Igw Green Ultrafiltrasion
Igw Green Ultrafiltrasion
creasing water demands are not accompanied by increasing water supplies, indeed fresh water
resources are diminishing and suffered from quality decline over time. GDP Filter responds to those challenges by various membrane-based solutions. 1. Ultrafiltration Ultrafiltration (UF) is a pressure driven membrane separation process. Thanks to its nano-sized pores, UF membrane is widely known as powerful system for turbidity removal and desinfection in water treatment. Since it is operated in low pressure, which means low energy consumption, and yet relatively chemical-free, UF seems to be both economically and environmentally feasible. Non-modular Ultrafiltration Non-modular membrane system has been developed and patented by GDP Filter. This invention relates generally to the improvement in Multi-Bore Capillary Membrane fiber or hollow fiber cartridge assembly for minimizing membrane cost in larger plant. Advantages :
Easier operation, Less instruments, Simple piping and installation, More economical membrane process in larger capacity.
Headquarter (Indonesia) : Jalan Cihanjuang 124, km 2.5 Bandung 40559, Indonesia Phone : 62-22-6652139 Fax : 62-22-6652139 Email : support@gdpfilter.co.id
2004. Pak Dahlan bilang alat ini adalah PDAM masa depan, terang dosen teknik kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut. Menurut Gede, pompa buatannya memang layak disebut PDAM masa depan. Sebab, dengan alat tersebut, orang tidak perlu lagi menggali tanah puluhan meter untuk mendapat sumber air. PDAM tidak perlu membuat instalasi pengolah air bersih untuk mengolah air kotor menjadi air bersih layak minum. PDAM juga tidak perlu membongkar jalan untuk memasang jaringan pipa. Hal terpenting lain adalah tidak dibutuhkan aluminium sulfat serta klorin yang berbahaya bagi kesehatan untuk membuat air olahan itu bebas bakteri. Meski ada alat pemutar di pompa tersebut, alat itu sebenarnya tidak layak dinamakan pompa air. Sebab, masyarakat tidak perlu lagi memompa agar air keluar, melainkan sekadar memutar pedal pemutar ke depan untuk memproses air dan memutar lagi ke belakang bila sudah selesai. Akan lebih aman jika masyarakat melakukan filtrasi (penyaringan) tersebut secara langsung sehingga bisa langsung mengetahui kualitas airnya, katanya. Cara kerja alat tersebut sebenarnya sangat sederhana. Air kotor atau air limbah yang dimasukkan ke dalam pipa akan disaring dengan sempurna oleh membran di dalamnya. Pompa cukup diputar ke depan untuk mendapat air bersih dan diputar lagi ke belakang untuk mengeluarkan kotoran yang tersaring. Di dalam pipa tersebut terdapat karbon aktif yang berfungsi mengurangi bau tidak sedap pada air. Selain itu, bisa mengurangi residu klorin dalam air. Membran di dalam pompa berfungsi sebagai polimer yang memiliki kemampuan hidrofilik sehingga mampu menyerap air dan menyaring kotoran. Ukuran pori membran sudah diatur hingga level molekuler sehingga mampu menghasilkan air dengan kualitas yang ditentukan, meski air yang digunakan tersebut sudah diproses berulang-ulang. Membran di dalam pompa itu mampu melakukan filtrasi sampai level molekuler sehingga efektif untuk menyaring kotoran, bakteri, virus, dan koloid yang terkandung di air. Sementara itu, bioceramic di bagian bawah pompa berguna untuk meningkatkan antioksidan kualitas air. Bioceramic inilah yang berfungsi mengembalikan kesegaran air, terang Gede. Lulusan terbaik ITB angkatan 1982 tersebut memang telah memutakhirkan penemuan pertamanya, IGW Emergency Membrane, menjadi IGW Green Ultrafilter. Bila alat terdahulu tidak bisa untuk skala besar, alat terbaru sudah bisa untuk industri. Kalau dulu butuh pompa seperti pompa sepeda, kini hanya butuh diputar dengan tangan. Harganya memang cukup mahal (Rp 10 juta per unit, Red). Tapi, kualitas air yang dihasilkan akan terjaga selama 10 tahun. Faktor kesehatan dan lingkungan juga terjaga, tegas pria kelahiran Bali, 51 tahun silam, tersebut. Selain sangat cocok untuk PDAM masa depan, alat itu akan sangat pas untuk program Millennium Development Goals (MDGs) Indonesia pada 2025. Menurut Gede Wenten, Kementerian Pekerjaan Umum bisa menggunakan alat tersebut untuk pengadaan air bersih di 60 ribu desa di Indonesia. Tak perlu menunggu waktu hingga 12 tahun seperti target MDGs. Tahun depan pun air bersih sudah bisa dinikmati seluruh desa di Indonesia, termasuk di kawasan langganan banjir atau kekeringan, katanya. Tanpa menunggu uluran tangan pemerintah, Gede Wenten mulai membangun workshop dan pabrik untuk memproduksi alat temuannya itu. Bekerja sama dengan perusahaan penyalur, dia sudah menjual pompa ajaibnya tersebut ke sejumlah negara di Afrika, termasuk Afrika Selatan. Alat ini memang belum dikenal di Indonesia karena baru beberapa yang dibagikan dengan bantuan dana CSR. Namun, di luar negeri, alat ini sudah banyak digunakan. Memang butuh keberanian untuk mengubah Indonesia. Tapi, saya yakin bisa, tuturnya. (*/c5/ari)