Anda di halaman 1dari 16

BAB I GAMBARAN UMUM

Sejarah Pendirian Partai Hanura Pendirian Partai HANURA dirintis oleh Wiranto bersama tokoh-tokoh nasional yang menggelar pertemuan di Jakarta pada tanggal 13-14 November 2006. Forum tersebut melahirkan delapan kesepakatan penting sebagai berikut: 1. Dengan memperhatikan kondisi lingkungan global, regional, dan nasional, serta kinerja pemerintahan RI selama ini, mengisyaratkan bahwa sejatinya Indonesia belum berhasil mewujudkan apa yang diamanatkan UUD 1945. 2. Memperhatikan kinerja pemerintahan sekarang ini maka kemungkinan tiga tahun yang akan datang akan sulit diharapkan adanya perubahan yang cukup signifikan, menyangkut perbaikan nasib bangsa. 3. Oleh sebab itu perjuangan untuk mewujudkan terjadinya sirkulasi kepemimpinan nasional dan pemerintahan bukan lagi untuk memenuhi ambisi perorangan atau kelompok, namun merupakan perjuangan bersama untuk menyelamatkan masa depan bangsa. 4. Perjuangan itu membutuhkan keberanian untuk menyusun strategi jangka panjang pada keseluruhan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara guna mengembalikan kemandirian dan kebanggaan kita sebagai bangsa. 5. Untuk itu diperlukan kepemimpimpinan yang jujur, bijak, dan berani yang dapat menggalang persatuan, kebersamaan, dan keikhlasan, sebagaimana dahulu para pendahulu kita berhimpun bersama sebagai bangsa untuk mencapai kemerdekaan. Sekarang saatnya kita berhimpun kembali sebagai bangsa guna menyelamatkan negeri kita. 6. Kita kembangkan semangat perjuangan, Semua untuk satu, satu untuk semua. Artinya, semua harus memberikan yang terbaik untuk satu tujuan bersama, yakni membentuk pemerintahan yang jujur dan berkualitas. Selanjutnya, pemerintahan

itu benar-benar akan bekerja semata-mata untuk kepentingan rakyat Indonesia. 7. Perjuangan itu akan kita wadahi dalam sebuah partai politik. 8. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati dan melindungi perjuangan yang tulus dan ikhlas ini demi masa depan Indonesia yang kita cintai bersama. Delapan kesepakatan itu kemudian ditindaklanjuti dalam wadah partai politik bernama Partai Hati Nurani Rakyat, disingkat Partai HANURA. Pendeklarasian partai ini diselenggarakan pada tanggal 21 Desember 2006 di Jakarta. Komposisi dewan pendiri Partai HANURA di antaranya adalah: Jend. TNI (Purn) Wiranto, Yus Usman Sumanegara, Dr. Fuad Bawazier, Dr. Tuti Alawiyah AS., Jend. TNI (Purn) Fachrul Razi, Laks TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh, Prof. Dr. Achmad Sutarmadi, Prof. Dr. Max Wullur, Prof. Dr. Azzam Sam Yasin, Jend. TNI (Purn) Subagyo HS., Jend. Pol (Purn) Chaeruddin Ismail, Samuel Koto, LetJen. TNI (Purn) Suaidi Marasabessy, Marsdya TNI (Purn) Budhy Santoso, Djafar Badjeber, Uga Usman Wiranto, Letjen. TNI (Purn) Ary Mardjono, Elza Syarief, Nicolaus Daryanto, Anwar Fuadi, Dr. Teguh Samudra dan lain-lain.

Visi Partai HANURA Kemandirian Bangsa Bangsa Indonesia saat ini terasa tidak mandiri lagi. Banyak tekanan dan intervensi asing yang sudah merajalela merugikan kehidupan seluruh bangsa. Kita harus rebut kembali, bangun kembali kemandirian kita dalam penyelenggaraan negara. Kesejahteraan Rakyat Sebuah kata yang sudah sangat sering diucapkan tetapi sangat sulit diwujudkan. Semua kader Partai HANURA yang juga calon pemimpin bangsa, di benaknya harus selalu tertanam kalimat kesejahteraan rakyat Indonesia, sekaligus mampu berusaha menghadirkannya.

Misi Partai HANURA

Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui penyelenggaraan negara yang demokratis, transparan, akuntabel, dengan senantiasa berdasar pada Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Melahirkan pemimpin yang bertakwa, jujur, berani, tegas, dan berkemampuan, yang dalam menjalankan tugas selalu mengedepankan hati nurani.

Menegakkan hak dan kewajiban asasi manusia dan supremasi hukum yang berkeadilan secara konsisten, sehingga dapat menghadirkan kepastian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Membangun sumber daya manusia yang sehat dan terdidik yang didasari akhlak dan moral yang baik serta memberi kesempatan seluas-luasnya kepada kaum perempuan dan pemuda untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa.

Membangun ekonomi nasional yang berkeadilan dan berwawasan lingkungan serta membuka kesempatan usaha dan lapangan kerja yang seluas-luasnya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat.

Memberantas korupsi secara total dalam rangka mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri, dan bermartabat.

Mengembangkan Otonomi Daerah untuk lebih memacu pembangunan di seluruh tanah air dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lambang & Makna

1. Lambang dan Makna Bendera HANURA Gambar lambang berbentuk empat persegi panjang dengan warna putih-merah-putih mendatar, pada bagian merah bertuliskan HANURA warna putih dengan ujung meruncing

berbentuk anak panah melesat maju menembus warna coklat tanah dan pada bagian putih bawah tertulis PARTAI HATI NURANI RAKYAT warna hitam. 2. Arti Warna pada Lambang Lambang terdiri dari warna putih, merah, hitam dan coklat tanah. a. Warna putih bermakna kesucian dalam mengemban amanah hati nurani rakyat. b. Warna merah bermakna keberanian dalam menghadapi berbagai tantangan perjuangan. c. Warna coklat tanah bermakna kearifan dalam mewujudkan kemandirian bangsa dan kesejahteraan rakyat. d. Warna hitam bermakna keteguhan hati dan ketegasan sikap dalam mencapai citacita perjuangan. 3. Arti Simbol pada Lambang a. Anak panah bersudut lima melambangkan cita-cita yang akan dicapai berlandaskan Pancasila. b. Tulisan HANURA di tengah anak panah melambangkan derap langkah perjuangan Partai yang selalu bergerak maju mengemban amanah hati nurani rakyat. c. Gambar lambang berbentuk empat persegi panjang bermakna komitmen untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah NKRI. 4. Arti lambang secara keseluruhan adalah Partai HANURA sebagai pengemban amanah suci hati nurani rakyat, senantiasa teguh berjuang menghadapi berbagai tantangan untuk mewujudkan kemandirian bangsa dan kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

MARS HANURA PARTAI HATI NURANI RAKYAT

Ciptaan : WAHDIAT, SH. Gelora smangat cinta negri Terpatri dalam jiwa sanubari Sumpah setia untuk pertiwi Mewujudkan cita-cita bangsa Bersama rakyat bangun negri Dibawah kepemimpinan sejati Bebaskan negri demi amanah Menuju Bangsa Adil Sejahtera Majulah sumber daya manusia Tegakkan keadilan dan hak azasi Bekerja untuk keunggulan bangsa Bangun Negara Kesatuan Indonesia Bangkitlah wahai rakyat Indonesia Tanamkan kejujuran dan ketaqwaan Percayalah Hati Nurani Rakyat Bagai perisai kebenaran yang hakiki Hiduplah HANURA!

BAB III

PEMBAHASAN

1. Bagaimana respon mereka terhadap UU pemilu yang baru, yang berkaitan dengan kuota-kuota perempuan? Sejak mulai berkontestasi dalam pemilihan umum tahun 2009, Partai Hati Nurani Rakyat memberikan tanggapan positif atas diberlakukannya affirmative action (kebijakan afirmasi). UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu mengatur agar komposisi penyelenggara Pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30%. Pasal 6 ayat (5) UU tersebut menyatakan bahwa: Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus. Pada kelembagaan partai politikpun, affirmatic action dilakukan dengan mengharuskan partai politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam penidirian maupun dalam kepengurusan di tingkat pusat. Karena itulah, Partai Hanura mengaplikasikannya pada semua tingkatan kepengurusan dari pusat hingga kabupaten/kota di internal partai. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) menganggap kalangan perempuan sebagai sebagai pemilih potensial yang bisa berimbas pada pemilih lainnya. Karenanya, Hanura pun semakin serius menggarap pemilih dari kalangan perempuan. Untuk itu, sebuah organisasi baru sebagai sayap politik Hanura yang khusus untuk menggarap kalangan perempuan dideklarasikan. Namanya Srikandi Hanura. Dalam hal rekrutmen politik, sebagai partai politik yang bersiftat terbuka (inklusif), Partai Hanura membuka diri dan memberi kesempatan yang sama kepada seluruh komponen bangsa dengan dengan tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, dengan tetap menerapkan kebijakan intern partai untuk mendapatkan calon-calon anggota legislatif yang berkualitas, sehingga dapat berkiprah dengan baik dalam tatanan politik praktis, khususnya di Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyuarakan kepentingan rakyat, tetap berpihak kepada rakyat sesuai tugas dan fungsinya.

Partai Hanura menyatakan bahwa persamaan hak perempuan mesti diwujudkan secara hukum, sosial, ekonomi dan politik. Kesempatan yang sama mesti diberikan kepada

perempuan untuk berkecimpung di segala lapangan kehidupan, dan meyakini perlunya keadilan gender, serta memperjuangkan peningkatan keterwakilan perempuan di segala lapangan kehidupan. Partai Hanura meyakini bahwa hingga saat ini, pengarus utamaan gender masih mengalami bias tujuan. Menurut Hanura, partai politik saat ini belum memainkan komunikasi politik mereka secara jelas kepada publik mengenai programprogram mereka, terutama mengenai keterwakilan perempuan di parlemen. Para aktivis perempuan belum mampu mendorong wacana-wacana mereka ke dalam tahap implementasi dan advokasi secara menyeluruh. Partai Hanura punya misi mempromosikan kader-kader perempuan dalam internal partai politik itu sendiri, maupun kader perempuan baik dari dalam internal partai politik itu sendiri, maupun kader perempuan yang tumbuh di masyarakat untuk menempati posisi strategis baik di legislatif maupun eksekutif. Dan partai punya tugas sebagai fasilitator yang juga mendorong para kader perempuan untuk masuk mengambil kesempatan berpolitik dan membawa agenda politik mereka. Untuk itu partai Hanura telah melakukan langkah-langkah positif untuk memenuhi tuntutan ketentuan tersebut pada tingkatan DPRD Kota Jayapura. Dengan asas keterbukaan dan kebersamaan Hanura selalu menjalin keharmonisan dari seluruh aspek masyarakat, diantaranya perempuan itu sendiri. Partai Hanura mendorong para perempuan dari berbagai profesi untuk turut serta menjadi calon anggota legislatif. Hal ini berarti bahwa animo perempuan untuk menjadi anggota legislatif cukup baik dan direspons oleh partai untuk terlibat mengikuti tahapantahapan seleksi pemahaman, motivasi dan psikologi sehingga dihasilkan kualitas yang baik sesuai dengan misi partai kader. Dari gambaran tersebut, Partai Hanura makin konsisten menyambut baik keseteraan gender dalam upaya reformasi struktur social politik dengan tidak mengabaikan aspek kualitas dan moral. Kemudian mengenai penempatan nomor urut dilakukan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan kebijakan internal partai secara objektif karena yang akan dihadapi bukanlah masalah kecil tetapi masalah bagi kelangsungan berbangsa, berpemerintah dan bernegara di masa yang akan datang. Biasanya berdasarkan pada hasil uji kompetensi dan kapabilitas yang sesuai kebutuhan di pemerintahan.

Dibuktikan, hingga saat ini Hanura punya wakil perempuan di DPRD Kota Jayapura

sebanyak 3 kandidat dari Dapil I (distrik Jayapura Selatan), Dapil II (Jayapura Utara), Dapil III (distrik Heram, Abepura dan distrik Muara Tani). Berikut nama-nama para wakil perempuan yang bercetak tebal : Dapil I ( Distrik Jayapura Selatan) 1. Yushar 2. Anthonia S. 3. Dolly Wona Dapil II (Jayapura Utara) 1. Ferdinandus 2. Elsje Manjakory Dapil III (Distrik Heram, Abepura dan Distrik Muara Tami) 1. Yahya Markus Modouw, S.Sos, M.Si 2. Fredrik Mebri 3. Ester Ohee 4. Apner Krey 5. Walter Ojaitouw. SE 6. Otniel Deda Mengingat angka itu sudah cukup banyak dengan kondisi minimnya partisipasi dan kesadaran perempuan di Kota Jayapura akan pentingnya berpolitik.

2. Berapa kebutuhan perempuan bagi partai untuk dinominasikan dalam pemilu 2014? Ketua DPD Hanura Provinsi Papua, Yan P Mandenas mentargetkan membidik 30 ribu kader perempuan di wilayah Provinsi Papua, dalam rangka persiapan menghadapi pemilihan umum dan pemilu 2014. Selaku organisasi sayap Partai Hanura tentu memiliki target yang

hendak diperoleh dan secara nasional Srikandi Hanura telah dibebani target merekrut 200 ribu KTA (Kartu Tanda Anggota) dari kalangan wanita muda usia 17 tahun hingga 40 tahun. Untuk wilayah Jayapura, Srikandi Hanura membebani target minimal ada 50 kader perempuan sesuai dengan jumlah penduduk yang ada di daerah ini sekitar 261.776 jiwa.

3. Hambatan apa untuk memenuhi kuota 30% dalam kepengurusannya? Dalam imlementasi dari UU Pemilu 2003 itu banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi perempuan legislatif (caleg). Setiap partai harus menyertakan perempuan caleg sedikitnya 30% perempuan dalam daftar calon anggota partainya atau non-partainya. Lalu konsekuensi dari sistem pemilihan umum dengan sistem proporsional terbuka membawa kunkuensi yang cukup berat bagi perempuan yang meskipun 30% perempuan calag dipenuhi, namun tentu perempuan (dan juga laki-laki) akan terpilih karena rakyat memilih langsung nama calon, bukan lagin partai. Tantangan pertama adalah dari sistem pemilu baru itu sendiri, yaitu dalam hal bilangan pembagi pemilih (BPP), yakni angka pendapatan suara disuatu wilayah dibagi kursi yang diperebutkan. Disini persaingan perempuan caleg akan berat manghadapi sesama perempuan calg dari partai lain dan dengan laki-laki caleg dalam memperebutkan sedikitnya kursi yang tersedia. Perubahan wilayah pemilihan dan penempatan calon jadi di partai adalah hal lain yang harus di perhatikan karena tidak ada gunanya kalau perempuan calon legislatif berada di urutan bawah bahwa calon jadi, sementara kursi yang diperebutkan di suatu daaerah pemilihan hanya tiga. Misalnya perempuan caleg. terutama ditingkat kabupaten/kota harus mendekatkan diri langsung dengan masa pemilih. Kalau ditingkat propinsi dan pusat peran media masa cukup signifikan dalam membantu caleg memperkenalkan diri kepada masyarakat. Hal ini mengandung kendala dana kampanye yang cukup besar bagi perempuan caleg yang membiayainya sendiri. Sebelumnya caleg suatu partai di haruskan memberikan uang pendaftaran yang akan digunakan sebagai dana kampanye partainya, sejumlah tertentu yang tidak boleh melebihi jumlah yang di tentukan dalam UU Pemilu yaitu Seratus Juta Rupiah, yang bukan merupakan jumlah kecil. Kompetisi di arena kampanye akan sangat keras antar perempuan sendiri mengingat hanya 30%, lalu dengan caleg laki-laki dalam pemilihan terbuka yang mana para laki-laki tidak asing di dunia publik/politik bagi masyarakat. Di sini lah kepiawaian perempuan caleg

diuji, apalagi banyak daerah-daerah yang budaya patriarkhinya sangat kuat dan daya penerimaan terhadap perempuan yang berkiprah di dunia publik sangat rendah. Namun, tantangan yang terberat adalah bagi perempuan caleg dari sesama para perempuan itu sendiri di seluruh Indonesia, dengan beragam budaya politik lokalnya, tingkatan keterkungkungan mereka dalam budaya patriarkhi lokal, tingkat pendidikanya, tingkat pemahaman dan kesadaran akan pentingnya suara mereka terwakili dengan memadai, dan tingkat pandangan mengenai politik itu sendiri. Yaitu menghapus keragu-raguan diantara perempuan sendiri tentang anggapan bahwa politik itu buruk dan kotor. Pemahaman makna dari politik yang berpresfektif perempuan harus di pahami terlebih dahulu, yang menjadi platform bagi dirinya sendiri dalam memperjuangkan perbaikan dan perubahan nasib perempuan Indonesia. Sehingga bisa mengkritisi pandangan umum/maskulin bahwa politik adalah alat untuk memperoleh kekuasaan, ketimbang sebagai prasarana/sarana untuk memperbaiki keadaan Indonesia. Sedangkan partai politik adalah salah satu kendaraan arus utama (namun kendaraanya bukan milik pribadi, tetapi milik bersama anggota partainya/partai) yang berlaku di sistem pemilu ini, yang mau tak mau harus diikuti oleh para perempuan indonesia. Selain hal tersebut, seperti telah dikemukakan di atas, perempuan telah tertinggal dalam mengendarai kendaraan partai politik. Hampir tidak ada (kecuali Megawati) yang pernah menjadi pimpinan partai politik, padahal menurut aturan perundang-undangan salah satu persyaratan sebagai calon legislatif adalah keaktifan calon legislatif. Kedudukan mereka dalam partai hanyalah menjadi anggota biasa, selalu tidak pernah menjadi orang yang diunggulkan. Memang dalam kenyatannya perempuan cerdik cendikia atau perempuan teknokrat telah menjabat kedudukan tertentu di lembaga eksekutif dan yudikatif. Mereka adalah pegawai negeri sipil, hal yang tidak memungkinkan mereka masuk dalam lingkaran legislatif. Undang-undang telah menetapkan bahwa pegawai negeri sipil tidak boleh menjadi anggota partai politik. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa tidak ada perempuan yang dapat memenuhi kualifikasi sembagai calon legislatif. Kuota perempuan ini menimbulkan polemik yang cukup menarik, yaitu mengenai setuju dan tidak setuju adanya kuota tersebut. Khususnya yang tidak setuju, menilai bahwa dengan adalah kuota tersebut menunjukklan bahwa perempuan masih perlu mendapat jatah yang ditetapkan undang-undang, bukan karena hasil persaingan dengan sesama calon

legislatif laki-laki. Lebih lanjut lagi bahkan ada yang berpendapat bahwa kuota tersebut mengukuhkan ke-subordinasi-an kaum perempuan. Dari kaum perempuan sendiri, walaupun menyambut dengan gembira kuota ini, tetapi tetap merasakan bahwa perjuangan masih panjang. Partai politik sendiri tidak terlalu merespon adanya kuota. Partai Hanura sendiri mengalami kendala dalam mewujudkan partisifasi politik perempuan, khususnya dalam hal politik praktis. Beberapa tantangan yang dihadapi di lapangan, baik secara personal kader maupun sistem, antara lain: Rendahnya pemahaman mengenai politik pada sebagian kader. Pemahaman yang salah menyebabkan persepsi dan penafsiran salah pula tentang politik. Di tingkat Dewan Pimpinan Cabang (DPC) walaupun penjaringan Calon Anggota Legeslatif Perempuan dilakukan secara terbuka, masih dirasakan sulit terutama untuk wakil dari zona pemilihan yang ada di tingkat kabupaten. Dengan tingkat pendidikan politik yang masih kurang, menyebabkan animo perempuan untuk menjadi calon anggota legeslatif di zona-zona pemilihan kurang mendapat perhatian. Dari sosialisasi dengan sasaran para perempuan mengenai tugas dan fungsi legislatif disimpulkan masih adanya keraguan, ketakutan bagi kalangan perempuan untuk terjun di dalam politik praktis. Dari syarat minimal pendidikan SLTA seperti telah ditetapkan di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003, secara kuantitas di zona-zona pemilihan para perempuan memenuhi, tetapi pilihan untuk berpolitik tidak siap. Di zona-zona pemilihan ataupun daerah pemilihan bagi kalangan perempuan lebih dominan menganggap bahwa politik itu taktik yang jahat, sehingga partisipasi politik melalui partai politik agar dihindari. Di zona-zona pemilihan, para perempuan lebih memilih mengabdi di bidang yang lain dibanding berperan serta dalam politik praktis. Dengan demikian pemenuhan kuota 30% perempuan di tiap zona pemilihan dalam

jajaran Partai Hanura belum merata, lain halnya yang tejadi pada tingkat Dewan Pimpinan Daerah. Bagaimanapun kesiapan Calon Legislatif Perempuan dalam Pemilu, tetap bergantung kepada suara perempuan pemilih dan pemilih perempuan itu sendiri.

4. Apakah mereka memiliki divisi atau departemen perempuan? Punya, bernama Srikandi Hanura. Itu adalah divisi khusus dari Hanura pusat yang menaungi segala permasalahan perempuan dan sekitarnya. Selain itu di dalam divisi tersebut juga ada sub divisi yang menangani pemberdayaan perempuan dan isu Hak Asasi Manusia.

5. Apakah yang menjadi sasaran partai tersebut dalam penggarapan konstituen perempuan? Apakah hanya perempuan saja yang mengurusi konstituen perempuan atau juga dengan laki-laki? Hanura berpersepsi bahwa, pemilih perempuan adalah pemilih yang paling berhati nurani, paling perhatian untuk pemilu. Dengan begitu, kekuasaan yang diperoleh bisa sesuai dengan amanat. Kemudian, dengan partisipasi perempuan maka issue yang berkaitan dengan kemanusian, kesehatan dan hal yang sensitive dan berada di sekitar kehidupan sehari-hari lebih tersentuh. Selama ini pria cenderung hanya memikirkan pembangunan yang fokus pada infrastruktur bukan issue sosial seperti pemikiran perempuan. Dalam hanura hingga saat ini masih dipegang kendali oleh para perempuan, namun dalam pemutusan keputusan perempuan tidak arogan. Dalam hal ini, Srikandi hanura juga mempertimbangkan sudut pandang laki-laki.

6. Historis sosok dan kuota perempuan di pemilu 2009 bagaimana? Berapa banyak yang dicalonkan dan berapa banyak yang jadi? Pada masa awal keikutsertaan Hanura dalam pemilu 2009, mereka belum sanggup memenuhi kuota 30% karena pada awal pemilu yang jadi prioritas adalah keterwakilan di parlemen. Belum mulai fokus pada keterwakilan gender, walaupun melaksanakan sosialisasi

dari dasar bentukan organisasi. Hasil yang diperoleh belum maksimal. Dari kuota 30% baru 2,5 persen yang tercapai. Pencalonan pada saat itu sebanyak 12 orang untuk DPRD Kota Jayapura namun yang mendapat kursi hanya 3 kandidat saja.

7. Basis massa di pemilu 2009 bagaimana dan mana yang akan menjadi sasaran di 2014? Basis massa adalah ibu-ibu muda yang sedang produktif, saat 2009 Hanura hanya menembak ibu-ibu yang tergabung dalam persatuan PKK sebanyak 27 kader aktif. Belum gencar ke segala lini, namun sejak dibentuknya organisasi sayap yang mengkhususkan diri pada pertumbuhan partisipasi perempuan, Srikandi Hanura berhasil menaikkan angka prosentase jadi 100 kader aktif. Cukup signifikan melihat susahnya masyarakat asli Papua menerima perubahan structural seperti itu. Belum lagi jika dihadapkan dengan aturan adat yang masih kental disana. Di tahun 2014 nanti, Hanura mulai menyasak golongan remaja muda berusia 17 tahun hingga ibu-ibu berusia 40 tahun yang tergabung dalam komunitas ekonomi dan pemberdayaan yang diberlakukan disana.

8. Kesulitan dan strategi apa yang digunakan dalam menggarap suara di kantongkantong tersebut dan yang berhubungan dengan gender/perempuan? Kesulitannya adalah masih minimnya kesadaran para perempuan itu sendiri. Kebanyakan masyarakat Kota Jayapura yang asli papua masih tidak peduli dengan politik. Dan bagi perempuan non papua, mereka pasti mengalami seleksi alam karena bukan berasal dari suku asli papua. Secara garis besar seluruh masyarakat itu masih fokus pada kebutuhan akan sandang pangan. Bentuk pensejahteraan secara langsung yang terlihat mata lebih urgent dibandingkan kemajuan peradaban dengan menyalurkan aspirasinya melalui perwakilan di gedung Dewan Rakyat. Untuk itu, Srikandi Hanura membuat konsep program Gerakan Ekonomi Keluarga

Mandiri (GeKa Mandiri) melalui Kredit Usaha Rumahan dengan program 1 Juta Warung Srikandi termasuk Koperasi Srikandi juga ikut didalamnya. Bukan hanya itu, program lain juga telah dilakukan yakni program Kesehatan Srikandi melalui kegiatan Posyandu Keliling dan program pengembangan dan pembinaan kader melalui perekrutan 200 ribu KTA (kartu Tanda Anggota). Program ini, sejalan dengan program pemerintah yang diharapkan dapat

diaktualisasikan dalam rangka menciptakan kader-kader baru dari kalangan perempuan untuk menghadapi Pemilu 2014.

9. Berapa perempuan yang berperan sebagai pengambil keputusan di partai? Untuk perempuan partai Hanura sudah memberikan wadah di Srikandi Hanura, setiap pengambilan keputusan Hanura selalu mengajak seluruh kepala divisi termasuk Srikandi Hanura untuk bermusyawarah mufakat. Biasanya yang ikut rapat ada 8 orang, bahkan ada juga yang menjabat jadi ketua pelaksana lapangan partai sebanyak 2 orang. Dari seluruh keanggotaan rapat koordinasi DPC Hanura Kota Jayapura 25 orang. Sisanya masih didominasi pria. Juga ada Hanura sudah cukup concern menangani masalah keikutsertaan perempuan dalam rapat atau perumusan AD/ART, namun masih ada bentuk tekanan dalam prosesi tersebut. Biasanya berupa penyanggahan dari para pria yang lebih ngotot, secara psikologis perempuan menjadi minder. Padahal jika mengacu pada pengarus utamaan gender, perempuan wajib punya keberanian yang sama. Tapi yang terjadi di lapangan, paradigma sisa kekuatan patriarkhi membuat perempuan kalah dari laki-laki masih melekat kuat.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di DPC Hanura Kota Jayapura ditemukan bahwa ada 3 hambatan bagi perempuan dalam berpolitik, yakni; Pertama, hambatan struktural seperti pendidikan, pekerjaan, dan status sosial ekonomi perempuan. Kedua, hambatan institusional seperti sistem politik, tingkat demokrasi, dan sistem pemilu. Dan terakhir adalah hambatan kultural, yakni budaya politik, serta pandangan masyarakat terhadap kesetaraan gender. Perempuan merupakan kelompok sosial yang cukup signifkan secara kuantitatif. Hambatan-hambatan ini harus diatasi. Beberapa taktik terobosan digencarkan, diantaranya dengan memperjuangkan affirmative action soal penerapan kuota dan porsi perempuan dalam partai politik, jabatan publik, dan parlemen. Tentunya affirmative action hanya merupakan salah satu taktik perjuangan, yang tidak terpisah dengan pekerjaan pengorganisasian, pendidikan politik, dan pengorganisasian produksi (guna memberi nilai tambah ekonomis). Meskipun sudah ada affirmative action, akan tetapi bukan berarti perjalanan perempuan akan mulus. Kendala utamanya adalah; bagaimana perempuan bertarung memperebutkan dukungan ditengah tipikal mayoritas pemilih yang masih agak patriarkal? Tentu, hal tersebut membutuhkan strategi politik, yakni cara mengelolah isu dan metode kampanye agar menyentuh kebutuhan sosial rakyat. Selain itu, perwakilan perempuan yang kelak terpilih di parlemen harus mendemonstrasikan praktik politik yang berbeda (pro-rakyat) dengan praktek politik politikus sekarang ini.

Catatan Akhir: Kami mengambil Kota Jayapura sebagai tempat penelitian setelah melewati banyak tahap. Kami telah berusaha untuk mencari kantor Partai Hanura di Surabaya, Sidoarjo, dan Yogyakarta, serta menghubungi beberapa orang yang tergabung dalam partai. Namun hasilnya nihil. Salah satu anggota kelompok kami sedang berkunjung ke Jayapura untuk menghadiri acara tentang Hak Asasi Manusia yang ternyata juga dihadiri oleh berbagai partai, termasuk Partai Hanura. Responden kami adalah Ibu Elsje Manjakory, menjabat sebagai Kepala Divisi Hak Asasi Manusia di Partai Hanura Kota Jayapura. Berikut ini kami lampirkan berbagai data yang telah kami dapatkan baik dari website Partai Hanura, maupun dari Ibu Elsje Manjakory. Data dalam lampiran ini meliputi profil Srikandi (Organisasi Perempuan dalam Partai Hanura) beserta AD/ART-nya, profil Partai Hanura beserta AD/ART-nya, serta artikel terkait. Kami selaku kelompok penulis laporan ini memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan dalam proses pembuatan laporan ini. Kami telah berusaha sebaik mungkin. Semoga ini juga dapat menjadi pelajaran bagi kami, dan semoga laporan ini bermanfaat untuk ke depannya. Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai