Anda di halaman 1dari 5

TUGAS RUTIN

Nama : Julaidi Selian

Nim : 7203341002

Mata Kuliah : Ekonomi Pendidikan

5. Pembiayaan Dunia Pendidikan

A. Pembebanan dunia pendidikan

Biaya pendidikan dapat dikategorikan dalam beberapa cara, antara lain biaya ini dikategorikan atas
(1) biaya langsung dan biaya tidak langsung, (2) biaya sosial dan biaya privat, dan (3) biaya moneter
dan biaya non-moneter. Ada dua cara untuk memperkirakan biaya pendidikan, yaitu: (1)
memperkirakan biaya atas dasar sumber-sumber pembiayaan, dan (2) memperkirakan biaya atas
dasar laporan dari lembaga-lembaga pendidikan. Di dalam menentukan biaya satuan terdapat dua
pendekatan, yaitu: (1)pendekatan makro, dan (2) pendekatan mikro.

B. Investasi pendidikan untuk pemerataan

Investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi
fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan
untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus
dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai
balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 %
dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah
dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa
dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih
terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan
menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi.
Pilihan investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Nilai balik sosial
di Asia menunjukkan pendidikan dasar rata-rata sebesar 27%, pendidikan menengah 15 %, dan
pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar
memberikan manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat
kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun
1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar
Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu
biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per
bulan. Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa alokasi dana
untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa biaya
pendidikan yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan tinggi justru terjadi inefisiensi karena
hanya menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat.

C. Biaya pendidikan dan usaha pemerataan pendapatan

- Biaya pendidikan adalah nilai uang atau nilai rupiah yang dikeluarkan oleh pemerintah,
penyelenggara pendidikan, masyarakat, maupun orang tua siswa, dalam bentuk natura (barang),
pengorbanan peluang, maupun uang, yang digunakan untuk mengelola dan melaksanakan
pendidikan, yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan.

- Pada jenjang pendidikan formal, secara umum perluasan akses dan peningkatan pemerataan
pendidikan masih menjadi masalah utama. Dalam hal ini anak-anak yang memerlukan perhatian
khusus (children with special needs) juga belum sepenuhnya mendapat layanan pendidikan secara
baik, termasuk dalam pendidikan dasar. Anak-anak yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah
mereka yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. Pemerataan dan perluasan pendidikan merupakan suatu kebijakan
publik yang dilaksanakan oleh pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik, maka harus dilaksanakan dengan
perencanaan yang matang (planning). Dalam membicarakan planning (perencanaan)
pembangunan, maka setidak-tidaknya ada dua pendekatan yang harus dipergunakan sebagai
metode pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan secara administrasi negara (public administration)
2. Pendekatan secara manajerial (management approach).
Pendekatan dengan cara manapun dipergunakan, baik secara administrasi negara manapun secara
manajerial, kedua-duanya pasti terkait dengan tiga macam aspek, yaitu:
1. aspek filsafat
2. aspek hukum

3. aspek politik.
Berkaitan dengan persoalan perluasan dan pemerataan pendidikan, maka pelaksanaan perluasan
dan pemerataan pendidikan merupakan suatu kebijakan publik yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Pusat dan Daerah secara komprehensif guna mewujudkan cita-cita dari UUD 1945 \DNQL³
´PHQFHUGDVNDQNHKLGXSDQEDQJVD¥Diketahui bahwa anak merupakan generasi penerus
bangsa, sehingga jaminan pendidikan terhadap anak haruslah menjadi perhatian pemerintah, baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Nasib anak tergantung dari berbagai faktor, baik
yang makro maupun mikro, yang langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan, perencanaan kota
dan segala penggusuran, sistem pendidikan yang menekankan hafalan dan bahan-bahan yang tidak
relevan, komunitas yang penuh dengan ketidakadilan, dan sebagainya tidak dapat ditangani oleh
sektor, terlebih keluarga atau anak itu sendiri. Perlindungan terhadap anak adalah perjuangan yang
membutuhkan sumbangan semua orang disemua tingkatan.24Di Indonesia, UUD 1945 merupakan
acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (konstitusi) telah menjamin hak-hak dasar dari
anak-anak yang kondisi sosialnya kurang beruntung. Seperti halnya Pasal 34, Pasal 38, akan tetapi
jaminan Negara terhadap nasib anak-anak yang kurang beruntung tersebut kadang hanya sebatas
retorika belaka. Pada realitasnya masih banyak anak-anak yang putus sekolah, masih banyak anak-
anak yang terlantar dan masih banyak berbagai macam persoalan lainnya yang menyangkut anak
yang belum mendapatperhatian penuh dari Pemerintah, khususnya permasalahan perluasan dan
pemerataan akses pendidikan bagi anak (masyarakat). Pemerataan dan perluasan pendidikan atau
biasa disebut perluasan kesempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan
pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama
untuk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak boleh
dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, maupun letak geografis. Perluasan dan
pemerataan pendidikan merupakan suatu padanan kata yang memiliki makna yang hampir sama.
Perluasan pendidikan lebih menekankan bagaimana upaya pemerintah untuk mengadakan sarana
dan prasaran pendidikan, kemudian penyediaan sarana dan prasaran tersebut mencapai seluruh
pelosok nusantara atau daerah-daerah terpencil. Pemerataan pendidikan memiliki arti yang lebih
menekankan bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar seluruh masyarakat dapat
memperoleh hak yang sama di dalam mengakses pendidikan. Dengan kata lain, tidak ada
perbedaan antara si miskin dan si kaya, demikian juga tidak terdapat perbedaan antara masyarakat
kota dan masyarakat desa. Secara nasional, pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam
rangka menciptakan pemerataan pendidikan di Indonesia. Diantaranya dengan mengalokasikan
anggaran pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),
membebaskan biaya bagi sekolah dasar (SD), membuat program Dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), hingga bagi Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Umum
(SMU) mendapatkan bantuan bagi siswa-siswi yang kurang mampu. Pada sisi lain, harus diakui
upaya-upaya pemerintah tersebut belumlah berjalan secara maksimal. Hal ini ditandai dengan
masih tingginya angka putus sekolah yang terjadi di tengah masyarakat, khususnya dari SMP
menuju tingkat SMU, dan tidak menutup kemungkinan pula terjadi angka putus ekolah dari tingkat
SD menuju tingkat SMP. Padahal pemerintah telah mencanangkan Wajib Belajar Dua Belas Tahun
(WAJAR 12 Tahun) yang sebelumnya adalah Wajib Belajar Sembilan Tahun.

D. Kecendrungan keuangan sekolah

Pengelolaan Keuangan Lembaga keuangan/sekolah tidak bisa lepas dari yang disebut dengan
manajemen. Pada dasarnya manajemen berasal dari to manage yang berarti mengatur, mengelola
atau mengurusi. Manajemen sering diartikulasikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Sebagai ilmu,
manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematis berusaha
memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama untuk mencapai tujuan dan membuat
system kerjasama yang lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan akan sangat bergantung kepada manajemen yang
digunakan dalam suatu lembaga pendidikan yang bersangkutan. Manajemen tersebut akan efektif
dan efisien apabila didukung oleh Sumber Daya Manusia yang profesional untuk mengoperasikan
lembaga pendidikan tersebut, kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan
karakteristik siswa, kemampuan dan komitmen tenaga kependidikan yang handal, sarana-
prasarana yang memadai untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk
menggaji staf sesuai dengan fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila salah satu hal
di atas tidak sesuai dengan yang diharapkan dan/atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka
efektivitas dan efisiensi pengelolaan lembaga pendidikan/sekolah tersebut kurang optimal.

E. Permasalahan insfratruktur dan lingkungan sekolah.

Sebagai berikut :

- Kurangnya koordinasi terkait pendistribusian kewenangan dan pengambil keputusan

- Ketidaksesuaian perencanaan pendanaan dengan kebutuhan implementasi

- Sulitnya proses pengaduan dan pembebasan lahan

- Kurang memadainya kapasitas Kementerian/Lembaga dan/atau Penanggung jawab Proyek dalam


penyediaan infrastruktur terutama yang dilaksanakandengan skema Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha (KPBU)

- Lambatnya proses penyusunan peraturan dan keberadaan peraturan yang tumpang tindih
sehingga menghambat investasi

Masalah sosial adalah keadaan dimana keadaan yang ada tidak sejalan dengan harapan. Masalah
sosial dapat terjadi dikarenakan anggota masyarakat tidak melaksanakan tanggung jawabnya.
Beberapa contoh masalah sosial di lingkungan sekolah beserta dengan penyebab, akibat, serta
usaha untuk mengatasinya adalah sebagai berikut :

1. Membolos.

Penyebab = Kurangnya kesadaran diri akan pentingnya menuntut ilmu dengan baik.

Akibat = Tidak mendapat ilmu yang berguna bagi masa depan, serta terancan sanksi DO.

Usaha untuk mengatasi = Bergaul dengan teman-teman yang senantiasa mengajak kepada
kebaikan, fokus terhadap tujuan di masa depan.

2. Bullying.
Penyebab = Merasa kuat, merasa senior, kurangnya didikan yang baik dari lingkup keluarga dan
sekolah.

Akibat = Menimbulkan perpecahan persatuan, mengurangi teman.

Usaha untuk mengatasi = Bersikap baik kepada setiap orang, menjunjung tinggi hak orang lain di
atas hak kita sendiri.

3. Perkelahian.

Penyebab = Miss komunikasi, dendam, adanya bullying, penghinaan.

Akibat = Sakit fisik, sanksi tegas dari sekolah, memutus tali silaturahmi.

Usaha untuk mengatasi = Menjunjung tinggi keberagaman untuk menumbuhkan persatuan.

4. Kelas Kotor.

Penyebab = Kurang tanggung jawab dalam melaksanakan piket/kesadaran dalam menjaga


kebersihan.

Akibat = Kelas kumuh, menciptakan sumber penyakit, proses pembelajaran menjadi tidak nyaman.

Usaha untuk mengatasi = Membuang sampah pada tempatnya, rutin menjalankan piket kelas,
bertanggung jawab atas sampah pribadi.

5. Rusaknya fasilitas sekolah.

Penyebab = Penggunaan secara serampangan, penggunaan menyalahi fungsi utama.

Akibat = Terganggunya proses pembelajaran.

Usaha untuk mengatasi = Berhati-hati dalam menggunakan segala sesuatu fasilitas sekolah,
menggunakan sesuai dengan fungsi utamanya.

Anda mungkin juga menyukai