Anda di halaman 1dari 4

Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan *)

Julianto & Roswitha

Kami tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Anda saat membaca tema di atas. Tema
ini datang dari pengalaman konseling kami di LK3 dan Yayasan Pelikan. Kami
memberikan latihan untuk beberapa istri yang suaminya menyeleweng. Latihan itu
adalah daripada terus menasihati (baca: ngomel) suami, lebih baik mengerahkan
energi untuk melayani suami. Berusaha menerima dan mendampingi suami apa pun
keadaannya. Terus memberi pelayanan yang terbaik. Itulah yang akan mengubah
pasangan Anda.

Nasihat Rasul Petrus:


Sistem Pernikahan Sehat

3:1 Demikian juga kamu, hai istri-istri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada
di antara mereka yang tidak taat kepada firman, mereka juga tanpa perkataan
dimenangkan oleh kelakuan istrinya,
3:2 jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup istri mereka itu.
(I Petrus 3:1-2)

Secara konteks, ayat-ayat di atas ditujukan kepada istri yang punya suami tidak
taat pada firman Tuhan dan suami yang belum mengenal Tuhan. Tentu pada waktu itu
ada pernikahan campur, orang Kristen menikah dengan yang non-Kristen. Kita tahu
budaya paternalistik begitu kuat di lingkungan Yahudi, suami punya otoritas kuat.
Suami nomor satu, sedangkan istri adalah nomor dua. Dalam konteks demikian,
Petrus, seorang nelayan sederhana memberikan suatu nasihat. Dia menulis, istri-
istri itu tunduklah kepada suami.
Bagaimana kita bisa memahami itu? Tentu saja kita harus mengerti juga konsep
teologi Petrus (bandingkan dengan surat Paulus di Efesus 5:22-23). Karenanya mari
kita melihat pernikahan sebagai sebuah sistem yang terbentuk dari dua sistem yang
berbeda, yaitu sistem suami dan sistem istri. Menyatunya kedua sistem ini tidak
terjadi, dan pernikahan menjadi disfungsi. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya
suami-istri yang egois, dan membiarkan sistem masing-masing berjalan sendiri-
sendiri.
Kita perlu mengembangkan the weness of marriage atau kekitaan pernikahan dalam
sistem ini. Artinya, ada bagian-bagian dari sistem suami atau istri yang menjadi
milik bersama, disepakati, dan dilaksanakan bersama. Misalnya, kalau sebelum
menikah suami suka mampir ke caf� habis kantor, sekarang dia harus ingat ada istri
menunggu di rumah.
Petrus juga menegaskan pentingnya menikah dengan orang seiman. Tuhan menghendaki
kita menikah dengan orang yang sepadan dan seiman. Jika Anda menikah dengan suami
yang tidak beriman, atau tidak taat firman, maka konsekuensi dari pernikahan tidak
seiman itu harus Anda pikul. Anda harus menjadi saksi bagi dia. Jangan menuntut
dia berubah. Andalah yang harus membantu dia berubah. Ada harga yang harus dibayar
untuk sebuah pernikahan yang Anda masuki tanpa perhitungan ini.
Jika Anda menikah dengan orang yang tidak seiman, ada kemungkinan Anda mengalami
ke-mandeg-an (stagnasi) pernikahan. Anda mungkin dilarang ke gereja. Ini adalah
sebuah risiko yang harus anda jalani. Sebagai Istri Anda harus belajar tunduk. Apa
gunanya Anda memaksa pergi, tapi pulang bertengkar dengan suami? Jika kita mau
menikah dengan seseorang yang tidak seiman, kita harus pertimbangkan dengan matang
konsekuensi dari pernikahan itu.

Memenangkan suami tanpa perkataan

Petrus kemudian memberi satu resep, yaitu seorang istri bisa memenangkan suami
lewat hidup yang murni dan saleh. Ini terjadi bukan karena kepandaian atau pintar
berkata-kata, tetapi karena suami melihat karakter istrinya yang mengagumkan. Juga
bukan karena daya tarik perhiasan, baju-baju yang baru dibeli dari toko, atau
penampilan yang wah. Tapi manusia batiniah yang berasal dari roh yang lemah-
lembut, jiwa yang tentram dan tenang. Inilah perhiasan harian yang suami akan
lihat. Suami yang tidak beriman, suami yang tidak percaya, suami yang tidak taat
itu mungkin suatu hari bertanya dalam hatinya, �Apa yang membuat istri saya tetap
mencintai saya, walaupun saya tidak bertanggung jawab?�
Petrus memberi contoh Sarah. Dia sebagai istri tunduk dan taat kepada Abraham.
Sarah memanggil Abraham itu tuan (master). Bagaimana Anda memanggil pasangan anda?
Ada yang menyebut pasangannya: sayang, papi, papa, atau langsung nama. Tetapi
apapun itu yang paling penting adalah Anda menaruh rasa hormat yang tinggi, bangga
dan kagum pada suami.

Nasihat Untuk Para Suami

3:7 Demikianlah juga suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu, sebagai kaum
yang lebih lemah. Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia.
3:9 ...tetapi sebaliknya, hendaklah kamu saling memberkati, karena untuk itulah
kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.
(1 Pet 3:7,9)

Petrus bicara lagi dalam konteks budaya paternalistik. Di sana perempuan


ditempatkan dalam subordinasi pria. Yang menarik adalah sikap dan perlakuan suami
terhadap istri berkaitan langsung dengan spiritualitasnya, yaitu �supaya doamu
tidak terhalang�. Jadi, iman seorang suami pertama-tama tidak ditunjukkan dengan
berapa kali seminggu ia ke gereja, atau banyaknya persembahanyang ia berikan,
sepenting apa perannya di gereja. Tidak. Tetapi �seberapa bijak engkau
berkomunikasi dan berelasi dengan istri�. Paulus mengatakan majelis atau penatua,
haruslah seorang suami dari satu istri dan dihormati oleh istri dan anak-anaknya.
Mari kita lihat ada satu hal yang menarik dari Petrus. Dia mengatakan, suami harus
menghormati istri sebagai teman pewaris dari kasih karunia. Istri adalah kasih
karunia, pemberian Tuhan yang bernilai kekal, yang menentukan kelanggengan dan
kualitas dari keturunanmu.

Suami adalah pembela istri

Pernikahan itu seperti sebuah film yang setiap hari dilihat dan dibaca anak.
Kemudian mereka mencontoh perilaku kita sebagai suami kepada istri, dan
sebaliknya. Suatu hari andaikata Josephus anak kami yang sulung menikah (sekarang
umurnya 16 tahun), minimal dia akan mengadopsi 75% perilaku suami dalam pribadi
saya. Dan seperti itulah dia akan berlaku terhadap istrinya.
Sebagai orangtua kita dipanggil untuk mendidik anak-anak dan mempersiapkan mereka
menjadi seorang suami dan ayah, atau menjadi ibu dan istri. Mari kita ingat, bahwa
kita harus mendidik mereka dengan kesadaran bahwa kita sedang menjadi teladan bagi
dia.
Ketika Josephus berusia 8 tahun, istri saya mengeluh. Karena sesuatu hal Jo
melawan ibunya. Saya marah. Saya panggil Joseph ke kamar. Saya pegang krah
bajunya. �Jo, apa yang kau lakukan sama mama?�
�Maaf, Pa!�
�Oke, papa maafkan. Tapi kau jangan macam-macam ya, Mamamu itu istri saya! Dia
yang melahirkan dan membesarkan kau. Jangan lupa, mama itu istri bapak! Jangan
kurang ajar ya, Nak!�
Dalam hati saya, suatu hari Josephus akan punya istri. Dia harus menjadi suami
yang membela istrinya. Jangan membiarkan istrinya dihina orang lain. Sejak saat
itu dia tidak berani kurang ajar sama mamanya. Saya sebagai suami, membela istri
saya, di depan anak saya.
Itu hanya satu contoh. Anak-anak juga perlu melihat bagaimana orangtuanya
membangun sikap yang romantis dan harmonis.
Menciptakan kesenangan pasangan

Firman Tuhan dilanjutkan dengan ajakan untuk saling memberkati. Jangan membuat
pasangan Anda marah, usahakan dengan kreatif agar dia senang. Untuk membuat
pasangan Anda senang, Anda harus tahu bahasa cintanya.
Gary Chapman menemukan lima bahasa cinta, yaitu :
1. Pujian/afirmasi (peneguhan).
2. Sentuhan fisik
3. Kebersamaan dan waktu berkualitas
4. Pelayanan
5. Pemberian (gift, yaitu memberikan sesuatu kepada pasangan (atau anak) pada
waktu dia tidak layak menerimanya.
Jika anda belum tahu bahasa cinta utama pasangan Anda, coba tanyakan kepadanya.
Juga sampaikanlah kepada pasangan Anda bahasa cinta utama Anda.
Wita senang menunjukkan sikap romantis dalam berbagai cara. Dia suka menggandeng
saya atau meminta saya merangkulnya. Mula-mula saya merasa risih karena tidak
pernah melihat orangtua saya bersikap demikian. Tetapi saya belajar melakukan hal-
hal yang istri saya suka. Ini membuat saya menemukan metode menciptakan kesenangan
diri dari kesukaan pasangan.
Suatu hari saya mencoba bersikap romantis pada istri saya. Ketika sedang menyanyi
di kebaktian gereja, saya memegang tangannya. Waktu pulang istri saya bilang, dia
sangat senang merasakan tangan saya di tangannya. �Sering-sering ya,� katanya
menyemangati. Ternyata dia senang. Tetapi pada saat yang bersamaan, kesenangan
Wita berdampak pada saya. Maka sebagai suami dan ayah kita perlu mengembangkan
kreatifitas untuk menciptakan kesenangan kepada pasangan dan anak-anak.
Setelah saya tahu rahasia ini, dalam perjalanan pulang dari Slipi ke Karawaci
(jaraknya sekitar 30km, ditempuh minimal selama satu jam) saya mencoba membangun
kreatifitas. Saya memikirkan apa yang menyenangkan pasangan dan anak saya senang
melihat saya pulang. Saya mencari cara agar kehadiran saya yang hanya beberapa jam
di rumah bermakna bagi mereka.
Coba bayangkan, seharian kita berpisah dengan anak dan istri. Jangan sampai
kedatangan kita membuat mereka susah. Tidak sedikit anak mengeluh, �Yaaah, papa
sih ada di rumah, tapi saya tidak merasakan kehadirannya!� ... soalnya badan papa
di rumah, tapi masih membawa pekerjaan tugas kantor. Di rumah masih asyik di depan
komputer, kerjakan ini-itu, periksa ini-itu, kirim SMS, menelpon, dsb.

Menerima apa adanya

Untuk melakukan ini kita perlu melatih doa berikut ini: Tuhan, tolonglah saya
menerima pasangan saya apa adanya, bukan �ada apa�-nya. Tolong juga ubah saya
sehingga lewat perubahan saya, pasangan saya berubah.

Latihan:
1. Tulislah 10 kelebihan pasangan Anda. Misalnya: sabar, romantis, setia, pandai
masak, menjaga bersih, rajin, ramah, enak diajak bicara (komunikatif), peka,
senang olahraga. Bersyukurlah untuk semua hal baik yang ada dalam dirinya.
2. Tulislah 10 kekurangan Anda sebagai suami atau istri. Misalnya: egois, sulit
meminta maaf, mudah marah, malas bangun pagi, kurang bersih, malas olahraga, makan
tidak teratur, teledor, kaku, tidak tekun. Mohon anugerah Tuhan untuk semua
kekurangan Anda sebagai suami atau istri agar Tuhan menolong Anda berubah menjadi
lebih baik.

Kalau kita bisa menemukan kesimbangan antara kelebihan pasangan dan kelemahan
pribadi kita, ada beberapa hal yang terjadi.
1. Setiap kali kita memikirkan kelebihan pasangan, secara simultan, kelemahan
pasangan tergeser. Apalagi kalau setiap hari kita bersyukur untuk kelebihan suami
atau istri kita. Ada fakta bahwa dia punya kekurangan, tapi bukan itu yang menjadi
fokus kita. Kalau Anda berhasil melihat kelebihan pasangan, kita akan mudah juga
fokus pada kelebihan anak kita. Kita mudah memuji dan tidak sulit memberikan
afirmasi. Itu akan membangun harga diri anak.
2. Kalau kita mohon anugerah untuk kelemahan kita, maka dalam berkomunikasi kita
lebih mudah memaafkan. Kita juga tahu bahwa kita juga punya kekurangan. Dalam hal
tertentu saya kurang, saya kadang egois, saya pernah menyakiti hati istri saya.
Maka ketika istri saya menunjukkan kekurangannya, itu bukan problem yang besar
atau dibesar-besarkan. Kita lebih mudah berdamai ketika suatu masalah terjadi.
3. Maka kalau istri saya suka memberi afirmasi tentang saya di depan anak-anak,
itu adalah bentuk pewarisan nilai. Anak-anak saya juga belajar memberi afirmasi
dan pujian kepada pasangannya nanti. Saya sewaktu-waktu menegaskan kepada anak-
anak betapa saya bangga menjadi suami dari ibu mereka.
4. Kita akan merasa lebih bebas ketika berhubungan dan berelasi dengan pasangan.
Kita tidak hanya menuntut, kamu harus begini, kamu harus begitu. Kalau kita tahu
ada kekurangan pada istri atau pasangan, kitalah yang menutupi kelemahan itu. Jika
para suami hanya bisa menyalahkan istri dan sebaliknya, kesalahan kita dua kali:
menyalahkan dan tidak melindungi. Itu sebabnya Paulus mengatakan peran suami
adalah menguduskan istrinya, dia harus melindungi istrinya. Ini yang paling
penting.

*) Dari Buku MENGUBAH PASANGAN TANPA PERKATAAN leh Julianto & WithaReport

Anda mungkin juga menyukai