

Etiologi defiit infranuklear Penyebab lesi infranuklear didapat pada anak-anak biasanya karena trauma atau kompresi. Kompresi dapat lokal, seperti pada aneurysma di dinding pembuluh darah tetangganya atau neoplasma yang berdekatan, atau terjadi secara menyeluruh, seperti pada hidrosefalus. Peningkatan tekanan intracranial kemungkinan besar mempengaruhi saraf VI, padahal tumor lokal, benigna atau maligna, dapat mempengaruhi beberapa saraf. Palsi kongenital biasanya benigna,1,45 akan tetapi harus dirujuk ke pelayanan mata rumah sakit untuk konfirmasi. Setelah itu, gangguan ini dapat ditangani di tempat praktek walaupun anak tersebut memiliki problem dalam mempertshankan binokularitas, deviasi merupakan masalah kosmetik atau deviasi tersebut menyebabkan adaptasi terhadap postur kepala. Kegagalan dalam mengurangi abnormalitas postur kepala secara dini dianggap menyebabkan perubahan skeletal permanen dan wajah yang asimetris. Palsi didapat, pada anak atau dewasa, harus selalu dirujuk sebagai keadaan yang emergensi.

Deviasi Konkomitan

Tingkat kerusakan kebanyakan deviasi konkomitan masih belum jelas. Banyak yang terjadi pada hipermetropia atau yang berhubungan dengan rasio AC/A yang tinggi atau rendah. Apakah deviasi atau ketidakseimbangan akomodasi yang berhubungan datang pertama kali masih belum jelas. Deviasi konkomitan dapat dihubungkan dengan penyakit intrakranial, walaupun jarang. Dengan deviasi yang baru tejadi, kemungkinan yang mengancam harus dipertimbangkan. Klasifikasi yang paling sering dari deviasi esotropik konkomitan primer menggambarkan gambaran klinis dan temuan reaksi yang berhubungan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.2.

Esotropis primer Etiologi dan karakteristik Esotropia akomodatif berhubungan dengan gangguan refraksi hipermetropik dan/atau suatu defek pada rasio AC/A. Karakteristik utamanya adalah bahwa sudut deviasinya berkurang atau tidak muncul ketika pasien medapatkan koreksi refraksi yang tepat. Hal tersebut dibahas dengan panjang pada Bab 7.

Esotropia nonakomodatif Tipe nonakomodatif pada esotropia memiliki rasio AC/A normal dan biasanya tidak berhubungan dengan hipermetropia.

Esotropia infantil Proses-proses patologis yang terlibat dalam onset esotropia infantil masih belum diketahui.1 Esotropia infantil memiliki onset yang terjadi sebelum usia 6 bulan. Deviasi tersebut biasanya besar dan sering berubah, dimana tidak berhubungan dengan ambliopia. Pasien seperti ini cenderung memfiksasi secara silang, menggunakan mata kanan ketika melihat ke kiri dan mata kiri untuk melihat ke arah kanan. Proses ini menyebabkan kurangnya respon terhadap muskulus rektus lateralis, tetapi cenderung merespon dengan cepat untuk terapi oklusif yang berubah-ubah.

Esotropia infantil sering berhubungan dengan nistagmus (laten atau manifest laten), suatu deviasi vertikal yang terpisah (dissociated vertical deviation/DVD) dan OKN monokuler asimetris.56 Tabel 6.2 Esotropia primer diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis Akomodatif Konstan akomodatif sebagia Intermiten akomodatif penuh konvergensi ekses Nonakomodatif Konstan esotropia infantile nonakomodatif didapat esotropia berhubungan dengan myopia sindrom blockade nistagmus mikrotropia Intermiten esotropia dekat (konvergensi ekses) esotropia jauh (kelemahan divergensi) nonspesifik esotropia siklik

Nistagmus laten atau manifest laten Nistagmus laten tidak terjadi di bawah kondisi binokuler yang normal, tetapi menjadi nyata pada oklusi mata yang sebelahnya. Literatur baru-baru ini menyatakan bahwa kebanyakan kasus-kasus ini memiliki nistagmus manifest yang baik, amplitudonya meningkat pada saat oklusi mata sebelahnya; oleh karena itu istilah yang sering dipakai baru-baru ini adalah nistagmus manifes laten (manifest latent nystagmus/MLN).57

Deviasi vertikal terdisosiasi Ketika mengoklusi atau menempatkan neutral density filter di depan salah satu mata, mata di belakang penutup mengalami elevasi dan sering ekstorsi. Sudut hiperdeviasi cenderung menigkat dengan oeningkatan disosiasi. Saat

memindahkan penutup, mata cenderung sedikit bergerak di bawah posisi primer, dan kemudian insiklorotasi untuk kembali ke posisi awalnya.

Umumnya, keadaan ini berhubungan dengan esotropia infantile manifest, dimana terdapat sedikit bukti binokularitas.58 Gerak ke atas biasanya terjadi pada mata yang ditutup, tetapi gerakan ini terjadi sering asimetris. Jika salah satu mata dioklusi dan mata yang fiksasi digelapkan secara bertahap di belakang baji dengan kepadatan netral, mata yang yang ditutup dapat terlihat bergerak ke bawah terhadap bidang horizontal.25 Kondisi tersebut biasanya asimtomatis, tetapi pada beberapa rotasi ke atas dari salah satu mata terjadi ketika pasien lelah, dimana pembedahan efektif untuk memperbaiki kosmetik. DVD sering menyertai respon berlebihan muskulus oblikuus superior bilateral. Ekuivalen horizontal terkarakteristik oleh rotasi mata ke arah luar yang lambat ( deviasi horizontal yang terdisosiasi) telah dideskripsikan, walaupun jarang terjadi.59

Nistagmus optokinetik OKN horizontal monokuler biasanya asimetris pada bayi, tetapi menjadi simetris setelah usia 2-3 bulan. Pada esotropia infantil, asimetris pada OKN menunjukkan ketiadaan penglihatan binokuler.12 tetapi baru-baru ini anggapan tersebut mulai diragukan.60 Keadaan ini biasanya tetap stabil, walaupun sudutnya meningkat terusmenerus dalam beberapa bulan pertama setelah onset.25 Hasil binokuler dari banyak macam tidak mungkin kecuali kalau pembedahan dilakukan pada tahun tahun pertama kehidupan. Pembedahan kemudian hanya dianggap sebagai kosmetik.

Nystagmus blocking syndrome Nystagmus blocking syndrome merupakan bentuk yang tidak biasa dari esotropia. Pasien memiliki nistagmus horizontal kongenital, amplitudonya berkurang dengan peningkatan konvergensi. Ketika pasien dalam perhatian penuh, nistagmus berkurang dan sudut esotropia meningkat. Ketika mereka tidak berkonsentrasi pada stimulus visual, sudut esotropia menurun dan amplitudo nistagmus

meningkat.25 Kepala sering berubah untuk menghindari mata adduksi. Ambliopia seringkali ditemukan dalam keadaan mata yang nonfiksasi.

Mikrotropia Mikrotropia, yang umumnya merupakan esotropia, sering didefinisikan sebagai strabismus dengan ukuran kurang dari 10 dioptri prisma.61 Terdapat supresi foveal dan fungsi binokuler, yang mungkin normal atau abnormal. Gambaran berikutnya, didiskusikan di bawah, telah dibedakan:
y y y

Sindrom monofiksasi; Tanpa ciri khas; Dengan ciri khas.

Pada semua jenis mikrotropia ini, heterotropia mungkin atau tidak mungkin terlihat pada disosiasi yang berlanjut. Saat memindahkan penutup,

terjadipemulihan sudut mikrotrofik. Pasien biasanya baik secara kosmetik dan asimtomatik, oleh karena itu intervensi tidak dianjurkan.

Sindrom monofiksasi Pada sindrom monofiksasi62 terdapat supresi sentral pada salah satu mata, yang mungkin atau tidak mungkin disertai heterotropia sudut kecil. Fusi dengan kesesuaian retinal normal dipertahankan secara parafoveal dan pada perifer karena pembesaran area fusi Panum dengan peningkatan keanehan.

Mikrotropia tanpa ciri khas Mikrotropia disertai penyesuaian


63

retina

abnormal

(abnormal

retinal

correspondence/ARC) yang harmonis. Pada oklusi mata yang fiksasi, mata yang deviasi bergerak untuk melakukan fiksasi, apakah fiksasinya sentral atau eksenterik.

Mikrotropia dengan ciri khas Mikrotropia yang sudut deviasinya sama dengan sudut anomali (atau ARC), yang sama dengan sudut eksentriknya.64 Pada saat menutup mata yang mengalmi

fiksasi, tidak terdapat gerakan mata yang non-fiksasi. Jenis deviasi ini hanya dapat dikenali dengan melihat pada titik fiksasi di fundus.

Esotropia intermiten Dengan definisi, suatu deviasi intermiten, yang terjadi berkali-kali, memiliki penglihatan tunggal binokuler. Karena kemampuan seperti ini untuk binokularitas penuh tinggi dan adaptasi sensorik biasanya terbatas untuk supresi. Ambliopia biasanya hanya berkembang jika terdapat factor mitigasi lain, seperti anisometropia.

Esotropia dekat Esotropia dekat merupakan esotropia pada fiksasi dekat dengan sudut yang berkurang pada fiksasi jauh, menjadi esoforia atau ortoforia. Dimana terdapat elemen akomodasi, rasio AC/A tinggi dan deviasi dapat dikontrol saat dekat sepanjang lensa addisi positif.

Esotropia jauh Esotropia jauh primer jarang terjadi. Kelainan ini biasanya berhubungan dengan paresis lateral lain, beberapa bentuk inkomitansi lain atau spasme akomodasi atau konvergensi. 25

Esotropia siklikal Pada esotropia siklikal, deviasi bermanifestasi dalam 1-2 hari, dan kemudian hilang, tanpa tanda-tanda dari esotroforia.25 Kelainan ini dapat terjadi dalamketiadaan penglihatan tunggal binokuler. 65,66 Kelainan tersebut biasanya tidak memilki penyebab yang diketahui, tetapi dapat berhubungan dengan disfungsi neurologis. Esotropia siklikal biasanya berlanjut menjadi esotropia konstan di kemudian hari.25

Eksotropia primer Eksotropia infantil primer Eksotropia primer yang berakhir lebih dari 3 bulan tidak biasa terjadi jika dibandingkan esotropia
67

infantil primer,

namun

sebaliknya

sama

pada

karakteristiknya.

Eksotropia intermiten Eksotropia dekat Eksotropia dekat merupakan eksotropia pada fiksasi dekat dengan sudut yang berkurang pada fiksasi jauh, menjadi eksoforia atau ortoforia. Pada bentuk paling murni, eksotropia dekat memiliki titik dekat konvergensi normal, tetapi karena deviasi biasanya berhubungan dengan insufisiensi konvergensi, titik dekat konvergensi mungkin sedikit.

Eksotropia jauh, sejati atau tiruan Klasifikasi paling sering dari deviasi eksotropik konkomitan primer ditunjukkan pada Tabel 6.3. Biasanya terdapat eksotrofia atau ortoforia pada fiksasi dekat, dengan sudut yang menigkat nyata sekali pada fiksasi jauh. Pada beberapa contoh deviasi hanya menjadi manifest pada fiksasi jarak jauh (lebih dari 6 m). Pada eksotropia jauh yang benar, rasio AC/A normal jika fiksasi jauh terus-menerus dipertahankan.

Tabel 6.3 Eksotropia primer dikalsifikasikan berdasarkan gambaran klinis Konstan Eksotropia infantil Eksotropia dekompensasi Intermiten Dekat Jauh sejati tiruan Nonspesifik

Pada eksotropia jauh tiruan, terdapat rasio AC/A yang besar. Sudut deviasi pada fiksasi target yang dekat meningkat jika target tersebut dilihat melalui lensa positif. Dengan melihat Target dekat secara binokuler, melalui +3.00ODS di depan tiap mata, deviasi sama dengan atau melebihi sudut yang dihitung pada fiksasi dekat ketika melihat tanpa lensa tambahan. Peningkatan yang sama pada sudut deviasi dapat dilihat hanya setelah oklusi uniokuler yang diperpanjang (kurang lebih 45 menit).

Kesimpulan

Apapun karakteristik gangguan pergerakan mata, apakah inkomitant atau konkomitan, sangat menunjukkan adanya kelainan neurologis. Beberapa kondisi yang terjadi sekarang ini harus dianggap sebagai suatu kecurigaan. Keadaan benigna yang bisanya timbul lama dan stabil, dan sering lebih baik ditinggalkan tanpa intervensi aktif.

Gangguan Penglihatan Binokuler: Etiologi, Patofisiologi dan Gambaran Klinis

Oleh:
Putri Wulandari G0005160

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2010

Anda mungkin juga menyukai