Pendidikan
Pendidikan dimanapun senantiasa dikemukakan sebagai sebuah jalan keluar yang signifikan dan
memjamin terbukanya peluang mobilitas dan memberikan kaminan bagi anak-anak muda
untuk keluar dari perangkap kemiskinan. Amerika sebagai sebuah Negara besar yang
mengalami kemiskinan luar biasa pada era 1930-an, pada era 1960-an menyatakan perang pada
kemiskinan melalui peningkatan kualitas pendidikan bagi anak-anak muda yang saat itu
mengalami phase Baby-booming.
Permasalahan yang umum terjadi adalah bahwa pendidikan saat ini nampaknya tidak dapat
menjawab premis tersebut diatas. Ketika pendidikan masuk pada proses industrialisasi seperti
saat ini, pendidikan saat ini lebih identik sebagai mesin peras uang masyarakat. Tidak ada
korelasi yang positif antara pendidikan yang baik dan tinggi dengan mengurangi kemiskinan.
Idealnya memang semakin orang berpendidikan, maka semakin sedikit pula orang yang miskin.
Namun sekarang untuk memperoleh pendidikan yang cukup bagi seseorang untuk memperoleh
kesempatan dengan mudah pekerjaan, dibutuhkan pendidikan yang cukup tinggi dengan
spesialisasi yang tinggi pula. Seperti umumnya sebuah industry Pendidikan membutuhkan
capital, sedangkan capital hanya dimiliki oleh orang yang tidak miskin; sekolah yang menjadi
tempat pendidikan yang dipilih oleh orang miskin adalah pendidikan yang gurunya malas
mengajar; infrastruktur dari pendidikan pilihan orang miskin adalah sangat terbatas; dan orang
miskin tidak mungkin memperoleh pelajaran extra-kurikuler untuk membangun spesialisasi.
Orang miskin yang mengikuti pendidikan hanya memperoleh pendidikan yang sangat
mendasar, dan karena intense pengajarnya rendah, maka kualitas manusia yang dihasilkan pun
rendah. Keluarga yang diharapkan menjadi penopang utama dalam proses pendidikan, pada
orang miskin, orang tuanya telah disibukkan oleh usaha untuk surviving antuk dapat bertahan
hidup. Orangtua tida ada kesempatan lagi atau terlalu cape untuk memberikan peluang bagi
anaknya untuk memiliki pengetahuan untuk memperdalam proses pendidikan di sekolah yang
serba terbatas.
Ada turbulensi yang ektrem dalam pendidikan dan kaitannya dengan perkembangan usia anak
dalam mengukuti pendidikan; pada usia anak remaja saat pendidikan sangat dibutuhkan,
ternyata anak-anak remaja semakin sadar bahwa keterkaitannya semakin pudar. Ketika itu
umumnya industry kerja sudah membutuhkan anak-anak yang memiliki kapasitas mampuni
untuk dirubah menjadi para pekerja; anak-anak muda sebagai primary labor market,
kenyataanya tidaklah dapat diambil dari pasar tenaga kerja yang berasal dari kelompok miskin.
Industry kerja akhirnya hanya ditawari oleh kelompok miskin secondary labor market yang
unskilled, underpaid, temporary, unstable, dan dead-end job.
Menurut Data Pokok APBN-P 2008 dan APBN 2009, pada tahun 2005 alokasi anggaran
Depdiknas ini mencapai Rp 23.117,4 miliar atau 19,23% dari total APBN. Selanjutnya terus
mengalami kenaikan, pada tahun 2006 mencapai Rp 37.095,1 miliar atau 22,44% dari total
APBN, Rp 40.476,8 miliar atau 18,95% dari total APBN pada tahun 2007, dan pada tahun 2008
mencapai Rp 45.296,7 miliar atau 16,67% dari total APBN. Pada tahun 2009, alokasi anggaran
Depdiknas dalam belanja pemerintah pusat mencapai Rp 62.098,3 miliar atau 19,76% dari total
APBN.
RAPBN 2011 anggaran pendidikan dialokasikan Rp 50,3 triliun atau sebesar 23,9% dari total
APBN sebesar Rp1.202 triliun. Nilai anggaran itu lebih kecil dibandingkan anggaran tahun ini.
Yang jumlahnya mencapai Rp 51,8 triliun atau sebesar 21,73%. Alokasi anggaran untuk
pendidikan ini sebaian sudah ditransfer ke Pemerintah Daerah yang ternyata di daerah angka
alokasinya sama saja dengan apa yang terjadi dengan di pusat.
Angka 20% yang telah disepakati Pemerintah dengan DPR ini pada realisasinya tidak pernah
terlaokasikan dengan baik, terutama untuk para peserta didik, karena alokasinya sangat
beragam, dari program BOS hingga peningkatan kualitas guru, honorarium guru, peningkatan
infrastruktur pendidikan, pengembangan kualitas pendidikan di madrasah, dan lain
sebagainya.
Ada beberapa daerah yang telah mengalokasikan peningkatan APBD untuk sector pendidikan,
seperti contohnya Jembrana atau Musi Banyuasin yang menalokasikan hingga 23- 26%, namun
umumnya pemda hanya mengalokasikan jauh dari capaian angka 20%. Sebuah orkrestra yang
ironis di dunia pendidikan di Indonesia.
Benarkah Pendidikan Dapat Memotong Rantai Kemiskinan?
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa Kecamatan
Cileungsi, Jl Narogong Raya, sebagai kawasan industri yang banyak dihuni
oleh buruh-buruh pabrik, pekerja di sektor informal dan petani miskin
sudah mulai terimbas dengan berbagai kasus PHK dan pengangguran
akibat krisis ekonomi global. Meski dampaknya hingga saat ini belum
separah dengan krisis 1998, namun angka penduduk miskin di kawasan
itu tampak meningkat.
Dampak lebih jauh yang akan ditimbulkan adalah terjadinya
ancaman putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Meski saat ini pemerintah telah
mencanangkan Program Wajib Belajar 9 tahun, ternyata masih ada
siswa yang terpaksa harus putus sekolah. Meski telah diberikan dana
BOS, ternyata sekolah-sekolah swasta masih memungut biaya SPP dari
para murid. Selain iuran atau sumbangan kepada pihak sekolah, orang
tua murid pun masih dibebani berbagai biaya lainnya.
Data yang diperoleh di beberapa sekolah yang dikunjungi
menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di sejumlah sekolah di
Kecamatan Cileungsi ternyata masih belum mendukung proses kegiatan
belajar siswa. Keterbatasan ruang kelas serta sarana pendukung lainnya
tidak jarang menunjukkan bahwa proses belajar mengajar di sekolah-
sekolah tersebut belum mencapai kondisi ideal yang diharapkan.
Penelitian di lapangan juga menunjukkan bahwa dukungan dari sektor
usaha dan civil society di Kecamatan Cileungsi terhadap dunia
pendidikan di sana masih jauh dari memadai.
Secara langsung sudah pasti bahwa pendidikan korelasinya tidaklah signifikan sempurna
dengan pengentasan kemiskinan, ada media antara antara keduanya. Namun data factual
membuktikan bahwa pendidikan yang tinggi memberikan peluang yang lebih besar terhadap
upaya meraih kesempatan tinggal landas dari alam kemiskinan.
1. Salah satu dari delapan standar yang ditetapkan oleh keputusan pemerintah 2005 tentang
standar pendidikan nasional yang mengacu pada guru. Sejumlah menyedihkan guru
(berkisar 32-49% tergantung pada tingkat kelas) di seluruh Indonesia masih belum
memenuhi syarat untuk mengajar, sementara hampir 50% dari anggaran pendidikan 2010
sebesar Rp 195,6 triliun dialokasikan untuk gaji guru. Sebuah bagian penting dari strategi
reformasi pendidikan telah difokuskan pada peningkatan guru dan harus melanjutkan ke
arah ini.
2. Dengan peningkatan kualitas dan mutu pendidikan, relevansi dan daya saing pendidikan di
berbagai sektor pun akan semakin meningkat pula. Kita berharap guru lebih membangun
tiga pilar kebijakan pembangunan bidang pendidikan yaitu, perluasan dan pemerataan
akses pendidikan, peningkatan mutu, penguatan kelola, akuntabilitas, dan citra untuk
mewujudkan pelayanan pendidikan yang berkualitas.
3. Kualitas pendidikan dasar masih perlu ditingkatkan. Kualitas itu sendiri dapat dilihat dari
outputnya yaitu peserta didik yang mampu mengembangkan pikiran, kreatifitasnya, dan
kemandirian sebagai dasar untuk memasuki jejang pendidikan dan kehidupan lebih lanjut.
Sehingga SD yang dianggap bermutu adalah jika proses pendidikan yang dilaksanakan,
fasiltas yang tersedia, dan guru yang menjadi pelaksananya mampu menghasilkan lulusan
seperti yang diharapkan. Kenyataannya semua stakeholder sependapat bahwa kualitas guru
masih kurang. Indikator lain tentang SD bermutu adalah SD yang mampu membangun
kerjasama dengan orang tua murid. Namun dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan
itu masing-masing pihak melakukan upaya yang tidak terkoordinasi searah dengan tujuan
bersama yang ingin dicapai sehingga kualitas pendidikan dasar dianggap masih belum
tercapai. Kendala yang dihadapi para stakeholder terutama karena kebijakan yang bersifat
parsial yang hanya menyentuh aspek tertentu saja, selain itu kebijakan yang terlalu sering
berganti sebelum sempat dilaksanakan secara tuntas oleh para stakeholder di lapangan.
4. Sebanyak 28,97% atau sebanyak 39.179 siswa SMP tidak lulus UN. Termasuk, 1.039 siswa
dari 51 sekolah di DKI dengan kelulusan 0%. Angka kelulusan UN SMP tahun ini menurun
cukup tajam bila dibandingkan tahun lalu. Pada 2009 angka kelulusannya mencapai 99,8%
dan hanya 0,195% atau sekitar 259 siswa yang tidak lulus.
Keberhasilan (relative) di sector pendidikan ternyata tidak memiliki kontribusi langsung yang
signifikan pada uapat memotong laju kemiskinan. Pendidikan yang tinggi hanya memberikan
peluang di DUNIA KERJA untuk memperoleh kesempatan yang besar.
Dibutuhakan para OUTLIER dari kelompok miskin untuk menjadi orang yang berhasil.
Kebijakan Anti Kemiskinan: Perencanaan Ekonomi Tenaga
Kerja Intensive 1
Pengangguran bukan hanya masalah kekinian, hal ini adalah masa depan dan membutuhkan
intervensi yang mendalam dari pemerintah, mengingat penangguran dapat menjadi
permasalahanan nasional dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pengangguran itu adalah
permasalahan yang sifatnya bencana bagi personal, dalam lingkungan kemasyarakatan dan
permasalahan dalam kancah politik.
A. PENGANGGURAN
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan
tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat
pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal
yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.
I. JENIS-JENIS PENGANGGURAN
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak
bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat
dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
1. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak
bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2. Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja
secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah
menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama
seminggu.
3. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-
sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena
memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi
beberapa jenis, yaitu :
a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang
diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus
ekonomi.
b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang
diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang.
Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
Akibat permintaan berkurang
Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
1
murti.staff.gunadarma.ac.id/.../PENGANGGURAN+DAN+KEMISKINAN-ok.doc
Akibat kebijakan pemerintah
c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang
muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja.
Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim
misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
e. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau
penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
f. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan
perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya
permintaan masyarakat (aggrerat demand).
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara
sbb:
1. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru,
terutama yang bersifat padat karya
2. Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang
timbulnya investasi baru
3. Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
4. Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga kerja di sector agraris
dan sector formal lainnya
5. Pembukaan proyek-proyek umum oleh peme-rintah, seperti pembangunan
jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja
secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
Secara logis dapat dikemukakan bahwa penyediaan lapangan kerja dimanapun akan menjadi
salah satu solusi yang paling ideal dalam mengatasi kemiskinan. Selama regulasi pemerintah
tantang Upah Minimum Regional ditaati, seharusnya sedemikianlah batas angka kemiskinan
tersegmentasi. Walaupun demikian angka ini tidaklah mengalokasikan angka dari sector
informal.