Ironisnya adalah, setiap program bantuan miskin yang digulirkan selalu terbentur pada
masalah serupa. Yang berhak mendapat, terabaikan. Sedangkan yang tidak berhak,
justeru mereka yang mendapat akses.
Pada akhirnya banyak yang berkesimpulan, segala bentuk bantuan untuk mengentaskan
kemiskinan adalah program mubazir yang selayaknya dihilangkan atau diganti dengan
program yang lebih bisa tepat sasaran.
Tapi, pendapat itu bukanlah solusi yang tepat. Negara Indonesia adalah negara yang
masih berkembang dimana tingkat kemiskinannya masih cukup tinggi dan memang perlu
sokongan dan bantuan pemerintah dengan program-program yang dititikberatkan untuk
mengentaskan kemiskinan di segala bidang. Baik itu pendidikan, kesehatan,
perekonomian bahkan ke tingkat penataan populasi penduduknya.
Bisa jadi, data itu berasal dari data lama sesuai catatan data miskin yang sudah ada dan
tanpa diperbaharui lagi, data itu kemudian keluar. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dan
keadaan yang bisa merubah taraf kemiskinan berubah sesuai perkembangan. Maka hal
yang paling bijaksana adalah, benahi BSM, Verivikasi data langsung ke lapangan, pilih
petugas pendata dari masyarakat atau pekerja sosial yang netral dan lakukan pendataan
secara door to door.
KIP sendiri merupakan kartu yang ditujukan bagi keluarga miskin dan rentan miskin yang
ingin menyekolahkan anaknya yang berusia 7-18 tahun secara gratis. Mereka yang
mendapat KIP ini akan diberikan dana tunai dari pemerintah secara reguler yang
tersimpan dalam fungsi kartu KIP untuk bersekolah secara gratis tanpa biaya. Program
KIP sendiri akan ditujukan pada 15,5 juta keluarga kurang mampu di seluruh Indonesia
yang memiliki anak usia sekolah 7 hingga 18 tahun baik yang telah terdaftar maupun
yang belum terdaftar di sekolah maupun madrasah. Dengan program KIP ini diharapkan
angka putus sekolah bisa turun dengan drastis.
Program ini sendiri ditujukan untuk menghilangkan hambatan ekonomi siswa untuk
bersekolah, sehingga nantinya membuat anak-anak tidak lagi terpikir untuk berhenti
sekolah. Selain menghindari anak pustus sekolah, program KIP ini juga dibuat untuk bisa
menarik kembali siswa yang telah putus sekolah agar kembali bersekolah. Bukan hanya
tentang biaya administrasi sekolah, program ini juga bertujuan untuk membantu siswa
memenuhi kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran. Lebih luas lagi, program dalam KIP
ini juga sangat mendukung untuk mewujudkan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
9 Tahun dan Pendidikan Menengah Universal/Wajib Belajar 12 Tahun.
Kartu Indonesia Pintar (KIP) diberikan sebagai penanda dan digunakan untuk menjamin
serta memastikan seluruh anak usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga pemegang KKS
untuk mendapatkan manfaat Program Indonesia Pintar bila terdaftar di Sekolah,
Madrasah, Pondok Pesantren, Kelompok Belajar (Kejar Paket A/B/C) atau Lembaga
Pelatihan maupun Kursus.
Untuk tahap awal di 2014, KIP telah dicetak untuk sekitar 160 ribu siswa di sekolah
umum dan juga madrasah di 19 Kabupaten/Kota. Untuk 2015, diharapkan KIP dapat
diberikan kepada 20,3 juga anak usia sekolah baik dari keluarga penerima Kartu Keluarga
Sejahtera (KKS) atau memenuhi kriteria yang ditetapkan (seperti anak dari keluarga
peserta PKH).
KIP juga mencakup anak usia sekolah yang tidak berada di sekolah seperti Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti anak-anak di Panti Asuhan/Sosial, anak
jalanan, dan pekerja anak dan difabel. KIP juga berlaku di Pondok Pesantren, Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat dan Lembaga Kursus dan Pelatihan yang ditentukan oleh
Pemerintah.
KIP mendorong pengikut-sertaan anak usia sekolah yang tidak lagi terdaftar di satuan
pendidikan untuk kembali bersekolah.
Penerima BSM dari Pemegang KPS yang telah ditetapkan dalam SP2D 2014
Anak usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga pemegang KPS/KKS yang belum ditetapkan
sebagai Penerima manfaat BSM
Siswa/santri (6-21 tahun) dari Pondok Pesantren yang memiliki KPS/KKS (khusus untuk
BSM Mandrasah)
Anak usia sekolah (6-21 tahun) yang terancam putus sekolah karena kesulitan ekonomi
dan/atau korban musibah berkepanjangan/bencana alam melalui jalur FUS/FUM;
Anak usia sekolah yang belum atau tidak lagi bersekolah yang datanya telah dapat
direkapitulasi pada Semester 2 (TA) 2014/2015.
Meski telah mengantongi data penerima KIP, pemerintah tetap saja mendapat sejumlah
kritikan karena data yang dipakai dinilai sudah tidak sesuai sebab merupakan data lama.
Menanggapi hal tersebut Menteri Kebudayaan dan Pendidikan, Dasar Menengah Anies
Baswedan mengakui data yang digunakan saat ini masih menggunakan data lama yang
berbasis sekolah. Namun ke depan pastiny akan diubah dan diperluas dengan
menggunakan data berbasis keluarga. Anies sendiri sudah memahami bahwa konsep
Kartu Indonesia Pintar bukan hanya menjangkau siswa miskin saja, tetapi anak yang
belum memasuki usia sekolah yang orangtuanya berekonomi miskin. Menteri Anies juga
menjelaskan bahwa dengan konsep data berbasis keluarga, nantinya KIP akan lebih
banyak menyasar anak usia sekolah yang bisa mendapatkan fasilitas pendidikan, baik
formal maupun non-formal.