Anda di halaman 1dari 8

Pencegahan Meigs berpendapat bahwa kehamilan dapat mencegah terjadinya endometriosis.

Gejala-gejala endometriosis akan berkurang atau hilang pada waktu sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh karena itu sebaiknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapatkan anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hal tersebut tidak hanya merupakan profilaksis yang baik terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah endometriosis timbul.1

Pengobatan Pada pasien yang masih dalam fase reproduksi, endometriosis dikelola bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit, untuk membatasi progresifitas penyakit, dan untuk mengatasi masalah infertilitas jika hal tersebut yang menjadi masalah. Pada wanita muda yang masih produktif, pembedahan dilakukan secara konservatif, dengan tujuan menghilangkan jaringan endometrium dan menjaga indung telur tanpa merusak jaringan normal. Pada wanita yang sudah dalam fase menopause, histerektomi dan atau pengangkatan indung telur bisa menjadi pilihan. Akan tetapi pembedahan konservatif tidak akan menjamin bahwa endometriosis atau gejala endometriosis tidak akan relaps kembali, dan pembedahan dapat menginduksi perlengketan yang dapat mengakibatkan komplikasi.2 Pengobatan untuk endometriosis meliputi2: Pil Kontrasepsi Pil kontrasepsi memiliki sejumlah keuntungan, terutama pada endometriosis ringan atau sedang, yaitu: 1. Menurunkan beratnya menstruasi dan lama menstruasi, sehingga menurunkan jumlah produk menstruasi yang retrograd. 2. Memberikan efek desidual pada sel-sel endometriosis yang menghambat pertumbuhan endometriosis lebih lanjut. 3. Menurunkan level estrogen sirkulasi, terutama estradiol. Dengan menghambat fungsi ovarium, level estradiol darah umumnya lebih rendah daripada sebelum

mengkonsumsi pil kontrasepsi. Level estrogen yang lebih rendah akan menurunkan stimulasi hormonal sel-sel endometriosis. 4. Bila dikonsumsi terus menerus, pil kontrasepsi akan menghentikan perdarahan withdrawal episodik yang terjadi baik pada endometrium normal maupun implan endometrium. Pil kontrasepsi dapat diberikan 3-6 bulan.2

Gonadotropin-Releasing Hormon (Gn-RH) agonis dan antagonis. Obat golongan ini berfungsi untuk menghambat produksi ovarian stimulating hormon yang akan mencegah timbulnya menstruasi dan secara dramatis akan menurunkan kadar estrogen. Hal ini akan menyebabkan jaringan endometrium menyusut. Obat ini akan menimbulkan menopause buatan yang dapat mengakibatkan efek samping yang mengganggu, seperti hot flashes dan kekeringan pada vagina. Untuk mengurangi efek samping dari pengobatan Gn-RH agonis dan antagonis, dapat digunakan estrogen atau progestin dosis rendah bersama-sama dengan Gn-RH agonis dan antagonis.2

Danazol Obat ini berfungsi menghambat produksi ovarian stimulating hormon yang mencegah timbulnya menstruasi dan gejala endometriosis. Selain itu, Danazol juga akan menghambat pertumbuhan endometrium. Namun, Danazol sering tidak digunakan sebagai pilihan pertama untuk terapi endometriosis karena dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan seperti timbul jerawat dan pertumbuhan berlebihan rambut wajah.2

Medroksiprogesteron (Depo-Provera). Medroksiprogesteron efektif dalam menghentikan siklus menstruasi dan pertumbuhan jaringan endometrium, sehingga dapat meredakan gejala-gejala endometriosis. Efek samping penggunaan medroksiprogesteron yaitu penambahan berat badan, penurunan produksi massa tulang menurun dan perasaan depresi.2

Aromatase inhibitor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aromatase inhibitor secara signifikan dapat mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh endometriosis. Aromatase inhibitor bekerja dengan cara menghambat konversi hormon seperti testosteron dan androstenedion menjadi estrogen dan menghambat produksi estrogen dari jaringan

endometrium itu sendiri. Untuk mengurangi risiko terjadinya efek samping, seperti kehilangan massa tulang dan kista folikular, inhibitor aromatase harus digunakan dengan kombinasi agonis Gn-RH atau kontrasepsi oral estrogen-progestin.2

Bedah Konservatif Pembedahan konservatif bertujuan hanya untuk mengangkat jaringan endometrium yang mengalami pertumbuhan, mengurangi/ menghilangkan nyeri, mengambil jaringan parut dan menghilangkan perlengketan tanpa mengangkat keseluruhan organ reproduksi. Pembedahan konservatif dapat berupa laparoskopi dimana operator akan melihat rongga dalam perut melalui suatu selang kecil yang dimasukkan melalui sayatan kecil pada dinding perut. Pembedahan konservatif juga dapat berupa

laparotomi yang merupakan suatu prosedur pembedahan yang lebih ekstensif, perut disayat cukup panjang, periode penyembuhan yang lebih lama dibandingkan laparoskopi. Biasanya pada pasien yang menjalani pembedahan konservatif ini juga disertai dengan terapi hormonal.2

Histerektomi Dalam kasus endometriosis berat, akan dilakukan pembedahan untuk mengangkat rahim dan leher rahim (histerektomi total) serta kedua ovarium. Histerektomi saja tidak efektif dikarenakan estrogen yang diproduksi ovarium akan merangsang

endometriosis berulang dan menyebabkan rasa sakit yang menetap.Histerektomi total dianggap sebagai pilihan terakhir, terutama bagi perempuan yang belum mempunyai anak.2

Klasifikasi Endometriosis3 Menurut topografinya endometriosis dapat digolongkan, yaitu sebagai berikut : 1. Pembagian Atas 2 Golongan Endometriosis Interna

Endometriosis di dalam miometrium, lazim disebut dengan adenomiosis. Endometriosis Eksterna Endometriosis di luar uterus, lazim disebut dengan true endometriosis

2. Pembagian Atas 3 Golongan Endometriosis Genitalia Interna

Jika letaknya di dalam uterus dan disebut adenomiosis. Jika letaknya didalam tuba disebut adenomiosis ismika nodosa. Endometriosis Eksterna

Yaitu endometriosis yang terletak di dinding belakang uterus, dibagian luar tuba dan di ovarium. Endometriosis Eksterna Genitalis

Yaitu endometriosis yang terletak di pelvio-peritonium dan di cavum Douglasi, rektosigmoid, kandung kencing, umbilikus sampai pada kulit dan paru paru-paru.

Kelainan endometriosis paling sering ditemukan atau di jumpai di ovarium, ligamentum uterus (rotundum, sakrouterina, dan lantum), septum rekto-vaginal, peritoneum pelvis yang meliputi uterus, tuba, rektum, sigmoid, dan kandung kencing, yang kesemuanya disebut endometriosis pelvis.3

Sedangkan menurut Acosta6 klasifikasi endometriosis dapat dibagi menurut berat ringannya endometriosis, yaitu antara lain : 1. Ringan Yaitu endometriosis yang menyebar tanpa perlekatan pada anterior atau posterior cavum douglasi, peritonium pelvik, atau permukaan ovarium. 2. Sedang Endometriosis pada satu atau dua ovarium dengan parut dan retraksi atau endometrium kecil. Perlekatan minimal sekitar ovarium dengan ovarium yang mengalami

endometriosis. Endometriosis pada anterior atau posterior cavum Douglasi dengan parut dan

retraksi tanpa menyerang sigmoid. 3. Berat Endometriosis pada satu atau dua ovarium dengan ukuran lebih dari 2 x 2 cm2.6

Patofisiologi Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Seperti halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.4 Jaringan endometrium yang tumbuh di luar uterus terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut yang berasal dari infundibulum tuba falopii akan menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang terkena endometriosis.4 Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limfa, sehingga sel endometrial ini akan mengikuti aliran peredaran darah dan limfa tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya. Dimanapun lokasinya, sel endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron menjadi lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan mengalami nekrosis dan terjadi perdarahan di rongga pelvis.4 Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritoneum dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini akan menyebabkan nyeri yang tidak hanya di rongga pelvis tetapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, nyeri saat defekasi, nyeri saat berkemih, dan nyeri saat melakukan hubungan seks.4 Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus akan menyebabkan uterus mengalami posisi terbalik (retroversi), sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.4

PATOGENESIS Sampai saat ini belum ada satupun teori yang dapat menjelaskan terjadinya endometriosis yang dapat diterima oleh semua pihak. Beberapa teori yang menerangkan hal ini yaitu: teori transplantasi dan regurgitasi, teori metaplasia, teori induksi, teori hormonal, teori lingkungan (racun), teori genetik, teori imunologi.5

1. Teori transplantasi dan regurgitasi Teori ini dikemukakan oleh Sampson pada tahun 1927. Teori ini menjelaskan bahwa endometriosis terjadi karena darah haid mengalir balik melalui tuba ke dalam rongga pelvik (retrograde). Sel-sel endometriosis yang masih hidup (viable) ini kemudian mengadakan implantasi di peritonium. Tetapi teori ini tidak dapat menerangkan kasus endometriosis di luar rongga pelvis, seperti terjadi endometriosis di mata dan endometriosis yang terjadi pada tuba yang non paten.5

2. Teori metaplasia Teori metaplasia ini dikemukakan oleh Robert Meyer yang menyatakan bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel yang berasal dari sel epitel selomik pluripoten dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvik, sehingga terbentuk jaringan endometriosis. Teori ini didukung oleh penelitianpenelitian yang mutakhir. Teori ini dapat menerangkan terjadinya pertumbuhan endometriosis di toraks, umbilikus dan vulva.5

3. Teori induksi Merupakan perluasan dari teori metaplasia. Terdapat faktor biokimia endogen yang dapat menginduksi sel yang tak terbedakan (undifferentiated) di peritoneum dan
12,13

berkembang menjadi jaringan endometrium

. Studi eksperimental juga

membuktikan endometriosis dapat diinduksi dengan pemaparan pelvik terhadap peningkatan jumlah regurgitasi dari darah haid. Implantasi dari jaringan endometrium secara eksperimental juga menginduksi terjadinya endometriosis pada kelinci. 5

4. Teori hormonal Disamping itu terdapat faktor-faktor lain yang juga berperan dalam patogenesis terjadinya endometriosis, yaitu faktor endokrin. Teori ini menyatakan bahwa kehamilan telah lama diketahui dapat menekan risiko terjadinya endometriosis. Hal ini disebabkan rendahnya kadar FSH, LH dan E2 sehingga dapat menghentikan laju perkembangan endometriosis. Disamping itu pemberian hormon steroid seks dapat menekan sekresi FSH dan LH.5

5. Teori lingkungan (racun) Penelitian Rier dkk. menyebutkan faktor lingkungan juga memberikan pengaruh
17

pada perkembangan endometriosis , khususnya berhubungan dengan racun yang mempunyai efek pada hormon reproduksi dan respon pada sistem imun. Pada percobaan ini 79% dari kera-kera yang terpapar dioksin didapatkan endometriosis pada tubuhnya.5

6. Teori genetik Penelitian lain menyebutkan bahwa endometriosis merupakan penyakit yang diturunkan. Hal ini didapatkan dari laporan bahwa wanita dengan endometriosis seringkali berasal dari keluarga dengan insiden endometriosis yang tinggi.5

7. Teori imunologi Dmowski dkk. menduga bahwa ada faktor imunologik yang sangat berperan terhadap timbulnya endometriosis. Pada cairan peritoneum wanita dengan endometriosis ditemukan aktivitas sel makrofag yang meningkat, penurunan aktivitas natural killer cells dan penurunan aktivitas sel-sel limfosit. Makrofag akan mengaktifkan jaringan endometriosis dan penurunan aktivitas natural killer cells akan menyebabkan jaringan endometriosis terus tumbuh tanpa hambatan. Makin banyak regurgitasi darah haid, makin banyak pula sistem pertahanan tubuh yang terpakai. Pada wanita dengan darah haid yang sedikit, atau yang jarang haid, sedikit sekali ditemukan endometriosis.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S, Prof Dr, dkk. Endometriosis. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2008. 319-20. 2. Prawirohardjo, S, Prof Dr, dkk. Endometriosis. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2008. 320-5 3. Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Widya Medica: Jakarta. 4. Baziad A, Affandi B. Paduan penanganan endometriosis. BP FKUI. Jakarta 1997. 5. Simatupang, J, dr. Perubahan Imunologis pada Endometriosis Peritoneal. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang:3-5. 6. Spero, F Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams & Wilkins : Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai