Anda di halaman 1dari 6

JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar

negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri. Dengan demikian akan timbul penawaran dan perminataan di bursa valuta asing. setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya masing-masing (kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing) misalnya 1 dolar Amerika = Rp. 12.000. Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing (A. W. J. Tupanno, et. al. Ekonomi dan Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982, hal 76-77) Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan/komoditi antar negara yang bersifat internasional. Perdagangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan alat bayar yaitu uang yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul perbandingan nilai mata uang antar negara. Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai. TRANSAKSI VALAS MENURUT HUKUM ISLAM : 1. Ada Ijab-Qobul: ---> Ada perjanjian untuk memberi dan menerima Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh melaksanakan dan melakukan tindakan-tindakan hukum (dewasa dan berpikiran sehat)

2. Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu:

Suci barangnya (bukan najis) Dapat dimanfaatkan Dapat diserahterimakan Jelas barang dan harganya Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan. Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan dalam Islam "Jangan kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan". (Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas'ud). Oleh karena itu, jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya atau ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah: Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya. Ibnu Mundhir membuat sebuah analagi tentang hukum forex menurut Islam. Menurutnya, bisnis forex sama dengan pertukaran emas dan perak, yang dalam terminologi fiqih dikenal dengan istilah sharf yang keabsahannya telah disepakati para ulama. Dengan demikian, emas dan perak sebagai mata uang dilarang ditukarkan dengan sejenisnya, misal Rupiah ditukarkan dengan Rupiah (IDR) atau Dolar kepada US Dolar (USD), kecuali nilainya setara atau sama. Jika hal ini dilakukan dikhawatirkan akan muncul potensi riba fadhl sebagaimana yang dilarang dalam hadits di atas. Namun, ketika jenisnya berbeda, seperti Rupiah ditukarkan ke Dolar atau sebaliknya, maka itu dapat dilakukan sesuai dengan harga pasar (market rate) yang berlaku saat itu dan harus kontan/on spot (taqabudh fili) berdasarkan kelaziman pasar (taqabudh hukmi). Perkara kontan dan tunai, sebagaimana dikemukakan Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni, didasarkan pada kelaziman pasar yang berlaku, termasuk ketika penyelesaiannya (settlement) harus melewati beberapa jam karena harus melewati proses transaksi. Adapun harga pertukarannya didasarkan atas kesepakatan penjual dan pembeli serta sesuai dengan market rate. Berdasarkan hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia membuat Fatwa Dewan Syari'ah Nasional no: 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).

Menurut Fatwa DSN ini, Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan). b. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan). c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh). d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai. Selain dengan adanya ketentuan MUI tersebut, terdapat juga beberapa pendapat dari beberapa Ulama yang mengeluarkan pendapat mengenai transaksi Jual Beli Valas, diantaranya Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin dan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Hukum Jual Beli Valuta adalah sah. Hal ini dikarenakan Transaksi jual beli valuta (mata uang) disebut sharf, dan sharf ini harus atTaqabudh atau barang yang masih dipegang saat majelis akad seperti yang diatur oleh MUI dalam Fatwa DSN nya. Bila at Taqabudh ini telah terjadi di majelis akad maka hal tersebut sah hukumnya. Sedangkan bila tanpa at Taqabudh, maka hal itu tidak sah dan termasuk ke dalam riba nasi'ah. Dalam arti, bahwa jika seseorang menukar mata uang Riyal Saudi dengan Dollar Amerika, maka hal ini tidak apa apa sekalipun dia ingin mendapatkan keuntungan nantinya akan tetapi dengan syarat dia mengambil dollar yang dibeli dan memberikan Riyal Saudi yang dijual. (Kitab ad Da'wah, edisi V, dari fatwa Syaikh Ibn Utsaimin, Jilid II, hal. 40) Pendapat yang kedua yaitu, menurut Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Hukum Jual Beli Valuta menurut Hal itu tidak apa apa, yakni bila seseorang membeli dollar atau mata uang lainnya lalu menyimpannya kemudian menjualnya lagi bila nilai tukarnya naik,tidak apa apa asalkan dia membelinya dari tangan ke tangan (diserahterimakan secara langsung), bukan secara nasi'ah (tempo). Membeli dollar dengan Riyal Saudi atau Dinar Irak haruslah dari tangan ke tangan, ketentuan pada mata uang ini sama seperti membeli emas dengan perak yaitu harus dari tangan ke tangan. (Fatwa Islamiyyah, dari fatwa Syaikh Ibn Baz, Jilid II, hal. 364) Dapat disimpulkan bahwa dari kedua pendapat ulama ini, maka Transaksi Sharf atau Transaksi Jual Beli Valuta Asing diperbolehkan atau sah-sah saja hukumnya dilakukan menurut Hukum Islam, asalkan tetap memenuhi aturan yang ada dalam Syariat, khususnya terdapat penyerah-terimaan secara langsung objek yang dimaksud dalam akad..

HUBUNGAN HUKUM PERIKATAN ISLAM DENGAN TRANSAKSI JUAL-BELI VALAS Hukum Perikatan Islam adalah bagian dari Hukum Islam bidang muamalah yang mengatur perilaku manusia dalam menjalankan hubungan ekonominya. Menurut Prof. Dr. HM.Tahir Azhary, SH Hukum Perikatan Islam yaitu seperangkat kaidah hukum yang bersumber dari Al Quran, Hadis dan Ijtihad yang mengatur tentang hubungan antara dua orang /lebih mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi obyek suatu transaksi. Hukum perikatan Islam sifatnya hubungan vertikal, sekaligus horizontal. Berbeda dengan Hukum Perikatan Barat. Perbedaan yang terjadi dalam proses perikatan antara Hukum Islam dan KUH Perdata adalah pada tahap perjanjiannya. Pada Hukum Perikatan Islam, janji pihak pertama terpisah dari janji pihak kedua (merupakan dua tahap), baru kemudian lahir perikatan. Sedangkan pada KUH Perdata, perjanjian antara pihak pertama dan pihak kedua adalah satu tahap yang kemudian menimbulkan perikatan di antara mereka. Dalam Hukum perikatan Islam terdapat beberapa Asas yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, yaitu
asas kebebasan, asas persamaan atau kesetaraaan, asas keadilan, asas kerelaan, asas kejujuran dan kebenarn, dan asas tertulis.

Konsep Perikatan (Akad) dalam Hukum Islam A. PENGERTIAN PERIKATAN (AKAD) Setidaknya ada 2 (dua) istilah hubungan dengan perjanjian, yaitu (janji). Pengertian akad secara Kata al-'aqdu terdapat dalam QS. al-Maidah. dalam Al-Qur'an yang beral-'aqdu (akad) dan al-'ahdu bahasa adalah ikatan, mengikat.

Para ahli Hukum Islam (jumhur ulama) memberikan definisi akad sebagai: "pertalian antara Ijab dan Kabul yang dibenarkan oleh syara' yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya."5 Abdoerraoef mengemukakan terjadinya suatu perikatan (al-'aqdu) melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut: 1. Al 'Ahdu (perjanjian), yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan orang lain. Janji ini mengikat orang yang menyatakannya untuk melaksanakan janjinya tersebut, seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam QS. Ali Imran (3): 76. 2. Persetujuan, yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan oleh pihak pertama. 3. Persetujuan tersebut harus sesuai dengan janji pihak pertama. Apabila dua buah janji dilaksanakan maksudnya oleh para pihak, maka terjadilah apa yang dinamakan 'akdu' oleh Al-Qur'an yang terdapat dalam QS. al-Maidah (5): 1 Maka, yang mengikat masing-masing pihak sesudah pelaksanaan perjanjian itu bukan lagi perjanjian atau 'ahdu itu, tetapi 'akdu.

Menurut A. Gani Abdullah, dalam Hukum Perikatan Islam titik tolak yang paling membedakannya adalah pada pentingnya unsur ikrar (ijab dan kabul) dalam tiap transaksi. Apabila dua janji antara para pihak tersebut disepakati dan dilanjutkan dengan ikrar (ijab dan kabul), maka terjadilah 'aqdu (perikatan). B. UNSUR-UNSUR AKAD 1. Pertalian ijab dan kabul Ijab adalah pernyataan kehendak oleh satu pihak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah pernyataan menerima atau menyetujui kehendak mujib tersebut oleh pihak lainnya Ijab dan kabul ini harus ada dalam melaksanakan suatu perikatan. 2. Dibenarkan oleh syara' Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariah atau hal-hal yang diatur oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an dan Nabi Muhammad SAW dalam Hadits. Pelaksanaan akad, tujuan akad, maupun objek akad tidak boleh bertentangan dengan syariah. Jika bertentangan, akan mengakibatkan akad itu tidak sah. Sebagai contoh, suatu perikatan yang mengan-dung riba atau objek perikatan yang tidak halal (seperti minuman keras), mengakibatkan tidak sahnya suatu perikatan menurut Hukum Islam. 3. Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya Akad merupakan salah satu dari tindakan hukum (tasharruf). Adanya akad menimbulkan akibat hukum terhadap objek hukum yang diperjanjikan oleh para pihak dan juga mem-berikan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak. C. RUKUN DAN SYARAT PERIKATAN ISLAM Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Dalam syari'ah, rukun, dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. 1. Rukun akad Pernyataan untuk mengikatkan diri Pihak-pihak yang berakad Obyek akad. 2. Syarat umum suatu akad : Para pihak telah mampu secara hukum (mukallaf)

obyek akad yang diakui oleh syara, dalam hal ini harus bernilai harta menurut syara dan bisa diserahkan ketika berlangsung akad. akad tidak dilarang oleh syara Akad harus sesuai dengan syarat-syarat khusus, selain memenuhi syarat secara umum, misalnya akad jual beli harus memenuhi ketentuan-ketentuan khusus tentang jual beli.

Dari penjelasan yang tertulis diatas mengenai Valuta Asing dan mengenai Hukum Perikatan Islam, maka dapat disimpulkan bahwa transaksi jual beli Valuta Asing memenuhi rukun dan syarat dari suatu akad, sebagaimana yang tertulis di penjelasan. Oleh karena ini, selama tidak melanggar ketentuan akad dalam Hukum perikatan Islam, maka mengenai transaksi jual-beli valuta asing adalah sah menurut Islam. Sumber : Fatwa DSN MUI no. 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf). (Fatwa Islamiyyah, dari fatwa Syaikh Ibn Baz, Jilid II, hal. 364) (A. W. J. Tupanno, et. al. Ekonomi dan Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982, hal 76-77) http://www.syariahonline.com/v2/fatwa/mui/2674-fatwa-mui-tentang-tradingforex.html, diakses 12 Mei 2013, 08;40 http://aceh.tribunnews.com/2012/06/08/forex-dalam-islam diakses 12 Mei 2013, 09;26

Anda mungkin juga menyukai