Anda di halaman 1dari 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1.

PREEKLAMSIA
Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel (Cunningham, 2005) sehingga terdapat tanda-tanda hipertensi, edem dan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).Preeklamsia biasanya terjadi pada trimester ke-3 namun dapat terjadi sebelumnya, misalnya yang terjadi pada mola hidatidosa (Prawirohardjo, 2008).. Hipertensi merupakan gejala yang timbul lebih dahulu dan untuk menegakkan diagnosa maka tekanan sistole harus >30mmHg atau mencapai >140mmHg sedangkan diastole >15mmHg atau >90mmHg. Dalam penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak 6 jam pada saat istirahat (Prawirohardjo, 2008).. Edema merupakan penimbunan cairan dalam jaringan tubuh dan dapat diketahui dari pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Edem pritibial yang ringan sering ditemukan dalam kehamilan biasa sehingga tidak seberapa berarti dalam penentuan diagnosa preeklamsia (Prawirohardjo, 2008).. Proteinuria menandakan terdapatnya protein dalam urin >0,3 gr/l dalam urin 24 jam atau dalam pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2+ atau 1 gr/l atau lebih dalam urin yang dikeluarkan melalui kateter yang diambil 2 kali dalam jarak 6 jam (Prawirohardjo, 2008). Faktor Risiko : Kehamilan pertama Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi) Kehamilan kembar

Klasifikasi a. Preeklamsia Ringan Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin Edema pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan

b. Preeklampsia berat Tekanan darah sistolik 160 mmHg Tekanan darah diastolik 110 mmHg Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)

Etiologi

Trombosit < 100.000/mm3 Oliguria (< 400 ml / 24 jam) Proteinuria (> 3 g / L) Nyeri epigastrik Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat Perdarahan di retina Edema pada paru Koma

Sebab preeklampsia belum diketahui. Telah banyak teori yang mencoba menerangkan namun teori tersebut harus dapat menerangkan hal-hal berikut (Prawirohardjo, 2008).: 1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigrafiditas, kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa 2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan 3. Sebab terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus 4. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya 5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan ischaemia rahim dan plascenta (ischemaemia uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangakan semua hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut (Prawirohardjo, 2008). Patofisiologi
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, renin, dan aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat berlangsung. Pada pre-

eklampsia dan eklampsia, terjadi penurunan angiotensin, renin, dan aldosteron, tetapi dijumpai edema, hipertensi, dan proteinuria. Berdasarkan teori iskemia implantasi plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi, yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II, renin, dan aldosteron, spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannya garam dan air. Dampak terhadap janin, pada pre-eklapsia terjadi vasospasmus yang menyeluruh termasuk spasmus dari arteriol spiralis decidua dengan akibat menurunya aliran darah ke placenta. Dengan demikian terjadi gangguan sirkulasi fetoplacenta yang berfungsi baik sebagai nutrisi maupun oksigenasi. Pada gangguan yang kronis akan menyebabakan gangguan pertumbuhan janin didalam kandungan karena pemberian karbohidrat, protein, dan faktorfaktor pertumbuhan lainnya yang seharusnya diterima oleh janin

Perubahan Fisiologi Patologik a. Perubahan pada plasenta dan uterus

Menurunya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi dapat terjadinya gangguan pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan gawat janin karena kurangnya oksigenasi. Kenaikan tonus otot uterus dapat terjadi pada preeklamsia sehingga dapat terjadi partus prematur (Prawirohardjo, 2008).. Kehidupan janin sangat tergantung pada keadaan plasenta. Kesanggupan plasenta memberikan nutrisi dan gas yang dibutuhkan janin tergantung kepada aliran darah ke plasenta. Kegagalan invasi trofoblas gelombang kedua menyebabkan sebagian arteri spiralis terutama dalam lapisan miometrium tidak mengalami dilatasi sehingga terjadi hipoperfusi endotel dan darah ke plasenta darah ibu. dan menyebabkan endotel aktivasi/disfungsi dan fibrolisis. b. Perubahan pada ginjal Perubahan pada ginjal disebabkan aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan proteinuria dan retensi garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamilan penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan dengan demikian juga retensi air. Peranan kelenjer adrenal dalam retensi garam dan air belum diketahui benar. Fltrasi glomerulus pada preeklamsia dapat menurun sampai 50% dari normal sehingga menyebabkan diuresis turun. Pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria. Pada ginjal terjadi kelainan glomerulus dimana sel endotel mengalami hipertropi dan pembengkakan yang disebut glomeruloendoteliosis. Klierens glomerular asam urat menurun sehingga kadar asam urat di dalam darah meningkat. Kerusakan endotel menyebabkan albumin bocor melalui glomerulus dan keluar melalui urine pembuluh Aktivasi

menyebabkan dan memberikan kontribusi terhadap terjadinya kelainan koagulasi

(proteinuria) dan albumin juga keluar dari pembuluh darah (ekstravasasi) ke ruang intersisisal sehingga terjadi hipoalbunemia sehingga tekanan onkotik menurun dan terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi. Pada kehamilan normal terjadi hipercalciuria, pada pre eklamsia/eklamsia sebaliknya terjadi hipocalciuria. Natrium juga bisa terganggu sehingga terjadi retensi dan edema (Prawirohardjo, 2008). c. Perubahan pada retina Pada preeklamsia tampak edema retina, spasme setempat atau menyeluruh pada satu atau beberapa arteri namun jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Retinopati arteriosklerotik pada preeklamsia akan terlihat bila adanya penyakit hipertensi yang menahun. Spasme arteri retina yang nyata menunjukan adanya preeklamsia berat. Pada preeklamsia pelepasan retina oleh karena edema intraokuler merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera. Biasanya retina akan melekat kembali dalam dua hari sampai dua bulan setelah persalinan. Gangguan penglihatan secara tetap jarang ditemukan. Skotoma, diplopia, dan ambliopia pada preeklamsia merupakan gejala yang menunjukan akan terjadi eklamsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah di dalam pusat penglihatan di kortek serebri atau retina (Prawirohardjo, 2008). d. Perubahan pada otak Resistensi pembuluh darah pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi pada preeklamsia Namun aliran ke otak dan pemakaian oksigen pada preeklamsia tetap dalam tetap dalam atas normal. Pada umumnya semua jaringan mempunyai autoregulatian untuk mengatur perfusi darah ke jaringan termasuk otak. Bila tekanan darah melebihi batas, autoregulasi tidak dapat bekerja sehingga jaringan akan mengalami perubahan, endotel akan mengalami kebocoran yang mengakibatkan plasma darah dan eritrosit akan keluar dari pembuluh darah ke jaringan ekstravaskuler dan akan terjadi perdarahan bercak atau perdarahan intrakranial. e. Perubahan pada paru-paru

Edema pulmonum dapat terjadi pada preeklamsia yang bersifat kardiogenik atau non kardiogenik . Hal ini biasanya timbul pada waktu post partum. Edema pulmonum bisa terjadi karena pemberian cairan yang berlebihan. Tekanan onkotik yang menurun karena albuminemia, penggunaan kristaloid untuk menggantikan transfusi darah dan sintesis albumin yang menurun dari hati. Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita preeklamsia. Komplikasi ini biasanya disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri (Prawirohardjo, 2008). f. Metabolisme air dan elektrolit Hemokonsentrasi yang menyertai preeklamsia/eklamsia tidak diketahui sebabnya. Terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial, diikuti oleh kenaikan hematokrit, protein serum meningkat dan bertambahnya edema menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah meningkat, waktu peredaran tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah di berbagai aliran tubuh mengurang, dengan akibat hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukur an tentang berhasilnya pengobatan. Jumlah air dan natrium pada penderita preeklamsia lebih banyak daripada wanita hamil biasa. Kadar kreatinin dan ureum pada preeklamsia tidak meningkat kecuali jika oliguria atau anuria. Protein serum total, perbandingan albumin globulin dan tekanan osmotik plasma menurun pada preeklamsia, kecuali pada penyakit berat dengan hemokonsentrasi (Prawirohardjo, 2008).. g. System kardiovaskuler Volume plasma pada preeklamsia menurun dengan penyebab yang tidak diketahui. Timbulnya hipertensi karena pelepasan vasokontriktor yang dihasilkan sebagai kompensasi terhadap hipoperfusi darah pada uterus. Pada preeklamsia terjadi kenaikan cardiac output dengan peningkatan tahanan perifer yang tidak sesuai. Terjadinya hipertensi disebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang menyebabkan resisitensi vaskuler perifer meningkat. Vasokontriksi terjadi karena hiperesponsif dari pembuluh darah terhadap vasokontiktor terutama terhadap

angiotensin II. Endotel menghasilkan sitokin yang menurunkan aktivitas antioksidan (Prawirohardjo, 2008).

h. Aktivasi trombosit Trombosit memegang peranan penting dalam menjaga integritas pembuluh darah dengan menutup luka dimana terjadi kerusakan endotel. Jika ada kerusakan endotel, sistem koagulasi dan trombosit akan diaktivasi. Trombosit akan melekat (adhesi) dengan membran basalis yang terpapar, kemudian akan terjadi agregasi trombosit kemudian terbentuk plak trombosit - fibrin (thrombus) disekitar luka dan restraksi bekuan sehingga luka benar-benar tertutup. Pada kehamilan dibutuhkan jumlah trombosit yang lebih besar. Pada preeklamsia jumlah kebutuhan ini lebih besar lagi karena adanya kerusakan endotel. Kerusakan endotel menyebabkan aktivasi trombosit dilanjutkan dengan agregasi dan pembentukan trombus. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi maka jumlah trombosit akan menurun dan menimbulkan sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated, Liver enzym, Low platelet). Meningkatnya ekspresi CD63 pada trimester I merupakan faktor resiko akan terjadinya pre eklamsia terutama bila disertai dengan peningkatan tekanan darah diastolik. Diagnosis Diagnosis awal harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan

mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Pada umumnya diagnosis preeklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda utama, yaitu hipertensi, edema dan proteinuria. Dan pada eklamsia ditandai dengan adanya hipertensi dan kejang. Hal in berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan kendatipun ditemukan tersendiri. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan uji diagnositik pada preeklamsia. 1 1. Uji diagnostik dasar
10

a. Pengukuran tekanan darah b. Analisis protein dalam urin c. Pemeriksaan edema d. Pengukuran tinggi fundus uteri e. Pemeriksaan funduskopik 1 2. Uji laboratorium dasar a. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi) b. Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya). c. Pemeriksaaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin). Penatalaksanaan Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklamsia adalah (Cunningham, 2005): 1 1. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya. 2 2. Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang. 3 3. Pemulihan sempurna kesehatan ibu. Penanganan menurut berdasarkan klasifikasinya : 1. Preeklamsia Ringan Pengobatan hanya bersifat simtomatis selain rawat inap, maka penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat di tempat tidur, diit rendah garam. Diuretika dan obat anti hipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala preeklamsia berat. Dengan cara tersebut preeklamsia ringan jadi tenang dan hilang, ibu hamil dapat dipulangkan dan diperiksa ulang sering dari biasa.

11

Preeklamsia Berat a. Kehamilan kurang dari 37 minggu 1) Berikan suntikan sulfas magnetikus dengan dosis 8 gr

intramuskular, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskular setiap 4 jam. 2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas megnestikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai kriteria preeklamsia ringan 3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada preeklamsia ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala. 4) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan

b. Kehamilan lebih dari 37 minggu Rawat inap a. Bed rest dan ditempatkan dalam kamar isolasi b. Berikan diet rendah garam dan tinggi protein c. Berikan suntikan sulfus magnesikus 8 gr intramuskular d. Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam e. Infus dektrosa 5% dan Ringer laktat Anti hipertensi Diuretika diberikan bila terdapat edem Segera pemberian sulfas magnestikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10

12

satuan dalam infus tetes. Jangan berikan methrgin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri Kala II dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forsep, jadi ibu dilarang untuk mengedan Bila ada indikasi obsetrik dilakukan seksio sesarea

Pada penderita yang masuk ke rumah sakit sudah dengan tanda dan gejala preeklamsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut sudah diatasi, dapat dipikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah terjadinya bahaya eklamsia. Pencegahan terjadinya eklamsia : 1. Larutan sulfas magnesikus 40 % sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikan secara intramuskular. 2. Klorpromazin 50 mg intramuskular 3. Dizepam 20 mg intramuskular. Penggunaan obat hipotensif pada preeklamsia berat perlu dilakukan karena dengan menurunkasn tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20% secara intravena.

13

Komplikasi Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia. Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada preeklamsia berat dan eklamsia (Prawirohardjo, 2008): 1) Solusio plasenta Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklamsia. 2) Hipofibrinogenemia Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala. 3) Hemolisis

14

Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklamsia dapat menerangkan ikterus tersebut. 4) Perdarahan otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsia. 5) Kelainan mata Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri. 6) Edema paru-paru Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-paru. 7) Nekrosis hati Nekrosis periportal hati pada preeklamsia/eklamsia merupakan akibat vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia, tetapi ternyata juga dapat ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.

8) Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat

15

lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom (Manuaba, 2007). 9) Kelainan ginjal Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal. 10) Komplikasi lain Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang- kejang pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular cogulation). DIC adalah penyakit gangguan sistem koagualsi terutama gangguan thrombin. Karekteristik dari DIC adalah meningkatnya produksi thrombin dalam pembuluh darah disertai dengna meningkatnya keluar-masuk fibrinogen dan trombosit. Gejala DIC mirip dengan sindroma HELLP dimana terjadi gangguan thrombin tetapi pada mikroangiopati gangguan utama adalah pemakaian trombosit meningkat, tetapi kadar fibrinogen normal dan tidak ada koagulopati. 11) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

16

II.2. Solusio Plasenta


Pengertian Solusio plasenta merupakan pemisahan plasenta yang berimplantasi pada tempat yang normal kebanyakan dan terjadi pada trimester ke III, juga bisa terjadi pada setiap waktu setelah kehamilan 20 minggu (Prawirohardjo, 2007). Solusio plasenta adalah: pelepasan sebagian atau seluruhnya plasenta dari tempatnya berimplantasi sebelum anak lahir.Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu. Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablation plasentae, abruption plasentae, accidental hemorrhage dan premature separation of the normali implated placent (Prawirohardjo, 2007).

17

Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa solusio plasenta merupakan lepasnya plasenta dari tempatnya yang normal dan pelepasan terjadi pada saat janin belum lahir. Etiologi faktor pencetus predisposisi terjadinya adalah: Hamil pada pada usia tua diatas 35 tahun, Mempunyai tekanan darah tinggi., Bersamaan dengan terjadinya pre eklamsia dan eklamsia., Dan trauma langsung lainya., Tali pusat yang pendek Gejala klinisnya Perdarahan dengan rasa sakit, Perut terasa tegang, Gerakan janin berkurang/tidak terasa lagi bergerak, Pada palpasi gerakan janin sulit diraba., Auskultasi jantung janin (-) / tidak terdengar, Dinding perut sakit, Pada pemeriksaan dalam, ketuban tegang dan menonjol,Uterus terjadi ganguan kontraksi dan atonia uteri.

Komplikasi a. Komplikasi pada ibu Perdarahan dapat menimbulkan : Variasi turunya tekanan darah sampai keadaan syok. Perdarahan tidak sesuai dengan keadaan penderita yang anenis bahkan sampaisyok. Keadaan bervariasi dari baik sampai koma, Gangguan pembekuan darah dapat menimbulkan : Masuknya tromboplastin kedalam sirkulasi darah yang menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan disertai hemolisis. Terjadi penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat mengganggu pembekuan darah. Oliguria terjadi sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan produksi urin makin berkurang, perdarahan postpartum, Pada solusio plasenta sedang sampai berat terjadi infiltrasi darah kedalam otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena atonia uteri. Kegagalan pembekuan darah dapat menambah beratnya perdarahan.

18

b. Komplikasi pada janin yang dikandung Perdarahan yang tertimbun dibelakang plasenta dapat mengganggu sirkulasi darah janin, sehingga dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai berat, juga dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan.

19

Anda mungkin juga menyukai