Anda di halaman 1dari 4

Gangguan pernapasan Obstruksi napas parsial (napas berbunyi) atau total, tak ada ekspirasi (tak ada suara

nappas) paling sering dialami pada pasien pasca anesthesia umum yang belum sadar, karena llidah jatuh menutup faring atau oleh edema laring. Penyebab lain ialang kejang laring (spasme laring) pada pasien menjelang sadar karena laring terangsang oleh benda asing, darah ludah sekret atau sebelumnya ada kesulitan intubasi trakea. Kalau penyebab obstruksi pasien masih dalam anestesi dan lidah menutup faring, maka lakukanlah maneuver tripel, pasang jalan napas, mulut-faring, hidung faring dan tentunya berikan O2 100%. Kalau tidak menolong, pasang sungkup laring. Obstruksi karena kejang laring atau edema laring, selain perlu O2 100%, bersihkan jalan napas, berikan preparat kortikosteroid (oradekson) dan kalau tidak berhasil perlu dipertimbangkan memberikan pelumpuh otot. Obstruksi napas mungkin tidak terjadi, tetapi pasien sianosis hiperkarbi, hiperkapni, PaCO2 > 45 mmHg) atau saturasi O2 menurun (hipoksemi, SaO2 <90 mmHg). Hal ini disebabkan pernapasan pasien lambat dan dangkal (hipoventilasi). Pernapasan lambat sering akibat kebanyakan opioid dan dangkal sering akibat pelumpuh otot masih bekerja. Kalau penyebab jelas karena opioid dapat diberikan nalokson dan kalau oleh pelumpuh otot dapat diberikan prostigmin-atropin. Hipoventilasi yang berlanjut akan menyebabkan asidosis, hipertensi, takikardi yang berakhir dengan depresi sirkulasi dan henti jantung.

Gangguan kardiovaskular Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa trakea, cairan infuse berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis karena hipoksi, hiperkapni dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang berlangsung lama akan menyebabkan gagal ventrikel kirir, infark miokard, disritmia, edema paru atau perdarahan otak. Terapi hipertensi diarahkan pada factor penyebabnya dan kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid (niprus) 0,5-1,0 g/kg/menit.

Hipotensi akibat isian balik vena (venous renturn) menurun disebabkan perdarahan, terapi cairan kurang adekuat, hilangnya cairan ke rongga ketiga, keluaran air kemih belum diganti, kontraksi miokardium kurang kuat atau tahanan vascular perifer menurun. Hipotensi harus segera diatasi kalau tidak akan terjadi hipoperfusi organ vital yang berlanjut dengan hipoksemia dan kerusakan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan factor penyebabnya. Berikan O2 100% dan infuse kristaloid RL atau asering 300-500 mL. Disritmia disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-alkalosis, hipoksia, hiperkapnia atua memang pasien penderita sakit jantung.

Gelisah Gelisah pasca anesthesia dapat disebabkan karena hipoksia, asidosis, hipotensi, kesakitan, efek samping obat misalnya ketamin atau buli-buli penuh. Setelah disingkirkan sebab-sebab tersebut di atas, pasien dapat diberikan penenang midazolam 0,05-0,1 mg/kg BB.

Nyeri Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan ringan. Untuk meredam nyeri pasca bedah pada analgesia regional pasien dewasa, sering ditambahkan morfin 0,05-0,10 mg saat memasukkan anestetik local ke ruang subaraknoid atau morfin 2-5 mg ke ruang epidural. Tindakan ini sangat bermanfaat karena dapat membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam. Setelah itu nyeri yang timbul biasanya bersifat sedang atau ringan dan jarang diperlukam tambahan opioid dan kalau pun perlu cukup diberikan analgetik golongan AINS (antiinflamasi non steroid) misalnya ketorolak 10-20 mg iv atau im. Opioid lain seperti petidin atau fentanil jarang digunakan intradural atau epidural, karena efeknya lebih pendek sekitar 3-6 jam. Efek samping opioid intratekal atau epidural ialah gatal daerah muka pada manula depresi napas dapat dihilangkan dengan nalokson. Opioid intratekal atau epidural tidak dianjurkan pada manula kecuali mendapat pengawasan ketat. Kalau terjadi

nyeri berat pasca bedah di UPPA diberikan obat golongan opioid bolus dan selanjutnya titrasi perinfus.

Mual-muntah Mual-muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umum terutama pada penggunaan opioid, bedah intra-abdomen, hipotensi dan pada analgesia regional. Obat mual-muntah yang sering digunakan pada perianestesia ialah: 1. Dehydrobenzperidol (droperidol) 0,05-0,1 mg/kgBB (amp 5 mg/ml) im atau iv 2. Metoklopramid (primperan) 0,1 mg/kgBB iv, supp 20 mg 3. Ondansetron (zofran, narfoz) 0,05-0,1 mg/kgBB iv 4. Cyclizine 25-50 mg

Menggigil Menggigil (shivering) terjadi akibat hipotermia atau efek obat anesthesia. Hipotermi terjadi akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA yang dingin, cairan infuse dingin, cairan irigasi dingin, bedah abdomen luas dan lama. Menggigil selain akibat turunnya suhu dapat juga disertai oleh naiknya suhu dan biasanya akibat obat anestetik inhalasi. Terapi petidin 10-20 mg iv pada dewasa sering dapat membantu menghilangkan menggigil, selain itu perlu selimut hangat, infuse hangat dengan infusion warmer lampu penghangat untuk menaikkan suhu tubuh.

Nilai pulih dari anestesi Selama di UPPA pasien dinilai tingkat pulih-sadarnya untuk kriteria pemindahan ke ruang perawatan biasa Nilai Kesadaran 2 Sadar, orientasi baik 1 Dapat dibangunkan 0 Tak dapat

dibangunkan Warna Merah muda (pink) Tanpa O2 SaO2 >92% Aktivitas Pucat atau kehitaman Perlu O2 SaO2 >90% Sianosis Dengan O2 SaO2 tetap <90%

4 ekstremitas bergerak 2 ekstremitas bergerak Tak ada ekstremitas bergerak

Respirasi

Dapat napas dalam Batuk

Napas dangkal Sesak napas

Apneu atau obstruksi

Kardiovaskular

Tekanan berubah <20%

darah Berubah 20-30%

Berubah >50%

Kriteria pindah dari UPPA jika nilai 9 atau 10

Anda mungkin juga menyukai