Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keadaan kegawatan baik itu karena penyakit maupun karena kecelakaan yang menimbulkan kepanikan dalam keluarga korban sehingga mereka akan mencari pertolongan ke unit pelayanan kesehatan terdekat, baik itu Praktek Dokter, Balai Pengobatan, maupun Unit Gawat Darurat di Rumah Sakit. Unit Gawat Darurat merupakan suatu unit pelayanan kesehatan yang dilengkapi dengan peralatan kegawatdaruratan, obat-obatan, dan tenaga medis khusus, termasuk dokter. Peranan dokter disini selain sebagai yang menangani keadaan kegawatdaruratan, sekaligus sebagai penanggungjawab dalam penatalaksanaan penanganan tersebut. Kewajiban dokter seperti diatas diatur dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan dan dalam KODEKI. Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. Dengan demikian untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang dihadapi pasien dilakukanlah triase yaitu suatu sistem yang digunakan dalam mengidentifikasi korban dengan cedera yang mengancam jiwa untuk kemudian diberikan prioritas untuk dirawat dan dievakuasi ke fasilitas kesehatan.1

Pada keadaan gawat darurat medik, berbeda

dari keadaan

yang bukan gawat darurat karena akan dijumpai beberapa masalah yang berkenaan dengan nyawa pasien yang terancam dan harus segera diatasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari keadaan gawat darurat 2. Apa yang menjadi dasar perbedaan dari keadaan gawat darurat dan keadaan non gawat darurat 3. Apa kewajiban dokter terhadap pasien dalam menangani kasus gawat darurat 4. Bagaimana pandangan dari segi hukum dan medikolegal tentang kewajiban dokter dalam penaganan keadaan gawat darurat 5. Bagaimana sistem administrasi pada Unit Gawat Darurat

C. Tujuan
1. Tujuan umum penulisan referat ini adalah untuk memahami kegawatdaruratan medik 2. Tujuan khusus penulisan referat ini adalah 2.1 Untuk menjelaskan kewajiban dokter dalam menangani kasus gawat darurat 2.2 Untuk menjelaskan tentang definisi keadaan gawat darurat 2.3 Untuk memahami perbedaan antara keadaan gawat darurat dan keadaan non gawat darurat 2.4 Untuk menjelaskan pandangan segi hukum dan medikolegal dalam penanganan keadaan gawat darurat

D. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam memahami arti dari keadaan gawat darurat dan

membedakannya dengan yang bukan keadaan gawat darurat serta mengetahui dan memahi kewajiban dokter dalam menangani kasus gawat darurat sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan sesuai pandangan hukum dan medikolegal yang berlaku.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. DEFINISI
1. Unit Gawat Darurat Unit Gawat Darurat (UGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. 2. Keadaan Gawat Darurat Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah: An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-requires immediate medical attention. This condition continues until a determination has been made by a health care professional that the patients life or well-being is not threatened. Yang terjemahannya adalah setiap kondisi yang menurut pendapat pasien , keluarganya atau orang-orang yang membawa pasien ke rumah sakit memerlukan perhatian medik segera. Kondisi ini berlangsung sampai dokter memeriksanya dan kemudian menemukan keadaan yang sebaliknya, yaitu pasien tidak dalam keadaan terancam jiwanya. Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat walaupun sebenarnya tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya adalah:

A true emergency is any condition clinically determined to require immediate medical care. Such conditions range from those requiring extensive immediate care and admission to the hospital to those that are diagnostic problems and may or may not require admission after work-up and observation. Yang terjemahannya adalah setiap kondisi yang secara klinik memerlukan penanganan medik segera. Kondisi seperti ini baru dapat ditentukan setelah pasien diperiksa oleh dokter. Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang dihadapi pasien dilakukanlah triase. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat melalui standing order yang disusun rumah sakit.

B. MASALAH DALAM PENANGANAN GAWAT DARURAT Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu: 1. Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat 2. Perubahan klinis yang mendadak 3. Mobilitas petugas yang tinggi Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter yang bertugas di gawat darurat menempati urutan kedua setelah
dokter ahli onkologi dalam menghadapi kematian. Situasi emosional

dari pihak pasien karena tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan mudah menyulut konflik antara pihak pasien dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan.

C. HUBUNGAN DOKTER DENGAN PASIEN


1. Hak dan Kewajiban Dokter Hubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar sesama manusia. Oleh karena itu mungkin saja terjadi perselisihan antara dokter-pasien. Sehingga perlu dibina hubungan dokter dan pasien. Pada prinsipnya hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban antara mereka sendiri. 1.1 Hak Dokter Hak dokter adalah kekuasaan atau kewenangan dokter untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu. Hak Dokter ( UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran) pasal 50 1.1.1 Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. 1.1.2 Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional. 1.1.3 Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya. 1.1.4 Menerima imbalan jasa.

1.2. Kewajiban Dokter Dokter yang membaktikan hidupnya untuk perikemanusiaan tentulah akan selalu mengutamakan kewajiban di atas hak hak ataupun kepentingan pribadinya. Dalam menjalankan tugasnya, bagi dokter berlaku Aegroti Salus Lex Suprema, yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (yang utama).

Kewajiban Dokter (PP Republik Indonesia No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan) Pasal 21 1.2.1 Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban utuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan. 1.2.2 Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 22 1.2.3 Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk : a. Menghormati hak pasien. b. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien. c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan. d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan. e. Membuat dan memelihara rekam medis. 1.2.4 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Bagi yang dengan sengaja melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan sebagimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1 dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,(sepuluh juta rupiah).

Kewajiban Dokter (UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran) Pasal 51 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :

1.2.1

Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.

1.2.2

Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai kemampuan atau keahlian lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.

1.2.3

Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

1.2.4

Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.

1.2.5

Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Beradasarkan UU Praktik Kedokteran pasal 79, sanksi yang diberlakukan adalah dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 51. Kewajiban Dokter (KODEKI)

I. Kewajiban Umum Pasal 1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter. Pasal 2. Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang tertinggi. Pasal 3. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi. Pasal 4. Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik : a. Setiap perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.

b. Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuannya dan keterampilan kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan profesi c. Menerima imbalan selain daripada yang layak sesuai dengan jasanya, kecuali dengan keikhlasan, sepengetahuan dan atau kehendak penderita Pasal 5. Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan makhluk insani, baik jasmani maupun rohani hanya diberikan untuk kepentingan penderita. Pasal 6. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya. Pasal 7. Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya. Pasal 8. Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan/mendahulukan kepentingan masyarakat dan

memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya. Pasal 9. Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus memlihara saling pengertian sebaik-baiknya. II. Kewajiban Terhadap Penderita Pasal 10. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani Pasal 11. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
9

atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut. Pasal 12. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. Pasal 13. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia. Pasal 14. Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan, kecuali bila yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya Dari sumber dan dasar hukum diatas dapat diambil kesimpulan kewajiban-kewajiban dokter adalah sebagai berikut : o Mematuhi peraturan rumah sakit sesuai hubungan hukum antara dokter tersebut dengan rumah sakit. o Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien yg sesuai dengan jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan. o Merujuk pasien ke dokter lain atau rumah sakit lain yang memiliki keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. o Memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinanya. o Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien (menjaga kerahasiaan pasien) bahkan setelah pasien meninggal dunia. o Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melaksanakan.

10

o Meminta persetujuan pada setiap melakukan tindakan kedokteran/ kedokteran gigi, khusus untuk tindakan yang berisiko persetujuan dinyatakan secara tertulis. Persetujuan dimintakan setelah dokter menjelaskan tentang : diagnosa, tujuan tindakan, alternative tindakan, risiko tindakan, komplikasi dan prognose. o Membuat catatan rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien. o Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/ kedokteran gigi. o Memenuhi hal- hal yang telah disepakati/ perjanjian yang telah dibuatnya. o Bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien. o Dokter wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit. o Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik dokter/ dokter gigi. o Dalam melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi. o Dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik kedokteran harus membuat pemberitahuan atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti. o Wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya dalam memberikan pelayanan kesehatan. o Wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

11

2. Etika Gawat Darurat Dalam KODEKI terdapat butir-butir yang berkaitan dengan kasus-kasus gawat darurat yang bila ditempatkan menurut urutan yang relevan lebih dahulu, susunannya menjadi sebagai berikut : 2.1 Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan, kecuali bila yakin ada orang lain bersedia dan mampu melakukannya. 2.2 Setiap dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut urutan tertinggi. 2.3 Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup insani. 2.4 Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan ilmu ketrampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau

pengobatan,maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut. 2.5 Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi 2.6 Seorang dokter dalam bekerjasama dengan pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya. 2.7 Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. 2.8 Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia. 2.9 Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik.

12

2.

Informed Consent Pada Kegawatan Medik Pasien mempunyai hak untuk menerima atau menolak setiap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap dirinya. Dengan kata lain, dokter tidak boleh melakukan intervensi medik apapun sebelum memperoleh informed consent. Hak pasien pada hakikatnya merupakan penjabaran dari hak azasi manusia dijamin oleh Undang Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada kondisi kegawatan medik, informed consent tetap merupakan hal yang penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas paling utama adalah menyelamatkan nyawa atau menghindarkan organ tubuh dari kerusakan menetap. Oleh sebab itu pelaksanaan informed consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan emergency care. Dalam situasi kritis di mana dokter berpacu dengan maut, ia tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan sampai pasien benar benar menyadari kondisi dan kebutuhannya serta memberikan keputusannya. Juga tidak mempunyai waktu banyak untuk menunggu sampai keluarganya datang. Bahkan dokter tetap harus melakukan tindakan medik meskipun tidak disetujui oleh pasien yang masih dapat berkomunikasi atau keluarganya. Hal ini sesuai Permenkes No. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa dalam keadaan emergensi tidak diperlukan informed consent. Kenyataan hingga kini memang belum pernah ada pasien yang berhasil menggugat dokter atau rumah sakit atas dasar ketiadaan informed consent dalam penanganan kegawatan medik. Banyak jurisprudensi yang membenarkan tindakan dokter atas dasar doctrine of necessity ( keadaan darurat ).

13

D. PANDANGAN SEGI HUKUM DAN MEDIKOLEGAL DALAM KEWAJIBAN DOKTER PADA PENANGANAN KEADAAN GAWAT DARURAT Di Amerika dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Namun di Indonesia belum ada Good Samaritan Law atau Undang-Undang yang mirip dengan itu. Yang ada justru Pasal 531 KUHP yang secara implisit mewajibkan siapa saja untuk menolong seseorang yang berada dalam situasi bahaya maut. Apabila tidak melakukan pertolongan sehingga karenanya orang tersebut meninggal dunia maka mereka dapat dituntut berdasarkan pasal tersebut. Bunyi lengkapnya pasal 531 KUHP itu adaalah sebagai berikut: Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut tidak memberikan pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak empatribu rupiah. Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa secara hukum dokter wajib melakukan penanganan terhadap setiap orang yang berada dalam keadaan kegawatan medik di tempat kejadian, oleh karena kecelakaan ataupun penyakit.

14

E. UNIT GAWAT DARURAT Unit Gawat Darurat adalah satu bagian di Rumah Sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cidera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. 1. Falsafah dan Tujuan Instalasi / Unit Gawat Darurat dapat memberikan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar. Kriteria : 1.1. Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus menerus selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu. 1.2. Ada instalasi / unit Gawat Darurat yang tidak terpisah secara fungsional dari unit-unit pelayanan lainnya di rumah sakit. 1.3. Ada kebijakan / peraturan / prosedur tertulis tentang pasien yang tidak tergolong akut gawat akan tetapi datang untuk berobat di Instalasi / Unit Gawat Darurat. 1.4. Adanya evaluasi tentang fungsi instalasi / Unit Gawat Darurat disesuaikan dengan 1.5. kebutuhan masyarakat.

Penelitian dan pendidikan akan berhubungan dengan fungsi instalasi / Unit Gawat Darurat dan kesehatan masyrakat harus diselenggarak

2. Administrasi dan Pengelolaan Instalasi / Unit Gawat Darurat harus dikelola dan diintegrasikan dengan Instalasi / Unit Lainnya di Rumah Sakit. Kriteria : 2.1. Ada dokter terlatih sebagai kepala Instalasi / Unit Gawat Darurat yang bertanggungjawab atas pelayanan di Instalasi / Unit Gawat Darurat. 2.2. Ada Perawat sebagai penangggungjawab pelayanan

keperawatan gawat darurat.

15

2.3.

Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu melakukan teknik pertolongan hidup dasar ( Basic Life Support).

2.4.

Ada program penanggulangan korban massal, bencana (disaster plan) terhadap kejadian di dalam rumah sakit ataupun di luar rumah sakit.

2.5.

Semua staf / pegawai harus menyadari dan mengetahui kebijakan dan tujuan dari unit.

2.6.

Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam medik.

2.7.

Semua pasien yang masuk harus melalui Triase. Pengertian : Bila perlu triase dilakukan sebelum indentifikasi. Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior yang berijazah atau berpengalaman. Triase sangat penting untuk penilaian pertolongan kegawat atau daruratan terapi yang dalam pasien sesuai dan dengan triase pemberian derajat juga

kegawatdaruratan bertanggungjawab

dihadapi.

Petugas dan

organisasi

pengawasan

penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu. 2.8. Rumah Sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien gawat darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya. Kriteria : 2.8.1 Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit lainnya. 2.8.2 Ada ketentuan tertulis tentang pendamping pasien yang di transportasi. 2.9. Pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa harus selalu diobservasi dan dipantau oleh tenaga terampil dan mampu. Pengertian :

16

Pemantauan terus dilakukan sewaktu transportasi ke bagian lain dari rumah sakit atau rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lainnya dan pasien harus didampingi oleh tenaga yang terampil dan mampu memberikan pertolongan bila timbul kesulitan. Umumnya pendamping seorang dokter. 2.10. Tenaga cadangan untuk unit harus diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan. Kriteria : 2.10.1 Ada jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas non medis yang bertugas di UGD. 2.10.2 Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi harus diorganisir / diatur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit. 2.10.3 Ada pelayanan transfusi darah selama 2 jam. 2.10.4 Ada ketentuan tentang pengadaan peralatan obat obatan life saving, cairan infus sesuai dengan standar dalam Buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Depkes yang berlaku. 2.11. Pasien yang dipulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang jelas mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya. 2.12 Rekam Medik harus disediakan untuk setiap kunjungan. Pengertian : Sistem yang optimum adalah bila rekam medik unit gawat darurat menyatu dengan rekam medik rumah sakit. Rekam medik harus dapat melayani selama 24 jam. Bila hal ini tidak dapat diselenggarakan setiap pasien harus dibuatkan rekam medik sendiri. Rekam medik untuk pasien minimal harus mencantumkan : 2.10.5 Tanggal dan waktu datang.

17

2.10.6 Catatan radiologik.

penemuan

klinik,

laboratorium,

dan

2.10.7 Pengobatan dan tindakan yang jelas dan tepat serta waktu keluar dari unit gawat darurat. 2.10.8 Identitas dan tanda tangan dari dokter yang

menangani. 2.11 Ada bagan / struktur organisasi tertulis di sertai uraian tugas semua petugas lengkap dan sudah dilaksanakan dengan baik.

18

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan seseorang baik karena kecelakaan ataupun penyakit memerlukan tindakan segera. Seorang dokter atau tenaga kesehatan harus dapat membedakan keadaan gawat darurat atau bukan keadaan gawat darurat, karena penting dalam pemilahan pasien untuk prioritas penanganannya atau yang biasa disebut triase. Dalam menjalankan profesinya, seorang dokter memiliki kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan dan KODEKI. undang-undang dan peraturan tersebut juga mengatur kewajiban dokter dalam keadaan kegawat daruratan medik. Pada kondisi kegawat daruratan medik, informed consent tetap merupakan hal yang penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas paling utama adalah menyelamatkan nyawa atau menghindarkan organ tubuh dari kerusakan menetap. Oleh sebab itu pelaksanaan informed consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan emergency care.

19

B. SARAN 1. Bagi dokter/perawat (tenaga kesehatan) 1.1. Dapat melakukan triase dengan baik. 1.2. Pertolongan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan harus menerapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu. 1.3. Mampu melakukan teknik pertolongan hidup dasar (Basic Life Support). 1.4. Mampu melakukan tindakan pertolongan kegawat

daruratan secara cepat dan tepat. 2. Bagi masyarakat 2.1.Masyarakat mampu memberikan tindakan pertolongan pertama pada keadan kegawat daruratan sebelum tenaga kesehatan datang. 3. Bagi rumah sakit 3.1.Menyediakan fasilitas yang memadai bagi kelangsungan tindakan kegawat daruratan. 3.2.Menyediakan tenaga kesehatan yang terampil untuk Instalasi Gawat Darurat. 3.3.Melakukan upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan instalasi / unit gawat darurat.

20

Anda mungkin juga menyukai