Anda di halaman 1dari 24

Executive Summary

Pendidikan menjadi suatu hal yang mendasar dan penting bagi kehidupan manusia. Fokus
permasalahan pendidikan di Indonesia berkaitan dengan masalah partisipasi dan ketidakmerataan
akses pendidikan serta siswa yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Pemerintah bertekad
melaksanakan program pemerataan pendidikan dan perluasan akses pelayanan pendidikan yang
bermutu khususnya untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah, peluang keberlanjutan
sekolah ke perguruan tinggi. Salah satunya dengan program KIP Kuliah Merdeka di bawah
naungan Kemendikbudristek yang mengalokasikan dana APBN untuk bantuan berupa cash
kepada mereka yang kurang mampu dilihat dari dari data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan
Sosial). Program serupa seperti KIP Kuliah juga dilaksanakan di beberapa negara guna
menunjang kemudahan pendidikan warganya. Alokasi bantuan KIP Kuliah Merdeka di
Indonesia terkendala dalam data DTKS sehingga alokasi bantuan ini terkadang tidak tepat
sasaran.

1
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan salah satu aspek paling penting dan mendasar dalam kehidupan
manusia. Hal ini terlihat dari bagaimana negara di dunia berlomba-lomba untuk mewujudkan
sistem pendidikan yang terbaik bagi warganya. Salah satu masalah dalam mewujudkan sistem
pendidikan yang baik yang dihadapi negara-negara di dunia, termasuk di Indonesia, adalah
masalah partisipasi dan ketidakmerataan akses pendidikan (Agustang, A., 2020). Di Indonesia
sendiri, berdasarkan data yang dirilis oleh BPS (2022), Angka Partisipasi Kasar (APK)
perguruan tinggi di Indonesia hanya 31,19 persen. Angkat tersebut menunjukkan pemenuhan
pendidikan di perguruan tinggi belum mencapai sepertiga dari populasi dengan usia aktif (19-23
tahun). APK Indonesia juga tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti,
Singapura (91%), Thailand (49%), Malaysia (43%). Rendahnya angka lulusan SMA sederajat
yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi salah satunya dikarenakan masalah
ketidakmerataan akses. Perguruan Tinggi Negeri yang umumnya hanya terdapat di kota dan
biaya kuliah di Perguruan Tinggi Swasta yang relatif mahal, merupakan contoh ketidakmerataan
akses yang menyulitkan calon mahasiswa yang berasal dari desa dan kurang mampu secara
ekonomi untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kondisi ini yang membuat
kebanyakan para calon mahasiswa yang berasal dari daerah atau yang berasal dari keluarga
kurang mampu tidak dapat melanjutkan pendidikan hingga ke pendidikan tinggi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pemerintah
Indonesia berkewajiban untuk mewujudkan keterjangkauan akses dan kesempatan belajar di
perguruan tinggi demi menyiapkan insan Indonesia yang cerdas dan berdaya saing. Oleh karena
itu, pemerintah akan selalu berupaya dalam menjamin kesempatan bagi seluruh anak Indonesia,
terlebih yang kurang mampu, untuk dapat menempuh pendidikan hingga ke jenjang kuliah. Salah
satu upaya afirmasi pemerintah dalam mewujudkan kesetaraan akses ke pendidikan tinggi,
terutama bagi calon mahasiswa dengan hambatan ekonomi, adalah dengan melalui Program
Kartu Indonesia Pintar Kuliah Merdeka.

2
Program Kartu Indonesia Pintar Kuliah Merdeka atau yang biasa disebut KIP-Kuliah
Merdeka ini merupakan sebuah program yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka memberikan
dukungan serta keringanan dalam hal biaya sektor pendidikan bagi peserta didik tamatan
SMA,SMK,MA, dan Sederajat yang memiliki keinginan untuk mengikuti pembelajaran jenjang
kuliah baik itu D3, D4 serta S1 namun masih terhalang di dalam ekonomi nya. KIP-Kuliah
Merdeka ini sendiri dibuat oleh pihak pemerintah untuk menjadi pelengkap di dalam program
beasiswa Bidikmisi, yang nanti nya dapat berfungsi untuk membantu masyarakat miskin untuk
dapat tetap menjalankan pendidikan tinggi agar dapat menjadi sumber daya Manusia kedepan
nya.

Gambar 1. Jumlah Penerima KIP Kuliah Merdeka

Sumber: Sosialisasi KIP Kuliah Merdeka 2023, Puslapdik

Sejak berganti menjadi Kartu Indonesia Pintar-Kuliah pada tahun 2020, program ini menerima
200 ribu peserta pada tahun 2020-2021, dan mengalami penurunan pada tahun 2022 menjadi
185.475 peserta didik. Untuk tahun 2023, Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan
Kemdikbudristek merencanakan kuota program KIP-Kuliah sebanyak 200.000 peserta. Dalam
pelaksanaannya, program ini mengalami berbagai polemik, salah satu masalah utamanya adalah
mengenai ketidaktepatan sasaran penerima. Audit BPK pada tahun 2020 pada Program Indonesia
Pintar, yang membawahi KIP Kuliah Merdeka, terdapat 5.364.986 siswa penerima PIP yang
tidak tepat sasaran atau sejumlah Rp2,86 triliun disalurkan kepada mereka yang tidak memenuhi
syarat (Yulianti, 2021). Selain itu, penetapan skema baru pada pelaksanaan KIP Kuliah Merdeka
2023 juga membawa perdebatan tersendiri.

3
1.2 Gambaran Umum Program
Dijelaskan pada buku Panduan Pedoman Pendaftaran Kartu Indonesia Pintar Kuliah
(KIP-K) Merdeka bahwa KIP-K adalah bagian dari Program Indonesia Pintar (PIP) adalah
bantuan berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah yang
diberikan kepada peserta didik dan mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin/ rentan miskin
untuk membiayai pendidikan. Hal ini menjadi dasar komitmen pemerintah yang menempatkan
akses pendidikan tinggi bagi seluruh masyarakat sebagai salah satu prioritas pembangunan. PIP
Pendidikan Tinggi untuk mahasiswa diberikan dalam bentuk Kartu Indonesia Pintar Kuliah atau
KIP Kuliah.
Pada tahun 2020, pemerintah telah memberikan bantuan pendidikan kepada lebih dari
150.000 mahasiswa yang diterima di perguruan tinggi, termasuk penyandang disabilitas, dalam
bentuk KIP Kuliah sebagai bukti kehadiran negara untuk membantu masyarakat memperoleh
akses dan jaminan pembiayaan pendidikan tinggi. Pada 2021, Mendikbudristek meluncurkan
KIP Kuliah Merdeka yang merupakan transformasi dari Bidikmisi yang telah berjalan sejak
tahun 2010. Pada 2021, KIP Kuliah Merdeka telah menjamin biaya pendidikan dan bantuan
biaya hidup bagi lebih dari 150.000 mahasiswa penerima yang masuk ke perguruan tinggi
melalui beragam jalur masuk perguruan tinggi dan politeknik di seluruh PTN dan PTS.
KIP Kuliah Merdeka bertujuan untuk meningkatkan potensi ekonomi dan mobilitas sosial
bagi mahasiswa dari keluarga miskin/rentan miskin untuk berkuliah. KIP Kuliah Merdeka
dilengkapi dengan kebijakan baru terkait biaya pendidikan dan biaya hidup untuk mendorong
calon mahasiswa dari keluarga miskin/rentan miskin untuk kuliah pada Program Studi unggulan
di Perguruan Tinggi terbaik di seluruh Indonesia.
Pada 2023, pemerintah melalui Puslapdik Kemendikbudristek kembali menyalurkan
bantuan untuk melanjutkan pendidikan tinggi ribuan mahasiswa penerima KIP Kuliah Merdeka.
Kemendikbudristek juga terus menjamin kelancaran penyaluran KIP Kuliah dan Bidikmisi yang
masih berjalan sampai masa studi selesai.
Manfaat KIP Kuliah Merdeka 2023 yang utama adalah jaminan biaya pendidikan yang
dibayarkan langsung ke Perguruan tinggi berdasarkan Akreditasi Program Studi (Prodi). Selain
itu, bantuan biaya hidup juga akan diberikan bagi mahasiswa penerima KIP Kuliah Merdeka
yang terpilih. Bantuan biaya hidup tersebut sepenuhnya merupakan hak mahasiswa sehingga

4
ditransfer langsung ke rekening mahasiswa penerima. Mahasiswa dapat memanfaatkan bantuan
tersebut untuk memenuhi berbagai kebutuhan selama kuliah dan tidak boleh dimanfaatkan
perguruan tinggi untuk biaya tambahan apapun
Pada 2023, bantuan biaya hidup yang diberikan pada mahasiswa terpilih diberikan dalam
5 klaster besaran berdasarkan wilayah, yaitu Rp800.000, Rp950.000, Rp1.100.000, Rp1.250.000,
dan Rp1.400.000 per bulan yang didasarkan pada hasil Survei Besaran Biaya Hidup dan Survei
Sosial Ekonomi Nasional oleh Badan Pusat Statistik.
Biaya pendidikan diusulkan oleh Perguruan Tinggi kepada Puslapdik berdasarkan
rata-rata besaran biaya pendidikan mahasiswa non-KIP Kuliah Merdeka di masing-masing
Program Studi pada tahun akademik yang sama atau 1 tahun sebelumnya. Besaran untuk prodi
dengan akreditasi A maksimal Rp12.000.000 khusus untuk prodi bidang kesehatan dan maksimal
Rp8.000.000 untuk prodi non kesehatan. Untuk akreditasi B maksimal sebesar Rp4.000.000 dan
akreditasi C maksimal sebesar Rp2.400.000. Dengan jaminan biaya pendidikan ini, perguruan
tinggi tidak boleh lagi meminta tambahan biaya apa pun yang terkait operasional pendidikan
penerima Program KIP Kuliah Merdeka atau terkait langsung dengan proses pembelajarannya.
Namun biaya operasional pendidikan tidak termasuk untuk menanggung:
1. biaya jas almamater atau baju praktikum
2. biaya asrama
3. biaya pendukung pelaksanaan KKN, PKL, atau magang
4. biaya kegiatan pembelajaran dan penelitian yang dilaksanakan secara mandiri
5. biaya wisuda

5
BAB II
ANALISA PERMASALAHAN

2.1 Analisis Framework Gilbert & Terrel


2.1.1 Analisis Ketepatan Siapa (Dimensi 1)
KIP-K merupakan salah satu program yang membawa konsep selektivitas pada
pelaksanaannya. Prinsip selektivitas sendiri adalah prinsip yang melihat bahwa tidak
semua orang layak untuk mendapatkan bantuan sehingga perlu adanya tes. (Gilbert &
Terrel, 2005). Berdasarkan hal ini, ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi apabila
seseorang ingin bisa mengakses KIP-K. Selain itu, jika dilihat dari kontinum pilihan
Gilbert & Terrel (2005), KIP-K termasuk dalam kontinum means-test yang artinya
kelayakan berdasarkan kebutuhan yang teruji kemampuan bergantung pada bukti
mengenai ketidakmampuan seseorang untuk membeli barang dan/atau jasa. Akses
individu ke ketentuan sosial dibatasi terutama oleh keadaan ekonominya.
Persyaratan penerima KIP-K dilansir dari web resmi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan adalah sebagai berikut :
1. Penerima KIP Kuliah Merdeka adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), atau bentuk lain yang sederajat yang lulus pada tahun
berjalan atau maksimal lulus 2 (dua) tahun sebelumnya;
2. Telah lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru melalui semua jalur masuk Perguruan
Tinggi Akademik atau Perguruan Tinggi Vokasi dan diterima di PTN atau PTS pada
Program Studi yang telah terakreditasi secara resmi dan tercatat pada sistem akreditasi
nasional perguruan tinggi;
3. Memiliki potensi akademik baik tetapi memiliki keterbatasan ekonomi atau berasal dari
keluarga miskin/rentan miskin dan/atau dengan pertimbangan khusus yang didukung
bukti dokumen yang sah.
Persyaratan ekonomi :
1. Persyaratan ekonomi penerima KIP Kuliah Merdeka adalah mahasiswa yang berasal dari
keluarga miskin/rentan miskin yang dibuktikan dengan:
a. Mahasiswa pemegang atau pemilik Kartu Indonesia Pintar (KIP) Pendidikan
Menengah;

6
b. Masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau menerima program
bantuan sosial yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial seperti:
- Bansos Program Keluarga Harapan (PKH); b. Bansos Penerima Bantuan
Iuran Jaminan
- Kesehatan (PBI JK);
- Bansos Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT);
c. Masuk dalam kelompok masyarakat miskin/rentan miskin maksimal pada desil 3
(tiga) Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE)
yang ditetapkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia
dan Kebudayaan;
d. Mahasiswa dari panti sosial/panti asuhan;
e. Jika calon penerima tidak memenuhi salah satu dari 4 kriteria di atas, maka dapat
tetap mendaftar untuk mendapatkan KIP Kuliah Merdeka selama memenuhi
persyaratan miskin/rentan miskin sesuai dengan ketentuan, yang dibuktikan
dengan:
- Bukti pendapatan kotor gabungan orang tua/wali paling banyak
Rp4.000.000 setiap bulan atau pendapatan kotor gabungan orang tua/wali
dibagi jumlah anggota keluarga paling banyak Rp750.000; dan
- Bukti keluarga miskin dalam bentuk Surat Keterangan Tidak Mampu
(SKTM) yang dikeluarkan dan dilegalisasi oleh pemerintah, minimum
tingkat desa/ kelurahan untuk menyatakan kondisi suatu keluarga yang
termasuk golongan miskin atau tidak mampu.
Berdasarkan berbagai persyaratan tersebut menurut Husaini et.al (2013) hasil
penelitian menunjukkan bahwa tata kelola penerima KIP-K sudah terealisasikan dengan
baik. Dimana penerima dari kartu Indonesia Pintar (KIP-K) sudah tepat sasaran yang
kebanyakan dari mereka merupakan anak dari ekonomi kurang mampu tetapi memiliki
prestasi dalam akademik sehingga memerlukan bantuan. Namun, di sisi lain Rohmah &
Kasmawanto (2022) menyebutkan bahwa saat proses survey, tim surveyor menemukan
beberapa calon mahasiswa yang layak menerima tapi data calon mahasiswa tersebut tidak
masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial. Hal ini
dapat menjadi bahan pertimbangan Tim dalam melakukan seleksi.

7
2.1.2 Analisis Ketepatan Apa (Dimensi 2)
KIP-K adalah program yang memberikan bantuan dengan bentuk uang atau cash.
Para pendukung bentuk bantuan cash pada Gilbert & Terrel (2005) menyatakan bahwa
penyediaan uang tunai adalah optimal karena uang tunai memberikan pilihan maksimum
kepada penggunanya. Posisi ini, tentu saja, mengasumsikan konsumen yang rasional dan
mampu menilai dengan tepat apa yang menjadi kepentingan terbaiknya.
Pemberian bentuk uang tunai ini adalah hal yang tepat karena masing-masing
penerima KIP-K mempunyai kebutuhan berbeda yang didasari oleh perbedaan latar
belakang, tempat asal, pendapatan, kegiatan, dan masih banyak lagi. Pemanfaatan uang
tunai yang diberikan sudah menunjukkan kesesuaian dengan tujuan KIP-K sendiri.
Disebutkan oleh Winata et.al (2023) bahwa penggunaan Dana Beasiswa KIP-K memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan mahasiswa.
Pada jurnal Zainal et al., (2023) disebutkan bahwa mahasiswa yang mendapatkan
KIP-Kuliah sudah mampu mengalokasikan dana bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Mereka mendahulukan biaya-biaya yang berhubungan dengan kuliah seperti living cost
(biaya hidup) yaitu makan, sewa kos, tranportasi, dan lain sebagainya, pembelian
peralatan/asset untuk menunjang pendidikan, pembelian buku untuk perkuliahan, biaya
praktikum, pembelian pulsa untuk menunjang pendidikan, maupun semua biaya yang
berkaitan dengan pendidikan. Hal yang sama ditunjukkan oleh Mariana et al. (2022)
bahwa mahasiswa/i telah memiliki kesadaran tinggi untuk menyisihkan uang mereka
sehingga setiap individu dengan financial knowledge tinggi mampu mengelola keuangan
dengan bijak. Selain itu disebutkan pula bahwa mahasiswa semakin memiliki tingkat
kesadaran pentingnya keuangan di masa depan dan mampu untuk mengelola keuangan
dengan bijak dan terarah.
Pengelolaan keuangan yang baik ditunjukkan oleh Qurrotuaini et al. (2022) yang
menyebutkan bahwa para penerima KIP-K mempunyai perilaku konsumtif yang rendah.
Penelitiannya menunjukkan mahasiswa/i lebih mempertimbangkan pengeluaran uang
untuk kebutuhan hidup agar terpenuhi dengan baik. Mahasiswa/i ketika membeli sesuatu
akan mempertimbangkan kebutuhan hidup dibanding keinginan. Selain itu, ketika tidak
ada kebutuhan mereka memilih untuk menabung uang tersebut daripada membeli suatu
barang berdasarkan suatu keinginan yang belum dibutuhkan.

8
Namun, di sisi lain penelitian yang dilakukan oleh Misro’i et al., (2022)
menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa penerima KIP-K sudah memanfaatkan
beasiswa KIP Kuliah dengan baik, namun masih terdapat mahasiswa yang belum
memanfaatkan beasiswa sesuai dengan peruntukannya sehingga perlu meningkatkan
pemanfaatan beasiswa KIP Kuliah sesuai dengan peruntukannya. Hasil ini memberikan
bukti bahwa dengan penggunaan dana KIP-K yang baik dan terencana akan mampu
memenuhi kebutuhan mahasiswa baik dalam segi pendidikan maupun sehari-hari.

2.1.3 Analisis Kompleksitas Delivery System (Dimensi 3)


Program KIP Kuliah Merdeka berada di bawah naungan Kementrian Pendidikan,
Kebudayaan, Ristek dan Teknologi, tepatnya di unit Pusat Layanan Pendidikan
(Puslapdik). Sebelumnya, pembiayaan pengelolaan KIP Kuliah berada dibawah
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Puslapdik bertanggung jawab mengenai
penyusunan kebijakan teknis, pengolahan data, penetapan penerima dan penyaluran
pembiayaan, serta melakukan pemantauan dan evaluasi bagi seluruh layanan pembiayaan
pendidikan, termasuk program KIP Kuliah.
Dalam menentukan kuota KIP Kuliah Merdeka, Puslapdik bekerja sama dengan
mitra perguruan tinggi negeri (PTN), LLDIKTI yang membawahi PTS, serta usulan dari
pemangku kebijakan, baik dari PTN maupun PTS. Untuk PTN, kuota KIP Kuliah
ditentukan berdasarkan jumlah mahasiswa penerima KIP Kuliah Merdeka pada tahun
sebelumnya, serta akreditasi dari program studi. Sementara itu, penentuan kuota PTS
ditentukan berdasar jumlah penerima pada tahun sebelumnya, daya tampung, akreditasi
program studi, dan petimbangan lain dari LLDIKTI.

9
Gambar 1. Kuota KIP Kuliah Merdeka 2022
Sumber: Sosialisasi KIP Kuliah Merdeka 2022, Puslapdik

Bantuan yang diberikan terbagi menjadi bantuan biaya hidup dan biaya
pendidikan. Besaran biaya bantuan hidup dibagi dalam 5 kluster wilayah, yaitu
Rp800.000, Rp950.000, Rp1.100.000, Rp1.250.000, Rp1.400.000. Penentuan ini
berdasarkan Besaran Biaya Hidup dan Survei Sosial Ekonomi Nasional oleh Badan Pusat
Statistik (Puslapdik, 2023). Bantuan biaya pendidikan diberikan sesuai dengan akreditasi
dari program studi, untuk akreditas A, biaya pendidikan yang diberikan maksimal
Rp12.000.000 untuk program studi kesehatan, dan Rp8.000.000 untuk program studi
non-kesehatan, akreditasi B maksimal Rp4.000.000, dan akreditasi C maksimal
Rp2.400.000. Penyaluran biaya ini dilakukan oleh Puslapdik melalui bank penyalur yang
bekerja sama dengan program ini. Bank penyalur lalu akan mentransfer biaya pendidikan
kepada rekening perguruan tinggi, dan biaya hidup kepada rekening masing-masing
mahasiswa.
Berdasarkan Pedoman Pendaftaran Kartu Indonesia Pintar Kuliah Merdeka tahun
2023 yang dikeluarkan oleh Puslapdik, terdapat perbedaan pemberian layanan dari
tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2020–2022, bantuan yang diberikan berupa bantuan
biaya pendidikan dan biaya hidup, sementara pada tahun 2023, pemberian layanan dibagi
menjadi dua skema, yaitu:
● Skema 1: menerima bantuan biaya pendidikan dan biaya hidup

10
● Skema 2: hanya menerima bantuan biaya pendidikan
Penetapan akan siapa yang mendapat skema 1 dan 2 berada di tangan perguruan
tinggi mengacu pada kuota penerimaan per-skema di masing-masing perguruan tinggi.
Selanjutnya, penerima KIP Kuliah Merdeka ditetapkan oleh Puslapdik, berdasarkan
usulan dari perguruan tinggi setelah mahasiswa diterima dalam perguruan tinggi tersebut
dan melakukan verifikasi data.
Berdasarkan panduan yang dikeluarkan oleh Puslapdik, salah satu kriteria
ekonomi sebagai syarat pendaftaran adalah terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan
Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial, atau Pensasaran Percepatan Penghapusan
Kemiskinan Ekstrem (P3KE) oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK). Walaupun calon
penerima dapat mendaftar dengan menyertakan keterangan penghasilan dibawah
RP4.000.000, atau dengan menyertakan Surat Keterangan Tidak Mampu, DTKS dan
P3KE masih berperan penting dalam menentukan kelolosan mereka. Selain itu, pada
Peraturan Kemenkeu No. 4 /PMK.02/2023 Pasal 2, hanya calon mahasiswa pendaftar
KIP Kuliah yang terdaftar dalam DTKS atau P3KE yang dibebaskan dari biaya UTBK.
Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, terdapat pembebasan biaya UTBK bagi pendaftar
KIP Kuliah.
Hal ini menjadi polemik tersendiri, mengingat bahwa data DTKS rentan
bermasalah. Salah satu dasar dari penetapan DTKS adalah hasil dari musyawarah
kelurahan (Muskel) mengenai jumlah warga miskin dalam kelurahannya. Musyawarah
kelurahan merupakan bagian dari proses verifikasi dan validasi, sebagaimana tertuang
dalam Permensos No. 28 Tahun 2017. Proses penentuan manual berdasarkan
rekomendasi ini menjadikan kemungkinan terjadinya inclusion error dalam penetapan
DTKS, karena ada faktor-faktor seperti kedekatan dengan anggota kelurahan atau
RT/RW. Selain itu, proses penentuan DTKS juga memakan waktu yang cukup lama,
sedangkan kebijakan mengenai biaya UTBK baru dikeluarkan 2 hari sebelum pendaftaran
UTBK, yaitu pada 21 Maret 2023, melalui siaran langsung Sosialisasi Daring
Pendaftaran UTBK-SNBP 2023. Berdasarkan sosialisasi ini, pendaftar KIP Kuliah
Merdeka dibagi menjadi 2 golongan, golongan 1 yang sudah terverifikasi oleh
Kementerian Sosial mendapat pembebasan biaya UTBK, dan golongan 2 yang belum

11
terverifikasi harus membayar biaya UTBK sebesar Rp200.000. Pemberitahuan yang
mendadak ini mendapat kritik dari para pendaftar KIP Kuliah, karena tidak semua
memiliki DTKS atau terdaftar dalam bansos Kemensos. Uang Rp200.000 juga bukanlah
jumlah yang sedikit, mengingat para pendaftar KIP Kuliah memiliki latar belakang
ekonomi yang kurang mampu.
Hasil audit dari BPK juga menemukan bahwa pada Program Indonesia
Pintar–yang menaungi program KIP Kuliah Merdeka–terdapat ketidaktepatan sasaran
dalam penyaluran biaya bantuan sepanjang tahun 2018–2020. Sebanyak 5.364.986 siswa
atau sejumlah Rp2,86 triliun dianggap disalurkan kepada mereka yang tidak memenuhi
syarat. Selain itu, sebanyak 2.455.174 peserta didik pemilik KIP yang berasal dari
keluarga peserta PKH/KKS kehilangan kesempatan untuk mendapat bantuan karena tidak
diusulkan dalam SK penerimaan bantuan PIP (Yuliantri, 2021). Tahun 2021, BPK
menemukan permasalahan pada program KIP Kuliah. Terdapat penggunaan dana
kelolaan yang dianggap tidak akuntabel sebesar Rp10 miliar. Selanjutnya, terdapat
kekurangan penerimaan sisa dana kelolaan yang menimbulkan risiko penyalahgunaan
sejumlah Rp196,9 juta. Hasil audit BPK juga menemukan adanya pemborosan
penggunaan dana kelolaan KIP-Kuliah sebesar Rp 777,500 juta (Pramita, D., 2023).
Permasalahan-permasalahan ini muncul akibat proses monitoring dan evaluasi,
baik dari Puslapdik maupun pihak perguruan tinggi yang tidak memadai. Juga, kurangnya
transparansi atas pengelolaan dana KIP Kuliah menjadi hal yang perlu disoroti.
Pemberlakuan skema baru pada pelaksanaan KIP Kuliah Merdeka 2023 juga
berpotensi menimbulkan penurunan jumlah siswa yang akan melanjutkan pendidikan
tinggi karena terhalang ekonomi. Karena, biaya yang diperlukan untuk melanjutkan
pendidikan tinggi bukan hanya biaya pendidikan, melainkan juga biaya hidup seperti
transportasi, makan, sewa kos, dan lainnya. Selain itu, penentuan kuota perskema yang
dilakukan oleh masing-masing perguruan tinggi juga ketidakjelasan proses penentuan
bagi para pendaftar, sehingga mereka dibayangi rasa cemas sambil menunggu hasil
keluar. Pemberlakuan dua skema ini juga berpotensi untuk menimbulkan kesenjangan
dan kecemburuan sosial di antara penerimanya.

12
2.1.4 Analisis Kompleksitas Financing (Dimensi 4)
Sumber dana dari program KIP kuliah ini berasal dari dana APBN pemerintah
dimana dapat dijabarkan bahwa dana APBN ini meliputi pendapatan dari pajak,
pendapatan negara bukan pajak, serta dari dana hibah. KIP kuliah ini menggunakan dana
APBN yang dialokasikan untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2023 yang ditetapkan sebesar Rp80,22 triliun. Dari
sejumlah anggaran tersebut, sebesar Rp38.17 triliun dialokasikan untuk pendanaan wajib.
Pendanaan wajib tersebut beberapa diantaranya adalah Program Indonesia Pintar (PIP)
untuk jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah,
aneka tunjangan guru, tunjangan dosen, dan lain-lain. KIP Kuliah termasuk dalam
pendanaan wajib yang dianggarkan oleh Kemendikbudristek dalam hal ini pada tahun
2022 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp10.003.579.416.000 untuk pembiayaan KIP
Kuliah Merdeka. Bantuan yang diberikan dalam program KIP kuliah ini juga termasuk
monetizable karena terhitung dalam satuan uang yang bisa dinilai harganya di pasar serta
bantuan yang diberikan ini berupa uang cash pada penerima manfaatnya
Anggaran yang dikeluarkan untuk KIP kuliah ini digunakan untuk memberikan
bantuan terkait jaminan biaya pendidikan yang dibayarkan langsung ke Perguruan tinggi
berdasarkan Akreditasi Program Studi (Prodi) dan bantuan biaya hidup yang sepenuhnya
merupakan hak mahasiswa sehingga ditransfer langsung ke rekening mahasiswa
penerima. Sehingga anggaran atau cost yang diberikan oleh negara dalam hal ini dapat
dilihat bersifat tangible cost karena dana anggaran yang di dapat dari APBN tersebut
diberikan kepada penerima dan berupa uang yang dapat diambil melalui bank penyalur
KIP Kuliah. Selain itu program KIP kuliah ini juga dapat dilihat menjadi intangible cost
dimana cost yang dikeluarkan tidak dapat dilihat secara objektif tetapi anggaran bantuan
yang diberikan KIP kuliah ini berusaha untuk melakukan pemerataan pendidikan tinggi
sehingga goals jangka panjang yang diharapkan pemerintah adalah dengan adanya
sumber daya manusia (SDM) unggul dan berkualitas melalui sistem pendidikan di
Indonesia yang lebih baik. Program KIP Kuliah ini juga memberikan manfaat secara

13
langsung pada penerimanya dimana cost yang diberikan berupa cash yang nantinya dapat
langsung dirasakan dan digunakan sesuai dengan penerima KIP.
Berkaitan dengan sistem transfer pada pengeluaran dana maka anggaran yang
diberikan untuk program KIP Kuliah ini dikelola oleh Kemendikbud Ristek sebagai
pemerintah pusat yang nantinya anggaran tersebut dialokasikan ke setiap daerah. Dalam
hal ini bantuan biaya KIP kuliah seperti yang telah dijelaskan bahwa anggaran yang
diberikan di setiap daerah itu berbeda-beda sesuai dengan daerah. Dalam sistemnya maka
pemberian dana ini melihat dari kondisi program, kondisi keuangan, kondisi penerima
manfaat, dan kondisi prosedural. Kondisi program dimana program dikategorikan ketika
tujuan dasarnya ditentukan secara rinci dalam hal ini program KIP Kuliah menjadi suatu
program yang berada di bawah Kemendikbudristek dan menjadi salah satu program yang
termasuk dalam pendanaan wajib yang harus diberikan. Kondisi keuangan merupakan
kondisi yang mengatur pengaturan cash flow pemerintah. Program KIP Kuliah ini
bersumber dari dana APBN negara yang disalurkan ke Kemendikbudristek sebagai
pendanaan program yang dinaungi dan selanjutnya dana program tersebut dialokasikan ke
setiap daerah untuk penyaluran bantuan KIP Kuliah ini. Selanjutnya adalah kondisi
penerima manfaat yang menekankan pada melihat kondisi dari penerima program agar
dapat menentukan yang memiliki hak menerima bantuan KIP kuliah ini supaya tidak
terjadi kesalahan terhadap alokasi dana yang diberikan karena hal tersebut akan
menimbulkan kerugian pada anggaran negara ketika terjadi anggaran yang tidak tepat
guna. Terakhir ada kondisi prosedural dimana hal ini berarti kondisi yang digunakan
untuk menentukan prosedur perencanaan, administrasi, dan pelaporan. Dalam program
KIP Kuliah kondisi prosedural ini digunakan untuk menyusun perencanaan awal
menentukan anggaran yang akan dialokasikan untuk program KIP kuliah ini, serta
selanjutnya berkaitan dengan pencairan dana KIP kuliah yang diterima oleh penerima
manfaat. Kompleksitas financing dari program KIP kuliah ini yang telah dijelaskan
sebelumnya maka pemasukan dan pengeluaran dana yang dilakukan itu tentunya diawasi
oleh pusat dalam hal ini Kemendikbudristek dan juga oleh Kementerian Keuangan untuk
mengatur pemberian dana atau anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan.

14
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Program KIP-Kuliah Merdeka

Berjalannya program KIP-Kuliah Merdeka bukan berarti selalu mulus tanpa hambatan. Dibalik
program tersebut, terdapat kelebihan yang dapat dipertahankan dan dimaksimalkan. Akan tetapi,
terdapat pula kekurangan yang masih dapat diperbaiki kedepannya. Oleh karena itu, berikut
dijelaskan beberapa program serupa di negara-negara lain untuk menjadi bahan perbandingan
program KIP-Kuliah Merdeka.

2.2.1 Perbandingan dengan program di Thailand: Equitable Education Fund (EEF)


Equitable Education Fund (EEF) merupakan salah satu kebijakan pemerintah
Thailand yang bertujuan untuk memberikan dukungan keuangan bagi anak-anak dan
remaja yang paling membutuhkan, mengurangi kesenjangan pendidikan dengan
membentuk kemitraan dengan berbagai kelompok dan melakukan penelitian sistematis
untuk mendukung dan mengembangkan efektivitas guru. EEF berada di bawah
pengawasan lima kementerian (Kementerian Pendidikan, Kementerian Keuangan,
Kementerian Pembangunan Sosial dan Keamanan Manusia, Kementerian Dalam Negeri
dan Kementerian Kesehatan Masyarakat) dan tujuh ahli independen dari berbagai disiplin
ilmu (akademik, sektor swasta, masyarakat sipil). Mereka yang berhak mendapatkan
bantuan ini adalah siswa dengan pendapatan bulanan rata-rata anggota keluarganya antara
40-300 USD dilihat dari Database Departemen Administrasi Provinsi.
Skema Equitable Education Fund (EEF) bukan hanya fokus memberi bantuan
conditional cash transfers bagi siswa kurang mampu, melainkan juga menyediakan skills
training untuk membantu para siswa mempersiapkan karir mereka.
Pada beberapa aspek terdapat persamaan antara penerapan Program KIP-Kuliah
dengan Program EEF, yaitu pada fokus alokasi bantuan pada pelajar yang berasal dari
keluarga kurang mampu. Akan tetapi, yang menarik dari program EEF adalah bagaimana
mereka bukan hanya memberikan bantuan cash transfers, tetapi juga bantuan pelatihan
skill vokasional. Dengan begitu, para beneficiaries dapat mempersiapkan kompetensi
karir profesional mereka dengan lebih baik semasa menempuh pendidikan. Inovasi
seperti ini belum terlihat pada program KIP-Kuliah. KIP-Kuliah masih fokus pada

15
pemberian bantuan finansial bagi mahasiswa kurang mampu, sedangkan untuk program
sejenis training skills di Indonesia tersedia pada program lain, yakni Kartu Prakerja.
Secara teknis, penggabungan bantuan finansial dan training skills mungkin untuk
diterapkan di Indonesia. Karena pada dasarnya program pelatihan skill di Indonesia telah
tersedia. Justru penggabungan kedua skema ini (KIP-Kuliah dengan training skills)
seharusnya dapat meningkatkan efisiensi dimana pemerintah bisa menggabungkan 2
program ini, tentunya dengan sedikit penyesuaian. Di sisi lain, para mahasiswa juga tidak
perlu lagi mengikuti training skills setelah menyelesaikan pendidikan tinggi dan dapat
mempersiapkan karir mereka sejak masa kuliah.

2.2.2 Perbandingan dengan program UK: Student Finance England Extra


Money

Student Finance England Extra Money merupakan program kebijakan yang


dibentuk oleh pemerintah United Kingdoms yang bertujuan untuk mensejahterakan
mahasiswa yang berkuliah di wilayah United Kingdoms dengan cara memberikan uang
tambahan kepada mahasiswanya yang memiliki masalah di dalam perekonomiannya
seperti mahasiswa yang memiliki orang tua tunggal dan mahasiswa yang keluarganya
berpenghasilan rendah serta memiliki anggota keluarga yang disabilitas. Di dalam
program Student Finance England Extra Money ini, mahasiswa akan mendapatkan
sejumlah uang yang nanti nya akan ditentukan sendiri oleh universitas mereka masing
masing, namun biasa nya mereka akan mendapatkan sekitar 2000 Poundsterling. Pada
beberapa kasus, uang yang telah diberikan tidak usah dibayarkan kembali namun
terkadang ada yang harus dibayar kembali baik itu sekaligus maupun dicicil.
Student Finance didalam beberapa aspeknya memiliki persamaan di antara
Program KIP-Kuliah Merdeka dengan Program Students Finance Extra Money seperti
pemfokusan alokasi bantuan nya yaitu kepada pelajar yang memiliki permasalahan di
dalam perekonomiannya. Namun, tetap berada beberapa perbedaan yang ditemukan
diantara KIP-Kuliah Merdeka serta Student Finance Extra Money yaitu dalam pemberian
biaya nya yang cukup besar di program Student Finance Extra Money. Serta adanya
ketentuan di suatu kasus yang mengharuskan mahasiswa untuk mengembalikan uang
yang telah diberikan baik itu dilunasi secara langsung atau dicicil. Ketentuan ini

16
membentuk mahasiswa untuk dapat memiliki rasa tanggung jawab dan kegigihan dalam
belajar serta bekerja yang nanti nya sangat berguna bagi masa depan nya.
Secara teknis, skema program Student Finance Extra Money ini kurang cocok
untuk diterapkan di Indonesia. Selain karena besarnya anggaran dana yang diperlukan,
terdapat juga perbedaan kondisi Indonesia dengan negara UK. Di Indonesia, setelah lulus
kuliah biasanya akan langsung melamar pekerjaan dengan status fresh graduate.
Sedangkan para fresh graduate yang baru merintis karir biasanya mendapatkan gaji yang
relatif lebih rendah. Bukan hanya itu, sudah menjadi budaya di Indonesia bahwa saudara
yang telah bekerja dan mempunyai pendapatan akan membantu adik-adiknya yang masih
sekolah. Sehingga butuh waktu bagi kebanyakan fresh graduate di Indonesia untuk
mencapai kestabilan finansial. Itulah alasan kenapa skema berbasis pinjaman ini kurang
tepat diterapkan di Indonesia.

2.2.3 Perbandingan dengan program Filipina: The Pantawid Pamilyang


Pilipino Program (4Ps)
The Pantawid Pamilyang Pilipino Program (4Ps) merupakan program yang
dibentuk oleh DSWD (Department of Social Welfare and Development) Filipina pada
tahun 2008. Program ini dikemas dalam bentuk bantuan sosial (social assistance) dan
pembangunan sosial (social development). Program ini berupa CCT (Conditional Cash
Transfer) yang mengikuti model di negara Amerika Latin dengan tujuan untuk
pemenuhan kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan bagi keluarga miskin yang
mempunyai anak dibawah umur 15 tahun. Lebih lanjut, tujuan jangka panjangnya adalah
menghentikan kemiskinan antar generasi dengan meningkatkan kualitas sumber daya
manusianya (Reyes, C. M., Tabuga, A. D., Mina, C. D., Asis, R. D., 2015:1-3).
Penerima bantuan 4Ps selama periode 2008-2018 sejumlah 4,3 juta keluarga.
Dengan rincian pendanaan untuk barang publik yaitu di bidang kesehatan sebesar 6000
PHP/tahun untuk setiap keluarga berupa check-up reguler, pemberian vaksin dan obat
cacing, perawatan kehamilan dan pasca melahirkan untuk ibu hamil, dan sesi konseling
keluarga. Sedangkan, di bidang pendidikan sebesar 3000 PHP/tahun untuk setiap anak di
sekolah dasar dan 5000 PHP/tahun untuk anak di sekolah menengah dengan maksimal 3
anak/keluarga. Kemudian, disediakan juga subsidi beras sejumlah 7200 PHP/tahun per

17
keluarga (Sicat, C. J. D. dan Mariano, M. A. P., 2021:29-30). Selain itu, dalam
menentukan penerima manfaat digunakan Listahanan Targeting System (LTS) dan setiap
tahunnya budget untuk 4Ps bertambah sehingga semakin banyak penerima manfaat yang
bisa dijangkau.
Terdapat dinamika dalam pelaksanaan 4Ps. Penelitian PIDS (Philippine Institute
for Development Studies) menunjukkan bahwa mayoritas keluarga penerima manfaat 4Ps
menggunakan bantuan yang diberikan secara bertanggung jawab namun beberapa pihak
mengkritik bahwa penerima manfaat hanya menyia-nyiakan bantuan untuk hal yang
buruk dan pemberian bantuan masih kurang tepat sasaran (Sicat, C. J. D. dan Mariano,
M. A. P., 2021:31). Kemudian, meskipun angka partisipasi anak di jenjang sekolah dasar
meningkat namun tidak terjadi peningkatan angka partisipasi di sekolah menengah karena
batas usia penerima manfaat adalah 14 tahun. Masalah lain muncul seperti sistem
administrasi yang kompleks dan struktur institusional yang kaku. (Reyes, C. M., Tabuga,
A. D., Mina, C. D., Asis, R. D., 2015:7-9).
Secara teknis, 4Ps dapat diterapkan di Indonesia karena bentuk pemberian
bantuannya yang sama yaitu Conditional Cash Transfer (CCT) seperti Program Keluarga
Harapan (PKH) yang telah lama diterapkan di Indonesia. Selain itu, program di bidang
pendidikan dan kesehatan juga telah dilakukan melalui KIP-Kuliah Merdeka, Kartu
Indonesia Sehat, dan kartu-kartu lainnya. Oleh karena itu, penerapan 4Ps di Indonesia
kemungkinan besar dapat berjalan secara efektif karena teknis pemberian bantuan yang
sudah tidak asing. Akan tetapi, dapat dikatakan bahwa penerapannya tidak efisien karena
pengeluaran dana untuk 4ps dapat terbilang cukup tinggi dan berkaca dari pengeluaran
negara yang lebih besar daripada pendapatan negara memungkinkan program justru
menambah hutang negara.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan merupakan hal yang krusial dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia di Indonesia. Untuk itu, diadakanlah program KIP-Kuliah Merdeka. KIP-Kuliah
Merdeka merupakan program bantuan pembiayaan pendidikan dari pemerintah bagi mahasiswa
yang berasal dari keluarga miskin/rentan miskin. Penerima manfaat diseleksi sesuai syarat-syarat
tertentu dan diberikan besaran bantuan yang berbeda tergantung wilayah.
Dalam penerapannya, program ini sudah cukup tepat sasaran yaitu diperuntukan bagi
anak dari keluarga yang kekurangan secara ekonomi namun ditemukan beberapa calon
mahasiswa yang layak menerima tapi data calon mahasiswa tersebut tidak masuk dalam Data
Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sehingga tidak bisa mendaftar. Kemudian, mahasiswa
yang mendapatkan KIP-Kuliah sudah mampu mengalokasikan dana bantuan sesuai dengan
kebutuhan biaya akan pendidikan, mampu mengelola keuangannya dengan bijak dengan
menabung dan tidak berperilaku konsumtif. Dengan kata lain, mereka telah mampu
mementingkan kebutuhan dibanding keinginan namun masih terdapat beberapa kasus dimana
mahasiswa belum memanfaatkan beasiswa sesuai dengan peruntukannya.
Penetapan akan siapa yang mendapat skema 1 dan 2 berada di tangan perguruan tinggi
sedangkan penerima KIP Kuliah Merdeka ditetapkan oleh Puslapdik berdasarkan data yang
terkumpul di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Di sisi lain, data DTKS rentan
bermasalah karena penetapan data jumlah warga miskin merupakan hasil dari musyawarah
kelurahan (Muskel) sehingga memungkinkan terjadinya inclusion error karena ada faktor-faktor
seperti kedekatan dengan anggota kelurahan atau RT/RW. Selain itu, proses penentuan DTKS
yang memakan waktu cukup lama menyebabkan kebijakan baru mengenai biaya UTBK
dikeluarkan mendadak yaitu 2 hari sebelum pendaftaran yang menimbulkan kritik dari para
pendaftar KIP Kuliah.
Hasil audit dari BPK menunjukan bahwa terdapat ketidaktepatan sasaran dalam
penyaluran biaya bantuan sepanjang tahun 2018–2020. Dana justru disalurkan kepada mereka
yang tidak memenuhi syarat. Kemudian, terdapat pula permasalah lain seperti, peserta didik

19
pemilik KIP yang berasal dari keluarga peserta PKH/KKS kehilangan kesempatan untuk
mendapat bantuan karena tidak diusulkan dalam SK penerimaan bantuan PIP, pemborosan
penggunaan dana pengelolaan, proses monitoring dan evaluasi yang tidak memadai, kurangnya
transparansi pengelolaan dana, serta pemberlakuan skema baru pada pelaksanaan KIP Kuliah
Merdeka 2023 berpotensi menimbulkan penurunan jumlah siswa yang akan melanjutkan
pendidikan tinggi karena terhalang ketidakjelasan proses penentuan bagi para pendaftar, sehingga
mereka dibayangi rasa cemas sambil menunggu hasil keluar.
Program Student Finance England Extra Money (SFEEM) di United Kingdom, The
Pantawid Pamilyang Pilipino Program (4Ps) di Filipina, dan Equitable Education Fund (EEF) di
Thailand merupakan program yang serupa dengan KIP-Kuliah Merdeka dimana sama-sama
menyasar pendidikan anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Perbedaannya
adalah program SFEEM mengharuskan penerima manfaat untuk mengembalikan dana bantuan
yang telah diberikan, hal ini dirasa tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia karena masyarakat
mungkin menjadi enggan untuk mendaftar program. Kemudian, program 4Ps secara teknis dapat
diterapkan di Indonesia namun biaya yang dibutuhkan akan lebih besar karena mengusung
bidang lain seperti layanan kesehatan dan bantuan subsidi beras, hal ini dapat meningkatkan
utang negara. Selanjutnya program EEF kemungkinan besar dapat diterapkan di Indonesia secara
efektif dan efisien karena menggabungkan dua program di Indonesia yaitu KIP-Kuliah Merdeka
dan Kartu Prakerja.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa program KIP-Kuliah Merdeka sudah
terlaksana dengan cukup baik karena telah memberikan manfaat kepada banyak mahasiswa yang
telah menerima bantuan tersebut (adequate dan responsive) namun belum terlaksana dengan
maksimal karena masih terdapat kekurangan yaitu masalah-masalah yang perlu diperbaiki, baik
dalam hal penerima maupun penyaluran program. Pemberlakuan skema 1 dan 2 secara langsung
mempengaruhi efisiensi biaya karena tidak semua mahasiswa penerima mendapatkan besaran
dana yang sama sehingga dana yang dikeluarkan seharusnya dapat lebih efisien. Dalam hal
keadilan, masih belum maksimal karena masih terdapat inclusion error. Oleh karena itu,
KIP-Kuliah Merdeka merupakan pilihan yang layak bagi masyarakat yang membutuhkan
bantuan dalam hal pembiayaan pendidikan.

20
3.2 Saran atau Rekomendasi

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, terdapat beberapa rekomendasi praktis yang dapat
diterapkan untuk memperbaiki pelaksanaan program KIP-Kuliah, yaitu::

1. Pihak Perguruan Tinggi perlu memastikan status status sebenarnya calon penerima
KIP-Kuliah. Misalnya dengan melakukan survei langsung ke rumah calon penerima.
Metode survei lapangan memang membutuhkan anggaran yang lebih besar, akan tetapi
dapat meminimalisir inclusion dan exclusion error secara lebih efektif.
2. Perlu transparansi pada Perguruan Tinggi terkait daftar mahasiswa yang ditetapkan
sebagai penerima KIP-Kuliah. Hal ini dapat dilakukan dengan perilisan nama-nama
mahasiswa yang ditetapkan sebagai penerima KIP-Kuliah oleh setiap Perguruan Tinggi
penerima KIP-Kuliah. Dengan demikian, hasil penetapan para penerima KIP-Kuliah
dapat diakses oleh masyarakat umum.
3. Perlu perbaikan koordinasi antara pihak Perguruan Tinggi dengan pihak Puslapdik agar
penentuan penerima KIP Kuliah bisa lebih tepat sasaran dan transparan. Dalam hal ini,
Puslapdik berperan mengawasi prosedur penetapan penerima KIP-Kuliah demi
menghindari kecurangan yang dilakukan oleh pihak Perguruan Tinggi.
4. Perlu pemantauan terkait penggunaan dana KIP-Kuliah oleh mahasiswa. Hal ini dapat
dengan mewajibkan mahasiswa penerima KIP-Kuliah untuk membuat laporan keuangan
terkait penggunaan dana KIP-Kuliah. Dengan begitu, penyalahgunaan dana KIP-Kuliah
dapat dihindari.

21
DAFTAR PUSTAKA

Agustang, A. (2020). Masalah Pendidikan di Indonesia. Phinisi Integration Review, 3(1), 46-54
Badan Pusat Statistik. (2022). Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi 2011-2021.
Diakses dari,
https://www.bps.go.id/indicator/28/1443/1/angka-partisipasi-kasar-apk-perguruan-tinggI.html
Husain, S., Husain, E. S., & Rahmat, A. (2023). Kepuasan terhadap Tata Kelola Penerimaan
Kartu Indonesia Pintar Kuliah di Perguruan Tinggi. 7, 1965–1973.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. (2022). Pendampingan KIP Kuliah
Merdeka LLDIKTI dan PTS 2022.
https://kemahasiswaan.itb.ac.id/assets/Kipk/PUSLAPDIK-20220725-Bahan-Pendampingan-K
IPK-LLDIKTI-PTS.pdf
Mariana, D., Purwanto, E., & Wikartika, I. (2022). Pengaruh Perilaku Pengelolaan Keuangan
terhadap Penerima Kartu Indonesia Pintar pada Mahasiswa UPN ”Veteran” Jawa Timur.
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(3), 1536.
https://doi.org/10.33087/jiubj.v22i3.2554
Misro’i, O., Nas, S., & Syabrus, H. (2022). Pengaruh Beasiswa KIP Kuliah terhadap Motivasi
Berprestasi Mahasiswa Jurusan PIPS FKIP Universitas Riau. Jurnal Pendidikan Dan
Konseling, 4(6), 6666–6672.
Pramita, D. (2023, April 14). Skema Baru di Balik Gegap-Gempita Salah sasaran kip kuliah.
https://katadata.co.id/dinipramita/indepth/6438e7adf3961/skema-baru-di-balik-gegap-gempita
-salah-sasaran-kip-kuliah
Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan, & Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan T.
R. I. (2023). Pedoman Pendaftaran Kartu Indonesia Pintar Kuliah Merdeka 2023.
https://kip-kuliah.kemdikbud.go.id/panduan
Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan, & Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi. (2023). Sosialisasi KIP Kuliah Kemendikbudristek 2023.
https://www.youtube.com/watch?v=05Wh4H43MSs&t=3788s.

22
Qurrotuaini, P. W., Puspitasari, D. A., Rohmah, N., Fatimah, A. N., & Mullah, N. Y. H. (2022).
Analisis Perilaku Konsumtif Pada Mahasiswa Penerima Beasiswa Bidikmisi-KIP Kuliah
Angkatan 2020 UIN Raden Mas Said Surakarta. Journal of Multidisciplinary Studies, 6(1),
1–26.
Reyes, C. M., Tabuga, A. D., Mina, C. D., Asis, R. D. (2015). Promoting Inclusive Growth
through the 4Ps. Philippine Institute for Development Studies. Research Paper Series No.
2015-01.
Rohmah, E. N. L., & Kasmawanto, Z. (2022). Implementasi Program Kartu Indonesia Pintar
Kuliah di Perguruan Tinggi Swasta. Jurnal Politik Dan Sosial Kemasyarakatan, 14(1),
85–104.
Rosa, N. (2023). SNPMB sebut Ada 2 Golongan Kip Kuliah Dalam Utbk-SNBT 2023, Ini
Bedanya.
https://www.detik.com/edu/seleksi-masuk-pt/d-6630963/snpmb-sebut-ada-2-golongan-kip-kul
iah-dalam-utbk-snbt-2023-ini-bedanya
Sicat, C. J. D. dan Mariano, M. A. P. (2021). Public Expenditure Review of Social Protection
Programs in the Philippines. Philippine Institute for Development Studies: Research Paper
Series No. 2021-0.
Winata, R., Khairunnisa, R., Sanjaya, V. F., & Se, M. (2023). Pengaruh Penggunaan Dana
KIP-K Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Mahasiswa Dalam Prespektif Ekonomi Islam ( Studi
Pada Mahasiswa Penerima KIP- K UIN Raden Intan Lampung ). 4(1), 8–14.
Zainal, R., Joesyiana, K., Zainal, H., Wahyuni, S., & Adriyani, A. (2023). Manajemen
Pengelolaan Keuangan bagi Mahasiswa Penerima Beasiswa KIP Kuliah pada Perguruan
Tinggi di Lingkungan Yayasan Pendidikan Persada Bunda (STIE–STISIP–STBA–STIH).
1(2018), 12–17.

Undang-Undang
Undang-Undang No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi
Peraturan Sektretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Nomor 10 tahun 2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Indonesia Pintar Pendidikan
Tinggi

23

Anda mungkin juga menyukai