Anda di halaman 1dari 0

UNIVERSITAS INDONESIA

SKRIPSI


EVALUASI DAN ANALISIS KONSEKUENSI SISTEM PENYIMPANAN
CHLORINE DI INSTALASI CHLORINE UNIT CHLORINASI PADA
PT. PAM LYONNAISE JAYA (PALYJA) TAHUN 2011



Oleh
EFRI MEIKEL
0906615360








PROGRAM SARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2012
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
ii


UNIVERSITAS INDONESIA

SKRIPSI

EVALUASI DAN ANALISIS KONSEKUENSI SISTEM PENYIMPANAN
CHLORINE DI INSTALASI CHLORINE UNIT CHLORINASI PADA
PT. PAM LYONNAISE JAYA (PALYJA) TAHUN 2011



Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan serta memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)


Oleh
EFRI MEIKEL
0906615360






PROGRAM SARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2012
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
HALAMAN PER}{YATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya seya sendirf
Dan semua sumber baik yang dikutip maupun diruiuk
Telah saya nyatakan dengan benar
Nama
NPM
Tanda Tangan
Tanggal
Meikel : Efirt
:0901
lll
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama
NPM
Program Studi
Judul Skripsi
Penyimpanan Chlorine Di Instalasi
Chlorine Unit Chlorinasi Pada PT PAM
LYONNAISE JAYA (PALYJA) Tahun
20tt
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan
diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada
Program Studi Sarjana Ekstensi Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Un iversitas Indonesia
DEWAI\ PENGUJI
Pembimbing : dr. Chandra Satrya, M.App.Sc
Penguji I : dra. Fatma Lestari, M.Si, PhD
Penguji II : Yuni Kusminanti, SKM, M.Psi
Efri Meikel
09066rs360
S-l Ekstensi Kesehatan Masyarakat
Evaluasi dan Analisis Konsekuensi Sistem
Ditetapkan di
Tanggal
: Depok
:24lanuad.Z0l}
lv
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademis Universitas Indonesia, saya yang bertanda
tangan dibawah ini:
Nama
NPM
Program Studi
Departemen
Fakultas
Jenis Karya
Efri Meikel
0906615360
Sarjana Ekstensi Kesehatan Masyarakat
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan Masyarakat
Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada
universitas Indonesia IIak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-
Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah yangberjudul :
Evaluasi Dan Analisis Konsekuensi Sistem Penyimpanan Chlorine
Di Instalasi chlorine unit chlorinasi Pada PT. PAM LYONNAISE
JAYA (PALYJA) Tahun 2011
Berserta peringkat yang ada
fiika
diperlukan)' Dengan Hak Bebas
Royalti Nonekslusif ini universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik
Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal :24 Jarruari 2012
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
Saya yangbertanda tangan di bawah ini:
SURAT PERNYATAAN
Efri Meikel
0906615360
Sarj ana Ekstensi Kesehatan Masyarakat
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
2009
Sarjana
Nama
NPM
Program Studi
Peminatan
Angkatan
Jenjang
Menyatakan bahwa saya
saya yang berjudul :
tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
EVALUASI DAN ANALISIS KONSEKUENSI SISTEM PENYIMPANAN
CIILORINE DI INSTALASI CHLORINE UNIT CHLORINASI PADA
PT. PAM LYONNATSE JAYA (PALYJA) TAHUN 2011
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pemyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
VI
Depok, 24 Januwi2012
'
:
-
r'''-"----:-a"A : \.{- "
"-..'
- AAE'FERA'tr N.s/
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
vii

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT-UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Januari 2012

Efri Meikel (0906615360)
Evaluasi dan Analisis Konsekuensi Sistem Penyimpanan Chlorine Di
Instalasi Chlorine Unit Chlorinasi Pada PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA)
Tahun 2011


xxi + 140 halaman + 21 tabel + 19 gambar + 5 bagan + 5 lampiran


ABSTRAK

Sistem penyimpan chlorine pada instalasi pengolahan air bersih digunakan
sebagai salah satu upaya untuk melindungi pekerja, proses kerja, tangki chlorine,
masyarakat, dan lingkungan sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
sistem penyimpan chlorine yang ada di PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA)
tahun 2011. Hasil penelitian sistem penyimpanan chlorine di PT PALYA
membutuhkan pengecekan tangki serta variable yang terjadwal, penambahan
MSDS pada tangki, melakukan pelatihan bahaya chlorine kepada pekerja dan
penambahan peralatan keselamatan pada ruang penyimpanan.

Kata Kunci : Klorin, Tangki Penyimpanan, Sistem Penyimpanan, Pengolahan Air
Bersih



Daftar Pustaka : 29 (1976 2011)










Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
viii

PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Januari 2012

Efri Meikel (0906615360)
Evaluation And Analysis Of The Consequences Of Chlorine Storage
Systems In The Installation Of Chlorine Unit Chlorinasi On PT PAM
Lyonnaise Jaya (PALYJA) 2011


xxi + 140 pages + 21 table + 19 pictures + 5 chart + 5 attachment

ABSTRACT

Chlorine storage system on the installation of clean water treatment is used
as one of the efforts to protect workers, work process, chlorine tanks, community,
and environment around. This study aims to evaluate storage system of chlorine
present in PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) in 2011. Chlorine storage systems
research results in PT need checking as well as tank PALYJA variable are
scheduled, the addition of MSDS in tank, do chlorine hazard training to workers
and chlorine addition of safety equipment in storage space.

Key Words : Chlorine, Storage Tank, Storage Systems, Clean Water Treatment

Bibliography : 29 (1976-2011)















Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
ix

LEMBAR PERSEMBAHAN


Ini ku Ini ku Ini ku Ini ku persembahkan kepada kedua orang tercinta persembahkan kepada kedua orang tercinta persembahkan kepada kedua orang tercinta persembahkan kepada kedua orang tercinta
Bapa, Mama yang selalu mendukung dalam doa dan memotivasi ku Bapa, Mama yang selalu mendukung dalam doa dan memotivasi ku Bapa, Mama yang selalu mendukung dalam doa dan memotivasi ku Bapa, Mama yang selalu mendukung dalam doa dan memotivasi ku

Berawal dari tangis saat masa kecil ku dan tawa ku Berawal dari tangis saat masa kecil ku dan tawa ku Berawal dari tangis saat masa kecil ku dan tawa ku Berawal dari tangis saat masa kecil ku dan tawa ku
Bapa, Mama kau mengucapkan sebuah beberapa kalimat Bapa, Mama kau mengucapkan sebuah beberapa kalimat Bapa, Mama kau mengucapkan sebuah beberapa kalimat Bapa, Mama kau mengucapkan sebuah beberapa kalimat
AGAR KELAK KAU SELALU MEMBERIKAN KEBAHAGIAAN AGAR KELAK KAU SELALU MEMBERIKAN KEBAHAGIAAN AGAR KELAK KAU SELALU MEMBERIKAN KEBAHAGIAAN AGAR KELAK KAU SELALU MEMBERIKAN KEBAHAGIAAN
Ku te Ku te Ku te Ku telah memberikan salah satu kebahagian kecil dalam langkah ku saat ini lah memberikan salah satu kebahagian kecil dalam langkah ku saat ini lah memberikan salah satu kebahagian kecil dalam langkah ku saat ini lah memberikan salah satu kebahagian kecil dalam langkah ku saat ini
Membahagiakan Bapa, Mama dengan menyelesaikan perkuliahan ini Membahagiakan Bapa, Mama dengan menyelesaikan perkuliahan ini Membahagiakan Bapa, Mama dengan menyelesaikan perkuliahan ini Membahagiakan Bapa, Mama dengan menyelesaikan perkuliahan ini
Ku berharap kebahagian ini terus aku bisa berikan kepada Bapa, Mama Ku berharap kebahagian ini terus aku bisa berikan kepada Bapa, Mama Ku berharap kebahagian ini terus aku bisa berikan kepada Bapa, Mama Ku berharap kebahagian ini terus aku bisa berikan kepada Bapa, Mama

Tuhan Yesus Kristus memegang tiap langkah ku Tuhan Yesus Kristus memegang tiap langkah ku Tuhan Yesus Kristus memegang tiap langkah ku Tuhan Yesus Kristus memegang tiap langkah ku

Puji Puji Puji Puji syukur ku ucapkan atas waktu yang syukur ku ucapkan atas waktu yang syukur ku ucapkan atas waktu yang syukur ku ucapkan atas waktu yang
KAU ciptakan, ku taati, ku hargai di dalam kata dan perbuatan ku, KAU ciptakan, ku taati, ku hargai di dalam kata dan perbuatan ku, KAU ciptakan, ku taati, ku hargai di dalam kata dan perbuatan ku, KAU ciptakan, ku taati, ku hargai di dalam kata dan perbuatan ku,
Agar nyata hidup beriman, agar nyata hidup beriman Agar nyata hidup beriman, agar nyata hidup beriman Agar nyata hidup beriman, agar nyata hidup beriman Agar nyata hidup beriman, agar nyata hidup beriman

Bersama Tuhan Yesus Kristus Ku tak akan bimbang, Bersama Tuhan Yesus Kristus Ku tak akan bimbang, Bersama Tuhan Yesus Kristus Ku tak akan bimbang, Bersama Tuhan Yesus Kristus Ku tak akan bimbang,
Walaupun badai menerpa ku. Walaupun badai menerpa ku. Walaupun badai menerpa ku. Walaupun badai menerpa ku.
Aku percaya akan bimbingan Aku percaya akan bimbingan Aku percaya akan bimbingan Aku percaya akan bimbingan NYA. NYA. NYA. NYA.
Hidupku damai bersama NYA Hidupku damai bersama NYA Hidupku damai bersama NYA Hidupku damai bersama NYA

Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan,
kamu akan menerimanya kamu akan menerimanya kamu akan menerimanya kamu akan menerimanya
(Matius 21:22) (Matius 21:22) (Matius 21:22) (Matius 21:22)

TUHAN BEKERJA LUAR BIASA DALAM HIDUPKU TUHAN BEKERJA LUAR BIASA DALAM HIDUPKU TUHAN BEKERJA LUAR BIASA DALAM HIDUPKU TUHAN BEKERJA LUAR BIASA DALAM HIDUPKU
- Aku bersyukur selalu kepadaMu Aku bersyukur selalu kepadaMu Aku bersyukur selalu kepadaMu Aku bersyukur selalu kepadaMu - -- -

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
x

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
EFRI MEIKEL BUKIT
Jl. Nangka No. 50 RT 004 / RW 005
Tanjung Barat , Jakarta Selatan 12530
(Ph) : +62-21 7810270
(Hp) : +62-852 17360588
e-mail : efri.bukit@gmail.com


DATA PRIBADI :
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 04 Mei 1988
Agama : Kristen
Status : Belum Menikah
Kebangsaan : Indonesia
Hobi : Travelling, Photography, Volly, Swim,
Marching Band.

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN :
2009 2011 Program Sarjana Ekstensi Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Jurusan: Kesehatan Keselamatan Kerja (K3),Univ. Indonesia.
2006 2009 Program Diploma III Departemen Fisika,
Jurusan : Instrumentasi Elektronika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Univ.Indonesia.
2003 2006 Sekolah Menengah Umum (SMU) Kartika Sari XI-1 Jakarta.
2000 2003 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 98 Jakarta.
1994 2000 Sekolah Dasar (SD) Negeri 05 Pagi Tanjung Barat,Jakarta.
1993 1994 Taman Kanak-kanak (TK) Mekar Sari Tanjung Barat, Jakarta.

PENGALAMAN BEKERJA:
Juli Agustus 2011 Kerja Praktek di Medical Services Departement,
Divisi Health Promotive and Preventive,
VICO Indonesia, Samarinda, Indonesia.
Juli Agustus 2008 Quality Control, PT. Tjokro Bersaudara, Jakarta,
Indonesia.


PELATIHAN DAN SEMINAR :
Juli 2011 Basic Life Support Training (First Aid) at VICO Indonesia.
Juli 2011 Occ. Health and Industrial Hygiene Training at VICO Indonesia.
Juni 2011 Basic Fire Fighting Drill at Pertamina Maritime Training Center.
Maret 2011 Seminar Process Safety: Basic Safety in Oil and Gas Industries
At Faculty of Public Health, University of Indonesia, Depok.
Feb 2010 Safety in Campus Seminar Emergency Response Preparedness
ERP): Fire and Earthquake at Building Faculty of Public Health,
University of Indonesia, Depok.

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yesus Kristus,
karena berkat dan kasihnya penulis bisa melaksanakan dan menyelesaikan
kegiatan penelitian serta mendapatkan banyak kemudahan dan kelancaran dalam
berbagai hal selama proses pengumpulan data. Selain itu penulis juga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
Dalam proses pencarian data, penulisan dan konsultasi, penulis banyak
dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada :
1. Allah Bapa dalam nama Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan
berkat, rahmat, perlindungan, kesehatan, penyertaan selama ini juga
telah mengaruniakan pemikiran dan logika yang tidak terbatas untuk
terus dipakai atas kehendak NYA.
2. Kedua Orang Tua, Bapa Bukit, Mama br Ginting, Adik-adik Eliawaty
Tri Andani dan Eva Febrianta yang selalu memberi dukungan moral,
moril, dan doa sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
Sarjana Kesehatan Masyarakat ini dengan baik.
3. Pembimbing Akademik yakni dr. Chandra Satrya M.App.Sc yang
dengan baik dan penuh dengan kesabaran dalam membimbing dan
memberikan inspirasi dan ilmu yang baru yang tidak didapatkan selama
kuliah juga telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi
arahan sehingga skripsi dapat selesai dengan baik.
4. dra. Fatma Lestari, M.Si, PhD yang telah meluangkan waktunya untuk
menjadi Tim Penguji sidang skripsi pada penelitian ini. Terima kasih
banyak atas saran dari ibu, saya ucapkan terima kasih banyak.
5. Yuni Kusminanti, SKM, M.Psi yang telah bersedia meluangkan waktu
untuk menjadi Tim Penguji sidang skripsi pada penelitian ini. Terima
kasih banyak atas saran saya ucapkan terima kasih banyak.
6. Drs. Ridwan Z Sjaaf, MPH selaku Ketua Departemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas
Indonesia.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xii

7. Bapak Suwondo dan Adis sebagai Maintenance Officer yang sudah
banyak membantu penulis dalam melakukan pengambilan data, dan
pemberian pengetahuan ilmu baru spesialis teknik dan chlorine.
8. Teman-teman di Teknik Kimia UI Rofa Udjo, Ius, Shufi, Esza terima
kasih atas bantuannya dengan ilmu.
9. Iffa terimakasih banyak sudah membantu dalam melakukan penelitian,
mencari alamat kantor, mengirim pulsa saat kekurangan pulsa walau
tidak diminta Terimakasih banyak iffa, akhirnya.
10. Duo Library (Winda Utamy dan Erina Wahyu) selalu menemani disaat
penulis menjadi galau akan skripsi dan selalu mengingatkan akan
skripsi.
11. BeSeven (Erina, Febreza, Grace, Adel, Ferdy dan Aswin) selalu
bersama saat konsultasi tentang skripsi. Thanks atas bantuan dan
supportnya. Akhirnya kita bisa.
12. 3G (Arini Febrina, Dystiria F Dee, Soraya M, Aulia Rizqi P) Thanks
atas dukungan selama penulisan sampe gak bisa ketemu semua,karena
kesibukan semua..
13. Team Renang K3 Ekstensi 2009 ( Arinanda Utomo, Aris T, Andhika H,
Hasan A, Lutfi, Khurnia Adi, Dinar, Bang Roy) maaf jadi terganggu
latihan kita. Hehehehe
14. Pianggy O dan Liza J, thanks tante atas dukungannya selama penulisan
dan selalu mengingatkan kalo lagi males. Akhirnya bisa
15. Anak-anak SKRIPSI 2012 (Ayu, Benny, Mba Ai, Agam, Widi, Nifa,
Rendy, Rengga, Davi, Syukra, Monic, Mariah, Hanny, beibeb Agnes,
Nita, Nisa, Pramesthi, Mba Ratna, Ajeng, Roro, Dhiba, Anyunn, Icha,
Reno, Ifan, Upi, Shelma, Mami Ida, Hurin, Taufik, Eka, Sharmina)
selamat kita sudah selesai semoga kita dapat melajutkan ilmu kita
ditempat kerja..
16. Teman-teman K3 Ekstensi 2009 yang selalu menggila dikala senang,
Teh Mirna, Dikto Vally, Herlan, Kochan, Selvi, Aji, Mas Uul, Dandin,
Fiqri, Cornel We Are One
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xiii

17. Teman-teman 2010 serta Teman-teman FKM Arini Melisa makasih
ya mba, Ayu Merina, Eske, Damar, Altri, Choki, Shinta, Nurul, Kikit
Fisika Instrumentasi Elektronika dan Industri 2006 Ina, Rian, Lika,
Andien, Andrew, Dodo, Thia terimakasih atas dukungan serta doa yang
diberikan, kita bertemu ditempat kerja.
18. Teman-teman ekstensi 2008 (Ridwan longor, Ozie, Ester, Risda,
Bona, Rico, Noerdin, dan Diah) thanks atas wejangan kalian selama ini.
19. Teman-teman ASDOS, terima kasih atas bantuannya selama penulisan
20. Para teman dan sahabat alumni SMP 98 Jakarta 2003, Echa, Nia, Jo,
Ogy, Andri, Imam, Adit, Mia, Megan Thanks atas dukungan kalian
21. Teman-teman di Hanggugo Dongari UI yang sudah memberikan
semangat dalam penulisan, maaf jadi gak bisa belajar bahasa korea
lagi.hehehe Himnae!!
22. Teman-teman di GKP Tanjung Barat dan KOPERSIS Jakarta, thanks
atas dukungan doa serta semangat yang diberikan selama penulisan,
mohon maaf saat ada kegiatan tidak bisa membantu Jc BU
23. Teman-Teman Alumni Ekstensi 2009 Laura Elizabeth @uwlla, Vina,
Wandha, Karin, Widya, Anita, Detha juga semua. Thanks banget atas
dukungan dan doanya
24. Bapa petugas perpus lantai 5, makasih atas supportnya kepada penulis..
25. Serta pihak yang telah membantu baik langsung ataupun tidak langsung
yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih banyak
bantuannya. GBU All
Penulis menyadari bahwa mungkin masih terdapat kesalahan atau
kekurangan dalam penelitian ini, maka penulis menghaturkan mohon maaf.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif sebagai masukan untuk
perbaikan pada penulisan dimasa yang akan datang
Depok, 24 Januari 2012


Penulis

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xiv

DAFTAR ISI

JUDUL SKRIPSI ............................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................... v
SURAT PERNYATAAN .................................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
ABSTRACT...................................................................................................... viii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................... ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... x
KATA PENGANTAR ....................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xix
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xx
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xxi
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
1.3 Pertanyaa Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 7
1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7
1.5.1 Bagi Peneliti ........................................................................................... 7
1.5.2 Bagi Perusahaan ..................................................................................... 8
1.5.3 Bagi Universitas Indonesia ..................................................................... 8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9
2.1 Instalasi Berisiko Tinggi ............................................................................... 9
2.2 Kebocoran dan Klasifikasi Zat Kimia .......................................................... 10
2.3 Klasifikasi Kontaminan Kimia di Udara ...................................................... 13
2.3.1 Klasifikasi Umum ................................................................................ 13
2.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Pembentukan .................................................. 14
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xv

2.3.3 Definisi Gas dan Uap ........................................................................... 14
2.4 Chlorine ...................................................................................................... 15
2.4.1 Sifat Reaktif Chlorine .......................................................................... 17
2.4.2 Kegunaan Chlorine .............................................................................. 17
2.4.2.1 Chlorine dalam Produksi Air Bersih .............................................. 18
2.4.2.2 Recommendation for a chlorine standard ...................................... 22
2.4.3 Toksisitas Chlorine .............................................................................. 26
2.4.4 Dampak Chlorine Terhadap Lingkungan .............................................. 28
2.5 Chlorine Feed System (Sistem Pemberian Klorin) ....................................... 29
2.5.1 Chlorine Cylinder ................................................................................ 31
2.5.2 Chlorine Ton Container ....................................................................... 33
2.5.3 Chlorine Tank Cars .............................................................................. 35
2.5.4 Storage Tanks ...................................................................................... 36
2.6 Khlorinator ................................................................................................. 36
2.6.1 Khlorinator Sistem Hampa ................................................................... 36
2.6.2 Khlorinator Sistem Konvensional ......................................................... 37
2.6.3 Khlorinator Sistem Langsung ............................................................... 37
2.6.4 Bagian-bagian Utama Khlorinator ........................................................ 38
2.7 Korosi ......................................................................................................... 40
2.7.1 Bentuk Korosi ...................................................................................... 42
2.7.2 Klasifikasi Korosi ................................................................................ 42
2.7.3 Delapan Bentuk Korosi ........................................................................ 42
2.8 Jenis Metode Risk Assesment ...................................................................... 49
2.8.1 Checklist .............................................................................................. 50
2.8.2 What If / What If Checklist ................................................................... 51
2.8.3 Hazard Operatibility Study (HAZOPS) ................................................ 51
2.8.4 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) .......................................... 52
2.8.5 Fault Tree Analysis (FTA) ................................................................... 53
2.8.6 Event Tree Analysis (ETA) ................................................................... 55
BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEPSIONAL, DAN
DEFINISI OPERASIONAL ..................................................................... 59
3.1 Kerangka Teori ........................................................................................... 59
3.2 Kerangka Konsep ........................................................................................ 61
3.3 Definisi Operasional ................................................................................... 63
BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................... 65
4.1 Desain Penelitian ........................................................................................ 65
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xvi

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 65
4.3 Objek Penelitian .......................................................................................... 65
4.4 Pengumpulan Data ...................................................................................... 65
4.5 Instrumen Pengumpulan .............................................................................. 66
4.6 Manajemen Data ......................................................................................... 66
4.7 Analisis Data .............................................................................................. 66
BAB 5 GAMBARAN PERUSAHAAN ............................................................ 69
5.1 PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) ........................................................... 69
5.2 VISI, MISI, dan NILAI PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA)...................... 71
5.3 Maintenance Central Departement ............................................................. 72
5.4 Sistem Chlorine di Instalasi Pengolahan Air Minum II Penjompongan. ....... 72
5.4.1. Ruang Utama Unit Chlorinasi .............................................................. 73
5.4.2. Tahapan Proses .................................................................................... 74
5.4.2.1 Pengaliran Chlorine ....................................................................... 74
5.4.2.2 Evaporasi ...................................................................................... 74
5.4.2.3 Chlorinasi ...................................................................................... 75
5.4.2.4 Pembubuhan .................................................................................. 75
5.5 Kebijakan dan Program K3 tentang Chlorine di Instalasi Pengolahan Air
Minum II Pejompongan .............................................................................. 76
5.5.1. Prosedur Cara Kerja Aman ................................................................... 77
5.5.2. Pelatihan Pekerja .................................................................................. 77
5.5.3. Simulasi ............................................................................................... 77
5.5.4. Penyedia Fasilitas Kerja ....................................................................... 78
5.6 Pemeliharaan Sistem Chlorine .................................................................... 80
5.7 Pekerja Chlorine ......................................................................................... 80
BAB 6 HASIL .................................................................................................. 82
6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 82
6.2 Gambaran Chlorine ..................................................................................... 82
6.3 Gambaran Ruang Tangki Chlorine .............................................................. 85
6.4 Pemilihan Chlorine Ton Container dan Variabel ......................................... 89
6.5 Pengetahuan Bahaya Chlorine dan SOP ...................................................... 95
6.6 Perawatan serta Tindakan Pencegahan ........................................................ 99
BAB 7 PEMBAHASAN ................................................................................. 103
7.1 Identifikasi Bahaya Kebocoran ................................................................. 103
7.2 Instalasi Chlorine ...................................................................................... 104
7.3 Ruang Tangki Chlorine ............................................................................. 104
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xvii

7.4 Pemilihan Chlorine Ton Container dan Variable ....................................... 106
7.5 Pengetahuan Bahaya Chlorine dan SOP .................................................... 108
7.6 Perawatan serta Tindakan Pencegahan ...................................................... 109
7.7 Konsekuensi Hasil Evaluasi Instalasi Chlorine .......................................... 111
7.7.1 Event Tree Analysis ........................................................................... 111
7.7.2 Penjelasan Barrier .............................................................................. 113
7.7.2.1 Barrier 1 (Pemilihan Tangki dan Variable) .................................. 113
7.7.2.2 Barrier 2 (Tempat Penyimpanan) ................................................. 116
7.7.2.3 Barrier 3 (Pengetahuan Bahaya Chlorine dan SOP) ..................... 119
7.7.2.4 Barrier 4 (Perawatan serta Tindakan Pencegahan) ....................... 122
7.7.3 Diagram Event Tree Analysis ............................................................. 125
7.7.4 Skenario Konsekuensi ........................................................................ 126
7.7.4.1 Skenario 1 (Tangki tidak mengalami kebocoran) ......................... 126
7.7.4.2 Skenario 2 (Tangki bocor, tidak ada pemilihan tangki dan
variable)127
7.7.4.3 Skenario 3 (Tangki bocor, tidak ada perawatan dan tindakan
pencegahan) ............................................................................................. 127
7.7.4.4 Skenario 4 (Tangki bocor, kurang pengetahuan bahaya chlorine dan
SOP).128
7.7.4.5 Skenario 5 (Tangki bocor, tidak sesuainya tempat penyimpanan)..128
BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 130
8.1 Kesimpulan ............................................................................................... 130
8.1.1 Jumlah Tangki Penyimpanan Bahan Kimia ........................................ 130
8.1.2 Evaluasi chlorine ton container pada Instalasi Chlorine di Unit
Chlorinasi PALYJA ..................................................................................... 130
8.1.2.1 Pemilihan tangki dan variable ...................................................... 130
8.1.2.2 Tempat penyimpanan .................................................................. 131
8.1.2.3 Pengetahuan bahaya Chlorine dan SOP ....................................... 132
8.1.2.4 Perawatan serta tindakan pencegahan .......................................... 132
8.1.3 Konsekuensi kebocoran chlorine to container .................................... 133
8.1.3.1 Tingkat Kesesuaian ..................................................................... 133
8.1.3.2 Skenario Konsekuensi ................................................................. 133
8.2 Saran ......................................................................................................... 135
8.2.1 Saran Skenario Konsekuensi ............................................................... 136
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 138


Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Toksisitas Relatif Hodge dan Strener .................................................. 11
Tabel 2.2 Skala NFPA ....................................................................................... 12
Tabel 2.3 IDLH (Immedieatly Dangerous To Life and Death) ............................ 13
Tabel 2.4 Properti Gas Chlorine ......................................................................... 16
Tabel 2.5 Properti dari Chlorine Cair ................................................................ 16
Tabel 2.6 Kriteria desain Unit Chlorinasi ........................................................... 19
Tabel 2.7 Recommendation for a Chlorine Standard from NIOSH ..................... 22
Tabel 2.8 Simbol-simbol logic dalam FTA ......................................................... 54
Tabel 3.1 Definisi Operational ........................................................................... 62
Tabel 6.1 Spesifikasi dari Ton Container ........................................................... 84
Tabel 6.2 Hasil Observasi pada Ruang Tangki Chlorine ..................................... 85
Tabel 6.3 Hasil Observasi mengenai posisi Chlorine Ton Container,
Arah, Jumlah dan Status Pengoperasian ............................................. 90
Tabel 6.4 Hasil Observasi kondisi Chlorine Ton Container ................................ 92
Tabel 6.5 Hasil Observasi Tangki Chlorine dan Variabel pendukung ................. 93
Tabel 6.6 Hasil Observasi dan Wawancara Pengetahuan Bahaya Chlorine
dan SOP pada pekerja ........................................................................ 96
Tabel 6.7 Hasil Observasi dan Wawancara Pekerja mengenai Perawatan
serta tindakan Pencegahan ................................................................. 99
Tabel 7.1 Tingkat Kesuksesan PemilihanTangki dan Variabel ........................ 113
Tabel 7.2 Tingkat Kesuksesan Ruang Tangki Chlorine
(Tempat Penyimpanan) .................................................................... 116
Tabel 7.3 Tingkat Pengetahuan bahaya chlorine dan SOP ................................ 120
Tabel 7.4 Tingkat Kesuksesan Perawatan serta Tindakan pencegahan .............. 122
Tabel 7.5 Diagram Event Tree Analysis ........................................................... 125







Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skematik Sistem Chlorine ............................................................... 21
Gambar 2.2 Kode NFPA untuk Gas Chlorine ..................................................... 27
Gambar 2.3 Chlorine Cylinder ........................................................................... 33
Gambar 2.4 Chlorine Ton Container .................................................................. 35
Gambar 2.5 Injektor ........................................................................................... 38
Gambar 2.6 Katup Pengatur ............................................................................... 39
Gambar 2.7 Rotameter & V-Notch ..................................................................... 39
Gambar 2.8 Katup Pengatur (Peringan Tekanan) ................................................ 40
Gambar 2.9 Skema korosi galvanic dari dua logam yang berbeda ...................... 43
Gambar 2.10 Mekanisme Korosi Celah ............................................................. 44
Gambar 2.11 Mekanisme Korosi Sumuran ......................................................... 45
Gambar 2.12 Proses Autokatalik Sumuran ......................................................... 46
Gambar 2.13 Konsep S-P-T ............................................................................... 56
Gambar 5.1 Pemetaan Area PALYJA ................................................................ 70
Gambar 6.1 ChlorineTon Container pada Ruang Tangki Chlorine ..................... 84
Gambar 7.1 Pintu Tanpa Kaca Inspeksi dan Batalan Karet perlu ditambah ....... 106
Gambar 7.2 Pintu dengan Kaca dan terdapat Sign ............................................ 106
Gambar 7.3 Kondisi Tangki dan Ider Valve ...................................................... 108
Gambar 7.4 Perbaikan header valve dengan Tools Kits Tipe B ....................... 110













Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xx

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Bentuk Korosi ................................................................................... 42
Bagan 3.1 Kerangka Teori dari White (2010), U.S. EPA & NOAA (2007),
Fontana (1987), Rausand (2005) ........................................................ 60
Bagan 3.2 Kerangka Konsep .............................................................................. 62
Bagan 5.1 Tahapan Pembubuhan Chlorine ......................................................... 76
Bagan 7.1 Event Tree ....................................................................................... 119




























Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Foto Hasil Observasi di PALYJA
Lampiran 2 Form Checklist
Lampiran 3 MSDS Chlorine
Lampiran 4 Part of Drum
Lampiran 5 Chlorine Institute Emergency Kit B
For Chlorine Ton Container




























Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012

1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kemajuan industrialisasi semakin berkembang dari tahun ke tahun, dimana
perkembangan itu sejalan dengan teknologi yang tiada henti untuk berkembang
dan maju. Teknologi yang berkembang pada industrialisasi saat ini hanya sebagai
penunjang dari proses industri dan produktivitas, dimana hanya untuk
memberikan peningkatan efektivitas dalam proses industri yang ada sehingga
hasil produksi meningkat. Pada sisi lain pengembangan teknologi serta kemajuan
yang ada belum serta menjamin suatu pekerjaan dapat berjalan dengan aman dan
menghilangkan risiko bahaya yang ada, hal tersebut dikarenakan suatu teknologi
yang berkembang dan tingkat risiko bahaya memiliki efek kebersamaan.
Dampak dari sebuah kebocoran tangki penyimpanan atau proses pembuatan
bahan kimia pada sebuah industri dapat menimbulkan berbagai macam kerugian
seperti rusaknya peralatan perusahaan, timbulnya korban jiwa, dan kerusakan
lingkungan hingga pada akhirnya berhentinya produksi dari industri tersebut.
Kebocoran tangki penyimpanan dalam proses kerja sering mengeluarkan isi dari
bahan kimia yang berasal tangki tersebut dan yang dikeluarkan tidak hanya bahan
kimia dalam tangki juga zat-zat kimia yang lain yang terkadung didalamnya
terkadang bersifat mudah terbakar (flammable material) atau beracun (toxic
material). Bahan kimia yang mudah terbakar terlepas ke udara dan akan
membentuk flammable cloud selain itu dapat menimbulkan kebakaran atau
ledakan yang dapat merusak area dan mengancam bagi pekerja juga lingkungan
sekitarnya. Sedangkan bahan kimia beracun yang terlepas (release) ke atmosfer
akan membantuk awan gas beracun ini dapat merusak lingkungan dan
membahayakan pekerja yang berada disekitar area penyebaran (Less,1996)
Berdasarkan ILO Code of Practise, instalasi berisiko tinggi berdasarkan
jenis dan kuantitasnya antara lain: industri kimia dan petrokimia, industri
penyulingan minyak, instalasi penyimpanan gas alam cair (LNG), instalasi
penyimpanan gas dan cairan yang mudah terbakar, gudang bahan-bahan kimia,
instalasi penyulingan air bersih dengan menggunakan chlorine, industri pupuk dan
pestisida.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
2
Universitas Indonesia

Penerapan panduan praktis ini dilakukan pada instalasi berisiko tinggi yang
diidentifikasi dengan keberadaaan zat-zat berbahaya yang membutuhkan perhatian
tinggi. Di Indonesia, terdapat berbagai macam industri yang memiliki risiko tinggi
dan termasuk kedalam kategori instalasi berisiko. Salah satu industri di Indonesia
yang termasuk kedalam kategori ini adalah industri pelayanan dan penyediaan
jasa air bersih. Industri pelayanan dan penyediaan jasa air di Indonesia merupakan
industri yang mengalami perkembangan pesat berhubungan semakin
meningkatnya kebutuhan air bersih di Indonesia dan berkurangnya air tanah
dilingkungan. Perkembangan dari industri ini berkembang pesat dan menuntut
pengkajian yang lebih mendalam terhadap bahaya dan risiko dari setiap proses
produksinya berhubungan banyak berbagai macam bahan kimia berbahaya yang
digunakan pada industri ini.
Berdasarkan aktifitas produksi yang dilakukan, industri pelayanan dan
penyedia jasa air termasuk dalam kategori instalasi berisiko karena dapat
menimbulkan kebocoran tangki penyimpanan bahan kimia berbahaya. Pada
industri tersebut, terdapat instalasi water treatment yang menggunakan bahan
kimia chlorine.
Chlorine adalah gas yang sangat berbahaya dan bersifat toksik dan korosif.
Menurut pajanan konsentrasi yang diperbolehkan menurut ACGIH 2006 adalah
0,5 ppm untuk TLV-TWA (Threshold Limit Value Time Weighted Avarange)
dan 1 ppm untuk TLV-C (Threshold Limit Value Ceiling). Sedangkan batasan
konsentarsi untuk lingkungan kerja yang dikeluarkan DEPNAKER adalah 1 ppm
(SE NO.2/MEN/1978) dampak kebocoran gas chlorine dapat dilihat pada tabel
dibawah ini ;
Tabel.1 Dampak gas chlorine terhadap kesehatan.
KONSTRASI
(ppm)
WAKTU DAMPAK
3 6 -
Merasa terbakar tanpa akibat sakit selama 1
jam.
10 1 Menit Batuk batuk.
10 20 30 Menit
Berbahaya gatal pada tenggorokan hidung,
mata, disertai batuk dan pedih.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
3
Universitas Indonesia

100 150 5 10 Menit
Rawan terhadap manusia, menyebabkan
kematian.
300 - 400 30 Menit
Akan mengakibatkan kematian 50% orang
sehat yang terkena.
1000 Sesaat Menyebabkan kematian


Kejadian yang sama juga terjadi pada tahun 2002, di Missouri AS dimana
terjadi kebocoran pada kereta yang sedang mengangkut chlorine. Hal ini terjadi
karena automatic shutdown tidak bekerja. Akibatnya 14 ton chlorine lepas ke
udara selama 3 jam dan menyebabkan 63 orang harus di rawat di rumah sakit.
Pada bulan November tahun 2005, dilaporkan di Penn State University terjadi
kebocoran gas chlorine yang menyebabkan 6 orang harus dirawat di rumah sakit.(
http://smk3ae.wordpress.com/)
Pada bulan Juli 2006, sedikitnya 164 orang dibawa ke rumah sakit karena
menghisap gas beracun yang disebabkan bocornya dari pipa di sebuah pabrik
kimia di China Barat Laut. Kantor berita Xinhua melaporkan kebocoran gas
chlorine itu terjadi pada waktu Minggu malam di sebuah pabrik kimia Xinerte.
Pejabat setempat menyatakan bahwa penyebab kebocoran pipa gas itu adalah
rusaknya katup tangki chlorine akibat tekanan yang berlebihan. Sedikitnya 123
orang dibawa ke rumah sakit mengeluhkan gejala-gejala seperti batuk-batuk,
pusing, dan pembengakak di beberapa bagian tubuh. Dokter mendiagnosis mereka
keracunan gas chlorine. (www.suaramerdeka.com)
Menurut buku Pedoman Praktis Manajemen Risiko K3, Manajemen Risiko
K3 adalah suatu upaya mengelola K3 untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang
tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur dalam kesisteman
yang baik (Ramli,2010) Untuk itu perlunya dilakukan proses manajemen risiko,
dimana dalam proses tersebut beberapa prosedur yang ada dapat dipilih seperti
menetukan konteks, identifikasi bahaya, analisis risiko, evaluasi risiko dan
pengendalian risiko. Penilaian risiko pada tempat kerja merupakan salah satu
aspek yang ada didalamn proses manajemen risiko dengan menganalisis risiko
dan mengevaluasi risiko. Dalam menganalisis suatu sistem diperlukan beberapa
hal yang didalamnya mengenai kendala apa saja yang akan dihadapi, hal tersebut
menjadi latar belakang dimana perlu melakukan analisis dari faktor pendukung
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
4
Universitas Indonesia

yang berisiko pada suatu sistem, untuk lebih dimengerti dan diketahui sebagai
sebuah antisipasi juga pencegahan nantinya.
Pada tahun 2007 terjadi beberapa kasus kebocoran tangki penyimpanan
chlorine di PT. Thames PAM JAYA (TPJ). Pada kasus tersebut dilakukan
penelitian tentang Analisis Faktor Penyebab Kebocoran Gas Chlorine Pada Unit
Penyimpanan Bahan Kimia PT. TPJ Tahun 2007 oleh Andriyani, dengan melihat
hasil temuan dari beberapa kasus yang ada pada PT. TPJ kebocoran gas chlorine
didapatkan hal-hal yang sering terjadi diseperti kebocoran pada pipa intermediate
4, bocornya flexible joint jaringan pembubuhan intermediate chlorine 4 ,
pecahnya pipa pre chlorine 6, Bocor pada jaringan pipa intermediate No.2
pembubuhan chlorine 4, kebocoran chlorine karena flange lepas dari dudukan,
kebocoran chlorine pada gelas rotarimeter (05/07/06), kebocoran chlorine pada
gelas rotarimeter (11/07/06), dan kebocoran chlorine pada baut vaccum regulator
no. 2 di ruang evapator buaran 1. Dari hasil penelitian tidak terdapat korban jiwa
akan tetapi menganggu sistem produksi yang ada, dan dari investigasi tersebut
insiden pada unit chlorine adalah, kerusakan pada alat atau kebocoran pipa terjadi
karena lifetime dari alat atau pipa tersebut yang sudah seharusnya diganti oleh
yang baru, ada peralatan atau pipa yang lifetime-nya belum lama tapi juga
mengalami kerusakan ataupun kebocoran, seperti kebocoran chlorine pada gelas
rotarimeter, telah dilakukan penggantian gelas rotarimeter dengan gelas
rotarimeter yang baru tetapi ternyata gelas tersebut pecah lagi tidak lama setelah
dilakukan penggantian hal-hal ini yang belum diketahui penyebab hingga saat ini.
Dari hasil penelitian didapatkan kebocoran dikarenakan adanya kondisi tidak
aman dimana pekerja tetap melakukan pengoperasian walau alat rusak, lifetime
dari variable, pengetahuan pekerja, tidak adanya program yang cukup baik
(Andriyani,2007)
PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) merupakan sebuah perusahaan
penyediaan dan pelayanan air bersih, PALYJA merupakan bagian dari SUEZ
ENVIRONNEMENT, lini usaha dari Group GDF SUEZ Prancis dimana bergerak
dibidang: air, pelayanan limbah, peralatan terkait bagi kehidupan sehari-hari dan
pelestarian lingkungan, dan perusahaan ini juga bagian dari PT Astratel
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
5
Universitas Indonesia

Nusantara masuk dalam usaha Grup ASTRA Indonesia dimana bergerak di bidang
infrastruktur. (palyja.com,2011)
PALYJA mempunyai tempat penyimpanan chlorine di sebut Unit
Chlorinasi, dimana dalam Unit Chlorinasi terdapat ruangan, yaitu ruang tangki
chlorine yang berfungsi untuk menyimpan chlorine juga awal proses pemisahan
awal, ruang evaporator yang berfungsi untuk mengubah chlorine cair menjadi gas,
ruang chlorinator yang berfungsi untuk mengatur besarnya dosis chlorine yang
akan di alirkan, ruang pompa netralisator, ruang injector pump sebagai ruang
pemberian chlorine ke air baku juga air bersih dan ruang netralisator yang
berfungsi untuk mengisap chlorine jika terjadi kebocoran pada ruangan
penyimpanan tangki dan ruang chlorinator lalu dilakukan penetralisir tangki
netralisator. Mengingat kompleksitas Unit Chlorinasi dan potensi bahaya dari
chlorine, maka jika terdapat kesalahan dalam pengoperasian (failure) atau
pressure dari tangki yang disebabkan dari kegiatan yang ada pada unit maka dapat
menimbulkan kebocoran gas chlorine dan mengakibatkan kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja, maupun pencemaran lingkungan.
Melihat dari beberapa kejadian yang pernah ada dan sudah adanya
penelitian yang dilakukan mengenai Unit Chlorinasi pada PT. TPJ, maka peneliti
akan melakukan penelitian kembali terkait sistem pengelolaan chlorine dengan
industri penyedia dan pelayanan air bersih di PALYJA. Dengan konsentrasi dan
ruang lingkup penilaian risiko pengelolaan sistem chlorine ditempat penyimpanan
tangki chlorine dan melihat keefektifan sistem yang ada Unit Chlorinasi dengan
mengevaluasi proses instalasi chlorine dan menganalisis konsekuensi yang akan
ditimbulkan.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, kebocoran bahan kimia beracun dapat
menimbulkan dampak yang buruk terhadap pekerja, lingkungan perusahaan dan
lingkungan sekitar. Salah satu bahan kimia yang beracun yaitu chlorine, dimana
penggunaan chlorine sering dipakai pada industri atau instalasi air bersih. Salah
satu industri atau instalasi air bersih yang menggunakan chlorine adalah PT. PAM
Lyonnaise Jaya (PALYJA). Pada industri atau instalasi air bersih PALYJA
terdapat sistem pengelolaan chlorine pada Unit Chlorinasi yang merupakan unit
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
6
Universitas Indonesia

dengan menggunakan bahan kimia chlorine yang termasuk dalam bahan kimia
yang bersifat toksik dan korosif. Didalam Tangki penyimpanan chlorine terdapat
dua material chlorine yaitu liquid dan gas. Tangki Chlorine berisiko dan dapat
menimbulkan dampak yang buruk apabila terjadi kebocoran pada tangki
penyimpanan chlorine dan tangki proses. Dimana dampak yang ditimbulkan jika
terjadi kebocoran tangki penyimpanan chlorine tersebut nantinya mulai dari
munculnya penyakit, kematian pada pekerja dan tercemarnya lingkungan kerja
dan lingkungan setempat sehingga dapat menghetikan proses industri.
Melihat dari penelitian sebelumnya mengenai insiden-insiden kebocoran gas
chlorine pada pengelolaan instalasi chlorine. Adanya risiko kebocoran ini
mengharuskan PALYJA melakukan maintenance untuk pencegahan dan
pengendalian risiko kebocoran pada tangki penyimpanan chlorine. Salah satu
diantaranya dengan melakukan penilaian risiko dengan melihat keefektifan sistem
yang ada Unit Chlorinasi dengan mengevaluasi proses instalasi chlorine dan
menganalisis konsekuensi yang akan ditimbulkan di Unit Chlorinasi PT. PAM
Lyonnaise Jaya (PALYJA) Tahun 2011.

1.3 Pertanyaa Penelitian
1. Berapa jumlah tangki penyimpanan bahan kimia chlorine yang tersedia di
ruang tangki chlorine Unit Chlorinasi di PT. PAM Lyonnaise Jaya
(PALYJA) pada tahun 2011 ?
2. Bagaimana evaluasi pengelolaan Instalasi Chlorine di Uni Chlorinasi di
PT PAM PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun 2011 yang
meliputi pemilihan tangki dan variable, tempat penyimpanan, pengetahuan
bahaya chlorine dan SOP pada pekerja, dan perawatan serta tindakan
pencegahan?
3. Bagaimana analisis konsekuensi yang ditimbulkan dari hasil evaluasi
pengelolaan Instalasi Chlorine di Unit Chlorinasi di PT PAM PT. PAM
Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun 2011 yang telah diperoleh ?
4. Bagaimana kesesuaian dari pengelolaan Instalasi Chlorine di Unit
Chlorinasi di PT PAM PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun
2011 dengan hasil analisis konsekuensi ?

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
7
Universitas Indonesia

1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui keefektifan sistem pengelolaan Instalasi Chlorine diUnit
Chlorinasi PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun 2011.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui jumlah tangki penyimpanan bahan kimia chlorine yang
tersedia di ruang tangki chlorine Unit Chlorinasi di PT. PAM
Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun 2011 ?
2. Mengevaluasi pengelolaan Instalasi Chlorine di Uni Chlorinasi di PT
PAM PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun 2011 yang
meliputi pemilihan tangki dan variable, tempat penyimpanan,
pengetahuan bahaya chlorine dan SOP pada pekerja, dan perawatan
serta tindakan pencegahan?
3. Menganalisis konsekuensi yang ditimbulkan dari hasil evaluasi
pengelolaan Instalasi Chlorine di Unit Chlorinasi di PT PAM PT.
PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun 2011 yang telah
diperoleh ?
4. Mengetahui kesesuaian dari pengelolaan Instalasi Chlorine di Unit
Chlorinasi di PT PAM PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada
tahun 2011 dengan hasil analisis konsekuensi ?
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Sebagai wadah pengembangan pengetahuan dan wawasan penulis
sebagai sarana untuk dapat menerapkan ilmu dan teori yang di dapatkan
selama berkuliah di bidang K3 juga menambah pengetahuan yang tidak
didapatkan dibangku kuliah khususnya berhubungan dengan engineering.




Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
8
Universitas Indonesia

1.5.2 Bagi Perusahaan
Sebagai bahan masukan dalam upaya pencegahan risiko terhadap
kebocoran tangki bahan kimia pada ruang tangki chlorine dengan
mengevaluasi tangki chlorine dan menilai status dari tangki yang ada pada
Unit Chlorinasi di PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun 2011.

1.5.3 Bagi Universitas Indonesia
Sebagai tambahan informasi mengenai analisis risiko kebocoran
tangki bahan kimia chlorine bagi penelitian yang lain. Penulis juga
memberikan beberapa informasi mengenai proses kerja di perusahaan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskritif dimana melakukan evaluasi
terhadap sistem penyimpanan chlorine di instalasi chlorine dan menganalisis
konsekuensi dari risiko kebocoran tangki penyimpanan bahan kimia
chlorine,dimana sebagai diketahui sifat dari chlorine adalah korosif dan toksik.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2011 Januari 2012 diruang tangki
chlorine Unit Chlorinasi di PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) yang berlokasi di
Jln. Penjernih 1, Pejompongan , Jakarta Pusat.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012

9
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Instalasi Berisiko Tinggi
Menurut ILO Code of Practise (1991), Instalasi berisiko tinggi adalah
instalasi industri permanen atau sementara, yang menyimpan, memproses atau
memproduksi zat-zat berbahaya dalam bentuk dan jumlah tertentu menurut
peraturan yang berlaku yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya kecelakaan
besar. Kategori kecelakaan besar yang dapat ditimbulkan oleh instalasi berisiko
tinggi antara lain :
Pelepasan bahan kimia beracun seperti acrylonitrle, ammonia,
chlorine,sulfur dioxide, hydrogen sulphide, hydrogen cyanide,
carbon disulphide, hydrogen fluoride, hydrogen chloride, sulfur
trioxide, dalam jumlah besar (ton) yang berakibat membahayakan
jiwa atau kesehatan walaupun jarak antara sumber dan daerah
terpengaruh sangat jauh.
Pelepasan bahan kimia mematikan (extremely toxic) seperti methyl
isocyanate atau phosgene dalam jumlah kilogram yang dapat
membahayakan jiwa atau kesehatan walaupun jarak antara sumber
dengan daerah terpengaruh sangat jauh.
Pelepasan cairan atau gas mudah terbakar dalam jumlah besar (ton)
yang dapat menghasilkan radiasi panas yang tinggi atau membentuk
awan uap yang dapat meledak (explosive vapour cloud)
Ledakan yang diakibatkan material aktif yang tidak stabil seperti
ammonium nitrate, nitroglycerine, trinitrotoluene.

Instalasi berisiko tinggi tersebut berdasarkan jenis dan kuantitasnya menurut
ILO Code of Practise antara lain:
Industri Kimia Dan Petrokimia.
Industri Penyulingan Minyak.
Instalasi Penyimpanan Gas Alam Cair (LNG).
Instalasi Penyimpanan Gas dan Cairan yang Mudah Terbakar.
Gudang bahan-bahan kimia.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
10

Universitas Indonesia

Instalasi Penyulingan Air Bersih dengan Menggunakan Chlorine
Industri Pupuk dan Pestisida.

Instalasi berisiko tinggi berdasarkan jenis dan kuantitasnya diluar cakupan
panduan praktis antara lain:
Instalasi Nuklir.
Pangkalan Militer (instalasi biologi, nuklir , dan kimia serta pusat
persenjataan)
Peraturan atau standar ILO berupa panduan yang ditetapkan di industri
dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan-kecelakaan besar seiring dengan
kenaikan produksi, penyimpanan, dan penggunaan bahan berbahaya. Tujuan dari
standar ini adalah untuk memberikan arahan tentang pengaturan administrasi,
hukum, dan sistem teknis untuk mengendalikan instalasi berisiko tinggi yang
dilakukan dengan memberikan perlindungan kepada pekerja, masyarakat dan
lingkungan dengan mencegah terjadinya kecelakaan besar yang mungkin terjadi
dan meminimalisasikan dampak dari kecelakaan tersebut. Oleh karena itu, analisis
bahaya dan risiko seperti analisis konsekuensi dari kecelakaan yang terjadi
terhadap pekerja dan masyarakat sekitar harus dilakukan dalam rangka
manajemen pengendalian risiko kecelakaan dan pengamanan pada instalasi
berisiko tinggi (ILO,1991)

2.2 Kebocoran dan Klasifikasi Zat Kimia
Kebocoran suatu zat kimia ke udara terjadi sebagai akibat dari suatu
kegagalan proses pada industri kimia. Jika pabrik berada di kawasan terbuka,
maka penyebaran zat kimia dari kebocoran zat kimia tersebut dipengaruhi oleh
angin. Sedangkan pabrik yang berada pada kawasan tertutup atau dalam ruangan
maka yang harus diperhatikan adalah penyediaan ventilasi. Banyak toksik dari
suatu zat kimia harus menjadi salah satu pertimbangan utama dalam
menempatkan unit di bagian dalam atau di bagian luar ruangan (Less, 1996)
Dalam buku Loss Prevention in The Process Industries (Less, 1996)
menyebutkan bahwa salah satu bahaya utama dalam industri proses setelah
terjadinya kebakaran serta adanya ledakan adalah kebocoran zat kimia toksik.
Bahaya tersebut tergantung dari kondisi pajanan dan substansi zat kimia itu
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
11

Universitas Indonesia

sendiri. Mulai dari pajanan tiba-tiba dalam waktu singkat dengan konsentrasi
tinggi hingga pajanan dalam waktu lama pada konsentrasi rendah selama masa
kerja karyawan. Kedua kondisi tersebut memberikan bahaya serius.
Zat-zat kimia berbahaya dapat didefinisikan sebagai bahan kimia berbentuk
gas, cairan atau pun padat, dimana sifat-sifat kimianya bisa menyebabkan cidera
maupun mengakibatkan kematian jika berhubungan dengan sel-sel tubuh (Grossel
& Crow, 1995) Sebuah tingkat toksisitas dari suatu bahan kimia hanya bisa
dipastikan oleh uji coba laboratorium dimana menggunakan binatang uji coba atau
apparatus. Namun demikian hasil dari uji coba tersebut tidak bersifat mutlak
(Grossel & Crow, 1995).
Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor tidak tetap dari beberapa
populasi target. Seperti, kondisi fisik perorangan saat itu, umur, jenis makanan
dan lain-lain. Hal ini menghasilkan data yang kemungkinan berbeda dari setiap uji
coba bagi setiap populasi target. Keadaan demikian menyulitkan dibuatnya
klasifikasi jenis bahan kimia yang termasuk bahan kimia sangat mematikan
(highly toxic material). Walaupun secara garis besar bahan kimia sangat
mematikan adalah bahan kimia yang menimbulkan efek berbahaya dalam dosis
yang kecil (Grossel & Crow, 1995)
Keadaan demikian menimbulkan beberapa perbedaan klasifikasi bagi
beberapa bahan kimia pada beberapa klasifikasi yang dikeluarkan oleh pihak
berwenang atau literatur-literatur toksikologi. Hodge dan Strener (1949) membagi
tingkat toksisitas menjadi enam skala secara terpisah yang didasarkan kepada
dosis memastikan dari bahan kimia tersebut. Skala 6 dan 5 merupakan bahan
kimia dengan tingkat toksisitas tinggi.

Tabel 2.1 Toksisitas Relatif Hodge dan Strener (1949)
Kategori Tingkatan Toksik
Kemungkinan Dosis (manusia)
Kadar 70 Kg berat badan
6: Super Toksisitas < 5 mg/kg < 0.35ml
5: Amat Sangat Toksisitas 5-50 mg/kg 0.35 ml 4.92 ml
4: Sangat Toksisitas 50-500 mg/kg 4.92 ml - 29.57 ml
3: Toksisitas Sedang 0.5-5 g/kg 29.57 ml 473.17 ml
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
12

Universitas Indonesia

2: Toksisitas Ringan 5-15 g/kg 473.17 ml 946.35 ml
1: Praktis Tidak Toksik > 15 g/kg < 946.35 ml
Sumber: (Grossel & Crow, 1995)
Sedangkan NFPA (National Fire Protection Association) menggunakan
skala 0 hingga 4 bagi bahaya kimia yang memiliki bahaya terhadap kesehatan.
Penilaian dititik beratkan sebagai peruntukan bagi personil tanggap darurat. Hal
ini tanpa memperhitungkan bahaya dari pembakaran zat kimia.

Tabel 2.2 Skala NFPA
Rating Definition
4
Terlalu berbahaya untuk kesehatan jika terpajan dari hasil
pemadaman kebakaran yang ada dimana beberapa bau dari
pemakaran dapat menyebabkan kematian yang bisa berasal dari
uap atau cairan, dan mengatasi hal tersebut digunakan pakaian
pelindung anti api secara menyeluruh, penggunaan breathing
apparatus untuk pernafasan ketika melakukan pemadaman dan
pakaian untuk menjaga kulit dari kontak langsung.
3
Bahan sangat berbahaya untuk kesehatan, dapat dilakukan
pemadaman secara hati-hati. Menggunakan pakaian pelindung
khusus, breathing apparatus, mantel, sarung tangan, sepatu boat,
pelindung kaki, lengan dan pinggang yang seluruhnya anti panas,
kulit harus tertutupi oleh pelindung.
2
Berbahaya bagi kesehatan, daerah dapat dimasuki dengan
penggunaan full face mask, breathing apparatus pribadi, dan alat
pelindung mata.
1
Sedikit bahaya bagi kesehatan, dapat dimasuki tanpa
menggunakan alat pelindung diri hanya menggunakan breathing
apparatus.
0
Material yang terkena panas tidak menimbulkan kebakaran dan
tidak menimbulkan bahaya karena tidak adanya material yang
mudah terbakar.
Sumber: (Grow & Crow, 1995)

Sedangkan menurut EPA (Environtmental Protection Agency)
menggunakan penilaian konsentrasi paparan dimana berdasarakan LOC (level of
concern) atau sama dengan sepersepuluh dari bahaya bagi kesehatan atau IDLH
(Immedieatly Dangerous To Life and Death) dari NIOSH (National Institute for
Occpational Safety and Health).

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
13

Universitas Indonesia

Tabel 2.3 IDLH (Immedieatly Dangerous To Life and Death)
Level of Concern
(LOC;ppm)
EPA LRATE
Value
> 500 0
50 500 1
5 50 2
0.5 5 3
0 0.5 4
Sumber : (Grow & Crow, 1995)

IDLH dianggap sebagai konstrasi maksimum vapour dalam ppm (part per
million) yang dapat mengakibatkan suatu kegagalan pernafasan jika melebihi
paparan selama 30 menit. Skala 4 (empat) pada tabel dianggap sebagai bahan
sangat beracun (highly toxic).
2.3 Klasifikasi Kontaminan Kimia di Udara
Terdapat berbagai jenis-jenis kontaminan udara di tempat kerja dimana jenis
bahan kimia yang terlepas ke udara sangat tergantung pada material yang di
gunakan di tempat kerja tersebut dan proses operasi yang berjalan. Klasifikasi
kontaminan kimia di udara dapat dilakukan berdasarkan klasifikasi secara umum
dan klasifikasi berdasarkan proses pembentukannya (Lestari, 2007)

2.3.1 Klasifikasi Umum
Secara umum, klasifikasi kontaminan kimia di udara pada dasarnya
dapat dibagi menjadi dua kelas besar, yaitu:
a. Gas dan Uap
b. Partikulat di Udara atau Aerosol

Kelompok gas dan uap dapat disubklasifikasikan lagi menjadi masing-
masing gas dan uap. Partikulat atau seringkali disebut aerosol, pada dasarnya
dapat disubklasifikasikan lagi menjadi aerosol padat dan aerosol cair. Aerosol
padat dapat berupa debu, fiber, asap (smoke), dan fume. Aerosol cair dapat
berupa mist dan fog (Lestari,2007)



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
14

Universitas Indonesia

2.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Pembentukan
Selain klasifikasi secara umum sebagaimana dijelaskan pada bagian
terdahulu, kontaminan kimia di udara juga dapat di klasifikasikan
berdasarkan proses pembentukannya, yang dapat di klasifikasikan menjadi
dua kelompok berikut (Lestari,2007):
a. Terbentuknya secara alami (natural airbone contaminat).
Contohnya adalah ozon yang terbentuknya melalui reaksi
fotokimia di udara saat terjadinya petir; aktivitas gunung berapi
yang melepaskan HF, H
2
S ; partikel garam di udara pantai yang
terbentuknya dari percikan air laut yang airnya menguap dan yang
tersisa adalah partikel garamnya di udara; debu yang tertiup
angin. Kontaminan udara yang terbentuk secara alami biasanya
konsentrasinya rendah sehingga mudah di netralisir oleh alam.
b. Terbentuk karena aktivitas manusia. Beberapa kontaminan udara
yang di hasilkan akibat aktivitas manusia. Contohnya adalah
kontaminan kimia yang dihasilkan oleh industri.

2.3.3 Definisi Gas dan Uap
Menurut Leidel et al pada tema Occupational Exposure Sampling
Strategy Manual di NIOSH dan menurut Lestari dalam buku Bahaya Kimia :
Sampling & Pengukuran Kontaminan Kimia di Udara, gas dan uap
merupakan kontaminan yang berbeda. Gas adalah fluida tak terbentuk yang
dapat menyebar dan memenuhi ruang yang ditempatinya. Gas merupakan
wujud materi yang molekul-molekulnya tidak terikat oleh gaya kohensif. Gas
dapat dicairkan dengan mengkombinasikan antara menurunkan temperatur
dan menaikan tekanan. Contoh adalah Oksigen (O
2
), Karbon Dioksida (CO
2
),
Sulfur Dioksida (SO
2
), Klorin (Cl
2
).
Uap dihasilkan bila cairan atau padatan dikonversikan dengan
pemanasan menjadi wujud gas melalui proses penguapan (dari cairan) atau
sublimasi (dari padatan). Contoh cairan yang dapat melepaskan uap adalah
pelarut-pelarut yang memiliki titik didih rendah seperti benzene, toluene,
formaldehida. Padatan dengan tekanan uap yang tinggi akan mudah
mengalami proses sublimasi dan melepaskan uap seperti kamfer. Selain
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
15

Universitas Indonesia

berbeda menurut proses pembentukannya, gas dan uap juga dapat dibedakan
sebagai berikut. Pada kondisi ruang (T = 25
o
C dan P = 1 atm) gas berwujud
gas, tetapi uap berwujud cairan padatan. Sifat lain dari gas dan uap adalah
mengikuti hukum difusi normal dan bercampur sempurna dengan atmosfer di
sekitarnya.

2.4 Chlorine
Chlorine merupakan salah satu elemen kimia yang termasuk dalam
golongan halogen. Chlorine dapat berbentuk gas chlor maupun cairan chlorine
yang tergantung temperaturnya. Jika pembentuk Chlor hidrat (Cl
2
8H
2
O)
bereaksi dengan udara lebab pada suhu 10
O
C dan 1 atm. Chlorine dalam bentuk
gas atau cairan, gas cholrine menimbulkan bau dan berwarna kuning kehijauan
dimana berat jenis dua setengah kali berat jenis udara, akibat jika tetap di udara
akan menempati posisi terendah. Bau chlorine yang bersifat merangsang untuk
cepat dikenali secara spesifik, jika seseorang dapat mengetahui adanya chlorine
di udara pada konsentrasi rendah dari baunya yang khas, sebelum mencapai
konsentrasinya yang membahayakan.
Salah satu sifat dari chlorine dimana zat yang tidak terbakar dan meledak
akan tetapi dapat bereaksi dengan bahan kimia lainnya. Kelarutan Chlorine dalam
air sangat kecil (7.30 gr/lt air pada suhu 20
O
C). Oleh karena itu, chlorine ton
container yang bocor tidak boleh disiram dengan air karena akhirnya hanya akan
memperbesar kebocoran tersebut. Chlorine cair mendidih pada tekanan 1 atm dan
temperatur -34
O
C, cairan chlorine berwarna kuning sawo dengan berat jenis satu
setengah kali berat jenis air. Satu bagian volume cairan chlorine jika menguap
akan membentuk 460 bagian volume gas. Pada cholrine kering tidak bersifat
korosif terhadap besi dan baja, tetapi chlorine yang basah sangat korosif terhadap
bahan-bahan tersebut. Laju korosi gas chlorine naik dengan makin meningkat
kadar uap air (moisture) yang dikandungannya. Oleh karena itu, penting sekali
untuk memberi perlindungan terhadap chlorine ton container, bejana, pipa-pipa
dan valve dari pengaruh kelembaban.



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
16

Universitas Indonesia

Tabel 2.4 Properti Gas Chlorine
Symbol : Cl
2

Atomic weight:35.457
Atomic number: 17
Isotopes: 33,34,35,36,37,38,39
Density (see Appendix) at 34
O
F (1.1
O
C) and 1 atm:0.2006 lb/ft
3

Spesific gravity at 32OF (0
O
C) and 1 atm:2.482 (air=1)
Lyquefying point at 1 atm: -30.1
O
F (-34.5
O
C)
Viscosity (see Appendix) at 68
O
F (20
O
C):0.01325cP (approximately the
same as saturated steam between 1 and 10 atm)
Specific heat at constant pressure of 1 atm and 59
O
F (15
O
C):0.115 Btu/lb/
O
F
Specific heat at constant volume at 1 atm pressure and 59
O
F (15
O
C):0.085
Btu/lb/
O
F
Thermal conductivity at 32
O
F(
O
C):0.0042 Btu/h/ft
2
/ft
Heat of reaction with NaOH:626Btu/lb Cl
2
gas
Solubility in water at 68
O
F (20
O
C) and 1 atm 7.29 g/l.
Sumber: (White,2010)
Tabel 2.5 Properti dari Chlorine Cair
Critical temperature 144
O
C;291,2
O
F
Critical pressure 1118.36psia
Critical density 573g/l;35.77lb/ft
3

Compressibility 0.0118% per unit vol pet atm
increase at 68
O
F (20
O
C)
Density (see Appendix) at 32
O
F 91.67lb/ft
3

Specific gravity at 68
O
F 1.41 (water = 1)
Boiling Point (liquefaction point) at 1 atm -34.5
O
C; -30.1
O
F
Freezing point -100.98OC; -149.76
O
F
Viscosity (see Appendix) at 68
O
F 0.35cP [approximately 0.35
times water at 68
O
F (20
O
C) ]
1-vol liquid at 32
O
F and 1 atm 457.6-vol gas
1-lb liquid at 32
O
F and 1 atm 4.98-ft
3
gas
Specific heat 0.226 Btu/lb/
O
F
Latent heat of vaporization 123.8 Btu/lb at -29.3
O
F
Heat of fusion 41.2 Btu/lb at -150.7
O
F
Sumber: (White,2010)

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
17

Universitas Indonesia

2.4.1 Sifat Reaktif Chlorine
Chlorine bersifat reaktif dengan beberapa unsur dan senyawa yaitu,
logam, hydrogen, ammonia, dan senyawa organik (Gatot,1992)
Reaksi dengan Logam
Chlorine bereaksi dengan hampir semua jenis logam dan
membentuk senyawa klorida. Reaksi akan makin mempercepat
dengan makin meningkatkan temperatur. Gas chlorine yang
kering bereaksi sedikit sekali dengan besi pada temperatur kamar.
Reaksi dengan Hidrogen
Campuran gas chlorine dengan hydrogen bersifat eksplosif.
Reaksi ekplosif akan bertambah hebat dengan bantuan sinar
matahari langsung atau panas, dengan menghasilkan senyawa
hydrogen klorida.
Reaksi dengan Amonia
Gas chlorine beraksi dengan ammonia, bila chlorine bereaksi
dengan ammonia sebagai excess maka hasil reaksi berupa
ammonium klorida dan gas N
2
. Akan tetapi, bila chlorine sebagai
excess, maka akan terbentuk nitrogen triklorida (NCl
3
) yang
bersifat eksplosif. Deteksi kebocoran chlorine dapat dengan
mudah dilakukan dengan memakai ammonia yang menghasilkan
asap putih dari senyawa ammonium klorida yang terbentuk.
Reaksi dengan Senyawa Organik
Chlorine sangat reaktif terhadap semua senyawa organik seperti
benzene, phenol, dll. Dengan melepaskan panas yang tinggi
selama reaksi dan menghasilkan senyawa chlorinated organic dan
asam klorida.

2.4.2 Kegunaan Chlorine
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi telah
banyak mendorong penggunaan bahan kimia, salah satu penggunaan bahan
kimia tersebut ialah chlorine. Semakin luasnya penggunaan chlorine sehingga
dapat dijadikan sebuah indikator sebagai tingkat kemajuan dari industri yang
ada di suatu negara dengan hanya mengetahui tingkat penggunaan dan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
18

Universitas Indonesia

konsumsi chlorine. Secara garis besar, kegunaan chlorine adalah sebagai
berikut (White,1972);
Pemakaian Secara Langsung , bleaching pulp, kertas, serat-serat
(rayon), untuk disenfeksi air minum, chlorinasi air pendingain
dan air buangan, untuk keperluan sanitasi, dan lain-lain.
Pemakaian Secara Tak Langsung, digunakan untuk bahan
pembantu dalam pembuatan vinyl chloride (VCM), vinylidene
chloride, chlorinated solvent, pembuatan zat warna, pembuatan
insektisida, pembuatan bahan kimia organik dan anorganik.
Pembuatan Logam, untuk ekstrasi logam titanium.

Di Indonesia, pemakaian chlorine sampai saat ini masih terbatas pada
pemakaian untuk bleaching pulp, kertas, tekstil, pembuatan bahan kimia (zinc
chloride, monosodium glutamate), pickling liquor pada industri galvanizing,
Chlorinasi air minum dan air pendingin, sanitasi pada industri cold storage
dan industri makanan.

2.4.2.1 Chlorine dalam Produksi Air Bersih
Pada proses produksi air bersih, terdapat salah satu tahapan
proses dimana digunakannya air bersih dalam prosesnya yaitu proses
Chlorinasi, yang berfungsi sebagai disenfektan. Tujuan dari proses
tersebut adalah untuk membunuh mikroorganisme yang bersifat
pantogen. Dalam industri umumnya prosesnya desinfektan
menggunakan panas, ultraviolet, gamma, x-ray, ataupun dengan
pemanasan. Dalam produksi air bersih, proses-proses tersebut tidak
dapat digunakan dikarenakan proses-proses tersebut tidak memiliki sisa
desinfektan untuk menghambat masuknya mikroorganisme. Umumnya
penggunaan desinfektan yang di gunakan dalam produksi air bersih
adalah chlorine, chloramines atau chlorine dioksida. Pemilihan
desinfektan ini berdasarkan keefektifan desinfektan itu sendiri, dilihat
dari kekuatan sisa desinfektan dalam air, ataupun harga dari desinfektan
itu sendiri. Pada seluruh Instalasi air minum menggunakan Chlorine
(Cl
2
) desinfektan dalam proses produksi air bersihnya.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
19

Universitas Indonesia

Chlorinasi dalam proses produksi air bersih dimulai di
Amerika sejak tahun 1903. Chlorine dalam air akan membentuk reaksi
kimia Cl
2
, asam hypochlorite (HOCI) ataupun ion hypoclorite (OCl
-
).
Reaksinya yang didapat hasil pembentukan berada dibawah ini.
NaOCl + H2O NaOH + HCl
HOCl H
+
+OCl
-

HOCl +HCl H
2
O + Cl
2


Setelah gas Chlorine (Cl
2
) bereaksi dengan air (H
2
O) maka
akan terbentuk asam hypochlorite (HOCl), HOCl ini kemudian akan
menjadi residual desinfektan didalam air bersih. Banyak faktor yang
mempengaruhi dari efektivitas suatu proses Chlorinasi seperti pH,
temperatur, waktu kontak, dan residual chlorine. Idealnya pada proses
desinfektan tersebut berlangsung pada pH (6 7 ), temperatur 20 25
O
C, waktu kontak lebih dari 30 menit, dan residual chlorine dalam air
lebih dari 0,5 mg/l. Kriteria desain unit Chlorinasi berdasarkan Susuma
Kawamura (1991) adalah
Tabel 2.6 Kriteria desain Unit Chlorinasi
No. Unit Chlorinasi Deskripsi
1. Jumlah Chlorine feeder Minimum dua
2. Evaporator
Dibutuhkan, jika chlorine
yang digunakan adalah
lebih dari 550 kg/hari
3. Gas Cylinder
Dibutuhkan, minimum 1
buah
4. Chlorine expansion tank
Dibutuhkan untuk saluran
chlorine
5. Chlorine gas strainer Dibutuhkan
6. Chlorine gas pressure regulatory valve Dibutuhkan
7. Chlorine gas pressure gauges Dibutuhkan
8. Chlorine educators Dibutuhkan
9. Water supply to eductor
Adanya supply dua arah
untuk kebutuhkan air
diperlukan. Perlu juga ada
alat untuk mencegah aliran
balik (backflow)

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
20

Universitas Indonesia

No. Unit Chlorinasi Deskripsi
10. Chlorine solution rotometers Optimal
11. Chlorine gas leak detectors Dibutuhkan
12. Chlorine residual analyzer Dibutuhkan
13. Chlorine container
Sebaiknya untuk keperluan
chlorine dari 100 kg/hari,
disediakan 1 buah cylinder
dengan kapasitas 1 ton
14. Housing
Tempat penyimpanan
chlorine sebaiknya tidak
terletak di bawah tanah,
bangunan chlorine tersebut
sebaiknya didesain dapat
menampung semua tabung
chlorine minimal untuk
kebutuhan 15 hari.
15. Ventilation
Setiap ruangan harus
memiliki ventilasi udara.
Tempat keluarnya udara
dibuat dekat dengan lantai
diusahakan udara
dikeluarkan ke tempat
yang aman, hal ini sebagai
tindakan preventif jika
terjadi kebocoran.
Sedangkan untuk udara
yang masuk, sebaiknya
dibuat ventilasi dekat
dengan langit-langit.
16. Inspection window
Di ruang penyimpangan
chlorine dan ruang
pembubuhan chlorine,
selain diberi pintu juga
harus diberi jendela kaca
yang bening untuk melihat
kondisi di kedua ruang
tersebut tanpa harus
memasuki ruangan.



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
21

Universitas Indonesia

No. Unit Chlorinasi Deskripsi
17. Acces door
Semua pintu akses yang
ada harus dapat di tutup
dan dibuka untuk keluar
dari unit. Jika diperlukan
pintu diantara ruang-ruang
unit chlorinasi, maka pintu
tsb harus memiliki airtight
seal.
18 Heating
Jika unit chlorinasi tidak
miliki evaporator,
sebaiknya harus memiliki
pemanas
19. Safety Equipment
Obat mata, shower, dan
masker harus disediakan
sesuai dengan standar
OSHA
20. Chlorine Cylinders
Semua tabung harus
dirantai untuk keamanan,
dan sebaiknya diletakan di
tempat yang tidak rawan
gempa.
Sumber : (Kawamura ,1991)
Sedangkan dibawah ini adalah sistematik dari unit chlorine
yang umumnya digunakan

Gambar 2.1 Skematik Sistem Chlorine
Sumber : (PALYJA,2011)



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
22

Universitas Indonesia

2.4.2.2 Recommendation for a chlorine standard
The National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) merekomendasikan standar kerja pada pekerjaan yang
menggunakan chlorine. Dengan standar yang mengatur keamanan dari
kesehatan dan keselamatan kepada pekerja yang bekerja selama 10 jam
perhari dan 40 jam perminggu. Chlorine dapat berbentuk gas chlor
maupun cairan chlorine yang tergantung temperaturnya. Standar yang
ada untuk pekerja dan proses chlorine untuk menjaga agar chlorine
tidak keluar atau terpapar kepada pekerja.

Tabel 2.7 Recommendation for a Chlorine Standard from NIOSH
No Section Point Deskripsi
1 Environmental
(Work Air)
Konsentrasi chlorine di tempat
kerja dibawah 0,5 untuk periode 15
menit.
Prosedur pengambilang sample,
pengkalibrasian dan analisis chlorine
terdapat metode pada alat khusus
Melakukan
sampling pada
tempat kerja
2 Medical Adanya MCU kepada pekerja,
secara berkala dari dan adanya
pencatatan serta dilaporkan kepada
pekerja
Melakukan
MCU pertahun
3 Labeling
(posting)
Pemberian label ditangki dan
ruang kerja dengan melihat status,
peraturan, tata cara kerja, MSDS
(bahaya bahan kimia dll ), informasi
penggunaan APD
Melakukan
pemberian label
pada ruang
penyimpanan
dan tangki dll

4
Personal
Protective
Equipment
(PPE)
Protective Clothing (long pants
over boots, rubber boots, long rubber
gloves, goggles, respirator, face
shield, oksigen tank) digunakan pada
saat terjadi kebocoran besar.
Respirator protection, rubber
boots, long rubber gloves, goggles:
penggunaan saat terjadi kebocoran
kecil dan melakukan maintenance.



Pekerja harus
membersihkan
PPE setelah
digunakan serta
penyimpanan
yang layak,
pengantian filter
ketika setelah
melakukan
maintenance
tangki yang
bocor.




Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
23

Universitas Indonesia

Repirator Selection Guide
Chlorine Concentration Respirator Type
Less than or equal to 25 ppm 1. Chemical cartridge respirator
with full facepiece and
cartridge(s) and filter(s)
providing protection against
chlorine.
2. Full face gas mask, chest or back
mounted type, with industrial size
chlorine canister
3. Any supplied air respirator with
a full facepiece, hood, or helmet
with shroud
4. Any self contained breathing
apparatus with full facepiece.
Greater that 25 ppm and
emergencies
1. Self contained breathing
apparatus with full facepiece,
prseeure demand or other
positive pressure type
2. Combination respirator which
includes type C supplied air
respirator with a full facepiece
operated in pressure demand or
other positive pressure or
continuous flow mode, and an
auxiliary self contained
breathing apparatus, pressure
demand or other positive
pressure type.
Evacuation or Escape 1. Self contained breathing
apparatus with full facepiece.
2. Full face gas mask with
industrial size chlorine canister
No Section Point Deskripsi
5 Informating
Employees of
Hazard from
Chlorine
Pelatihan untuk memberi
pengetahuan kepada pekerja akan
bahaya chlorine.
Dilakukan pelatihan bahaya
chlorine, pelatihan penanganan
terjadi kebocoran (besar atau kecil),
pelatihan emergency response,
pelatihan first aid
Penggunaan
PPE saat
bekerja.
Penyedia
nomor darurat
6 Work
Practices
Emergency Procedurs: terdapat
team terpadu, tanda jalur evakuasi,
terdapat fasilitas medis, membuat
desain jalur khusus (kebakaran,
kebocoran chlorine, gempa bumi)
APAR yang
digunakan
tidak
mengadung air
(vapour)



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
24

Universitas Indonesia

No Section Point Deskripsi
6 Work
Practices
Team penanganan kebocoran
tangki harus sudah terlatih pada saat
terjadi bencana.
Penyediaan fasilitas keselamatan
khusus untuk kebakaran dan
kebocoran chlorine.
Penyediaan fasilitas keselamatan
pendeteksi chlorine.
Penyediaan fasilitas keselamatan jika
terkena chlorine.
Chlorine
detector
Shower, eyes
wash, tabung
oksigen, PPE
(breathing
apparatus)
General Work Practice:
melakukan pengontrolan konsentrasi
chlorine pada ruang kerja untuk
menjaga suhu ruang penyimpanan,
pemberian safety lock/penahan pintu
yang tersedia untuk saat maintenance

Penyediaan
ventilasi,
exhaust,
penyedot
chlorine
Safety lock
pada pintu
Storage:
- diluar ruang penyimpanan
chlorine harus terhindar dari
matahari dan hujan ,
- didalam ruangan memiliki
ventilasi untuk menjaga sirkulasi
serta suhu ruang, dijaga agar tetep
kering, sejuk, bersih,
- Terdapat pintu keluar dari
ruangan penyimpanan,
- Terdapat jendela pada pintu,
untuk melihat proses chlorine
tanpa masuk kedalam ruangan,
- Tempat penyimpanan terisolasi
(ruang tertutup),
- Terdapat ventilasi khusus untuk
menjaga ruangan dari kebocoran
gas,
- Tersedia tempat penyimpanan
yang dapat menopang agar tidak
jatuh, mengelinding serta salah
penempatan,
- Tangki harus terhindar dari
panas, korosi, cairan bahan kimia
lain dan bahaya mekanik,
- Penyimpanan tangki terhindar
dari akumulasi chlorine jika
terjadi kebocoran,
- Penggunaan chlorine first-in-first-
out (FIFO),
- Terdapat sign ketika penggunaan
tangki yang beroperasi dan tidak.
Peneduh bagi
outdoor
Ventilasi bagi
indoor
Terdapat dua
pintu keluar
Inspection
windows pada
pintu
Chlorine
detector dan
pipa
netralisator
Tempat
penyimpanan
terlapisi karet
Tempat
penyimpanan
diberi ruangan
tersendiri
Pemberian
tanda operasi
tangki.



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
25

Universitas Indonesia

No Section Point Deskripsi
6 Work
Practices
Handling:
- Pengecekan tangki chlorine dan
variable serta sistem dilakukan
pengecekan,
- Adanya pencatatan dalam
melakukan pengecekan,
- Menjaga kelembapan suhu ruang
penyimpanan dan pengecekan
pada pipa, valve, tangki untuk
terhindarnya kebocoran dan
releasenya chlorine ke udara,
- Pemindahan tangki chlorine
menggunakan alat bantu untuk
menjaga klorin tidak terjatuh,
- Tidak melakukan modifikasi
pada tangki dan valve
- Pengatur suhu pada tangki proses
dan terdapat thermometer untuk
mengetahui suhu pada ruangan
- Gasket baru digunakan jika
mengganti tabung
- Valve tabung tidak diputar lebih
dari satu kali
- Pengecekan tekanan pada tangki
dilakukan per 5 tahun
- Pemeriksaan sambungan dan
penyetelan kembali dilakukan
saat penggantian tabung
- Tabung dipindahkan dengan
peralatan khusus (alat angkut dan
alat angkat) dengan beban sesuai
dan teruji
Melakukan
pengecekan
rutin pada
tangki, pipa,
variable dan
sistem yang
ada
Terdapat SOP
dan checklist
sebagai
pencatatan
Penggunaan
forklift
Jika
mengalami
kerusakan
pada variable
segera diganti

Work Areas:
- Terdapat fasilitas keselamatan
diri (eyewash dan safety shower)
- Area chlorine dalam sistem
tertutup, tersedia prosedur
kedalam area chlorine
- Tersedianya dua breathing
apparatus sebagai alat handling
ketika terjadi kebocoran
- Ruang area selalu bersih dan
kering
Pembersihan
ruangan tangki
penyimpanan

Waste Disposal:
- Terdapat alat khusus untuk
melakukan penetralan
- Terdapat pada ruang khusus dan
membuang chlorine ke luar
menjadi netral
Terdapat ruang
netralisator
(penyaring dan
penyedot
chlorine)



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
26

Universitas Indonesia


No Section Point Deskripsi
Confine Space:
- Terdapat peraturan untuk
memasuki ruang terbatas (tanks,
pits, tank cars, barges)
- Dilakukan pengecekan ruang
terbatas dan dilengkapi dengan
PPE yang sesuai
- Terdapat ventilasi pada ruang
terbatas untuk mengatur laju
udara
- Pekerja yang masuk harus
menggunakan PPE
Terdapat
prosedur saat
masuk
kedalam
Pemberian
PPE yang
sesuai
Penyediaan
ventilasi
tambahan
untuk laju
udara
7 Sanitation
Practices
Terdapat sertifikasi pada
perusahaan mengenai sanitasi,
Terdapat tempat khusus
penyimpanan PPE dan pembuangan
PPE yang telah dipakai (filter)
Pekerja wajib menjaga kebersihan
Dilarang makan, minum, merokok
pada area chlorine
Pembersihan PPE selalu dilakukan
Penyediaan
ruang loker,
dan tempat
khusus
(makan,minu
m dan
merokok)
8 Monitoring
and
Recordkeeping
Requirments
Memonitoring konsentrasi
chlorine pada lingkungan kerja setiap
per 3 tahun atau 1 bulan ketika terjadi
kebocoran
Pengantian PPE (filter) jika tidak
digunakan 6 bulan, jika terdapat
kebocoran langsung diganti,
penggunaan perawatan diganti per 3
bulan
Melakukan pencatatan hasil
sampling

Pencatatan
dan
monitoring
yang
dilakukan saat
kerja
Sumber : (NIOSH,1976)
2.4.3 Toksisitas Chlorine
Menurut EPA Chemical Emergency Preparedness and Prevention
Advisory (1990), Chlorine termasuk kedalam extreamly hazardous substance
(EHS) karena memberikan dampak yang dapat mengakibatkan luka atau
kematian pada seseorang apabila terpajan dalam jumlah yang cukup. Lethal
Concentration (LC 50) pada tikus adalah 293 ppm/1 jam secara inhalasi.
NFPA memberikan hazard symbol untuk gas chlorine yaitu merah (0) non
flammable, biru (4) sangat berbahaya bagi kesehatan jika memajan dalam
bentuk cair atau gas, kuning (0) stabil, putih (OX) oxidizer.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
27

Universitas Indonesia


Gambar 2.2 Kode NFPA untuk Gas Chlorine
Sumber: (NIOSH, 2003)

Dampak pajanan chlorine terhadap organ tubuh manusia adalah
sebagai berikut (Japan Soda Industri Association,1977);
Organ mata terkena Chlorine (eyes contact)
Pada pernapasan dengan konsentrasi 2-5 ppm, bahkan pada 1
ppm, chlorine sudah dapat memberikan gejala sedang pada mata
seperti air mata mengalir keluar deras. Bila meningkat pada
konsentrasi 5-30 ppm, chlorine dapat menimbulkan gejala berat,
pandangan mata terganggu. Mata sakit terkena sinar
(photopobia), pedih, conjunctiva merah dan bengkak, kelompak
mata bengkak sehingga mata dapat tertutup. Kornea dapat terluka
dan terkelupas, jaringan lebih dalam dapat rusak, terjadi necrose
dan ulcerasi yang hamper selalu berakhir dengan kebutaan.
Organ Kulit terkena Chlorine (skin contact)
Kulit biasanya tidak mudah terangsang oleh chlorine, tetapi
menurut Flury dan Zernih (1931) membuktikan bahwa kontak
dengan chlorine dalam kadar tinggi dapat menimbulkan perasaan
panas seperti tersengat, tertusuk, atau seperti terbakar terkena api.
Kulit akan bergelembung berisi air, mengelupas, bahkan
mengalami keradangan. Bila kulit terkena chlorine dalam jumlah
yang cukup banyak, dapat menimbulkan frost-bite, yaitu perasaan
sakit karena terkena dingin ektrim.
Organ Pernafasan terkena Chlorine (inhalasi)
Pada indera penciuman bau khas chlorine dapat tercium pada
konsentrasi 0,1-0,4 ppm, bahkan bagi mereka yang baru pertama
kali mencium chlorine sudah dapat merasakan hanya pada
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
28

Universitas Indonesia

konsentrasi 0,06 ppm. Chlorine merupakan zat iritan yang kuat
denga bau khas. Seseorang sudah dapat mengetahui keberadaan
chlorine di udara pada konsentrasi jauh dibawah konsentrasi yang
membahayakan.
Bila menghirup gas chlorine akan menimbulkan perasaan tidak
enak yang mula-mula terasa adalah rangsangan gatal pada hitung
yang sudah terjadi pada konsentrasi 0,2 ppm dalam pajanan
selama 2-20 menit. Bila konsentrasi 1,3-3,5 ppm, clorine
menimbulkan gejala sedang seperti batuk-batuk, kesukaran
bernafas, bersin-bersin, dan sniverlling. Pada konsentrasi yang
lebih tinggi yaitu 5-30 ppm, chlorine dapat menimbulkan
gangguan pada pernafasan seperti batuk-batuk, tercekik
(choking), kesukaran bernafas, sakit di dada di sertai rasa sakit
dan berat dikepala dan kelemahan badan. Hal ini dapat terjadi
karena adanya mucous secretion oedem dan keradangan ringan
paru-paru yang dapat menimbulkan penyempitan pada saluran
udara.
Pada pemajanan 30-60 ppm, chlorine memberikan critical
symptoms. Orang tak mungkin dapat bernafas dan bila pemajanan
berlanjut sampai - 1 jam akan menimbulkan kematian. Jika
pemajanan mencapai di atas 1000 ppm, dapat mengakibatkan
kematian seketika. (Japan Soda Industri Association,1977)

2.4.4 Dampak Chlorine Terhadap Lingkungan
Chlorine yang bersifat mengiritasi sistem pernafasan pada konsentrasi
yang tinggi dapat menimbulkan efek kesehatan terhadap binatang. Gejala
yang ditimbulkan sama dengan gejala pada manusia jika terpajan Chlorine.
Sistem aquatic juga akan mengalami gangguan jika chlorine mencari air.
Akan tetapi, gangguan yang di alami pada hewan dan tumbuhan air tidak
bersifat permanen.
Apabila gas chlorine mengenai tumbuhan dan pepohanan maka daun-
daunan pada pohon tersebut akan menjadi putih dan segera rusak. Gas
chlorine akan menghambat menghentikan tanaman untuk memproduksi
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
29

Universitas Indonesia

klorofil sehingga memperlambat pertumbuhan dari tanaman tersebut. Ketika
molekul chlorine menjadi gas hydrogen chloride dan jatuh ke bumi terbawa
oleh air hujan, akan berkonstribusi menimbulkan hujan asam (The Chlorine
Institute,1999)

2.5 Chlorine Feed System (Sistem Pemberian Klorin)
Chlorine didistribusikan ke water treatment plant dan waste water treatment
plants sebagai campuran dari cairan dan gas. Meskipun fire codes mendefinisikan
chlorine sebagai gas karena sifatnya pada kondisi atmosfer standar berbentuk gas,
chlorine disimpan sebagai cairan. Cairan chlorine lebih padat dari pada gas
chlorine, proporsi yang ada lebih banyak cairan. Kondisi ini yang membuat
chlorine lebih efektif disimpan dalam bentuk cair. Walaupun volume storage
kecil, jumlah chlorine yang disimpan besar. Bentuk cair dan gas dari chlorine
harus ditindak dengan cara yang berbeda-beda termasuk dalam tata cara
penanganan atau pemeliharannya. Chlorine merupakan bahan kimia yang sangat
berbahaya (extremely dangerous) dimana sebuah pemahaman menyeluruh atas
sifat fisik serta sifat kimia dari chlorine, serta metode yang digunakan dalam
penyimpanan dan pemberian chlorine sangat penting untuk mendesain atau
mengoperasikan sebuah sistem chlorine dengan cara yang aman (White,2010)
Gas chlorine yang ada pada sistem chlorine memiliki dua perbedaan, yaitu
gas chlorine yang berada pada tekanan tertentu (memiliki tekanan) dan gas
chlorine yang tidak memiliki tekanan (vacuum). Perbedaan ini mempengaruhi
beberapa aspek dari desain dan operasi dari sistem chlorine itu sendiri yang
meliputi material dari peralatan, pipa, valve yang digunakan pada sistem, dan
pertimbangan rancangan (layout) sistem (White,2010)
Chlorine dapat disimpan di area pabrik dengan beberapa cara. Metode
penyimpanan yang dipilih biasanya berdasarkan dari jumlah kebutuhan chlorine
untuk disimpan dan jumlah maksimum yang dibutuhkan pada sebuah unit
instalasi. Dari beberapa metode yang digunakan untuk menetapkan jumlah
penggunaan yang dibutuhkan dalam penyimpanan, tetapi pada umumnya sebuah
storage dapat mensuplai selama 30 hari dengan dosis rata-rata (pada konteks ini,
dosis adalah jumlah chlorine yang diberikan dalam milligram per liter atau parts
per million) dan rata-rata aliran pabrik (plant flows).
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
30

Universitas Indonesia

Persyaratan yang kedua adalah tujuh hari penyuplaian dengan dosis dan
aliran pabrik maksimum. Beberapa fasilitas tidak menggunakan kedua kriteria
diatas tetapi menggunakan 14 hari dengan dosis maksimum dan aliran pabrik rata-
rata atau mensuplai dengan dosis rata-rata dan aliran pabrik maksimum.
Perbedaan situasi mempengaruhi keperluan ini, termasuk jarak jauh atau dekatnya
sumber dari suplai, kemungkinan adanya gangguan, atau gangguan karena
bencana alam. Terdapat lima perbedaan dari metode penyimpanan chlorine di site
dari penyimpanan terkecil hingga yang terbesar yaitu;
150-lb / 68 kg cylinder (cylinder),
2000-lb / 907 kg container (container),
17-ton trucks,90-ton tank cars (railcars), dan
On-site storage tanks. (White,2010)
Ketika memilih storage dan sistem pemberian chlorine, laju alir maksimum
seketika harus dipertimbangkan karena jumlah dari chlorine yang dapat diberikan
berhubungan dengan jumlah panas yang dapat disalurkan ke chlorine di dalam
container. Jika panas disalurkan ke chlorine tidak cukup, maka aliran chlorine
akan berkurang dan akan secepatnya berhenti. Pada kondisi normal, laju
pemberian chlorine maksimum tidak akan dilewati. Jumlah panas yang dapat di
salurkan ke container secara langsung berhubungan dengan temperatur ambient,
area permukaan container, dan kondisi aliran konveksi disekitar container.
Hubungan ini dapat ditunjukkan dengan persamaan di bawah ini; (White,2010)

Keterangan:
Q : Jumlah panas yang ditransfer ke container
h : rate / kecepatan dari panas yang ditransfer ke container
A : Permukaan area container
T : Perbedaan temperatur di antara container dengan sekitar
Dapat kita lihat, perbedaan temperatur yang lebih besar (T ) diantara
chlorine dengan sekitarnya, area permukaan container yang lebih besar (A), dan
transfer panas ke container yang lebih cepat (h), jumlah panas yang ditransfer ke
Q = h.A.T
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
31

Universitas Indonesia

container yang lebih besar, akan memberikan jumlah chlorine yang lebih besar
dari sebuah container. Berdasarkan hal demikian, dapat ditemukan berbagai cara
untuk meningkatkan kecepatan aliran maksimum dari container chlorine, dalam
menempatkannya dibutuhkan ruangan pada temperatur yang lebih tinggi dari
temperatur ambient merupakan sebuah pilihan. Kecepatan dari transfer panas (h)
ke container sangat dipengaruhi oleh cepatnya udara yang jatuh di sekitar, ton
container. Udara yang jatuh di sekeliling container merupakan udara sekitar
container yang dingin dan menjadi lebih padat daripada udara sekitar, membuat
arus konveksi udara yang alami. Segala sesuatu yang dapat meningkatkan
kecepatan pergerakan udara di atas container akan meningkatkan kecepatan aliran
maksimum dari container. Sebuah kipas akan menjadi efektif dalam disituasi
seperti ini.
Kedua cara diatas bukan merupakan strategi yang seharusnya dilakukan
ketika mendesain sebuah sistem chlorine, cara-cara tersebut lebih baik digunakan
untuk waktu yang sementara atau dalam keadaaan darurat (emergency).
Mempertimbangkan semua ini, jelas bahwa kondisi ambient memiliki peran yang
penting dalam mendesain sistem chlorine. Untuk desain ekonomis, sebaikknya
tidak hanya jumlah bahan kimia minimum, rata-rata, dan maksimum yang
ditentukan, tetapi juga permintaan kebutuhan yang secara tiba-tiba yang akan
terjadi. Sebagai contoh, jika keperluan maksimum terjadi di musim panas ketika
temperatur udara mencapai lebih dari 100
O
F (37,78
O
C), temperatur ambient yang
lebih tinggi dapat dimasukkan ke dalam perhitungan. Bagimana juga, sangat
penting untuk menentukan jumlah kebutuhan chlorine maksimum di berbagai
macam kondisi (White,2010).

2.5.1 Chlorine Cylinder
Chlorine cylinder terdiri dari berbagai ukuran, tetapi yang paling besar
dalam tipenya adalah yang berukuran 150lb. Semua chlorine cylinder harus
di konfirmasi oleh spesifikasi Departement of Transportation (DOT) yaitu
3A480 atau 3AA480. Sebuah chlorine cylinder memiliki satu pembuka
dilengkapi dengan slow opening valve. cylinder memiliki diameter luar
maksimum sebesar 10,75 in (273 mm/27,3 cm) dan tingginya 59 in (1499
mm/149,89 cm) (White,2010)
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
32

Universitas Indonesia

Sebuah 150-lb cylinder dapat mengandung lebih dari 150-lb dari
chlorine. Bagaimanapun juga, hal ini tidak pernah diikuti karena cairan
chlorine tidak dapat dikempa yang akan mengembang apabila dipanaskan.
Jika tidak memiliki volume yang cukup untuk mengembang, tekanan di
dalam akan meningkat dan dapat dengan mudah melewati kapasitas
kemampuan menahan tekanan cylinder. Hal ini akan mengakibatkan
kegagalan katastropik. Chlorine cylinder harus dipindahkan secara hati-hati
dengan crane / sling yang kuat dan sesuai pemindahan dapat dilakukan.
Menghubungkan cylinder ke sistem dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu vacuum regulator secara langsung disambungkan ke cylinder valve atau
dengan menggunakan pemasangan valve atau dengan menggunakan
pemasangan yoke untuk penarikan bertekanan. Pemasangan yoke terdiri dari
sebuah yoke, flexible connection. dan valve. Sebuah yoke membungkus atau
menyegel cylinder valve secara menyeluruh dan mengeratkan valve dengan
putarannya. Sebuah flexible connection tersambung dengan yoke yang
terhubung ke isolation valve pada sistem chlorine. Valve dari chlorine
cylinder adalah valve bertipe slow-opening yang terintegrasi dengan fusible
link. Valve body dibuat dari logam campuran silicon-lead bronze yang cocok
digunakan untuk chlorine. Fusible link pada valve sangat penting untuk
sebuah chlorine cylinder, tanpa fusible tank, ledakan pada cylinder dapat
terjadi yang merupakan hasil tidak terkontrolnya gas chlorine yang keluar.
Sangat penting ketika membuka valve cylinder dengan peralatan. Ketika
cylinder yang baru akan dihubungkan ke sistem chlorine, tekanan pada
cylinder akan tinggi (85 psig), ketika tekanan pada sistem adalah rendah
(vaccum). Dengan menggunakan valve bertipe slow-opening, sistem akan
menerima tekanan yang rendah dari cylinder (White,2010)
Chlorine dapat dikeluarkan dari cylinder dalam bentuk cair dan gas.
Untuk mengeluarkan gas chlorine, cylinder harus dihubungkan ke valve
dengan posisi tegak lurus. Untuk mengeluarkan cairan chlorine, cylinder
harus dibalikkan. Hal ini membuat isu keselamatan dan sebaiknya dihindari.
Gas chlorine maksimum diberikan dari cylinder sebanyak 1 1,5 lb/hari/
O
F,
ini cocok untuk kebutuhan 60-90 lb/hari (White,2010)
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
33

Universitas Indonesia


Gambar 2.3 Chlorine Cylinder
Sumber: (Indiansprings, 2011)

2.5.2 Chlorine Ton Container
Ton container dapat membuat 2000lb / 907 kg chlorine dan harus
memenuhi spesifikasi dari DOT 106A500X. Ton container memiliki bebrapa
pembuka pada salah satu ujung dari container dan memiliki empat
penghubung dikepala untuk valve dan berbagai penghubung untuk fusible
link. Didalam container, setiap tube yang diperluas ke tepi lapisan luar dari
bagian dalam container. Ton Container memiliki diameter luar maksimum 30
in (762 mm) dan panjang 82,5 in (2096 mm). Ton Container memiliki satu
kelengkapan keselamatan keselamatan yang tidak memiliki chlorine cylinder.
Kelengkapan itu adalah concave head yang didesain untuk membalikkan
tekanan ketika ton container berada dalam kondisi overpressure. Bentuk
concave memberikan ruang atau volume tambahan dan membuat tekanan
dalam container lebih rendah (White,2010)
Chlorine dapat diberikan dari container dalam bentuk gas dan cairan.
Setiap ton container memiliki empat valve yang hampir mirip dengan valve
yang dimiliki chlorine cylinder. Perbedaannya adalah pada valve container
tidak terdapat fusible plug. Ton container diletakkan dalam posisi horizontal
dengan dua valve arah vertical (satu di atas yang lain) dan dua valve arah
horizontal (slide by side). Jika ton container hanya memiliki dua valve, maka
valve tersebut sebaiknya pada posisi vertical. Cairan chlorine akan terdapat
pada dasar atau bagian bawah container dan gas chlorine akan mengumpul di
bagian atas. Untuk mengeluarkan gas chlorine dari container, valve yang
berada di atas harus digunakan. Tube yang berada di dalam vessel akan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
34

Universitas Indonesia

membawa gas yang berada di bagian atas container menuju valve. Untuk
mengeluarkan cairan chlorine, valve yang berada di bawah harus digunakan,
tube yang berada dalam vessel akan membawa cairan yang terletak di bagian
bawah container menuju valve bersangkutan (White,2010)
Sama seperti dengan chlorine cylinder, terdapat batas jumlah chlorine
yang dapat diberikan oleh ton container, Jumlah maksimum gas chlorine
yang dapat diberikan adalah sebanyak 6-8 lb/hari/
O
F. Pada temperatur 60
O
F,
ini cocok untuk kebutuhan 360-480 lb/hari. Sedangkan untuk chlorine cair,
jumlah maksimum yang dapat diberikan adalah sebanyak 400 lb/jam (9600
lb/hari) (White,2010)
Pada ton container, terdapat beberapa bagian yang berperan penting
dalam proses pengeluaran gas chlorine dari container. Bagian-bagian tersebut
antara lain valve, flexible copper connector, dan fusible plug. Valve pada ton
container terdiri dari gas valve dan liquid valve, valve tersebut digunakan
untuk mengatur tekanan chlorine yang keluar dari ton container. Flexible
copper connector atau bisa disebut dengan pipa flexible digunakan untuk
mengguhubungkan valve dengan pipa koneksi yang terhubung dengan sistem.
Apabila yang diinginkan dengan valve yang berada di atas. Akan tetapi, jika
chlorine dibutuhkan dalam jumlah yang besar, maka flexible copper
connector dihubungkan dengan valve yang berada di bagian bawah untuk
mengeluarkan dan menyalurkan chlorine cair yang selanjutnya menuju
evaporator untuk menghasilkan gas chlorine dalam jumlah yang lebih besar.
Sedangkan fusible plug (sumbat pengaman) berfungsi sebagai pengaman
untuk tekanan berlebih dan tempat dimana dilakukan pemeriksaan bagian
dalam container ketika proses pemeliharan (maintenance). Terdapat tiga
fusible plug (sumbat pengaman) pada ton container yang terletak disetiap
sudut kepada container. Bagian-bagian dari head container tersebut
ditampilkan pada gambar dibawah ini
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
35

Universitas Indonesia


Gambar 2.4 Chlorine Ton Container
Sumber : (White, 2010)
Pada bagian tersebut, terdapat sebuah bagian yang merupakan
kelemahan dari jenis ton container. Bagian itu adalah flexible connection /
flexible copper connector / pipe flexibel. Bagian ini merupakan bagian yang
rawan dan harus di inspeksi secara rutin dan diganti apabila kondisinya sudah
tidak baik. Merujuk pada chlorine institute, copper tubing dengan diameter
in atau 3/8 in, sangat direkomendasikan. Selang karet fleksibel atau
flowoplastic hose sebagaimana yang dijelaskan pada Institute Pamphlet 6
merupakan bahan yang cocok. Akan tetapi, chlorine akan menembus dan
memasuki lapisan bahan tersebut pada suatu saat sehingga dapat merusak
flexible connection (White,2010)
2.5.3 Chlorine Tank Cars
Tank truck digunakan untuk pelayanan chlorine yang memiliki
kapasitas 15-22 ton, pada umumnya 17 ton. Terdapat dua bagian dari tank
truck yaitu vessel dan perlengkapan tambahan dari trailer (roda, as roda,
chock, dll). Vessel tersebut harus memenuhi spesifikasi dari DOT yaitu
MC311. Untuk jenis vessel yang lebih tua, maka harus disesuaikan dengan
MC330 (White,2010)
Tank truck dapat digunakan untuk mentrasfer chlorin ke tangki
penyimpanan atau diberikan secara langsung layaknya ton container yang
dapat memberikan chlorine dalam bentuk cair atau gas. Pada bagian atas tank
truck terdapat pelindung berlapis baja yang didalamnya terdapat empat slow-
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
36

Universitas Indonesia

opening-angle valve dan sebuah valve pengatur tekanan. Dua sudut valve
untuk memberikan chlorine cair dan dua valve, pada valve yang satu
bertujuan untuk memberikan chlorine dalam bentuk gas, sedangkan pada
valve yang lain untuk mengeluarkan chlorine cair yang dihubungkan ke pipa
yang diperpanjang ke bagian bawah vessel sehingga chlorine cair dapat
disalurkan. Panjang dan lebar 17-ton tank truck pada umumnya tidak
melebihi standar truck trailer (White,2010)

2.5.4 Storage Tanks
Cylinder, ton container, tank trusck atau rail car merupakan tipe
penyimpanan chlorine yang dapat dipindah tempatkan. Berbeda dengan
storage tank atau tangki penyimpanan chlorine. Fasilitas ini merupakan
fasilitas yang tidak bergerak atau didesain untuk berada si satu tempat yang
telah ditentukan. Ukuran fisik dari fasilitas ini tidak dibatasi oleh peraturan-
peraturan. Storage tank dapat dibuat dari carbon steel dan memiliki
persyaratan yang sama dengan tank truck (DOT specification MC331).
Semua penghubung terletak di bagian atas tangki, dan platform beserta
tangganya harus cukup untuk mengakses shutoff valve. Ketika mensuplai
chlorine dari tangki tersebut, sebaiknya ditangani langsung oleh operator
dengan tim yang lengkap dan di awasi isinya atau muatan yang berada di
dalam tangki dengan menggunakan indikator skala (Chlorine Institute
Pamphlet #5)
2.6 Khlorinator
Khlorinator adalah alat pembubuh dan pengukur laju alir gas chlorine pada
suatu proses atau bagian dari suatu proses. Jenis-jenis khlorinator terbagi menjadi
tiga, yaitu khlorinator sistem hampa, khlorinator sistem konvensional, dan
khlorinator sistem langsung (Isnadi,1992).
2.6.1 Khlorinator Sistem Hampa
Dasar kerja dari khlorinator ini adalah kondisi hampa yang
ditimbulkan injektor digunakan untuk mengalirkan chlorine dari tabung ke
dalam air injeksi. Gas chlorine masuk melewati katup pengatur (peringan
tekanan), sebuah pegas dalam katup akan mempertahankan kestabilan kondisi
hampa pada rangkaian sebelum rotameter. Pada kondisi dibawah hampa
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
37

Universitas Indonesia

normal (tekanan absolute besar), ujung katup pada aliran gas chlorine yang
masuk akan menutup, sedangkan ujung katup pada pangkal sekat akan
membuka, ventilasi akan membuka ke udara jika tekanan gas berlebih.
Setelah gas chlor melewati rotameter dan takik V, gas chlorine akan masuk
ke dalam katup pengantar (katup peringatan tekanan). Dalam katup ini
terdapat pegas yang akan mempertahankan kondisi hampa (vacuum) yang
stabil. Bila kondisi hampa berlebih, katup ini akan dimasuki udara dan udara
tersebut bersama gas chlorine menuju injektor. Takik V akan mengatur
besar kecilnya laju alir gas yang melalui rotameter, injector dilengkapi
dengan katup pengendali yang akan menghindari tekanan balik air kedalam
chlorinator. Dalam setiap katup terdapat sekat (diafragma) yang pada bagian
tepinya merupakan lembaran tipis sehingga sekat bisa bergerak secara
dinamis menjalankan fungsi dari masing-masing katup. Berdasarkan
observasi dan data yang didapatkan dari penelitian sebelumnya dari Kepala
Bagian Unit Untility Kujang IA dan IB, sistem chlorinator yang diterapkan
pada ton container adalah chlorinator sistem hampa. (Abdima,2011)

2.6.2 Khlorinator Sistem Konvensional
Dasar kerja dari sistem khlorinator ini hampir sama dengan sistem
khlorinator hampa yaitu kondisi hampa yang ditimbulkan injektor digunakan
untuk mengalirkan gas chlorine dari tabung kedalam injeksi. Gas chlorine
masuk melalui tabung cerat, dimana tabung ini sebagai pencerat kotoran
(cairan) yang terbawa gas chlorine. Pada tabung cerat dilengkapi dengan
katup cerat. Katup ini membuka pada periode tertentu sewaktu diperlukan
pembuangan kotoran, Penunjuk laju alir digunakan rotameter yang dikedua
ujungnya dilengkapi dengan glove valve. Pipa pintas digunakan bila
rotameter mengalami kerusakan, pada injektor tanpa dilengapi dengan
pengendalian aliran balik air kedalam khlorinator maupun tabung chlorine
cair sehingga pengaturan laju aliraan tersebut dengan katup tabung chlorine
cair. (Abdima,2011)

2.6.3 Khlorinator Sistem Langsung
Dasar kerja dari sistem ini yaitu tekanan chlorine dalam tabung
digunakan untuk mengalirkan gas dari tabung ke dalam air. Gas chlorine
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
38

Universitas Indonesia

masuk kedalam khlorinator yang dihubungkan langsung dengan tabung
chlorine cair. Pertama kali gas chlorine dikurangi tekanannya dengan katup
pengurangan tekanan (pressure reducing valve) menjadi 20 psi. Gas chlorine
menuju rotameter dan pengatur dasering setelah gas chlorine melewati
pengatur akan melalui katup pengeluaran. Katup ini akan bekerja bila
diperlukan untuk menggeluarkan gas dari sistem chlorinasi. Sebelum gas
chlorine sampai ke alat penyebar gas melewati katup pencegahan aliran balik.
Katup ini akan terbuka bila tekanan pada gas yang masuk ke katup lebih besar
2 psi dari tekanan titik penyebaran gas.
2.6.4 Bagian-bagian Utama Khlorinator
Sistem khlorinator tersebut memiliki bagian-bagian utama yang terdiri
dari injektor, katup pengatur peringan hampa (vacuum regulating or relief
valve), rotameter dan takik V, katup peringan tekanan (pressure regulating
or pressure relief valve), dan heater. (Isnadi,1992)
a. Injektor
Injektor merupakan bagian utama dari khlorinator. Alat ini
berfungsi untuk menghampakan sistem khlorinator sehingga
gas chlorine terhisap ke dalam air injektor menjadi chlorine.
Injektor dilengkapi dengan katup pengendali yang akan
mencegah terjadinya aliran balik dari pada air yang akan
masuk ke sistem khlorinator. Alat ini juga dilengkapi dengan
katup pengatur yang tergerakkan oleh sekat (diafragma) yang
dapat bergerak secara otomatis. Bila kondisi hampa katup akan
membuka, sebaliknya bila ada tekanan dari injektor katup akan
menutup.

Gambar 2.5 Injektor
Sumber : (Isnadi, 1992)
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
39

Universitas Indonesia

b. Vacuum Regulating/ Relief Valve
Vacuum Regulating/ Relief Valve atau katup pengatur peringan
hampa berfungsi untuk mengatur hisapan dari injector. Katup
ini bekerja secara otomatis. Bila hisapan dari injektor besar,
maka katup aliran chlorine menuju injektor akan menutup,
sebaliknya bila hisapan kecil, maka katup akan membuka. Bila
kondisi hampa berlebihan, katup yang berada pada sekat
(diafragma) akan membuka dan udara akan masuk bersama
gas chlorine menuju injektor.






Gambar 2.6 Katup Pengatur
Sumber : (Isnadi,1992)
c. Rotameter dan Takik V (V-Notch)
Fungsi dari rotameter adalah untuk mengukur atau
menunjukkan laju alir gas chlorine yang dikeluarkan oleh
khlorinator. Fungsi takik V adalah untuk mengatur besar-
kecilnya laju alir gas chlorine yang melewati rotameter.
Pangkal takik V dihubungkan dengan ulir dimana ulir ini
dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Pada khlorinator yang
otomatis pengatur takik V dijalankan secara otomatis. Alat
ini bekerja berdasarkan jumlah residual chlorine yang
terdapat pada pipa induk setelah air di khlorinaasi

Gambar 2.7 Rotameter & V-Notch
Sumber : (Isnadi,1992)
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
40

Universitas Indonesia

d. Pressure Regulating/Relief Valve
Pressure Regulating/Relief Valve atau katup pengatur tekanan
berfungsi untuk mengatur kondisi hampa yang berada sebelum
rotameter dalam sistem khlorinator. Pada bagian ini terdapat
kondisi operasi dibawah hampa normal, ujung katup yang satu
menutup aliran gas chlorine dari container, sedangkan ujung
katup yang berada di pangkal sekat akan membuka dan
chlorine akan terbuang ke sistem ventilasi. Pada kondisi
hampa yang normal, ujung katup dari arah masuknya gas
terbuka sedangkan yang lain berada dalam kondisi tertutup
oleh sekat.

Gambar 2.8 Katup Pengatur (Peringan Tekanan)
Sumber : (Isnadi,1992)
e. Heater
Alat pemanas (heater) berfungsi untuk mencegah pengedapan
yang terjadi akibat gas chlorine mencair kembali pada sistem
khlorinator. Apabila chlorine yang dibutuhkan dalam bentuk
gas dan jumlah yang diinginkan tidak begitu besar, maka alat
ini dipasang sebelum katup pengatur atau peringan tekanan.

2.7 Korosi
Korosi didefinisikan sebagai sebuah kehancuran atau kerusakan bahan
material (logam dan non logam) karena terdapat reaksi dengan lingkungan
sekitar. (Fontana, 1986). Korosi adalah hasil merusak dari sebuah reaksi kimia
antara logam atau campuran logam dan lingkungan. (Janes, 1996).
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
41

Universitas Indonesia

Definisi klasik korosi adalah suatu proses elektrokimia, sedangkan menurut
NACE (National Association of Corrosion Engineer) corrosion is the
deterioration of subtane, usually a metal, or its properties because of a reaction
with its environment. Korosi dipengaruhi dikarenakan lingkungan yang ada
diantaranya,
Udara (uap air di dalam udara),
Fresh, distilled, salt and mine water, rulal,
Rulal, urban and industrial atmosphere,
Uap air dan berbagai jenis gas,
Berbagai jenis produk makanan
Beberapa contoh bahwa korosi bisa terjadi pada bahan apa saja seperti pada
alumunium dimana alumunium dapat bertahan terhadap karat atmosfer, akan
tetapi tidak tahan terhadap mercury, Logam mulia (emas) dan platina sangat kebal
dengan besarnya karat akan tetapi jika terkena bromine basah atau karbon
tertraklorida dengan konsentrasi di atas 60% akan terdapat karat kepada emas dan
platina. Faktor pemilihan bahan dan ketahanan dapat mencegah adanya korosi,
jika pada pemilihan bahan dapat dilihat bahan pelapis atau material dilihat dari
kekuatan, ketahanan korosi, kemampuan fabrikasi, ketersediaan, appearance
(tampilan) dan biaya. Hal ini faktor pendukung dari material pembuatan,
sedangkan untuk ketahan dari korosi dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek
seperti
Elektrokimia,
Metalurgi,
Fisika Kimia,
Thermodinamika.







Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
42

Universitas Indonesia

2.7.1 Bentuk Korosi
Beberapa bentuk korosi menurut jenisnya dan menurut tempatnya
yaitu;









Bagan 2.1 Bentuk Korosi
Sumber: (Fontana,1986)

2.7.2 Klasifikasi Korosi
Menurut Fontana (1986) korosi dapat diklasifikasikan dengan dua
jenis korosi diantaranya korosi basah dan korosi kering.
Korosi basah : Korosi basah terjadi ketika ada cairan di
sekitarnya, biasanya mencakup larutan elekrolit.
Korosi kering : Korosi kering terjadi dimana tidak adanya fase cair
atau diatas titik embunya. Bahan yang membuat korosi biasanya uap
atau gas. Biasanya terjadi pada suhu tinggi. Contoh: hantaman gas
pembakar pada baja.
2.7.3 Delapan Bentuk Korosi
Dalam bukunya Corrosion Engineering, Fontana (1986) menjelaskan
delapan klasifikasi bentuk korosi, berdasarkan tampilan logam yang terkorosi.
Masing-masing bentuk itu bisa dilihat secara visual, baik dengan mata
maupun dengan pembesaran (alat), dibawah ini kedelapan bentuk korosi :
1. Uniform/General Attack :
Korosi yang paling banyak ditemui dimana reaksi kimia
atau elektrokimia sering terjadi dihampir seluruh permukaan
logam, dan membuta logam menjadi semakin tipis. Pencegahan
yang dapat dilakukan untuk menghambat Uniform/General Attack
Korosi
Korosi Merata Korosi Setempat
Makroskopik
Korosi Galvanik
Korosi Celah (crevise)
Korosi Sumuran (pitting)
Korosi Selektif
Korosi Erosi
Mikroskopik
Korosi Intergranular
Stress Corrosion Cracking
Hydrogen Induced Cracking
Sulfide Stress Cracking
Fatigue Corrosion
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
43

Universitas Indonesia

dengan cara, pemilihan bahan yang tepat termasuk coating,
pemakai inhibitor (penghambar), pemakai cathodic protection
atau dengan mengkombinasi ketiga pencegahan tersebut. Contoh:
Baja atau Zn dicelupkan kedalam laurtan asam sulfat setelah itu
akan dihasilkan bagian yang terkorosi secara merata dipermukaan
logam.
2. Galvanic or Two metal corrosion :
Korosi yang terjadi jika terdapat dua logam yang berbeda
pada lingkungan penghantar. Adanya perbedaan potensial yang
akan menyebabkan produksi aliran electron diantara kedua logam
tersebut dimana logam yang kurang kuat akan mengalami korosi,
sebagai anoda dan logam yang lebih tahan terhadap korosi
menjadi katoda. Faktor yang mempengaruhi galvanic corrosion,
EMF (Electromotive Force and Galvanic Series), pengaruh
lingkungan, pengaruh jarak dan pengaruh luas permukaan. Pada
faktor EMF dan lingkungan terdapat tabel standard emf series
metals dan pada pengaruh jarak juga luas pada korosi galvanis.
Pengaruh Jarak : Korosi akibat pengaruh galvanis akan
terakselerasi jika jarak antara satu jenis logam dengan
logam yang lain relatif dekat untuk konduktifitas larutan
tertentu.
Pengaruh luas : Perbandingan luas permukaan anoda
dengan katoda dapat mempengaruhi kecepatan korosi
galvanis. Jika luas katoda jauh lebih besar dari luas anoda,
untuk aliran arus tertentu, maka kerapatan arus (densitas
arus) di anoda jauh lebih besar menjadi laju korosi besar
pada anoda.

Gambar 2.9 Skema korosi galvanic dari dua logam yang berbeda
Sumber: (Fontana,1986)
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
44

Universitas Indonesia
Pencegahan korosi galvanis dapat dilakukan dengan cara
dengan beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk
meminimalkan korosi galvanis:
Pemilihan kombinasi logam yang sedekat mungkin
potensial elektrodanya (urutan galvanis pada tabel emf)
Hindari sebisa mungkin pengaruh luas (luas anoda lebih
kecil dari luas katoda)
Isolasi atau sekat diantaranya dua logam yang berbeda.
Penggunaan coating (pelapis/cat). Penambahan inhibator,
jika dimungkinkan dapat menurunkan agresivitas
lingkungan.
Pemasangan logam ketiga yang berfungsi sebagai anoda
terhadap kedua logam yang terpasang
3. Crevice Corrosion :
Terjadinya korosi celah (crevice) jika terdapat larutan
diam (stangnat) dengan jumlah kecil yang disebabkan adanya
lubang kecil, terdapat pada permukaan gasket, lap joint, endapan
berada dipermukaan atau cekung di bawah baut. Dimana faktor
lingkungan membuat korosi celah menjadi sangat terlihat akibat
endapan pasir, kotoran atau produk yang mengalami korosi.
Kontak antara logam dan non logam juga mendorong terjadinya
korosi celah seperti logam dengan kayu, plastik, glass, beton,
asbes dan lilin.


Gambar 2.10 Mekanisme Korosi Celah
Sumber: (Fontana,1986)
Mekanisme korosi celah, M
+
Cl
-
+ H2O MOH + H
+
Cl
-

melihat hasil reaksi yang ada kekurangan oksigen mempunyai
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
45

Universitas Indonesia

dampak secara tidak langsung. Setelah oksigen berkurang, tidak
terjadi lagi reduksi, sementara itu produksi ion M+ terjadi terus
menerus. Hal ini cenderung membentuk muatan positif didalam
larutan untuk mengimbanginya dengan cara migrasi ion negative
Cl (Cl
-
)
Untuk pencegahan korosi celah dapat menggunakan
sambungan dengan pengelesan, dari pada dengan skrup atau baut
pada sambungan-sambungan peralatan baru, menutup lubang-
lubang kecil, baik dengan pengelasan maupun dengan solder,
perancangan vessel dengan sistem drainase yang baik hindari
disain sudut-sudut dan daerah stagnan hal ini mencegah
terjadinya penumpukan endapan dibagian bawah vessel,
dilakukan inspeksi (pemeriksaan) secara berkala dan
membersihkan endapan yang ada, pisahkan padatan didalam
suspensi pada disain proses jika dimungkinkan, gunakan bahan
Teflon sebagai pelapis, jika memungkinkan dan yang terakhir
melepas atau menganti bahan packing atau gasket yang
digunakan untuk fasilitas cair pada saat pabrik berhenti
4. Pitting :
Pitting atau disebut korosi sumuran, korosi yang pada
konsentrasi tertentu dan kondisi tertentu yang membuat terjadinya
korosi sumuran. Pitting terjadi pada rongga yang ada didalam
atau permukaan logam, sangat destruktif dan menyebabkan
perforasi (lobang) pada logam, sangat sulit dideteksi karena
ukuran yang sangat kecil dan terkadang tertutup oleh produk
korosi (karat).

Gambar 2.11 Mekanisme Korosi Sumuran
Sumber: (Fontana,1986)
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
46

Universitas Indonesia
Korosi sumuran tidak dapat diprediksi, sehingga
kegagalan alat akibat korosi ini seolah-olah bisa terjadi secara
tiba-tiba padahal terjadinya korosi sumuran ini memakan waktu
berbulan-bulan bahkan tahunan dan dipengaruhi oleh konsentrasi
adanya temperatur lingkungan. Pitting atau korosi sumuran
terjadi diantara keadaan atau tahapan total korosi (general overall
corrosion) dan tahapan korosi.
Faktor penyebab korosi sumuran:
Spesimen : Stainless steel 18-8 di dalam larutan yang
mengandung FeCl
3
dengan konsentrasi dan temperatur
yang berbeda-beda.
Gambar di bawah ini menunjukkan bentuk A sama sekali
tidak terjadi korosi (konsentrasi rendah dan temperatur
rendah). Sedangkan bentuk C menunjukkan terkorosi
merata di seluruh permukaan (konsentrasi tinggi dan
temperatur tinggi). Untuk bentuk B terjadi korosi pada
lokasi tertentu saja (konsentrasi dan temperatur tertentu
diantara kondisi A dan C)

A (no corrosion) B (pitting) C (over all corrosion)
Gambar 2.12 Proses autokatalik sumuran
Sumber : (Fontana,1986)
Proses autokatalik korosi sumuran, terdapat reduksi
oksigen pada permukaan akan proses stimulasi dan propagasi
oksidasi logam, produksi ion logam pada rongga, akan
meningkatkan muatan positif di rongga tersebut. Ion Cl akan
bergerak masuk secara alamiah untuk menjaga elektronetralitas,
pada rongga tersebut konsentrasi MCl sangat tinggi, sebagaimana
akibatnya akan terjadi hidrolisis, M
+
Cl
-
+ H2O MOH + H
+
Cl
-
sehingga konsentrasi H
+
juga tinggi baik ion H
+
dan Cl
+
dapat
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
47

Universitas Indonesia

mendorong proses oksidasi logam. Fenomena autokatalistik pada
pitting (sumuran) adalah similar dengan mekanisme pada korosi
crevice (celah). Menurut Fontana, semua sistem yang
menunjukkan fenomena korosi pitting bisa diterima sebagai
korosi crevice. Tetapi tidak selalu benar jika pernyataan ini
dibalik.
Pengaruh kecepatan korosi sangat berpengaruh, pitting
sering terjadi pada kondisi yang stagnan, seperti cairan dalam
tangki, cairan yang terpengaruh pada bagian terendah sistem
perpipaan, dengan meningkatnya kecepatan, serangan korosi
pitting cenderung berkurang. Pencegahan korosi sumuran secara
umum sama dengan korosi crevice dimana menggunakan
stainless steel
5. Intergranular Corrosion
Pengaruh grain boundary (batas grain) atau intergranular
pada proses korosi relative kecil, dari sudut pandang mikro: batas
grain mempunyai kecendrungan lebih reaktif dari pada grain. Ini
yang mendorong terjadinya intergranular akibat dari korosi ini,
suatu logam alloy menjadi berkurang kekuatannya.Pada korosi
jenis ini bisa disebabkan karena faktor kekotoran (impurities)
pada batas grain, sedikit besi dalam alumunium atau chromium di
batas grain SS dapat menyebabkan korosi ini.
Metode meminimalisasi pada stainless steel dengan cara
menggunakan temperatur tinggi pada saat dilakukannya
perlakuan panas (Heat Treatment) biasa disebut quench-
annealing atau solution quenching, menambah unsur yang
berfungsi sebagai penguat pada daerah batas grain (stabilizier),
dan memperkecil kandungan carbon hingga dibawah 0.03%.
Quenching adalah suatu tindakan dengan memperlakukan
solution quenching secara komersil meliputi melakukan
pemanasan hingga 1950 2050
O
C dan water quenching, proses
quenching sangat berpengaruh pada korosi intergranular seperti
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
48

Universitas Indonesia

memperlambat quenching yang lambat akan mendorong
terbentuknya intergranular lebih banyak.
6. Selective Leaching
Selective leaching adalah dealloying, demetalification dan
parting. Jenis korosi terjadi pada beberapa larutan padat, ketika
kondisi metal mengalami kehabisan unsur pada material yang
ada. Pada demetalification terdapat beberapa cara hilangnya
material seperti
dezincification: pencucian selektif dari seng dari beberapa
kuningan dengan konten yang kurang dari 85% dari tembaga.
Korosi graphitic: adalah pencucian selektif dari besi cor kelabu
dari besi, di mana besi akan dihapus dan biji-bijian grafit tetap.
Dealuminification adalah proses yang sesuai untuk paduan
aluminium, efek yang sama untuk logam yang berbeda
dekarburisasi (penghapusan karbon dari permukaan paduan),
decobaltification, denickelification, dll)
7. Erosion Corrosion
Kerusakan permukaan logam yang disebabkan oleh aliran
fluida yang sangat cepat, dimana kerusakan akan lebih cepat jika
ada partikel-partikel padat atau gelembung gas yang ikut dalam
aliran tersebut. Ciri-ciri terjadi korosi erosi, terdapat cekungan
bergelombang, keruskan yang diakibatkan mempunyai arah
tertentu. Penyebab korosi erosi dapat disebabkan banyak media
seperti cairan, gas, cairan tersuspensi dan slurry (cairan dengan
jumlah padatan tertentu atau lumpur). Tempat yang sering terkena
korosi adalah bagian pipa (elbow, tee valve), pompa atau
compressor (impeller), dan alat ukur (orifice). Pengaruh
kecepatan dan turbulensi aliran sangat berpengaruh pada korosi
erosi semakin tinggi kecepatan atau semakin tinggi kecepatan
atau semakin tinggi tingkat turbulensi suatu aliran akan
mempercepat terjadinya korosi erosi. Selain faktor kecepatan dan
turbulensi fluida faktor lain yang mempengaruhi kecepatan korosi
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
49

Universitas Indonesia

erosi adalah tumbukan partikel yang terbawa oleh fluida.
Kecepatan tumbukan partikel dan ukuran partikel mempengaruhi
kecepatan korosi jenis ini.
Penanggulangan korosi erosi dengan cara pemilihan bahan
yang lebih baik dan tahan terhadap korosi erosi, aspek disain
dimana memperbesar ukuran pipa agar kecepatan fluida bisa
berkurangm memperkecil jumlah beloka pipa, melakukan coating
dengan menambah lapisan pada permukaan logam maka akan
mengurangi tingkat korosi erosi.
8. Stress Corrosion
Stress corrosion adalah sebuah proses yang melibatkan
inisiasi dan propagasi keretakan disuatu material, dimana
kegagalan sampai kepada bagian komponen dikarenakan adanya
gabungan antara mekanisme beban tarik dan media yang
terkorosi.
Retakan dari stress corrosion sering terjadi pada baja
dimana tidak tahan karat dengan yang mempengaruhi suhu tinggi
dan uap tinggi. Pencegahan terjadinya stress corrosion dengan
melakukan perengangan agar tidak terlalu padat saat mengalami
panas, melakukan perawatan untuk menghilangkan panas dan
stress, pemurnian material, memilih bahan yang tepat,
memperbaiki kondisi permukaan, menghidari mesin dari
permukan yang menekan bagian atas, melakukan perawatan pada
tempat penyangga untuk menginduksi tegangan pada permukaan
tekan, menerapkan eksternal metode dengan perlindungan
(katodik, inhibitor, dan lapisan pelindung organik atau
anorganik).
2.8 Jenis Metode Risk Assesment
Dalam melakukan risk assessment evaluasi dan analisis pada instalasi
chlorine, ada banyak metode atau cara yang dapat digunakan, seperti Checklist,
What If or What if Checklist, Hazard Operatibility Study (HAZOPS), Failure
Mode and Effect Analysis (FMEA), Fault Tree Analysis (FTA), Event Tree
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
50

Universitas Indonesia

Analysis (ETA), dan masih banyak lagi metode lain yang dapat digunakan.
Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga
dalam melakukan suatu penilaian risiko dibutuhkan pertimbangan yang matang
dan pasti untuk memilih salah satu metode yang akan digunakan supaya efektif
dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Untuk melakukan risk assessment, berikut adalah yang tidak dapat dipakai
sesuai dengan jenis risk assessment yang dapat dipergunakan sebagai berikut:
(Hernantyo,2007)
Checklist
What If / What If Checklist
Hazard Operatibility Study (HAZOPS)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Fault Tree Analysis (FTA)
Event Tree Analysis (ETA)

Selanjutnya dalam tinjauan pustaka akan dibahas secara umum masing-
masing metode diatas termasuk Event Tree Analysis (ETA) yang masuk dalam
kategori metode tersebut dan cocok untuk penelitian ini.

2.8.1 Checklist
Checklist sebuah metode analisis serba guna dimana mudah
dijalankan pada setiap tahap dalam suatu proses yang di analisis. Pada
umumnya, checklist di pergunakan untuk menganalisis sejauh mana
pemenuhan peraturan (compliance) dicapai dan juga efektif untuk
mengidentifikasi bahaya (hazard). Kendala yang didapat dalam penggunaan
metode ini adalah sumber atau panduan yang tidak sesuai dengan proses yang
sedang di analisis, sehingga hal ini menyulitkan untuk menyakinkan bahwa
bahaya tersebut sudah di analisis atau belum. Selain itu, metode ini hanya
mengidentifikasi bahwa bahaya itu ada, namun tidak dapat menjelaskan jenis
kecelakaan yang berhubungan dengan bahaya tersebut.
Dalam penelitian ini metode checklist digunakan sebagai identifikasi
bahaya untuk mengetahui ketidak beresan pada sistem yang ada pada proses
kerja dan peralatan yang akan menyebabkan kebocoran.

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
51

Universitas Indonesia

2.8.2 What If / What If Checklist
Metode analisis what if bertujuan dalam mengidentifikasi jenis
bahaya, situasi bahaya atau keadaan yang memungkinkan terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan. Metode ini melibatkan uji terhadap
kemudian ketidaksesuain desain, konstruksi, modifikasi atau proses.
Menurut Ericson (2005) pada analisis ini dimulai dengan sebuah
pertanyaan what if, melalui pertanyaan tersebut, team memulai identifikasi
hazard, konsekuensi bahaya tersebut, tingkat keselamatan yang ada serta
memberi rekomendasi untuk menurunkan risiko.

2.8.3 Hazard Operatibility Study (HAZOPS)
Menurut Ericson (2005), studi HAZOPS dikembangkan untuk
mengidentifikasi bahaya didalam fasilitas proses dan permasalahan
operasional dari peralatan yang ada. Konsep dasar HAZOPS adalah proses
berada dibawah desain operasi. Karena itu jika terjadi penyimpangan kondisi
operasi diluar kondisi desain maka akan terjadi kecelakaan.
Kata-kata panduan digunakan bagian khusus dari suatu proses dan
digabungkan dengan parameter-parameter operasi yang digunakan untuk
mengindetifikasi bahaya. Langkah-langkah dalam metode HAZOPS
mengidentifikasi secara khusus tentang bejana, peralatan dan instrument yang
dipergunakan. Untuk melakukan analisis HAZOPS maka diperlukan suatu
P&ID (process,instrument diagram) yang menggambarkan semua peralatan
utama, sistem instrumentasi dan kondisi proses yang terjadi.
Bagian-bagaian khusus P&ID yang diidentifikasi dalam metode
HAZOPS ini disebut sebagai node. Masing-masing note ini kemudian akan
dianalisis dengan menggunakan kata-kata panduan dengan parameter yang
digunakan dalam HAZOPS seperti dibawah ini;
Flow : More / No / Reverse,
Pressure : High / Low,
Temperature : High / Low,
Corrosion/Erosion,
Startup/Operability, Shutdown/Maintenance, Composition,
Instrument/Utility Failure, Other.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
52

Universitas Indonesia

Hal yang menjadi masalah saat melakukan studi HAZOPS adalah
waktu. Sebab studi ini dirancang untuk melakukan suatu analisis yang
menyeluruh, sehingga banyak menghabiskan waktu untuk pembahasan dan
perdebatan antar anggota team.

2.8.4 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Pada metode ini dipakai untuk menguji setiap model kegagalan atau
failure dari sebuah proses menentukan efek dari kegagalan tersebut. Model
failure yang terjadi berupa gejala, kondisi atau gangguan pada equipment.
Menurut Ericson (2005) metode ini pada dasarnya ditentukan oleh tanggapan
sistem terhadap suatu kegagalan atau failure. Dalam metode FMEA ini
digunakan istilah-istilah berikut dalam analisis bahaya:

Causes : jika diharapkan, maka akar masalah dari failure mode
harus diidentifikasi. Hasil identifikasi ini merupakan informasi
yang sangat berharga menyusun rangking bahaya.
Operational Mode : jika analisis dilakukan terhadap suatu
peralatan, maka harus bagian dari mode operasi yang berbeda,
dimana masing-masing mode harus diidentifikasi dan di analisis
terpisah.
Effect : untuk setiap failure mode yang sudah teridentifikasi maka
team harus mengantisipasi efek tersebut secara keseluruhan
terhadap sistem operasi. Biasanya efek ini diambil pada kondisi
terburuk sebagai safety faktor
Failure Detection Method : semua failure detection harus
diidentifikasi seperti peralatan detector baik yang otomatis atau
manual. Tujuan identifikasi ini adalah untuk memastikan bahwa
semua peralatan deteksi berfungsi dengan baik.
Compensating Provision : untuk setiap failure mode yang
teridentifikasi, maka team harus menggambarkan tujuan rancangan,
peralatan safety atau apa yang harus diperbuat oleh operator.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
53

Universitas Indonesia

Severity Class : tingkat keparahan yang ditentukan harus mengacu
criteria berikut, Katergori I (Catastrophic), Kategori II (Critical),
Kategori III (Marginal), Kategori IV (Minor).

Kelemahan analisis dengan metode FMEA adalah bahwa kesalahan
operator dalam mengoperasikan peralatan tidak diidentifikasi, namun
kesalahan manusia (human error) teridentifikasi lewat failure mode dari
peralatan. Metode ini juga jarang mengidentifikasi kerusakan atau korban
yang mungkin ditimbulkan akibat adanya failure mode dari peralatan. Hal ini
disebabkan karena FMEA hanya memusatkan pada kasus failure tunggal, dan
tidak efesien didalam mengidentifikasi gabungan dari gangguan peralatan
yang terjadi yang menimbulkan kecelakaan.

2.8.5 Fault Tree Analysis (FTA)
Menurut Ericson (2005) metode Fault Tree Analysis (FTA) ini
bersifat sistematis, pendekatan failure analyses dari awal dan memusatkan
analisis pada kasus kecelakaan khusus atau kejadian yang tidak diinginkan
yang disebut sebagai top event, kemudian mengembangkan analisis dari
beberapa faktor penyebab terjadinya top event tersebut. Karena itu FTA
harus dilakukan untuk masing-masing top event.
Metode FTA ini bersifat dedukatif yang menggunakan lambang
Boolean Logic seperti (AND, OR) untuk mencari faktor-faktor terkait dengan
top event. Analisis dimulai dari top event dan dilanjutkan dengan
identifikasi penyebab dan hubungan logis antara penyebab dan top event.
Masing-masing kasus disebut intermediate event. Penyusunan FTA ini
diawali dari top event kemudian dianalisis faktor-faktor apa saja yang
mendukung terjadinya top event tersebut. Hal ini dilakukan terus sampai
pada faktor dasar basic event yang tidak dapat lagi diuraikan. Ada 4
tahapan didalam melakukan FTA ini yakni:

Tentukan sistem atau proses yang akan dianalisis
Susunlah fault tree
Analisis fault tree tersebut
Catat hasil analisis fault tree

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
54

Universitas Indonesia

Didalam menentukan proses penentuan analisis secara FTA, perlu
dimasukkan kedalam kondisi-kondisi batas sebagai berikut: Batas fisik
sistem, tingkat ketajaman, susunan peralatan awal, kondisi actual dan asumsi
lainnya. FTA ini dirancang untuk menyusun suatu gerbang logika gabungan
dari failure yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu event. Namun FTA
ini mempunyai kelemahan yaitu tidak efisien, kaku sebagai suatu metode
praktis untuk identifikasi adanya bahaya didalam suatu sistem atau proses.
Adapun simbol-simbol yang dipakai dalam metode FTA adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.8 Simbol-simbol logic dalam FTA


Top event merupakan suatu kejadian yang tidak
dikehendaki (mewakili potensi high loss atau
high risk)

OR gate menunjukkan bahwa output event akan
terjadi jika salah satu event ada

AND gate akan menunjukkan bahwa output event
akan terjadi seluruh input events

INHIBIT gate menunjukkan output event akan
terjadi jika input event ada dan inhibit condition
terpenuhi

DELAY gate menunjukkan bahwa output event
akan terjadi jika input event ada dan specified
delay time akan expired

BASIC event menggambarkan suatu basic
equipment fault or failure yang tidak
memerlukan penguraian lebih lanjut.

INTERMEDIATE event menggambarkan suatu
fault event yang dihasilkan dari kejadian
kegagalan lainnya (other fault event) yang
disusun dengan menggunakan logic event
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
55

Universitas Indonesia


UNDEVELOP event menggambarkan suatu
fault event yang tidak diperiksa lebih lanjut
karena keterbatasan informasi atau karena
dianggap kurang penting.

TRANSFER Symbol menunjukkan bahwa fault
tree berhubungan lebih lanjut dengan fault tree
dilembaran lain, terdapat dua jenis transfer
symbol in dan transfer symbol out
Sumber : (Ericson, 2005)
Untuk menyakinkan bahwa analisis risiko dengan FTA berhasil,
maka hal-hal berikut perlu diperhatikan:
Masukkan faktor manusia (human factor) didalam analisis
Pemahan yang baik dan benar terhadap sistem proses dan operasi
Lakukan dengan runut masing-masing analisis sebuah logika
proses
Taruh keterangan disetiap 3 cabang sebagai gambaran dari failure
yang terjadi
Analisis ini digunakan untuk mengetahui kecendrungan terjadinya
accident tersebut akan terjadi. Umumnya accident yang terjadi karena
beberapa hal di bawah ini:
Equipment failure, seperti kegagalan instrumentasi, kerusakan
pompa, dsb
Kondisi lingkungan, seperti banjir, gempa bumi, angin, dsb
Human error, seperti pekerja tidak mengikuti prosedur, kelalaian
operator, dsb
Faktor eksternal, seperti adanya bom, sabotase, teroris, dsb

2.8.6 Event Tree Analysis (ETA)
Event Tree Analysis (ETA) merupakan suatu prosedur deduktif yang
menggambarkan semua kemungkinan konsekuensi atau dampak yang
dihasilkan dari accident event (suatu penyimpangan signifikan yang
mengawali konsekuensi yang tidak diinginkan). ETA ini dapat digunakan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
56

Universitas Indonesia

untuk mengidentifikasi kemungkinan dampak dari kegagalan sistem, karena
dapat mengurutkan peristiwa termasuk sukses atau gagalnya komponen
sistem (Rausand,2005).
ETA dapat digunakan untuk menganalisis skenario dari
pengendalian, sistem atau prosedur yang telah dilakukan untuk merespon
initializing event. ETA dapat digunakan untuk mengetahui konsekuensi yang
dapat ditimbulkan dan dari hasil penilainnya maka akan dapat ditentukan
pengendalian yang harus dilakukan (Green,1999).
Secara khusus ETA digunakan untuk menganalisis berfungsinya
suatu peralatan untuk pencegahan (protective devices), system emergency
response. ETA dapat digunakan untuk mengevaluasi operating procedure,
keputusan management. ETA ini biasanya digunakan pada tahap desain
maupun pada tahap pengoperasian bahkan dapat juga digunakan
mengevaluasi atau mengetes suatu sistem proteksi (Clemens,1998).
Untuk melakukan ETA diperlukan suatu masukan yang sistematis
(systematic inputs) untuk penyusun struktur ETA dan memusatkan pada
potensial risiko pada target akhir systematic inputs yang dipakai adalah teori
S-P-T : Source-Pathways-Target, dengan systematic inputs ini akan
didapatkan dengan jelas alur terjadinya event ditempat target. (Barry,2003)

Gambar 2.13 Konsep S-P-T
(Sumber : Barry, 2003)
Penjelasan:
Source : mencakup hal yang memulai atau penyebab terjadinya
kejadian
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
57

Universitas Indonesia

Pathways Faktor: tahapan yang mencakup proses ETA untuk
menuju hasil targer atau konsekuensi yang akan timbul.
Target : hasil dari nilai yang didapat pada hasil perhitungan
pathways faktor.

Melihat hasil penelitian sebelumnya mengenai ETA serta adanya
skema ETA pada Clemens (2002), disimpulkan Perhitungan nilai barrier
dimana dapat diketahui tingat kesuksesan, tingkat kegagalan serta skenario
konsekuesi yang didapatkan dari diagram event tree analysis, dengan cara:

Menghitung Barrier dari data checklist

Nilai Probability of Succes
Total Checklist YA
Total Checklist YA Total Checklist TIDAK


Nilai Probability of Failure 1 Nilai Probability of Success
Ket : Ps = Probability of Success
Pf = Probability of Failure


Menghitung nilai tingkat kesuksesan
Tingkat Sukses Nilai Probability of Succes X 100 %


Menghitung Diagram Event Tree Analysis, sehingga
mendapatkan skenario atau hasil konsekuensi.
Skenario 1 Ps Barrier 1 x Ps Barrier 2 x Ps Barrier 3 x Ps Barrier 4
Skenario 2 Ps Barrier 1 x Ps Barrier 2 x Ps Barrier 3 x Pf Barrier 4
Skenario 3 Ps Barrier 1 x Ps Barrier 2 x Pf Barrier 3
Skenario 4 Ps Barrier 1 x Pf Barrier 2
Skenario 5 Pf Barrier 1

Keterangan: Total nilai skenario bernilai 1

Dapat disimpulkan bahwa ETA merupakan salah satu safety system
risk management yang dapat digunakan untuk mengetahui konsekuensi atau
dampak yang akan ditimbulkan apabila suatu sistem pencegahan atau
keselamatan mengalami kegagalan. Dari hasil tersebut maka dapat diketahui
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
58

Universitas Indonesia

pengendalian yang harus dilakukan berdasarkan nilai dari setiap komponen-
komponen tersebut yang mengalami kegagalan.
Menurut Rasusand (2005) hal-hal yang perlu diketahui dalam
menggunakan metode event tree analys antara lain:
1. Event Tree Logic dimulai dari kiri ke kanan.
2. Sistem ini mengindikasi nilai didepan (Yes) dengan nilai
probability of success = 1 probability of failure.
3. Branch line probability dihitung dengan mengalikan nilai-nilai
yang ada
4. Identifikasi peristiwa accident mungkin terjadi yang dapat
menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
5. Identifikasi barrier (pengendalian) yang didesain.
6. Buat pohon kejadian.
7. Tentukan dampak yang mungkin terjadi dari urutan kejadian.
8. Tentukan frekuensi accident event dan probabilitas dari setiap
cabang yang di identifikasi.
9. Hitung probabilitas dari masing-masing cabang untuk
mengetahui skenario konsekuensi.
Keuntungan menggunakan metode event tree analysis (NIOSH
instructional module)
1. Mampu menilai kegagalan sistem yang ada.
2. Dapat mengetahui fungsi gagal atau suksesnya secara
bersama-sama.
3. Kegagalan dari suatu sistem dapat diketahui dan diantisipasi.
4. Dapat menjadi masukan kepada metode fault tree analysis
(FTA)
5. Dari hasil analisi tersebut akan diketahui skenario konsekuensi
yang mungkin timbul.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012

59
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEPSIONAL
DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Teori
Menurut White (2010) pada buku Whites Handbook of Chlorination and
Alternative Disinfectants menjelaskan bahwa penyebab kebocoran pada chlorine
ton container dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam peralatan
tangki dan faktor eksternal (ruang penyimpanan), dari beberapa faktor yang ada
White juga menjelaskan ada beberapa skenario kebocoran tangki seperti
kebocoran minor, mayor, dan katastropik yang menjelaskan kepada faktor proses
dari suatu kegagalan. Sedangkan faktor penyebabnya ialah penyimpanan, api
(kebakaran), kecerobohan sehingga menyebabkan kecelakaan, kegagalan pada
koneksi fleksibel, korosi pada fusible plug, korosi pada valve, kegagalan pada
valve packing, kegagalan gasket, kegagalan pada pipa, kegagalan pada peralatan,
kegagalan pada penunjuk ukuran tekanan chlorine, kegagalan container, dan
kegagalan pressure gauge.
Sedangkan faktor lain penyebab kebocoran tangki menurut U.S
Environmental Protection Agency (U.S. EPA) dan National Oceanic and
Atmospheric Administration (NOAA) pada tahun 2007, dalam kasus penyebaran
zat kimia chlorine ke atmosfer pada chlorine ton container disebabkan oleh faktor
kebocoran pada dinding container dan kebocoran pada valve or short pipe.
Pada buku Corrosion Engineering (3
rd
ed) dari Fotana (1986) menjelaskan
korosi terjadi pada bagian-bagian yang ada pada tangki, bagian yang terdapat
pengelasan, sambungan seperti pipa dan peralatan yang menggunakan komponen
dari metal. Penyebab terjadi korosi dan munculnya perporasi (lobang) pada
bagian-bagian tangki atau pipa adanya faktor dari material, geometry dan
environment.
Penelitian ini dilakukan dengan metode Event Tree Analysis (ETA) dari
teori Rausand (2005) yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kemungkinan dampak dari kegagalan sistem, karena dapat
mengurutkan peristiwa termasuk sukses atau gagalnya komponen sistem. Rausand
menjelaskan bahwa event tree dimulai dari sebuah accident event yang dapat
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
60

Universitas Indonesia

diartikan sebagai suatu penyimpangan yang signifikan dari keadaan normal dan
dapat menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
Accident event biasanya disebabkan karena kegagalan sistem, kesalahan
manusia, dll. Oleh karena hal tersebut, untuk meminimalisir atau menghilangkan
konsekuensi tersebut maka diperlukan barrier or protection layer (pengendalian)
(Rausand,2005). Suatu barrier ada dikarenakan adanya probability dan
konsekuensi yang ada pada suatu sistem atau proses kerja. Faktor-faktor penyebab
kebocoran pada chlorine ton container dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
Penyebab Kebocoran
Penyimpanan
Api (kebakaran)
Kecerobohan sehingga
menyebabkan kecelakaan
Kegagalan pada koneksi
fleksibel
Korosi pada fusible plug
Korosi pada valve
Kegagalan pada valve packing
Kegagalan gasket
Kegagalan pada pipa
Kegagalan pada peralatan
Kegagalan pada penunjuk
ukuran tekanan klorin
Kegagalan container
Kegagalan pressure gauge
Sumber: (White,2010)
Penyebab Kebocoran
Kebocoran pada dinding
container
Kebocoran pada valve or short
pipe
Sumber: (U.S EPA & NOAA,2007)
Bagian-bagian yang terjadi Korosi
Tangki
Pengelasan yang ada ditangki
Sambungan
Peralatan yang terbuat dari metal
atau material lain
Sumber: (Fontana,1986)
Faktor Penyebab Kebocoran
Chlorine ton container
dan Melihat status tangki
penyimpanan.
Bagan 3.1 Kerangka Teori dari
(White, 2010), (U.S. EPA &
NOAA, 2007) , (Fontana,1987),
(Rausand,2005)
Event Tree Analysis
Identifikasi kegagalan
sistem tangki
Kesalahan Manusia
Meminimalisir atau
Menghilangkan
Konsekuensi
Sumber: (Rausand, 2005)
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
61

Universitas Indonesia

3.2 Kerangka Konsep
Chlorine ton container yang terdapat pada ruang tangki chlorine di PT. PT
PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) dapat menimbulkan dampak yang sangat buruk
bagi kesehatan, lingkungan kerja dan sekitar juga proses kerja jika terjadi
kebocoran. Container berisikan chlorine yang bersifat korosif dan toksik dimana
hal tersebut berbahaya kepada kesehatan, lingkungan kerja, dan material
penyimpan. Jumlah chlorine yang disimpan dalam tangki mencapai 907 kg per
tangki, dan karakteristik ton container yang memiliki potensi untuk terjadi
kebocoran. Oleh Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi serta
menganalisis dari kebocoran chlorine pada instalasi penyimpanan chlorine di Unit
Chlorinasi pada ruang tangki chlorine di PALYJA dengan melihat penelitian
sebelumnya dan teori-teori yang ada mengenai penyebab terjadinya kebocoran
pada chlorine ton container.
Didapatkan beberapa faktor untuk mendukung kerangka konsep,
berdasarkan dari teori, penelitian sebelumnya juga observasi yang ada terdapat
faktor proses dimana kegagalan yang terjadi seperti pada, koneksi fleksibel,
pressure gauge, gasket, valve packing, header valve, ider valve, aselari valve,
perpipaan dan valve pada pipa. Sehingga dapat dijelaskan kegagalan didapat bisa
terjadi karena pemilihan variable/peralatan, pengetahuan pekerja akan SOP kerja,
serta perawatan dan tindakan pencegahan.Pada faktor yang disebabkan tangki
didapatkan terdapatnya karat pada valve, fusible plug, body tank, sambungan las,
tekanan pada tangki. Sehingga dapat dijelaskan pemilihan tangki, tempat
penyimpanan serta perawatan menjadi bagian penting untuk pencegahan
terjadinya kebocoran.
Penyebab kebocoran juga berasal dari faktor eksternal dimana kurangnya
maintenance, kecerobohan kerja sehingga menyebabkan kecelakaan dan api
(kebakaran) maka diperlukan tempat penyimpanan khusus, adanya pelatihan
kepada pekerja serta membuat desain ruangan penyimpanan yang sesuai standard
yang ada.



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
62

Universitas Indonesia























Bagan 3.2 Kerangka Konsep






Tangki Chlorine
Pemilihan
Tangki serta
Variable
Tempat
Penyimpanan
(Ruang Tangki
Chlorine )
Pengetahuan
Bahaya
Chlorine serta
SOP pada
pekerja
Perawatan
serta tindakan
Pencegahan
Evaluasi
Analisis Kebocoran Chlorine
pada Instalasi Chlorine
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


63
Universitas Indonesia
3.3 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Pengukuran Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Tangki Chlorine Wadah penyimpanan berisi
chlorine yang terbuat dari
campuran baja dan besi
dengan bentuk silinder
dengan kapisitas 907 kg
berwarna kuning.
Data Sekunder dari
PT. PALYJA,
Jakarta

Checklist
Observasi
Unit Ordinal
Pemilihan
Tangki serta
Variable
Tindakan pengecekan secara
visual kondisi dari tangki
serta variable/peralatan,
secara menyeluruh pada
bagian (valve, fusible plug
,pipa, flexible connection,
gasket, pressure gauge, body
tank)
Data Sekunder dari
PT. PALYJA,
Jakarta

Checklist
Observasi
Sesuai
Tidak Sesuai
Ordinal
Tempat
Penyimpanan
(Ruang Tangki
Chlorine)
Salah satu bentuk wadah
yang besar yang dapat
berisikan beberapa proses
yang ada didalam untuk
menunjang suatu kebutuhkan
kerja yang khusus pada
sistem chlorine
Data Sekunder
dari PT.
PALYJA,
Jakarta
Standard NIOSH
dan Kawamura
Checklist
Observasi
Sesuai
Tidak Sesuai
Ordinal
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


64
Universitas Indonesia
Pengetahuan
Bahaya
Chlorine serta
SOP
Bagian dari pemikiran
pekerja yang mengetahui
akan konsekuensi pada
tempat kerja yang
menggunakan chlorine
sehingga harus dilakukan
kerja sesuai dengan prosedur
yang benar.
Data Sekunder dari
PT. PALYJA,
Jakarta
Data Primer dari
Observasi
Checklist
Observasi
Wawancara
Sesuai
Tidak Sesuai
Ordinal
Perawatan serta
tindakan
Pencegahan
Segala usaha dan tindakan
yang dilakukan secara
berkala dengan baik dan
benar untuk menjaga dan
memastikan pengoperasian
tetap berjalan baik dan
berlangsung lama.
Data Sekunder dari
PT. PALYJA,
Jakarta
Data Primer dari
Observasi
Checklist
Observasi
Wawancara
Sesuai
Tidak Sesuai
Ordinal
Tabel 3.1 Definisi Operasional






Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012

65
Universitas Indonesia
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
semikualitatif. Penelitian deskritif dimaksudkan dengan menggambarkan kondisi
instalasi chlorine mengenai penyimpanan dan perawatan chlorine ton container
yang bertujuan untuk menjaga chlorine ton container dan proses instalasi
didalamnya tetap aman yang selanjutnya dievaluasi berdasarkan stadart yang ada.
Setelah didapat hasil evaluasi tersebut dilakukan analisis mengenai konsekuensi
kebocoran chlorine ton container jika tempat penyimpanan dan perawatan tidak
dilakukan dengan menggunakan metode event tree analysis.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada ruang tangki chlorine di Instalasi Pengolahan
Air II Unit Chlorinasi di PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) yang berlokasi di
Jln. Penjernih 1, Pejompongan , Jakarta Pusat. Pada bulan Desember 2011
Januari 2012

4.3 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah ruang tangki chlorine Instalasi
Pengolahan Air II Unit Chlorinasi dimana terdapat chlorine ton container dan
proses instalisasi chlorine di PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA).

4.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua
jenis data, data primer dan data sekunder. Pengumpulan data tersebut dilakukan
guna menunjang penelitian yang dilakukan dengan wawancara pihak terkait,
observasi ;
Data primer : dilakukan dengan cara observasi langsung ke objek
penelitian serta lingkungan sekitarnya. Selain itu juga dilakukan
wawancara dengan petugas operator dan maintenance dan pihak
pihak yang terkait didalam Unit Chlorinasi.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
66

Universitas Indonesia

Data sekunder, dilakukan dengan menelaah dokumen dokumen
terkait seperti Material Safety Data Sheet (MSDS), spesifikasi teknis
penyimpanan tangki bahan kimia chlorine, Standard ruang
penyimpanan chlorine ton container, Standard Operating
Procedure (SOP) pada Unit Chlorinasi dan data pendukung
lainnya.

4.5 Instrumen Pengumpulan
Instrumen pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah
hasil identifikasi bahaya pada unit chlorinasi yang sudah ada pada perusahaan dan
melihat MSDS untuk melihat sifat fisik dan kimia dari bahan kimia yang
mengalami kebocoran, melihat instrument yang ada pada tangki penyimpan,
melihat SOP pada pengerjaan pada unit dan tindakan perawatan pada unit
chlorinasi, melihat hasil checklist yang telah dibuat dengan melihat standar
NIOSH, Kawamura (1991), serta penelitian sebelumnya.

4.6 Manajemen Data
Data primer yang didapatkan pada saat observasi dengan melakukan
wawancara serta checklist, dan data sekunder didapatkan dari perusahaan juga
melihat teori, penelitian sebelumnya dan standar yang ada, dikumpulkan,
dimasukkan kedalam variable-variable yang sesuai dari faktor-faktor yang dapat
menyebabkan kebocoran tangki penyimpanan bahan kimia didalam tabel.

4.7 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
yang dimaksudkan untuk mengetahui analisis faktor risiko dari kebocoran tangki
penyimpanan bahan kimia chlorine, ketersediaan pada ruang penyimpanan tangki,
jenis bahan kimia yang disimpan, mengetahui material tangki penyimpanan,
mengetahui kondisi dari unit kerja, mengetahui pengetahuan pekerja akan bahaya
chlorine, mengetahui tindakan perawatan tangki serta pencegahan yang akan
dilakukan jika terjadi kebocoran bahan kimia di Instalasi Pengolahan Air II
Penjompongan Unit Chlorinasi di PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA).
Pada melakukan observasi dilakukan penilaian risiko pada tempat
penelitian menggunakan checklist dimana, penggunaan checklist ini di adaptasi
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
67

Universitas Indonesia

dari teori yang ada pada penyebab terjadinya kebocoran White (2010) , EPA
(2007) serta melihat dari penelitain yang sebelumnya mengenai kegagalan pada
tangki, mengetahui korosi berasal dari Fontana (1986), mengetahui kesesuaian
tempat penyimpanan, tindakan pencegahan dari pekerja dengan melihati
pengetahuan pekerja tentang bahaya chlorine dan SOP kerja, tindakan perawatan
serta pencegahan terjadi kebocoran menggunakan recommendations for a chlorine
standard NIOSH dan Kawamura (1991).
Didapatkan beberapa tipe variable dari checklist yang ada;
1. Hasil observasi tempat penyimpanan:
Didapatkan 36 daftar elemen checklist dengan jumlah hasil
observasi YA : 68 dan TIDAK 9.
(elemen checklist: pintu, window inspection, MSDS dan SOP yang
ada pada pintu, luas ruangan, penandaan ruangan, terhindar dari
panas/hujan, temperatur ruangan, tempat penyimpanan,alas
penyimpanan, cara peletakan,alat khusus pemindah tangki, chlorine
detector, peralatan safety, checklist kerja dan tata letak)
2. Hasil observasi pemilihan chlorine ton container dan variable :
Didapatkan 27 daftar elemen checklist dengan jumlah hasil
observasi YA : 268 dan TIDAK : 120
(elemen checklist: kapasitas ruang penyimpanan, jumlah tangki
yang ada 20 tangki, pengecekan perlengkapan valve, fusible
connection, gasket, header valve, flexible connection, pipa, tangki,
timbangan, pengantian komponen/variable
3. Hasil observasi dan wawancara pengetahuan bahaya chlorine dan
SOP pada pekerja :
Didapatkan 26 daftar elemen checklist dengan jumlah hasil
observasi YA: 125 dan TIDAK 19
(elemen checklist : jumlah pekerja 7, pengetahuan pekerja
mendapatkan pelatihan atau belum, melakukan kerja sesuai
prosedur, pembersihan APD)
4. Perawatan serta tindakan pencegahan :
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
68

Universitas Indonesia

Didapatkan 26 daftar elemen checklist dengan jumlah hasil
observasi YA : 48 dan TIDAK 19.
(elemen checklist: pekerja khusus penanganan 3, pengecekan,
pengatian peralatan, peralatan dan fasilitas safety, penggunaan
APD, inspeksi)
Perhitungan nilai barrier dimana dapat diketahui tingat kesuksesan, tingkat
kegagalan serta skenario konsekuesi yang didapatkan dari diagram event tree
analysis, dengan cara:
Menghitung Barrier dari data checklist

Nilai Probability of Succes
Total Checklist YA
Total Checklist YA Total Checklist TIDAK

Nilai Probability of Failure 1 Nilai Probability of Success
Ket : Ps = Probability of Success
Pf = Probability of Failure

Menghitung nilai tingkat kesuksesan
Tingkat Sukses Nilai Probability of Succes X 100 %

Menghitung Diagram Event Tree Analysis, sehingga
mendapatkan skenario atau hasil konsekuensi.
Skenario 1 Ps Barrier 1 x Ps Barrier 2 x Ps Barrier 3 x Ps Barrier 4
Skenario 2 Ps Barrier 1 x Ps Barrier 2 x Ps Barrier 3 x Pf Barrier 4
Skenario 3 Ps Barrier 1 x Ps Barrier 2 x Pf Barrier 3
Skenario 4 Ps Barrier 1 x Pf Barrier 2
Skenario 5 Pf Barrier 1

Keterangan: Total nilai skenario bernilai 1
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012

69
Universitas Indonesia
BAB 5
GAMBARAN PERUSAHAAN

5.1 PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA)
PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) hadir di Jakarta untuk meningkatkan
penyediaan dan pelayanan air bersih kepada masyarakat di wilayah Barat DKI
Jakarta sejak 1 Februari 1998, melalui 25 tahun kerjasama dengan PAM Jaya.
PALYJA merupakan bagian dari Suez Environnement, lini usaha dari Grup
GDF SUEZ Perancis, yang bergerak di bidang: air, pelayanan limbah, peralatan
terkait yang penting bagi kehidupan sehari-hari dan pelestarian lingkungan.
Dengan kepemilikan saham 51% Suez Environnement memberikan solusi inovatif
bagi jutaan orang dan industri terutama bidang air bersih, pengolahan limbah, area
manajemen limbah. 49% merupakan bagian dari PT Astratel Nusantara, lini usaha
Grup ASTRA Indonesia yang bergerak di bidang infrastruktur dan saat ini
menjadi salah satu perusahaan ternama di Indonesia. PT Astratel Nusantara adalah
merupakan bagian dari PT ASTRA International Tbk, salah satu grup pemimpin
bisnis terbesar di Indonesia.
Salah satu misi PALYJA adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan
dengan tingkat pelayanan yang tinggi dan dengan menyediakan air bersih dengan
kuantitas, kesinambungan dan kualitas yang baik melalui operasi yang unggul.
Sejak tahun 1998 PALYJA telah berhasil meningkatkan akses air bersih menjadi
lebih dari 419 ribu sambungan bagi lebih dari 3 juta penduduk di wilayah Barat.
PALYJA memiliki beberapa tempat Instalasi Pengolahan Air yang terdapat
di sekitar DKI Jakarta yaitu Pejompongan 1 dan 2, BCR 5 yang terdapat di Lebak
Bulus, Cilandak dan pada saat ini akan segera di operasikan BCR 4 yang terdapat
pada Kebun Jeruk. Dengan jumlah karyawan yang total keseluruhan 1,403 orang (
Laki-laki : 1145, Perempuan: 258) dan memiliki total jam kerja 2.606.533 pada
tahun 2010.
Pelayanan air di Jakarta Barat bergantung pada sumber air yang sama sejak
13 tahun perjanjian kerjasama dimulai. Secara umum sistem sumber air saat ini
mencukupi penyediaan air secara berkelanjutan untuk 5 juta penduduk Jakarta
Barat yang berkembang terus dengan pesat.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
70

Universitas Indonesia

Penyebab yang paling utama adalah karena sumber air saat ini dan pasokan
transmisi dari fitur utamanya sangat rawan terganggu:
- Segi kualitas (tergantung polusi dan kekeruhan tinggi selama musim
hujan lebat).
- Segi kuantitas (tergantung pada peristiwa alam eksternal: air pasang,
banjir, kekeringan, pendangkalan dan keadaan yang tidak terduga seperti
gangguan PLN, dan risiko potensi gangguan pada kedua stasiun
pemompaan di Curug dan Cawang.
- Kebutuhan pembiayaan alternative merupakan sumber dana untuk
investasi utama yang berkaitan dengan peningkatan sumber air dan
pelaksanaan jalur transmisi ke daerah yang sangat membutuhkan, baik
melalui pembiayaan bersama melalui APBD, APBN atau lembaga
keuangan international dan kontributor donor, harus dimobilisasi.

Gambar 5.1 Pemetaan Area PALYJA
Sumber: id.palyja.co.id (2011)

Dengan jumlah tersebut PALYJA telah melayani jumlah penduduk yang ada
2.9 millions dari 4.5 millions penduduk yang ada dengan 3 UPP (Unit Pelayanan
Pelanggan) dan 1 UPP untuk Pelanggan Utama (UPPU) pada 45 Permanent Area
dan memiliki jumlah sambungan hamper 420.000 pada tahun 2010.
(http://id.palyja.co.id)


Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
71

Universitas Indonesia

5.2 VISI, MISI, dan NILAI PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA)
VISI
Menjadikan perusahaan penyedia pelayanan air pilihan di Indonesia
dengan memberikan kepuasan pelanggan dan nilai tambah kepada para
stakeholder.

MISI
- Untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan kita dengan tingkat
pelayanan yang tinggi dan dengan menyediakan air dengan kuantitas,
kontinuitas dan kualitas yang baik melalui operasi yang unggul.
- Untuk menjaga kerjasama yang berkesinambungan dengan
stakeholder publik untuk kepentingan masyarakat seraya tetap
memenuhi peraturan yang berlaku.
- Untuk mengembangkan potensi karyawan agar karyawan dapat
memaksimalkan kinerja, puas dalam bekerja serta memberikan kepada
karyawan lingkungan yang sehat dan aman.
- Untuk memberikan kepada stakeholder kita tingkat pengembalian
modal pada waktunya.
- Untuk memberikan pertanggungjawaban sosial, melindungi
lingkungan dan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik.
- Berhubungan baik dengan semua pihak yang terlibat dalam
pengelolaan sumber air dalam rangka meningkatkan kesadaran umum
tentang kelangkaan air.
- Untuk mengembangkan kerjasama strategis jangka panjang dengan
rekan bisnis kita.
- Untuk menjaga citra perusahaan yang baik.

NILAI
- Tanggung jawab sosial dengan memperhatikan kepentingan semua
pelanggan.
- Akuntabilitas dan Tanjung jawab terhadap masalah.
- Profesionalisme dan Upaya mencapai keunggulan.
- Tata kelola yang baik (Good Governance) dan keterbukaan.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
72

Universitas Indonesia

- Penghargaan terhadap individu/lingkungan/masyarakat.
- Komitmen, Kesetiaan dan Dedikasi kepada perusahaan.
- Kepercayaan/Etika.
- Kerjasama dan Semangat Kelompok.
- Keadilan (Fairness).
- Kejujuran.
- Kepedulian (melebihi yang wajib).

5.3 Maintenance Central Departement
Merupakan salah satu Departement yang ada di PT. PAM Lyonnaise Jaya
(PALYJA) dimana program kerja yang terutama adalah melakukan perawatan
kepada fasilitas yang dimiliki oleh PALYJA agar fasilitas dan property yang ada
terus terjaga juga terawat. Salah satu tugas yang ada adalah pengawasan dan
melakukan tindakan preventif kepada peralatan yang digunakan pada produksi
dan proses yang ada pada PALYJA. Salah satu tugas tersebut adalah melakukan
pengawasan, pengecekan dan perbaikan kepada Instalasi Pengolahan Air II Unit
Chlorinasi. Unit Chlorinasi adalah salah satu unit dibawah MTC Departement
yang segala kegiatan di pengawasan oleh MTC bekerja sama dengan department
yang lain, dimana pada Unit Chlorinasi ini merupakan unit dimana bahan baku
yang digunakan oleh PALYJA untuk memproduksi air bersih, air minum dan
pengolahan air limbah. Unit Chlorinasi merupakan salah satu sistem proses untuk
melakukan instalasi pengolahan air minum.

5.4 Sistem Chlorine di Instalasi Pengolahan Air Minum II Penjompongan.
Salah satu tahapan proses yang dilakukan pada unit pengolahan air minum
adalah chlorinasi, yaitu proses pembubuhan chlorine sebagai desinfektan ke unit
pengolahan. Besarnya suatu kebutuhan chlorine untuk tiap proses pengolahan air
per harinya tergantung pada besarnya kapasitas pengolahannya. Total dosis yang
dipakai rata-rata sekitar 14 ppm dengan perincian 5 ppm untuk prechlorination, 5
ppm untuk intermediate chlorination, 2 ppm untuk post backwash pump. Proses
chlorinasi sebagaian besar berlangsung pada suatu bangunan sistem tertutup
dengan 5 ruangan utama, diantaranya;


Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
73

Universitas Indonesia

5.4.1. Ruang Utama Unit Chlorinasi
Ruang utama unit chlorinasi dibagai atas beberapa ruangan yang ada
diantaranya;
1. Ruangan Tabung Chlorine
Kegiatan yang rutin dilakukan pada ruangan tabung adalah:
- Penerimaan tabung dari supplier
- Pengecekan variable tabung dari supplier
- Pengecekan kondisi ruangan penyimpanan
- Penggantian tabung yang beroperasi
- Pengontrolan kondisi sistem
- Pemeliharaan sistem

2. Ruangan Evaporator
Kegiatan rutin yang dilakukan di ruang evaporator adalah:
- Pengontrolan kondisi sistem chlorine
- Pemeliharaan sistem

3. Ruangan Chlorinator
Kegiatan yang dilakukan diruangan ini pada umumnya sama
dengan ruangan evaporator dimana dilakukan
- Pengontrolan kondisi sistem chlorine
- Pemeliharaan sistem

4. Ruangan Pompa
Kegiatan yang dilakukan diruangan ini menyedot gas chlorine
yang keluar pada saat melakukan pengantian tabung atau ketika
terjadi kebocoran. Pompa menyedot dan mengalirkan ke ruang
netralisator untuk diproses dengan caustic soda (NaOH) untuk
dilakukan penetralan.

5. Ruangan Netralisator
Kegiatan yang dilakukan diruangan ini melakukan penetralan
gas chlorine dengan caustic soda (NaOH), dimana gas chlorine
yang bocor di sedot oleh pipa yang disambungkan kepompa
netralisator lalu masuk ke tangki proses penetralan yang
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
74

Universitas Indonesia

didalamnya terdapat caustic soda. Dalam tangki netralisator
chlorine yang tersedot dicapurkan dengan cautic soda untuk
dilakukan penetralan agar gas chlorine yang dapat saat
penyedotan dapat dibuang ke udara dengan komposisi netral.

6. Injector Pump
Kegiatan pemberian chlorine kepada air baku (air kali) dan air
bersih (hasil dari penyulingan air baku) yang akan dipakai dalam
proses chlorinasi dan disalurkan ke tempat instalasi selanjutnya
yang akan menyalurkan air, pada proses injector pump terdapat
dua proses yaitu post: pemberian chlorine kepada air baku
sekitar 500 kg chlorine tergantung kualitas air baku dan free:
pemberian chlorine kepada air bersih bisa mencapai dari
chlorine tergantung kualitas air bersih yang dihasilkan.

5.4.2. Tahapan Proses
Adapun tahapan proses yang dilakukan pada sistem chlorine adalah
sebagai berikut:
5.4.2.1 Pengaliran Chlorine
Persentase kandungan cairan dan gas chlorine dalam tabung
tergantung pada temperatur, dimana makin tinggi temperatur maka makin
besar persentase cairan chlorine. Karena chlorine yang dibutuhkan untuk
proses chlrorinasi dalam jumlah yang cukup besar dimana kecepatan
pengaliran chlorine lebih besar dari kecepatan penguapan chlorine dari
cair ke gas, maka yang disuplai dari tabung adalah cairan chlorine. Proses
pengaliran chlorine ini berfungsi untuk mengalirkan cairan chlorine dari
tabung yang ada di ruang penyimpan ke Unit Evaporasi. (Andriyani,2007)

5.4.2.2 Evaporasi
Cairan chlorine jauh lebih berbahaya dari gas chlorine karena satu
bagian volume cairan jika menguap akan membentuk 460 bagian volume
gas. Oleh karena itu yang dibubuhkan ke unit pengolahan harus dalam
bentuk gas chlorine. Pada unit evaporasi berfungsi merubah cairan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
75

Universitas Indonesia

chlorine yang disuplai dari tabung menjadi gas chlorine dengan cara
penguapan. (Andriyani,2007)

5.4.2.3 Chlorinasi
Proses ini mengatur dosis chlorine yang akan dibubuhkan pada unit
pengolahan air dan pada proses ini terjadi pencampuran gas chlorine
dengan air yang berfungsi untuk pengeceran dan memberikan tekanan
yang cukup sampai ke titik pembubuhan. Proses berlangsung pada ruangan
chlorinator. (Andriyani,2007)

5.4.2.4 Pembubuhan
Proses ini merupakan tahapan akhir dari semua proses chlorinasi,
dimana chlorine gas yang telah dilarutkan dengan air dibubuhkan pada
titik-titik pembubuhan di unit pengolahan, yaitu titik pembubuhan
prechlorination, titik pembubuhan intermediate chlorination, dan titik
pembubuhan post chlorination. Selain itu ada satu titik pembubuhan
tambahan yaitu pembubuhan backwash pump. (Andriyani,2007)

Untuk menjalankan sistem chlorine tersebut diperlukan unit-unit
tambahan antara lain:
- Pompa tekana yang berada pada ruangan pompa, berfungsi
mengalirkan air bersih sebagai pengencer gas chlorine pada
chlorinator. Debit aliran air pengencer tergantung pada dosis
pembubuhan.
- Netralisasi pada ruangan netralisasi berfungsi untuk mengikat
chlorine yang ada di ruangan. Bahan netralisasinya adalah larutan
caustic soda (NaOH) 15% berat. Unit ini beroperasi otomatis jika
konsentrasi chlorine di lingkungan kerja lebih dari 0,5 ppm.






Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
76

Universitas Indonesia

Tahapan pembubuhan chlorine dapat dilihat pada gambar alur
dibawah ini;




















Bagan 5.1 Tahapan Pembubuhan Chlorine
Sumber : (Andriyani,2007)

5.5 Kebijakan dan Program K3 tentang Chlorine di Instalasi Pengolahan
Air Minum II Pejompongan
Pihak manajemen dan perusahaan telah melakukan kebijakan K3 untuk
pengolahan chlorine seperti prosedur cara kerja aman (SOP), pelatihan untuk
pekerja, penyediaan fasilitas kerja , alat pengaman saat bekerja (APD) , dan
pemeriksaan kesehatan berkala untuk pekerja chlorine dan seluruh pekerja yang
ada.


Ruang Netralisator dan
Gas Detector
beroperasi
Kompresor
udara
beroperasi
Titik pembubuhan
prechlorinasi, dan
post chlorinasi
beroperasi
Evaporator beroperasi Pompa bertekanan
beroperasi
Valve tabung terbuka
Valve inlet evaporator terbuka
Valve outlet evaporator terbuka
Valve inlet chlorinator terbuka
Pengaturan aliran gas Chlorine
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
77

Universitas Indonesia

5.5.1. Prosedur Cara Kerja Aman
Manajemen telah mengeluarkan beberapa prosedur cara kerja untuk
masalah chlorine, seperti:
- SOP untuk proses operational chlorine, seperti SOP untuk
operational sistem chlorine, SOP penanganan chlorine, SOP
transportasi chlorine, dan segalanya.
- SOP untuk kondisi darurat dan evakuasi jika terjadi kebocoran
pada Unit Chlorinasi dan unit penggunaan chlorine.
- SOP yang dibuat semua di tempelkan pada ruangan yang
mengandung chlorine dan ruangan proeses kerja, jalur evakuasi
ditempelkan pada setiap tempat kerja berserta rute evakuasi.

5.5.2. Pelatihan Pekerja
Manajemen mengadakan pelatihan kepada para pekerja chlorine dan
karyawan lain diluar Unit Chlorinasi, dan juga para security. Pelatihan-
pelatihan tersebut umumnya dilaksanakan secara berkala, beberapa pelatihan
yang telah diberikan seperti:
- Pelatihan chlorine handling untuk pekerja chlorine
- Pelatihan tentang kondisi darurat dan evakuasi untuk pekerja
chlorine, karyawan di luar Unit Chlorinasi, dan security.
- Pelatihan menggunakan dan memelihara breathing apparatus
- Pelatihan pengenalan gas chlorine untuk seluruh karyawan
PALYJA
- Safety Induction bagi pekerja di Unit Chlorinasi
5.5.3. Simulasi
Berbagai kegiatan simulasi yang dilakukan adalah:
- Simulasi untuk kondisi darurat karena kebakaran dan kebocoran
gas chlorine yang dilaksanakan rutin setiap tahun.
- Simulasi untuk penggunaan breathing apparatus dan pemakaian
APD
- Adanya pengecekan rutin dan simulasi untuk pengetesan fungsi
sirine dan alarm chlorine yang dilakukan setiap minggu (Friday
inspection)
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
78

Universitas Indonesia

5.5.4. Penyedia Fasilitas Kerja
Fasilitas kerja yang disediakan untuk pengelolaan chlorine adalah sign
proses tank dan proses kerja, tanda dan pelabelan, APD dan Breathing
Apparatus, Netralisator, perlengkapan kondisi darurat, fasilitas kondisi
darurat, emergency system chlorine, dan bangunan sistem chlorine.
- Sign Proses Tank
Sudah tersedia untuk chlorine ton container dan proses kerja yang
sedang berlangsung dan jumlahnya cukup banyak.

- Tanda dan Pelabelan
Sudah tersedia tanda dan pelabelan disetiap ruangan Unit
Chlorinasi berserta APD apa saja yang harus dipakai ketika ingin
masuk kedalam ruangan. Pada tabung juga sudah tersedia label
yang memuat status, sifat, dan kondisi bahan (MSDS) yang berasal
dari pihak ketiga (supplier), walaupun peletakannya di tempat yang
tidak mudah terlihat, sudah rusak, terkena cat atau piloks.

- APD dan Breathing Apparatus
APD seperti masker dimiliki oleh setiap pekerja seperti operator
dan maintenance dan penggunaanya selalu di awasi, sedangkan
Breathing Apparatus tersedia ada 2 set berserta 1 tabung yang
standby, terletak di ruang operator. Juga terdapat pakaian khusus
ketika terjadi kebocoran dengan ppm > 25 ppm (Pelatihan Bahaya
Chlorine Palyja,2011)

- Netralisator
Netralisator yang tersedia berupa unit netralisasi, dimana sistemnya
terletak pada ruangan netralisasi dengan inlet penyerap berada pada
tiap-tiap ruangan bangunan chlorine. Unit netralisator mengandung
caustic soda (NaOH) 15% dengan kapasitas 1m
3
dan mampu untuk
mengikat gas chlorine konsentrasi tinggi dalam beberapa jam.



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
79

Universitas Indonesia

- Perlengkapan kondisi darurat
Perlengkapan kondisi darurat, seperti (tools kit) untuk menangani
dan memperbaiki sistem chlorine yang rusak tersedia dengan jenis
tank yang sesuai dengan peralatan, walau ada beberapa tools kit
yang tidak sesuai dengan tangki yang dipakai. Sedangkan
perlengkapan pertolongan pertama yang tersedia adalah kotak P3K,
alat-alat spare part untuk Unit Chlorinasi yang berada ruang
operasi, maintenance, APAR khusus pada setiap pintu pada ruang
Unit Chlorinasi.

- Fasilitas kondisi darurat
Fasilitas kondisi darurat, seperti safety shower, larutan pencuci
mata untuk penanganan ketika pekerja mengalami atau terpapar
chlorine pada pekerja.

- Emergency System Chlorine
Terdapat pada Unit Chlorinasi berupa sensor pendeteksi kebocoran
gas chlorine yang diletakan pada ruang tangki chlorine dan ruang
evaporator. Sistem ini langsung terhubung oleh alarm yang ada jika
kapasitas kebocoran chlorine besar dan tidak dapat ditangani
langsung, dengan mengirim hasil data sensor keruang operator.

- Bangunan Sistem Chlorine
Bangunan sistem chlorine yang tersedia di Instalasi Pengolahan Air
II adalah bangunan yang menggunakan sistem tertutup untuk
menghindari penyebaran release chlorine ke lokasi lain. Bangunan
tersebut memiliki sistem ventilasi untuk sirkulasi udara, ventilasi
terletak pada sisi bagian atas dinding tempat penyimpanan dengan
tinggi 1,8 2 meter untuk membantu sirkulasi yang ada pada
ruangan agar tidak panas. Sistem netralisator yang terletak pada
tempat proses dengan pipa sambungan ke ruang netralisator yang
terletak pada bagian bawah. Pada ruangan tangki chlorine
dilengkapi 2 pintu dan 1 pintu loading juga terdapat safety lock
door pada pintu ketika sedang melakukan maintenance pada pintu
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
80

Universitas Indonesia

terdapat kaca agar dapat mengontrol dari luar. Bangunan chlorine
semua terdiri dari atas 6 ruangan, satu ruangan besar untuk
penyimpanan dan lima ruangan untuk pengoperasian, dengan
ruangan yang bersih dan kering.

5.6 Pemeliharaan Sistem Chlorine
Ada tiga orang tenaga teknis dari team maintenance yang mengetahui
tentang unit chorinasi yang melakukan kegiatan pemeliharaan sekaligus
perbaikan, biasanya pengontrolan yang dilakukan adalah melihat kondisi pipa,
kondisi dari tangki secara visuap, kondisi fusible connection, fusible plug, gasket
dan valve yang tersedia pada proses chlorinasi mengecek jika ada kebocoran dari
variable yang ada juga melihat kelengkapan fungsi alat. Untuk kegiatan perbaikan
dan pemeliharaan tidak tersedia jadwal pemeliharaan maupun perbaikan pada Unit
Chlorinasi
Sedangkan ada beberapa operator yang bertugas sehari-hari di unit chlorine
melakukan pemeliharaan Unit Chlorine hanya untuk kebersihan sistem dan
peralatan. Ada tabel laporan harian yang harus diisi oleh operator, laporan tersebut
diisi tiap jam, setiap harinya. Laporan tersebut berisi tentang:
- Berat dan tekanan tabung chlorine tiap jam
- Voltase dan tekanan booster pump tiap jam
- Temperatur air, temperatur gas,water level, dan tekanan gas di
evaporator tiap jam
- Vacuum regulator yang sedang berfungsi tiap jamnya
- Chlorinator yang sedang berfungsi, dan banyaknya chlorine yang
digunakan dalam proses tiap jamnya.

5.7 Pekerja Chlorine
Ada 4 orang operator chlorine yang dibagi menjadi 2 shift. Dalam satu shift
terdapat 2 orang operator chlorine yang bertugas. Umumnya operator chlorine
bertugas:
- Melakukan pembersihan sistem dan perpipaan setiap harinya, dan
melaporkan jika ada kerusakan atau ada yang tidak beres pada sistem
kepada maintenance.
- Melakukan penggantian dan pengisian tabung chlorine.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
81

Universitas Indonesia

- Mengisi tabel atau checklist laporan harian peralatan chlorine tiap
jamnya.
- Mengatur jumlah chlorine pada chlorinator sesuai dengan kebutuhan
proses.
- Melaporkan jika terjadi kebocoran gas chlorine dan dapat melakukan
tindakan gawat darurat.

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012

82
Universitas Indonesia
BAB 6
HASIL

6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki beberapa keterbatasan
yaitu :
Dalam melakukan penulisan ini, sebenarnya ada element lain yang
belum dimasukkan kedalam analisis, yaitu pengecekan korosi tangki,
pengecatan tangki, dan penambahan MSDS dari pihak ketiga
(supplier). Hal ini dikarenakan, penulis tidak melakukan wawancara
dengan pihak ketiga (supplier).
Tidak dilakukannya pengetesan fasilitas kondisi darurat yang
tersedia.
6.2 Gambaran Chlorine
PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) berada didaerah Pejompongan -
Jakarta Pusat, terdapat 2 (dua) Instalasi Air PALYJA yaitu Instalasi Pengolahan
Air I dan Instalasi Pengolahan Air II. Pada Instalasi Air I berada di PALYJA I
terdapat kantor produksi, transmisi construction, Environment Health Safety
(EHS), Training Center, Meter Reading, Geographic Information System (GIS) ,
Quality Control dan sedangkan Instalasi Pengolahan Air II berada di PALYJA II
terdapat Maintenance Control Departement, Gudang Maintenance dan tempat
Instalasi Chlorine. Pada Unit Chlorinasi terdapat ruang tangki chlorine (chlorine
ton container) dimana ruangan tersebut diperuntukan sebagai tempat
penyimpanan, loading tangki dan proses instalasi chlorine.
Chlorine tersebut berfungsi sebagai campuran pada bahan baku (air kali)
dan sebagai penunjang kebutuhan operasi kerja Unit Chlorinasi yang akan diolah
untuk menghasilkan produk-produk dari PT PALYJA seperti: air minum, air
bersih, dan pengolahan limbah cair. Semua kebutuhan ini dikelola dibawah Unit
Chlorinasi yang ada pada Maintenance Central Departement , hasil dari instalasi
chlorine disalurkan ke Unit Pengolahan Air (minum dan bersih) atau Produksi dan
Unit Pengolahan Air Limbah.

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
83

Universitas Indonesia

Dalam proses instalasi chlorine pada Unit Chlorinasi dibagi beberapa
tahapan dari ruang tangki penyimpanan chlorine, ruang evaporator, ruang
klorinator, ruang genset netralisator, ruang panel control chlorine, ruang injector
pump dan terdapat ruang netralisator.
Pada proses pengolahan air (water treatment) digunakan bahan kimia
chlorine (Cl
2
) yang berfungsi sebagai disinfectant. Chlorine yang digunakan
dikirim ke ruang injector pump lalu akan di salurkan ke unit pengolahan air,
disana dilakukan pemberian chlorine dengan komposisi sedikit untuk membunuh
bakteri dan memecahkan zat-zat organik yang berbentuk koloid yang susah di ikat
oleh alum sulfate. Air yang bebas dari jamur dan bakteri akan digunakan pada
proses selanjutnya dan kebutuhan air minum.
Chlorine yang digunakan disimpan dalam ton container horizontal
berwarna kuning dengan kapasitas standar ukuran ton container yang berada di
pasaran, yaitu 2000 lb (pounds) atau 907 kg. Container tersebut merupakan
storage bertekanan yang didalamnya terdapat dua fase, yaitu chlorine cair dan
chlorine gas. Chlorine cair berada dibawah bagian dalam ton container,
sedangkan gas chlorine terdapat di bagian atas pada ton container. Berdasarkan
dari observasi yang dilakukan diketahui, chlorine yang digunakan pada Unit
Chlorinasi di PALYJA adalah chlorine yang berbentuk gas.
Ton Container yang digunakan oleh PALYJA pada Unit Chlorinasi di
Instalasi Pengolahan Air II dengan bekerja sama dengan PT Chlorine Inti dan PT
AINS dalam mensuplai tangki chlorine (chlorine ton container). Container
tersebut disuplai sesuai dengan kebutuhan operasional, dalam waktu satu minggu,
sekitar 10 chlorine ton container digunakan untuk menunjang proses pada Unit
Chlorinasi di Instalasi Pengelolahan Air II Pejompongan, namun hal tersebut tidak
memastikan jumlah penggunaan pemakaian karena disesuaikan dengan
kebutuhan. Terdapat 20 chlorine ton container tersimpan di ruang penyimpanan
(Ruang Tangki Klorin) didalam terdapat proses kerja setelah tangki dipasang
fusible conection untuk disambungkan ke pipa untuk disalurkan ker ruang proses
lainnya. Ketika chlorine ton container habis saat proses berlangsung sudah
terdapat chlorine ton container siap dipakai untuk mengantikan chlorine ton
container yang habis, pada ruangan tangki chlorine pengakutan tangki dilakukan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
84

Universitas Indonesia

dengan menggunakan alat angkut yaitu forklift. Dimana berfungsi untuk
memindahkan tangki dari ruang loading, ke ruang penyimpanan dan ke tempat
proses.

Gambar 6.1 ChlorineTon Container pada Ruang Tangki Chlorine
Sumber : ( PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA), 2011)
Spesifikasi container yang digunakan PALYJA merupakan spesifikasi
standar chlorine ton container yang dijual di pasaran. Ton container yang
digunakan di Unit Chlorinasi memiliki spesifikasi yang sama. Berdasarkan data
yang di dapatkan penulis dari PT Industri Soda Indonesia sebagai pensuplai
pertama ton container, dengan spesifikasi dari ton container adalah sebagai
berikut.
Tabel 6.1 Spesifikasi dari Ton Container
1. Nama Chlorine Ton Container
2. Jenis Vessel
3. Posisi Horizontal
4. Ukuran
Diameter luas
Panjang (length)
Tebal
Berat
Volume (bag. Dalam liter)
790-800 mm
2100 mm
9-12 mm
400-710kg
800-820 liter
5. Fungsi
Berfungsi sebagai disinfectant, membunuh bakteri dan
memecahkan zat-zat 84rganic yang berbentuk koloid
yang susah diikat oleh alum sulfate, mencegah
tumbuhnya lumut pada menara pendingin (cooling
tower)
6
Jenis
Material
Baja Karbon (Carbon Steel) dan Besin (Iron) juga
terdapat campuran material yang lain dengan jumlah
sedikit
Sumber: PT Industri Soda Indonesia
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
85

Universitas Indonesia


6.3 Gambaran Ruang Tangki Chlorine
Ruang tangki chlorine merupakan salah satu ruang yang ada pada Unit
Chlorinasi yang memiliki karakteristik yang cukup bervariasi. Hal ini didasarkan
bahwa pada ruang tangki chlorine tidak hanya dipergunakan untuk penyimpanan
chlorine ton container sebagai aktifitas utama, tetapi juga terdapat aktivitas
penerimaan tabung dari pihak ketiga (supplier), pengecekan variable tabung dari
pihak ketiga (supplier), pengecekan kondisi ruangan penyimpanan, penggantian
tabung yang beroperasi, pengontrolan kondisi sistem dan pemeliharaan sistem.
Selain itu, pada ruang tangki chlorine juga terdapat proses chlorinasi dimana dari
tabung chlorine diproses lalu disalurkan keruangan proses yang lain
Spesifikasi didalam Ruang Tangki Chlorine berdasarkan jumlah peralatan
yang ada pada ruagan dan bagian yang ada
- Bagian ruang Loading
- Bagian ruang Penyimpanan
- Bagian ruang Proses Chlorine

Tabel 6.2 Hasil Observasi pada Ruang Tangki Chlorine
(Tempat Penyimpanan)
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
1
Pintu yang tersedia
terdapat kaca agar
dapat melihat kesisi
dalam
1 1
Pintu pada bagian dekat loading
tidak ada. Tersedia 2 pintu
keluar dan terdapat kaca
inspeksi (NIOSH Chlorine 76-
170B)
2
Terdapat lock safety
pada pintu 2 -
Digunakan saat melakukan
pengerjaan agar pintu terbuka.
(Kawamura,1991)
3
Tersedia MSDS pada
pintu masuk
2 -
Sebagai informasi bahaya
ditempat kerja kepada pekerja.
Pemberian informasi bahaya
pada tempat kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
4
Tersedia SOP pada
ruangan 1 -
Setiap ruang sistem Unit
Chlorinasi
Pemberian informasi prosedur
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
86

Universitas Indonesia

pada tempat kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
5
Ruangan cukup luas
untuk penyimpanan,
operasional dan
perawatan chlorine
3 -
Terdapat ruang loading, ruang
penyimpanan dan ruang proses
instalasi chlorine.
(Kawamura,1991)
6
Setiap daerah pada
ruangan diberi tanda
atau warna batasan
khusus 3 -
Ruang loading lantai berwarna
biru, ruang penyimpanan
berlantai semen dan ruang
proses chlorine berlantai
keramik putih. Dan tiap ruang
diberi pembatas 30 cm.
(Kawamura,1991)
7
Ruangan terhindar
dari matahari dan
hujan
2 -
Suhu yang dapat memberi faktor
bahaya kepada tangki.
Penyimpanan harus terisolasi
dari matahari dan hujan untuk
diluar, untuk didalam ruangan
kering dan sejuk
(NIOSH Chlorine 76-170B)
8
Temperatur ruangan
dijaga 29 32
O
C
1 -
Suhu yang dapat memberi faktor
bahaya kepada tangki.
Penyimpanan harus terisolasi
dari matahari dan hujan untuk
diluar, untuk didalam ruangan
kering dan sejuk
(NIOSH Chlorine 76-170B)
9
Terdapat ventilasi
1 -
Menjaga suhu ruang.
Penyimpanan harus terisolasi
dari matahari dan hujan untuk
diluar, untuk didalam ruangan
kering dan sejuk
(NIOSH Chlorine 76-170B)
10
Terdapat pendingin
ruangan
- 1
Membuat suhu ruangan menjadi
lembab dan mempercepat
korosi pada tangki (valve dan
fusible conection).
Penyimpanan harus terisolasi
dari matahari dan hujan untuk
diluar, untuk didalam ruangan
kering dan sejuk
(NIOSH Chlorine 76-170B)
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
87

Universitas Indonesia



No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
11
Terdapat tempat
penyimpanan
sementara sebelum
ke ruang
penyimpanan
2 -
Terdapat pada bagian ruang
loading,di fungsikan untuk
mengatur tangki yang akan
dipakai.
12
Alas penyimpanan
terbuat dari karet
1 -
Menjaga bagian tidak terjadi
korosi dan penyok.
Penyimpanan harus kuat untuk
menghidari jatuh, bergelinding
serta pelatakan tidak terbalik
(NIOSH Chlorine 76-170B)
13
Peletakan tabung
kokoh dan aman dari
kebakaran, panas,
korosif dan
kerusakan mekanik
3 1
Korosif bisa terjadi ketika
pemberian supplier tidak
menjamin dari peletakan.
Penyimpanan harus terhindar
dari bahan kimia lain,panas,
korosi dan bahaya mekanik
(NIOSH Chlorine 76-170B)
14
Penyimpanan Tangki
tidak bersusun
1 -
Menjaga kondisi tabung dan
menghindari bahaya tertimpa
tangki.
Penyimpanan harus kuat untuk
menghidari jatuh, bergelinding
serta pelatakan tidak terbalik
(NIOSH Chlorine 76-170B)
15
Terdapat alat khusus
pemindah tabung
chlorine dengan
peralatan khusus (
forklift)
1 -
Sebagai alat bantu pemindah
tangki dari tiap ruangan di ruang
tangki chlorine.
alat pemindah dan alat bantu
harus berada didalam ruangan
(NIOSH Chlorine 76-170B)
16
Terdapat chlorine
detector 1 2
Hanya terletak pada ruang
operasi chlorine tidak ada pada
ruang penyimpanan
17
Sensor chlorine
detector terdapat
dibawah
1 -
Karena sifat chlorine yang
massanya lebih berat dari udara
18
Terdapat pipa
netralisator dekat
dengan tabung proses
1 -
Pipa netralisator untuk
menyedot kebocoran chlorine
ketika pengantian tabung atau
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
88

Universitas Indonesia

kebocoran

No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
19
Terdapat timbangan
ton container 2 -
Sebagai tempat penyimpan dan
melihat kadar penggunaan
chlorine.
20
Terdapat checklist
untuk chlorine dan
berat tangki 2 -
Sebagai informasi proses kerja
dan pengisian tangki chlorine.
Dilakukannya monitoring dan
recordkeeping
(NIOSH Chlorine76-170B)
21
Terdapat
pengontrolan rutin
1 -
Selalu dilakukan setiap hari
jumat (Friday inspection)
Dilakukannya monitoring dan
recordkeeping
(NIOSH Chlorine76-170B)
22
Terdapat jenis APAR
yang sesuai
1 -
Berisikan vapour.
Sifat chlorine yang bereaksi
pada air, digunakan vapour
(NIOSH Chlorine76-170B)
23
APAR mudah
terlihat?
1 -
Terdapat pada dinding.
Tersedianya safety kit jika
terjadi kebocoran (NIOSH
Chlorine76-170B)
24
APAR mudah
dijangkau?
1 -
Dekat dengan pintu.
Tersedianya safety kit jika
terjadi kebocoran (NIOSH
Chlorine76-170B)
25
Terdapat APAR
terisi dengan baik
(lihat indikator panah
pada APAR)
1 -
Selalu ada pengecekan setiap
bulan. Dilakukannya
monitoring dan recordkeeping
(NIOSH Chlorine76-170B)
26
Terdapat smoke
detector api jika
terjadi kebakaran
2 -
Terletak pada ruang bag.
loading dan ruang bag.
penyimpanan
27
Terdapat emergency
stop
- 1
Hanya pada ruang evaporator,
ruang netralisator
28
Terdapat sign
operasional 20 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang ada pada ruang
tangki chlorine
29
Tidak terdapat bahan
kimia selain chlorine 1 -
pada tempat penyimpanan
chlorine tidak diperbolehkan
bahan kimia lain didalamnya
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
89

Universitas Indonesia

(NIOSH Chlorine76-170B)

No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
30
Terdapat tools kit
tangki
1 -
Alat memperbaiki tangki. alat
pemindah dan alat bantu harus
berada didalam ruangan
(NIOSH Chlorine 76-170B)
31
Terdapat APD yang
siap digunakan
didepan pintu
- 1
Berada pada ruang operator. .
Tersedianya PPE untuk bekerja
dan jika terjadi kebocoran
(NIOSH Chlorine76-170B)
32
Terdapat fasilitas
kondisi darurat
tersedia dalam
jumlah yang cukup
(safety shower,
peralatan oksigen,
larutan pencuci,
P3K)
2 2
Safety shower dan pencuci mata
terdapat didepan pintu
sedangkan peralatan oksigen dan
P3K terletak pada ruang
operator jauh dari ruangan.
Tersedianya PPE jika terjadi
kebocoran (NIOSH
Chlorine76-170B)
33
Terdapat tanda
bahaya (alarm) dan
pengaman otomatis
untuk keadaan
darurat serta
kefungsiannya
terjamin
2 -
Terletak pada bagian atas
ruangan dna pengaman otomatis
pada ruang operator.
34
Tata letak ruangan
tidak menyebabkan
terjadinya akumulasi
chlorine (jika terjadi
kebocoran)
1 -
Telah sesuaikan dengan
Kawamura (1991)
35
Sistem Chlorine
menggunakan sistem
tertutup
1 -
Telah sesuaikan dengan
Kawamura (1991)
36
Terdapat alat
pengaman (safety
cap, packing cap
emergency) yang ada
pada ruangan
2 -
Safety tank yang harus
melindungi komponen pada
tangki.
Sumber: (Obsrvasi,2011)
6.4 Pemilihan Chlorine Ton Container dan Variabel
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
90

Universitas Indonesia

Chlorine ton container terdapat pada setiap Unit Chlorinasi dibawah Unit
Kerja Maintenance Central (MTC) Departement PALYJA yang terletak di
berbagai lokasi seperti Unit Chlorinasi Pejompongan II, Unit Chlorinasi Cilandak
dan Unit Chlorinasi Lebak Bulus.
Penelitian ini mengambil tempat di Unit Chlorinasi Instalasi Pengolahan Air
II Pejompongan yang terletak di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat dan dibawah ini
tabel posisi, arah letak, jumlah dan status pengoperasian chlorine ton container
pada Unit Chlorinasi Instalasi Pengolahan Air II Pejompongan.

Tabel 6.3 Hasil Observasi mengenai posisi Chlorine Ton Container,
Arah, Jumlah dan Status Pengoperasian.
No
Lokasi Chlorine Ton
Container
Jumlah dan Status
Pengoperasian
1.
A
(sebelah timur jalur loading )
9 container (standby)
2.
B
(sebelah barat ruang genset
off)
9 container (standby)
3.
C
(berada diatas timbangan,
sebelah timur ruang genset
netralisator)
Satu container
(satu standby)
4.
D
(berada diatas timbangan,
sebelah utara ruang genset off)
Satu container
Sumber: (Obsrvasi,2011)
Total chlorine ton container pada ruang tangki chlorine terdapat 20 chlorine
ton container, dengan kapasitas yang sama, yaitu mengandung 900 kg chlorine
cair. Penggunaan chlorine ton container untuk pengolahan air (minum dan bersih)
atau Produksi dan pengolahan air limbah, akan tetapi dalam prosesnya dibagi
beberapa, laju alir (flow) container pada Unit Chlorinasi terdapat beberapa laju
aliran dimana perbedaan ketika masuk kedalam ruang injector pump dimana
chlorine yang dipakai dibagi 2 untuk flow free clorine dan flow post chlorine.
Dimana penggunaan chlorine pada flow free clorine lebih banyak sekitar 500 kg
hal ini dilakukan dikarenakan pada laju alir free penggunaan air baku (air kali)
memiliki kadar kuman lebih tinggi dan dibutuhkan penjernihan dan memasuki
flow post chlorine penggunaan chlorine bisa dari flow free chlorine hal ini
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
91

Universitas Indonesia

dilakukan untuk mematikan kuman dan memberikan penjernihan kembali kepada
air bersih yang sudah di treatment. Pengunaan chlorine pada flow free clorine dan
flow post chlorine tergantung dari kebutuhan operasi atau proses. Pada evaporator
juga tersedia valve proses dan terdapat valve standby, sedangkan pada ruang
khlorinator dibagi menjadi 3 valve, dimana valve yang ada standby, post dan pre,
dimana kegunaan valve tersebut berguna pada saat salah satu valve tidak berfungsi
dilakukan pemindahan ke valve berikutnya dan begitu sebaliknya.
Pada penelitian ini, proses instalasi chlorine dan chlorine ton container akan
dijadikan objek analisis faktor kebocoran berada pada Unit Chlorinasi Instalasi
Pengolahan Air II yang dibawah Unit Kerja Maintenance Central Departement
(MTC) PALYJA. Hal-hal ini menjadi latar belakang pertimbangan pemilih
chlorine ton container yang berada pada ruang penyimpanan klorin di Instalasi
Pengolahan Air II adalah, pertama dari letak chlorine ton container terletak pada
daerah permukiman dan Maintenance Central Departement (MTC) dengan jarak
15 meter dari ruang penyimpanan dan 50 meter dari Instalasi Pengolahan Air
I, serta kegiatan pengoperasian instalasi chlorine lebih banyak pada Unit
Chlorinasi di Pejompongan, kedua penggunaan chlorine ton container di Instalasi
Pengolahan Air II memiliki risiko besar jika terjadi kebocoran karena bentuk
penyimpanan dan proses yang menjadi satu, ketiga terdapat ruang genset yang ada
disekitar ruang penyimpanan chlorine yang dapat terjadi timbulnya api jika
mengalami kebakaran, keempat melihat pengecekan hanya secara visual dari
tangki yang sudah mengalami banyak karat pada bagian dinding dan head
container, tidak tersedianya MSDS lengkap pada tangki membuat pengetahuan
pekerja menjadi kurang, tidak adanya tindakan langsung kepada tangki yang
terdapat karat, tidak pernah dilakukan pengecekan tangki. Kelima, tidak ada SOP
yang jelas dalam pengecekan tangki dan penilaian kondisi tangki yang dari
supplier dapat membuat terjadinya risiko kebocoran tangki dapat lebih besar. Hal
tersebut membuat faktor risiko kebocoran menjadi lebih besar, maka pengecekan
dari kondisi tangki dan variable perlu dilakukan.



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
92

Universitas Indonesia




Tabel 6.4 Hasil Observasi kondisi Chlorine Ton Container
Lokasi Chlorine
Ton Container
Kondisi
Ada/Tidaknya
Pengamanan
A
Dari 9 ton container yang
ada terdapat, 3 ton container
memiliki karat lebih banyak
di sekitar dinding dan head
container dan 6 diantaranya
hanya head container dan
sedikit pada dinding, safety
cap yang karat,
Dari 9 ton container yang
ada terdapat status tangki
atau keterangan
penggunaan, dilengkapi
safety cap pada valve,
sedangan 5 ton container
tidak memiliki label
MSDS.
B
Dari 9 ton container yang
ada terdapat, 4 ton container
memiliki karat lebih banyak
di sekitar dinding dan head
container dan 4 diantaranya
hanya head container dan
sedikit pada dinding, 1 ton
container telah dicat oleh
supplier. safety cap yang
karat,
Dari 9 ton container yang
ada terdapat status tangki
atau keterangan
penggunaan, dilengkapi
safety cap pada valve,
sedangan 5 ton container
tidak memiliki label
MSDS.
C
Terdapat karat di sekitar
dinding dan head container
Telah dilengkapi safety
cap pada valve dan fusible
plug terhindar dari segala
peralatan dan memiliki
status tangki, status
pengoperasian,
timbangan.
D
Terdapat karat di sekitar
dinding dan head container
Telah dilengkapi safety
cap pada valve dan fusible
plug terhindar dari segala
peralatan dan memiliki
status tangki, status
pengoperasian,
timbangan.
Sumber: (Obsrvasi,2011)

Pemilihan tangki dan variable menentukan apakah terjadi kebocoran atau
tidak nantinya, tabel ini berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada pihak
Unit Chlorinasi dan pekerja maintenance:

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
93

Universitas Indonesia




Tabel 6.5 Hasil Observasi Tangki Chlorine dan Variabel pendukung
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
1
Kapasitas
penyimpanan pada
ruangan memadai 1 -
Terdapat ruang loading, ruang
penyimpanan dan ruang proses
chlorine.
Telah disesuaikan dengan
Kawamura (1991)
2
Chlorine ton container
pada ruang tangki
chlorine
20 -
Jumlah tangki yang berada pada
ruang tangki chlorine, terdapat
pada ruang simpan dan ruang
proses yang diatas timbangan.
3
Jumlah chlorine ton
container pada ruang
tangki chlorine
dipisahkan antara
tangki yang dipakai
dan siap digunakan
2 18
Pada proses chlorinasi hanya
membutuhkan dua tangki, satu
tangki di pakai dan terdapat
tangki cadangan untuk
digunakan pada saat tangki yang
dipakai habis dan bekerja secara
otomatis
4
Jumlah chlorine ton
container pada ruang
tangki chlorine yang
tidak memiliki karat
banyak
17 3
Kurangnya maintenance dari
pihak supplier dan tidak ada
pengecatan. Perusahaan hanya
pengecekan secara visual
5
chlorine ton container
pada ruang tangki
chlorine yang tidak
memiliki banyak karat
pada head tank
1 19
Kurangnya maintenance dari
pihak supplier dan tidak ada
pengecatan. Perusahaan hanya
pengecekan secara visual
6
Pengecekan
kelengkapan safety
chlorine ton container
(safety cap,packing
cap emergency)
20 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang berada pada ruang
tangki chlorine
7
Pengecekan fusible
plug 20 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang berada pada ruang
tangki chlorine
8
Pengecekan valve pada
pipa 20 -
Disesuaikan dengan jumlah pipa
ketangki yang berada pada
ruang tangki chlorine
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
94

Universitas Indonesia

9
Pengecekan valve pada
tangki 20 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang berada pada ruang
tangki chlorine

No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
10
Pengecekan dinding
pada tangki (penyok)
20 -
Dilakukan secara visual tanpa
melihat lebih lanjut
11
Pengecekan head tank
20 -
Dilakukan secara visual tanpa
melihat lebih lanjut
12
Pengecekan MSDS
pada tangki
- 20
Dilakukan secara visual tanpa
melihat lebih lanjut
13
Penambahan MSDS
pada tangki oleh
perusahaan
- 20
Belum direncakan, karena
tangki milik supplier
14
Pengecekan korosi
pada tangki - 20
Belum direncakan, karena
tangki milik supplier dan dilihat
secara visual dari perusahaan
15
Pengecekan korosi
pada safety chlorine
ton container
20 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang berada pada ruang
tangki chlorine dan pengecekan
setiap beberapa minggu
16
Pengecekan korosi ulir
sambungan valve
20 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang berada pada ruang
tangki chlorine dan pengecekan
setiap beberapa minggu
17
Pengecekan gasket
pada pipa
20 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang berada pada ruang
tangki chlorine dan pengecekan
setiap beberapa minggu
18
Pengecekan pressure
gauge
20 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang berada pada ruang
tangki chlorine dan pengecekan
setiap beberapa minggu
19
Pengecekan valve pipa
fleksibel
20 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang berada pada ruang
tangki chlorine dan pengecekan
setiap beberapa minggu
20
Pengecekan pipa
fleksibel
1 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang berada pada ruang
tangki chlorine dan pengecekan
setiap beberapa minggu
21
Pengecekan
sambungan valve
1 -
Disesuaikan dengan jumlah
tangki yang berada pada ruang
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
95

Universitas Indonesia

tangki chlorine dan pengecekan
setiap beberapa minggu
22
Pengecekan pada
timbangan
1 -
Dilakuakan jika secara visual
sudah tidak bagus
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
23
Pengecatan pada
tangki - 20
Belum direncakan, karena
tangki milik supplier dan dilihat
secara visual dari perusahaan
24
Pengecatan pada
perpipaan 1 -
Dilakuan tanpa terjadwal namun
dilakukan setelah melihat hasil
dari visual
25
Pengecatan pipa
fleksibel
1 -
Dilakuan tanpa terjadwal namun
dilakukan setelah melihat hasil
dari visual dan diganti per 3
bulan
26
Pengantian pipa
fleksibel 1 -
Dilakuan tanpa terjadwal namun
dilakukan setelah melihat hasil
dari visual
27
Pengantian gasket
1 -
Dilakuan tanpa terjadwal namun
dilakukan setelah melihat hasil
dari visual
Sumber: (Obsrvasi,2011)

6.5 Pengetahuan Bahaya Chlorine dan SOP
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pekerja khusus di Unit
Chlorinasi, diketahui bahwa pelatihan tentang bahaya chlorine pernah dilakukan
yang ditunjukan kepada pihak operator dan maintenance . Pelatihan tersebut
terdiri dari pengetahuan bahaya chlorine, proses operasional pada unit chlorine,
penanggulangan ketika terdapat kebocoran tangki chlorine. Pelatihan rutin
dilakukan setiap tahun dengan bekerja sama dengan EHS dan Maintenance
Control Departement. Pelatihan terakhir selain melibatkan operator dan
maintenance, juga melibatkan seluruh pekerja yang terdapat di Unit Chlorinasi
dengan batasan pengetahuan bahaya chlorine dan jalur evakuasi jika terjadi
kebocoran.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui jumlah pekerja pada
Unit Chlorinasi khusus menangani chlorine ton container berjumlah 7 orang
pekerja yang terdiri dari 3 tenaga teknis dan 4 operator.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
96

Universitas Indonesia





Tabel 6.6 Hasil Observasi dan Wawancara Pengetahuan
Bahaya Chlorine dan SOP pada pekerja
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
1
Pekerja pernah
mendapatkan pelatihan
tentang bahaya chlorine,
kerja aman dan proses
operasional chlorine 6 1
Pekerja yang belum pernah
mendapatkan pelatihan
belajar secara otodidak
dengan mempelajari slide
pelatihan.
Pemberian informasi
kepada pekerja dalam
bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
2
Adanya pelatihan untuk
penanggulangan kondisi
darurat
7 -
Dilakukan tiap tahun dan di
lakukan pengecekan dan
kesigapan setiap Friday
inspection. Pemberian
informasi kepada pekerja
dalam bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
3
Adanya tenaga teknik
yang mengerti sistem
chlorine dan Unit
Chlorinasi
3 -
Terdapat tenaga teknis.
4
Pekerja mengetahui sifat
fisik, kimia dan bahaya
chlorine
7 -
Telah dilakukan pelatihan,
pekerja belajar secara
otodidak dan terdapat
MSDS pada tiap ruang dan
pintu. Pemberian
informasi kepada pekerja
dalam bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
5
Pekerja mengetahui jalur
evakuasi ketika tangki
chlorine mengalami
kebocoran
7 -
Telah dilakukan pelatihan
dan terdapat sign untuk
jalur evakuasi. Pemberian
informasi kepada pekerja
dalam bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
6 Pekerja mengetahui 3 4 Khusus tenaga teknis dalam
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
97

Universitas Indonesia

penanganan kebocoran
tangki chlorine jika
kebocoran masih dapat
ditangani
penanganan kebocoran
tangki. Pemberian
informasi kepada pekerja
dalam bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
7
Pekerja mengetahui dan
mengerti cara
pengoperasian sistem
chlorine
3 4
Khusus tenaga teknis dalam
penanganan kebocoran
tangki. Pemberian
informasi kepada pekerja
dalam bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
8
Pekerja mengetahui cara
kerja aman
7 -
Terdapat SOP yang jelas
dan pengetahuan dari
pekerja. Pemberian
informasi kepada pekerja
dalam bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
9
Pekerja melihat adanya
SOP pada ruang kerja
7 -
SOP terletak yang mudah
terlihat. Pemberian
informasi prosedur pada
tempat kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
10
Pekerja selalu
mengerjakan sesuai
dengan SOP 7 -
Pekerja mengetahui kerja
aman. Pemberian
informasi prosedur pada
tempat kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
11
Pekerja mengetahui
tempat penyimpanan dan
kegunaan dari APD
(masker dan breathing
apparatus)
7 -
Terdapat pada pelatihan,
pengetahuan pekerja.
Pemberian informasi
kepada pekerja dalam
bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
12
APD selalu dipakai jika
bekerja diruangan
chlorine (safety shoes,
helmet, masker, sarung
tangan) 6 1
Terdapat pada pelatihan,
pengetahuan pekerja,
namun beberapa pekerja
terkadang saat datang ke
ruang tangki tidak memakai
APD. Tersedianya PPE
untuk bekerja dan jika
terjadi kebocoran
(NIOSH Chlorine76-170B)
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
98

Universitas Indonesia

13
Pekerja mengetahui
kegunaan APD yang
tersedia
7 -
Terdapat pada pelatihan,
pengetahuan pekerja.
Pemberian informasi
kepada pekerja dalam
bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
14
Pekerja selalu mengganti
filter masker setelah
bekerja 7 -
Sesuai dengan SOP dan
pengetahuan dari pekerja.
Pembersihan PEE setelah
melakukan pekerjaan
(NIOSH Chlorine76-170B)
15
Pekerja selalu
membersihkan APD
setelah bekerja
5 2
Sesuai dengan SOP dan
pengetahuan dari pekerja
namun beberapa pekerja
tidak melakukan
pembersihan APD.
Pembersihan PEE setelah
melakukan pekerjaan
(NIOSH Chlorine76-170B)
16
Pekerja selalu melakukan
pemeliharaan kebersihan
pada tempat kerja 7 -
Sesuai dengan SOP dan
pengetahuan dari pekerja.
Pembersihan PEE setelah
melakukan pekerjaan
(NIOSH Chlorine76-170B)
17
Pekerja tidak melakukan
kegiatan lain selain
bekerja pada ruangdi unit
chlorinasi 7 -
Sesuai dengan SOP dan
pengetahuan pekerja akan
bahaya ditempat kerja.
Pemberian informasi
prosedur pada tempat
kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
18
Pekerja mengetahui SOP
pada ruang chlorine
7 -
Ya, Pemberian informasi
prosedur pada tempat
kerja (NIOSH Chlorine76-
170B)
19
Pekerja mengetahui
MSDS pada ruang
chlorine
7 -
Ya, karena terletak setiap
ruangan dan pada pintu
ruang tangki chlorine.
Pemberian informasi
bahaya pada tempat kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
20 Pekerja mengetahui tidak - 7 Ya, karena dari pihak
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
99

Universitas Indonesia

terdapat MSDS pada
tangki diruang chlorine
supplier terkadang tidak
member stamp MSDS.
Pemberian informasi
bahaya pada tempat kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
21
Pekerja mengetahui APD
yang sesuai dengan
kondisi kerja dan ketika
kebocoran
7 -
Ya, terdapat pada
pelatihan. Pemberian
informasi kepada pekerja
dalam bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
22
APD yang siap dipakai
jauh dari pajanan chlorine
1 -
Ya, untuk mencegah dari
pajanan chlorine saat terjadi
kebocoran dan letak pada
ruang operator.
Tersedianya PPE untuk
bekerja dan jika terjadi
kebocoran (NIOSH
Chlorine76-170B)
Sumber: (Obsrvasi,2011)
6.6 Perawatan serta Tindakan Pencegahan
Suatu insiden terjadi karena adanya akumulasi dari kurang pedulinya
pekerja dan serta tidak adanya tindakan untuk melakukan perawatan dan tidakan
pencegahan dalam suatu proses kerja. Hasil dari wawancara pekerja dan observasi
Unit Chlorinasi didapatkan beberapa tindakan kerja dalam perawatan serta
tindakan pencegahan untuk tidak terjadinya suatu kecelakaan kerja seperti
kebocoran tangki dan rusaknya variable yang ada pada instalasi chlrorine.
Hasil yang didapat dari observasi, wawancara dan melihat SOP yang ada
mengenai perawatan serta tindakan pencegahan didapatkan beberapa hal seperti
pada tabel.
Tabel 6.7 Hasil Observasi dan Wawancara Pekerja
Mengenai Perawatan serta tindakan Pencegahan
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
1
Terdapat pekerja yang
mengerti sistem chlorine
dan unit chlorine
3 -
Ya, Pekerja maintenance.
Monioring dan
Recordkeeping kerja
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
100

Universitas Indonesia

(NIOSH Chlorine76-170B)
2
Terdapat pengecekan
tangki dan variable
2 -
Ya, Pekerja maintenance
secara visual tidak detail.
Monioring dan
Recordkeeping kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
3
Terdapat pengecekan
korosi pada tangki dan pipa
- 2
Tidak secara mendalam
hanya secara visual.
Monioring dan
Recordkeeping kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
4
Terdapat pengecekan posisi
dudukan valve dan bukaan
2 -
Ya, selalu dilakukan setalah
pengantian tangki.
Monioring dan
Recordkeeping kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
5
Terdapat tindakan
pengecatan tangki, pipa,
fusible connection
2 1
Ya, dilakuakan setelah
dilakukan pengecekan
visual dan di angap sudah
harus di cat dan tidak ada
SOP, tangki tidak di cat
karena tangki supplier.
Monioring dan
Recordkeeping kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
6
Terdapat pengantian
variable saat rusak (valve
connection, fusible plug,
gasket, pipa)
5 -
Ya, selalu diganti ketika
hasil pengecekan visual
atau jika sudah masa
penggantian dna tidak ada
SOP untuk pengantian.
Monioring dan
Recordkeeping kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
7
Terdapat pelatihan tentang
bahaya chlorine
1 -
Ya, dilakukan kepada
pekerja khusus unit
chlorinasi. Pemberian
informasi kepada pekerja
dalam bentuk pelatihan
(NIOSH Chlorine76-170B)
8
Terdapat tindakan
pembersihan pada tangki,
perpiaan dan ruangan
3 -
Ya, selalu dilakukan setelah
melakukan pengerjaan dan
penerimaan tangki. ruang
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
101

Universitas Indonesia

penyimpanan dalam
kondisi kering dan
terhindar dari material lain
(NIOSH Chlorine76-170B)

No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
9
Terdapat penyimpanan
yang jauh dari matahari dan
hujan
1 -
Ya, ruang tangki chlorine
tertutup dan telah sesuaikan
dengan Kawamura (1991)
10
Terdapat fasilitas ventilasi
1 -
Ya, ruang tangki chlorine
tertutup dan telah sesuaikan
dengan Kawamura (1991)
11
Terdapat sign operation
pada semua sistem yang
ada 1 -
Ya, terdapat sign untuk
semua tangki. Pemberian
informasi bahaya pada
tempat kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
12
Terdapat APD dan
Respirator sesuai
spesifikasi untuk pekerjaan
2 -
Ya, terletak pada ruang
operator dan ruang
maintenance. .
Tersedianya PPE untuk
bekerja dan jika terjadi
kebocoran (NIOSH
Chlorine76-170B)
13
Terdapat APD dan
Respirator diluar ruangan
chlorine dengan posisi
mudah terjangkau
- 2
Tidak, untuk menghindari
terjadinya kerusakan,
kehilangan dan terpajan
oleh chlorine. .
Tersedianya PPE untuk
bekerja dan jika terjadi
kebocoran (NIOSH
Chlorine76-170B)
14
Tersedia fasilitas
netralisator chlorine dengan
kondisi terjamin
1 -
Ya, terdapat ruang
netralisator
15
Terdapat penimbang untuk
mengetahui jumlah tangki
chlorine yang digunakan
2 -
Ya, terdapat dua timbangan
yang dioperasikan untuk
melihat isi tangki
16
Terdapat pipa netralisator
chlorine pada ruangan yang
terdapat chlorine
1 -
Ya, langsung tersambung
ke ruang netralisator
17
Terdapat fasilitas kondisi
darurat diluar dan didalam
4 -
Ya, telah disesuaikan
dengan kondisi kerja seperti
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
102

Universitas Indonesia

ruangan Unit Chlorinasi shower, pencuci mata,
oksigen, P3K. .
Tersedianya fasilitas
keselamatan (NIOSH
Chlorine76-170B)
No Elemen
Jumlah Hasil
Observasi Keterangan
YA TIDAK
18
Tersedianya checklist pada
proses kerja yang ada 1 -
Ya, Monioring dan
Recordkeeping kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
19
Tersedianya tool kits (kunci
pas, packing cap
emergency, cap nut, lembar
kerja)
1 -
Ya, untuk maintenance
tangki. alat pemindah dan
alat bantu harus berada
didalam ruangan
(NIOSH Chlorine 76-170B)
20
Tersedianya data
konsentrasi chlorine di
lingkungan kerja dan
terpajan pada pekerja
1 -
Ya,selalu ada pengecekan
Monioring dan
Recordkeeping kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
21
Terdapat peralatan
pendeteksi kebocoran 1 -
Ya, terdapat chlorine
detector yang berada pada
tempat proses
22
Semua tabung memuat data
status dan kondisi bahan
(MSDS)
10 10
Ya, sebagain tabung
terdapat dan sebagian
tabung tidak. Pemberian
informasi bahaya pada
tempat kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
23
Terdapat jalur khusus
chlorine
1 -
Ya, sudah terdapat sign dan
informasinya.
24
Terdapat sign untuk jalur
evakuasi yang terlihat
- 1
Tidak terdapat pada daerah
ruang unit
25
Terdapat alarm khusus
chlorine 1 -
Ya, terletak pada bagian
atas ruang tangki dan
didalam ruang evaporator
26
Terdapat inspeksi rutin
(friday inspection)
1 -
Ya, terdapat inspeksi
dilakukan setiap jumat.
Monioring dan
Recordkeeping kerja
(NIOSH Chlorine76-170B)
Sumber: (Obsrvasi,2011)

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


103
Universitas Indonesia
BAB 7
PEMBAHASAN

7.1 Identifikasi Bahaya Kebocoran
Berdasarkan teori penyebab kebocoran tangki bahan kimia chlorine yang
dijelaskan bahwa, kebocoran dapat terjadi adanya antara kondisi dari tangki serta
variable yang ada, penyimpanan, perawatan, dan pengetahuan pekerja. Kebocoran
suatu zat kimia ke udara terjadi sebagai akibat dari kegagalan proses pada suatu
industri kimia. (Less,1996) Untuk mengetahui potensi kebocoran tangki bahan
kimia chlorine pada ruang penyimpanan chlorine di Instalasi Pengolahan Air II
maka terlebih dahulu menjelaskan mengenai faktor-faktor terjadinya kebocoran
tersebut, yaitu:
1. Tangki dan Variable
Tangki dan variable yang menyakut dalam penelitian ini adalah
penggunaan chlorine ton container pada perusahaan, pada tangki yang
terdiri dari campuran beja dan besi serta material pendukung lainnya,
pada variable seperti valve, pipa, fusible connection, fusible plug,
flexible connection terdiri dari plastik, tembaga, kuningan dan untuk
gasket terbuat dari Teflon atau timah yang padat.

2. Penyimpanan
Tempat penyimpanan diperlukan untuk menjaga chlorine ton
container agar tetap aman dari kenaikan suhu yang diberikan dari
lingkungan juga sebagai sistem kerja pertama sebelum dilanjutkan.
Tempat penyimpanan secara umum mempunyai tempat loading,
penyimpanan, ruang proses, alat pengangkut, emergency system,
chlorine detector, ventilasi dan yang lainnya seperti pada rekomendasi
NIOSH dan Kawamura (1991).

3. Perawatan
Tindakan perawatan sangat berperan untuk menjaga ruang
penyimpanan dan tangki untuk tetap aman dalam pengoperasian.
Dalam penelitian ini tangki membutuhkan pengecekan berkala seperti
sambungan las, body tank dll , pada variable (valve, fusible plug,
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
104

Universitas Indonesia

gasket, pipa dll) untuk melihat kelayakan, life time variable dan korosi
yang ada pada keduanya.
4. Pengetahuan pekerja
Faktor ini sangat berperan penting secara eksternal karena
pengendalian langsung diberikan oleh pekerja, pada penelitian ini
melihat pengetahuan pekerja akan bahaya chlorine serta kepedulian
pekerja.
7.2 Instalasi Chlorine
Melihat dari instalasi clorine di PALYJA merupakan salah satu instalasi
berisiko tinggi, dimana pada instalasi chlorine terdapat penyimpanan, memproses
dan memproduksi zat-zat bahaya dalam bentuk dan jumlah tertentu, dan jika
terjadi kecelakaan berisiko tinggi dimana lepasnya bahan kimia yang digunakan
yang bersifat korosif kepada instalasi yang lain dan bersifat toksik kepada
manusia dan lingkungan hidup (ILO,1991)

7.3 Ruang Tangki Chlorine
Setelah dilakukan pengamatan mengenai ruang penyimpanan tangki
chlorine yang dilakukan di Instalasi Pengolahan Air II Unit Chlorinasi, maka
dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan tempat penyimpanan tangki chlorine
sesuai. Hal ini dapat dilihat terdapatnya ruang-ruang dimana terdapat ruang
loading, ruang penyimpanan dan ruang pengoperasian chlorine yang dibedakan
setiap tempat serta warnanya, terdapat jalur emergency, terdapat forklift untuk
pemindahan tangki, terdapat chlorine detector, terdapat pipa netralisator, terdapat
fasilitas keselamatan seperti safety shower, pencuci mata, APAR pada ruangan,
terdapat safety cap untuk tangki, tool kits tipe B untuk tangki, SOP dan checklist
pada ruangan penyimpanan, tanda penggunaan APD, MSDS chlorine, sign
pengoperasian pada tangki, terdapat ventilasi untuk menjaga suhu ruangan,
terdapat dua pintu.
Secara keseluruhan, tempat penyimpanan chlorine atau ruang tangki
chlorine sudah sesuai memenuhi standard yang ada menurut recommendations for
a chlorine standard dari NIOSH dan Kawamura (1991) dimana dalam segi desain
Unit Chlorinasi juga keamanan. Seperti pada recommendations for a chlorine
standard dari NIOSH suatu ruangan penyimpanan tangki chlorine dibutuhkan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
105

Universitas Indonesia

pemberian informasi bahaya tempat kerja dengan memberikan labeling pada
pintu, tangki dan terdapat prosedur akan penanganan ketika terjadi kebocoran.
Informasi yang diberikan seperti penggunaan APD, MSDS dan NPFA yang
terkait akan bahaya bahan kimia. Terdapatnya evacuation procedures dan sign
khusus ketika terjadi kebakaran, gempa bumi dan kebocoran bahan kimia. Pada
ruang penyimpanan, tersedianya ventilasi untuk mengatur suhu dari ruangan agar
selalu kering dan sejuk, terhindar dari paparan matahari dan hujan, memiliki dua
pintu emergency, memiliki pintu berkaca untuk melakukan inspeksi ketika tidak
masuk kedalam ruangan serta safety lock untuk menahan pintu, ruang tangki
chlorine terisolasi dari kegiatan lain juga ruang lain,terdapat ventilasi khusus
untuk melakukan penyedotan chlorine jika terjadi kebocoran ke ruang netralisator,
terdapat tempat khusus penyimpanan tangki untuk menjaga tidak terjatuh atau
mengelinding, tempat penyimpanan khusus harus melindungi tangki korosi, bahan
kimia yang lain dan kegiatan mekanisme, tempat harus didesain ketika terjadi
kebocoran tidak mengalami akumulasi dari tangki yang lain, penggunaan chlorine
selalu first-in-first-out (FIFO), terdapat safety cap yang tersedia ruang
penyimpanan, terdapat alat pemindah tangki (forklift), tersedia SOP pada tiap
ruangan juga checklist kerja serta kondisi isi tangki didalam ruangan, terdapat
chlorine detetector, terdapat fasilitas keselamatan seperti shower, pencuci mata,
oksigen, APD, APAR yang tersedia didalam dan diluar ruangan. Sedangkan
menurut Kawamura (1991) hampir sama dengan NIOSH tetapi lebih ke aspek
teknis serta desain dimana penyediaan tangki, evaporator, netralisator.
Berdasarkan identifikasi penyimpanan chlorine pada ruang tangki chlorine
di Instalasi Pengolahan Air II, Walau sudah sesuai namun masih terdapat pintu
yang tidak memiliki kaca inspeksi pada pintu sebelah tempat khusus loading,
tidak terdapatnya chlorine detector pada ruang penyimpanan pada tangki siap
pakai hanya ventilasi yang berada pada bagian atas. Melihat sifat fisik chlorine
dimana massa gas chlorine lebih besar dari udara sekitar maka perlu adanya
chlorine detector dan pipa netralisator sebab kemungkinan bocor tidak hanya
pada tangki pengoperasian tetapi bisa pada tangki siap pakai, tempat peletakan
tangki perlu penambahan bantalan karet untuk mencegah tangki rusak (penyok)
atau korosi akibat gesekan.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
106

Universitas Indonesia


Gambar 7.1 Pintu Tanpa Kaca Inspeksi dan Batalan Karet perlu ditambah
Sumber: (Observasi,2011)


Gambar 7.2 Pintu dengan Kaca dan terdapat Sign
Sumber: (Observasi,2011)

7.4 Pemilihan Chlorine Ton Container dan Variable
Melihat dari penelitian sebelumnya dimana kebocoran dapat terjadi tidak
hanya pada chlorine ton container melainkan dapat terjadi pada beberapa hal
seperti pada pipa intermediate 4, bocornya flexible joint jaringan pembubuhan
intermediate chlorine 4 , pecahnya pipa pre chlorine 6, Bocor pada jaringan
pipa intermediate No.2 pembubuhan chlorine 4, kebocoran chlorine karena
flange lepas dari dudukan, kebocoran chlorine pada gelas rotarimeter (05/07/06),
kebocoran chlorine pada gelas rotarimeter (11/07/06), dan kebocoran chlorine
pada baut vaccum regulator no. 2 di ruang evapator buaran 1(Andriyani,2007)
Maka perlu dilakukan pemilihan tangki serta variable yang ada, dimana
identifikasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kebocoran langsung pada tangki
serta variable. Pemilihan tangki dilakukan oleh pihak gudang dan pengecekan
dilakukan bersama dengan pihak ketiga (supplier). Tindakan pemilihan dilakukan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
107

Universitas Indonesia

dengan melihat kondisi tangki yang tidak memiliki banyak karat diseluruh body
tank, pemilihan variable tangki yang masih baik seperi safety cap yang tersedia di
valve, dan fusible plug. Sedangkan pada variable tangki melihat valve yang ada
apakah sudah terkena karat atau belum, jika terdapat karat tindakan langsung
dapat dilakukan seperti pengantian valve, pengantian fusible conection dan valve
ider serta valve aselerasi sebagai sambungan antara valve pada tangki ke valve
pada pipa. Setelah adanya pengantian variable adanya pencatatan agar mengetahu
life time material. Kondisi tangki yang mengalami korosi diakibatkan dari adanya
reaksi kimia antara material dan lingkungan serta didukungnya bahan kimia yang
ada pada tangki (Fontana,1986), maka dibutuhkan pengecekan secara mendalam
untuk melihat efek dari korosi tersebut apakah akan mengakibatkan kebocoran
atau tidak pada akhirnya. Tindakan prenventif tangki dapat dilakukan dengan
melakukan pengecatan pada tangki sebagai penghambat terjadinya korosi.
Penggantian material variable yang berkala perlu dilakukan sebagai tindakan
prentif untuk terhidar dari korosi pada variable.
Pada pengamatan yang dilakukan didapatkan dari 20 chlorine ton container
di ruang penyimpanan didapatkan 3 chlorine ton container memiliki karat cukup
banyak sedangkan 17 tangki memiliki karat dengan bagian head tank, tidak
adanya waktu yang terjadwal pengantian variable instalasi chlorine dan
pengecatan sambungan pipa, sehingga pengantian material hanya dilakukan jika
material berkondisi sudah tidak layak atau sudah mengalami kebocoran setelah
pengecekan visual dilakukan, tidak adanya pengecatan dan pengecekan korosi
secara mendalam pada tangki dikarenakan perusahaan menyewa tangki pada
pihak ketiga (supplier), pengecekan pada tangki hanya dilakukan secara visual
tanpa menyeluruh. Berdasarkan hasil wawancara diketahui tangki tidak dilakukan
pengecatan dan pengecekan korosi oleh perusahaan dikarenakan tangki dimiliki
oleh pihak ketiga (supplier). Seperti kutipan wawancara oleh pekerja bagian
maintenance berikut:
tidak dilakukanya pengecatan pada tangki karena tangki chlorine ini kita
sewa dari supplier dan penggunaanya dalam perminggu dapat sekitar 10
tangki,sesuai kebutuhan penggunaan. Jadi pengecatan hanya dilakukan oleh
pihak supplier, seperti halnya pengecekan korosi kita hanya visual tetapi untuk
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
108

Universitas Indonesia

lebih mendalam kita serahkan ke supplier. Penggantian valve atau variable yang
ada tergantung setelah pengecekan jadi tidak tentu, sedangkan pengecatan pada
pipa jika cat sudah luntur atau terkelupas, jadi tidak terjadwal
Beberapa variable tidak diganti karena melihat tempat penyimpanan tertutup
membuat beberapa variable terjaga seperti gasket yang beberapa jenisnya terbuat
dari teflon atau timah padat. Tetapi pada ider valve serta aselerasi valve diganti
per tiga bulan atau secepatnya jika telah mengalami korosi, pada flexible
connection selalu dilakukan pengecekan kelenturan juga pengecatan per tiga
bulan.


Gambar 7.3 Kondisi Tangki dan Ider Valve
Sumber: (Observasi,2011)

7.5 Pengetahuan Bahaya Chlorine dan SOP
Dalam teori White (2010) menjelaskan penyebab kecelakaan dan
mengakibatkan kebocoran tangki berasal dari kecerobohan. Kecerobohan berasal
dari ketidaktahuan pekerja akan bahaya chlorine dan tidak mengetahui SOP yang
harus dijalankan pada instalasi. Tidak adanya pelatihan membuat ketidahtahuan
pekerja akan bahaya chlorine meningkat dan perilaku tidak aman pun dapat terjadi
sebab tidak mengertinya pekerja akan SOP. Oleh karena itu, pelatihan dan
pengenalan SOP kepada pekerja sangat penting sebelumnya untuk menghindari
kecerobohan pada saat bekerja.
Penulis melakukan wawancara kepada beberapa orang untuk mengetahui
tingkat pengetahuan tentang bahaya chlorine dan mengertinya SOP yang harus
dijalankan. Wawancara dilakukan kepada berjumlah 7 orang pekerja yang terdiri
dari 3 tenaga teknis dan 4 operator. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
tindakan apa yang dilakukan pada instalasi chlorine, mengetahui pengetahuan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
109

Universitas Indonesia

pekerja akan bahaya kerja serta tindakan apa yang harus dilakukan ketika terjadi
suatu kebocoran.
- Dari ke 7 orang pekerja, didapatkan bahwa satu orang pekerja
maintenance belum pernah mendapatkan pelatihan tentang chlorine,
akan tetapi pekerja mempelajarinya sendiri dengan membaca slide
pelatihan yang sudah ada. Pada rekomendasi NIOSH point
Informing Employees of Hazard from chlorine pekerja harus
mendapatkan pelatihan tentang bahaya kerja, emergency procedures,
meminimalisir terjadi kebocoran dll
- Dari ke 7 orang pekerja, didapatkan bahwa satu orang pekerja
maintenance tidak menggunakan APD saat pengecekan ruang tangki
chlorine, hal ini dikarenakan pekerja malas dalam menganti sepatu
dan penggunaan APD. Pada rekomendasi NIOSH point Personal
Protective Equipment (PPE) ke 2 mengaharuskan pekerja harus
menggunakan PPE ketika bekerja pada saat maintenance atau
kebocoran (disesuaikan ppm kebocoran)
- Dari ke 7 orang pekerja, didapatkan bahwa 2 orang pekerja
maintenance tidak melakukan perawatan dan penyimpanan APD
sesuai dengan tempatnya. Pada rekomendasi NIOSH point Personal
Protective Equipment (PPE) ke 4 mengharuskan pekerja merawat
dan membersihan PPE setelah melakukan kegiatan kerja.
- Dari ke 7 orang pekerja, semua mengetahui jika pada tangki chlorine
banyak tidak tercantum MSDS yang lengkap, namun hal ini tidak
menjadi masalah dari pekerja itu sendiri dikarenakan pekerja telah
mendapatkan pelatihan dan mempelajari akan bahaya chlorine. Pada
rekomendasi NIOSH point Informing Employees of Hazard from
chlorine pekerja harus mengetahui kondisi tempat kerja dan bahaya
yang ada pada tempat kerja.

7.6 Perawatan serta Tindakan Pencegahan
Pengetahuan akan bahaya chlorine pada pekerja membuat tindakan pekerja
akan bekerja aman. Pelatihan yang sudah diterima pekerja selain mengetahui
bahaya chlorine juga mengetahui tindakan perawatan dan tindakan pencegahan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
110

Universitas Indonesia

yang harus dilakukan oleh pekerja ketika terjadi kebocoran. Perawatan serta
tindakan pencegahan dilakukan oleh 3 pekerja maintenance (teknisis) dimana
dilakukan pengecekan pada tangki serta variable yang ada, melakukan
pembersihan pada ruang penyimpanan dan pemberian sign operasi kerja. Selain
melakukan perawatan juga melakukan checklist akan isi tangki yang digunakan,
pada perawatan tangki hanya secara visual dan pengatian valve pada perpipaan ,
ider valve, aselerasi valve, flexible connection dna pengecatan pada pipa. Jika
terjadi kebocoran yang dapat ditangani digunakan tools kits tipe B dimana
disesuaikan dengan jenis tangki. Berdasarkan hasil wawancara kepada petugas
maintenance tools kits yang tersedia ada tidak sesuai dengan tangki yang ada
tetapi ketidak sesuaian tersebut diakali dengan tindakan lain yang tersedia pada
tools kits B. Seperti yang dijelaskan sebagai berikut;
Tools kits disini menggunakan chlorine institute emergency kit (B) tetapi
penggunaan tools kits ini tidak sesuai pada tangki yang pakai, tools kits ini sudah
sesuai tetapi tangki yang dipakai tidak sesuai, jika tools kits diganti berarti
menganti seluruh tools kit yang ada diperusahan. Jadi cara penganggulanggan
tetap digunakan tools kits B tetapi pada bagian khusus mengunakan secara
manual yang ada pada tools kit B


Gambar 7.4 Perbaikan header valve dengan tools kits B
Sumber: (Observasi,2011)
Sebagai tindakan pencegahan yang dilakukan pekerja melakukan checklist
kadar chlorine diruangan dan sekitar tempat kerja, melakukan inspeksi pada setiap
hari jumat (friday inspection). Beberapa prosedur perawatan dan pencegahan yang
telah dilakukan masih terdapat kekurangan dimana tidak adanya pencatatan ketika
melakukan perbaikan secara menyeluruh, pengantian material variable yang tidak
ditentukan seperti pada penjelasan sebelumnya, pengecekan pada tangki dan pipa
yang terkorosi masih secara visual, dan tidak adanya sign penujuk arah jalur
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
111

Universitas Indonesia

evakuasi disekitar ruang tangki chlorine di instalasi chlorine, hanya sign exit pada
ruangan penyimpanan tanpa adanya penunjuk selajutnya.
7.7 Konsekuensi Hasil Evaluasi Instalasi Chlorine
Pembahasan mengenai konsekuensi yang didapat dari hasil observasi
dilapangan mengenai Instalasi Chlorine dengan membahas metode Event Tree
Analysis (ETA), Penjelasan Barrier yang digunakan juga skenario yang didapat;
7.7.1 Event Tree Analysis
Menurut Rausand (2005) Event Tree Analysis (ETA) yaitu suatu metode
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan dampak dari
kegagalan sistem, karena dapat mengurutkan peristiwa termasuk sukses atau
gagalnya komponen sistem. Rausand menjelaskan bahwa event tree dimulai
dari sebuah accident event yang dapat diartikan sebagai suatu penyimpangan
yang signifikan dari keadaan normal dan hal dapat menimbulkan konsekuensi
yang tidak diinginkan. Accident event biasanya disebabkan karena kegagalan
sistem, kesalahan manusia, dll. Oleh karena hal tersebut, untuk meminimalisir
atau menghilangkan konsekuensi tersebut maka diperlukan barrier or
protection layer (pengendalian) (Rausand,2005).
Dalam penulisan ini accident event yang diambil adalah kemungkinan
terjadinya kebocoran pada chlorine ton container dan variable, efek dari
penyimpanan, perawatan dan pengecekan yang dilakukan. Kegagalan pada
proses instalasi chlorine dapat memberi efek besar dimana akan mempengaruhi
aspek pekerja, lingkungan dan keberlangsungan perusahaan. Dilatar belakangi
oleh adanya ruang tangki chlorine di Unit Chlorinasi di PALYJA yang belum
pernah terjadi kebocoran. Yang kedua adalah status sewa chlorine ton
container kepada pihak ketiga sehingga perawatan dan perbaikan dibebankan
kepada pihak ketiga tersebut termasuk pengecekan korosi pada chlorine ton
container dan pengecatan chlorine ton container. Dan yang ketiga belum
adanya SOP yang baku dalam melakukan inspeksi pada tangki penyimpanan.
Maka perlu dilakukan suatu tindakan evaluasi untuk melihat melakukan faktor
risiko kebocoran pada tangki penyimpanan bahan kimia.
Melihat hasil observasi ruang tangki chlorine pada Unit Chlorinator telah
disesuaikan dengan kriteria desain unit sistem chlorine berdasarkan Susuma
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
112

Universitas Indonesia

Kawamura (1991) dan rekomendasi The National Institute for Occupational
Safety and Health (NIOSH). Tempat penyimpanan dapat memastikan tangki
tidak akan mengalami kebocoran, namun hal tersebut tidak efektif apabila pada
saat proses pengecekan tangki chlorinasi tidak adanya suatu identifikasi pada
tangki dan variable juga tidak ada pengatian variable rusak juga terdapat
korosi pada body tank hal ini disebabkan tidak adanya perawatan.
Dengan beberapa kesesuaian desain yang dipakai PALYJA tersebut
sangat dimungkinkan terjadi kebocoran pada beberapa valve, perpipaan, dan
sambungan ke pipa. Namun hal tersebut tidak dapat menjadi faktor besar,
ketika lebih efektif jika pada saat pengoperasian identifikasi dan inspeksi
dilakukan pada tangki chlorine yang akan digunakan dan yang disimpan
didalam suatu ruangan atau proses yang ada pada suatu unit. Faktor besar bisa
terjadi ketika tempat penyimpanan, pemilihan material seperti tangki dan
variable, pengetahuan akan jenis bahan kimia juga prosedur kerja yang ada,
dan perawatan juga tindakan jika terjadi kebocoran. Dengan kata lain, dapat
dikatakan suatu tangki akan tidak mengalami kebocoran jika tempat
penyimpanan dan proses yang layak dan tepat dalam melakukan pemilihan
material dan pekerja mengerti bahaya akan bahan kimia yang digunakan
sehingga akan dikerjakan sesuai dengan prosedur dan melakukan perawatan
juga mengetahui tindakan pencegahan apa saja untuk menanggulangi
kebocoran.
Meminimalisir hal tersebut suatu proses kerja dasar yaitu melihat tangki
chlorine (chlorine ton container), pemindahan tangki chlorine, pemasangan
tabung chlorine. Hal-hal tersebut dapat menjadi suatu dasar akan tetapi
pengetahuan dan peraturan yang ada membuat kondisi menjadi aman atau
tidaknya sebuah proses kerja yang dapat dioperasikan dengan baik. Oleh
karena itu untuk meminimalisir hal tersebut maka diperlukan barrier
(pengendalian) yang memastikan bahwa tangki dapat bocor dan menilai status
kelayakkan dari tangki yang ada pada ruang tangki chlorine.
Dalam penelitian ini akan dilakukan Risk Assessment dengan
menggunakan ETA dengan alasan:
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
113

Universitas Indonesia

1. ETA memberikan gambaran tentang kemungkinan konsekuensi
yang akan terjadi.
2. Hasil perhitungan dengan ETA menghasilkan 2 hal sekaligus
yakni; frekuensi beserta peringkat berdasarkan nilai frekuensi
tersebut.
7.7.2 Penjelasan Barrier
Barrier menurut Guldemund et.al (2006), Polet (2002) dan Zhang et al
(2004) tidak hanya digunakan untuk mencegah events atau accidents tetapi
juga termasuk mengukur atau memprediksi suksesnya dari suatu sistem dan
juga menghitung tingkat keparahan dari konsekuensi yang tidak diinginkan
(Shahrokhi & Bernard). Oleh karena itu, untuk menentukan konsekuensi dari
tempat penyimpanan, tangki dan variable, pengetahuan akan bahaya chlorine
serta standard operating procedure (SOP) yang ada, dan perawatan serta
tindakan pencegahan secara rutin.
Konsekuensi yang dapat ditimbulkan dari kebocoran tangki chlorine itu
sendiri dapat ditentukan dengan menilai tingkat kegagalan dari masing-masing
barrier. Untuk menentukan tingkat kegagalan dari masing-masing barrier,
maka penulis menilai persentase kesesuaian dari elemen-elemen yang ada pada
hasil evaluasi sebelumnya.
7.7.2.1 Barrier 1 (Pemilihan Tangki dan Variable)
Pemilihan tangki chlorine sebelum loading tangki lalu ke proses
dilakukan pengecekan terlebih dahulu bersama supplier dan pihak
perusahaan, agar dalam pengoperasian tidak terjadi kebocoran pada tangki
pada saat penyimpanan bahkan pada saat melakukan proses. Hal ini dapat
berjalan efektif dengan mengindentifikasi kemungkinan jika terjadi
kebocoran. Berdasarkan turun lapangan yang dilakukan penulis maka
mengenai barrier 2 yang terdiri dari kondisi tangki dan variable yang ada
pada tangki juga sambungan yang ada, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
Tabel 7.1 Tingkat Kesuksesan PemilihanTangki dan Variabel
Elemen
Jumlah
Kesesuaian
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
114

Universitas Indonesia

YA TIDAK
Kapasitas penyimpanan pada ruangan yang memadai 1 -
Chlorine ton container pada ruang tangki chlorine 20 -
Elemen
Jumlah
Kesesuaian
YA TIDAK
Jumlah chlorine ton container pada ruang tangki chlorine
dipisahkan antara tangki yang dipakai dan siap digunakan
2 18
Jumlah chlorine ton container pada ruang tangki chlorine
yang tidak memiliki karat banyak
17 3
Jumlah chlorine ton container pada ruang tangki chlorine
yang tidak memiliki banyak karat pada head tank
1 19
Pengecekan kelengkapan safety chlorine ton container
(safety cap,packing cap emergency)
20 -
Pengecekan fusible plug 20 -
Pengecekan valve pada pipa 20 -
Pengecekan valve pada tangki 20 -
Pengecekan dinding pada tangki (penyok) 20 -
Pengecekan head tank 20 -
Pengecekan MSDS pada tangki - 20
Penambahan MSDS pada tangki oleh perusahaan - 20
Pengecekan korosi pada tangki - 20
Pengecekan korosi pada safety chlorine ton container 20 -
Pengecekan korosi ulir sambungan valve 20 -
Pengecekan gasket pada pipa 20 -
Pengecekan pressure gauge 20 -
Pengecekan valve pipa fleksibel 20 -
Pengecekan pipa fleksibel 1 -
Pengecekan sambungan valve 1 -
Pengecekan pada timbangan 1 -
Pengecatan pada tangki - 20
Pengecatan pada perpipaan 1 -
Pengecatan pipa fleksibel 1 -
Pengantian pipa fleksibel 1 -
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
115

Universitas Indonesia

Pengantian gasket 1 -
JUMLAH 268 120
Sumber : (Observasi,2011)
Berdasarkan tabel di atas, nilai sukses dari kondisi tangki dan
variable yang ada pada tangki chlorine di tempat penyimpanan chlorine pada
ruang tangki chlorine di Unit Chlorinasi di PT. PAM Lyonnaise Jaya
(PALYJA) dapat dihitung sebagai berikut :

= 0,69
Jadi dapat disimpulkan bahwa barrier kondisi tangki dan variable
yang ada pada tangki chlorine di tempat penyimpanan chlorine pada ruang
tangki chlorine di Unit Chlorinasi di PALYJA mempunyai tingkat kesuksesan
0,69. Artinya pengecekan kondisi tangki penyimpanan chlorine dan variebel
yang ada sebelum pengoperasian juga penyimpanan dapat menekan
kemungkinan terjadinya kebocoran pada tangki atau variable yang ada dan
status dari tangki tersebut dapat diketahui, dengan persentase 69%.
Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa kegagalan dapat
terjadi dari kondisi tangki dan variable yang ada dikarenakan oleh beberapa
hal diantaranya:

1. Masih belum adanya pengecekan korosi pada body chlorine ton
container secara menyeluruh, pengecekan korosi sebatas visual saja
(melihat). Seharusnya adanya MOU dan SOP khusus dari pihak ketiga
(supplier) dan perusahaan dalam menanggapi korosi pada tangki,
sebab korosi yang terdapat pada tangki akan memberikan retakan pada
tangki juga sifat kimia dari chlorine yang korosif jika terkena suhu
ruang.
2. Tangki yang berikan dari pihak ketiga (supplier) hampir semua
terdapat karat pada body chlorine ton container dan head tank hal ini
mungkin ditimbulkan dari loading alat, penyimpanan pada pihak
ketiga (supplier) dan konsumen yang terdahulu sebelum digunakan
perusahaan.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
116

Universitas Indonesia

3. Masih belum adanya pengecatan tangki yang dilakukan oleh
perusahaan, hal ini dikarena tangki yang dipakai bersifat pinjaman
atau sewaan dari pihak ketiga (supplier) sehingga perusahaan berhak
mengembalikan lagi kepada supplier dan dalam pengembaliannya
diberikan note tentang kondisi tangki.
4. Belum adanya MSDS pada tangki yang ada, dari turun lapangan yang
dilakukan dari 20 tangki yang ada pada ruang tangki chlorine, 10
tangki tidak ada MSDS. Padahal informasi pada MSDS sebagai salah
satu pencegahan serta pengingat pekerja akan bahaya chlorine itu
sendiri didalam tangki.
5. Hasil checklist yang dilakukan tindakan pengecekan walau sudah
dilakukan akan tetapi belum ada jadwal untuk melakukan pengecekan.
Hal ini dapat memberikan ketidak pastiaan dalam bekerja untuk
melakukan pengerjaan jika tidak ada SOP.

7.7.2.2 Barrier 2 (Tempat Penyimpanan)
Tempat penyimpanan adalah tempat dimana terjadi loading alat dan
proses yang akan dikerjakan pada ruangan tangki chlorine. Pada ruang tangki
chlorine terdapat proses kerja seperti menerima dan melakukan proses kerja
didalamnya. Oleh karena itu, perlu pemilihan dan penempatan yang benar
untuk tangki chlorine yang tepat agar tidak menimbulkan kebocoran dan
penambahan korosi pada tangki chlorine. Berdasarkan hasil turun lapangan
dan melihat kondisi yang ada pada ruangan mengenai hal yang dapat
menyebabkan kebocoran dan penambahan korosi di ruang tangki chlorine di
Unit Chlorinasi di PALYJA terdiri dari fasilitas pendukung, peralatan
loading, safety sistem, maka dapat disimpulkan dalam tabel berikut;

Tabel 7.2 Tingkat Kesuksesan Ruang Tangki Chlorine
(Tempat Penyimpanan)
Elemen
Jumlah
Kesesuaian
YA TIDAK
Pintu yang tersedia terdapat kaca agar dapat melihat kesisi
dalam
1 1
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
117

Universitas Indonesia

Terdapat lock safety pada pintu 2 -
Tersedia MSDS pada pintu masuk 2 -
Tersedia SOP pada ruangan 1 -
Elemen
Jumlah
Kesesuaian
YA TIDAK
Ruangan cukup luas untuk penyimpanan, operasional dan
perawatan chlorine
3 -
Setiap daerah pada ruangan diberi tanda atau warna batasan
khusus
3 -
Ruangan terhindar dari matahari dan hujan 2 -
Temperatur ruangan dijaga 29 32
O
C 1 -
Terdapat ventilasi 1 -
Terdapat pendingin ruangan - 1
Terdapat tempat penyimpanan sementara sebelum ke ruang
penyimpanan
2 -
Alas penyimpanan terbuat dari karet 1 -
Peletakan tabung kokoh dan aman dari kebakaran, panas,
korosif dan kerusakan mekanik
3 1
Penyimpanan Tangki tidak bersusun 1 -
Terdapat alat khusus pemindah tabung chlorine dengan
peralatan khusus ( forklift)
1 -
Terdapat chlorine detector 1 2
Sensor chlorine detector terdapat dibawah 1 -
Terdapat pipa netralisator dekat dengan tabung proses 1 -
Terdapat timbangan ton container 2 -
Terdapat checklist untuk chlorine dan berat tangki 2 -
Terdapat pengontrolan rutin 1 -
Terdapat jenis APAR yang sesuai 1 -
APAR mudah terlihat? 1 -
APAR mudah dijangkau? 1 -
Terdapat APAR terisi dengan baik (lihat indikator panah
pada APAR)
1 -
Terdapat smoke detector api jika terjadi kebakaran 2 -
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
118

Universitas Indonesia

Terdapat emergency stop - 1
Terdapat sign operasional 20 -
Tidak terdapat bahan kimia selain chlorine 1 -
Elemen
Jumlah
Kesesuaian
YA TIDAK
Terdapat tools kit tangki 1 -
Terdapat APD yang siap digunakan didepan pintu - 1
Terdapat fasilitas kondisi darurat tersedia dalam jumlah
yang cukup (safety shower, peralatan oksigen, larutan
pencuci, P3K)
2 2
Terdapat tanda bahaya (alarm) dan pengaman otomatis
untuk keadaan darurat serta kefungsiannya terjamin
2 -
Tata letak ruangan tidak menyebabkan terjadinya
akumulasi chlorine (jika terjadi kebocoran)
1 -
Sistem Chlorine menggunakan sistem tertutup 1 -
Terdapat alat pengaman (safety cap, packing cap
emergency) yang ada pada ruangan
2 -
JUMLAH 68 9
Sumber : (Observasi,2011)
Berdasarkan tabel di atas, nilai sukses dari tempat penyimpanan
chlorine pada ruang tangki chlorine pada Unit Chlorinasi di PT. PAM
Lyonnaise Jaya (PALYJA) dapat dihitung sebagai berikut :

= 0,88
Jadi dapat disimpulkan bahwa barrier tempat penyimpanan chlorine
pada ruang tangki chlorine pada Unit Chlorinasi di PALYJA mempunyai
tingkat kesuksesan 0,88. Artinya tidak terjadi kebocoran tangki chlorine dan
tidak ada korosi yang lebih lanjut, maka probabilitas ruang penyimpanan
tangki chlorine sebesar 88%. Dari tabel tersebut juga diketahui bahwa
kegagalan tempat penyimpanan chlorine sehingga terjadi kebocoran dan
korban disebabkan karena beberapa hal, antara lain:
1. Belum adanya chlorine detector pada tempat penyimpanan tangki
chlorine yang non operasi, maka jika terjadi kebocoran tidak dapat
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
119

Universitas Indonesia

diketahui bahwa pada penyimpanan terdapat tangki yang
mengalami kerusakan atau kebocoran yang di akibatkan dari
tekanan dari dalam tangki.
2. Peletakan tabung masih dapat menyebabkan korosi dikarenakan
sebelum proses peletakan pada penyimpanan di loading terlebih
dahulu ke tempat yang tidak ada bantalan karet (kayu)
3. Masih terdapat pintu yang tidak terdapat kaca pada pintu yang
berfungsi sebagai inspeksi kedalam, pada posisi pintu yang berada
dekat penyimpanan, hal ini tidak dapat melihat kearah chlorine ton
container yang non operasi jika terjadi kebocoran atau pengecekan
dari luar ruangan tangki penyimpanan.
4. APD yang siap digunakan tidak tersedia diluar ruangan dan Kotak
P3K terdapat pada ruang operator yang jaraknya 10 m dari ruang
penyimpanan, menyusahkan jika terjadi kebocoran atau
melakukan pertolongan jika terdapat kecelakaan kerja.
5. Tidak adanya alat pendingin untuk menjaga suhu ruang tangki
chlorine dan sifat dari chlorine tersebut yang akan bereaksi pada
suhu lembab akan merusak juga membuat korosi pada valve dan
flexible connection.
7.7.2.3 Barrier 3 (Pengetahuan Bahaya Chlorine dan SOP)
Pengetahuan akan bahaya chlorine dan standard operating
procedure (SOP) yang jelas dan diketahui oleh pekerja sangat menentukan
suatu proses selanjutnya dalam menjaga keselamatan pekerja dan tempat
kerja. Pengetahuan akan bahaya chlorine dan SOP dimaksudkan untuk
memastikan pekerja bekerja aman dalam pengoperasian sistem dan kerja
diruangan. Berdasarkan hasil turun lapangan yang dilakukan penulis
mengenai pengetahuan bahaya chlorine dan SOP dibagi beberapa hal seperti
pengetahuan pekerja atas bahaya chlorine dan SOP, penggunaan APD, dan
tindakan pekerjaan, didapat dalam tabel berikut;



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
120

Universitas Indonesia




Tabel 7.3 Tingkat Pengetahuan bahaya chlorine dan SOP
Elemen
Jumlah
Kesesuaian
YA TIDAK
Pekerja pernah mendapatkan pelatihan tentang bahaya
chlorine, kerja aman dan proses operasional chlorine
6 1
Adanya pelatihan untuk penanggulangan kondisi darurat 7 -
Adanya tenaga teknik yang mengerti sistem chlorine dan
Unit Chlorinasi
3 -
Pekerja mengetahui sifat fisik, kimia dan bahaya chlorine 7 -
Pekerja mengetahui jalur evakuasi ketika tangki chlorine
mengalami kebocoran
7 -
Pekerja mengetahui penanganan kebocoran tangki chlorine
jika kebocoran masih dapat ditangani
3 4
Pekerja mengetahui dan mengerti cara pengoperasian sistem
chlorine
3 4
Pekerja mengetahui cara kerja aman 7 -
Pekerja melihat adanya SOP pada ruang kerja 7 -
Pekerja selalu mengerjakan sesuai dengan SOP 7 -
Pekerja mengetahui tempat penyimpanan dan kegunaan dari
APD (masker dan breathing apparatus)
7 -
APD selalu dipakai jika bekerja diruangan chlorine (safety
shoes, helmet, masker, sarung tangan)
6 1
Pekerja mengetahui kegunaan APD yang tersedia 7 -
Pekerja selalu mengganti filter masker setelah bekerja 7 -
Pekerja selalu membersihkan APD setelah bekerja 5 2
Pekerja selalu melakukan pemeliharaan kebersihan pada
tempat kerja
7 -
Pekerja tidak melakukan kegiatan lain selain bekerja pada
ruang di Unit Chlorinasi
7 -
Pekerja mengetahui SOP pada ruang chlorine 7 -
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
121

Universitas Indonesia

Pekerja mengetahui MSDS pada ruang chlorine 7 -
Pekerja mengetahui tidak terdapat MSDS pada tangki
diruang chlorine
- 7
Elemen
Jumlah
Kesesuaian
YA TIDAK
Pekerja mengetahui APD yang sesuai dengan kondisi kerja
dan ketika kebocoran
7 -
APD yang siap dipakai jauh dari pajanan chlorine 1 -
JUMLAH 125 19
Sumber : (Observasi,2011)
Berdasarkan tabel di atas, nilai sukses dari pengetahuan bahaya
chlorine dan SOP kerja bagi pekerja yang ada ditempat penyimpanan chlorine
pada ruang tangki chlorine di Unit Chlorinasi di PT. PAM Lyonnaise Jaya
(PALYJA) dapat dihitung sebagai berikut :

= 0,86
Jadi dapat disimpulkan bahwa barrier dari pengetahuan bahaya
chlorine dan SOP kerja yang ada pada tempat penyimpanan chlorine pada
ruang tangki chlorine di Unit Chlorinasi di PALYJA mempunyai tingkat
kesuksesan 0,86. Artinya pengetahuan pekerja atas bahaya chlorine dan
memahami SOP untuk tidak terjadinya kebocoran dan tindakan apa yang
dilakukan jika terjadi kebocoran juga penggunaan APD saat bekerja dan
kebocoran sebesar 86%. Dari tabel ini juga dapat diketahui bahwa kegagalan
dapat terjadi dari beberapa hal diantaranya :
1. Masih ada beberapa pekerja yang tidak menggunakan APD saat
bekerja atau pengecekan chlorine, walau ketika pengecekan tidak
ada kebocoran.
2. Pekerja penanganan ketika terjadi kebocoran masih kurang perlu,
penambahan pekerja agar ketika terjadi kebocoran penanganan
cepat dilakukan dan disesuaikan dengan APD yang ada.
3. Perlunya informasi akan perlunya dibersihkan APD oleh pekerja
setelah bekerja dan penggantian filter yang bertahap dan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
122

Universitas Indonesia

langusung agar ketika di gunakan APD sudah siap dipakai untuk
melakukan pengerjaan.
4. Perlunya penambahan MSDS pada tangki untuk menjadi
peringatan dan informasi untuk mengingatkan bersihdipakai
pekerja agar ketika penggunaan APD dapat , kurang pedulinya
pekerja akan SOP juga mempengaruhi.
5. Perlunya pelatihan kembali kepada pekerja khusus di Unit
Chlorinasi , karena dari observasi dan wawancara masih terdapat
pekerja yang belum mendapatkan pelatihan tetapi pekerja belajar
otodidak dari slide pelatihan terdahulu.
7.7.2.4 Barrier 4 (Perawatan serta Tindakan Pencegahan)
Perawatan dan pencegahan berperan penting dalam suatu proses
kerja, perawatan diperuntukan menjaga suatu instrument atau peralatan agar
tetap berfungsi. Namun jika terjadi kegagalan maka tindakan yang dilakukan
adalah perbaikan serta pencegahan agar kegagalan yang sudah terjadi tidak
terulang dan tidan timbul kembali. Tangki bahan kimia perlu dilakukan
perawatan dan pencegahan agar ketika terjadi kebocoran tindakan yang akan
dilakukan sudah dimengerti. Berdasarkan hasil observasi dan melihat
standard yang ada mengenai perawatan dan pencegahan dilihat pada bangan
dibagi beberapa hal seperti pengetahuan pekerja, tindakan perawatan tangki
dan variable, dan fasilitas pencegahan dan penanganan seperti pada tabel
berikut:

Tabel 7.4 Tingkat Kesuksesan Perawatan serta Tindakan pencegahan
Elemen
Jumlah
Kesesuaian
YA TIDAK
Terdapat pekerja yang mengerti sistem chlorine dan unit
chlorine
3 -
Terdapat pengecekan tangki dan variable 2 -
Terdapat pengecekan korosi pada tangki dan pipa - 2
Terdapat pengecekan posisi dudukan valve dan bukaan 2 -
Terdapat tindakan pengecatan tangki, pipa, fusible 2 1
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
123

Universitas Indonesia

connection

Elemen
Jumlah
Kesesuaian
YA TIDAK
Terdapat pengantian variable saat rusak (valve connection,
fusible plug, gasket, pipa)
5 -
Terdapat pelatihan tentang bahaya chlorine 1 -
Terdapat tindakan pembersihan pada tangki, perpiaan dan
ruangan
3 -
Terdapat penyimpanan yang jauh dari matahari dan hujan 1 -
Terdapat fasilitas ventilasi 1 -
Terdapat sign operation pada semua sistem yang ada 1 -
Terdapat APD dan Respirator sesuai spesifikasi untuk
pekerjaan
2 -
Terdapat APD dan Respirator diluar ruangan chlorine
dengan posisi mudah terjangkau
- 2
Tersedia fasilitas netralisator chlorine dengan kondisi
terjamin
1 -
Terdapat penimbang untuk mengetahui jumlah tangki
chlorine yang digunakan
2 -
Terdapat pipa netralisator chlorine pada ruangan yang
terdapat chlorine
1 -
Terdapat fasilitas kondisi darurat diluar dan didalam
ruangan Unit Chlorinasi
4 -
Tersedianya checklist pada proses kerja yang ada 1 -
Tersedianya tool kit (kunci pas, packing cap emergency,
cap nut, lembar kerja)
1 -
Tersedianya data konsentrasi chlorine di lingkungan kerja
dan terpajan pada pekerja
1 -
Terdapat peralatan pendeteksi kebocoran 1 -
Semua tabung memuat data status dan kondisi bahan
(MSDS)
10 10
Terdapat jalur khusus chlorine 1 -
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
124

Universitas Indonesia

Terdapat sign untuk jalur evakuasi yang terlihat - 1
Terdapat alarm khusus chlorine 1
Terdapat inspeksi rutin (friday inspection) 1
JUMLAH 48 16
Sumber : (Observasi,2011)
Berdasarkan tabel di atas, nilai sukses dari perawatan dan tindakan
pencegahan pada chlorine ton container sebelum dan jika terjadi kebocoran
tangki chlorine yang berada di tempat penyimpanan chlorine pada ruang
tangki chlorine di Unit Chlorinasi di PT. PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA)
dapat dihitung sebagai berikut :

= 0,75
Jadi dapat disimpulkan bahwa barrier dari perawatan dan tindakan
pencegahan jika terjadi kebocoran tangki chlorine yang ada pada tempat
penyimpanan chlorine pada ruang tangki chlorine di Unit Chlorinasi di
PALYJA mempunyai tingkat kesuksesan 0,75. Artinya perawatan dan
tindakan pencegahan jika terjadi kebocoran tangki chlorine yang ada dapat
dilakukan dengan baik sebesar 75%. Dari tabel ini juga dapat diketahui
bahwa kegagalan dapat terjadi dari beberapa hal diantaranya;
1. Belum adanya SOP pengecekan korosi tangki dan pipa yang jelas
membuat, pekerja hanya melakukan pengecekan secara visual
(melihat) dan tidak ada pencatatan pengecekan yang jelas
membuat pengecekan menjadi sia-sia hanya sebatas daya ingat.
Khusus tindakan selanjutnya pengecekan tangki dan pengecatan
dikembalikan lagi oleh pihak ketiga (supplier), perusahaan hanya
memberikan pesan tentang kondisi tangki dan meminta pihak
ketiga untuk melakukan pengecekan korosi lebih mendalam lalu
melakukan pencegahan dengan mengecat tangki.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
125

Universitas Indonesia

2. APD dan Respirator yang terletak agak jauh dari ruang chlorine
membuat penyelamatan atau melakukan tindakan menjadi agak
terlambat, namun hal tersebut sebagai antisipasi agar APD dan
Respirator tidak terpajan dengan chlorine jika terjadi kebocoran
tangki.
3. Perlunya penambahan MSDS pada tangki sebagai informasi
tambahan dan pengingat bagi pekerja ketika melakukan loading
tangki dan proses chlorine.
7.7.3 Diagram Event Tree Analysis
Accidental
Event
Barrier I Barrier II Barrier III Barrier IV
Outcome/
Consequence
Kegagalan
Tangki
Chlorine
Pemilihan
Tangki
dan
Variabel
Tempat
Penyimpanan

Pengetahuan
bahaya
chlorine dan
SOP
Perawatan
dan
Tindakan
pencegahan
Konsekuensi
dari
kebocoran
tangki
chlorine
Tabel 7.5 Diagram Event Tree Analysis
Succes (0,75) 1 (0,39)
Succes (0,86)
Succes (0,88) Failure (0,25) 2 (0.13)

Failure (0,14) 3 (0,09)
Succes (0,69)

Failure (0,12) 4 (0,08)


Failure (0,31) 5 (0.31)
Bagan 7.1 Event Tree
Diagram di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Adanya kebocoran atau tidaknya pada tangki penyimpanan chlorine
(chlorine ton container) ditentukan dari pengendalian yang sukses dimana
pengendalian tersebut terdiri dari pemilihan tempat penyimpanan juga proses
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
126

Universitas Indonesia

yang ada, pemilihan tangki dan variable pendukung untuk menghindari
kebocoran langsung dari tangki dan variable, melihat pengetahuan pekerja akan
bahaya, proses dan SOP yang berlaku dan perawatan juga tindakan pencegahan
ketika sebelum dan sesudah kebocoran. Apabila semua pengendalian tersebut
berjalan dengan baik maka kebocoran tangki penyimpanan tidak akan terjadi
dan dapat diketahui bahwa ruang tangki chlorine aman sehingga terjadi
kebocoran pada tangki tidak terjadi. Penilaian di atas didapat dengan
mengalikan antara masing-masing barrier. Hasil dari penilaian tersebut maka
dapat diketahui dampak yang paling mungkin terjadi yang dapat dilihat dari
nilai terbesar.

7.7.4 Skenario Konsekuensi
Dari barrier yang didapat dan hasil diagram event tree analysis (ETA)
didapatkan beberapa skenario diantaranya;
7.7.4.1 Skenario 1 (Tangki tidak mengalami kebocoran)
Pada skenario pertama ini, kemungkinan terjadinya kebocoran tangki
dan instalasi chlorine tidak terjadi. Adapun persentase dari skenario ini yaitu
0.39 (39%). Dalam skenario kebocoran tangki dan instalasi chlorine tidak
terjadi kebocoran sebab telah dilakukannya pemilihan chlorine ton container
serta pengecekan pada body tank dan variable pendukung dimana pengecekan
dilakukan bersama oleh pihak ketiga (supplier) juga pihak gudang penerima,
tindakan pengecekan seperti, hasil pengelasan pada body tank untuk melihat
karat atau korosi, pemberian safety cap jika terdapat fusible plug yang tidak
memakai segera diberikan, jika terdapat kerusakan pada variable atau tangki
terdapat tindakan penggatian variable dan pengantian tangki. Selain itu
tempat penyimpanan (ruang tangki chlorine) telah sesuai dengan standard
yang ada, serta, pekerja mengetahui bahaya dari chlorine serta bahaya kerja
didalamnya dan pekerja mematuhi standard operating prosedure (SOP)
seperti penggunaan APD serta mematuhi prosedur dalam proses instalasi
chlorine dengan sesuai tanpa melakukan tindakan yang melanggar prosedur
serta melakukan tindakan perawatan dan pencegahan didalam instalasi, maka
konsekuensi kebocoran tidak akan terjadi kebocoran pada tangki di instalasi
chlorinasi.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
127

Universitas Indonesia

7.7.4.2 Skenario 2 (Tangki bocor, tidak ada pemilihan tangki dan
variable)
Berdasarkan diagram diatas didapat bahwa kemungkinan
konsekuensi yang kedua pada no 2 dengan nilai 0.31 (31%). Skenario ini
terjadi dimana dalam pemilihan tangki dan variable pendukung gagal atau
tidak sesuai sehingga terjadi kebocoran. Hal ini dikarenakan tidak adanya
pengecekan pada tangki dan variable pendukung dimana pengecekan hanya
dilakukan oleh pihak ketiga (supplier) tanpa ada pihak dari perusahaan (unit
gudang), tidak adanya penggatian variable pendukung seperti valve pada
tangki dan pipa, pengecekan hasil pengelasan pada body tank yang sudah
karat atau korosi, tidak ada safety cap pada fusible plug sehingga
mempercepat korosi, penyimpanan sebelum dikirim ke perusahaan sehingga
tekanan didalam tangki meningkat karena sifat dari chlorine dimana harus
diletakan pada suhu kamar atau terhindar dari matahari. Sehingga dapat
menyebabkan kebocoran pada tangki dan variable sehingga jika terjadi
kebocoran dapat merusak instalasi chlorine yang terdapat pada Unit
Chlorinasi, sehingga menyebabkan kecelakaan pada pekerja dan chlorine
akan menyebar ke lingkungan.

7.7.4.3 Skenario 3 (Tangki bocor, tidak ada perawatan dan tindakan
pencegahan)
Kemungkinan dari skenario ke 3 (tiga) terjadi dimana tidak ada
perawatan dan tindakan pencegahan pada instalasi chlorine khususnya
chlorine ton container dengan nilai persentase 0.13 (13%). Pada skenario ini
telah dilakukan prosedur yang sesuai dimana dilakukan pengecekan tangki
dan variable yang ada lalu ditempatkan pada ruang penyimpanan juga pekerja
mengetahui bahaya ditempat kerja sehingga pengerjaannya dilakukan sesuai
dengan prosedur yang ada namun dikarenakan tidak adanya perawatan yang
baik juga tindakan pencegahan yang sesuai prosedur walau pekerja
mengetahui tetap saja suatu tindakan tanpa adanya prosedur dapat
membahayakan dalam pengerjaan suatu proses kerja, sehingga terjadinya
kebocoran pada instalasi chlorine tidak dapat ditangani.

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
128

Universitas Indonesia

7.7.4.4 Skenario 4 (Tangki bocor, kurang pengetahuan bahaya chlorine
dan SOP)
Kemungkinan konsekuensi ke 4 (empat) ini terjadi dilatar belakangi
oleh ketidaktahuan bahaya chlorine dan SOP oleh pekerja dengan persentasi
0.09 (9%). Pada skenario ini dijelaskan bahwa telah dilakukan pengecekan
pada setiap variable pada tangki oleh pihak ketiga (supplier) dan pihak
gudang untuk memastikan tidak ada kerusakan untuk menghindari kebocoran
pada saat proses chlorine lalu ditempatkan chlorine ton container diruang
penyimpanan chlorine namun, dikarenakan ketidaktahuan pekerja akan
bahaya chlorine dan tidak sesuainya pengerjaan pekerja dengan SOP yang
ada seperti penggunaan APD saat bekerja, tidak adanya pengecekan pada
pengoperasian, kondisi tangki juga variable pendukung yang ada. Selain itu
pula tidak adanya pelatihan, penambahan informasi yang cukup pada chlorine
ton container membuat pekerja kurang memahami akan bahaya dan prosedur
kerja yang baik, dengan demikian ketidaktahuan pekerjaan dapat
menimbulkan kebocoran pada saat bekerja serta tindakan tidak aman
dilakukan pada saat pengerjaan. Sehingga pada skenario ini, jika mengalami
kebocoran maka pekerja tidak tahu bagaimana prosedur yang akan dijalankan
karena kurangnya pelatihan, penambahan informasi bahaya kerja dan
pengetahuan membuat kebocoran bisa menjadi lebih besar jika tidak
dilakukan oleh pekerja.

7.7.4.5 Skenario 5 (Tangki bocor, tidak sesuainya tempat penyimpanan)
Kemungkinan konsekuensi pada skenario ke 5 (lima) ini didapat dari
hasil diagram jika tempat penyimpanan atau ruang tangki chlorine yang tidak
sesuai dengan kebutuhan akan sifat chlorine maka dapat menyebabkan
kebocoran, dengan nilai 0.08 (8%). Dalam skenario ini dimana tangki yang
ada tidak ditempatkan pada ruang penyimpanan yang sesuai dan standard
dimana, tempat penyimpanan tersebut harus didalam suatu ruangan dengan
terdapat ventilasi yang menjaga suhu ruang, terdapat pipa netralisator untuk
menyedot chlorine ketika bocor, chlorine detector, safety cap disetiap fusible
tank dan valve atau terdapat peneduh jika di operasikan di luar ruangan untuk
menghindari matahari dan hujan, hal tersebut dilakukan untuk mencegah
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
129

Universitas Indonesia

chlorine bereaksi dengan suhu sekitar yang akan mempercepat kerusakan
pada body tank, valve, fusible plug, fusible connection, variable pendukung
disekitar dan safety cap pada valve, fusible plug. Sehingga pada skenario ini,
kebocoran dapat terjadi jika tempat penyimpan tidak sesuai dan
memperhatikan dari sifat chlorine itu sendiri.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012

130
Universitas Indonesia
BAB 8
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
8.1.1 Jumlah Tangki Penyimpanan Bahan Kimia

Jumlah tangki pada ruang penyimpanan pada saat observasi terdapat 20
chlorine ton container, dimana tangki yang digunakan pada proses chlorine
digunakan 2 chlorine ton container dimana satu tangki digunakan untuk
pengoperasian dan satu tangki untuk persiapan ketika tangki pengoperasian
habis.
8.1.2 Evaluasi chlorine ton container pada Instalasi Chlorine di Unit
Chlorinasi PALYJA
8.1.2.1 Pemilihan tangki dan variable

1. Chlorine ton container memiliki material carbon steel dan iron juga
terdapat campuran material yang lain.
2. Tangki yang berikan dari pihak ketiga (supplier) hampir semua
terdapat karat pada body chlorine ton container dan head tank.
Pada saat observasi terdapat 20 chlorine ton container di ruang
penyimpanan didapatkan 3 chlorine ton container memiliki karat
cukup banyak sedangkan 17 tangki memiliki karat dengan bagian
head tank.
3. Pada tangki yang ada, dari hasil observasi yang dilakukan dari 20
chlorine ton container yang ada pada ruang tangki chlorine, 10
chlorine ton container tidak ada MSDS. Padahal informasi pada
MSDS sebagai salah satu pencegahan serta pengingat pekerja akan
bahaya chlorine itu sendiri didalam tangki.
4. Masih belum adanya waktu yang terjadwal dalam pengantian
variable instalasi chlorine dan pengecatan sambungan pipa,
sehingga pengantian material hanya dilakukan jika material
berkondisi sudah tidak layak atau sudah mengalami kebocoran
setelah pengecekan visual dilakukan.
5. Masih belum adanya pengecekan korosi pada body chlorine ton
container secara menyeluruh, pengecekan korosi sebatas visual
(melihat).
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
131

Universitas Indonesia


6. Belum adanya pengecatan tangki yang dilakukan oleh perusahaan,
hal ini dikarena tangki yang dipakai bersifat pinjaman atau sewaan
dari pihak ketiga (supplier) sehingga perusahaan berhak
mengembalikan lagi kepada supplier dan dalam pengembaliannya
diberikan note tentang kondisi tangki
7. Beberapa variable tidak diganti karena melihat tempat
penyimpanan tertutup membuat beberapa variable terjaga seperti
gasket yang beberapa jenisnya terbuat dari teflon atau timah padat.
8. Pada ider valve serta aselerasi valve diganti per tiga bulan atau
secepatnya jika telah mengalami korosi, pada flexible connection
selalu dilakukan pengecekan kelenturan juga pengecatan per tiga
bulan.

8.1.2.2 Tempat penyimpanan

1. Desain dan beberapa fasilitas pada sistem chlorinasi pada Unit
Chlorinasi sudah cukup sesuai dengan NIOSH Recommendation
for a Chlorine Standard dan Kawamaru (1991).
2. Masih terdapat pintu yang tidak memiliki kaca inspeksi pada pintu
sebelah tempat khusus loading, tidak terdapatnya chlorine detector
pada ruang penyimpanan pada tangki siap pakai hanya ventilasi
yang berada pada bagian atas. Melihat sifat fisik chlorine dimana
massa gas chlorine lebih besar dari udara sekitar maka perlu adanya
chlorine detector dan pipa netralisator sebab kemungkinan bocor
tidak hanya pada tangki pengoperasian tetapi bisa pada tangki siap
pakai dikarena adanya pressure dari dalam.
3. Tempat peletakan tangki perlu penambahan bantalan karet untuk
mencegah tangki rusak (penyok) atau korosi akibat gesekan.
4. Peletakan tabung masih dapat menyebabkan korosi dikarenakan
sebelum proses peletakan pada penyimpanan, terlebih dahulu
loading ke tempat yang tidak ada bantalan karet (kayu).
5. Tidak adanya alat pendingin untuk menjaga suhu ruang tangki
chlorine dan sifat dari chlorine tersebut yang akan bereaksi pada
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
132

Universitas Indonesia


suhu lembab akan merusak juga membuat korosi pada valve dan
flexible connection.

8.1.2.3 Pengetahuan bahaya Chlorine dan SOP

1. Terdapat pekerja yang belum mendapatkan pelatihan tentang
chlorine tetapi pekerja tersebut mempelajarinya dari slide pelatihan
yang sudah ada.
2. Masih terdapat pekerja yang tidak menggunakan APD (helmet,
safety shoes) saat memonitoring kedalam ruangan penyimpanan.
Tidak melakukan perawatan terhadap APD yang telah digunakan.
3. Jumlah pekerja dalam penanganan kebocoran tangki perlu
ditambahkan karena dengan jumlah yang sekarang masih sedikit.
4. Perlunya penambahan informasi pada tangki mengenai MSDS
chlorine sebagai pengingat kepada pekerja akan bahaya chlorine
saat bekerja.

8.1.2.4 Perawatan serta tindakan pencegahan

1. Terdapat pekerja untuk melakukan perawatan dan tindakan
pencegahan yang dilakukan oleh 3 teknisi (maintenance).
2. Adanya inspeksi pada sistem chlorine yang dilakukan setiap hari
jumat.
3. Dari hasil wawancara didapatkan tool kits tipe B tidak sesuai
dengan tangki yang digunakan karena header valve yang ada tidak
terkoneksi dengan baik dengan tools kits. Alternatif perawatan
dilakukan manual tetap menggunakan tool kits tipe B.
4. Perawatan yang dilakukan melakukan pengecatan pada pipa,
pengantian ider valve, aselerasi valve dan flexible connection.
Pengecatan dilakukan jika warna pada pipa sudah memudar,
terkelupas dan tidak ada jadwal pengecatan, pengantian ider valve,
aselerasi valve dan flexible connection dilakukan per tiga bulan
namun jika dalam waktu itu sudah mengalami kerusakan langsung
diganti.
5. Tidak ada jalur evakuasi ketika kebocoran gas pada sekitar area
ruang tangki chlorine hanya ada sign exit tanpa sign jalur evakuasi.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
133

Universitas Indonesia


8.1.3 Konsekuensi kebocoran chlorine to container

Pada penelitian ini, variable yang digunakan untuk diteliti seperti
pemilihan tangi dan variable, tempat penyimpanan, pengetahuan bahaya chlorine
dan SOP kepada pekerja, dan perawatan serta tindakan pencegahan. Dari hal
tersebut dapat dilihat keefektifan pengelolaan sistem chlorine, dan didapatkan
hasil evaluasi serta analisis yang dibuat untuk menentukan konsekuensi dari
hasil yang didapat. Tetapi dalam penelitian masih kurangnya variable kepada
pihak ketiga (supplier) dan pengetesan fasilitas safety yang tersedia.

8.1.3.1 Tingkat Kesesuaian

Tingkat kesesuaian pengelolaan sistem chlorine ditentukan dari
pengedalian serta fasilitas yang ada secara benar dan tepat. Pengedalian
yang dapat dilakukan dengan melakukan pemilihan tangki dan variable yang
tepat, menyimpan tangki dan variable secara benar, pengetahuan bahaya
chlorine serta SOP kepada pekerja, dan melakukan perawatan serta tindakan
pencegahan yang benar dan tepat. Berdasarkan hasil evaluasi yang
didapatkan, maka tingkat kesuksesan dari masing-masing barrier
(pengendalian) yaitu:
Pemilihan tangki dan variable : 69%
Tempat penyimpanan : 88%
Pengetahuan bahaya chlorine dan SOP pada pekerja : 86%
Perawatan serta tindakan pencegahan : 75%

8.1.3.2 Skenario Konsekuensi

Berdasarkan hasil penghitungan dengan menggunakan event tree
analysis dimana untuk mengetahui probability of failure.= 1 probability of
success dan untuk mengetahui konsekuensi yang ditimbulkan mengalikan
barrier yang ada dengan probability of failure dan probability of success.
Maka didapatkan konsekuensi kesesuaian sistem chlorine ;

Skenario 1
(Tangki tidak mengalami kebocoran) 39%
Pemilihan tangki dan variable yang sesuai ruang penyimpanan
yang sesuai pengetahuan pekerja dan melakukan SOP secara
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
134

Universitas Indonesia


benar dan sesuai melakukan perawatan serta melakukan tindakan
pencegahan Tidak mengalami kebocoran
Skenario 2
(Tangki bocor, tidak ada pemilihan tangki dan variable) 31 %
Pemilihan tangki dan variable yang tidak sesuai membuat
kebocoran langsung terakumulasi pada ruang penyimpanan dan
mengenai sistem yang ada pekerja mengetahu penanganan dan
sesuai prosedur namun chlorine telah terakumulasi tidak dapat
ditangai lagi maka chlorine release.
Skenario 3
(Tangki bocor, tidak ada perawatan dan tindakan pencegahan) 13%
Pemilihan tangki dan variable yang sesuai ruang penyimpanan
yang sesuai pengetahuan pekerja dan melakukan SOP secara
benar dan sesuai namun tidak adanya perawatan serta tidak
melakukan tindakan pencegahan pada tangki mengalami
kebocoran.
Skenario 4
(Tangki bocor, kurang pengetahuan bahaya chlorine dan SOP) 9%
Pemilihan tangki dan variable yang sesuai ruang penyimpanan
yang sesuai ketidaktahuan pekerja dan tidakn melakukan SOP
secara benar dan sesuai melakukan tindakan tidak aman dalam
bekerja serta belum pernahnya mendapatkan pelatihan membuat
tindakan pencegahan tidak dilakukan mengalami kebocoran.
Skenario 5
(Tangki bocor, tidak sesuainya tempat penyimpanan) 8%
Pemilihan tangki dan variable yang sesuai ruang penyimpanan
yang tidak sesuai dengan desain, penempatan penyimpanan tangki,
tidak adanya alat pengatur suhu membuat tangki mengalami
pressure dan chlorine terakumalasi pada ruanga pengetahuan
pekerja dan melakukan SOP secara benar dan sesuai melakukan
melakukan tindakan pencegahan secara benar dan melakukan
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
135

Universitas Indonesia


perawatan tidak dapat dilakukan karena adanya akumulasi chlorine
pada ruangan tangki bocor dan chlorine release ke area kerja
8.2 Saran
1. Perlunya penambahan label MSDS pada tangki chlorine sebagai informasi
tambahan kepada pekeja juga sebagai pengingat akan bahaya kerja.
2. Melakukan pengecekan korosi pada tangki dan variable yang ada,
pengecekan ulir header valve, fusible plug, fusible connection, flexible
connection, ider valve, aselerasi valve, gasket, pipa secara terjadwal.
3. Melakukan pembuatan SOP bersama kepada pihak supplier membahas
tentang korosi yang terdapat pada tangki agar dilakukan pengecatan.
4. Pengecekan korosi secara visual oleh perusahaan perlua dilakukan tetapi
lebih baik lagi jika terdapat teknisi khusus untuk melihat korosi secara
menyeluruh.
5. Pengantian variable, perbaikan tangki, dan pengecatan pipa dibuat
terjadwal dan terdapat pencatatan.
6. Penambahan kaca inspection pada pintu yang terdapat pada samping ruang
loading untuk mempermudah pengawasan.
7. Penambahan chlorine detector dan pipa netralisator pada ruang
penyimpanan tangki non operasi, sebagai antisipasi kedepan.
8. Penambahan bantalan atau pelindung karet pada tempat penyimpanan
untuk mengurangi korosi pada bagian peletakan, dan disediakan tempat
khusus untuk penyimpanan sementara setelah dari ruang loading.
9. Perlunya pelatihan kepada seluruh khusus unit chlorinasi agar pengetahuan
serta informasi yang didapat bertambah dan pekerja melakukan pekerja
sesuai dengan prosedur yang ada.
10. Penggunaan Tool Kit Tipe B sebaiknya diperhatikan dengan seksama
untuk mengatasi kebocoran kecil, karena tidak samanya tangki dan tools
kit.
11. Pemasangan sign jalur evakuasi pada area Unit chlorinasi.





Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
136

Universitas Indonesia


8.2.1 Saran Skenario Konsekuensi

Berdasarkan dari hasil ETA sehingga mengetahui konsekuensi yang
timbul dari perhitungan barrier yang ada maka didapatkan pemberian saran
menurut skenario yang ada.

Skenario 1
(Tangki tidak mengalami kebocoran) 39%
Sistem yang ada perlu ditingkatkan dan dijaga untuk mencegah
kebocoran yang timbul tidak terjadi, dilakukannya perawatan
secara teratur dan terjadwal.

Skenario 2
(Tangki bocor, tidak ada pemilihan tangki dan variable) 31 %
Pada skenario ini, terjadi kebocoran di sebabkan tidak adanya
pemilihan tangki dan variable(peralatan) hal yang perlu
ditambahkan perlunya pencegahan dan perawatan lebih mendalam,
dengan melakukan MOU dan SOP kerja baru kepada pihak ketiga
untuk penambahan inhibitor pada tangki untuk mencegah
terjadinya korosi, pemberian pelindung organic pada tangki,
pengecekan rutin serta pengakutan yang baik dapat mengurangi
terjadinya korosi pada tang, pada peratan pendukung adanya jadwal
pengantian yang tercatat.
Skenario 3
(Tangki bocor, tidak ada perawatan dan tindakan pencegahan) 13%
Perlunya penambahan sistem pengecekan terjadwal dan
dilakukannya pengecekan secara rutin, menambahkan chlorine
detector pada tempat tangki penyimpanan siap pakai untuk
meminimalisir penyebaran toksisitas ketika terjadi kebocoran yang
disebabkan tekanan dari tangki karena sifat chlorine yang toksik
dan massa gas chlorine lebih berat dari pada udara, penyediaan
pipa netralisator tambahan pada tempat tangki penyimpanan,
menambahkan bantalan karet untuk mencegah terjadinya korori
atau gesekan pada tangki dengan tempat penyimpan, penambahan
MSDS pada tangki serta jalur evakuasi yang belum terpasang.
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
137

Universitas Indonesia


Skenario 4
(Tangki bocor, kurang pengetahuan bahaya chlorine dan SOP) 9%
Perlunya adanya pelatihan bahaya chlorine kepada pekerja, serta
penjelasan tentang SOP yang ada, pelatihan mengenai first aid,
emergency prosedur ketika terjadi bencana kebakaran/kebocoran
chlorine/gempa bumi, penambahan informasi mengenai bahaya
chlorine pada tangki, pemberian promosi tentang bahaya chlorine
ditempat kerja,perlunya pelatihan penggunaan tools kits untuk
tangki.
Skenario 5
(Tangki bocor, tidak sesuainya tempat penyimpanan) 8%
Hal yang perlu perhatikan, tersedianya ruangan yang cukup luas,
terdapat peralatan safety yang selalu di cek seperti chlorine
detector, penyedot netralisator agar penghisap tetap pada tekanan
yang sama, tersedianya area penyimpanan yang khusus yang telah
dilengkapi bantalan karet, adanya pintu yang memiliki inspection
windows, lock safety yang dapat digunakan saat pengecekan.

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012

138
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Abdima, Garna. (2011). Analisi Konsekuensi Penyebaran Klorin Menggunakan
Piranti Lukan ALOHA Pada Kebocoran Chlorine Ton Container di PT
Pupuk Kujang Cikampek. FKM UI, Depok.

Andriyani. (2007). Analisa Faktor Penyebab Kebocoran Gas Chlorine Di
Vacuum Regulator Dengan Fault Tree Analysis (FTA) Di PT Thames
Pam Jaya (TPJ). FKM UI, Depok.

Barry, Thomas F. (2003). Event Tree Fire Loss Scenario Analysis,White Papers.

Center for Chemical Process Safety (CCPS). (1992). Guidelines for Hazard
Evaluation Procedures. American Institute of Chemical Engineers
(AIChE), New York.

Chemtech International Inc. (2008). Chlorine Valve and Accessories. Diunduh
dari http://www.chemtech-usa.com

Clemens, PL. (2002). Event Tree Analysis

Clemens, Simmons. (1998). System Safety Risk Management: NIOSH
Instructional Model; A Guide for Engineering Educators. US
Departemen of Health dan Human Services. Public Health Service.
Centers for Disease Control and Prevention. National for Occupational
Safety and Health. OHIO.

Environmental Protection Agency (EPA). (1990). Chemical Emergency
Preparednes and Prevention Advisory. Diunduh dari http://epa.gov

Environmental Protection Agency (EPA). Acute Exposure Guideline Levels
(AEGLs) Program. Diakses pada http://epa.gov/aegl/html

Ericson, Clifton A. (2005). Hazard Analysis Techniques for System Safety (2
nd

ed.). A John Wiley & Sons, New Jersey.

Fontana, Mary G. (1986). Corrosion Engineering (3
rd
ed.). McGraw-Hill, New
York.

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
139

Universitas Indonesia

Gatot. (1992). Mengenal Khlor, Sifat-sifat Karakteristik Bahaya Serta
Kegunaannya. Disampaikan pada Training dan Lokakarya
Penanggulangan Khlor Angkatan ke:VII, Waru, Sidoarjo.

Green. (1999). Major Hazard Management. University of South Wales

Grossel,S.S., & Crowl, D. A. (1995). Handbook of Hyghly Toxic Materials
Handling and Management. New York, Marcel Dekker Inc. United State
of America.

Hernantyo, Georgius.S. (2007). Fire Risk Assessment dengan QRA Event Tree
Analysis di Gas Metering Station CNOOC Sec LTD Cilegon. FKM UI,
Depok.

International Labour Organization. (1991) ILO Code of Practise.

Indiansprings. (2011). Chlorine Cylinder Tipe Chlorine UN 1017. Di Unduh dari
http://www.indiansprings.com/clequip.htm

Kawamura, Susumu. (2001). Integrated Design of Water Treatment Facilities. A
Wiley-Interscience Publication, USA

Janes, Denny A. (1996). Principles and Prevention of Corrosion (2
nd
ed.).
Prentice Hall, United State of America.
Japan Soda Industry Association. (1997). Safe Handling of Liquefied Chlorine
Revised Edition.

Lees, Frank P. (1996). Loss Prevention in The Process Industrie. Oxford,
Butterworth-Heinemann.
Leidel, Nelson A./ Busch, K.A., Lynch, J (1977). Occupational Exposure
Sampling Strategy Manual. USDH. NIOSH. Tersedia di
http://cdc.gov/niosh

Lestari, Fatma. (2007). Bahaya Kimia : Sampling & Pengukuran Kontaminan
Kimia di Udara. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

NIOSH Manual of Analytical Methods (NMAM). (1994). Chlorine and Bromine:
Method 6011 (4
th
ed.).

Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012
140

Universitas Indonesia

Ramli, Soehatman. (2010). Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Prespektif
K3 OHS Risk Management, Dian Rakyat, Jakarta.

The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). (1976).
Recommendation for a Chlorine Standard 76-170B. Diunduh dari
http://www.cdc.gov/niosh/pdfs/76-170b.pdf

The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). (2003)
Emergency Response Card Chlorine,NFPA Code for Gas Chlorine, Di
unduh dari
http://www.cdc.gov/niosh/ershdb/PrintableERC_29750024.html

The Chlorine Institute, Inc (1999). Chlorine: Effects on Health and The
Environment. Diunduh dari http://www.chlorineinstitute.org/files/pdf

U.S Departement of Energy (DEO) Washington,D.C. 2058, February 1996
(1996). Process Safety Management fo Highly Hazardous Chemical.
Pacific Northwest National Laboratory, Richaland, Washington 99352.

White, Geo. Clifford. (2010). Whites Handbook of Chlorination and Alternative
Disinfectants (5
th
ed.). A John Wiley & Sons, New Jersey.

______.(2002,-). Kebocoran Chlorine pda kereta pengangkut Chlorine. 23
November, 2011. ( http://smk3ae.wordpress.com/)

______.(2005, November ). Kebocoran Gas Chlorine di Pen State University. 23
November, 2011. ( http://smk3ae.wordpress.com/)

______.(2006,11 Juli ). Pipa Gas Bocor, 164 Orang Keracunan. 23 April, 2011.
http://www.suaramerdeka.com
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012

Universitas Indonesia




LAMPIRAN
Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


Universitas Indonesia

LAMPIRAN 1





















Pintu Ruang Penyimpanan




















Isi Ruangan Tangki Chlorine




Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


Universitas Indonesia












































Kondisi Tangki dan Tempat Proses Tangki




Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


Universitas Indonesia



















Kondisi Tangki dan Bantalan Karet Penyimpanan Tangki












Sign Operasi pada Tangki












Tempat Loading Tangki



Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


Universitas Indonesia

















Chlorine Detector dan Sensor yang diletakkan dibawah




















Pipa Netralisator dan Exhaust










Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


Universitas Indonesia





















Alarm



















APAR dan Safety Shower berserta eyeswash


Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


Universitas Indonesia









































Tool Kits Tipe dan Penanganannya







Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


Universitas Indonesia







































PPE yang terdapat pada Unit Chlorinasi









Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012


Universitas Indonesia











































Timbangan pada ruang proses dan Alat Pengangkut (forklift)


Evaluasi dan ..., Efri Meikel, FKM UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai