Anda di halaman 1dari 3

Mewaspadai Penyimpangan Anggaran Pendidikan

INDIKATOR penuntasan wajib belajar 9 tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK). Program pemerintah sejak tahun 2005 tentang dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) naik secara signifikan sejak tahun 2009 dengan SD/SLB di kota Rp 400 ribu per siswa dalam satu tahun, di Kabupaten Rp 397 ribu per siswa dalam satu tahun, sedangkan untuk SMP, SMPLB, dan SMPT di kota Rp 575.000 per siswa dalam satu tahun, dan SMP/SMPLB/SMPT di Kabupaten Rp 570 ribu per siswa dalam satu tahun, termasuk BOS Buku yang diterima oleh sekolah dan dihitung berdasarkan jumlah siswa. Kenaikan dana BOS sejak 2009, skala prioritas adalah untuk pengadaan buku dan disebut BOS Buku, dialokasikan dari dana BOS, yaitu buku yang hak ciptanya dibeli/dibayar oleh pemerintah, sesuai Permendikbud No.2 Tahun 2008 tentang Buku 145 Judul Buku yang hak ciptanya dibeli/dibayar pemerintah. Setiap siswa harus memiliki satu buku satu siswa kali jumlah mata pelajaran, dapat dibawa pulang untuk dipelajari dan dikembalikan setiap akhir tahun per semester dan disimpan di ruang perpustakaan sekolah menjadi barang inventaris sekolah. Perbelanjaan buku oleh masing masing sekolah dapat dilakukan secara berkala, sesuai dengan besaran dana BOS yang diterima masing masing sekolah. Penyerapan pos-pos dana BOS di setiap sekolah diwajibkan dibuat pada papan tulis pengumuman penyerapan anggaran setiap triwulan, agar dapat diketahui oleh umum dan ditanda-tangani oleh kepala sekolah selaku kuasa pengguna anggaran, bendahara BOS selaku tertib administrasi, dan ketua komite sekolah selaku yang mewakili masyarakat dan atau publik. Penyerapan anggaran BOS di sekolah yang tidak berpedoman terhadap juklak/juknis yang ditentukan oleh pemerintah dianggap sebagai bentuk penyimpangan, dan dapat dikenakan sanski, administrasi sanksi hukum, dan bahkan pidana sesuai dengan besaran kesalahannya. Mencermati hal tersebut di atas, maka sangat jelas tidak ada lagi pembebanan Buku (BOS Buku) dan peralatan sekolah lainnya terhadap sekolah SD/SLB, SMP, SMPLB, dan SMPT (pendidikan 9 tahun) di seluruh Indonesia yang menerima kebijakan BOS yang bersumber dari APBN. Selain dana BOS, kebijakan pendanaan pendidikan dari APBD Provinsi, Kabupaten, dan Kota, disebut dengan Bantuan Operasional Pendidikan (BOP). Seperti sekolah di Jakarta, SD/SLB menerima Rp 60.000/siswa per bulan atau setara dengan Rp 720.000/siswa per tahun dan SMP, SMPLB, SMTP sebesar Rp 110.000 per bulan atau setara dengan Rp 1.330.000/siswa per tahun. Kebijakan tersebut dikarenakan pendanaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, daerah dan masyarakat.

Meski BOS buku dan peralatan sekolah telah ditanggung oleh dana BOS dan BOP, namun masih ada lagi kebijakan pemerintah pusat dan daerah demi terselenggaranya pendidikan gratis wajib

belajar (wajar) sembilan tahun, yakni berupa DAK, DASK, Block Grand, CSR, CD, dan sumber dana lainnya. Salah satu contoh anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK), anggaran dana DAK terdiri dari dua (2) jenis penyerapannya yakni, Dana Fisik untuk pembangunan gedung, rehabilitasi gedung sekolah, perpustakaan, dan lain-lain. Sementara penyerapan dana Non fisik yakni, Buku Pengayaan Rp 30 juta, Buku Refrensi Rp 22 juta, pengadaan peralatan siswa, KIT Multi Media, dan lain-lain. Sehingga sekolah yang pernah menerima DAK dan sekolah yang pernah menerima anggaran lain seperti Block Grand, DASK, CSR, CD, dan anggaran lain di luar dari dana BOS yang diterima, akan sangat berbeda besaran anggaran BOS yang dikeluarkan, karena sebagian dari penyerapan dana BOS terlenih lagi untuk BOS Buku dan peralatan KIT Multi Media sekolah telah dibebankan atau ditanggung oleh dana DAK. Setiap tahun pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, telah menerima anggaran DAK, dan bahkan hampir seluruh sekolah SD/SLB, SMP/SMPLB, SMTP, penerima BOS telah menerima DAK sesuai dengan rekapitulasi sekolah yang dimohonkan daerah ke pusat yang dihitung secara berkala atau bertahap. Apabila sudah terpenuhi dari tahun ke tahun, maka seluruh sekolah di daerah provinsi, kabupaten dan kota, telah menerima DAK, Block Grand, CD, CRS, dan anggaran lainnya. Kemudian pada tahun 2011, pemerintah pusat kembali menaikkan anggaran dana BOS secara signifikan, dan menerbitkan Permendiknas No.60 Tahun 2011 Sekolah yang melakukan pemungutan/pembiayaan terhadap siswa/siswi SD/SLB, SMP/SMPLB, SMPT dianggap sebagai tindak pidana, karena sepenuhnya telah ditanggung oleh pemerintah. Maka dapat diambil kesimpulan, barang-barang inventaris sekolah termasuk asset sekolah telah terpenuhi oleh kebijakan BOS, BOP, DAK, DASK, Bolck Grand, CD, CSR, dan sumber lainnya, di masing-masing sekolah, terutama sekali untuk BOS Buku, peralatan sekolah, KIT Multi Media, yang sepenuhnya ditanggung oleh dana BOS dan Dana BOP, dan atau Bantuan Operasional Daerah (BOSDA) di daerah. Dengan kebijakan BOS, BOSDA, DAK, DAU, Block Grand, CD, CSR, tidak ada lagi alas an sekolah SD/SLB, SMP/SMPLB, SMTP melakukan pembebanan biaya terhadap siswa dalam proses belajar mengajar 9 tahun di seluruh Indonesia. Untuk menghindari terjadinya pungli di sekolah SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMTP, seluruh sekolah penerima BOS diwajibkan membuat spanduk yang bertuliskan Sekolah menyelenggarakan pendidikan Gratis bagi seluruh siswa sejak tahun 2009, sebagaimana tertuang pada buku pedoman Dana BOS.

Meskipun pemerintah pusat dan provinsi, kabupaten dan kota, telah membuat kebijakan BOS, BOSDA, DAK, DASK, Block Grand, CD, dan CSR untuk menuntaskan wajib belajar Sembilan tahun SD/SLB, SMP/SMPLB, SMTP, masih ada lagi kebijakan pemerintah pusat dan daerah membuat kebijakan pengadaan barang/jasa berupa pengadaan buku, pengadaan komputer, pengadaan peralatan siswa/siswi, KIT Multi Media, dan bahkan merubah sistem dan pedoman penyerapan anggaran yang ditetapkan pemerintah. Salah satu contoh yang sangat bertentangan dan sarat dengan KKN, adalah Kota Tangerang Selatan yang mewajibkan sekolah membuat spanduk bertuliskan Sekolah Menyelenggarakan Pendidikan Gratis Bagi Siswa Miskin/Tidak Mampu, maka bagi siswa yang mampu dapat dikenakan pungutan, lalu diperkuat lagi dengan Perwal No.3 Tahun 2010 dan Perwal No.36 Tahun 2009 Sekolah Dapat Melakukan Pungutan Suka Rela. Arti daripada sukarela adalah sesuka siswa memberikan, namun pada kenyataannya dipatok hingga mencapai jutaan rupiah. Ironisnya, sekolah SDN dan SMPN masih menjual buku terhadap siswa, sebagaimana yang terjadi di SDN dan SMP 9 di Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, pada tahun 2011. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Tangerang pada tahun 2009, telah mengalokasikan APBD untuk pengadaan buku dan alat tulis sekolah SD/SMP sebesar Rp 4,9 miliar, dan pengadaan komputer dan alat tulis siswa Rp 954 juta. Namun ketika dikonfrmasi secara tertulis, jenis buku, harga HET, ketebalan, hak cipta sebagaimana yang disyaratkan dalam Permendikbud No.2 Tahun 2008 tentang Buku, ternyata tidak dapat dibuktikan. Ironisnya lagi, salah seorang staf Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, hanya menunjukkan Buku BSE yang ditanggung atau dibeli oleh dana BOS, sehingga diduga kuat anggaran tersebut fiktif. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, di mana kebijakan DAK 2012 diprioritaskan untuk pembangunan ruang perpustakaan, dan menyarankan kepada setiap sekolah agar menyetorkan anggaran BOS sekitar 30% (pada tahun 2013) untuk pengadaan buku di ruang perpustakaan. Sehingga sangat jelas dan nyata bahwa BOS Buku yang bersumber dari dana BOS, dan Buku yang bersumber dari DAK, DASK, Block Grand, CD, CSR, dan sumber lainnya tidak diketahui sejauhmana keberadaannya. Oleh: Ganda Tampubolon, Aktivis LSM PPPNRI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai