Anda di halaman 1dari 2

Gagasan Swasembada Gula di Indonesia

Keberhasilan pengembangan tebu lahan kering di Indonesia menunjukkan bahwa industri gula mempunyai prospek yang baik. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi gula adalah dengan memperbaiki manajemen produksi. Pengetahuan tentang teknik budi daya yang mencakup ketersediaan air, sifat fisik tanah, pH tanah, pemupukan, penggunaan varietas, serta pengendalian hama, penyakit, dan gulma perlu dikuasai. ula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi penduduk Indonesia. Kebutuhan gula Indonesia diperkirakan mencapai 4 juta ton setiap tahun dengan asumsi jumlah penduduk sekitar 200 juta orang dengan konsumsi gula 20 kg/ orang/tahun. Kebutuhan gula sebanyak itu dapat dipenuhi oleh 20 pabrik gula di mana masing-masing pabrik mengelola perkebunan tebu 10.000 ha dengan kapasitas produksi minimum 2 ton gula kristal per hektar. Sebenarnya kapasitas produksi gula kristal lebih dari itu, sehingga sisanya dapat diekspor. Namun, kenyataannya impor gula beberapa tahun terakhir terus meningkat sehingga memprihatinkan banyak pihak. Pada masa penjajahan Belanda hingga beberapa tahun setelah merdeka atau menjelang nasionalisasi pabrik gula sekitar tahun 1959, Indonesia masih mengekspor gula sekitar 2 juta t/tahun. Meskipun saat ini jumlah penduduk Indonesia melebihi 200 juta jiwa dan mesin pabrik telah sangat tua, kondisi tersebut tidak dapat dijadikan alasan sebagai penyebab menurunnya produksi, sehingga gula harus diimpor. Keputusan pemerintah untuk

mengimpor gula mengindikasikan bahwa pemerintah sangat lambat dalam melakukan reformasi di bidang agribisnis gula. Upaya meningkatkan produksi gula dalam negeri dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen produksi serta mematok harga gula dalam negeri sama atau sedikit lebih rendah dari harga gula luar negeri. Keberhasilan pengembangan tebu lahan kering di Gunung Madu, Lampung, dan di wilayah lain di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua menunjukkan bahwa industri gula Indonesia mempunyai prospek yang cukup baik. Untuk mendapatkan hasil gula yang tinggi, maka pengetahuan tentang teknik budi daya tebu perlu dikuasai, yang mencakup ketersediaan air, sifat fisik tanah, kemasaman/ pH tanah, pemupukan berdasarkan uji tanah, penggunaan varietas unggul, serta pengendalian hama, penyakit, dan gulma. Ketersediaan Air Selama pertumbuhan vegetatif, air harus tersedia dalam jumlah mencukupi namun tidak berlebihan.

Kelebihan air terutama pada musim hujan harus segera dibuang melalui saluran drainase, agar tidak terjadi penggenangan yang terlalu lama. Sifat iklim yang diinginkan tanaman tebu adalah iklim kering pada musim kemarau selama 3-6 bulan dengan suhu optimum 25-30oC. Suhu udara tinggi diikuti dengan kelembapan tanah dan udara yang juga tinggi sangat menguntungkan pertumbuhan vegetatif. Cuaca kering yang dingin atau cool dry weather dapat mempercepat pematangan. Apabila terjadi penyimpangan iklim seperti musim kemarau yang lebih panjang dari biasanya, kekurangan air dapat diatasi dengan memompa air tanah, sungai, atau membuat embung sebagai tempat penampung air. Embung dibuat secara bertingkat dari tempat yang paling tinggi sampai paling rendah untuk memudahkan pendistribusian air ke seluruh area pertanaman. Sifat Fisik Tanah Para peneliti tebu menyarankan agar sifat-sifat fisik tanah diukur secara periodik setiap 5-10 tahun sekali. Sifat-sifat fisik tanah yang perlu diketahui antara lain adalah: (1) distribusi pori tanah, untuk mendeteksi sifat drainase, air tersedia, permeabilitas dan stabilitas agregat tanah; (2) indeks plastisitas, digunakan untuk mengetahui tingkat kemudahan tanah untuk diolah; (3) permeabilitas atau sifat tanah melalukan air, yang sangat erat kaitannya dengan mudah atau sulitnya air didrainase; (4) laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi; (5) stabilitas agregat; dan (6) kepadatan tanah.

15

Laju infiltrasi menunjukkan kecepatan air yang masuk melalui permukaan tanah per satuan waktu, sedangkan kapasitas infiltrasi adalah jumlah air yang masuk ke dalam tanah yang mempunyai kecepatan maksimum pada suatu saat. Penggunaan alat-alat berat di perkebunan tebu akan menyebabkan tanah menjadi padat sehingga kapasitas infiltrasi tanah terganggu. Stabilitas agregat tanah menunjukkan tingkat kemantapan butiran-butiran tanah terhadap kekuatan dari luar. Agregat tanah yang mantap akan menyebabkan tanah tidak mudah hancur menjadi butiran-butiran halus. Pemberian blotong dan ampas tebu 20 t/ha dapat meningkatkan stabilitas agregat, memperbaiki aerasi pada zona perakaran, memperbaiki struktur dan permeabilitas tanah, menambah unsur hara, dan meningkatkan aktivitas biologi tanah. Pada tanah yang kurang padat, perkembangan akar tanaman tebu dapat tumbuh ke arah vertikal dan horizontal. Penggunaan alat-alat berat mesin pertanian di perkebunan tebu akan medorong pemadatan tanah. Oleh karena itu, dianjurkan dilakukan pengolahan tanah secara periodik (5-10 tahun) dengan subsoiler. Kemasaman Tanah Tanaman tebu sangat toleran pada kisaran kemasaman tanah (pH) 58. Jika pH tanah kurang dari 4,5, maka kemasaman tanah menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman, yang dalam beberapa kasus disebabkan oleh pengaruh toksik unsur aluminium (Al) bebas. Kasus keracunan Al pada tanaman tebu di Gunung Madu dan mungkin di daerah lainnya di Lampung tidak perlu dicemaskan, karena kadar Al yang dapat ditukar relatif rendah. Pemberian kapur pada tanah mineral masam dapat meningkatkan produksi tebu. Di Puerto Rico, pemberian kapur pada tanah bertekstur halus dengan jenis mineral liat kaolinitik, yang mengandung besi dan Al oksida bebas tinggi, mening-

katkan hasil tebu dari kurang dari 25 t/ha tanpa dikapur menjadi 50 t/ha. Selama 7 tahun, hasil terus meningkat lebih dari 100 t/ha. Pemupukan Berdasarkan Uji Tanah Hasil tebu yang optimum dapat dicapai apabila ketersediaan hara makro primer (N, P, K), hara makro sekunder (Ca, Mg, S), dan hara mikro (Si, Cu, Zn) dalam tanah lebih tinggi dari batas kritisnya. Oleh karena itu, pupuk perlu diberikan berdasarkan nilai uji tanah dan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Analisis tanaman dengan cara diagnostic recommendation integrated system (DRIS) dapat digunakan untuk mendeteksi kemampuan tanah menyediakan unsur hara dan kemampuan tanaman menyerap unsur hara, sehingga dapat diketahui efisiensi unsur hara yang diserap. Hasil analisis tanah dapat digunakan untuk mendeteksi ketersediaan unsur hara dalam tanah untuk menentukan takaran pupuk. Analisis tanaman sebaiknya dilakukan setiap musim tanam (tanaman pertama dan ratoon) pada saat tanaman berumur 6, 12, 20, 28, 36 minggu untuk memantau efisiensi serapan hara dari pupuk. Analisis tanah untuk menentukan rekomendasi pupuk setiap blok sebaiknya dilakukan setiap 4 tahun. Kemurnian air sari tebu atau juice purity dan rendemen gula yang tinggi dapat dicapai jika tebu ditanam di daerah kering dengan sistem irigasi terkendali, diikuti pemberian pupuk N takaran tinggi, dan 2 bulan sebelum panen pertanaman tidak diairi. Hujan yang turun 2 bulan sebelum panen dapat menurunkan kualitas juice purity dan rendemen gula. Di Afrika Selatan, hasil gula dari tanaman pertama yang diberi 50100 kg P/ha mencapai 7,7-11,4 t/ ha, jauh lebih tinggi dari hasil gula di Gunung Madu yang berkisar 3,55-6,12 t/ha pada tahun 19781988. Hasil gula di Gunung Madu pada tahun 1989-2003 telah mencapai 5,50-7,92 t/ha.

Penggunaan Varietas Unggul Varietas unggul tebu yang dianjurkan adalah yang memiliki karakteristik hasil gula tinggi, rendemen tinggi, kualitas gilingan tinggi, tahan hama dan penyakit, dan tahan rebah. Penggunaan varietas unggul akan berkontribusi sekitar 30-35% terhadap hasil, sedangkan pemupukan dan pengelolaan tanah yang baik memberikan kontribusi hasil 35-40%. Perkebunan tebu perlu ditunjang dengan kegiatan pemuliaan tanaman. Pemuliaan diprioritaskan menggunakan varietas lokal atau varietas baru yang dapat beradaptasi pada lingkungan tropika dan subtropika. Contohnya, varietas tebu pada masa penjajahan Belanda (POJ 2878 dan POJ 3016) dapat diterima di seluruh dunia. Hasil varietas tebu unggul dapat mencapai 100 t/ha atau lebih bila diikuti pemberian pupuk dengan takaran yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pemupukan berdasarkan hasil uji tanah merupakan kunci untuk mencapai hasil yang tinggi. Pengendalian Hama, Penyakit, dan Gulma Gulma di perkebunan tebu perlu mendapat perhatian. Meskipun kondisi fisik tanah cukup baik dan ketersediaan hara telah tercukupi dari pupuk, produksi optimum tidak akan tercapai apabila gulma dibiarkan tumbuh karena terjadi persaingan serapan hara antara tebu dan gulma. Di samping itu, hama dan penyakit juga harus dikendalikan secara terpadu dan efektif (M. AlJabri) .

Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Balai Penelitian Tanah Jln. Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123 Telepon : (0251) 323012 Faksimile : (0251) 311256 E-mail : soil-ri@indo.net.id

16

Anda mungkin juga menyukai