Anda di halaman 1dari 11

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM INDONESIA PINTAR (PIP) DI INDONESIA

Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester


Mata Kuliah Evaluasi Kebijakan dan Program

UNIVERSITAS INDONESIA

Oleh :
Sura Fabio Mangaraja
2206121310

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK
JAKARTA
OKTOBER
2023
Penjelasan Program

Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan sebuah program prioritas dari


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia yang
merangkul berbagai aspek dalam sektor pendidikan. Program ini mencakup pemberian
dukungan finansial berupa uang tunai, upaya perluasan akses pendidikan, serta memberikan
kesempatan untuk belajar. PIP dirancang untuk memastikan bahwa anak-anak usia sekolah
dari lapisan masyarakat yang kurang mampu tetap dapat mengakses layanan pendidikan
hingga mencapai tingkat menengah. Hal ini dilakukan melalui berbagai jalur, termasuk
pendidikan formal dan nonformal, seperti program-program Pake A hingga Paket C serta
pendidikan khusus. Program ini dimulai pada tahun 2014 sebagai penyempurnaan dari
program Beasiswa Siswa Miskin (BSM) yang sudah ada sebelumnya.
Masalah siswa yang tidak melanjutkan sekolah tetap menjadi isu di dunia pendidikan
Indonesia. Pada 2022, di tingkat Sekolah Dasar (SD), satu dari 1.000 siswa memutuskan
untuk tidak melanjutkan sekolah. Angka ini bertambah seiring dengan naiknya jenjang
pendidikan. Di tingkat Sekolah Menengah (SM), 13 dari 1.000 siswa memilih untuk berhenti
sekolah. Selain itu, ada juga masalah dengan jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) yang tinggi,
terutama di kelompok usia 16-18 tahun. Dari 100 anak di kelompok usia ini, 22 di antaranya
tidak mengenyam pendidikan, seperti yang tertera di Tabel 1 Sasaran Program Indonesia
Pintar (PIP) yang mencakup 20,3 juta anak dan siswa, termasuk yang di bawah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (17,9 juta) dan Kementerian Agama (2,4 juta), diharapkan dapat
meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan menjadi langkah pemerintah untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pendidikan dan keterampilan yang lebih
baik.

Tabel 1 Angka Anak Tidak Sekolah (OOSC) Menurut Kelompok Umur, 2022
Sumber : Susenas, 2022
Salah satu fokus utama PIP adalah mengurangi angka putus sekolah di kalangan
peserta didik. Dengan memberikan bantuan finansial kepada keluarga yang menghadapi
kesulitan ekonomi, pemerintah berharap dapat merayu siswa-siswa yang sebelumnya
menghentikan pendidikan mereka agar kembali melanjutkan pembelajaran. Selain itu,
program ini juga direncanakan dengan tujuan untuk mengurangi beban finansial yang harus
ditanggung oleh peserta didik dalam pendidikan mereka, termasuk biaya-biaya langsung
maupun tidak langsung yang seringkali menjadi kendala bagi keluarga yang berada dalam
kondisi ekonomi yang kurang mampu. Sesuai dengan sasaran pembangunan pendidikan,
yaitu memastikan kualitas pendidikan yang inklusif, merata, serta meningkatkan kesempatan
belajar sepanjang masa untuk semua individu, maka pendidikan haruslah dapat diakses oleh
semua orang tanpa adanya pembatasan berdasarkan usia, lokasi, atau waktu. Salah satu
caranya adalah pemerintah harus memastikan dukungan khusus kepada peserta didik yang
menghadapi kesulitan ekonomi. Seperti yang dapat dilihat dalam Gambar 2 menunjukan
bahwa status ekonomi masih memiliki dampak yang signifikan pada tingkat pendidikan yang
dapat dicapai oleh penduduk.
Gambar 2 Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Usia 15
Tahun ke Atas Menurut Status Ekonomi, 2022

Sumber : BPS, Susenas, 2022


Tujuan Program
Kelahiran program ini secara resmi ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 tahun 2016. Peraturan tersebut merinci tujuan dari
program ini, yang ditujukan untuk anak-anak yang berusia antara 6 hingga 21 tahun.
Tujuannya adalah memastikan bahwa mereka dapat mengakses layanan pendidikan hingga
menyelesaikan tingkat pendidikan menengah dalam kerangka wajib belajar selama 12 tahun
atau pendidikan rintisan yang diwajibkan. Selain itu, program ini bertujuan untuk mencegah
peserta didik dari risiko berhenti sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan karena kendala
ekonomi. Program ini juga dirancang untuk menarik siswa yang sebelumnya berhenti dari
sekolah atau tidak meneruskan studi agar mereka bisa kembali mendapatkan akses
pendidikan di berbagai institusi, seperti sekolah, kelompok studi, pusat pembelajaran
komunitas, lembaga pelatihan, unit pendidikan nonformal lainnya, atau pusat pelatihan kerja.
Selanjutnya, melalui Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014, ditegaskan bahwa
Kartu Indonesia Pintar (KIP) akan diberikan kepada anak-anak yang datang dari keluarga
pemegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), sebagai identifikasi untuk mendapatkan manfaat
dari program PIP atau bagi mereka yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dana bantuan pendidikan dari PIP ini akan dicairkan dua kali dalam setahun
anggaran. Rincian manfaat pendidikan yang disediakan oleh pemerintah untuk pemegang
KIP dapat ditemukan dalam Tabel 3
Tabel 3 Besaran Dana BSM dan PIP per Siswa per Tahun Ajaran

Sumber: Kemdikbud 2012, Juknis BSM SMA, 2013, dan Perdirjen Dikdasmen No.
05/D/BP/2018
Sasaran utama penerima manfaat dari dana PIP mencakup:
1. Peserta didik yang merupakan pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP).
2. Peserta didik yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang mampu
atau berisiko secara finansial, dengan mempertimbangkan faktor-faktor tertentu.
3. Peserta didik yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan
dengan fokus pada studi keahlian tertentu.
4. Peserta didik yang merupakan yatim piatu.
5. Peserta didik yang memiliki disabilitas.
6. Peserta didik yang menjadi korban bencana alam atau musibah lainnya.
Sasaran yang ingin dicapai dari Program Indonesia Pintar (PIP) yang menjadi
program prioritas nasional tujuannya adalah untuk memastikan setiap anak yang berusia
sekolah mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan cara ini, diharapkan semua warga
Indonesia dapat menerima dan menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah. Namun,
berdasarkan Gambar 4 masih ada penduduk yang tidak melanjutkan sekolah, baik di tingkat
SD/sederajat, SMP/sederajat, maupun SM/sederajat.
Gambar 4 Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan dan
Karakteristik, 2022

Sumber : Susenas, 2022


Semakin tinggi jenjang pendidikan, angka putus sekolah juga semakin tinggi. Secara
umum terdapat 1 dari 1.000 penduduk yang putus sekolah di jenjang SD/sederajat. Persentase
ini lebih kecil dibandingkan angka putus sekolah di jenjang SMP/sederajat dan SM/sederajat.
Dari 1.000 penduduk yang mengenyam pendidikan SMP/sederajat, 10 di antaranya putus
sekolah. Sedangkan, angka putus sekolah pada jenjang SM/sederajat terdapat 13 dari 1.000
penduduk yang mengenyam pendidikan SM/sederajat putus sekolah.
Alokasi Anggaran Untuk Program Indonesia Pintar
Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 menyatakan bahwa negara bertanggung jawab untuk
mengutamakan alokasi dana pendidikan, setidaknya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), untuk
memastikan penyelenggaraan pendidikan nasional terpenuhi. Tanggung jawab ini ditegaskan
lebih lanjut oleh keputusan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor 013/PUU-VI/2008.. Pada
tahun 2019, Pemerintah menetapkan dana sebesar Rp 492,5 triliun untuk bidang pendidikan
dari total anggaran negara di APBN yang sebesar Rp 2.461 triliun. Dengan dana tersebut,
pemerintah memiliki kewajiban untuk mendanai operasional semua institusi pendidikan di
Indonesia, termasuk yang dikelola oleh pemerintah dan swasta di berbagai jenjang
pendidikan.
Namun, pada tahun 2019, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sesuai
dengan standar biaya diberikan khusus untuk sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah
pertama (SMP). Sedangkan untuk sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah
kejuruan (SMK), alokasi dana BOS kurang dari standar yang seharusnya. Akibatnya, orang
tua peserta didik pada jenjang pendidikan tersebut masih diharapkan untuk memberikan
kontribusi biaya tambahan. Selain program BOS, dana pendidikan juga dialokasikan untuk
mendanai Program Indonesia Pintar (PIP), inisiatif pembangunan atau perbaikan fasilitas
kelas, pembayaran insentif profesi guru, pembelian buku ajar, dan berbagai keperluan
pendidikan lainnya.
Dalam konteks Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun
2015, cakupan Kartu Indonesia Pintar (KIP) diharapkan program ini akan melibatkan sekitar
19,2 juta siswa, naik hampir 10 juta siswa dari program sebelumnya yang ada dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (BSM). Akibat dari perluasan cakupan siswa ini,
terdapat penambahan dana sebesar Rp7,1 triliun dalam RAPBN 2015 yang ditujukan untuk
memperbesar jumlah penerima KIP serta biaya pencetakan dan distribusi kartu KIP.
Sehingga, total dana KIP dalam RAPBN 2015 adalah sekitar Rp12,9 triliun.
Tabel 5 Alokasi Beasiswa Siswa Miskin (BSM) dalam APBN

Sumber : Perpres No.162 Tahun 2014 tentang rincian APBN 2015


Alokasi anggaran sekitar Rp13 triliun dialokasikan khusus untuk kelompok tertentu,
yaitu anak-anak usia sekolah yang masuk dalam kategori kesejahteraan tertentu. Mengenai
manfaat yang didapatkan, setiap penerima KIP menerima dana (untuk SD/MI Rp450.000,
SMP/MTs Rp750.000, dan SMA/SMK/MA Rp1.000.000 setiap tahun) ditambah dengan
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) (untuk SD/MI Rp800.000 dan SMP/MTs Rp1.000.000
setiap tahun). Namun, jumlah tersebut tampaknya belum cukup sebagai dukungan finansial
bagi keluarga kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak mereka.

Evaluasi Dampak Dari Program Dengan Variabel Efektivitas Capaian Program


Dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Capaian Program
Dari Gambar 6 dapat jika kita melihat jalur pendidikan bagi penduduk berusia 21-24
tahun mulai dari tingkat SD/Sederajat hingga SM/Sederajat, sekitar 99,00 persen dari
mereka pernah mengenyam pendidikan di tingkat SD/Sederajat. Dari jumlah tersebut, 97,30
persen berhasil menyelesaikan SD/Sederajat dan hanya 91,03 persen yang berhasil
melanjutkan ke jenjang SMP/Sederajat.

Gambar 6 Analisis Alur Pendidikan Penduduk Usia 21-24 Tahun, 2022

Sumber : Susenas, 2022

Kemudian dari 91,03 persen siswa yang melanjutkan ke SMP/Sederajat terdapat 89,02
persen siswa berhasil menamatkan jenjang pendidikan tersebut. Namun dari 89,02 persen
tersebut, hanya 70,78 persen yang melanjutkan ke jenjang SM/Sederajat. Selanjutnya hanya
ada sekitar 67,45 persen yang sudah menamatkan jenjang SM/Sederajat, 0,84 persen masih
bersekolah dan 2,49 persen putus sekolah saat menempuh jenjang SM/Sederajat. Yang perlu
diperhatikan adalah tingginya persentase penduduk yang menyelesaikan SMP/sederajat
tetapi tidak meneruskan ke jenjang SM/sederajat, yaitu sebesar 18,24 persen. Ini mungkin
disebabkan oleh alasan ekonomi, kemampuan akademik siswa yang kurang, atau sejumlah
alasan lainnya.

Pada dasarnya, sebagian besar penduduk yang berusia 15 tahun ke atas di Indonesia
telah menyelesaikan pendidikan wajib selama 9 tahun atau tamatan SMP/sederajat ke atas
(62,68 persen). Berdasarkan data Susenas 2022 dapat diketahui bahwa dari 100 penduduk 15
tahun keatas, 22 diantaranya tamatan SMP/sederajat, 29 merupakan tamatan SM/sederajat
dan 10 yang menamatkan pendidikannya sampai jenjang Perguruan Tinggi, sedangkan
sisanya tamatan SD/sederajat ke bawah.
Gambar 7 Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Usia 15
Tahun ke Atas, 2022

Sumber : Susenas, 2022

Salah satu indikator untuk mengukur peningkatan akses pendidikan adalah dengan
melihat analisis terhadap anak putus sekolah yang menunjukkan angka putus sekolah peserta
didik penerima PIP (40% PIP) cenderung lebih kecil dibandingkan dengan peserta didik
kelompok miskin 40% di setiap satuan pendidikan pada gambar 1.5. Artinya, dengan adanya
PIP, angka putus sekolah pada peserta didik dengan katagori kesejahteraan rendah yang
menerima PIP tersebut menjadi lebih rendah.

Gambar 8 Perkembangan Angka Putus Sekolah SD (a), SMP (b), dan SMA/SMK (c)
Sumber : BPS Susenas, 2022

Rekomendasi Untuk Keberlanjutan Dan Efektivitas Program Ke Depan


Program Indonesia Pintar (PIP) adalah salah satu instrumen yang diterapkan untuk
mencapai tujuan pemerataan pendidikan dan menunjukkan dedikasi negara kepada anak-anak
dari keluarga kurang mampu dan yang berada dalam kondisi rentan. Meskipun PIP telah
sukses mengurangi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh keluarga, namun, ada
beberapa kendala dalam pelaksanaannya yang perlu diatasi agar program ini lebih efektif.
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan PIP, sejumlah alternatif kebijakan perlu
dipertimbangkan oleh pemerintah.
1. Diperlukan pemutakhiran data yang digunakan untuk menentukan sasaran dan alokasi
dana PIP. Pemutakhiran data harus melibatkan lebih dari hanya Basis Data Terpadu
(BDT) dan data penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Masukan dari pihak
sekolah dan dinas pendidikan juga harus dipertimbangkan, mengingat masih banyak
siswa yang berhak mendapatkan PIP tetapi belum terdaftar.
2. Penting untuk mengkaji ulang jumlah dana PIP per siswa yang saat ini terbilang
minim, serta prosedur pencairannya dana. Hal ini harus mempertimbangkan perkiraan
biaya pendidikan perorangan, terutama di daerah-daerah yang sulit diakses karena
keterbatasan sarana transportasi, serta perbedaan karakteristik ekonomi dan geografi
di berbagai wilayah. Peninjauan juga harus mempertimbangkan inflasi biaya
pendidikan dan kapasitas fiskal negara.
3. Mempertimbangkan penambahan institusi yang mendistribusikan PIP, seperti
keterlibatan PT. Pos Indonesia. Salah satu isu yang berkontribusi pada banyaknya
dana PIP yang belum diterima oleh penerima adalah kendala dalam sistem penyaluran
yang ada saat ini. Dengan melibatkan lebih banyak lembaga penyalur, diharapkan
penyaluran dana PIP dapat menjadi lebih efisien dan tepat sasaran.
4. Diperlukan keterlibatan semua pihak terkait, terutama pemerintah daerah dan institusi
pendidikan, dalam proses pembaruan data, perencanaan, pengawasan, dan penilaian
program. Situasi ini sangat penting untuk memastikan manajemen PIP di masa
mendatang dapat berjalan lebih efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. “Kinerja Program Indonesia Pintar melalui Kartu Indonesia Pintar: Survei pada 6
Provinsi di Indonesia.” Jurnal Ekonomi dan Manajemen, 19(1): 532-534

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No. 9/2018 tentang Petunjuk Teknis Program Indonesia Pintar. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 2019. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No. 3/2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Menteri Pendidikan Nasional. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 69/2009
tentang Standar Biaya Operasi non-Personalia. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional

Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan. 2008. Bantuan Operasional Sekolah
pada Pendidikan Dasar. Jakarta: Puslitjaknov, Balitbang, Depdiknas

Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan. 2009. “Pengkajian Pendanaan


Pendidikan secara Masal: Studi Dampak Krisis Keuangan Global terhadap
Pendidikan: Laporan Penelitian.” Jakarta: Puslitjaknov, Balitbang, Depdiknas

Saraswati, L.N. 2017. Impelementasi Kebijakan Program Indonesia Pintar (PIP) pada
Jenajang Sekolah Dasar di Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda. Jurnal
Administrasi Negara, 5 (4), 6737-6750.

Suprastowo, Philip. 2014. “Kontribusi Bantuan Siswa Miskin terhadap Keberlangsungan dan
Keberlanjutan Pendidikan Siswa.” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 20 (2): 149-
172
Supriadi, Dedi. 2004. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah: Rujukan bagi
Penetapan Kebijakan Pembiayaan Pendidikan pada Era Otonomi dan Manajemen
Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai