UPP Teologi
Draf Pengajaran - Bidang
Katekisasi Pembinaan Anggota
Pranikah
Gereja
Bahan Pengajaran Bagi Anggota Sidi Jemaat GMIT
Kasih Kristus
Dasar Hidup Suami-Istri
BAGIAN PERTAMA:
DASAR & KARAKTER PERNIKAHAN KRISTEN
{ Sesi 1: Mengapa Menikah 3
{ Sesi 2: Pernikahan Kristen Antara Laki-laki & Perempuan Seiman 5
{ Sesi 3: Pernikahan Kristen Melampaui Penampilan Fisik 7
{ Sesi 4: Kesetaraan dan Keunikan Laki-laki-Perempuan 8
BAGIAN KEDUA:
KEHIDUPAN PERNIKAHAN KRISTEN
{ Sesi 5: Mengenal Diri dan Pasangan 11
{ Sesi 6: Seksualitas dan Berbagai Permasalahannya 14
{ Sesi 7: Mengelola Keuangan Keluarga 19
{ Sesi 8: Tinggal Serumah Bersama Orangtua/Mertua 23
{ Sesi 9: Gadget dan Keluarga 24
{ Sesi 10: Mengelola Konflik Dalam Rumah Tangga 27
{ Sesi 11: Mencegah Kekerasan Dalam Rumah Tangga 29
{ Sesi 12: Perzinahan 33
{ Sesi 13: Keluarga Tanpa Anak 35
{ Sesi 14: Perceraian 36
BAGIAN KETIGA:
ANAK DAN KELUARGA
{ Sesi 15: Anak adalah Karunia Tuhan Yang Berharga 39
{ Sesi 16: Pendidikan Karakter Dalam Keluarga 41
{ Sesi 17: Teladan Pendidikan Orang Tua 45
BAGIAN KEEMPAT:
PERAN ORANGTUA SEJAK KEHAMILAN SAMPAI USIA 2 TAHUN
BAGIAN PERTAMA
Dasar & Karakter Pernikahan Kristen
18
TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan
penolong baginya, yang sepadan dengan dia." 19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala
binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk
melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap
makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. 20 Manusia itu memberi nama kepada
segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya
sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. 21 Lalu TUHAN Allah membuat
manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya,
lalu menutup tempat itu dengan daging. 22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia
itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 23 Lalu berkatalah
manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan,
sebab ia diambil dari laki-laki." 24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
KEJADIAN 2:18-24 (TB-LAI)
Pernikahan merupakan lembaga pertama yang ditetapkan dan dikehendaki oleh Tuhan Allah. Ia berfirman: “tidak
baik kalau manusia itu seorang diri saja,aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan Dia” (Kej.
2:18). Untuk pertama kali Allah melihat hasil ciptaan-Nya dan mengatakan “tidak baik” (2:18). Sebelumnya, Allah
menilai setiap ciptaan pasti baik (Kej 1:4, 10, 12, 18, 21, 25), bahkan keseluruhan ciptaan adalah sungguh amat baik
(Kej 1:31).
Nilai “baik” dan “tidak baik” dinyakan oleh Allah sendiri. Ketika Ia menilai manusia sorang diri “tidak baik”,
Ia melanjutkan dengan tindakan konkret. Terhadap keadaan “tidak baik seorang diri” ini pun Allah segera
menciptakan penolong sepadan bagi Adam (2:18b) agar yang tidak baik itu menjadi baik dan rencana Allah sejak
semula (1:26-28) dapat terpenuhi. Inilah yang menjadi dasar pernikahan, yang ditetapkan oleh Allah.
Allah memiliki tujuan istimewa melalui pernikahan. Rasul Paulus menyebutnya, “rahasia ini besar, tetapi yang
aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat” (Ef. 5:32). Pernikahan seorang laki-laki dan seorang perempuan
adalah refleksi dan representasi dari relasi Kristus dan jemaat-Nya. Relasi yang kudus dan kekal. Pentingnya
Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta memahami pentingnya kesatuan iman dalam pernikahan sesuai kata
Alkitab.
Gagasan Utama:
Sesi ini akan membahas tentang pernikahan yang seiman, yaitu iman Kristen, sesuai Alkitab, agar melalui iman
mereka, pasangan suami istri mampu mewujudkan rencana Allah melalui pernikahan dan mengatasi kemungkinan
persoalan dalam pernikahan akibat perbedaan agama dan ajaran.
Metode:
Ceramah dan Diskusi/Evaluasi
Solusi
Dalam membangun relasi yang lebih serius, hendaknya setiap orang mengenali pandangan dan keyakinan
teologis atau agama pasangan atau calon pasangannya sebelum memutuskan untuk berkomitmen. Hendaknya sebagai
orang yang berpegang teguh pada pengakuan iman, setiap pribadi harus mampu membicarakan perbedaan ini dengan
serius dan penuh kasih. Pasangan dapat membicarakan tentang perbedaan ini dengan pendeta, keluarga ataupun
orang yang dapat memberi pikiran-pikiran yang jujur dan terbuka. Segala resiko mengenai perbedaan agama/doktirn
ini harus benar-benar dibicarakan di awal keseriusan hubungan.
Dalam peraturan Pastoral GMIT Bab IV tentang Pernikahan Lintas Gereja/Agama pasal 8 (1) tertera: “Majelis
jemaat dapat melaksanakan pelayanan pernikahan bagi pasangan anggota GMIT dengan anggota gereja/agama lain
berdasarkan pada kesepakatan bersama secara tertulis antara majelis jemaat, pimpinan gereja/agama lain, kedua
keluarga dan calon mempelai”. (2) Majelis jemaat memberikan pendampingan bagi anggotanya yang menikah
dengan pasangan berbeda gereja/agama lain dan dilaksanakan oleh lembaga gereja/agama lain, sambil berupaya
mempertahankan status yang bersangkutan sebagai anggota GMIT.
Hal ini menyiratkan bahwa pernikahan lintas gereja/agama dimungkinkan dilakukan oleh anggota GMIT baik
yang dilayani dalam GMIT maupun di lembaga gereja/agama lain dan namun ia tetap mempertahankan
keanggotaannya dalam GMIT. Namun demikian, menyadari dan memahami kesulitan dan tantangan yang akan
dihadapi kelak dalam rumah tangga pasangan berbeda gereja/agama maka keputusan pernikahan ini harus diambil
dengan pertimbangan yang sungguh-sungguh masak dengan pendampingan yang dilakukan baik oleh orang tua,
keluarga dan gereja. Karena pernikahan Kristen adalah pernikahan yang satu kali untuk selamanya. Jika dalam
percakapan-percakapan ini tidak tercapai penyesuaian iman atau doktrin maka hendaknya ke dua pribadi
mempertimbangkan untuk mengakhiri hubungan secara baik-baik dan dewasa.
Evaluasi
Referensi:
Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini para peserta memahami pentingnya pertimbangan rasa tertarik kepada lawan jenis
yang melampaui penampilan fisik.
Gagasan Utama:
Materi ini akan membahas pertimbangan menikah yang malampaui ketertarikan fisik dan membutuhkan aspek
bathiniah yang lebih permanen sebagai alasan ketertarikan yang bertanggungjawab.
Metode:Ceramah, Sharing pengalaman, dan Diskusi
Studi Kasus:
Jika kepada anak-anak muda ditanyakan: untuk memilih jodoh, kalian memilih yang penampilannya cantik/ganteng
tapi karakternya kurang ‘rohani’ atau yang penampilannya kurang menarik tapi karakternya sangat rohani? Kira-kira
apa jawaban pada umumnya?
Dasar Alkitab
Alkitab tidak pernah merendahkan kecantikan. Beberapa ayat berbicara tentang kecantikan misalnya Sara
(Kej 12:11, 14), Ribka (Kej 24:16), dan Rahel (Kej 29:17). Namun adalah lebih penting mempertimbangkan
karakter, sikap dan kedewasaan iman seseorang daripada hanya sekedar melihat penampilan fisik. Rasul Petrus
melarang para perempuan untuk berdandan seperti dunia, sebaliknya, mereka dinasihatkan untuk mengenakan
“perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata
Allah” (1 Pet 5:3-4). Juga Amsal 31:30 mengajarkan dengan tegas: “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan
adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji”. Kisah Simson yang jatuh cinta kepada Delila,
seorang perempuan Filistin yang sangat cantik, namun akhirnya membawa kehancuran bagi Simson ( Hakim-hakim
16:4). Namun perlu diingat bahwa kecantikan tidak identik dengan ‘penggoda’, atau karakter buruk atau kurang
beriman. Tetapi kecantikan atau ketampanan bukan satu-satunya criteria untuk mencari calon pendamping hidup
dalam pernikahan Kristen.
Memiliki pasangan yang cantik/ganteng adalah impian banyak laki-laki/perempuan. Hal ini bukanlah sesuatu
yang salah. Dalam masa berpacaran biasanya laki-laki atau perempuan yang berwajah ganteng/cantik menjadi
incaran banyak orang, menjadi ‘bunga kampung’ adalah kebanggan seorang perempuan muda. Seiring dengan
kedewasaan dan usia yang bertambah maka pandangan mencari yang cantik/gantengpun semakin memudar dan
beralih pada yang menarik sikap dan ada kecocokan karakter dan kepribadian. Hal ini patut disadari karena memang
ternyata penampilan fisik bukanlah sesuatu yang kekal. Seiring dengan berjalannya waktu, kecantikan dan
kegantengan akan memudar. Para ibu yang telah hamil dan melahirkan, tubuh perutnya akan membesar tidak lagi
langsing seperti muda dulu kulit wajahnya tidak sekencang dan semulus dulu. Para bapak pun demikian, rambut di
kepalanya semakin jarang, perut semakin buncit dan tanda-tanda penuaan lainnya. Tentu saja merawat tubuh adalah
penting karena Alkitab tidak merendahkan tubuh dari roh dan jiwa. Yesus Kristus menebus tubuh kita (I Kor 16:19-
20), persembahan yang berkenan kepada Allah (Rm 12:1). Namun kesempurnaan tubuh juga tidak perlu diagung-
agungkan sedemikian rupa sehingga melupakan kecantikan roh dan jiwa/karakter. Karakter krisitiani harus menjadi
dasar pertimbangan yang utama melampaui penampilan fisik semata dari setiap laki-laki atau perempuan yang
hendak menetapkan hati untuk memilih pasangan hidup.
Evaluasi:
Sharing pengalaman bersama pasangan suami-istri yang telah menikah dalam kurun waktu 20 tahun ke atas.
Referensi:
1. Sutjipto Subeno: Indahnya Pernikahan Kristen, (Surabaya: Momentum), 2014.
2. Pdt. Yakub Tri Handoko, dkk., dalam www.rec.org dan Grace Alone.
Tujuan:
Setelah mengikuti sesi ini, katekisan memahami konsep kesetaraan dan keunikan laki-laki dan perempuan (suami-
istri) dan berkomitmen untuk menerapkan peran yang berbeda dalam pernikahan.
Gagasan Utama:
Sesi ini menjelaskan konsep Alkitab tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan sekaligus keunikan masing-
masing yang memperkaya dan mnyempurnakan kehidupan pernikahan.
Metode:Ceramah, Sharing pengalaman, dan Diskusi
Pengantar
Alkitab menggambarkan kesamaan dan keunikan antara laki-laki dan perempuan. Kesamaan laki-laki dan
perempuan nampak dalam kisah Penciptaan (Kitab Kej. 1). Keduanya sama-sama disebut “manusia” (ayat 26, 27).
Sama-sama pula diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (ayat 27). Demikian pula dinyatatakan dalam Pokok-
pokok Ekelsiologi GMIT, bahwa laki-laki dan perempuan adalah gambar Allah (imago Dei). Prinsip saling
menguntungkan (mutualistis) dan saling melengkapi (komplementer) menjadi dasar untuk menata kehidupan sesuai
dengan pesan Alkitab. Keduanya sama-sama diberi mandat untuk menatalayani kehidupan di bumi (ayat 26, 28).
Tuhan memberikan berkat-Nya bagi laki-laki dan perempuan (ayat 28). Ini menunjukkan bahwa secara hakekat laki-
laki sama dan setara dengan perempuan. Allahlah yang menetapkan kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Evaluasi/Sharing
Peserta saling berbagi pengalaman tentang kehidupan mereka dalam keluarga; belajar dari orang tua masing-masing
dalam mewujudkan kesetaraan dan keunikan mereka masing-masing.
Referensi:
Tujuan Umum:Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan sikap peserta dalam pengenalan pribadi sendiri,
pasangan, dan interaksi keduanya demi keutuhan pernikahan.
Tujuan Khusus:
a. meningkatkan pemahaman tentang kesiapan diri sendiri sebagai calon pasutri;
b. mengenal pribadi pasangan dalam keunikannya;
c. meningkatkan ketrampilan bersikap dalam berinteraksi sebagai calon pasutri;
d. memahami manfaat saling menerima demi keutuhan nikah dan keluarga.
Gagasan Utama:Pernikahan Kristen mengikat suami dan istri seumur hidup. Dan karena itu sangat membutuhkan
pengenalan yang mendalam di antara calon suami dan istri tentang masing-masing pribadi yang unik dan
personalitasnya, sambil tetap menyadari bahwa proses pengenalan pasangan merupakan proses seumur hidup.
Pengetahuan dan ketrampilan ini diharapkan dapat membantu calon pasutri mengelola pernikahan dengan merawat
persekutuan keluarga Kristen diberkati Tuhan.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Evaluasi
Aktivitas Awal
Kegiatan 1: Doa pembukaan serta menyanyikan lagu.
Kegiatan 2: Catatlah setiap hal yang saudara sebut sebagai kelebihan dan kekurangan dari diri/pasangan. Tuliskan
pada selembar kertas yang sudah disiapkan. Kemuadian daftar tersebut diperiksa kembali dan hasilnya dituliskan
dalam kolom dibawah ini:
Kegiatan ke 3: Siapkan kertas kosong. Setiap peserta berada dalam ‘tim’ sesuai pasangannya, setiap orang menulis
kelebihan dan kekurangan dirinya. Pada halaman yang kosong dari kertas yang sama, saudara mempersilahkan
pasanganmu menuliskan kelebihan dan kekurangan dirimu.
Pengantar
Dalam konteks masyarakat pegunungan dan daratan, Yulia singgih D.Gunarsa (2012)mengatakan, pernikahan dapat
diumpamakan sebagai suatu perjalanan yang panjang, penuh kesukaan, dan mengasyikkan, bila jalannya
dipersiapkan dengan matang.Sebaliknya,perjalanan tersebut dapat menyebalkan, membuat orang mengalami stress
atau tekanan batin bilanya jalannya penuh kerikil, lubang dan macet- apalagi bila jalannya belum dipersiapkan(belum
diaspal). Dalam konteks masyarakat pesisir, pernikahan dapat diumpamakan sebagai suatu pelayaran mengarungi
samudera raya, yang menyenangkan, menikmati keindahan alam, aman walau gelombang menyertai pelayaran;
Sifat dasar: Pendiam, tenang, netral (tidak ada warna perasaan yang jelas), dan
Plegmatis stabil.
Sifat lainnya: merasa cukup puas, tidak peduli (acuh tak acuh), dingin hati (tak
mudah terharu),pasif, tidak mempunyai banyak minat, bersifat lambat, sangat
hemat, dan tertib/teratur.
Dari pelajaran tentang Tipe Temparamen di atas, pemikiran calon pasutri semakin luas untuk mengerti kepribadian
manusia dan lebih khusus, calon pasangannya. Dari sifat-sifat yang tertulis di atas pasutri dapat membuat tabelnya.
a. Belajar mencatat dari sifat-sifat diri sendiri :
No Sifat- sifat Keterangan
.
Kesediaan untuk belajar dan menelusuri sifat masing-masing serta secara terbuka berdialog dengan pasangan tentang
sifat dan temparamen, merupakan jalan penghubung yang bisa menghubungkan terus menerus dua pribadi yang
berbeda latar belakang dalam cinta kasih yang Tuhan anugerahkan
Evaluasi
Pengajar mengajak peserta, baik yang berpasangan maupun sendiri untuk melakukan test bahasa kasih dengan
menggunakan teori dan quis Lima Bahasa Kasih dari Rev. Dr. Gerry Chapman.
Referensi
1. Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa & Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa: Psikologi Untuk Keluarga, (Jakarta: Penerbit),
tahun.
2. Paul Klein, SVD: Pedoman Awal Keluarga Kristen, (Jakarta: Penerbit),
3. Dr. J.L.Ch Abineno: Sekitar Katekesasi Gerejani, (Jakarta: Penerbit),
4.Yulia Singgih D. Gunarsa: Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman, (Jakarta: Penerbit),
Prof.Dr.Samsu Yusuf & Prof.Dr. A. Yuntika Nurihsan: Teori Kepibadian, (Jakarta: Penerbit), tahun…..
Tujuan:
a. Peserta memahami makna dan tujuan seksualitas sesuai Alkitab;
b. Peserta memahami berbagai permasalahan seksual dalam pernikahan dan mampu mengatasinya secara Kristiani.
Gagasan Utama:
Sesi ini membahas secara khusus pemahaman tentang seksualitas dalam Alkitab, berbagai permasalahan di sekitar
seksualitas, dan solusinya.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Evaluasi
Dasar Alkitabiah
Sejak awal Alkitab memandang seks secara positif. Seks bukan akibat dari dosa. Bagaimana menjelaskan hal ini?
Seksualitas manusia disebutkan secara khusus. Salah satu keunikan penciptaan manusia adalah penyebutan "laki-laki
dan perempuan" (Kej. 1:27). Keterangan ini mengandung maksud yang besar. Di hari ke-5 dan ke-6 Allah juga
menciptakan binatang-binatang. Kebanyakan berjenis kelamin jantan dan betina. Namun, Alkitab tidak merasa perlu
untuk menyebutkan perbedaan jenis kelamin binatang secara khusus. Hanya perbedaan seksual manusia yang diberi
perhatian dan diberikan penyebutan khusus.
Seksualitas manusia adalah sarana merealisasikan rencana Allah. Tujuan penciptaan adalah melestarikan
seluruh bumi bagi Allah (Kej. 1:26). Untuk mencapai tujuan ini, Allah menciptakan manusia sebagai makhluk
seksual supaya mereka dapat berkembang biak, bertambah banyak, menaklukkan bumi, dan merawatnya bagi Allah
(Kej. 1:28). Itu berarti seksualitas manusia adalah anugerah Allah. Pemberian Hawa kepada Adam adalah murni
anugerah Allah (Kej. 2:18-22). Dia sendiri yang menilai bahwa kesendirian Adam merupakan sesuatu yang tidak
baik. Dia sendiri yang menciptakan Hawa tanpa persetujuan Adam. Sekalipun memang Adam juga merasakan
kebutuhannya akan penolong (Kej 2:20) Dia sendiri yang membawa Hawa kepada Adam. Oleh karena seks adalah
pemberian Allah, tidak mungkin pemberian ini merupakan sesuatu yang buruk atau jahat. Setiap pemberian Allah
selalu baik dan sempurna (Yak. 1:17).
Penjelasan Alkitab tentang ketelanjangan (Kejadian 2:25) hendaknya ditafsirkan sesuai konteksnya. Teks ini
merupakan kontras terhadap Kejadian 3:7-10. Gambaran padan Kej 2 terjadi sebelum kejatuhan, sedangkan Kej 3
sesudah kejatuhan. Dalam keadaan telanjang tersebuta, kedua manusia itu sama-sama merasa malu. Keterangan rasa
malu di sini bukanlah dalam arti malu secara horizontal, antara Adam dan Hawa, melainkan lebih bersifat vertical,
yaitu merasa malu terhadap Allah. Mereka baru menyadari bahwa keadaan mereka tidak seperti dulu lagi. Itulah
sebabnya mereka tidak hanya menutupi tubuh mereka, tetapi juga bersembunyi dari Allah.
Di sisi lain, Alkitab juga sering menggambarkan Allah yang mengungkapkan kasih-Nya melalui relasi suami-
isteri (Contoh: Kitab Hosea, Kidung Agung). Bukan hanya sebatas status, tetapi juga mengandung aspek seksual. Itu
berarti seks pada dirinya sendiri adalah baik dan bukan dosa, sebaliknya mulia dan kudus dalam relasi suami-istri.
Perspektif Teologis
Alasan untuk menghindari kondisi seks yang keliru bukan hanya karena potensi bahaya medis yang bisa
ditimbulkan atau ancaman bagi keharmonisan pernikahan kelak, melainkan karena bertentangan dengan firman Allah
mengenai kekudusan pernikahan. Wibawa Allah adalah alasan utama mengapa kita harus melawan dosa ini. Kita
menghargai rancangan Allah atas seksualitas manusia, meliputi aspek relasi dan keintiman. Kita juga menyadari
bahwa tubuh kita telah ditebus dengan darah Kristus yang mahal, karena itu kita harus menggunakannya untuk
kemuliaan Allah, bukan kepuasan diri sendiri (1 Kor 6:19b-20). Tanpa pemahaman yang serius bahwa segala sesuatu
adalah dari, oleh, dan untuk Allah (Rom 11:36), sulit memahami dosa seksual dan menaklukkannya. Wibawa Allah
sebagai alasan untuk melawan seks yang keliru, sekaligus Allah sebagai sumber kekuatan untuk memeranginya.
Kita tahu bahwa semua jenis kejahatan seks, termasuk perzinahan bermula dari hati (Mat. 5:28; 15:18-19).
Hanya Allah yang mampu melihat dan mengubah hati kita (Kis. 15:8-9). Darah Kristus sudah dicurahkan untuk
menyucikan hati kita (Ibr. 9:14). Kuasa Allah juga terus bekerja dalam diri kita untuk mengerjakan ketaatan (Flp.
2:13). Roh Kudus mengerjakan buah pengendalian diri bagi kita (Gal. 5:22-23). Tanpa bersandar kepada Allah
melalui doa dan perenungan firman Tuhan, kita tidak akan memiliki kekuatan yang cukup untuk melawan dorongan
seks yang keliru.
Tujuan hidup manusia adalah memuliakan Allah. Allah tidak anti kesenangan. Dia senang melihat kita
senang (Pkt 2:23-25). Persoalannya, di mana kita meletakkan kesenangan kita? Jika kita telah menaruh kesenangan
dan kenikmatan hidup pada kemuliaan Allah (Mzm 73:25-28), maka kita akan menyadari bahwa kesenangan dan
kenikmatan yang dihasilkan melalui aktivitas seksual yang keliru adalah dosa.
Perspektif Psikologis
Kita perlu mengubah pemikiran tentang diri sendiri. Perilaku seks yang keliru menumbuhkan sikap yang
negatif terhadap diri kita. Dosa ini memupuk rasa mementingkan diri sendiri (egois) dan tidak membutuhkan orang
lain (individualistis). Kebiasaan yang keliru bukan upaya mengasihi diri, tetapi merusaknya. Di sisi lain, pada saat
kita telah terjebak pada percabulan ini, konsep diri kita akan berubah. Kita akan dikuasai oleh rasa bersalah (bdk. 1
Kor 6:18), merasa tidak berharga, putus asa dan tidak mau berjuang lagi. Iblis akan mengambil kesempatan untuk
meyakinkan kita bahwa dosa ini tak terkalahkan dan kita tidak layak untuk dikasihi Allah. Beban psikologis
semacam ini seringkali memperberat upaya kita untuk mengalahan perilaku seks yang keliru. Sikap egois,
individualistis, dan perasaan bersalah yang berlebihan hanya menjadi sumber kekalahan.
Kita perlu bereflksi siapa kita di hadapan Allah. Kita tidak hidup untuk diri kita sendiri, tetapi untuk Tuhan
(Rom 14:7-8). Kita ditetapkan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain (Rom 15:1-2). Walaupun dosa
memang seharusnya menimbulkan rasa bersalah dalam diri kita, korban Kristus yang berharga (1 Pet 1:18-19) dan
sempurna (Ibr 7:27; 9:12, 26-28; 10:10) menjadi sumber kekuatan. Pengorbanan-Nya cukup untuk semua dosa kita,
asal kita mau mengakui dosa dan memohon pengampunan-Nya (1 Yoh 1:9). Dalam beberapa kasus, perilaku seks
yang keliru merupakan ekspresi ketidakpuasan atau ketidakutuhan diri seseorang. Beberapa orang yang memiliki
kekosongan dalam dirinya, kerinduan untuk diperhatikan dan dihargai, tetapi tidak terpenuhi, perilaku seks tertentu
dijadikan sebagai pelampiasan dari perasaan-perasaan itu. Apabila ini yang terjadi, orang tersebut perlu ditolong
melalui konseling untuk menemukan citra diri yang utuh di dalam Tuhan.
Perspektif praktis.
Pertama, hindari rutinitas yang seringkali mendorong kita untuk melakukan aktivitas seks yang keliru.
Kebiasaan menonton maupun membicarakan pornografi merupakan pemicu utama yang harus dihindari. Apabila kita
tidak bisa menghindari suatu rutinitas, upayakan untuk tidak berlama-lama melakukan rutinitas tersebut. Sebagai
contoh, apabila aktivitas mandi menjadi titik lemah, usahakan untuk tidak terlalu lama berada di kamar mandi. Jika
kita sering melakukan masturbasi, misalnya di kamar, usahakan semua aktivitas kita dipusatkan di ruang tamu atau
keluarga. Kita hanya masuk ke kamar untuk tidur atau mengambil sesuatu yang kita perlukan.
Kedua, kurangi saat-saat di mana kita sendirian. Kesendirian seringkali memberikan godaan tersendiri secara
seksual. Semakin lama menyendiri, semakin besar peluang untuk godaan itu muncul. Carilah aktivitas lain yang
menumbuhkan aspek sosial kita. Berbincang dengan teman, belajar kelompok, menonton TV bersama keluarga, atau
bermain bersama orang lain merupakan alternatif yang patut untuk dicoba.
Ketiga, perbanyak jenis dan kadar aktivitas sehari-hari kita. Mengubah ritme dan warna kehidupan sehari-hari
merupakan solusi cerdas untuk menghindari dorongan seksual yang tak wajar. Tatkala tubuh kita capek oleh
berbagai aktivitas motorik (olah raga) atau pikiran kita lelah karena beragam aktivitas mental (belajar), dorongan
terbesar dalam diri kita yang muncul adalah keinginan untuk istirahat atau tidur. Proses tidur ini akan berlangsung
Penutup
Pertumbuhan rohani adalah sebuah proses yang berlangsung lama (sepanjang hidup kita). Selama proses yang
panjang dan melelahkan ini kita pasti pernah jatuh dan gagal (1 Yoh 1:8; Yak 3:2). Beberapa masalah seksual di atas
pastinya bisa menimbulkan kehidupan seks dalam pernikahan menjadi tidak berjalan dengan baik. Untuk itu, bagi
suami atau istri yang mengalami masalah seks dibutuhkan komunikasi suami-istri tentang apa yang dirasakan saat
berhubungan intim, hal ini sangat baik untuk mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Keterbukaan soal seks pada
pasangan sangat penting. Selain itu, terapi dan konsultasi pada dokter diperlukan demi menjaga keharmonisan dalam
pernikahan dan mencegah suami-istri dari ancaman perceraian.
Bagi pasangan muda yang belum memutuskan menikah, namun terlanjur terjebak dalam perilaku seks yang
keliru, kita harus mengingat janji TUHAN bahwa sekalipun kita jatuh, kita tidak akan tergeletak, sebab TUHAN
menopang tangan kita (Mzm 37:24). Bagi orang benar, kejatuhan tidak mungkin permanen (bnd. Ams. 24:16).
Selama menjalani peperangan yang sulit ini, marilah kita meminta hikmat kepada-Nya dengan penuh iman (Yak 1:5-
8) dan memohon pertolongan-Nya (Ibr 4:15-16).
Referensi
1. Abineno: Seksual dan Pendidikan Seksual (Jakarta : Gunung Mulia), 1980.
2. Johan Sukan Tukan:Metode Pendidikan Seks, Perkawinan, dan Keluarga (Jakarta:Erlangga), 1994.
3. J. Verkuil: Etika Seksuil(Jakarta:BPK), 2006.
4. NHS Choices UK. Health A-Z: Sexually Transmitted Infections (STIs), 2018.
5. eMedicineHealth. Image Collection: Sexually Transmitted Diseases (STDs).
6. WebMD (2018). Hepatitis and Sex: Frequently Asked Questions.
7. WebMD (2018). Understanding Hepatitis B.
Tujuan:
a. Peserta dapat memahami pentingnya pengelolaan keuangan keluarga yang sesuai standar Alkitab.
b. Peserta berkomitmen untuk mengelola semua berkat Tuhan untuk memenuhi kebutuhan dan keluarga dan
memuliakan Allah dengan harta.
c. Perserta mampu mengelola konflik perbedaan finansial antara suami dan istri.
Gagasan Utama:
Sesi ini membahas pentingnya pengelolaan keuangan yang benar dalam kesadaran akan berbagai tantangan yang
menghadang, termasuk perbedaan finansial antara suami dan istri, serta sikap yang diperlukan dalam mengelola
keuangan keluarga secara benar.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Evaluasi
Pengantar
1
Tentang menjual harta dan membagikan kepada orang lain ini, Guido Tisera menjelaskan, bahwa Jemaat pertama di Yerusalem
merupakan kelompok kecil di tengah mayoritas Yahudi. Mereka bukan orang-orang yang berpengaruh, yang berstatus sosial
tinggi. Terbanyak dari mereka adalah orang-orang sederhana dan miskin. Sering mereka berasal dari tempat lain, tetapi dengan
menerima agama Kristen, mereka harus meninggalkan tempat asal mereka dan bergabung sebagai anggota Jemaat di Yerusalem.
Mereka harus meninggalkan pegangan hidup mereka, rumah dan ladang mereka. Dalam kondisi demikian, mereka sulit
membiayai hidup sendiri. Mereka bergantung pada Jemaat dan hanya dapat berharap pada kedermawanan anggota jemaat yang
dipandang sebagai saudara. Jika segala sesuatu dianggap sebagai milik bersama, hal itu bukan karena ada semangat mati raga,
bukan pula karena pandangan negatif terhadap harta dunia, bukan pula karena kemiskinan dilihat sebagai satu kebajikan
tersendiri. Jadi, ini bukan komunis Kristen, melainkan karena kesatuan mereka dalam iman kepada Yesus Kristus. Lihat: Guido
Tisera, Bercermin Pada Jemaat Perdana, Membaca dan Merenungkan Kisah Para Rasul (Maumere: Penerbit Ledarero, 2002),
hlm. 47-48.
Sikap Hedonisme
Secara sederhana, sikap hedonisme adalah kebiasaan mengikuti keinginan diri hanya untuk kesenangan
sesaat. Jika sikap ini merasuk kehidupan keluarga, maka apa yang dibeli itu sesungguhnya bukan yang benar-benar
dibutuhkan dalam keluarga, melainkan apa yang diinginkan. Jadi belanja yang dilakukan bukan untuk memenuhi
kebutuhan, melainkan hanya untuk memuaskan keinginan. Alkitab menginformasikan, bahwa mengikuti kesenangan
sesaat adalah keinginan daging, dan keinginan daging selalu berujung pada maut (Rm. 8:6-7,13).
Penutup
Demikianlah beberapa catatan pengantar diskusi dan sharing topik ini. Setiap kita memiliki pengalaman yang lebih
banyak dari apa yang digambarkan dalam materi ini. Kiranya kita saling berbagi cerita, sehingga selaku “Penatalayan
Keluarga” kita dapat mengelola keuangan dalam keluarga kita dengan penuh tanggungjawab. Jika kita sepakat,
bahwa segala sesuatu yang kita miliki (baik uang dan natura) berasal dari Allah, maka ketika kita mengelola secara
baik dalam keluarga kita, maka bukan saja kita dapat menghindari kehilangan rasa damai dalam keluarga, tetapi
sekaligus kita mempertanggungjawabkan segala berkat itu kepada Allah sebagai Sumber berkat.Perlu disadari,
bahwa salah mengelola berkat Allah berarti menutup “kran berkat”, sedangkan mengelola secara benar berkat Allah
yang kita peroleh (termasuk bersyukur atas segalanya), maka kita bagaikan membuka “kran berkat” sehingga
mengalir terus-menerus dalam hidup rumah tangga dan keluarga kita. Selamat mencoba. Tuhan memberkati.
Evaluasi
1. Sebutkan tantangan terhadap iman dalam mengelola keuangan dalam rumah tangga/keluarga?
2. Apa yang harus kita lakukan dalam mengelola keuangan dalam keluarga secara baik dan benar sesuai kehendak
Allah?
2
Tentang “Mamon” ini, Banawiratma menguraikan bahwa: “Kata Yunani mamonas ( berasal dari bahasa Aramea
mamon. Kata benda itu dibentuk dari kata kerja ‘mn, yang berarti percaya, mempercayakan diri. Mamon berhubungan dengan apa
yang dipercayai, kepadanya orang mempercayakan diri. Dalam teks rabinis dan Perjanjian Baru, arti kata mamon berkembang
menjadi “milik, kekayaan” dengan nada negatif, yang diusahakan secara tidak jujur. Oposisi antara Allah dan kuasa dari milik
atau kekayaan dipersonifikasikan, menjadi dewa-dewa. Mamon bukan lagi objek yang dikuasai, melainkan subjek, tuan, yang
diabdi oleh manusia, yang menguasai dan memperbudak manusia. Akumulasi milik atau kekayaan tanpa berbagi dengan sesama
yang menderita telah menjadi tuan berkuasa yang memperbudak”. Lihat: J. B. Banawiratma, 10 Agenda Pastoral Transformatif:
Menuju Pemberdayaan Kaum Miskin dengan Perspektif Adil Gender, HAM, dan Lingkungan Hidup (Yogyakarta: Kanisius,
2002), hlm. 18.
J. B. Banawiratma: 10 Agenda Pastoral Transformatif: Menuju Pemberdayaan Kaum Miskin dengan Perspektif Adil
Gender, HAM, dan Lingkungan Hidup (Yogyakarta: Kanisius, 2002).
Guido Tisera, Bercermin Pada Jemaat Perdana, Membaca dan Merenungkan Kisah Para Rasul (Maumere: Penerbit
Ledarero, 2002).
Tujuan:
Para peserta katekisasi memahami arti “laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
istrinya” dan mampu menjelaskannya.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas arti Firman Tuhan dalam Kej. 2:24 dan relevansinya bagi kehidupan pernikahan masa kini
terkait dengan pemahaman tinggal serumah dengan orang tua atau mertua.
Metode:Ceramah dan Diskusi
Aktivitas Awal:
Peserta berdiskusi: Apa pendapat peserta tentang suami-istri yang tinggal serumah dengan orang tua atau mertua?
Apa saja tantangan yang akan mereka hadapi?
Dasar Alkitab
Kejadian 2:24 mengatakan bahwa laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya.
Sekilas, pernyataan ini tampaknya melarang seorang laki-laki tinggal bersama orang tuanya lagi setelah ia menikah.
Hal ini juga sering kita temui dalam budaya kita. Apakah Kejadian 2:24 memang mengajarkan bahwa laki-laki harus
meninggalkan rumah dan orang tuanya setelah ia menikah?
Dalam tradisi pernikahan Yahudi, suami tetap tinggal bersama dengan orang tua. Sebaliknya, istrinyalah yang
meninggalkan rumah dan orang tuanya untuk hidup bersama suami dan mertua (bnd. Mat. 8:21-22, Kejadian 24
kisah Ribka dipinang bagi Ishak). Alasan menguburkan ayah pada Mat. 8:21 bukan merujuk pada upacara
pemakaman ayahnya yang baru saja meninggal, tetapi komitmen orang tersebut untuk menemani ayahnya sampai
ayahnya meninggal dunia. Lalu bagaimana dengan pemahaman bahwa seorang laki-laki yang telah menikah harus
meninggalkan ayah dan ibunya serta bersatu dengan istrinya? Kata “meninggalkan” dan “bersatu” di ayat ini
sebenarnya berkaitan dengan kesetiaan atau komitmen terhadap kehidupan baru sebagai suami-istri. Hubungan
pernikahan di Kej. 2:24 merupakan sebuah perjanjian antara suami dan istri, sehingga menuntut kesetiaan dan
pengorbanan dari masing-masing pihak.
Kata “meninggalkan” dan “bersatu” menyangkut relasi/kesetiaan/komitmen, bukan masalah tempat tinggal atau
rumah. Kejadian 2:24b merangkum proses meninggalkan dan bersatu dalam satu kalimat “keduanya menjadi satu
daging”. Bukannya menjadi satu atap/rumah”. Ungkapan “satu daging” jelas menunjukkan keintiman dalam hal
relasi, bukan kedekatan menurut tempat tinggal.
Evaluasi
Peserta mendiskusikan ulang pertanyaan yang diajukan di bagian awal dan temukan bersama solusi yang sesuai
dengan pemahaman Alkitab
Tujuan:
Menolong pasutri memahami manfaat dan dampak gadget bagi keluarga.
Gagasan Utama:
Materi gadget dalam keluarga tidak ditulis sebagai karya ilmiah tentang gadget. Melainkan lebih menyoroti seputar
praktek penggunaannya dalam keluarga berdasarkan dampak serta akibat-akibatnya.
Metode:
Materi disusun dalam bentuk ceramah akan tetapi dapat diubah dengan metode lain tergantung kreatifitas pengajar.
Materi: Pengertian
Membaca beberapa pengertian gadget, maka dapat disimpulkan bahwa Gadget diartikan sebagai peranti elektronik
atau mekanik dengan fungsi yang lebih canggih dan lebih praktis serta desain yang lebih mutakhir dari yang sudah
ada sebelumnya. Misalnya; laptop berasal dari komputer desktop, smartphone berasal dari telepon genggam.
Dampak Positif
a. Sebagai Alat Komunikasi: Smartphone sebagai alat komunikasi yang menghubungkan semua orang diberbagai
belahan dunia. Alat ini membuat komunikasi semakin mudah, murah dan cepat.
b. Sebagai Sumber Pengetahuan: Smartphone memudahkan akses internet untuk mencari banyak sekali
pengetahuan dan informasi-informasi di seantero dunia. Mulai dari sekedar mencari alamat sampai berbagai
pengetahuan di berbagai bidang kehidupan.
c. Membantu Pekerjaan: Pekerjaan manusia memang terbantu dengan menggunakan smartphone termasuk dalam
hal pekerjaan, misalnya mengirimkan berbagai berkas hanya melalui email
d. Sebagai Media Promosi Usaha dan Bisnis: Salah satu manfaat yang paling positif adalah berkembangnya bisnis
online dimana aktifitas bisnis semakin minim budget. Kita bisa memasarkan dan jual beli apapun tanpa perlu
membuka lapak atau lahan berdagang yang membutuhkan biaya besar.
e. Wadah Penyimpanan Dokumen: Smartphone bisa kita sebut sebagai komputer mini yang dapat penyimpanan
banyak sekali dokumen sehingga demikian, Smartphone bisa dijadikan sebagai media penyimpanan kedua
setelah komputer.
Tentu saja manfaat positifnya masih sangat banyak bila didaftarkan, tetapi saat yang sama ada dampak negatif yang
mesti disikapi secara bijak.
Dampak Negatif
Dalam berbagai penelitian, banyak sekali diuraikan mengenai bahaya yang timbul sebagai akibat dari penggunaan
gadget misalnya;
a. Bahaya Radiasi: dalam penelitian ternyata bahwa orang Indonesia rata-rata menggunakan smartphone lebih dari 5
jam dalam sehari ternyata berdampak buruk bagi kesehatan dengan menimbulkan banyak penyakit, antara lain;
Katarak, Sterilitas (kemandulan), Sindrom Rasiasi Akut, Kanker, Tumor otak, Alzheimer, Parkinson, Fatigue
(terlalu capai) dan sakit kepala.
b. Kecanduan: sering orang menggunakan smartphone hanya mengisi kekosongan entah karena menunggu namun
dalam perjalanan penggunaan yang hanya sekedar mengisi waktu berubah menjadi ketagihan alias kecanduan
bahkan menyita seluruh waktunya baik tidur, kerja, makan dan akitivitas lain. Pokoknya setiap waktu hanya di
depan laptop atau dengan smartphone ditangannya.
c. Resiko penyalahgunaan: tidak disangkal smartphone juga rentan disalahgunakan baik untuk tindak kejahatan
maupun pilihan untuk mengakses situs-situs porno termasuk oleh anak-anak.
d. Menurunnya kepekaan sosial: sebagai maklukh sosial manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya, namun
kenyataannya sering berbanding terbalik, banyak orang justeru habiskan waktu dengan smartphone-nya hingga
mengabaikan orang-orang di sekitarnya.
Karena fokus tulisan ini pada gadget dan keluarga maka di bawah ini akan diuraikan secara khusus dampak gadget
bagi keluarga baik internal maupun eksternal.
Internal Keluarga
a. Keluarga kehilangan momen kebersamaan dan saling mengabaikan. Banyak keluarga tidak memiliki kesepakatan
tentang waktu menggunakan gadget akibatnya semua anggota keluarga menggunakan sesuka hati sepanjang hari
saat ada di rumah, tidak heran bila kemudian keluarga kehilangan momen kebersamaan dan saat yang sama
saling mengabaikan. Padahal kebersamaan menjadi kesempatan menciptakan suasana hangat dengan saling
bercerita, bercanda, berpelukan, merangkul, mendekap, membelai, saling bertatap mata dan melepas senyum
kepada sesama anggota keluarga hingga tercipta relasi yang harmonis.
b. Ajang pamer: Sebagai maklukh sosial manusia membutuhkan pengakuan dari orang lain untuk menghargai
eksistentsinya sebagai bagian dari potensi diri. Karena itu tidak heran bila manusia mencari-cari jalan,
kesempatan dan media untuk mencari pujian dan sanjungan. Media sosial sering menjadi wadah ajang
memamerkan diri, mulai dari penampilan fisik, kemewahan rumah hingga semua harta yang dimiliki.
c. Perselingkuhan: dampak yang paling parah bagi relasi keluarga terutama suami dan isteri akibat perkembangan
gadget adalah terjadinya perselingkuhan.
Penutup
a. Gadget sebagai hasil dari teknologi yang semakin modern dan praktis sudah menjadi bahagian dari hidup dan
aktivitas manusia.
b. Gadget di satu sisi berdampak positif akan tetapi saat yang sama berdampak negatif karena itu dibutuhkan
kerarifan manusia dalam menggunakannya.
c. Gadget harus dipahami sebagai bahagian yang mendukung aktivitas tetapi bukan yang paling utama dan
menentukan aktivitas hidup manusia.
Evaluasi
Bagaimana pengalaman peserta memanfaatkan gadget dan dampaknya terhadap relasi dan kebersamaan dalam
keluarga?
Referensi
https://www.bangsaonline.com
https://www.dowithgadget.com
Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta mampu:
a. memahami bahwa konflik tak tehindarkan dalam kehidupan dan relasi pernikahan, serta mempersiapkan diri
untuk mengambil langkah yang tepat dalam mengelola konflik;
b. berlatih dalam bermain peran (role-play) mengenai tips prakatis menghadapi dan mengelola konflik.
Gagasan Utama:
Materi pada sesi ini membahas tentang konflik dalam rumah tangga yang tak terelakkan. Beberapa tipe orang
menghadapi konflik dipaparkan di sini dan beberapa tips praktis dalam menghadapi konflik suami istri.
Metode:Ceramah, diskusi, bermain peran (role-play).
Evaluasi
1. Apa saja tipe orang dalam menghadapi konflik?Mengapa dalam hal tertentu konflik bisa saja ‘baik’?
2. Role-playmenggunakan tips praktis dalam menghadapi konflik.
Referensi
Majelis Sinode GMIT: Buku 1000 Hari Pertama Kehidupan, 2015.
Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para pserta mampu:
a. menyadari bahwa kekerasan tidak boleh tejadi dalam rumah tangga Kristen;
b. menyebutkan definisi kekerasan, lingkup rumah tangga dan bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
c. menyadari bahwa ada langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menghadapi kekerasan dalam rumah
tangga.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas berbagai persoalan di sekitar Kekerasan dalam Rumah Tangga, mulai dari hakekat KDRT,
penyebab KDRT, dan Potensi Kekerasan dalam diri dan pasangan.
Metode:Ceramah, Diskusi atau Sharing
Pengantar
Materi ini hendak mengangkat suatu permasalahan yang sangat sering terjadi di dalam rumah tangga-rumah
tangga di Indonesia khususnya di propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu masalah kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT). Tak dapat dipungkiri, tingkat kekerasan dalam rumah tangga di propinsi Nusa Tenggara Timur menduduki
tingkat yang tinggi di antara propinsi lainnya. Secara nasional, Indonesia telah memiliki Undang-undang yang
mengatur tentang pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu UU nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kekerasan dalam rumah tangga dapat saja terjadi di semua lapisan
dan bentuk keluarga dengan berbagai latar belakang. Kekerasan terjadi dalam keluarga muda atau lanjut usia, di
desa, di kota, di keluarga dengan latar belakang ekonomi dan pendidikan yang rendah sampai yang tinggi, di rumah
tangga para profesional: guru, penegak hukum, politisi, bahkan di keluarga pendeta atau aktivis gereja, di semua
lapisan rumah tangga.
Hakekat KDRT
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan dapat terjadi di mana saja, bukan hanya dalam rumah tangga, dan bukan hanya antara anggota keluarga.
Kekerasan juga dapat terjadi pada pasangan yang belum menikah. Untuk itu, setiap pasangan yang hendak menikah
perlu mengenal diri dan pasangannya, serta mengidentifikasi potensi kekerasan yang ada di dalam diri, dan berupaya
mencari jalan keluar atau bantuan untuk mengatasinya. Pada umumnya, para korban KDRT berusaha bertahan dalam
pernikahan dengan berbagai alasan. Ada yang bertahan karena takut atau diancam, tidak ada tempat berlindung, takut
dicela oleh masyarakat dan keluarga, rasa percaya diri yang rendah, mempertimbangkan kepentingan anak-anak, atau
karena tetap mencintai suaminya.
Penyebab KDRT
KDRT dapat terjadi karena beberapa sebab sebagai berikut.
Latar Belakang Sosial-Budaya
Dalam sebagian besar masyarakat di Indonesia, sistem Patriarkhi masih sangat kuat. Sistem ini cenderung
memperlakukan kaum perempuan dan anak hanya sebagai warga kelas dua yang lebih rendah dari laki-laki dan
lemah.
Perubahan Nilai
Nilai-nilai hidup bersama yang kuat semakin tergeser oleh individualisme dalam masyarakat modern, baik di kota
maupun di desa. Perubahan ini turut melemahkan kemampuan masyarakat untuk bersuara membela para korban
KDRT.
Bentuk-bentuk KDRT
Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Siapapun dalam rumah
tangga tidak boleh melakukan perbuatan kekerasan fisik (dan kekerasan dalam bentuk lainnya) terhadap orang dalam
rumah tangga tersebut, misalnya, orang tua terhadap anak, atau sebaliknya, suami terhadap istri atau sebaliknya,
majikan terhadap asisten rumah tangganya dan lain sebagainya. Perbuatan ini meliputi pemukulan, penyiksaan
(menampar, mencekik, mengguncang, melempar, menendang, meludahi dan lain-lain) ringan ataupun berat. Jika
terjdi kekerasan, maka pelaku bisa dilaporkan kepada pihak kepolisian dan bisa mendapat hukuman.
Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis
misalnya pelecehan, makian, hinaan. Perbuatan kekerasan psikis ini sama beratnya dengan kekerasan fisik.
Walaupun kekerasan psikis ini tidak menimbulkan luka di tubuh korban namun dampaknya bisa membuat korban
ketakutan, rendah diri, stress bahkan depresi.
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup
rumah tangga tersebut, terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual bisa dalam wujud bukan hanya perkosaan terhadap korban
yang dianggap lemah tapi juga ‘perkosaan’ yang dilakukan suami terhadap istrinya, yaitu ketika istri dipaksa untuk
melayani kebutuhan seksual suami padahal istri tidak menghendakinya, misalnya ketika sedang lelah, sakit dan saat
menstruasi . Juga kekerasan seksual melingkupi ketika istri dipaksa untuk memakai alat KB tertentu, anak/istri
dipaksa melacur demi keuntungan ekonomi, ketika istri dipaksa menggugurkan kandungan.
Dampak Kekerasan
Trauma dialami bukan hanya oleh istri/korban tapi juga oleh anak yang merupakan korban secara tidaklangsung jika
melihatibunya/ayahnya kerapkali mendapat perlakuan kekerasan dari ayahnya/ibunya. Dampak lain adalah, minder,
rendah diri, stress bahkan depresi yang pada akhirnya membawa perpecahan dalam rumah tangga.
Pencegahan
Sebelum memasuki pernikahan Kristen pasangan calon sauami istri harus membicarakan hal mengenai
kekerasan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak harus memahami dan bejanji untuk tidak saling melakukan
kekerasan dalam rumah tangga, baik antar suami istri, orang tua anak, dan anggota keluarga lainnya. Penting bagi
pasangan calon suami istri untuk memahami UU no 23 ini dan ayat-ayat dalam Firman Tuhan mengenai kehidupan
pernikahan Kristen secara benar (sebagaimana dalam pelajaran/sesi dalam katekesasi pra nikah ini). Lagipula calon
pasangan suami istri harus benar-benar saling mengenal, bukan hanya fisik tapi juga sifat dan karakter pasangan
(lihat sesi “Saling Mengenal”). Dengan mengenal pasangan maka karakter/kecenderungan sifat kekerasan telah
dapat dilihat di masa-masa pacaran). Hal ini terlihat dari cara pasangan mengelola emosinya (apakah pernah
memaki, pukul, ancam), memperlakukan pasangannya dengan sangat ‘posesif’ dan cemburu, cara memperlakukan
teman/anggota keluarganya, bahkan hewan peliharaannya. Hal ini perlu dipahami sejak awal agar pasangan masing-
masing siap mengambil keputusan dalam hal jenjang selanjutnya dan atau bersama-sama menyadari dan mencari
solusi terbaik.
Berdasarkan penjelasan ini, tentu setiap orang tidak ingin ada dalam hubungan yang dihantui kekerasan.
Sebelum memutuskan untuk berkomitmen dengan seseorang, hendaknya setiap orang berupaya mengidentifikasi dan
memahami potensi kekerasan di dalam diri sendiri maupun pasangan. Masa perkenalan atau pacaran sangat perlu dan
menolong pasangan untuk mengenal berbagai karakter dan perilaku. Tentu tidak mudah hidup bersama orang lain
dalam bayang-bayang kekerasan yang kita semua tahu akan berujung penderitaan. Kekerasan dapat menjadi
pengalaman traumatik dan merusak mental. Gangguan psikologis pun dapat mengikuti, termasuk pada anak-anak.
Setiap orang berhak untuk mengalami kebahagiaan dalam hidup dan pernikahannya, karena itu
pertimbangkanlah dengan baik dan bijaksana, mintalah bantuan mereka yang berkompeten, perlengkapi diri dengan
pengetahuan yang diperlukan untuk menghadapi kekerasan. Dan jika pada akhirnya, kemungkinan kekerasan itu
tidak dapat ditanggung, hendaknya hubungan diakhiri secara baik-baik. Sangat diperlukan bantuan ahli atau mentor
yang dapat menolong mengelola emosi dan memulihkan berbagai luka emosi agar tidak menjadi lingkaran setan
tanpa ujung. Untuk itu, diperlukan keterbukaan dan kesediaan berubah, melalui penyerahan diri secara utuh kepada
Tuhan, karena hanya Dia yang berkuasa untuk mengubah setiap orang menjadi serupa dengan gambar-Nya.
Evaluasi
Peserta dapat berbagi pengalaman atau sharing dalam bentuk kelompok tentang pengalaman kekerasan yang dialami
dan saling mendoakan. Kegiatan ini dapat dilakukan secara terus-menerus di akhir setiap Sesi.
Referensi
Pdt. Rinto Tampubolon: Ketika Dua Hati Bersama (Jakarta: Binawarga), 2016.
Tujuan:
Peserta katekisasi memahami apa kata Alkitab tentang perzinahan dan mampu berkomitmen untuk menjaga hidup
kudus.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas pengajaran Yesus tentang perzinahan dan bagaimana relevansinya bagi kehidupan masa kini,
baik bagi yang belum menikah maupun pasangan suami-istri.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Sharing Pemahaman
Pengantar
“Jangan Berzinah” Ini adalah perintah Tuhan yang Ke7 dari 10 Perintah Tuhan yang diberikan Tuhan
kepada bangsa Israel melalui Musa, di atas Gunung Sinai. Sehingga jelas bahwa perintah jangan berzinah merupakan
perintah Tuhan sejak masa lampau, masa pembentukan umat Israel menjadi bangsa pilihan-Nya. Jaman sekarang ini
salah satu persoalan terbesar dalam rumah tangga pada umumnya adalah masalah perselingkuhan, dari yang
Di awal materi ini telah kita lihat bahwa di jaman sekarang ini tantangan untuk tetap setia sebagai suami
istri menjadi semakin berat. Dengan berbagai kemajuan jaman, upaya untuk menjaga kesucian pernikahan harus
benar-benar dijaga. Perselingkuhan/perzinahan bisa terjadi karena proses dalam jangka waktu tertentu, misalnya
karena diawali dengan percakapan yang intens lalu mulai muncul rasa tertarik. Namun perselingkuhan/perzinahan
bisa juga tertejadi karena keinginan sesaat, terjadi tanpa melibatkan hati, dalam hal ini seperti praktek prostitusi, baik
laki-laki mapun perempuan yang melakukan/ memakai jasa prostitute.
Ajaran Tuhan dalam perikop Matius pasal 5 ini tampaknya mempertegas hukum taurat. Perzinahan
diperluas dari hanya sekedar persetubuhan, tapi bahkan dari melihat dan mengingingkannya. di dalam hati yang
diawali dari mata. Oleh karena itu perlu kita menjaga mata dan hati dengan serius. Tuhan bahkan di ayat-ayat
selanjutnya menekankan bahwa anggota tubuh dapat menjadi sumber masuknya dosa dan oleh karena itu bisa saja
mereka di ‘penggal’ dan di ‘buang’. Tentu saja ini merupakan hiperbola, intinya adalah dengan sungguh-sungguh
menjaga seluruh keberadaan hidup dari hal-hal yang dapat membawa jatuh dalam pencobaan. Suami istri harus
saling mendukung untuk menjaga kesucian pernikahan. Baik suami maupun istri harus berupaya untuk menjaga hati
dan mata. Agar tidak jatuh dalam dosa perselingkuhan/perzinahan, baik sebagai korban maupun pelaku yang
membuat orang lain jatuh dalam dosa perzinahan.
Referensi
Pdt. Yakub Tri Handoko, dkk., dalam www.rec.org dan Grace Alon
Tujuan:
Peserta memahami bahwa keluarga tanpa anak bukalah kondisi yang buruk dan mampu mempersipkan diri
menghadapinya.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas kondisi pernikahan yang tidak dianugerahi anak oleh Tuhan dengan berbagai kesulitan, namun
tetap menjalani pernikahan dengan sukacita.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Sharing.
Pengantar
Bagi sebagian orang, tujuan pernikahan yang utama adalah mendapatkan atau meneruskan keturunan. Apakah
pendapat ini benar? Dalam pernikan Kristen jelas bahwa mendapatkan keturunan tidak boleh dipakai sebagai tujuan
utama atau satu-satunya dalam pernikahan. Alkitab mencatat beberapa kisah dalam Perjanjian Lama tentang
keluarga-keluarga/istri yang sangat mendambakan kehadiran anak dalam rumah tangga mereka. Kisah Hana ibu
Samuel, Rahel, Pada masa itu, kemandulan/ketiadaan anak dalam rahim ibu dianggap sebagai aib dan mengakibatkan
kehilangan muka. Dalam beberapa teks dipakai istilah ‘Tuhan menutup kandungan’, namun pada akhirnya Tuhan
mendengar seruan mereka dan membuka rahim mereka. Para pemuda Kristen yang hendak menikah, mesti
diperlengkapi dengan kesiapan hati untuk menerima keadaan ini.
Memelihara Kesatuan
Laki-laki dan perempuan yang menikah dipersatukan oleh Allah sendiri. Karena itu apa yang telah dipersatukan
Allah janganlah diceraikan manusia. Kitab Mal. 2:16 mengatakan “Aku membenci perceraian – firman TUHAN,
Allah Israel..” Liturgi pernikahan GMIT telah memuat janji nikah suami dan istri di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya
untuk setia menjalani pernikahan baik dalam suka/duka, dalam untung dan malang, dalam sakit dan sehat. Jika
kemandulan dipandang sebagai ‘sakit’ atau ‘kemalangan maka kemadulan tidak boleh dipakai sebagai alasan untuk
perceraian.Dari sisi kesehatan ketidak mampuan seorang istri mengalami kehamilan dapat diakibatkan oleh banyak
sekali factor, baik dari pihak suami maupun dari pihak istri, sehingga kemandulan bukan hanya karena kondisi
perempuan semata. Sekarang ini dengan segala kemajuan dunia kedokteran kemandulan dapat diatasi dengan
berbagai upaya (bayi tabung, tiup rahim). Demikian pula bukan berarti terjamin se penuhnya jika sudah melampaui
proses yang panjang, mahal dan menyakitkan maka kehamilan dapat terjadi, sebab kehendak Tuhan yang berlaku
dalam hal ini.
Pandangan Alkitab
Sejak masa perkenalan dan pacaran, calon pasutri sudah harus mempercakapkan dan siap terhadap keadaan
ketiadaan anak yang lahir dari kandungan istri. Percakapan ini harus diletakkan dalam terang firman Tuhan dan
dalam kedewasaan iman dan mental pasutri. Percakapan awal mengenai hal ini selain untuk mempersiapk mental dan
hati calon pasutri tapi juga untuk mengambil langka tepat jika menghadapi persoalan ini dengan cara misalnya
berobat ke dokter atau adaopsi atau juga dengan mempersiapkan hati bahwa keluarga ini akan dibangun tanpa anak
dalam keluarga. Kondisi inipun akan membawa kebahagiaan dan sukacita bagi suami istri yang telah memutuskan
untuk terus hidup dalam pernikahan tanpa anak dalam rumah tangga mereka. Karena tentunya keputusan itu telah
diambil berdua dengan penuh bijaksana dan atas tuntunan Tuhan. Sehingga kehidupan keluarga Kristen tanpa anak
tidak mengurangi rasa cinta dan saling menghargai satu terhadap yang lain
Bagi keluarga yang memutuskan untuk mengambil langkah adopsi, patut diingat bahwa anak adopsi maupun
anak yang dilahirkan sendiri dari rahim ibunya sama berharga dan juga merapakan anugrah Tuhan yang berharga
bagi suami dan istri dan oleh karena itu anak yang didapat bukan dari rahim ibunya tetap harus dibesarkan dengan
penuh kasih dan tanggungjawab yang sungguh serta syukur kepada Tuhan.
Evaluasi:
Peserta saling berbagi pengalaman yang tampak di sekitar mengenai keluarga tanpa anak; dilanjutkan dengan saling
mendoakan.
Pengantar
GMIT telah memiliki dokumen naskah teologi tentang pernikahan dan peraturannya yang dirumuskan dalam
pendekatan pastoral. Bahan pengajaran ini memuat sejumlah prinsip Alkitabiah yang secara khusus menyoroti
pemahaman di dalam Alkitab mengenai perceraian berdasarkan kitab Injil Matius 5:31-32 dan 19:1-12. Pada kedua
bagian tersebut ditegaskan kekuatan dari komitmen pernikahan sekaligus mengkritik pemahaman dan praktek cerai.
Dalam diskusi antara Yesus beserta para murid berhadapan dengan para saja?” Dan jika tidak boleh, “Mengapa Musa
memberikan surat cerai?” Pertanyaan yang sama menjadi pertanyaan masa kini bagi gereja dan keluarga-keluarga
Kristen.
Bolehkah Bercerai?
Semua pendengar Tuhan Yesus pada masa itu, mengerti bahwa Yesus sedang membicarakan Ulangan 24:1-4.
Dalam teks ini Musa memerintahkan laki-laki Israel untuk memberikan surat cerai kepada isteri mereka apabila
mereka memutuskan untuk bercerai karena alasan tertentu, yaitu agar istri yang telah diceraikan suaminya dapat
kejelasan status untuk nantinya ia dapat dinikahi oleh laki-laki lain. Pernikahan ulang ini sendiri juga dimaksudkan
untuk kelangsungan hidup para perempuan yang diceraikan. Dalam tradisi Yahudi yang patriakhal, sangat sukar bagi
seorang perempuan untuk memperoleh penghasilan dan perlindungan yang layak tanpa kehadiran seorang suami.
Perdebatan tentang alasan perceraian terus berlangsung sampai pada zaman Tuhan Yesus. Secara umum
terdapat dua penafsiran utama tentang alasan yang sah bagi perceraian. Ada kelompok yang membolehkan
perceraian dengan alasan apa saja. Ada kelompok lain yang membolehkan perceraian tetapi dengan beberapa syarat
yang penting, misalnya jika telah terjadi perzinahan.
Ajaran Yesus
Pertama, Dalam Matius 19:3-8 dengan tegas Yesus menekankan bahwa Apa yang telah dipersatukan oleh
Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Ia mengutip kitab Kejadian 1:27, 2:24,… laki-laki akan meninggalkan
ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istirnya dan keduanya menjadi satu daging, Yesus berkata: demikianlah
mereka bukan lagi dua melainkan satu. Para Farisi terus mengejar Yesus dengan membandingkan antara Yesus dan
Musa yang membolehkan laki-laki memberikan surat cerai kepada istrinya. Tapi Yesus menjawab sebenernya sejak
awal Musa tidak membolehkan perceraian tapi karena ketegaran hatimu, maka Musa mengijinkannya (ayat 8).
Kedua, Tuhan Yesus menekankan akibat buruk dari perceraian. Masih berkenaan dengan poin sebelumnya,
5:31-32 lebih menyoroti konsekuensi dari sebuah perceraian. Laki-laki yang hendak menceraikan istrinya pada
jaman Musa memaksa Musa mengeluarkan surat cerai agar perceraian menjadi resmi. Karena orang yang
menceraikan isterinya secara tidak sah atau tanpa surat cerai berarti telah membawa dampak buruk bagi mantan
isterinya maupun laki-laki yang akan menikahi perempuan yang telah diceraikan tersebut, karena tanpa surat cerai
maka pasangan ini tidak akan dapat menikah dan oleh karena itu mereka akan dipandang telah berzinah. Tuhan
Yesus tidak mau berkompromi dengan pikiran ini. Ia memilih untuk melihat konsekuensi buruk di balik tindakan itu.
Pemberian surat cerai bukan berarti penyelesaian masalah. Ada dampak buruk yang perlu dipertimbangkan pasca
perceraian itu. Perceraian hanyalah pelarian dari sebuah masalah, bukan penyelesaian tuntas.
Ketiga, Tuhan Yesus meminimalisasi perceraian. Banyak orang Kristen menafsirkan frase “kecuali karena
zinah” di 5:32 maupun 19:9 sebagai sebuah kelonggaran terhadap perceraian. Ini jelas keliru. Bagaimana kita
sebaiknya menafsirkan “zinah” di ayat ini? Kata Yunani zinah (porneia) dalam ayat ini “kecuali karena zinah
(porneia) memiliki jangkauan arti yang sangat luas, mulai dari persetubuhan dengan pelacuran, perselingkuhan,
sampai pelanggaran seksual lain dapat dikategorikan sebagai porneia. Secara tradisional gereja-gereja memahami
porneia sebagai perzinahan dalam konteks perkawinan dan dalam bentuk persetubuhan. Akan tetapi, hal itu bukanlah
alasan untuk bercerai. Rasul Paulus juga mengajarkan bahwa perceraian berakhir dengan kematian (1 Kor 7:39; Rm
7:1-3). Ini menyiratkan pandangan Paulus bahwa hanya kematian yang bisa menyudahi sebuah pernikahan.
Kata-kata “kecuali karena zinah” hanya muncul dalam Injil Matius, Dalam Injil Matius, kata ini dibedakan dari
moicheia, “ia berbuat zinah” (kata zinah yang dilakai moicheia; LAI:TB “percabulan” = moicheia; “perzinahan” =
Dalam naskah teologis peratuan pastoral GMIT mengenai pernikahan, GMIT berpegang bahwa sejak
penciptaan Allah merancangkan pernikahan sebagai pernikahan yang monogamy antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan tanpa perceraiann. Kesatuan dalam pernikahan merupakan kesatuan spiritual yaitu kesatuan yang
disebabkan oleh Allah sendiri, karena itu apa yang telah dipersatukan Allah janganlah dipisahkan manusia. Namun
demikian GMIT menyadari bahwa realita perceraian di antara anggotanya oleh karena berbagai alasan telah
kerapkali terjadi. Namun dengan tegas GMIT menetapkan bahwa GMIT tidak menceraikan pernikahan anggotanya.
Perceraian terjadi karena GMIT tidak dapat menghalangi hak anggotanya untuk bercerai menurut peraturan negara.
Bagi anggotanya yang hendak bercerai gereja harus terus memberikan pendampingan pastoral agar mereka
memahami kembali prinsip dan tujuan pernikahan Kristen mau menyesali kesalahan, saling mengampuni dan
kembali hidup bersama. Bagi mereka yang hendak melakukan pernikahan kedua karena telah bercerai bukan karena
kematian, gereja harus memastikan bahwa mereka telah mendapat pelayanan pastoral yang matang. Bagi pasangan
suami istiri yang telah bercerai secara hukum namun hendak berdamai dan kembali hidup bersama sebagai suami
istri maka gereja mensyukuri keputusan ini dengan memberikan pelayanan pembaruan janji pernikahan.
Penutup
Pernikahan adalah keputusan penting dan besar yang merupakan kehendak Tuhan. Pernikahan Kristen adalah
pernikahan yang tidak terceraikan. Oleh karena itu bagi para pasangan yang hendak menikah hendaklah
mempertimbangkan masak-masak dengan tuntunan Roh Kudus. Sehingga pasangan benar-benar siap memasuki
pernihakan Kristen.
Evaluasi:
1. Mengapa pasangan suami-istri Kristen tidak boleh bercerai?
2. Apa saja dampak buruk perceraian?
3. Bagaimana sikap gereja jika ada pasangan Kristen yang bercerai dan menikah lagi?
Referensi
1. Majelis Sinode GMIT. Peraturan Pastoral. 2017
2. Stephen Tong: Seri Seminar Keluarga, Takhta Kristus dalam Keluarga (Surabaya: Momentum), 2011.
BAGIAN KETIGA
ANAK DAN KELUARGA
Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta mampu:
1. memahami bahwa anak adalah karunia Tuhan yang berharga;
2. menyebutkan tugas-tugas orang tua terhadap anak-anak dalam keluarga;
3. berkomitmen meneladani tokoh dalam Alkitab yang bersyukur atas anak yang dianugerahkan Tuhan.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas pemahaman bahwa anak adalah karunia Tuhan yang sangat berharga bagi orang tua. Orang tua
memiliki kewajiban tertentu terhadap pendidikan anak-anak, sebagai waujud pertanggungjawaban iman kepada
Tuhan.
Metode:Ceramah dan diskusi.
Perintah Alkitab
Alkitab memerintahkan orang tua untuk bertanggung jawab dalam rencana keluarga yang baik.
Sebagaimana ayat ini, “tetapi jika ada orang yang tidak memelihara sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya,orang
itu murtad dan lebuh buruk lagi dari pada orang yang tidak beriman” (1Tim. 5:8). Orang tua Kristen perlu berdoa
untuk mempertimbangkan jumlah anak yang mereka asuh.Anda melecehkan kesempatan dan kepercayaan itujika
anda menjalani nya dengan ceroboh,jika anda menjalankannya dengan cara di mana anda hanya membuat anak-anak
merana,lapar,berpakian tidak layak tidak berpendidikan dan merasa rendah diri di masyarakat. Hal utama yang harus
di ketahui orang tua sekarang ini adalah berapa jumlah anak yang bisa diasuh dengan layak sehingga nantinya
menjadi pribadi yang sehat,bahagia,berkembang dengan baik dan bisa menjadi bagian yang memberkati masyarakat
dan bangsa.
Membimbing Mereka
Lukas 2:52 meyebutkan kepada kita bahwaYesusmakin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya,dan makin
dikasihi oleh Allah dan manusia. Yesus disebutkan makin bertambah besar, bertambah hikmat, makin dikasihi Allah,
dan manusia. Pikirkanlah sikap-sikap dan kecakapan-kecakapan yang anda ingin anak-anak anda miliki jika mereka
dewasa nantinya. Bagimana cara terbaik yang bisa anda tempuh untuk mengembangkan kecakapan dan sikap mental
anak-anak? Pikirkan juga perkembangan secara fisik. Apa yang perlu diketahui anak-anak anda mengenai tubuh
mereka agar mereka bisa memperlakukan tubuh mereka dengan benar sebagai bait Roh Kudus? Apa yang perlu di
ketahui,dialami, dilakukan anak-anak untuk bisa bertumbuh secara rohani? Apa yang seharusnya menjadi ciri
hubungan mereka dengan Allah? Bagaimana mereka perlu berhubungan dengan orang lain,dengan orang Kristen dan
non-Kristen.
Mengasihi Mereka
Tunjukan kedekatan anda kepada anak-anak. Jika mereka melakukan sesuatu yang baik,berikan pujian atau
ungkapan, Ayah/Ibu mengasihi engkau,dalam perkataan dan perbuatan. Dorong dan bimbing serta ajar mereka
secara pribadi. Ada saatnya tiap orang tua meluangkan waktu sendiri dengan setiap anaknya. Ajarkan kepada anak-
anak anda tentang firman Tuhan dan berdoalah dengan anak- anak.Firman Tuhan dapat memberikan hikmat kepada
anak-anak anda menuju pada keselamatan melalui iman dalam Yesus Kristus.
Evaluasi
1. Mengapa anak merupakan anugrah Tuhan yang berharga?
2. Sebutkan tugas-tugas orang tua terhadap anak!
3. Berikanlah contoh-contoh dalam Alkitab tentang kisah tokoh-tokoh dalam Alkitab yang sangat bersyukur atas
anak yang dianugrahkan Tuhan.
Referensi
Tujuan:
a. calon pasutri mengetahui pentingnya pendidikan dalam keluarga;
b. calon pasutri mengetahui pentingnya pendidikan formal dan non formal;
c. calon pasutri mengetahui seni keluarga sebagai wadah pendidikan, dan peranan orang tua sebagai pendidik;
d. calon pasutri mengetahui cara mendidik anak agar efektif dan tepat sasaran.
Gagasan Utama:
Pendidikan dan keluarga ibarat dua sisi mata uang, berharga dan saling melengkapi. Pendidikan sendiri adalah
sebuah proses seumur hidup yang tidak berjalan sendiri melainkan ada dalam proses yang dirancang secara sadar
oleh semua pihak terutama keluarga. Tulisan ini akan menguraikan beberapa hal penting seputar pendidikan dalam
keluarga, baik tentang pentingnya kehidupan, peranan orang tua sebagai pendidik, seni mendidik anak dan
pendidikan nilai dari generasi ke generasi. Diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi calon pasutri.
Metode:
Materi disusun dalam bentuk ceramah akan tetapi dapat diubah dengan metode lain tergantung kreatifitas pengajar.
Pengertian
Banyak referensi tentang arti pendidikan menurut para ahli, salah satunya pendidikan diartikan sebagai sebuah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar setiap orang secara aktif
mengembangkan potensi dirinya. Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran
‘an’, sehingga pendidikan berarti proses atau cara atau perbuatan mendidik. sedangkan secara bahasa definisi
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.Dengan demikian pendidikan berarti sebuah upaya
mewariskan pengetahuan, ketrampilan serta nilai-nilai hidup dari generasi sebelum kepada generasi penerus dengan
melibatkan banyak pihak mulai dari masyarakat, pemerintah, lembaga agama, lembaga pendidikan dan keluarga.
Pendidikan Pembiasaan
Dalam pendidikan penting yang namanya konsistensi artinya sesuatu yang telah ditetapkan sebagai nilai yang
berlaku dalam keluarga yang mesti diikuti oleh semua angota keluarga tak terkecuali. Demikian juga dalam
pendidikan dikenal istilah dipaksa, terpaksa, bisa, biasa, kebiasaan. Seorang anak pasti tidak menyukai ketentuan/
peraturan yang dianggap menekan dan mengekang kebebasan dan keinginannya, tetapi karena secara konsistensi
dipaksa untuk melakukan, maka ia bisa saja melakukannya karena merasa terpaksa tetapi hal ini tidak masalah, sebab
inilah sebuah proses menjadi.Semakin lama, anak ia akan bisa melakukannya kemudian menjadi terbiasa hingga
akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Misalnya; berdoa sebelum makan, berdoa sebelum tidur, merapikan tempat tidur
saat bangun dan masih banyak contoh lain. Prinsipnya adalah bentuk pendidikan yang baik haruslah bermuara
menjadi sebuah kebiasaan.
Referensi
1. Ismail, Andar, Selamat Ribut Rukun (33 renungan tentang keluarga), Jakarta: BPK Gunung Mulia.
2. Andar Ismail, Selamat Menabur (33 renungan tentang didik mendidik), Jakarta: BPK Gunung Mulia.
3. Dr. Zubaeda, Pendidikan karakter (konsepsi dan aplikasinya dalam lembaga pendidikan), Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta mampu:
a. menjelaskan apa teladan yang didapat dari kisah hidup Timotius;
b. menyebutkan siapakah pendidik/pengajar iman yang utama bagi anak-anak dalam keluarga;
c. menyebutkan tantangan seperti apakah yang kelak akan dihadapi anak-anak di masa sekarang maupun yang akan
datang.
Gagasan Utama:
Pelajaran ini menegaskan bahwa melalui kisah dan teladan hidup Timotius di dapati bahwa orang tualah yang harus
menjadi pendidik yang utama bagi perkembangan iman anak-anak. Karena kelak anak-anak akan mendapat
tantangan yang serius dalam mempertahankan iman dan ajaran Tuhan dalam kehidupan mereka kelak.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Sharing Pengalaman
Pengantar
Pada materi ini akan diangkat dua contoh model orang tua mendidik anak-anak mereka dengan dua model
yang berbeda dan menghasilkan anak-anak dengan karakter iman yang berbeda pula. Yang pertama ialah : Imam Eli
yang mendidik anak-anaknya, Hofni dan Pinehas dan yang kedua ialah Ibu dan nenek Timotius, yang mendidik
Timotius.
Imam Eli
Dari Kisah imam Eli seperti yang terdapat dalam I Samuel 2:11-36 kita melihat bahwa imam Eli rupanya
tidak memberikan ajaran yang kuat kepada anak-anaknya, Hofni dan Pinehas. Alkitab menyebut mereka sebagai
anak-anak dursila, tidak mengindahkan Tuhan dan batas-batas tugas mereka sebagai imam (2:12). Di ayat-ayat
selanjutnya menceritakan bagaimana mereka memperlakukan daging korban persembahan umat yang mereka
perlakukan semaunya, dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan Tuhan, sebab mereka
memandang rendah korban untuk Tuhan. (2:13-17). Lagi pula dosa mereka bukan hanya menghina korban bakaran
tapi juga mencemarkan diri mereka perbuatan sex tidak senonoh, yaitu tidur dengan perempuan-perempuan yang
melayani di depan pintu Kemah Pertemuan (ayat 21).
Rupanya imam Eli tidak cukup kuat mendid anak-anaknya. Bahkan ketika ia mendengar perbuatan jahat
anak-anaknya, di usianya yang telah sangat tua ia hanya mengeluh dan meratapi perbuatan anak-anaknya tanpa
mengambil tindakan tegas (ayat 22-25). Imam Eli sudah terlambat untuk meluruskan perilaku anak-anaknya.
Mestinya sedari kecillah mereka dididik dengan tegas dan keras. Kegagalan mendidik anak dibayar dengan harga
yang sangat mahal yaitu, kematian, kematian Hofni dan Pinehas. Hofni dan Pinehas gagal mejadi imam yang baik
bagi umat Israel karena ayah mereka sekalipun berhasil menjadi imam bagi umat, namun sebagai ayah, ia gagal
mendidik anak-anaknya.
Para calon orang tua dapat mengambil pelajaran dari kisah imam Eli. Bahwa sekalipun mestinya imam Eli
memiliki kemampuan mendidik anak-anaknya, karena sebagai imam ia mestinya lebih mampu mendidik dan
mempersiapkan anak-anaknya menjadi imam. Pada ayat 27-36, menunjukkan bahwa ternyata imam Eli tidak
memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya dan oleh karena itu Allah menghukumnya, menghukum anak-
anaknya. Ajaran, didikan dan teladan yang salah baik bagi anak-anak adalah factor-faktor kegagalan mendidik anak.
Siapakah mereka ini? Mereka adalah dua perempuan hebat yang berhasil mendidik dan memberi teladan bagi
Timotius, anak dan cucu mereka. Neneknya Lois dan ibunya Eunike bekerja sama dalam mendidik Timotus.
Ayahnya adalah seorang non Yahudi dan bukan orang yang beriman (Kis 16:1). Lois dan Eunike telah mendidik dan
mengajar Timotius mengenal dan belajar Firman Tuhan sejak Timotius keci. Dan tentunya, teladan yang baik mereka
tunjukkan kepada Timotius. Sehingga Timotius bertumbuh menjadi anak yang dekat dengan Tuhan. Bahkan pada
akhirnya cara hidup Timotius yang prima telah menarik Paulus untuk mengangkat Timotius menjadi anak rohaninya,
menjadi kawan sekerja dalam mengabarkan Injil Tuhan, dalam merawat jemaat-jemaat Kristen di kota-kota Asia
kecil pada waktu itu u Tentu saja Lois dan Eunike melakukan pengajaran, pendidikan dan pengasuhan kepada
Timotius bukan dengan cara-cara yang mudah. Dibutuhkan kesungguhan, konsistensi, ketangguhan mendidik anak di
masa itu. Masa dimana begitu banyak ajaran dan teologi yang berkembang pada saat itu yang jauh dari ajaran
Kristen, seperti filsafat Yunani, aliran gnostik, ajaran multi dewa dan lain sebagainya. Kesulitan lain adalah
penderitaan dan penganiayaan yang sedang dialami oleh orang-orang Kristen. Tidak kuat dalam menghadapi
penhaniayaan dan penderitaan bisa saja membuat orang-orang krissten meninggalkan imannya kepada Tuhan Yesus.
Penutup
Apakah sebagai calon orang tua, anda akan mengutamakan kebenaran Allah daripada kenyamanan keluarga?
Pasangan diberi kesempatan untuk berdoa bersama dan akan ditutup dengan doa bersama bagi semua oleh pengajar.
Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta diharapkan mampu:
1. Memahami pentingnya 1000 hari pertama kehidupan setiap anak;
2. Menjelaskan mengapa 1000 hari pertama sehidupan setiap anak itu penting
3. Menjelaskan apa akibatnya jika orang tua mengabaikan 1000 hari pertama kehidupan anak.
Gagasan Utama:
Pelajaran ini tentang 1000 hari pertama kehidupan seorang anak, sejak dari kandungan sampai usia dua tahun. Apa
yang orang tua perlu tahu, apa yang harus dilakukan orang tua, apa dampak jika memperhatikan 1000 hari pertama
dan apa dampaknya jika mengabaikan masa ini.
Metode: Ceramah dan Diskusi.
Pengantar
Masa 1.000 hari kehidupan di hitung mulai dari anak masih dalam kandungan( 9 bulan,10 hari=280 hari)dan sampai
anak tersebut berusia 2 tahun,(720 hari) dengan catatan 1 bulan = 30 hari. Jika seribu hari tersebut dibagi
berdasarkan tahapan kehidupan anak, maka titik kritis Pasutri yang paling di perhatikan pada seorang anak
ialah:masih dalam kandungan = 280 hari, umur 6-8 bulan = 60 hari. Umur 8-12 bulan = 120 hari, dan umur 12-24
bulan = 360 hari. Berdasarkan uraian tersebut maka GMIT menguraikan karya pelayanan untuk membangun
keluarga kristen sehat, cerdas dan kokoh.
Evaluasi
1. Mengapa orang tua perlu mengetahui masa 1000 hari pertama kehidupan seorang anak
2. Apa dampaknya jika memperhatikan 1000 hari pertama kehidupan
3. Apa dampakanya jika tidak memperhatikan 1000 hari pertama kehidupan.
Referensi:
1. Majelis Sinode GMIT. Membangun Generasi Kristen Sehat dan Cerdas melalui 1000 Hari Pertama
Kehidupan.2015
Tujuan:
a. Menjelaskan pentingnya menjaga kesehatan ibu hamil.
b. Mengambil laibu yang langkah tepat bagi ibu yang akan melahirkan
c. Menjelaskan apa itu masa nifas dan langkah-langkah yang harus diambil dalam masa nifas.
Gagasan Utama:
Pelajaran ini mengenai kehamilan, persalinan dan pasca persalinan yang akan dialami oleh calon ibu. Materi ini
ditulis dari sudut padandang kesehatan.
Metode: Ceramah dan Diskusi
Ibu Hamil
Defenisi kehamilan
Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya adalah 280 hari(40 minggu atau 9
bulan 7 hari)dihitung dari hari pertamahaid terakhir(Saifudin,2006). Kehamilan adalah pertumbuhan dan
perkembangan janin intra uteri mulai sejak konfeksi dan berakhir sampai permulaan persalinan(Manuaba,2008).
Kehamilan merupakan proses yang di awali dengan adanya pembuahan (konsepsi),masa pembentukan bayi dalam
rahim dan di akhiri oleh lahirnya sang bayi(Monika,2009).
Tanda-tanda kehamilan
Berhentinya menstruasi selama 36-42 minggu,ada pertumbuhan janin di rahim,perubahan bentuk tubuh seperti
pembesaran payudara,perubahan pinggul,pembesaran perut karna adanya janin.
Pemeriksaan kehamilan
Seorang ibu hamil agar memeriksakan kehamilannya kepada dokter, atau dokter kebidanan minimal 4 kali selama
hamil sebagai berikut:
Trimester pertama (0-3 bulan)minimal 1 kali
Trimester kedua (4-6 bulan)minimal 1 kali
Trimester ketiga(7-9 bulan) minimal 2 kali
Setiap persalinan harus di tolong oleh tenaga kesehatan (bidan atau dokter) terampil di fasilitas kesehatan
memadai(puskesmas,rumahsakit,klinik swasta),persalinan tidak dilakukan oleh dukun atau keluarga di
rumah.Tanda-tanda persalinan semakin dekat
a. Terdapat flek atau keluar lendir
b. Rasa nyeri di punggung bagian bawah secara terus-menerus
c. Menderita kram perut atau rasa nyeti di sekitar perut memang membuat ibu hamil tidak nyaman,rasa sakit mirip
saat wanita datang bulan.
d. Pecahnya air ketuban bisa terjadi kapan saja
e. Mengalami kontraksi
f. Rasa menggigil.
Mazmur 22;11 Keslamatan ibu dan bayi lebih terjamin apabila
“kepadaMu aku serahkan sejak aku lahir, sejak melahirklan di fasilitas kesehatan yang memadai dan di
dalam kandungan ibuku Engkau ALLAHku tolong oleh tenaga kesehatan yang trampil
Tujuan MP-ASI
Air susu ibu hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan setelah itu, produksi air susu ibu, (ASI)
semakin berkurang sedang kan kebutuhan gizi bayi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan barat
badan.tujuan pemberian MP-ASI (Soenarno, 2007) sebagai berikut:
a. Melengkapi sat-sat gizi yang kurang dalam ASI.
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk bermacam-macam makanan dari berbagai rasa dan tekstur.
d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi.
Menurut WHO (2003) pada saat seorang bayi tumbuh dan menjadi lebih aktif akan dicapai usia tertentu di mana ASI
saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Dengan demikian makanan tambahan diberikann untuk
mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi pada anak dengan jumlah yang di dapatkan dari ASI. Ini berarti:
a. Makanan tambahan diperlukan untuk mengisi kesenjangan energi.
b. Jumlah makanan yang di butuhkan meningkat sewaktu anak bertambah usianya.
c. Jika kesenjangan tidak diisi anak akan berhenti pertumbuhannya atau tumbuh lambat.
Syarat MP-ASI
Menurut Krinatuti dan Yenrina (2000) makanan pendamping ASI yang baik harus memenuhi beberapa syarat:
a. Memiliki kandungan energi dan protein tinggi
b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mendukung vitamin dan mineral yang cocok.
c. Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik.
d. Harganya relatif murah,bernilai gizi dan dari pangan lokal.
e. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah sedikit. Kandungan serat kasar yang
terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan bayi.
Makanan Bayi
Mengatur makanan bayi dapat dibagi dalam beberapa tahapan (Krisnatuti, 2007) sebagai berikut:
a. Makanan bayi 6 bulan, sebagai berikut:ASI tetap diberikan;
Susu botol kecil (200 cc) diberikan 5 kali sehari;
Sereal: beras putih, beras merah diberikan 1 kali;
Buah: pisang, alpukat, apel, pir diberikan 1 kali.
b. Makanan bayi usia 7-8 bulan, adalah sebagai berikut:
ASI tetap diberikan; Susu botol kecil (200 cc) 4 kali sehari;
Sereal: lanjutan pemberian beras merah, beras putih 2 kali sehari;
Buah-buahan: mangga, pir, blewah, timun suri diberikan 1 kali sehari;
Daging dan maknan yang mengandung protrin: daging sapi, daging ayam, tahu, tempe diberikan 1 kali
sehari.
c. Makanan bayi usia 9-12 bulan, sebagai berikut:
ASI tetap diberikan atau susu formula; Nasi tim atau sereal diberikan 2 kali sehari;
Buah: nanas, kiwi, manggga, melon, diberikan 1 kali sehari; Sayuran: buncis, kacang kapri, kacang
panjang, labu diberikan dan dicampur pada nasi tim;
Daging sapi, daging ayam, hati, kuning telur diberikan satu kali sehari;
Biskuit sebagai selingan diberikan 2 kali sehari.
d. Pengolohan MP-ASI Berbahan Pangan Lokal
Cara pengolahan MP-ASI (Krisnatuti dkk, 2005) sebagai berikut:
Makanan pokok adalah makanan yang dikonsumsi dalam jumlah yang paling banyak dan mengandung zat
tepung sebagai sumber tenaga seperti beras, jagung, singkong, sagu, ubi jalar, umbi-umbian. Bubur susu
yang lembut, kental dan gurih dapat dibuat dari makanan pokok apapun dan dapat diberikan sebagai
pendamping ASI;
Kacang-kacangan yang diperlukan oleh bayi untuk memenuhi kebutuhan protein yang sangat penting
untuk pertumbuhan seperti kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang tunggak, kacang merah, kacang
karo, dan lain-lain;
Bahan pangan hewani bergizi tinggi dan sangat baik untuk makanan bayi seperti daging sapi, ayam
termasuk jeroannya (terutama hati), ikan segar, telur dan susu; Jenis sayuran yang mengandung gizi serta
yang baik untuk dimakan oleh bayi adalah sayuran yang banyak mengandung karotennya, yaitu yang
berwarna jingga dan hijau, seperti wortel, tomat merah, bayam, kangkung sawi;
Buah-buahan harus dipilih yang sudah masak dan tidak masam. Pisang biasanya sering digunakan sebagai
makanan bayi usia 4-6 bulan karena selain mengandung vitamin dan mineral juga mengandung
karbohidrat. Buah-buahan yang baik antara lain pepaya, mangga, jeruk manis;
Lemak dan minyak mengandung energi yang tinggi memberi rasa lebih gurih serta makanan lebih lunak
dan mudah ditelan. Beberapa jenis lemak yang harus ditambahkan antara lain mentega.