Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS DISKUSI I Anak 5 Tahun dengan Vesikel 7 Hari

Kelompok 9 Rose Tio Bunga Rosmana Apolla Putera Septiana Mirra Pratiwi Saphira Evani Savina Umar Bakadam Selvi Dyah Ayu Hendriyani Shabila Shamsa Sheila Sesarya Junya Sherly Malini Soraya Iriyanti F Stantley Suci Wulandari Susanti Tannia Pradnya Paramitha Tiara Agustina ( 03012241 ) ( 03012243 ) ( 03012245 ) ( 03012247 ) ( 03012249 ) ( 03012251 ) ( 03012253 ) ( 03012255 ) ( 03012257 ) ( 03012259 ) ( 03012261 ) ( 03012263 ) ( 03012265 ) ( 03012267 ) ( 03012269 )

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 2013

BAB I PENDAHULUAN
Sebagai seorang dokter mempunyai tugas untuk menegakkan diagnosis. Dokter harus bisa membangun rapport (hubungan baik antara pasien dan dokter) dengan cara melakukan anamnesis. Karena dengan anamnesis yang baik dokter dapat memperkirakan penyakit yang diderita oleh pasien. Anamnesis harus dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus

mencakup semua hal yang diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. Sistematis anamnesis yaitu yang pertama menanyakan keluhan utama yaitu alasan pasien untuk datang ke dokter, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat hidup, tinjauan keluhan menurut sistem. Sebelum dilakukan anamnesis terlebih dahulu membuat identifikasi pasien yaitu identitas pasien untuk menghubungkan faktor resiko terhadap penyakit pasien. Setelah dilakukannya identifikasi pasien, anamnesis, pemeriksaan fisik maupun mental dapat dilakukan sesuai dengan hasil anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Untuk menegakkan diagnosis dan menghilangkan diagnosis banding, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa penyebab dari penyakit tersebut, misalnya bakteri yang menginfeksi kulit pasien dalam kasus tutorial kali ini secara spesifik.

BAB II LAPORAN KASUS

BAGIAN I : INFORMASI KASUS Judul Kasus: Anak 5 tahun dengan vesikel 7 hari Sesi I: Seorang ibu membawa anaknya perempuan bernama Dini berusia 5 tahun ke poliklinik tempat anda bekerja. Menurut ibunya, Dini sudah 7 hari mengalami kelainan kulit di daerah pipi, hidung, bibir atas kemudian menjalar ke perut dan paha, berupa gelembung berisi caian dengan ukuran macam-macam, karena digaruk gelembung-gelembung ini banyak yang pecah dan menimbulkan kerak. Dini juga mengeluh batuk-pilek sejak 2 minggu ini, oleh karena badannya sering panas, maka oleh ibunya, Dini tidak boleh mandi. Dini juga mengeluh sakit gigi dan tidur terganggu, rewel, dan nafsu makan berkurang. Pertanyaan: 1. Diskusikan masalah-masalah yang ditemukan pada Dini? 2. Menurut kelompok anda, apakah anamnesis yang sudah ada perlu dilengkapi lagi? Diskusikan dalam kelompok! 3. Diskusikan tanda fisik dan mental apa saja yang ditemukan? Dan diskusikan pula arti dari temuan fisik dan mental tersebut (berdasarkan terminologi yang ada)? 4. Pada pemeriksaan kulit ditemukan kelainan, diskusikan bagaimana menuliskan morfologi kulitnya? 5. Diskusikan pemeriksaan penunjang/ laboratorium apa yang diperlukan pada pasien ini? Jelaskan maksudnya!

2 Sesi II: Status Dermatologikus: Regio facialis, abdomen, femoralis tampak bula, hipopion ukuran lentikuler beberapa lesi dengan krusta kuning dan hitam, lesi berbentuk anuler. Hasil pemeriksaan laboratorium: Cairan bula dengan pewarnaan gram tampak streptococcus hemoliticus gram (+). Dari pemeriksaan intra oral: Terlihat karies yang dalam pada gigi 36, terlihat pulpa polip. Pertanyaan: 1. Diskusikan hasil pemeriksaan status dermatologikus dan status gigi yang ada. 2. Diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium. 3. Diskusikan diagnosis dan diagnosis banding untuk pasien ini. 4. Diskusikan prognosis pasien ini, serta jelaskan alasannya! 5. Sebutkan komplikasi dan gejala sisa.

BAB III PEMBAHASAN


Sesi I :
3.1. Masalah Masalah yang Ditemukan pada Pasien Pada kesehatan anak aloanamnesis > penting yaitu pemeriksaan melalui wawancara selain dari pasien. Pasien adalah seorang anak perempuan bernama Dini yang berusia 5 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan : Pasien sudah 7 hari mengalami kelainan kulit di daerah pipi, hidung, bibir atas, dan sudah menjalar ke perut dan paha. Kelainan kulit tersebut berupa gelembung berisi cairan, karena di garuk-garuk sehingga banyak yang pecah dan menimbulkan kerak. Selama 2 minggu terakhir, pasien juga mengalami demam dan batuk pilek. Pasien juga mengeluh sakit gigi dan tidur terganggu. Pasien rewel dan nafsu makan berkurang. 3.2. Anamnesis Anamnesis perlu dilengkapi lagi, dikarenakan masih banyak data yang belum dilengkapi. Data tersebut diantaranya adalah: a. Nama orang tua: Digunakan untuk kelengkapan data agar tidak tertukar dengan data pasien lain. b. Alamat: Untuk mengetahui keadaan lingkungan tempat tinggal pasien apakah memiliki faktor resiko dengan penyakit pasien. c. Umur, pendidikan, dan pekerjaan orangtua: Untuk pola pendekatan saat anamnesis. 4

d. Riwayat perjalanan penyakit: Lama keluhan / penyebaran, berat ringannya penyakit (mengetahui tingkat keparahan penyakit), di lingkungan pasien ada yang menderita penyakit yang sama atau tidak, dan upaya yang sudah dilakukan, misalnya dengan telah memberi pasien obat. e. Penyakit yang pernah diderita: Apakah penyakit yang sebelumnya memiliki hubungan dengan penyakit sekarang. f. Riwayat makanan: Mengetahui gizi anak yang diberikan sudah baik atau belum. g. Riwayat imunisasi: Mengetahui apakah pasien telah diberikan imunisasi dasar yang sudah lengkap atau belum, kemungkinan si pasien dapat mengalami gangguan pertahanan tubuh jika tidak diimunisasi secara lengkap. h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Apakah perkembangan dan pertumbuhan anak sehat atau terganggu. i. Riwayat keluarga: Mengetahui apakah di keluarga pasien ada yang menderita hal yang sama atau tidak seperti pasien. 3.3. Tanda Fisik dan Mental yang Ditemukan Pada pasien ditemukan vesikel vesikel yang telah membesar menjadi bula di wajah, yaitu di daerah pipi, hidung, bibir atas serta pada perut dan paha. Vesikel adalah gelembung kecil pada kulit yang berukuran < dari 0.5 cm, berisi cairan serosa, jika > dari 0,5 disebut bula. Keduanya termasuk kelainan pada kulit. Terlihat juga ada krusta kuning dan hitam sebagai kelainan sekunder akibat digaruk garuk oleh pasien itu sendiri. Suhu tubuh pasien juga meningkat sebagai respon dari terjadinya infeksi. Terlihat karies yang dalam pada gigi 36 bahwa itu menunjukkan adanya pulpa polip. 5

Pasien juga mengeluh bahwa tidurnya terganggu, nafsu makan berkurang, dan sering rewel. Keluhan ini merupakan reaksi mental pasien karena merasa terganggu dengan penyakitnya yang menimbulkan rasa sakit dan membuat pasien tidak nyaman. 3.4. Morfologi Kelainan Kulit Ditemukan kelainan antara lain : Terdapat vesikel yang kemudian menjadi krusta dan erosi Terjadi disekitar hidung dan mulut (facialis) Sering terjadi pada anak Makula merah-merah kemudian menjadi vesikel kecil (jernih) setelah 24 jam vesikel berwarna keruh dan menjadi pustula (vesikel berisi nanah), setelah 6 hari vesikel pecah dan menjadi krusta (cairannya kering dan bisa menularkan) Bentuk vesikelnya bermacam-macam (polimorf) Membesar (bula) Umumnya lentikular (0.5 cm)

vesikel 3.5. Pemeriksaan Penunjang / Laboratorium Pada kasus ini, pemeriksaan penunjang / laboratorium yang dapat digunakan adalah peme riksaan darah dan pemeriksaan vesikel dengan teknik Tzanck.

Pemeriksaan darah berguna untuk mengetahui jumlah tiap sel darah. Misalnya saja deng an jumlah sel darah putih atau leukosit, kita dapat mengetahui apa penyebab penyakit pasien dala m kasus ini, jika jumlah leukosit tinggi maka penyebabnya adalah terinfeksi oleh virus, dan apabila nilai leukosit rendah, maka penyebabnya adalah terinfeksi bakteri.

Pemeriksaan yang kedua adalah pemeriksaan vesikel dengan teknik Tzanck. Percobaan ini dilakukan dengan membuat sediaan hapus yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan untuk percobaan ini diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel berinti banyak.

SESI II : 3.1. Hasil Pemeriksaan Status Dermatologikus dan Status Gigi Untuk membuat diagnosis penyakit kulit dimulai dengan melihat aspek morfologi kelainan kulit dan melakukan pemeriksaan dan penentuan diagnosis yang perlu memperhatikan ukuran lesi, susunan atau bentuk kelainannya, serta penyebaran dan lokalisasi lesi. Dalam kasus ini, kelainan kulit yang didapat untuk lokalisasi dan penyebarannya termasuk ke dalam penyebaran generalisata, karena sudah tersebar pada sebagian besar tubuh, yakni pada regio facialis, abdomen, dan femoralis. Untuk ruamnya terdapat ruam primer dan sekunder, ruam primer yang ada adalah bula hipopion, dimana bula itu sendiri adalah vesikel yang berukuran lebih besar dan hipopion menunjukkan bahwa ada nanah yang mengendap di dasar gelembung.

Sedangkan ruam sekundernya adalah krusta kuning dan hitam, dimana krusta itu adalah cairan yang mengering, dan warna kuning berasal dari serum, dan hitam berasal dari darah. Untuk ukurannya terdapat bula berukuran lentikular, yaitu sebesar biji jagung. Dan untuk bentuk lesinya terdapat krusta berbentuk anular yaitu seperti lingkaran.

Bula hipopion Pada gigi Dini yang 36 (molar pertama kiri bawah tetap) ditemukan karies yang dalam meluas ke arah pulpa. Pulpa polip (pulpitis hiperplastik kronis) adalah suatu inflamasi pulpa produktif yang disebabkan pembukaan karies luas pada pulpa muda. Gangguan ini ditandai oleh perkembangan jaringan granulasi, kadang-kadang tertutup oleh epitelium dan disebabkan karena iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama. Ciri-ciri pulpa polip: berwarna merah tua, mudah berdarah, sensitive bila disentuh, terdapat pada gigi vital, dan sangat nyeri.

Pulpa polip 8

3.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Ditemukannya bakteri streptococus beta hemolitikus gram (+) pada apusan cairan bula. Merupakan salah satu tanda impetigo krustosa, kebanyakan bakteri yang menyerang manusia merupakan bakteri gram (+). Hal ini dapat ditentukan setelah meneteskan cairan fuchsin pada sediaan bakteri . 3.3. Diagnosis dan Diagnosis Banding Dari kasus tersebut, didapatkan diagnosis dan diagnosis bandingnya sebagai berikut: a. Diagnosis: Impetigo merupakan pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis). Klasifikasinya ada 2 bentuk, yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa. Jika dilihat dari kasus , baik dari hasil pemeriksaan laboratorium, gejala-gejala, dan sebagainya, Dini terkena impetigo krustosa, etiologi dari impetigo krustosa ini biasanya adalah bakteri streptococcus hemoliticus. Gejala klinis dari impetigo krustosa, antara lain: Tidak disertai gejala umum Hanya terdapat pada anak-anak Tempat predileksi di muka Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat pecah Krusta tebal berwarna kuning seperti madu Tampak erosi di bawahnya jika dilepaskan Sering menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah

b. Diagnosis Banding : Diagnosis bandingnya adalah ektima yang merupakan ulkus superfisialis dengan krusta di atasnya dan juga disebabkan oleh infeksi bakteri streptococcus hemoliticus dengan gejala klinis, sebagai berikut: Tampak krusta tebal berwarna kuning Berlokasi di bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma Jika krusta di angkat, ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal Jika dilihat antara impetigo krustosa dan ektima, keduanya memiliki persamaan, yaitu terdapat krusta kuning, sedangkan perbedaannya adalah bahwa impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi di muka, dan dasarnya ialah erosi, sedangkan pada ektima bisa terdapat pada anak maupun dewasa dan dasarnya ialah ulkus. 3.4. Prognosis Prognosis akan baik (bonam) jika pasien diberikan edukasi yang benar (menjaga kebersihan tubuh, minum obat dll). Jika diobati lebih dini berpotensi sembuh tanpa luka. Untuk krusta segera diberikan salep antibiotik. Pada pulpitis hiperplastik, prognosis akan baik bila diberikan perawatan endodontik. Prognosis mental seperti rewel, tidur terganggu, tidak nafsu makan akan baik jika pulpitis penyakit kulit sembuh. Sementara itu untuk demam, batuk dan pilek prognosisnya akan baik jika dilakukan pengobatan karena daya tahan tubuh meningkat seiring dengan kesembuhan penyakit 3.5. Komplikasi dan Gejala Sisa Ada beberapa komplikasi dari impetigo, yaitu: 1. Ektima Impetigo krustosa berada di lapisan epidermis. Apabila impetigo tidak diobati maka dapat meluas lebih dalam dan masuk ke lapisan dermis menjadi ektima. Ektima adalah pioderma pada jaringan kutan yang ditandai dengan adanya ulkus dan krusta tebal. 10

2. Selulitis Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang mengenai jaringan subkutan yang ditandai dengan eritema setempat, ketegangan kulit disertai malaise, menggigil, dan demam. 3. Poststreptococcal glomerulonephritis Poststreptococcal glomerulonephritis (PSGN). Peradangan pada ginjal dapat terjadi setelah infeksi dari streptococcal. Terjadi ketika antibodi yang dihasilkan sebagai hasil dari infeksi merusak struktur di ginjal (glomeruli) yang fungsinya memfilter zat-zat. Meskipun kebanyakan pada penderita dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas tetapi PSGN dapat menimbulkan kerusakan ginjal yang kronis. Gejala dan tanda dari PSGN biasanya timbul sekitar dua minggu setelah infeksi. Beberapa gejalanya adalah pembengkakan pada daerah muka biasanya di sekitar mata, urin yang meningkat, adanya darah dalam urin, hipertensi, kekakuan atau rasa nyeri pada sendi. Pada orang dewasa PSGN yang timbul cenderung memiliki gejalagejala yang lebih serius daripada anak-anak dan pada dewasa umumnya lebih kecil kemungkinan kesembuhan secara totalnya. Meskipun antibiotik dapat mengobati infeksi dari streptococcus tetapi antibiotik tidak mencegah PSGN. Gejala Sisa : Setelah sembuh tidak meninggalkan bekas sama sekali, kecuali jika pasien menggaruk bula-bula tersebut. Bula yang pecah akan meninggalkan skuama anular dengan bagian tengahnya eritema dan cepat mengering.

11

BAB IV KESIMPULAN
Penyakit yang diderita anak ini saling berhubungan satu sama lain. Anamnesis yang tepat dan diagnosa yang sejalan sangat menentukan untuk memecahkan kasus penyakit anak ini. Kelompok kami telah mendiagnosa anak ini mengalami kelainan kulit impetigo krustosa sebagai keluhan utama, penyakit gigi athropic hiperplastic chronic sebagai keluhan lain yang mengakibatkan anak rewel dan susah makan ,serta demam, batuk dan pilek sebagai salah satu penyebab penurunan daya tahan tubuh. Jika Dini ditangani dengan cepat dan tidak bandel (menggaruk-garuk luka), maka Dini akan sembuh dan tidak meninggalkan bekas luka.

12

BAB V DAFTAR PUSTAKA


1. Lubis DR. Makalah Varicella dan Herpes Zoster. Sumatera Utara: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran USU. 2008; p.8-9 2. Kurniawan, Martinus. Makalah Varicella Zoster pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran UPH. 2009; p.26 3. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013 4. Junnadi P, Soemasto AS, Amelz H. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1982 5. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto. 2003

Anda mungkin juga menyukai