Anda di halaman 1dari 4

2.3. Ekspedisi Majapahit Setelah menyeberangi lautan pasukan Majapahit akhirnya mendarat di Pulau Bali.

Kedatangan prajurit Majapahit tersebut membuat Pulau Bali bagaikan bergetar, rakyat Bali menjadi panik dan melaporkan hal tersebut kepada pangeran Sri Madatama yang merupakan putra mahkota kerajaan Bali serta kehadapan Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten. Setelah mendengar laporan tersebut, Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten kemudian mengutus putranya pangeran Sri Madatama untuk menyelidiki kebenaran berita tersebut. Setelah memastikan kebenaran berita tersebut Krian Pasung Grigis beserta para patih lainnya segera punggawa menyiapkan pasukannya masing masing dengan membagi pasukan menjadi 3 sesuai arah pengepungan pasukan dari Majapahit. o Pertahanan di wilayah Utara dijaga oleh Ki Pasung Grigis, Si Buwan dan Krian Girikmana. o Pertahanan di wilayah Barat dijaga oleh Sri Madatama, Ki Tambyak, Ki Walumgsingkat dan Ki Gudug Basur. o Pertahanan di wilayah Timur dijaga oleh Ki Tunjung Tutur, Kom Kopang dan Ki Tunjung Biru. Penyerangan ini mengakibatkan terjadinya pertempuran antara pasukan Gajah Mada dengan kerajaan Bedahulu. Diceritakan pasukan dari arah timur yang dipimpin langsung oleh Patih Gajah Mada sesuai kesepakatan, langsung membakar semak belukar di hutan untuk memberi tanda kepada pasukan dari arah Utara dan selatan bahwa penyerangan akan segera dimulai. Akibat pembakaran hutan tersebut membuat nyala api membumbung tinggi ke angkasa sehingga dapat dilihat oleh para arya dari arah utara dan selatan.. Dengan isyarat tersebut dengan serentak para prajurit Majapahit melakukan penyerangan ke Pusat kerajaan Bedahulu. Pasukan dari arah Timur dipimpin oleh Patih Gajah Mada berhadapan langsung dengan pasukan Bedahulu yang dipimpin oleh Ki Tunjung Tutur yang berkedudukan di Toya Anyar dan Ki Kopang yang berkedudukan di Seraya. Pertempuran berjalan dengan dahsyatnya, saling terjang dan masing masing memperlihatkan kesaktian, kedigjayaan serta kemahiran bertempur, sampai akhirnya pasukan Bedahulu dapat dipukul mundur oleh Pasukan dari Majapahit setelah Ki Tunjung Tutur dan Ki Kopang gugur dalam pertempuran. Pasukan yang masih tersisa akhirnya tercerai berai menyelamatkan hidupnya masing masing. Dengan gugurnya kedua pemimpin pasukan tersebut maka daerah Tejakula, Bondalem, Julah, Bangkah, Bukti, Sembiran, Tajun, Bontihing, Bila, Depaa, Dausa, Lateng, Tunjuk, Kepakisan, Selulung, Batur dan desa sekitar bintang danu dan bagian timur seperti Tongtongan, Margatiga, Ngis dan Tianyar dapat dikuasai oleh Prajurit Majapahit dibawah Pimpinan Patih Gajah Mada. Demikian pula pasukan dibawah pimpinan Krian Kepakisan dan Krian Tumenggung dapat menguasai desa Celukan Bawang, Banjar-Aseman, Uma Anyar, Yeh Anakan, Kalopaksa, PatemonUlaran, Unggahan, Gelagah, Kutul, Sepang, sekitar sungai Ubo, Ringdikit, Rangdu, Mayong, Pusuh, Lapuan, Kekeran, Belah-Manukan, Kedis, Gesing, Banyuatis, Gobleg, Cempaga, Kayu Putih, Munduk dan Baha. Pertempuran di Bali bagian utara juga tidak kalah serunya. Daerah Ularan dipertahankan oleh Ki Girikmana diserang oleh pasukan dari Majapahit dibawah pimpinan Panglima Arya Damar. Terjadi pertempuran antara kedua pimpinan pasukan yaitu Arya Damar dengan Si Girikmana. Kedua pasukan yang tadinya bertempur menghentikan pertempuran untuk menyaksikan perang tanding ke dua tokoh tersebut. Dalam perang tanding yang berlangsung sangat seru tersebut masing masing menunjukkan kesaktiannya untuk secepatnya melumpuhkan musuhnya, sampai akhirnya Si Girikmana tidak mampu menandingi kesaktian Arya Damar sehingga gugur dalam pertempuran sebagai kesatria sejati. Gugur pula dari pihak kerajaan Bali Krian Jembrana sebagai prajurit yuda.

Di Batur pasukan yang dipimpin oleh Arya Damar dihadang oleh Ki Bwan. Dalam pertempuran tersebut Arya Kutawandira mohon diberi kesempatan untuk untuk perang tanding dengan Ki Bwan. Arya Damar mengijinkan dan memberi nasehat untuk berhati hati dalam menghadapi Ki Bwan karena orangnya juga tidak kalah saktinya dengan Si Girikmana sehingga terjadilah pertempuran antara kedua tokoh tersebut. Dalam pertemuran tersebut Ki Bwan tidak mampu menandingi kesaktian Arya Kutawandira sehingga gugur dalam pertemuran sebagai pahlawan. Dengan gugurnya ke dua pimpinan pasukan dari Bedahulu tersebut maka wilayah Bali bagian utara jatuh ketangan pasukan Majapahit dibawah pimpinan Arya Damar. Panglima perang pasukan Majapahit yang gugur dalam pertempuran tersebut bernama Arya Gait . Dengan gugurnya Ki Girikmana dan Ki Bwan maka daerah Jembrana, Pamagetan, Kebon jangung, Pangesan, Cangku, Pupuhan, Balimbing, Serampangan, penatahan, Jelijih, Punggang, Gadungan, Kayu Kunyit, Uma-Gati, Uma-Bangkah dan desa Selajong dapat dikuasai prajurit Majapahit dibawah pimpinan Arya Damar. Berbeda dengan Bali bagian utara dan bagian Timur, pertahanan Bali bagian Selatan jauh lebih kuat karena dipimpin langsung oleh Putra mahkota Kerajaan Bali yaitu pangeran Sri Madatama bersama panglima pasukan yang sakti mandraguna yaitu Ki Gudugbasur yang berpangkat demung dan Ki Tambyak yang berkedudukan di Jimbaran. Pasukan dari Bali tersebut bertempur dengan semangat tinggi dengan diiringi oleh gamelan yang gegap gembita sehingga berbaur dengar gemerciknya suara tombak beradu. Dalam pertempuran tersebut Lurah Kadengayan, Lurah Suwung terlibat pertempuran sengit dengan Arya Wangbang dan Arya Dalancang. Pertempuran tersebut berjalan seimbang dimana Kedua belah pihak sama sama mengeluarkan ilmu pamungkas, sampai akhirnya Lurah Kadengayan dan Lurah Suwung gugur dalam perang tanding tersebut. Melihat temannya gugur dalam pertempuran Ki Demang Kalambang dan Ki Tambyak maju ke medan pertempuran menuntut balas Ki Tambyak mengamuk dalam pertempuran sehingga membuat pasukan Majapahit tercerai berai. Dalam pertempuran tersebut Arya Pasuruhan tewas di tangan ki Tambyak dan di injak injak dengan kuda sedangkan kyai Banyuwangi lari dikejar oleh pasukan Ki Kalambang. Melihat pasukan Majapahit terus terdesak Arya Kenceng kemudian turun langsung ke medan pertempuran. Pasukan Majapahit di wilayah Selatan dibawah pimpinan Arya Kenceng menggempur habis habisan, tiada henti hentinya mengurung pasukan musuh dari segala arah. Pasukan Ki Gudug Basur dan Ki Tambyak mulai terdesak dan banyak yang mati terluka. Dalam keadaan terdesak Ki Tambyak berhasil mengalahkan Kyai Lurah Belambangan. Tubuhnya dilemparkan oleh Ki Tambyak sehingga terpelanting ke tempat yang agak jauh. Kyai Lurah Belambangan menghembuskan napasnya yang terakhir, gugur sebagai prawira yuda yang gagah berani. Melihat kawan seperjuangannya gugur, Arya Balancang, Arya Sentong, Arya Wangbang dan Kyai Banyuwangi maju bersamaan untuk mengimbangi kekuatan musuh. Ki Tambyak adalah seorang patih kerajaan Bali yang sangat teguh dan sakti sehingga sulit untuk dikalahkan, kalau hal tersebut terus dibiarkan maka makin banyak korban yang berjatuhan dari pihak Majapahit. Untuk menghindari hal tersebut maka pimpinan pasukan Majapahit di wilayah selatan yaitu Arya Kenceng memutuskan menghadapi langsung Ki Tabyak. Dalam pertempuran satu lawan satu tersebut masing masing pihak berusaha saling mengalahkan. Karena hebatnya perang tanding tersebut prajurit dari kedua belah pihak sampai menghentikan pertempuran untuk menyaksikan kedua tokoh sakti tersebut saling mengalahkan. Namun demikian ternyata Arya Kenceng dapat memanfaatkan kelengahan Ki Tambyak sehingga dapat terus menekannya. Ki Tambyak akhirnya gugur dalam pertempuran sampai kepalanya terpisah dari badannya. Dengan

gugurnya Ki Tambyak pertahanan Bali di wilayah selatan menjadi lemah karena hanya menyisakan Ki Gudug Basur. Dalam Pertempuran tersebut Ki Gudug basur diserang dari segala arah oleh para Arya dari Majapahit. Namun I Gudug basur ternyata mempunyai ilmu yang sangat tinggi yaitu teguh, kebal oleh senjata apapun sehingga para Arya mengalami kesulitan untuk mengalahkannya. Namun demikian walaupun tubuhnya tidak dapat terluka apabila terus menerus digempur dari segala arah lama kelamaan Ki Gudig Basur kehabisan tenaga dan sehingga dapat dikalahkan oleh pasukan dari Majapahit. Dengan Gugurnya Ki Gudug Basur dan Ki Tambyak maka daerah Seseh, Tralangu, Padang Sambian, Kedonganan, Benua, jimbaran, Kuta, Mimba, Suwung, Sesetan, Tuban, Renon, Batankendal, Sanur, Tanjungbungkah, Kaba Kaba, Kapal, Tanah barak, Camagi, Munggu, Parerenan, Dukuh, Kemoning, Pandak, Kelahan, Pancoran, Babahan, Keliting, Cengkik dan Kerambitan dapat dikuasai oleh Prajurit Majapahit dibawah pimpinan Arya Kenceng. Kemenangan Pasukan Majapahit di wilayah selatan yang dipimpin oleh Arya Kenceng melengkapi kemenangan pasukan Majapahit yang terlebih dahulu berhasil mengusai wilayah Utara dan Timur Pulau Bali sehingga praktis semua daerah pesisir Bali dapat dikuasai. Sekarang tinggallah Krian Pasung Grigis yang bertahan di desa Tengkulak di wilayah Bali Bagian Tengah. Setelah kemudian Krian Pasung Grigismenyerah dalam adu ilmu dengan Gajah Mada akhirnya wilayah Bali secara keseluruhan dikuasai oleh Majapahit. Demikianlah akhir perlawanan Kryan Pasung Grigis terhadap Majapahit dan selanjutnya Pasung Grigis dipenjaraan di Tengkulak. Dengan tertawannnya Pasung Grigis maka seluruh rakyat dan para pemuka Bali menyatakan tunduk dibawah kekuasaan Majapahit. Peristiwa penundukan Bali oleh Majapahit terjadi pada Tahun saka 1265 atau 1343 M. Pasukan Gajah Mada beserta para Arya merayakan kemenangan ini dengan suka cita. Sisa sisa langkar Bedahulu yang masih tersisa setelah mengalami kekalahan dalam pertempuran menyelamatkan diri dan mengungsi ke daerah Songan, Kedisan, Abang, Pinggan, Munti, Bonyoh, Tarobayan, Serahi, Sukawana, Panarajon, Kintamani, Pludu, Manikliu, dan ada pula yang mengungsi ke daerah timur seperti Culik, Tista, Margatiga, Muntig, Got, Garbawana, Lokasarana, Garinten, Sekul Kuning, Puhan, Hulakan, Sibetan, Asti, Watuwayang, Kadampai, Bantas, Turamben, Crutcut, Datah, Watidawa, dan Kutabayem. Banyak juga diantara pasukan Bali yang mengungsi ke wilayah hutan Bali tengah yang masih lebat dan angker, diantaranya sepanjang hutan antara sungai Petanu dan sungai Ayung, mereka berdiam menjauhi keramaian dan hidup dari hasil hutan. Menjadi penduduk pedalaman yang terisolir dari wilayah-wilayah kerajaan sampai berdirinya kerajaan Samprangan. Mereka memilih mendiami wilayah tepian sungai atau lereng gunung yang subur. 2.4. Pemberontakan Orang Aga terhadap Kerajaan Samprangan. Adhipati Shri Kresna Kepakisan lebih dikenal dengan sebutan Dalem Sampelangan. Pemerintahan beliau menganut system kepemerintahan di Majapahit serta beliau kurang memahami apresiasi rakyat Bali, keberadaan tempat suci orang Bali Aga tidak dapat perhatian dan diabaikan. Sikap inilah yang sangat menyinggung perasaan orang Bali Aga, pemerintahan beliau dijauhi. Lama kelamaan rasa tersinggung ini meningkat menjadi rasa antipati, yang puncaknya orang Bali Aga tidak mau mengakui pemerintahan Adhipati Sampelangan. Di sekitar tahun 1355 banyak desa-desa Aga yang kemudian melakukan pemberontakanterhadap adipati Samprangan. Pemeberontakan ini diawali dari Desa Tampurhyang Batur sebagai pusat pemerintahan orang-orang Bali Aga yang dipimpin

oleh Kyayi Kayu Selem, kemudian diikuti oleh desa Batur, Terunyan, Abang, Buahan, Kedisan, Cempaga, Pinggan, Peludu, Kintamani, Serai, Manikliyu, Bonyoh, Sukawana, Taro dan Bayad. Kemudian pemeberontakan ini mendapat dukungan dari desa-desa timur Bali yaitu, Culik, Tista, Basangalas, Got, Margatiga, Sekulkuning, Garinten, Lokasrana, Puhan Bulkan, Sinanten, Tulamben, Batudawa, Muntig, Juntal, Carutcut, Bantas, Kuthabayem, Watuwayang, Kedampal, dan Hasti, serta desa-desa lainnya sehingga jumlahnya adalah tidak kurang dari 39 desa. Atas peristiwa pemberontakan yang terus-menerus Dhalem merasa putus asa dan mengirim utusan ke Majapahit, melaporkan bahwa Dalem tidak mampu mengatasi situasi di Bali. Untuk memecahkan persoalan ini, Gajah Mada memberikan nasehat kepada Kresna Kepakisan, serta simbul-simbul kekuasaan dalam bentuk pakaian kebesaran dan keris pusaka Ki Lobar disamping keris yang bernama Si Tanda Langlang yang terlebih dahulu beliau bawa. Karena keterkaitan antara banuwa-banuwa dan ikatan sosial diantara desa-desa tua Aga, Penduduk Aga yang tersebar di daerah tepian sungai besar sepanjang sungai Wos Lanang dan Wadon, Sungai Petanu, Sungai Tawar dan Sungai Ayung dengan kuwu-kuwunya ikut serta dalam pemberontakan yang dipimpin oleh Ki Pasek Taro, Tidak Kurang dari 1200 pemuda berbadan tegap ikut andil dalam pemberontakan terhadap Adipati Samplangan. Mereka berkumpul membuat gelar pasukan di daerah Bedahulu. Akan tetapi pergerakan pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh laskar Samplangan, banyak laskar pemberontak yang tewas, sisanya melartikan diri masuk ke hutan-hutan yang diperkirakan aman dari pantauan laskar Samprangan dengan tetap melakukan kerusuhan-kerusuhan di wilayah tepian hutan, dengan merampok dan membegal para pedagang sebagai unjuk rasa ketidak puasan terhadap pemerintahan adipati Samplangan. Pemberontakan orang-orang Aga, yang bersifat besar dapat dipadamkan pada kisaran Tahuntahun 1383 Masehi, yaitu setelah Shri Kresna Kepakisan mangkat digantikan oleh putra beliau yang bernama Dhalem Agra Samprangan, dan saat gejolak yang terjadi dikeraton Samprangan, sehingga para mentri memutuskan untuk mengangkat Shri Dhalem Ile sebagai Dipati Bali berkedudukan di Gelgel.

Anda mungkin juga menyukai