Anda di halaman 1dari 65

AMBLIOPIA

PENDAHULUAN

Ambliopia atau “mata malas” berasal dari bahasa Yunani yang berarti

penglihatan yang suram. Berasal dari kata amblyos berarti penglihatan yang tidak

jelas dan ops yang berarti mata. Ambliopia didefinisikan sebagi kelainan penurunan

tajam penglihatan tanpa kelainan struktural bola mata atau kelainan pada jalur

penglihatan. Ambliopia terjadi akibat pengalaman visual yang abnormal pada awal

kehidupan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh karena kelainan kesejajaran bola

mata, anisometropia, atau kombinasi keduanya. Ambliopia umumnya unilateral,

namun dapat juga ditemukan kondisi bilateral.1,2

Penurunan tajam penglihatan pada ambliopia terjadi akibat interaksi

binokuler yang abnormal. Ambliopia atau ambliopia fungsional harus dibedakan

dengan ambliopia organik. Ambliopia organik digunakan pada penurunan tajam

penglihatan yang penyebabnya jelas oleh karena kelainan anatomi bola mata.

Kelainan yang paling sering ditemukan mengenai retina dan nervus optik, seperti :

hipoplasia fovea,hipoplasia nervus optik, dan atrofi optik. Pasien yang didiagnosis

ambliopia fungsional harus tetap menjalani pemeriksaan oftalmologi yang lengkap

untuk mendeteksi kemungkinan adanya kelainan anatomi bola mata yang tidak

terdeteksi pada pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya.1,2,3

Ambliopia merupakan penyebab tersering penurunan tajam penglihatan pada

anak-anak yang kadang-kadang persisten sampai usia dewasa. Pada anak-anak,

1
diperkirakan prevalensinya sekitar 1 – 4 %. Ambliopia merupakan penyebab utama

hilangnya penglihatan monokuler pada orang berusia 20 – 70 tahun, kondisi ini

menjadi salah satu alasan perlunya penanganan ambliopia. Prognosis kembalinya

tajam penglihatan yang normal sangat tergantung dari cepatnya ambliopia ditangani,

usia pasien, derajat ambliopia, dan jenis ambliopia. Semakin dini ambliopia

terdeteksi, semakin cepat penanganan diberikan, semakin tinggi pula tingkat

keberhasilan terapi ambliopia.2,3,4,5

PERKEMBANGAN PENGLIHATAN NORMAL

Perkembangan penglihatan normal dipengaruhi oleh terbentuknya bayangan

yang fokus di retina dan sama dikedua mata, serta kesejajaran kedua bola mata.

Tajam penglihatan berkembang dengan cepat pada bulan – bulan pertama

kehidupan hingga terbentuk gambar yang fokus di retina dan menstimulasi

perkembangan pusat penglihatan, termasuk didalamnya nukleus genikulatum lateral

dan korteks visual. Perkembangan penglihatan yang normal membutuhkan stimulasi

visual dari luar yang seimbang pada kedua mata. Tajam penglihatan pada saat lahir

adalah sekitar 1/300 sampai 20/400 disebabkan oleh imaturitas pusat penglihatan di

otak.1,5,6,7

Tiga bulan pertama kehidupan merupakan periode perkembangan visual

yang sangat aktif, dikenal dengan istilah masa kritis perkembangan visual.

Perkembangan tajam penglihatan seiring dengan pertambahan usia dapat dilihat

pada gambar dibawah ini. Dimana pada tiga bulan pertama kehidupan,

perkembangan visus berlangsung dengan cepat ditandai dengan kurva yang sangat

2
curam. Selanjutnya perkembangan visus terjadi agak lambat hingga usia tujuh

sampai delapan tahun. Sampai pada tahap ini, jika terdapat abnormalitas stimulasi

visual akibat tidak terfokusnya bayangan yang jatuh di retina dapat menyebabkan

kerusakan permanen di korteks visual. 1,5

Gambar 1. Perkembangan tajam penglihatan sesuai usia1

Stimulus visual yang diterima oleh masing-masing mata akan mengaktifkan

elemen fotosensitif di retina. Stimulus visual akan diubah menjadi sinyal kimia lalu

menjadi sinyal listrik untuk kemudian dihantarkan sampai korteks visual melalui

lintasan penglihatan. Pada manusia dan beberapa binatang percobaan dengan

penglihatan binokuler, sekitar 70 % neuron-neuron di korteks striata merupakan

neuron binokuler sedangkan sisanya merupakan neuron monokuler. Setelah melalui

sejumlah proses di korteks visual, informasi visual dari masing-masing mata ini akan

berubah menjadi persepsi akhir di bawah kondisi binokuler berupa panglihatan.1,7,,8,9

3
Tabel 1. Perkembangan visus normal1

Perkembangan Visual Normal


Pupil:Refleks cahaya: 30 minggu
Refleks berkedip: 2-5 bulan
Fiksasi berkembang baik: 2 bulan
Smooth pursuit berkembang baik: 6-8 minggu
Gerak Saccadic berkembang baik: 1-3 bulan
Nistagmus optokinetik
1. Muncul saat lahir dengan kecepatan fase lambat restriksi
2. Respon monokuler temporal ke nasal lebih baik dibandingkan nasal ke
temporal sampai usia 2-4 bulan
Akomodasi: 4 bulan
Stereopsis: 3-7 bulan
Sensitifitas kontras berfungsi baik: 7 bulan
Kesejajaran bola mata stabil: 1 bulan
Maturasi fovea: 4 bulan
Myelinisasi nervus optik: 7 bulan – 2 tahun

Perkembangan visual yang dimulai saat kelahiran lalu berkembang pesat

pada tiga bulan pertama dan akhirnya berkurang atau cenderung menetap di usia

empat – enam tahun secara bertahap adalah ; saat lahir sampai usia 1 bulan : hanya

mengenal cahaya saja, usia 1 – 3 minggu : mulai terjadi adaptasi terang dan gelap,

usia 2-3 minggu : dapat mengikuti cahaya monokuler, usia 6 – 8 minggu : mengenal

persepsi kedalaman, usia 2 bulan : kemampuan fiksasi mata terhadap objek,

usia 2 – 6 bulan :mengikuti cahaya binokuler, usia 2 tahun : tajam penglihatan

hampir sesuai dengan orang dewasa, dan diusia 7 – 9 tahun : perkembangan

stereopsis seperti orang dewasa. 1,3,5,7

4
Tabel 2. Perkembangan visual pada awal kehidupan1

Tahapan Perkembangan Visual


Usia Tahapan Perkembangan Visual
0 – 2 bulan Respon pupil
Fiksasi dan following belum berkembang
Gerak Saccadic masih kacau
Kesejajaran bolamata: paling sering eksodeviasi, esodeviasi
jarang
2-6 bulan Fiksasi dan following baik
Smooth pursuit binokuler akurat
Smooth pursuit monokuler asimetri, nistagmus optokinetik
akurat
Kesejajaran bola mata: ortotropia dengan sedikit eksodeviasi,
esotropia abnormal
6 bln-2 tahun Fiksasi sentral. Mampu mencapai target
Gerak smooth pursuit akurat
Kesejajaran bola mata: ortotropia
3 – 5 tahun 20/40 dan tidak berbeda 2 baris Snellen atau lebih
>5 tahun 20/30 dan tidak berbeda 2 baris Snellen atau lebih

Penglihatan binokuler terjadi seiring dengan perkembangan visus monokuler.

Akson-akson yang berasal dari bagian nasal retina akan berjalan menyilang

kontralateral untuk bergabung dengan akson bagian temporal retina di kiasma

optikum dan akan bersama-sama bergabung dengan neuron-neuron di nukleus

genikulatum lateral. Selanjutnya neuron-neuron ini akan menuju korteks striata untuk

berhubungan dengan neuron kortikal binokuler yang berespon terhadap rangsangan

yang berasal dari kedua mata. Sedangkan neuron kortikal monokuler akan berespon

5
terhadap rangsangan yang berasal dari satu mata. Neuron-neuron binokuler

bersama-sama dengan neuron-neuron di daerah asosiasi visual otak akan

menghasilkan binocular single vision dan stereopsis. Neuron-neuron kortikal

binokuler ini sudah ada sejak saat lahir seperti yang ditemukan pada binatang

percobaan. Penglihatan binokuler dan proses fusi sudah terjadi diusia 1,5 sampai

dua bulan, sedangkan stereopsis berkembang diusia tiga sampai enam bulan.2,6,7

Kesejajaran bola mata bervariasi selama beberapa minggu pertama

kehidupan. Hampir semua bayi baru lahir memiliki bola mata sejajar atau sedikit

eksodeviasi, sedangkan esotropia jarang ditemukan. Penelitian pada 2271 bayi baru

lahir yang dilakukan oleh Sondhi menunjukkan 67 % eksodeviasi, 30 % kedua bola

mata sejajar, 2 % berganti antara eso-eksodeviasi, dan hanya 1 % yang mengalami

esodeviasi. Dalam dua bulan semua eksodeviasi membaik, dan diusia enam bulan

bola mata sudah sejajar. Fusi konvergensi yang kuat membantu mensejajarkan bola

mata yang mengalami eksodeviasi. Sedangkan esotropia lebih sulit untuk dikontrol

akibat fusi divergensi kita yang lemah.1,7,10

ABNORMALITAS PERKEMBANGAN PENGLIHATAN

Selama periode kritis, maturasi penglihatan sangat dipengaruhi oleh stimulasi

pengalaman visual dari luar. Sebagian besar proses maturasi sistem penglihatan

terjadi dalam 3 tahun pertama kehidupan, meskipun dapat juga terjadi sampai usia 3

sampai 8 tahun atau lebih lama lagi. Ada peneliti yang membagi periode kritis

perkembangan penglihatan menjadi 3 bagian besar, yaitu : periode perkembangan

6
penglihatan terjadi saat lahir sampai usia 3 – 5 tahun, periode dimana deprivasi

dapat menyebabkan ambliopia terjadi beberapa bulan kelahiran sampai usia 7 – 8

tahun, dan periode pemulihan ambliopia dapat terjadi yaitu sejak periode deprivasi

sampai usia dewasa muda. Perkembangan sistem penglihatan mulai dari retina,

nervus optik, dan korteks visual membutuhkan bayangan yang sama jelasnya dan

terfokus dari kedua mata menuju ke otak.3,7,10

Pengalaman visual yang abnormal selama periode kritis berefek langsung

pada jalur retinogenikulokortikal. Segala proses yang menghambat perkembangan

jaras penglihatan sampai ke otak dapat menyebabkan ambliopia. Pada suatu

percobaan yang menginduksi ambliopia deprivasi pada bayi monyet dengan jalan

menjahit palpebranya, lalu dalam jangka waktu tertentu dalam rentang periode kritis

jahitan palpebranya dibuka kembali disertai oklusi pada mata sebelahnya,

menunjukkan perbaikan ocular dominance columns yang sebelumnya mengkerut

akibat deprivasi. Namun, ketika jahitan palpebra dibuka diluar rentang periode kritis

penglihatan bayi monyet tersebut, ocular dominance columns tidak menunjukkan

perkembangan.5

EPIDEMIOLOGI

Ambliopia adalah masalah kesehatan komunitas yang penting sebab

kerusakan visual yang terjadi mempengaruhi produktifitas dan kualitas hidup dalam

jangka lama. Ambliopia terjadi rata-rata 2% sampai 3% dalam populasi dan

penyebab tersering menurunnya tajam penglihatan pada anak-anak. Sekitar 90 %

7
ambliopia adalah ambliopia strabismik dan atau anisometropia, ambliopia

isoametrop rata-rata 1 % - 2 % ambliopia refraktif. Sedangkan angka kejadian

ambliopia deprivasi masih belum jelas dan jarang ditemukan. Berikut ini disajikan

beberapa prevalensi ambliopia di beberapa negara.3,5,7

Tabel 3. Prevalensi ambliopia di beberapa negara

Jumlah/usia Prevalensi
Penelitian Negara/tahun
populasi Ambliopia (%)
2015/30 – 72
Chia et al11 Singapura/2009 1.19 %
minggu

2003 : 86531
Jepang/ 2003 : 0.14 %
Matshuo et al12 2005 : 84619
2003 dan 2005 2005 : 0.20 %
/6-12 tahun

Woldeyes et al13 Ethiopia/2007 2020/< 15 tahun 9.1 %

Usia 1.5 tahun : 0 %


Jepang/ 6500/1.5 tahun
Matshuo et al14 Usia 3 tahun : 0.13-
2000-2004 6900/3 tahun
0.18 %

Australia/
Robaei et al15 ,16 2238/5-8 tahun 1.8 %
2003-2004

PATOFISIOLOGI

8
Ambliopia disebabkan oleh stimulasi visual yang abnormal selama masa

perkembangan awal tajam penglihatan sehingga terjadi gangguan pada pusat

penglihatan di otak. Mekanisme patofisiologi terjadinya ambliopia tergantung dari

jenis ambliopia. Secara garis besar ada dua bentuk stimulasi abnormal yaitu :

A. Pattern distortion.

Distorsi pola bayangan pada retina dapat disebabkan oleh buramnya

penglihatan sehingga jatuhnya bayangan tidak fokus di fovea. Selanjutnya

keadaan ini akan menurunkan sensitifitas neuron-neuron kortikal.3,5,7

B. Supresi kortikal.

Supresi kortikal terjadi akibat interaksi kompetitif antara neuron-neuron yang

membawa informasi visual nonfusi dari kedua mata sehingga menyebabkan

dominasi kortikal dari mata normal dan secara perlahan-lahan menghambat

neuron kortikal dari mata ambliopia. Contohnya supresi menetap pada satu mata.

Kedua mekanisme ini dapat berdiri sendiri atau terjadi bersamaan dan

menyebabkan ambliopia. 3,5,7

Ambliopia berhubungan dengan abnormalitas histologik dan elektrofisiologi

lintas penglihatan. Perubahan patologik terkait dengan induksi ambliopia pada

monyet strabismus menunjukkan perubahan pada nukleus genikulatum lateral yang

menerima input dari mata yang ambliopia dan penurunan jumlah sel-sel binokuler di

korteks striata. Perubahan yang sama juga ditemukan pada monyet ambliopia

anisometri dan deprivasi. Normalnya, ada enam lapisan pada nukleus genikulatum

lateral, tiga lapisan berhubungan dengan mata kanan dan tiga lapisan berhubungan

9
dengan mata kiri. Akibat bayangan retina yang kabur, hanya tiga lapisan yang

berhubungan dengan mata dengan bayangan yang jelas di retina. Seiring dengan

meningkatnya stimulasi visual pada mata yang sehat, ketiga lapisan ini menjadi lebih

gelap dan besar dari ukuran normalnya. 1,3,5,7,10

Gambar 2. Nukleus genikulatum lateral pada monyet normal (kiri)


dan monyet ambliopia (kanan)1

Pada bayi monyet yang dijahit salah satu palpebranya, ditemukan sedikit
perubahan pada sel-sel Magno dan Parvo pada lamina genikulatum lateral yang
menerima input dari mata yang mengalami deprivasi, namun sel-sel ini masih
berespon terhadap stimulasi visual. Mata yang mengalami deprivasi kehilangan
koneksi sinaptik yang sudah terbentuk sejak lahir dengan target post-sinaptik di
kortikal. Selanjutnya ocular dominance columns perlahan-lahan mengkerut dan
terjadi reduksi ukuran sel di nukleus genikulatum lateral, terutama pada akson-akson
terminal di lapisan 4C.

10
Gambar 3. Patologi ambliopia pada korteks visual monyet ambliopia.
Ocular dominance columns normal (kiri) dan pada monyet ambliopia (kanan) 1

Penelitian lain yang menginduksi ambliopia deprivasi pada primata dengan

jalan menjahit palpebranya, menunjukkan adanya perubahan yang signifikan pada

ocular dominance columns. Ocular dominance columns menginterpretasikan input

alternatif dari kedua mata di seluruh area korteks visual yang menerima input

binokuler. Dewer dan kawan-kawan melaporkan penurunan yang bermakna aliran

darah kortikal dan metabolisme glukosa selama stimulasi visual pada mata

ambliopia.1,2,7

11
Gambar 4. Diagram adaptasi sensoris kortikal pada berbagai stimulus yang berbeda 1

Gambar diatas suatu diagram hasil percobaan stimulasi ambliopia pada

infant primata. Nampak bahwa strabismus akan menyebabkan ambliopia jika hanya

satu mata yang terfiksasi secara terus menerus. Sedangkan pada hewan coba

dengan fiksasi bergantian antara kedua matanya tidak berkembang menjadi

ambliopia, namun penglihatan binokulernya tetap tidak berkembang.1

Abnormalitas pada ambliopia secara keseluruhan belum dapat diidentifikasi.

Namun beberapa literatur menunjukkan beberapa abnormalitas visual seperti

menurunnya sensitifitas kontras, abnormalitas adaptasi gelap, dan abnormalitas

lapangan pandang.1,2,3,5,7,10

12
KLASIFIKASI AMBLIOPIA

Ambliopia dapat dibedakan berdasarkan ada tidaknya abnormalitas struktur

anatomi, klinis, dan mekanismenya. Berdasarkan ada tidaknya kelainan struktur

anatomi, dibedakan menjadi ambliopia fungsional dan ambliopia organik. Ambliopia

fungsional terjadi pada mata dengan struktur anatomi bola mata yang normal.

Sedangkan ambliopia organik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

terganggunya penglihatan akibat kelainan anatomi mata, seperti pada pasien

aniridia, hipoplasia nervus optik, atau hipoplasia fovea. Ambliopia yang dibahas

dalam tinjauan pustaka ini secara garis besar adalah ambliopia fungsional.

Berdasarkan klinis, ambliopia dibagi menjadi ambliopia strabismik, ambliopia

anisometropia, ambliopia isoametropia, ambliopia deprivasi, dan ambliopia

kombinasi. Berdasarkan mekanismenya ambliopia dibagi menjadi bentuk deprivasi

dan interaksi binokular yang abnormal.1,3,5

A. AMBLIOPIA STRABISMIK

Strabismus adalah ketidaksejajaran aksis visual akibat defisit sensoris

atau motoris dalam bentuk esotropia, eksotropia, hipertopia, atau hipotropia. Bayi

baru lahir biasanya lahir dengan sedikit eksodeviasi. Ambliopia strabismik adalah

bentuk ambliopia yang paling sering ditemukan pada anak-anak dengan

gangguan kesejajaran bola mata. Tropia non alternan yang menetap seperti

esotropia adalah bentuk yang paling sering menyebabkan ambliopia. Hal ini

terjadi karena adanya persaingan atau interaksi inhibisi antar neuron yang

membawa impuls yang tidak berfusi dari kedua mata sehingga timbul dominasi

13
pada pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan berkurang

responnya terhadap mata yang tidak berfiksasi. Tidak jarang ditemukan

strabismus bersamaan dengan anisometropia dan menyebabkan ambliopia,

kondisi seperti ini disebut ambliopia kombinasi.5,7,10

Diagram berikut ini menunjukkan efek supresi kortikal pada pola visual

evoked potential pasien esotropia dimata kiri dengan mata kanan dominan

melakukan fiksasi. P1 adalah puncak positif pertama pada pola visual evoked

potential yang menunjukkan proses visual awal di tingkat korteks striata. Saat

kedua mata terbuka, mata dominan melakukan fiksasi dan mata yang esotropia

distimulasi dengan pola-pola tertentu. Tidak tampak respon P1 pada mata yang

esotropia sebab aktifitas visual di tingkat korteks striata tersupresi oleh aktifitas

visual dari mata yang dominan. Jika mata dominan dioklusi, tidak terjadi supresi

dan nampak respon amplitude P1 tinggi pada mata esotropia.1

Supresi kortikal mempengaruhi perkembangan sel-sel kortikal binokuler,

menyebabkan tajam penglihatan binokuler abnormal atau tidak ada stereoskopi.

Pasien strabismus jarang mengeluhkan penglihatan ganda karena persepsi dari

mata yang deviasi tersupresi. Beberapa diantaranya mampu beradaptasi dengan

melakukan fiksasi dan supresi bergantian dikedua mata. Pasien seperti ini jarang

berkembang menjadi ambliopia, tajam penglihatan akan berkembang seimbang

tanpa fungsi binokuler yang normal. Supresi konstan pada satu mata, tidak hanya

menyebabkan fungsi binokuler yang abnormal tetapi juga menurunkan tajam

penglihatan.2,3,7

14
Gambar 5. Diagram efek supresi kortikal pada pola visual evoked potential1

B. AMBLIOPIA ANISOMETROPIA

Merupakan bentuk ambliopia kedua tersering. Terjadi karena adanya

gangguan refraksi yang tidak seimbang dan tidak terkoreksi pada kedua mata

sehingga bayangan pada satu retina menjadi tidak fokus. Hal ini akan

15
mengganggu perkembangan neurofisiologi lintas penglihatan, termasuk korteks

visual. Semakin tinggi derajat anisometropia semakin berat derajat ambliopia.

Umumnya ambliopia terjadi pada mata hipermetrop, kecuali pada kasus miop

aksial tinggi. Deteksi dan terapi sering terlambat hingga usia sekolah sehingga

perbaikan visus biasanya tidak memuaskan.1,2,3,7,10

Tabel 4. Kelainan refraksi yang berpotensi ambliogenik10

ANISOMETROPIA DIOPTRI

HIPERMETROPIA >1.00 D

MIOPIA >3.00 D

ASTIGMAT >1.50 D

Hipermetrop ringan dengan perbedaan 1 Dioptri antara kedua mata atau

astigmat anisometrop dapat menimbulkan ambliopia ringan. Miop ringan

anisometrop biasanya tidak menyebabkan ambliopia. Miop tinggi unilateral diatas

-6 Dioptri dapat menyebabkan ambliopia berat. Hal ini disebabkan karena pasien

dengan miop anisometropia menggunakan mata yang lebih miop untuk melihat

dekat dan mata dengan derajat miop lebih ringan digunakan untuk melihat jauh.

Adaptasi ini menjaga fiksasi tetap di fovea dan tajam penglihatan terkoreksi pada

kedua mata. Sedangkan pada pasien hipermetrop anisometropia menggunakan

mata yang kurang derajat hiperopianya untuk melihat jauh dan dekat. Mata yang

lebih hiperopia tidak pernah membentuk bayangan fokus di retina sehingga terjadi

ambliopia.3,7,10

16
C. AMBLIOPIA ISOAMETROP

Ambliopia isoametrop adalah ambliopia refraktif yang sering ditemukan.

Terjadi akibat kelainan refraksi yang tinggi namun seimbang di kedua mata. Ini

disebabkan bayangan pada kedua retina yang kabur. Hipermetropia > + 5.00

dioptri dan miopia > - 8.00 dioptri dapat menyebabkan ambliopia bilateral. Pada

pasien dengan hipermetropia tinggi, akomodasi menyebabkan ambliopia

strabismik. Namun ambliopia isoametropia berkembang sebagai hasil kegagalan

untuk berakomodasi. Ambliopia jarang terjadi pada pasien myopia tinggi bilateral

karena pasien mampu beradaptasi dengan menurunkan jarak kerja untuk

mendapatkan bayangan yang fokus. Ambliopia meridional disebabkan oleh

astigmat tinggi bilateral yang tidak terkoreksi sehingga menyebabkan bayangan

kabur pada meridian tertentu. Umumnya terjadi pada pasien dengan astigmat

selama periode ambliogenik dalam perkembangan tajam penglihatan. Tidak

diketahui dengan pasti derajat silinder yang dapat memicu timbulnya ambliopia

meridional, tapi umumnya oftalmologis merekomendasikan silinder lebih dari

2.00 dioptri.2,7,10

Tabel 5. Kelainan refraksi yang berpotensi ambliogenik10

17
ISOAMETROPIA DIOPTRI

HIPERMETROPIA >5.00 D

MIOPIA >8.00 D

ASTIGMAT >2.50 D

D. AMBLIOPIA DEPRIVASI

Bentuk ini biasanya disebabkan oleh kekeruhan media refrakta kongenital

atau didapat. Tipe ini paling jarang ditemukan tetapi paling buruk dan sulit

diterapi. Obstruksi media refrakta dapat terjadi pada satu atau kedua mata yang

dapat menyebabkan ambliopia biasanya sudah ada sebelum anak berusia 6 – 8

tahun. Penyebab tersering adalah katarak kongenital. Kondisi lain yang dapat

menyebabkan ambliopia deprivasi antara lain : katarak traumatik, kekeruhan

kornea, ptosis kongenital, hifema, dan kekeruhan/perdarahan vitreus.

Anisometropia adalah bentuk deprivasi monokuler pada mata dengan media

refraksi yang jernih.3,7,16

Pada anak-anak usia di bawah enam tahun, katarak kongenital yang

berukuran diameter tiga millimeter atau lebih dibagian sentral dapat

menyebabkan ambliopia berat. Ambliopia akibat oklusi katarak unilateral lebih

berat dibandingkan dengan katarak bilateral. Pada katarak unilateral, perbedaan

interokluer yang tinggi menyebabkan degradasi berat pada perkembangan tajam

penglihatan.10

18
DETEKSI DINI AMBLIOPIA

Semakin cepat ambliopia ditangani semakin besar pula peluang untuk

mencapai perbaikan tajam penglihatan yang optimal. Ambliopia sebagian besar

disebabkan oleh kelainan refraksi dan kelainan struktur anatomi mata. Sekitar 5% -

7% anak-anak usia prasekolah memiliki kelainan refraksi, termasuk didalamnya

hipermetropia, myopia, astigmat, dan tingginya perbedaan kelainan refraksi antara

kedua mata. Sebagian besar kelainan refraksi ini tidak terkoreksi atau tidak

terdeteksi sampai anak-anak tersebut memasuki bangku sekolah sehingga

mengganggu proses belajar mereka. Di usia dewasa, mereka yang ambliopia akan

mengalami hambatan dalam pekerjaan dan aktivitas sehari-hari sehingga

mengurangi produktifitas.2,7,10

Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) dan

oftalmologis dunia mengembangkan berbagai metode skrining penglihatan

mengingat tingginya persentase anak-anak dengan ambliopia yang tidak terdeteksi

dan tidak mendapat penanganan. Melalui deteksi dini diharapkan penanganan dapat

lebih cepat diberikan dan perbaikan tajam penglihatan lebih mudah dicapai. Selain

karena faktor perkembangan lintas penglihatan, tingkat kepatuhan anak-anak usia

kurang dari 6 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang lebih besar. 10

Tabel 6 . Ambliogenik faktor yang biasa terdeteksi saat skrining visus2,3

Faktor Ambliogenik yang Terdeteksi Saat Skrining


Anisometropia (sferis atau silinder) > 1.50 D

19
Strabismus manifest
Hipermetrop > 3.50 D
Miop > 3.50 D
Kekeruhan media refrakta ukuran > 1 mm
Astigmat >1.50 D di aksis 90˚ atau 180˚ >1.00 di aksis oblik
Ptosis ≤ 1 mm margin-reflex distance
Tajam Penglihatan: per AAP (age-appropriate standards)

Metode dan waktu yang tepat untuk skrining tajam penglihatan masih terus

dalam penelitian. Faktor ambliogenik umumnya dideteksi pada anak usia prasekolah

dan usia sekolah. Namun skrining penglihatan lebih awal banyak direkomendasikan

dalam beberapa penelitian mengingat ambliopia dapat disebabkan oleh

abnormalitas anatomi bola mata dan deprivasi pada usia beberapa bulan setelah

lahir sampai usia 7 – 8 tahun.3,7,17,18,19

SKRINING TAJAM PENGLIHATAN ANAK-ANAK PREVERBAL

Skrining tajam penglihatan pada bayi baru lahir bertujuan untuk mendeteksi

ada tidaknya kelainan mata kongenital seperti katarak kongenital, glaukoma,

retinoblastoma, atau abnormalitas struktur anatomi kongenital lainnya. Jika terdapat

katarak kongenital dan tidak dikoreksi dalam 3 – 4 bulan post natal akan

menyebabkan nistagmus, meskipun dilakukan terapi ekstraksi katarak dan koreksi

afakia. Sedangkan pada katarak kongenital unilateral terapi yang dilakukan sampai

tenggang waktu 17 minggu masih memungkinkan untuk mencapai visus 20/20. Oleh

karena itu, deteksi dini saat kelahiran sampai minggu keenam menjadi sangat

penting. Katarak kongenital dan retinoblastoma dideteksi dengan observasi adanya

20
leukokoria dan mengevaluasi refleks merah pada mata bayi yang dapat dilakukan

oleh dokter umum. Adanya glaukoma pada bayi baru lahir dapat dideteksi melalui

observasi segmen anterior bola mata. Kelainan yang dapat ditemukan pada bayi –

bayi dengan glaukoma kongenital antara lain buftalmus, ukuran kornea yang besar,

kekeruhan kornea, dan epifora. 3,10,16,17,18

Untuk menilai penglihatan bayi baru lahir sampai usia dibawah satu tahun

memerlukan beberapa teknik khusus. Langkah awal biasanya dimulai dengan

mendapatkan informasi sebanyak mungkin kebiasaan bayi dari orang yang paling

banyak menghabiskan waktu dengan bayi tersebut dalam hal ini ibunya. 9,17,18,19

Tabel 7. Pemeriksaan yang dilakukan saat skrining penglihatan1

Pemeriksaan Saat Skrining: I-ARM


Neonatus Bayi Anak-anak
Tahapan
(Lahir-2 bulan) (3 bulan-2 tahun) (≥ 3 tahun)
Simetris: wajah Face turn atau Face turn atau
Inspeksi
dan mata head tilt head tilt
Fiksasi dan
Fiksasi: poor
Tajam Penglihatan smooth pursuit: Allen card, Snellen
Refleks pupil
bagus
Refleks Fundus Refleks fundus Bruckner test Bruckner test
Bola mata sejajar Setiap
70% eksoropia dan Dengan Bruckner ketidaksejajaran
Motilitas
sedikit esotropia test:abnormal jika bola mata:
ada esotropia abnormal

Beberapa cara yang digunakan untuk menilai penglihatan di usia ini antara lain

:menilai refleks fundus, fiksasi dan mengikuti target, preferential looking, visual

evoked potential, dan nistagmus optokinetik 2,5,7,18,19

21
a. Menilai refleks fundus

Tes ini penting dilakukan pada bayi baru lahir dan merupakan metode

skrining visus yang paling baik pada bayi. Tes ini dilakukan dengan

menggunakan oftalmoskopi direk dan melihat ke mata pasien pada jarak dua

kaki dari pasien. Digunakan sinar yang lebar agar dapat memeriksa kedua mata

pasien secara bersamaan. Lampu ruangan diredupkan dan diusahakan pasien

melihat langsung ke oftalmoskopi. Awalnya digunakan iluminasi yang rendah

lalu ditingkatkan secara perlahan hingga terlihat refleks merah yang mengisi

pupil. Tes Brückner adalah tes refleks fundus untuk mendeteksi secara tidak

langsung kesejajaran bola mata. Tes ini menilai membandingkan refleks fundus

secara simultan pada kedua mata. Jika ada strabismus, mata yang deviasi akan

memberikan refleks fundus yang lebih terang dibandingkan mata yang terfiksasi

dengan baik.1,2,5,10,17,18

Gambar 6. Pemeriksaan refleks fundus9

Tabel 8. Kelainan yang menimbulkan refleks fundus abnormal1

Refleks fundus abnormal


Katarak Refleks fundus terhalang (Nampak berwarna hitam)
atau leukokoria
Perdarahan Vitreus Reflekf fundus terhalang

22
Retinoblastoma Nampak berwarna kuning atau putih (leukokoria)
Anisometropia Refleks fundus tidak seimbang kedua mata
Strabismus Refleks fundus lebih terang pada mata yang deviasi
dan reflex cahaya kornea tidak sentral

Selain itu perlu dinilai beberapa kebiasaan bayi baru lahir, apakah

memperlihatkan respon mengedip terhadap cahaya, terutama terhadap cahaya

yang terang.2,17,18

b. Kemampuan fiksasi dan mengikuti objek (fix and follow)

Pada bayi usia 2 bulan sudah terdapat fiksasi mata terhadap objek,

sedangkan bayi usia 4 – 6 bulan sudah terdapat koordinasi penglihatan dengan

kedua mata (binokuler) dan mengikuti serta meraih objek tersebut. 1,6

Gambar 7 . Menilai kemampuan fiksasi dan mengikuti target19

Meskipun pada tahap ini pasien sudah seharusnya sudah memiliki

kemampuan fiksasi dan mengikuti target yang baik di usia 6 bulan, namun

perkembangan tiap individu bervariasi, seringkali perkembangannya terlambat

23
sampai usia 12 bulan. Bayi baru lahir memiliki pergerakan bola mata saccadic

sporadik dengan kemampuan fiksasi dan mengikuti target yang sangat rendah.

Bayi usia 6 minggu sudah memiliki fiksasi sentral dan smooth pursuit, semakin

jelas dan membaik di usia 8 minggu.1,3,5,7

Terdapat dua tipe pemeriksaan kemampuan fiksasi, yaitu pemeriksaan

secara monokuler dan binokuler. Pemeriksaan monokuler dilakukan untuk

menilai : kualitas dan akurasi, lokasi, serta durasi fiksasi. Metode yang paling

sering dipakai selain metode FF (fix and follow) adalah GCM

(good,central,maintained) atau CSM (central, steady, maintained).1,5,8

C atau central menunjukkan lokasi refleks cahaya di kornea, diperiksa dalam

kondisi monokuler. Normalnya refleks cahaya jatuh di sentral atau dekat kornea

dan dalam posisi yang seharusnya simetris kanan dan kiri. Uncentral atau

fiksasi eksentrik merupakan tanda penting yang menunjukkan pasien tidak

terfiksasi pada fovea dengan estimasi tajam penglihatan sekitar 20/200 atau

lebih buruk dari itu.5,8

S atau steadiness menunjukkan kestabilan fiksasi saat mengikuti target

pemeriksa yang bergerak.5,8

24
Gambar. 8. Refleks cahaya Kornea17

M atau maintain ditujukan untuk menilai kesejajaran fiksasi bola mata yang

diperiksa dalam kondisi binokuler. Ketidakmampuan untuk mempertahankan

fiksasi pada penglihatan binokuler menunjukkan perbedaan tajam penglihatan

kedua mata. Oleh karena itu anak – anak preverbal atau nonverbal yang

cenderung memiliki fiksasi yang kuat pada satu mata dicurigai kemungkinan

terdapat ambliopia pada mata sebelahnya.5,8

c. Preferential Looking

Bayi biasanya lebih memilih melihat stimulus dengan pola tertentu

(susunan gambar atau gradasi warna) dari pada melihat suatu target terang

yang luas dan seragam. Hal ini mendasari suatu penilaian kuantitatif terhadap

stimulus untuk menilai tajam panglihatan yang dikenal dengan FPL atau Forced

Preferential Looking. Bayi dihadapkan pada kartu yang memiliki dua sisi, satu

sisi dipenuhi dengan pola tertentu dan di sisi lain bersih tanpa gambar.

Pemeriksa menilai apakah kecendrungan fiksasi ke kiri atau ke kanan. Bayi

25
yang dapat melihat akan terfiksasi pada sisi yang berisi gambar pola tertentu.

Dilakukan beberapa kali pengamatan, pemeriksa menilai apakah fiksasi bayi

secara sistematik sesuai posisi stimulus yang berarti kebiasaan fiksasi di bawah

kontrol stimulus. 3,5,7,8,16,17,18

Gambar 9. Preferential Looking Test9,13

d. Visual Evoked Petensial

Visual Evoked Petensial (VEP) adalah suatu tes elektrofisiologi yang

menilai respon elektrik otak yang dipicu oleh adanya stimulus visual. VEP dinilai

dari elektroensefalogram spontan setelah paparan stimulus tertentu. Beberapa

elektroda di tempatakan di kepala bayi yang akan merekam signal otak jika

mereka dapat melihat. Rekaman VEP menunjukkan aktivitas dari area korteks

visual. 3,5,7,8,16,17,18

26
9
Gambar 10. Tes elektrofisiologi dengan VEP

e. Nistagmus Optokinetik

Nistagmus optokinetik dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada

anak garis – garis berwarna hitam dan putih pada suatu tabung silinder khusus

yang bergerak. Semakin tinggi densitas garis akan menghasilkan nistagmus

pada anak. Munculnya nistagmus menunjukkan tajam penglihatan yang baik

pada anak.5,8,9

Gambar 11. Nistagmus optokinetik9

27
Tabel 9. Estimasi visus sesuai umur dengan berbagai metode1

Estimasi Tajam Penglihatan Sesuai Umur


Usia dengan
tajam
Teknik Lahir 2 bulan 4 bulan 6 bulan 1 tahun penglihatan
20/20 (bulan)
OKN 20/400 20/400 20/200 20/100 20/60 20-30
FPL 20/400 20/400 20/200 20/150 20/50 18-24
VEP 20/800 20/150 20/600 20/400 20/20 6-12

Penilaian penglihatan infant atau bayi berusia lebih dari 2 bulan sampai

sebelum 2 tahun biasanya dengan menggunakan kartu Cardiff . Pada kartu ini,

setiap lembaran memiliki satu gambar objek yang familiar dengan infant, dengan

ketebalan garis yang berbeda. Berdasarkan perbedaan ketebalan garis tersebut,

setiap kartu tes memiliki satu huruf (missal CC H) dan ekuivalen terhadap Snellen

(Sn Eq) pada bagian belakang kartu. Pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm atau

1 meter dan pemeriksa mangamati gerakan vertikal mata anak terhadap gambar

yang ditunjukkan. Hasilnya ditulis seperti contoh berikut : CC H pada 50 cm – Sn Eq

6/9. Jika memungkinkan, hasil pemeriksaan ditulis terpisah untuk setiap mata. 3,8,9

Gambar 12. Kartu Cardiff 9

28
Kemampuan fiksasi pada anak – anak yang lebih besar yang mulai dapat

bekerjasama dapat dilakukan dengan menggunakan visuscope. Alat ini digunakan

untuk menilai fiksasi monokuler. Visuscope menyerupai fundus direk. Alat ini akan

memproyeksikan bayangan ke retina sehingga pemeriksa dapat melihat bayangan

tersebut di retina. Anak diminta untuk melihat bayangan yang di proyeksikan

tersebut. Fovea akan terfiksasi tepat ditengah bayangan jika anak memiliki fiksasi

sentral yang berarti tajam penglihatannya bagus. Sedangkan pada fiksasi eksentrik,

penderita akan melihat dengan retina parafovea sehingga akan melihat bayangan

yang terus bergerak-gerak, tidak terfiksasi. Makin ke perifer letak fiksasi eksentrik

berarti ambliopianya semakin berat.3,5,8

SKRINING TAJAM PENGLIHATAN USIA PRASEKOLAH

Anak – anak di usia 2 – 3 tahun yang sudah dapat berbicara diajak

kerjasama untuk mengenali dan menyebutkan gambar – gambar yang familiar

dengan mereka. Penilaian visus dapat dilakukan dengan menggunakan gambar –

gambar Kay. Pada tes ini setiap gambar yang tersusun dari suatu garis memiliki nilai

yang ekuivalen dengan Snellen (misalnya ; gambar terbesar pada Kay ekuivalen

dengan 6/60 pada Snellen. Pemeriksaan dilakukan pada jarak 6 meter dari anak dan

memintanya untuk menyebutkan gambar yang dia terlihat. Pada beberapa anak,

perlu untuk didampingi oleh orangtuanya supaya anak tidak malu untuk mengatakan

gambar yang dilihatnya.5,8,9,19

29
Gambar 13. Kartu gambar Kay 9

Kelainan okuler yang paling sering ditemukan selama periode prasekolah

(sebelum usia 5 tahun) adalah : strabismus, anisometropia, dan kelainan refraksi

bilateral yang tidak terkoreksi seperti hipermetropia, astigmat, dan nistagmus.

Semua jenis kelainan tersebut jika tidak ditangani akan menyebabkan ambliopia.

Kondisi seperti ptosis pada satu atau kedua mata dan kekeruhan media refraksi juga

dapat menyebabkan ambliopia. Tujuan skrining pada usia prasekolah adalah untuk

mendeteksi ada tidaknya ambliopia dan faktor – faktor yang dapat menyebabkan

ambliopia.5,8,9,18,19

Skrining pada usia prasekolah dilakukan dengan menggunakan metode :

optotip, fotoskrining dan streak retinoskopi.

a. Optotip

Skrining pada periode prasekolah dengan menggunakan optotip

nampaknya sulit dilakukan setidaknya sampai anak usia 3,5 tahun padahal

diusia ini sangat rentan kelainan yang jika tidak ditangani dapat berkembang

menjadi ambliopia. Optotip yang biasa digunakan adalah : huruf – huruf HOTV,

kartu Allen, symbol LEA, Sheridan – Gardiner chart. Pemeriksaan visus juga

30
dapat dilakukan dengan menggunakan kartu Teller (untuk anak – anak yang

masih terlalu muda untuk membaca Snellen). Dimana pada pemeriksaan ini

digunakan garis – garis vertical. Pemeriksaan ini bertujuan untuk membedakan

visus pada satu mata dengan mata sebelahnya dan dapat digunakan pada

semua penderita yang tidak kooperatif.5,8,9,18,19

Gambar 14. E-game dan kartu Sheridan-Gardiner2,9

Gambar 15. Simbol LEA, HOTV, dan Kay1

Skrining menggunakan optotip disebut juga skrining visus tradisional.

Metode ini memiliki kekurangan seperti kurangnya kerjasama dari anak dalam

mengenali gambar dan butuh waktu yang lama bagi pemeriksa untuk

mendapatkan hasilnya. Selain itu pemeriksaan tajam penglihatan dengan

menggunakan gambar seringkali overestimasi dibandingkan dengan

31
penggunaan Snellen. Hal ini penting, karena ambliopia ringan ataupun sedang

dapat tidak terdeteksi. 5,8,9,18,19

b. Fotoskrining

Beberapa penelitian melaporkan hasil yang tidak memuaskan terhadap

skrining dengan menggunakan optotip untuk mendeteksi ambliopia,

disamping tingginya biaya skrining. Beberapa penelitian melaporkan bahwa

skrining tajam penglihatan binokuler lebih efektif dibandingkan cara

tradisional. 2,3,18,19

Skrining fotoreaktif menggunakan suatu cahaya dari alat yang dapat

memperlihatkan suatu kelainan pada reflex fundus terutama jika refleksinya

tidak sejajar atau tidak focus. Dengan teknik tertentu hasilnya dibuat dalam

bentuk foto, polaroid, atau dalam bentuk digital. Interpretasinya dilakukan

oleh orang terlatih dan jika terdapat kelainan maka dirujuk ke dokter ahli

mata.2,4,12

Tabel 10. Beberapa jenis alat fotoskrining2

32
c. Streak Retinoskopi

Pemeriksaan dengan streak retinoskopi dapat menilai kelainan refraksi

sferosilinder, astigmat regular, dan irregular secara objektif. Pemeriksaan ini

dapat dilakukan pada anak – anak preverbal dan prasekolah. Pada

pemeriksaan ini, mata penderita dalam keadaan tidak berakomodasi dan

penderita diminta berfiksasi pada jarak tertentu pada target. Pada anak – anak

diberikan sikloplegik. Pemeriksaan dilakukan diruangan gelap atau dengan

cahaya yang redup dan melihat refleks cahaya yang jatuh pada pupil melalui

alat retinoskopi. Posisi pemeriksa saat melakukan pemeriksaan adalah duduk di

depan pasien pada jarak kerja yang ideal. Jika memeriksa mata kanan maka

pemeriksa menggunakan mata kanak, demikian pula sebaliknya. Pada pasien

miop, gerakan dari reflex adalah berlawanan dengan arah gerakan. Sedangkan

pada pasien hipermetrop, gerakan reflex akan searah dengan gerakan cahaya.

Perlu dinilai pada refleks ini adalah kecepatan, intensitas cahayanya, dan

lebarnya refleks cahaya.3,5,18

33
Gambar 16. Pemeriksaan retinoskopi5

Untuk mencapai netralisasi pada miop maka dilakukan koreksi dengan

menempatkan lensa sferis minus di depan mata pasien, sedangkan untuk

mencapai netralisasi pada pasien hipermetrop maka digunakan lensa sferis

positif. Jika pemeriksa menggunakan lensa koreksi yang sesuai maka refleks

cahaya ini dapat ternetralisasi, yaitu saat dimana refleks cahaya ini tidak

bergerak lagi dan mengisi penuh pupil. Dengan demikian dapat diketahui lensa

yang menetralisasi tersebut adalah besarnya kelainan refraksi pasien. Selain itu

perlu diperhatikan jarak kerja atau lensa kerja yang dipakai. Jika pemeriksa

bekerja pada jaraj 67 cm maka koreksi lensa yang dipakai sebesar 1.50 D.

Ukuran lensa koreksi yang dibutuhkan adalah ukuran lensa yang mencapai

netralisasi dikurangi ukuran jarak kerja.5

Pada astigmatisme, refleks cahaya yang terlihat tidak sejajar dengan

salah satu meridian, baik meridian 90° atau 180° sehingga harus dicari aksis

yang sesuai. Bila telah didapatkan aksis yang sesuai akan tampak refleks

cahaya yang paling sempit dengan intensitas yang paling terang.5

34
SKRINING TAJAM PENGLIHATAN USIA SEKOLAH

Anak usia 6 tahun atau lebih memiliki sistem visual yang sudah berkembang

dengan baik. Kelainan yang paling sering didapatkan pada periode ini adalah berupa

kelainan refraksi. Skrining tajam penglihatan biasanya dilakukan di sekolah maupun

di tempat pelayanan kesehatam mata. Pada usia ini pemeriksaan dilakukan dengan

menggunakan Snellen. Pada notasi ini, nilai pembilang merupakan jarak pengukuran

(biasanya 20 kaki atau 6 meter) sedangkan penyebut merupakan jarak dimana

pemeriksa ‘normal’ dapat membaca dengan jelas huruf tersebut. Misalnya dengan

visus 20/20 pasien dapat membaca huruf dengan jelas pada jarak 20 kaki dimana

orang dengan penglihatan normal dapat membaca pada jarak 20 kaki. 3,5,9,18,19

Pasien ambliopia mengalami kesulitan saat diperiksa dengan satu baris

yang berisi beberapa deretan huruf. Efek yang sama yang ditimbulkan jika pasien

ambliopia dihadapkan pada crowding bars. Fenomena ini dikenal dengan istilah

crowding phenomenon atau contour interaction. Oleh karena itu disarankan untuk

tidak menggunakan gambar atau huruf tunggal saat melakukan skrining jika

memungkinkan.5

35
Gambar 17. Menilai visus dengan Snellen dan crowding bars9

KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis ambliopia ditegakkan jika memenuhi kriteria seperti yang disajikan

dalam tabel berikut ini :

Tabel 11. Kriteria Diagnostik Ambliopia10

Ambliopia Unilateral

Fixation preference Fiksasi tidak seimbang

Preferential looking Berbeda 2-oktaf

Best corrected visual acuity (BCVA) Perbedaan interokular 2-baris

Ambliopia Bilateral

36
Best corrected visual acuity (BCVA) Tajam penglihatan < 20/40 tiap mata

TERAPI AMBLIOPIA

Penanganan ambliopia tergantung dari penyebabnya. Dalam banyak

penelitian direkomendasikan penanganan pada usia yang lebih muda karena

peluang untuk mencapai hasil yang optimal semakin besar. Namun penanganan

ambliopia diusia dewasa juga ada yang menunjukkan peningkatan tajam

penglihatan. Sejarah penanganan ambliopia dengan oklusi sudah dikenal sejak

tahun 900 AD, oleh Thabit Ibn Qurrah di Mesopotamia yang menulis bahwa

penanganan strabismus harus ditangani dengan melakukan oklusi pada mata yang

normal.7

Secara garis besar penanganan ambliopia dilakukan dengan menstimulasi

visual mata yang ambliopia. Ambliopia anisometrop dan isoametrop harus dikoreksi

refraktif, demikian pula halnya ambliopia strabismik setiap abnormalitas pola fiksasi

harus segera dikoreksi. Stimulasi visual pada kasus ambliopia deprivasi harus

didahului dengan mengoreksi penyebab obstruksi media refrakta. Selama terapi

ambliopia perlu observasi berkala dan terapi jika terjadi rekurensi.3,7,10

KOREKSI REFRAKTIF

A. KACAMATA

37
Intervensi awal dengan memberikan kacamata untuk koreksi refraksi pada

pasien-pasien ambliopia banyak direkomendasikan dalam beberapa literature.

Suatu penelitian Amblyopia Treatment Study 5 (ATS 5) yang mengevaluasi

efektifitas koreksi refraksi saja pada delapan puluh empat pasien ambliopia

anisometropia anak-anak usia 3 sampai < 7 tahun menunjukkan hasil bahwa

dengan koreksi kaca mata saja dapat meningkatkan tajam penglihatan dalam

lima minggu. Perbaikan tajam penglihatan rata-rata sampai dua baris, 59%

diantaranya menunjukkan perbaikan lebih dari dua baris. Sebayak 21 dari 34

anak yang melanjutkan terapi stabilisasi sampai 30 minggu menunjukkan

perbaikan tajam penglihatan yang lebih baik lagi dan enam diantaranya mencapai

tajam penglihatan yang normal. Perbaikan tajam penglihatan rata-rata 3 baris

dengan kacamata dapat mengurangi beban terapi ambliopia berikutnya.

Penelitian ini juga melaporkan perbaikan tajam penglihatan pasien strabismus

dengan kacamata saja.3,7,10

Pada tahun 2004, Stewart et al melaporkan efektivitas terapi kaca mata

saja pada anak-anak ambliopia unilateral. Terdapat 16 anak dengan ambliopia

strabismik menunjukkan peningkatan tajam penglihatan rata-rata sampai tiga

baris selama 18 minggu dengan terapi kaca mata saja. Keberhasilan terapi kaca

mata pada ambliopia strabismik juga dilaporkan oleh Cotter et al pada tahun

2007, diantara 12 anak ambliopia strabismik yang diterapi dengan kaca mata

menunjukkan peningkatan tajam penglihatan ≥ 2 baris pada 9 anak (75 %) dan 3

lainnya dinyatakan sembuh. Meskipun beberapa penelitian diatas menunjukkan

perbaikan tajam penglihatan yang signifikan pada ambliopia strabismik dengan

38
koreksi refraksi, namun mekanismenya tidak jelas, diduga bahwa koreksi refraksi

mungkin menurunkan strabismus angle.20

Amblyopia Treatment Study 7 (ATS 7) melaporkan efektifitas penanganan

ambliopia refraktif bilateral pada 113 anak usia 3 sampai <10 tahun dengan

kacamata saja. Peningkatan tajam penglihatan di kedua mata mencapai

perbaikan sampai empat baris dalam satu tahun. Sebagian besar anak dengan

tajam penglihatan awal 20/100 atau lebih buruk dapat mencapai perbaikan

sampai 20/25.2,17

Kelainan refraksi adalah salah satu faktor ambliogenik yang dapat dikoreksi

untuk mencegah terjadinya ambliopia. Tabel berikut ini menyajikan petunjuk

peresepan kacamata untuk meminimalisir resiko ambliopia.10

Tabel 12. Konsensus Petunjuk Peresepan Kaca Mata


untuk Anak dibawah Usia 3 Tahun10
Diopters
Kelainan Refraksi Usia 0-1 tahun Usia 1-2 tahun Usia 2-3 tahun
Isometropia
Myopia ≥ –5.00 ≥ –4.00 ≥ –3.00
Hyperopia (tanpa deviasi ≥ +6.00 ≥ +5.00 ≥ +4.50
manifest)
Hyperopia dengan esotropia ≥ +3.00 ≥ +2.00 ≥ +1.50
Astigmatism ≥ 3.00 ≥ 2.50 ≥ 2.00
Anisometropia
Myopia ≥ –2.50 ≥ –2.50 ≥ –2.00
Hyperopia ≥ +2.50 ≥ +2.00 ≥ +1.50
Astigmatism ≥ 2.50 ≥ 2.00 ≥ 2.00

39
Faktor Lain yang perlu dipertimbangkan :
Riwayat terapi sebelumnya
Tajam penglihatan
Kemampuan menggunakan kaca mata
Esotropia akomodatif/sindrom monofiksasi
Developmental delay

B. BEDAH REFRAKTIF

Pada kondisi tertentu dimana anak-anak dengan kelainan refraksi berat

dengan ambliopia yang tidak memungkinkan untuk menggunakan kaca mata,

contohnya karena developmental delay yang berat, maka bedah refraktif

unilateral/bilateral dapat dipertimbangkan untuk menurunkan resiko ambliopia.

Paysse et al pada tahun 2006 melaporkan peningkatan tajam penglihatan dan

stereopsis pada anak dengan ambliopia anisometropia dengan photorefractive

keratectomy. Namun demikian bedah keratorefraktif untuk anak-anak masih

kontroversial. Pada kasus-kasus tertentu, resiko dan keuntungan harus

dipertimbangkan dengan baik sebelum mengambil tindakan bedah refraktif.2,7,10

Terdapat kontroversi tentang kapan memulai terapi tambahan seperti oklusi.

Umumnya, jika pasien mengalami ambliopia anisometrop tanpa disertai strabismus,

sebaiknya pada terapi awal diberikan kacamata saja dan diobservasi untuk

menentukan apakah perlu dilakukan oklusi pada mata yang lebih baik atau

tidak.7,10,17

TERAPI OKLUSI

40
Terapi oklusi dilakukan dengan cara menutup mata dengan penglihatan yang

lebih baik sehingga memaksa pasien menggunakan mata yang ambliopia. Metode

ini akan melatih mata ambliopia untuk melihat dan dapat memberikan perbaikan

tajam penglihatan yang signifikan pada mata yang ambliopia. Terapi oklusi sangat

bermanfaat pada ambliopia anisometrop dan ambliopia strabismus. Dosis dan lama

terapi harus diperhitungkan dan didiskusikan dengan orangtua pasien. 3,7,10,21

Secara garis besar bentuk oklusi berdasarkan lama oklusi dibagi menjadi

dua, yaitu :5

 Oklusi penuh waktu (full-time occlusion). Oklusi penuh waktu selama 24 jam

atau full waking hours. Namun, dalam perkembangannya istilah oklusi penuh

waktu berarti oklusi selama 6 jam sehari. Beberapa penelitian membuktikan

efektifitas yang sama antara oklusi full waking hours dengan oklusi 6 jam

sehari.

 Oklusi paruh waktu (part-time occlusion). Oklusi selama 1 - 6 jam sehari. Istilah

oklusi paruh waktu yang dipakai sekarang adalah oklusi selama < 6 jam

sehari.

Terdapat beberapa pendapat tentang berapa lama waktu oklusi dalam satu

hari. Umumnya, lama terapi oklusi tergantung dari usia anak dan kebiasaan dari ahli

mata. Sebagian besar ahli berpendapat bahwa anak yang masih muda memerlukan

waktu terapi oklusi yang lebih singkat dibandingkan dengan anak dengan usia yang

lebih tua. Rekomendasi terapi yang sering digunakan sebagai terapi awal ambliopia

pada anak usia dibawah satu tahun adalah oklusi satu jam per usia anak dalam

41
bulan dan kontrol berikutnya setiap satu minggu sampai dua minggu. Untuk anak

yang lebih tua, rekomendasi yang dulu sering digunakan adalah oklusi enam jam

atau lebih per hari dan kontrol berikutnya dengan interval satu sampai dua minggu

per usia anak dalam satu tahun. Interval kontrol perlahan-lahan semakin

ditingkatkan jika anak menunjukkan keberhasilan terapi (tabel 15).7,10,22,23

Pediatric Eye Disease Investigator Group (PEDIG) pada tahun 2003 melalui

Amblyopia Treatment Study 2B (ATS 2B) melaporkan efektifitas penggunaan oklusi

dua jam perhari dengan enam jam perhari pada ambliopia sedang dan hasilnya

memperlihatkan bahwa kedua cara ini memberikan perbaikan tajam peglihatan yang

sama empat bulan sejak awal terapi. Sehingga dianggap bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara jumlah waktu oklusi per hari dengan hasil tajam

penglihatan akhir. Melalui Amblyopia Treatment Study 2A (ATS 2A), PEDIG juga

meneliti efektifitas oklusi enam jam dengan oklusi penuh waktu untuk ambliopia

berat. Hasilnya didapatkan perbaikan tajam penglihatan dalam empat bulan sejak

terapi.10,22,23,24,25,26

Ada beberapa alternatif okluder yang dapat digunakan untuk terapi oklusi,

antara lain :2,7,10

 Okluder opak dan melekat.

42
Gambar 18. Oklusi opak dan melekat44

Terapi oklusi yang paling banyak direkomendasikan adalah okluder yang

opak dan melekat. Okluder ini langsung melekat erat dengan kulit periorbita

sehingga menutup rapat aksis visual. Efek samping terapi oklusi ini adalah iritasi

kulit atau alergi dan mudah dilepaskan oleh anak, sehingga tidak efektif untuk

anak-anak atau remaja yang tidak patuh menjalankan terapi. Efek samping yang

lebih serius adalah terjadi penurunan tajam penglihatan lebih dari satu baris

pada mata yang sehat yang disebut dengan ambliopia oklusi.2,7,10

 Okluder yang dipasang di kacamata

43
Gambar 19. Okluder dipasang di kacamata45
Okluder yang dilekatkan di kacamata kurang efektif dibandingkan dengan

okluder opak dan melekat di kulit karena anak-anak masih dapat melihat area di

sekitar kacamata. Keuntungannya adalah tidak menimbulkan reaksi alergi di

kulit.

 Lensa kontak opak

Lensa kontak dapat digunakan pada kondisi dimana orangtua mampu dan

paham penggunaan dan efek samping yang bisa ditimbulkan. Umumnya dipakai

pada pasien yang tidak patuh selama terapi menggunakan okluder opak dan

melekat.

Gambar 20. Lensa kontak opak46


Pada kasus katarak kongenital unilateral, meskipun sudah dilakukan

ekstraksi katarak namun karena kemampuan akomodasi yang kurang akan

44
menyebabkan keterbatasan perkembangan visual dibandingkan mata yang sehat.

Peningkatan tajam penglihatan dapat diupayakan melalui terapi oklusi jangka

panjang dan intensif. Oklusi penuh waktu sejak ekstraksi katarak sampai usia 7

tahun dengan interval pendek untuk mencegah ambliopia oklusi pada mata sehat.4

Pasien ambliopia tanpa strabismus atau tropia kurang dari delapan prisma

dioptri paling baik diterapi dengan oklusi separuh waktu (tiga sampai empat jam per

hari) atau tanpa oklusi. Pada ambliopia anisometrop awalnya berikan koreksi

kacamata dan observasi perbaikan tajam penglihatan pasien setiap bulan. Jika tidak

ada perbaikan tajam penglihatan setelah satu bulan menggunakan kacamata, maka

lakukan oklusi separuh waktu. Oklusi separuh waktu ataupun penalisasi lebih baik

digunakan oleh karena metode ini dapat mempertahankan fusi. Jika tajam

penglihatan tidak mengalami perbaikan setelah oklusi separuh waktu maka dapat

dilakukan oklusi penuh. Frekuensi kontrol tergantung dari usia pasien, derajat

ambliopia, dan intensitas terapi oklusi yang diberikan.3,5,7,17

Jika dalam evaluasi ditemukan bahwa tajam penglihatan pasien telah

maksimal, maka intensitas terapi perlu diturunkan dalam terapi pemeliharaan dalam

bentuk oklusi paruh waktu atau penalisasi.3,7,10,27

PENALISASI

45
Penalisasi adalah metode untuk mengaburkan penglihatan pada mata yang

sehat untuk melatih mata ambliopia. Metode ini dapat dilakukan dengan

menggunakan penalisasi optik atau farmakologik.7,10

A. PENALISASI OPTIK

Penalisasi optik dapat dilakukan dengan menggunakan :

1. Kacamata.

Metode ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan lensa sferis

positif dengan kekuatan lebih dari yang dibutuhkan pada mata yang sehat

untuk melatih fiksasi mata ambliopia. Untuk mata yang minus, kaca mata

dapat dilepas atau hanya memakai lensa plano saja. Kekurangannya adalah,

anak-anak yang tidak patuh dapat dengan mudah melepaskan kaca

matanya.2,4

2. Lensa kontak.

Biasanya digunakan pada anak-anak yang afakia bilateral atau

unilateral. Contohnya, untuk menangani ambliopia unilateral, lensa kontak

pada mata dengan tajam penglihatan lebih baik dapat dilepaskan selama

beberapa minggu.4,10

3. Filter Bangerter.

Merupakan filter transparan dengan densitas tertentu untuk

mengaburkan penglihatan. Biasanya berupa plester yang dapat dengan

mudah direkatkan dipermukaan lensa kaca mata. Agervi et al, pada tahun

46
2004 melaporkan peningkatan tajam penglihatan lebih cepat dibandingkan

dengan pengunaan kaca mata saja pada pasien ambliopia sedang, meskipun

dalam jangka waktu satu tahun tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan.2,4,28

Gambar 21. Filter Bangerter47


Penalisasi optik dapat dipertimbangkan pada kondisi tertentu, seperti :

1) pasien yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi penalisasi atropin,

2) baik digunakan untuk ambliopia sedang. 3) pasien yang sudah menggunakan

kaca mata atau lensa kontak, 4) pasien yang afakia atau pseudofakia, 5) anak-

anak atau remaja yang menolak menggunakan okluder.2,3,10

B. PENALISASI FARMAKOLOGIK

Penalisasi farmakologik dilakukan dengan penetesan agen sikloplegik

pada mata yang sehat. Obat yang digunakan adalah atropin 1 %, homatropin,

atau skopolamid. Obat yang paling sering digunakan adalah atropin, efektifitasnya

telah diuji melalui randomized control trial. Obat-obat ini berfungsi menurunkan

kemampuan akomodasi mata dengan jalan melumpuhkan muskulus siliaris dan

menyebabkan dilatasi pupil. Berkurangnya kemampuan akomodasi pada mata

47
yang sehat akan memaksa pasien untuk menggunakan mata ambliopia untuk

melihat. Atropin 1 % diteteskan pada mata yang sehat setiap hari, lensa koreksi

dilepaskan dari mata yang sehat dan diberikan koreksi kacamata penuh pada

mata ambliopia. Jika terlihat fiksasi berpindah ke mata yang ambliopia selama

terapi penalisasi, maka terapi ini akan memperbaiki tajam penglihatan. Untuk

dapat memindahkan fiksasi ke mata ambliopia, dibutuhkan hipermetrop + 3.00

dioptri atau lebih pada mata yang sehat. Penalisasi farmakologik efektif

digunakan pada : 1) mata hipermetrop, namun dapat juga diberikan pada miop

ringan, 2) pasien yang tidak dapat diterapi oklusi, 3) terapi pemeliharaan setelah

terapi oklusi. 2,7,10

Gambar 22. Mata ambliopia dengan terapi atropin47

Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi ini sama efektifnya

dengan terapi oklusi pada ambliopia ringan sampai sedang. Amblyopia Treatment

Study 1 (ATS 1) membandingkan terapi atropin dan oklusi pada 419 anak usia

dibawah 7 tahun dengan ambliopia sedang, hasilnya menunjukkan bahwa dalam

enam bulan perlakuan, terapi atropin sama efektifnya dengan terapi oklusi.

Peningkatan tajam penglihatan sampai tiga baris mencapai 79% dengan terapi

48
oklusi dan 74% dengan penalisasi. Tingkat kepatuhan lebih tinggi pada penalisasi

atropin dibandingkan dengan terapi oklusi.2,7,29

Secara umum, jangka waktu terapi penalisasi sama dengan lamanya

terapi oklusi dan dilanjutkan sampai tajam penglihatan membaik. Penggunaan

penalisasi optik dapat bersamaan dengan penalisasi farmakologik. Namun,

penggunaan metode kombinasi ini harus dikontrol ketat untuk mencegah terjadinya

ambliopia pada mata yang sehat. PEDIG, pada tahun 2009 melaporkan penurunan

tajam penglihatan pada mata sehat sebanyak satu baris atau lebih dibandingkan

dengan tajam penglihatan awal pada minggu ke-18 setelah diterapi dengan atropin

dan lensa plano, dan dua diantaranya kemudian diterapi sebagai ambliopia

iatrogenik.3,7,10,34

Tabel dibawah ini menunjukkan beberapa penelitian yang di dalamnya

terdapat penelitian efektifitas penggunaan atropin oleh PEDIG. Dalam Amblyopia

Treatment Study 4 (ATS 4) nampak bahwa dosis atropin yang diberikan setiap

hari dan pemberian setiap minggu (setiap Sabtu dan Minggu) menunjukkan hasil

yang sama dan meningkatkan tajam penglihatan sampai empat baris setelah

empat bulan pada anak-anak usia 3-7 tahun dengan ambliopia sedang.7,30

Tabel 13. Beberapa penelitian ambliopia oleh PEDIG10

49
Efek samping penggunaan atropin antara lain flushing of the skin, demam,
iritabilitas, dan kejang. Penekanan pada daerah sakkus lakrimal selama 20 – 30
detik dapat menurunkan efek toksik sistemik. Meskipun demikian penggunaan
terapi ini memiliki keuntungan seperti lebih dapat ditoleransi oleh orangtua dan
anak dibandingkan terapi oklusi. Perbaikan tajam penglihatan yang dicapai
dengan menggunakan terapi penalisasi farmakologik juga memperlihatkan hasil
yang relatif sama dengan terapi oklusi.3,7,10, 28,29,30,31

50
Gambar 23. Algoritme penanganan ambliopia10

51
TERAPI BEDAH

1. Ekstraksi katarak

Ekstraksi katarak kongenital dalam dua sampai tiga bulan pertama

kehidupan sangat penting untuk mengoptimalkan peningkatan tajam

penglihatan. Pada kasus katarak bilateral bayi dan anak-anak harus segera

diekstraksi segera setelah diagnosa ditegakkan dengan interval antara

operasi pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari satu sampai dua

minggu. Demikian pula halnya dengan katarak unilateral. Terapi ambliopia

biasanya kurang berhasil jika ekstraksi katarak tidak dilakukan sampai usia

16 minggu. Katarak traumatik berat pada anak usia dibawah enam tahun

sebaiknya diekstraksi dalam beberapa minggu setelah trauma jika

memungkinkan. Koreksi optikal setelah ekstraksi katarak juga sangat

penting. Penggunaan lensa intraokuler direkomendasikan kecuali pada kasus

tertentu, seperti diameter kornea yang kecil atau usia anak dibawah satu

tahun.3,7,10

2. Koreksi Blefaroptosis atau Hemangioma

Blefaroptosis dan hemangioma dapat menyebabkan ambliopia

anisometropia akibat astigmat yang tinggi. Ptosis sedang sampai berat yang

menyebabkan postur kepala terangkat untuk beradaptasi menjadi indikasi

bedah pada kasus blefaroptosis. Hemangioma umumnya diterapi dengan

injeksi kortikosteroid intralesi dan observasi. 3,7,10

52
3. Keratoplasti

Kekeruhan pada kornea yang berat seperti leukoma pada Peters

anomali dapat menyebabkan ambliopia deprivasi. Pilihan terapi transplantasi

kornea perlu pertimbangan tertentu yang sangat kompleks mengingat

tingginya rejeksi dan sulitnya mengontrol pasien anak-anak. 3,7,10

4. Bedah Strabismus

Terapi awal pada ambliopia strabismik adalah terapi oklusi atau

penalisasi. Setiap kelainan refraksi juga harus dikoreksi penuh. Tujuannya

untuk mencapai tajam penglihatan yang optimal sebelum operasi strabismus

dilakukan, sebab tajam penglihatan yang semakin mendekati normal akan

menstimulasi fusi dan posisi bola mata yang stabil setelah operasi. 3,7,10

5. Prosedur Lain

Kekeruhan atau perdarahan vitreus dapat menyebabkan ambliopia

deprivasi dan mungkin perlu dipertimbangkan untuk melakukan vitrektomi.

Tindakan lensektomi dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus subluksasi

lensa yang menyebabkan abnormalitas refraksi yang signifikan dan tidak

dapat terkoreksi dengan kacamata atau lensa kontak. 3,7,10

TERAPI SISTEMIK

53
Neurotransmitter katekolamin berperan dalam perkembangan korteks visual.

Levodopa adalah prekursor katekolamin dopamine. Meskipun masih kontroversial,

beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian levodopa dapat memperbaiki

tajam penglihatan pada mata ambliopia. Bila terapi farmakologik dikombinasikan

dengan terapi oklusi maka dapat dicapai perbaikan tajam penglihatan lebih besar

dibandingkan terapi oklusi saja. Namun pemberian levodopa menunjukkan

perbaikan tajam penglihatan yang sedikit, dan efek jangka panjangnya masih

dipertanyakan. 3,7,27

Tabel 14. Beberapa penelitian penanganan ambliopia dengan levodopa 27

54
TERAPI AMBLIOPIA REMAJA/DEWASA

Banyak yang beranggapan bahwa penanganan ambliopia tidak efektif lagi


saat dilakukan setelah periode kritis atau pada pasien diatas usia 7 – 10 tahun.
Namun terdapat bukti melalui randomized control trial bahwa usia remaja

55
memberikan respon yang baik terhadap terapi ambliopia, terutama jika pasien
tersebut belum pernah menjalani terapi ambliopia sebelumnya. Amblyopia
Treatment Study 3 (ATS 3) mengevaluasi efektifitas terapi kacamata saja, atau
kombinasi kacamata dengan oklusi 2-6 jam perhari dan terapi atropin setiap hari
pada 507 anak usia 7 – 18 tahun. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok
usia, yaitu kelompok 7 – 12 tahun dan kelompok usia 13 – 18 tahun. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa terjadi perbaikan pada 53 % anak yang diterapi dengan
kombinasi oklusi dan atropin. Terapi kombinasi oklusi dan atropin lebih baik
dibandingkan dengan terapi kacamata saja pada anak usia 7 – 12 tahun. Terapi
kombinasi kacamata, oklusi, dan atropin tidak menunjukkan perubahan yang
signifikan pada kelompok umur 13 – 18 tahun, namun sekitar 47 % menunjukkan
peningkatan tajam penglihatan sampai 2 baris.2,10

EVALUASI DAN TERAPI PEMELIHARAAN

Evaluasi selama terapi aktif bertujuan untuk memantau respon terhadap

terapi dan sebagai acuan untuk menentukan rencana pengobatan selanjutnya.

Interval kontrol pasien ambliopia tergantung pada usia, tingkat keparahan ambliopia,

dan intensitas terapi oklusi. Selain itu, kondisi sosial ekonomi dan jarak perjalanan

pasien ke tempat pengobatan juga harus dipertimbangkan. Berikut ini adalah tabel

interval evaluasi pasien ambliopia yang sedang dalam pengobatan aktif yang

direkomendasikan oleh Amblyopia Preferred Practice Pattern (PPP) guidelines

September 2007.7,10

Tabel 15. Interval evaluasi pasien ambliopia10

Usia Oklusi Oklusi Terapi


Pasien (≥ 70% waking hours / (<70% waking hours/ pemeliharaan

56
<6 jam per hari)
(tahun) >6 jam per hari)
Penalisasi

0-1 1 - 4 minggu 2 - 8 minggu 1 - 4 bulan

1-2 2 - 8 minggu 2 - 4 bulan 2 - 4 bulan

2-3 3 - 12 minggu 2 - 4 bulan 2 - 4 bulan

3-4 4 - 16 minggu 2 - 6 bulan 2 - 6 bulan

4-5 4 - 16 minggu 2 - 6 bulan 2 - 6 bulan

5-7 6 - 16 minggu 2 - 6 bulan 2 - 6 bulan

7-9 8 - 16 minggu 3 - 6 bulan 3 - 12 bulan

Terapi pemeliharaan adalah langkah terapi berikutnya setelah terapi aktif

dengan interval evaluasi tertentu telah dilakukan dan tajam penglihatan maksimal

sudah tercapai. Metode pemeliharaan dapat berupa oklusi selama beberapa jam per

hari atau penalisasi optik maupun farmakologik selama beberapa bulan untuk

meminimalisasi resiko rekurensi. Terapi oklusi satu sampai dua jam per hari atau

penalisasi atropin satu kali setiap satu atau dua minggu selama tiga sampai enam

bulan terapi dihentikan tergantung dari usia pasien.3,10,35

PENGHENTIAN TERAPI

Terapi dapat dihentikan dengan alasan terapi sudah mencapai hasil yang

diharapkan atau bila pasien tidak menunjukkan perbaikan tajam penglihatan selama

57
terapi. Walaupun demikian, lamanya terapi masih tidak jelas. Terutama pada kasus-

kasus dimana evaluasi tajam penglihatan sulit dilakukan secara objektif. Kesuksesan

terapi sangat dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan pasien, usia, dan derajat

ambliopia. Perbaikan tajam penglihatan biasanya terlihat pada pasien usia remaja

yang patuh selama terapi. Sedangkan terapi gagal umumnya terjadi pada pasien

anak yang lebih muda. Ambliopia yang disebabkan oleh miop tinggi seringkali

mengalami gagal terapi. Penghentian terapi dilakukan jika tidak terdapat perbaikan

tajam penglihatan setelah tiga kali kunjungan dengan interval enam sampai delapan

minggu. Keputusan untuk menghentikan terapi pada kasus ambliopia deprivasi

sangat sulit dilakukan.3,7,10

KOMPLIKASI TERAPI

Ambliopia iatrogenik atau ambliopia oklusi adalah salah satu komplikasi

terapi. Jika selama terapi terjadi penurunan tajam penglihatan dua baris atau lebih

maka perlu dicurigai terjadinya ambliopia iatrogenik. Reduksi tajam penglihatan pada

mata yang sehat dapat disebabkan oleh ambliopia iatrogenic atau kekeliruan saat

pemeriksaan, masih ada sisa efek siklopegik, atau peresepan kacamata yang tidak

tepat. Pemeriksaan tajam penglihatan perlu diulangi setelah penghentian terapi

untuk sementara. 3,7,10,17

Selama penggunaan penalisasi atropin, kadang-kadang didapatkan efek

samping seperti : demam, mulut dan kulit kering, iritabilitas, takikardi dan kejang.

Ambliopia pada mata yang sehat dapat pula terjadi pada pasien yang diterapi

58
dengan sikloplegia, oleh karena itu selama penalisasi atropin juga diperlukan

observasi yang ketat. Perlu dipertimbangkan penggunaan atropin untuk anak-anak

yang aktif di sekolah karena dapat mempengaruhi prestasi akademiknya. Demikian

pula halnya pada anak-anak yang sangat banyak beraktifitas diluar ruangan,

mungkin perlu dibekali kacamata dengan proteksi ultraviolet atau topi untuk

menghindari kerusakan akibat sinar ultraviolet yang masuk kemata melalui pupil

yang dilatasi1,2,3,10

PROGNOSIS

Prognosis sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : tingkat

kepatuhan pasien, tipe ambliopia, usia, tajam penglihatan awal, dan jenis terapi yang

digunakan. Ambliopia yang terdeteksi lebih awal pada masa kritis perkembangan

tajam penglihatan memungkinkan penanganan ambliopia lebih cepat sehingga

tingkat keberhasilan terapi lebih tinggi. 7,10,22,34,37,38

Flynn et al, pada tahun 1999 melaporkan keberhasilan terapi sampai 73.7 %

pada 961 anak amblyopia dengan tajam penglihatan mencapai ≥ 20/40.

Berdasarkan jenis ambliopianya, kesuksesan terapi mencapai 77,2 % pada

ambliopia strabismik, 67.2 % pada ambliopia kombinasi strabismik-anisometrop, dan

66.0 % pada ambliopia anisometrop. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi

keberhasilan terapi pada penelitian ini, yaitu usia pasien dan tajam penglihatan awal

sebelum terapi.39

59
Penelitian lain oleh Mohan et al pada tahun 2004 melaporkan keberhasilan

terapi oklusi pada anak usia 11 -15 tahun dengan ambliopia strabismik,

anisometropia, atau kombinasi strabismik-anisometropia. Keberhasilan terapi

dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan yang tinggi dan terapi penuh waktu pada anak

yang lebih besar.40

Ambliopia deprivasi adalah jenis ambliopia yang jarang namun paling sulit

ditangani. Birch et al pada tahun 1998 melaporkan bahwa prognosis tajam

penglihatan pada ambliopia deprivasi akibat katarak kongenital baik unilateral

ataupun bilateral dapat dimaksimalkan dengan ekstraksi katarak dan segera

dilanjutkan dengan koreksi optik dalam jangka waktu delapan minggu pertama

kehidupan. Wright et al pada tahun 1992 melaporkan dari 13 anak dengan katarak

kongenital unilateral yang menjalani ekstraksi katarak diusia sembilan minggu, lima

(38 %) diantaranya dengan kedua bola mata sejajar sampai follow-up satu tahun

dan 60 % diantaranya menunjukkan fusi sensoris yang baik.41,41,43

PENUTUP

60
Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan yang sering terjadi pada

anak-anak dan dewasa. Sebagian besar kasus disebabkan oleh strabismus,

anisometropia, dan kekeruhan media refrakta. Ambliopia deprivasi akibat media

yang keruh adalah bentuk ambliopia yang paling jarang ditemukan. Ambliopia

merupakan kelainan di tingkat korteks visual dimana dilaporkan terjadi perubahan

patologik dan fungsional pada nukleus genikulatum lateral.

Deteksi ambliopia kadang-kadang sangat sulit dilakukan terutama pada

anak-anak preverbal dan tidak kooperatif. Periode beberapa bulan setelah lahir

sampai usia 7-8 tahun adalah periode dimana penanganan ambliopia memberikan

hasil yang optimal. Namun, usia maksimal dimana penanganan ambliopia tidak

efektif lagi masih kontroversial. Ambliopia merupakan penyebab penurunan tajam

penglihatan unilateral tertinggi pada anak-anak padahal kelainan ini dapat dicegah

dan ditangani dengan deteksi dini dan terapi yang tepat.

Secara garis besar terdapat empat langkah primer dalam menangani

ambliopia, yaitu : koreksi setiap kekeruhan media refrakta, terapi setiap kelainan

refraksi, stimulasi penggunaan mata yang ambliopia, dan observasi ketat terapi yang

berjalan untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mengantisipasi rekurensi. Terapi

yang paling sering digunakan adalah terapi oklusi dan penalisasi atropine.

Dibutuhkan teknik khusus, kesabaran, dan kerjasama antara dokter dan orangtua

pasien dalam memutuskan dan menjalani terapi ambliopia. Ketika suatu terapi

gagal, tetap diperlukan pemeriksaan lengkap untuk mengantisipasi kemungkinan

adanya kelainan pada retina dan nervus optik yang tidak terdeteksi sebelumnya.

61
Penelitian penanganan ambliopia masih terus dilakukan untuk meningkatkan

strategi penanganan yang tepat sehingga meningkatkan keberhasilan terapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wright W, Kenneth. Visual Development and Amblyopia in Handbook of Pediatric


Starbismus and Amblyopia. 2nd edition, Springer, USA. 2006:103-133.

62
2. Wallace D. Amblyopia in Pediatric Ophthalmology. Springer. Berlin. 2009:33-45.

3. Taylor D, Hoyt CS, Repka MX. Amblyopia Management in Pediatric Ophthalmology


and Strabismus. 3rd edition. Elsevier. Toronto. 2005:862-7.

4. Clarke M. Modern Treatment of Amblyopia in Pediatric Ophthalmology,


Neuroophthalmology and Genetic. Springer. Berlin. 2006:37-48.

5. Liesegang J, Skuta GL. Diagnostic Techniques for Strabismus and Amblyopia in


Pediatric Ophthalmology and Strabismus, section 6, American Academy of
Ophthalmology, San Fransisco. 2008-2009:77-80.

6. Billson F. Normal Binocular Vision & Strabismus in Fundamentals of Clinical


Ophthalmology. BMJ Books. London.2003:5-6

7. Paysse E, Coats D. Amblyopia in Harley’s Pediatric Ophthalmology.5 th edition.


Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2005:123-36.

8. Stoutt A.U. Pediatric Eye Examination in Handbook of Pediatric Starbismus and


Amblyopia. 2nd edition, Springer, USA. 2006: 1-20.

9. Olver JO, Cassidy L. Visual Acuity in Children in Ophthalmology at a Glance.


Blackwell science. London. 2005:10, 46-50.

10. Preferred Practice Pattern Amblyopia. American Journal of Ophthalmology.2007.

11. Chia A, Dhirani M, Chan Y. Prevalence of Amblyopia and Strabismus in Young


Singaporean Chinese Children. Investigative Ophthalmology & Visual Science July
2010:3411-7.

12. Matsuo T, Matsuo C. Comparison of Prevalence Rates of Strabismus and


Amblyopia in Japanese Elementary School Children between the Years 2003 and
2005. Acta Medica Okayama 2007:329-34.

13. Woldeyes A, Girma A. Profile of Amblyopia at the Pediatric Ophthalmology Clinic of


Menilik II Hospital, Addis Ababa. Ethiop Journal Health 2008:201-5.

14. Matsuo T, Matsuo C, Matsuoka H. Detection of Strabismus and Amblyopia in 1.5


and 3 year-old Children by a Preschool Vision-screening Program in Japan. Acta
Medica Okayama 2007:9-16.

15. Robaei D, Rose K. Causes and Associations of Amblyopia in a Population-Based


Sample of 6-Year-Old Australian Children. Arch Ophthalmology June 2006;124:878-
84.

16. Pai S, Rose K, Leone J. Amblyopia Prevalence and Risk Factors in Australian
Preschool Children. Ophthalmology January 2012;119:138–144.

17. Wu C, Hunter D. Amblyopia: Diagnostic and Therapeutic Options. Ophthalmology


Januari 2006:175-184.

18. Ohlsson J, Sjostral J. Preschool Vision Screening : Is It Worthwhile ? in Pediatric


Ophthalmology, Neuroophthalmology and Genetic. Springer. Berlin. 2006:19-30.

63
19. Donahue SP. Screening for Pediatric Ophthalmologic Disorders in Pediatric
Ophthalmology. Springer. Berlin. 2009:61-82.

20. Stewart CE, Moseley MJ, Fielder AR. Refractive Adaptation in


Amblyopia;Quantification of Effect and Implications for Practice. Britihs Journal
Ophthalmology 2004;88:1552-1556.

21. Simon K. Amblyopia Characterization, Treatment, and Prophylaxis. Survey of


Ophthalmology March 2005;50:123-66.

22. Doshi N, Rodrigues M. Amblyopia. American Family Physician February 2007:362-


7.

23. Pediatric Eye Disease Investigator Group. The Clinical Profile of Moderate
Amblyopia in Children Younger than 7 Years. Arch Ophthalmol 2002;120:281–7.

24. Pediatric Eye Disease Investigator Group. A Randomized Trial of Patching


Regimens for Teatment of Moderate Amblyopia in Children. Arch Ophthalmology
2003;121:603-11.

25. Pediatric Eye Disease Investigator Group. A Randomized Trial of Prescribed


Patching Regimens for Treatment of Severe Amblyopia in Children. Ophthalmology
November 2003;110:2075–87.

26. Pediatric Eye Disease Investigator Group. A Randomized Trial to Evaluate 2 Hours
of Daily Patching for Strabismic and Anisometropic Amblyopia in Children.
Ophthalmology 2006;113:904-12.

27. William C. Unilateral Amblyopia in Evidance-Based Ophthalmology. BMJ Books.


London. 2004:81-85.

28. Agervi P, Kugelberg U, Kugelberg M. Treatment of Anisometropic Amblyopia with


Spectacles or in Combination with Translucent Bargerter Filters. Ophthalmology
February 2009;116:1475-1480.

29. Pediatric Eye Disease Investigator Group. Two-year follow-up of a 6-month


randomized trial of atropine vs patching for treatment of moderate amblyopia in
children. Arch Ophthalmol 2005;123:149-57.

30. Pediatric Eye Disease Investigator Group. A Randimized Trial of Atropine


Regiments for Treatment of Moderate Amblyopia in Children. Ophthalmology
November 2004:2076-2084.

31. Pediatric Eye Disease Investigator Group. A Randomized Trial of Atropine vs.
Patching for Treatment of Moderate Amblyopia in Children. Arch Ophthalmology
2002;120:268-78.

32. Pediatric Eye Disease Investigator Group. A randomized Trial of Atropine vs


Patching for Treatment of Moderate Amblyopia: Follow-up at Age 10 Years. Arch
Ophthalmol 2008;126:1039-44.

64
33. Pediatric Eye Disease Investigator Group. Impact of Patching and Atropine
Treatment on The Child and Family in The Amblyopia Treatment Study. Arch
Ophthalmol 2003;121:1625-32.

34. Pediatric Eye Disease Investigator Group. Pharmacological Plus Optical


Penalization Treatment for Amblyopia: Results of A Randomized Trial. Arch
Ophthalmol 2009;127:22-30.

35. Leiba H, Shinshoni M, Oliver M. Long-term Follow-up of Occlusion Therapy in


Amblyopia. Ophthalmology September 2001;108:1552–5.

36. Pediatric Eye Disease Investigator Group. Patching vs Atropine to Treat Amblyopia
in Children Aged 7 to 12 Years: a Randomized Trial. Arch Ophthalmology
2008;126:1634-42.

37. Pediatric Eye Disease Investigator Group. A Randomized Trial of tTreatment of


Amblyopia in Children Aged 7 to 17 Years. Arch Ophthalmol 2005;123:437-47.

38. Pediatric Eye Disease Investigator Group. Risk of Amblyopia Recurrence After
Cessation of Treatment. J Aapos 2004;8:420-428.

39. Flynn J, Woodruff G, Thompson. The Therapy of Amblyopia:an Analysis Comparing


the Result of Amblyopia Therapy Utilizing Two Pooled Data Sets. Tr.AM.Ophth
Science 1999:vol XCVII

40. Mohan K, Saroha V,Sharma A. Succesfull Occlusion Therapy for Amblyopia in 11 to


15-year-old Children. Journal of Pediatric Opht & Strab 2004;41:89-98.

41. Birch E, Stager E. The Critical Period for Surgical Treatment of Dense Congenital
Unilateral Cataract. Invest Ophth & Visual Science July 1996;37:1532-1538.

42. Wright K,Matsumoto E,Edelman P (1992) Binocular fusion and stereopsis


associated with early surgery for monocular congenital cataracts.Arch Ophthalmol
110:1607–1609

43. Taylor D (1998) The Doyne Lecture. Congenital cataract: the history, the nature and
the practice. Eye 12:9–36

44. Spalton, Hitching,. Visual Development in Atlas of Clinical Ophthalmology ed.3, on


CD ROM, Elsevier Mosby.2005

45. Anonim. Review : Dr. Patch “cling” Patch for Amblyopia . Available on :
http://www.amblyopiakids.com/. Accessed on May 23th 2012.

46. Silva ZF, Stein HA. Other Uses of Contact Lenses in Duane’s Clinical
Ophthalmology. Available on : http://www.oculist.net. Accessed on May 23th 2012.

47. Anonim. I Heard That There are New Drops to Treat Amblyopia. What do You Think of
Them ?. Available on : http://www.coopereyecare.com/. Accessed on May 23th 2012.

65

Anda mungkin juga menyukai