Anda di halaman 1dari 6

Dzila Sabilani Mustaqimah

Fitria Noor Fatima


Kiki Amalia

Bantuan Operasional Sekolah (BOS)


Adalah bantuan pendidikan berbentuk dana yang diberikan kepada sekolah dan madrasah
untuk kepentingan nonpersonalia. Dana BOS diberikan berdasarkan jumlah siswa yang
dimiliki sebuah sekolah. Saat ini, dana BOS terbagi menjadi dua, yaitu BOS yang berasal
dari pemerintah pusat dan dana BOS yang berasal dari pemerintah daerah. Dana BOS
pertama kali dikeluarkan pada bulan Juli 2005.
Berapa Jumlahnya? Lalu, berapakah jumlah dana BOS yang diterima oleh sekolah?
Jumlahnya adalah tergantung dari jumlah siswa yang ada di sekolah
bersangkutan.Hitungannya, jumlah dana BOS yang diterima sekolah adalah jumlah siswa
dikalikan angka rupiah untuk jenjang sekolah, yaitu SD atau SMP Untuk jenjang SD,
jumlah dana BOS diberikan kepada sekolah sebesar Rp 580.000,- per siswa per tahun.
Sedangkan untuk jenjang SMP jumlah dana BOS yang diterima sekolah adalah Rp
710.000,- per siswa per tahun. Artinya, jika di sebuah SD rata-rata terdapat 30 siswa per
kelas, maka sekolah tersebut akan memperoleh dana BOS sebesar 6 kelas x 35 siswa x Rp
580.000 per siswa = Rp 121.800.000, per tahun. Begitu pula, misalkan di sebuah SMP
terdapat rata- rata 40 siswa per kelas, dimana tiap jeniang kelas (Kelas 1, 2, 3) terdapat 5
kelas paralel. Maka, sekolah SMP tersebut akan memperoleh dana BOS per tahun
sebesar 40 siswa x 15 kelas x Rp 710.000 per siswa = Rp 426.000.000,- per tahun.
Realisasi Dana Operasional Sekolah (BOS)
Program bantuan operasional sekolah (BOS) adalah program pemenntah pusat
memberikan dana ke sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP yang bersedia memenuhi
ketentuan yang telah ditetapkan dalam persyaratan sebagai penerima program sekolah
yang dicakup dalam . program ini adalah SDMI/SDLB/Salafiyah setingkat SD dan
SMP/MTS/SMPLB/Salafiyah setingkat SMP,baik negeri maupun tahun ajaran (TA)
2005/2006. Kebijakan ini digulirkannya sebagai program kompensasi pengurangan
Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) untuk. pendidikan yang disebut BOS.
Penyaluran dana ini menuai sejumlah masalah karena sekolah untuk mengelola secara
baik dan transparan. BOS diberikan kepada scmua siswa dari tingkatan SD/MI/ SDLB,
dan SMPT/MTs/SMPLB, Salafiyah setara SMP secara negeri ataupun swasta. Sedangkan
untuk tingkat SMA/SMK/MA, diberikan dana BKM bagi siswa reken kalangan tidak
mampu.sedangkan distribusi diberikan melalui PT Pos/Bank.yang ditransfer ke rekening
kepala sekolah. Sedangkan dana BKM diberikan dalam bentuk cash (tunai) kepada pihak
sekolah atau . siswa. Pengucurun dana ini kesekolah diragukan karena kemampuan dan
pengalaman sekolah mengelola dana bantuan yang belum matang.Sekolah yang tidak
berpengalaman disinyalir perencanaan atau perubahan terhadap APBS penuh rekayasa.
Mengingat pencairan danal BOSmensyaratkan, bila APBS sekolah di bawah jumlah dana
BOS, maka sekolah harus nenggratiskan semua biaya pendidikan. Sebaliknya, bila APBS
sekolah diatas sana BOS, sekolah diperbolehkan mencari dana tambahan lain dari
masyarakat. Hasil studi ini adalah BOS sudah diketahui masyarakat tetapi belum
sebagaimana yang dimaksudkan dalam petunjuk. Pertemuan, tetapi pemahaman yang
benar dari warga sekolah belum benar. Isu tentang BOS banyak dimuat di media massa
tetapi pada dasarnya hanya menguraikan kasus-kasus pelaksanaan BOS. Hanya sekolah
sebaga pengelola BOS belum cukup terbuka, belum melibatkan masyarakat dalam
perencanaan dan pengelolaan.
Agar pelaksanaan program pelaksanaan PKPS-BBM dan masyarakat memahami program
BOS dengan benar, maka akan diuraikan definisi tentang Biaya Pendidikan dan
terminologi program 1 B0S. Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah besarnya biaya yang
diperlukan rata-rata tiap tahun, sehingga mampu menunjang proses belajar mengajar
sesuai dengan standar pelayanan vang telah ditetapkan dari cara penggunaannya, BPS
dibedakan meniadi BSP Inventasi dan BSP Operasional.
BSP Inventasi adalah biaya yang dikeluarkan per-siswa per-tahun untuk menyediakan
sumber daya yang tidak habis pakai yang digunakan dalam waktu lebih dari satu tahun,
misalnya untuk pengadaan tanah, bangunan, buku, alat peraga, media, perabot dan alat
kantor. Sedangkan. BSP Operasional adalah biaya yang dikeluarkan per-siswa per-tahun
untuk menyediakan sumber daya pendidikan yang habis pakai yang digunakan satu tahun
atau kurang. BSP Opersional mencangkup biaya personil dan biaya non personil. Biaya
personil meliputi biaya untuk kesejahteraan (honor Kelebihan Jam Mengajar 1 K.JM),
Guru Tidak Tetap (GTT) Pegawai Tidak Tetap (PTT), uang lembur dan pengembangan .
rofesi guru (pendidikan dan latihan diklat guru), Musyaarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) Musyawarah Kerja Kepela Sckolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah
(KKKS), Kelompok Kerja Guru (KKG), dan lain-lain. Biaya non personil adalah biaya
untuk penunjang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Evaluasi penelitian, perawatan atau
pemeliharaan, daya dan . asa, pembinaan kesiswaan, rumah tagga sekolah dan supervisi.
Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) yang dimaksud dalam PKPS-BBM Bidang
pendidlikan secara konsep rnencankup komponen untuk biaya operasional non personil
hasil studi Badan Penelitian dan Pengembangan Departernen Pendidikan Nasional
(BALITBANG DEPDIKNAS ). Namun karena Biya satuan yang digunakan adalah rata-
rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan
lain yang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi. Perlu ditegaska hahwa
prioritas utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi sekolah. bukan
biaya kesejahteraan guru dan bukan biaya untuk investasi.
Oleh karena keterhatasan dana BOS dan pemerintah Pusat, maka biaya investasi sekolah
dan keseiahteraan guru harus dibiavai dari sumber lainnva dengan prioritas utama dari
sumber pemerintah daerah.

Bantuan Siswa Miskin, Sasaran, Kendala Dan Kenyataan Di Lapangan


Program BSM adalah Program Nasional yang bertujuan untuk menghilangkan halangan
siswa miskin berpartisipasi untuk bersekolah dengan membantu siswa miskin
memperoleh akses pelayanan pendidikan yang layak, mencegah putus sekolah, menarik
siswa miskin untuk kembali bersekolah, membantu siswa memenuhi kebutuhan dalam
kegiatan pembelajaran, mendukung program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun (bahkan hingga tingkat menengah atas), serta membantu kelancaran program
sekolah.
Melalui Program BSM ini diharapkan anak usia sekolah dari rumah-tangga/keluarga
miskin dapat terus bersekolah, tidak putus sekolah, dan di masa depan diharapkan mereka
dapat memutus rantai kemiskinan yang saat ini dialami orangtuanya. Program BSM juga
mendukung komitmen pemerintah untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan di
Kabupaten/Kota miskin dan terpencil serta pada kelompok marjinal.
Program ini bersifat bantuan langsung kepada siswa dan bukan beasiswa, karena
berdasarkan kondisi ekonomi siswa dan bukan berdasarkan prestasi (beasiswa)
mempertimbangkan kondisi siswa, sedangkan beasiswa diberikan dengan
mempertimbangkan prestasi siswa.
Dana BSM diberikan kepada siswa mulai dari tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi
dengan besaran sebagai berikut:
BSM SD & MI sebesar Rp 225.000 per semester atau Rp 450.000 per tahun.
BSM SMP/MTs sebesar Rp 375.000 per semester atau Rp 750.000 per tahun
BSM SMA/SMK/MA sebesar Rp 500.000 per semester atau Rp 1.000.000 per tahun.
Keterangan tersebut di atas di dapat dari TNP2K yang dikutip dari laman Tim Nasinal
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
Sasaran BSM ini, seperti dinyatakan TNP2K adalah jelas untuk bantuan siswa miskin
berdasarkan kriteria kondisi ekonomi siswa dan bukan berdasarkan prestasi siswa. Siswa
yang pintar dan miskin jelas adalah sasaran utama sedangkan siswa yang pintar tapi
dalam kondisi ekonominya mencukupi, tentu saja bukan sasaran BSM. Atau secara
keseluruhan BSM ditujukan pada kelompok marinal atau siswa di daerah terpencil dan
mencapai rata-rata kriteria kemiskinan (karena susahnya akses informasi dan
transformasi)
Tetapi pada kenyataannya di lapangan, BSM terbentur pada beberapa kendala dan
ketidaktepatan atau kurang tepatnya sasaran. Seperti kenyataan di beberapa Sekolah
Dasar yang siswanya menerima BSM. Di situ banyak terdapat siswa yang orangtuanya
mampu bahkan lebih dari mampu secara ekonomi, mendapatkan dana bantuan BSM. Ini
pantauan JabarPublisher.co di beberapa Sekolah Dasar. Di sisi lain, siswa yang secara
ekonomi kurang mampu justeru tidak mendapatkan bantuan tersebut.

Ironisnya adalah, setiap program bantuan miskin yang digulirkan selalu terbentur pada
masalah serupa. Yang berhak mendapat, terabaikan. Sedangkan yang tidak berhak,
justeru mereka yang mendapat akses.
Pada akhirnya banyak yang berkesimpulan, segala bentuk bantuan untuk mengentaskan
kemiskinan adalah program mubazir yang selayaknya dihilangkan atau diganti dengan
program yang lebih bisa tepat sasaran.

Tapi, pendapat itu bukanlah solusi yang tepat. Negara Indonesia adalah negara yang
masih berkembang dimana tingkat kemiskinannya masih cukup tinggi dan memang perlu
sokongan dan bantuan pemerintah dengan program-program yang dititikberatkan untuk
mengentaskan kemiskinan di segala bidang. Baik itu pendidikan, kesehatan,
perekonomian bahkan ke tingkat penataan populasi penduduknya.

BSM, adalah program yang direncanakan dan penyempurnaan dari program-program


pendidikan yang telah ada, dengan kalsifikasi khusus untuk siswa miskin. Selayaknya
program ini bahkan terus berkembang dan terus ditingkatkan lagi bentuk pengawasan dan
pelayanannya supaya tidak semakin keluar jalur dan tepat sasaran. Verivikasi data
terbaru, akurat dan langsung ke sasaran dengan meninjau bantuan yang telah diberikan,
langsung pada yang menerima adalah pe-er yang harus dilaksanakan instansi terkait
program. Karena selama ini, jika ada yang mempertanyakan tentang BSM dan
penerimanya, pihak sekolah yang membagikan dana kepada siswa, mereka selalu
memberikan jawaban bahwa penerima dana BSM yang tercantum sudah valid hasil data
yang keluar dari pemerintah.

Bisa jadi, data itu berasal dari data lama sesuai catatan data miskin yang sudah ada dan
tanpa diperbaharui lagi, data itu kemudian keluar. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dan
keadaan yang bisa merubah taraf kemiskinan berubah sesuai perkembangan. Maka hal
yang paling bijaksana adalah, benahi BSM, Verivikasi data langsung ke lapangan, pilih
petugas pendata dari masyarakat atau pekerja sosial yang netral dan lakukan pendataan
secara door to door.

Kartu Indonesia Pintar (KIP)

KIP sendiri merupakan kartu yang ditujukan bagi keluarga miskin dan rentan miskin yang
ingin menyekolahkan anaknya yang berusia 7-18 tahun secara gratis. Mereka yang
mendapat KIP ini akan diberikan dana tunai dari pemerintah secara reguler yang
tersimpan dalam fungsi kartu KIP untuk bersekolah secara gratis tanpa biaya. Program
KIP sendiri akan ditujukan pada 15,5 juta keluarga kurang mampu di seluruh Indonesia
yang memiliki anak usia sekolah 7 hingga 18 tahun baik yang telah terdaftar maupun
yang belum terdaftar di sekolah maupun madrasah. Dengan program KIP ini diharapkan
angka putus sekolah bisa turun dengan drastis.

Penyebaran dan Pembagian KIP


Pada tahap awal ini yaitu dari bulan November hingga Desember 2014, pemerintah akan
menyebarkan Kartu Indonesia Pintar ini pada 157.943 anak usia sekolah dari keluarga
kurang mampu. Selanjutnya, secara bertahap KIP akan dibagi kepada 24 juta anak usia
sekolah, termasuk anak usia sekolah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan
anak usia sekolah dari keluarga kurang mampu yang selama ini tidak dijamin.

Segera setelah diluncurkan awal diselenggarakan di Jakarta, maka penyebaran


berikutnya akan dilakukan di 19 Kabupaten/Kota, yaitu Jembrana, Pandeglang, Jakarta
Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Cirebon, Kota Bekasi,
Kuningan, Kota Semarang, Tegal, Banyuwangi, Kota Surabaya, Kota Balikpapan, Kota
Kupang, Mamuju Utara, Kota Pematang Siantar dan Karo. Peluncuran tersebut
diperkirakan akan selesai pada pertengahan bulan Desember 2014.

Tujuan Program KIP

Program ini sendiri ditujukan untuk menghilangkan hambatan ekonomi siswa untuk
bersekolah, sehingga nantinya membuat anak-anak tidak lagi terpikir untuk berhenti
sekolah. Selain menghindari anak pustus sekolah, program KIP ini juga dibuat untuk bisa
menarik kembali siswa yang telah putus sekolah agar kembali bersekolah. Bukan hanya
tentang biaya administrasi sekolah, program ini juga bertujuan untuk membantu siswa
memenuhi kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran. Lebih luas lagi, program dalam KIP
ini juga sangat mendukung untuk mewujudkan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar
9 Tahun dan Pendidikan Menengah Universal/Wajib Belajar 12 Tahun.

Manfaat Kartu Indonesia Pintar (KIP)

Kartu Indonesia Pintar (KIP) sendiri memiliki beberapa manfaat yaitu :

Kartu Indonesia Pintar (KIP) diberikan sebagai penanda dan digunakan untuk menjamin
serta memastikan seluruh anak usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga pemegang KKS
untuk mendapatkan manfaat Program Indonesia Pintar bila terdaftar di Sekolah,
Madrasah, Pondok Pesantren, Kelompok Belajar (Kejar Paket A/B/C) atau Lembaga
Pelatihan maupun Kursus.

Untuk tahap awal di 2014, KIP telah dicetak untuk sekitar 160 ribu siswa di sekolah
umum dan juga madrasah di 19 Kabupaten/Kota. Untuk 2015, diharapkan KIP dapat
diberikan kepada 20,3 juga anak usia sekolah baik dari keluarga penerima Kartu Keluarga
Sejahtera (KKS) atau memenuhi kriteria yang ditetapkan (seperti anak dari keluarga
peserta PKH).

KIP juga mencakup anak usia sekolah yang tidak berada di sekolah seperti Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti anak-anak di Panti Asuhan/Sosial, anak
jalanan, dan pekerja anak dan difabel. KIP juga berlaku di Pondok Pesantren, Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat dan Lembaga Kursus dan Pelatihan yang ditentukan oleh
Pemerintah.
KIP mendorong pengikut-sertaan anak usia sekolah yang tidak lagi terdaftar di satuan
pendidikan untuk kembali bersekolah.

KIP menjamin keberlanjutan bantuan antar jenjang pendidikan sampai tingkat


SMA/SMK/MA.

Prioritas Penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP)

Penerima program KIP ini sendiri diprioritaskan pada :

Penerima BSM dari Pemegang KPS yang telah ditetapkan dalam SP2D 2014

Anak usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga pemegang KPS/KKS yang belum ditetapkan
sebagai Penerima manfaat BSM

Anak usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga peserta PKH

Anak usia sekolah (6-21 tahun) yang tinggal di Panti Asuhan/Sosial

Siswa/santri (6-21 tahun) dari Pondok Pesantren yang memiliki KPS/KKS (khusus untuk
BSM Mandrasah)

Anak usia sekolah (6-21 tahun) yang terancam putus sekolah karena kesulitan ekonomi
dan/atau korban musibah berkepanjangan/bencana alam melalui jalur FUS/FUM;

Anak usia sekolah yang belum atau tidak lagi bersekolah yang datanya telah dapat
direkapitulasi pada Semester 2 (TA) 2014/2015.

Baca Juga: Pajak Progresif Mobil: Ketahui Cara Menghitungnya

Kartu Indonesia Pintar Pakai Data Siswa Berbasis Keluarga

Meski telah mengantongi data penerima KIP, pemerintah tetap saja mendapat sejumlah
kritikan karena data yang dipakai dinilai sudah tidak sesuai sebab merupakan data lama.
Menanggapi hal tersebut Menteri Kebudayaan dan Pendidikan, Dasar Menengah Anies
Baswedan mengakui data yang digunakan saat ini masih menggunakan data lama yang
berbasis sekolah. Namun ke depan pastiny akan diubah dan diperluas dengan
menggunakan data berbasis keluarga. Anies sendiri sudah memahami bahwa konsep
Kartu Indonesia Pintar bukan hanya menjangkau siswa miskin saja, tetapi anak yang
belum memasuki usia sekolah yang orangtuanya berekonomi miskin. Menteri Anies juga
menjelaskan bahwa dengan konsep data berbasis keluarga, nantinya KIP akan lebih
banyak menyasar anak usia sekolah yang bisa mendapatkan fasilitas pendidikan, baik
formal maupun non-formal.

Anda mungkin juga menyukai