Anda di halaman 1dari 46

UPP Teologi - Bidang Pembinaan Anggota Gereja

UPP Teologi
Draf Pengajaran - Bidang
Katekisasi Pembinaan Anggota
Pranikah

Gereja
Bahan Pengajaran Bagi Anggota Sidi Jemaat GMIT

Draf Pengajaran Katekisasi


Pranikah
Bahan Pengajaran Bagi Anggota Sidi Jemaat
GMIT

Kasih Kristus
Dasar Hidup Suami-Istri

“Sebab itu seorang laki-laki


akan meniggalkan
ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan istrinya,
sehingga keduanya
menjadi satu daging.”
- Kejadian 2:24
DAFTAR ISI

BAGIAN PERTAMA:
DASAR & KARAKTER PERNIKAHAN KRISTEN
{ Sesi 1: Mengapa Menikah 3
{ Sesi 2: Pernikahan Kristen Antara Laki-laki & Perempuan Seiman 5
{ Sesi 3: Pernikahan Kristen Melampaui Penampilan Fisik 7
{ Sesi 4: Kesetaraan dan Keunikan Laki-laki-Perempuan 8
BAGIAN KEDUA:
KEHIDUPAN PERNIKAHAN KRISTEN
{ Sesi 5: Mengenal Diri dan Pasangan 11
{ Sesi 6: Seksualitas dan Berbagai Permasalahannya 14
{ Sesi 7: Mengelola Keuangan Keluarga 19
{ Sesi 8: Tinggal Serumah Bersama Orangtua/Mertua 23
{ Sesi 9: Gadget dan Keluarga 24
{ Sesi 10: Mengelola Konflik Dalam Rumah Tangga 27
{ Sesi 11: Mencegah Kekerasan Dalam Rumah Tangga 29
{ Sesi 12: Perzinahan 33
{ Sesi 13: Keluarga Tanpa Anak 35
{ Sesi 14: Perceraian 36
BAGIAN KETIGA:
ANAK DAN KELUARGA
{ Sesi 15: Anak adalah Karunia Tuhan Yang Berharga 39
{ Sesi 16: Pendidikan Karakter Dalam Keluarga 41
{ Sesi 17: Teladan Pendidikan Orang Tua 45

BAGIAN KEEMPAT:
PERAN ORANGTUA SEJAK KEHAMILAN SAMPAI USIA 2 TAHUN

{ Sesi 18: Konsep 1.000 Hari Pertama Kehidupan 47


{ Sesi 19: Kehamilan, Persalinan, dan Pasca Persalinan 49

BAGIAN PERTAMA
Dasar & Karakter Pernikahan Kristen
18
TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan
penolong baginya, yang sepadan dengan dia." 19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala
binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk
melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap
makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. 20 Manusia itu memberi nama kepada
segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya
sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. 21 Lalu TUHAN Allah membuat
manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya,
lalu menutup tempat itu dengan daging. 22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia
itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 23 Lalu berkatalah
manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan,
sebab ia diambil dari laki-laki." 24 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
KEJADIAN 2:18-24 (TB-LAI)

Pernikahan merupakan lembaga pertama yang ditetapkan dan dikehendaki oleh Tuhan Allah. Ia berfirman: “tidak
baik kalau manusia itu seorang diri saja,aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan Dia” (Kej.
2:18). Untuk pertama kali Allah melihat hasil ciptaan-Nya dan mengatakan “tidak baik” (2:18). Sebelumnya, Allah
menilai setiap ciptaan pasti baik (Kej 1:4, 10, 12, 18, 21, 25), bahkan keseluruhan ciptaan adalah sungguh amat baik
(Kej 1:31).
Nilai “baik” dan “tidak baik” dinyakan oleh Allah sendiri. Ketika Ia menilai manusia sorang diri “tidak baik”,
Ia melanjutkan dengan tindakan konkret. Terhadap keadaan “tidak baik seorang diri” ini pun Allah segera
menciptakan penolong sepadan bagi Adam (2:18b) agar yang tidak baik itu menjadi baik dan rencana Allah sejak
semula (1:26-28) dapat terpenuhi. Inilah yang menjadi dasar pernikahan, yang ditetapkan oleh Allah.
Allah memiliki tujuan istimewa melalui pernikahan. Rasul Paulus menyebutnya, “rahasia ini besar, tetapi yang
aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat” (Ef. 5:32). Pernikahan seorang laki-laki dan seorang perempuan
adalah refleksi dan representasi dari relasi Kristus dan jemaat-Nya. Relasi yang kudus dan kekal. Pentingnya

Draf Katekisasi Pranikah | 1


lembaga pernikahan/keluarga juga menjadi metafora yang dipakai oleh GMIT dalam Pokok-pokok Eklesiologinya,
GMIT sebagai gereja milik Tuhan digambarkan sebagai Keluarga Allah (familia Dei). Sedangkan Prinsip Teologis
GMIT dalam pernikahan adalah :
a. Pernikahan Kristen untuk memuliakan Allah (Kej 1:28).
b. Relasi seksual yang Kudus dalam Pernikahan
c. Keluarga Kristen melambangkan Umat Perjanjian
d. Keluarga Kristen sebagai basis hidup bergereja.
Oleh karena itulah, maka setiap orang yang hendak memasuki lembaga pernikahan, sangat perlu menyiapkan
dirinya dengan baik melalui pemahaman yang benar akan hakekat dan tujuan pernikahan Kristen, agar melaluinya
tujuan Allah dalam pernikahan dapat terpenuhi, segala kemuliaan bagi Allah.
.

 Sesi Pertama: Mengapa Menikah 


Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta mampu:
a. memahami alasan orang kristen menikah dan memiliki alasan sendiri yang benar sesuai Alkitab;
b. memahami dan menjelaskan karakter pernikahan kristen yaitu monogami.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas dasar pernikahan Kristen yang bersumber dari Allah dan berlaku bagi pernikahan seorang
perempuan dan seorang laki-laki dewasa yang saling mencintai.
Metode:
Ceramah dan Diskusi/Evaluasi.
Alasan Menikah Yang Keliru
Ada beragam alasan mengapa orang memutuskan untuk menikah. Untuk menjawabnya, kita akan melihat alasan
menikah dari dua aspek, yaitu secara negatif dan secara positif. Pertama, ada beberapa alasan yang keliru (neg atif).
Alasan Usia
Beberapa orang tua berkata, "Kamu sudah umur 30 cepatlah menikah." Usia menjadi ukuran utama yang
menentukan kesiapan seseorang untuk menikah. Akibatnya sebagian orang memutuskan menikah hanya karena
sudah cukup usia. Akan tetapi, kedewasaan manusia tidak hanya diukur dengan angka usia kronologis dan biologis,
melainkan juga kematangan mental-spiritual dan kematangan secara psikologis. Kesiapan diri untuk masuk dalam
pernikahan sangat perlu dan ukurannya bukan hanya usia. Karena itu tidak perlu merasa bersalah karena belum
menikah di usia tertentu.
Alasan ”Sudah Terlanjur”
Ada orang yang menikah karena sudah terlanjur hamil. Sesungguhnya terlanjur hamil bukan alasan utama untuk
sebuah pernikahan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pernikahan membutuhkan kesiapan mental dan
spiritual dari kedua pihak. Kehamilan menandakan kesiapan fisik (bilogis), tetapi mesti disertai juga kematangan
mental-spiritual dan psikologis.
Alasan Seks
Ada orang yang menikah karena desakan kebutuhan seks atau supaya tidak merasa berdosa karena berhubungan seks
sebelum menikah. Sesungguhnya kebutuhan seks adalah wajar bagi manusia, namun ia bukan alasan utama untuk
menikah. Jika seks dijadikan alasan menikah maka kita membuat makna pernikahan yang mulia menjadi dangkal.
Seks adalah bagian dari pernikahan yang kudus dan disadari bahwa kebutuhan seks akan menurun seiring usia dan
kemampuan fisik, namun kehidupan bersama suami-istri akan tetap bertahan.
Alasan Prokreasi
Ada orang yang menikah karena ingin memiliki anak atau karena permintaan orang tua untuk memiliki cucu. Itu
berarti pernikahan dipandang hanya sebagai alat memperoleh keturunan. Sebenarnya alasan prokreasi ini tidak
sepenuhnya salah. Karena dalam Kejadian 1:28 ”Beranak cuculah dan bertambah banyak: penuhilah bumi..”
Perintah ini dimandatkan oleh Allah kepada Adam dan Hawa sebagai lembaga keluarga yang pertama. Namun
memiliki anak tidak boleh menjadi tujuan utama atau tujuan satu-satunya dalam pernikahan. Karena jika demikian
maka ketiadaan anak dalam pernikahan akan mengganggu relasi suami-istri dan dapat menjadi alasan untuk saling
menyalahkan, berzinah bahkan berakhir pada perceraian. Prokreasi hendaknya tidak menjadi tujuan dalam
pernikahan, karena memiliki keturunan tidak ditentukan oleh pernikahan melainkan kehendak dan kuasa Allah
semata-mata.
Alasan Menikah Yang Benar
Berdasarkan beberapa alasan negatif di atas, hendaknya kita memahami dan menumbuhkan alasan positif bagi
pernikahan Kristen. Hendaknya alasan inilah yang dimiliki oleh setiap orang percaya yang memutuskan untuk
menikah, yaitu:
Karena Allah Yang Merencanakan
Sejak penciptaan Allah sendiri yang mengatakan tidak baik manusia hidup seorang diri saja dan Allah sendiri pula
yang menciptakan manusia laki-laki menjadi pasangan yang sepadan. Allah yang merancang pernikahan dan jika
bukan Allah yang membangun, maka sia-sia usaha manusia.
Karena Cinta Kasih
Manusia sebagai makhluk relasional memiliki potensi untuk mengasihi dan dikasihi. Ia perlu mengungkapkan
cintanya dengan mencintai dan memerlukan penerimaan cinta atau dicintai. Allah adalah kasih adanya, maka
manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah juga diberikan potensi kasih seperti Allah, yang adalah
Sumber Kasih dan sekaligus Ia mau manusia memberikan cinta kasih berdasarkan kasih yang diterima dari Allah.
Cinta kasih yang membuat suami-istri dapat menikmati kebutuhan seks bersama, seperti Adam dan Hawa (Kej. 2:25)
dan dari sanalah lahir keturunan bagi mereka.
Karena Kedewasaan
Idealnya seorang laki-laki dan perempuan yang akan menikah sudah dewasa. Kedewasan yang di maksudkan adalah
pertama kedewasaan fisik atau biologis, yaitu kesiapan dan kemampuan bilogis (reproduksi) bagi laki-laki dan
perempuan untuk hamil dan melahirkan. Kedua, kedewasan mental, yaitu mampu membuat pertimbangan yang
matang dan bijaksana sebelum mengambil keputusan dan tindakan dalam membina dan mengatur pernikahan.
Ketiga, kedewasaan emosional, yaitu siap merespon dan menghadapi masalah bahkan konflik dalam rumah tangga
dengan sikap dewasa. Keempat, kedewasaan rohani, yaitu memiliki hubungan yang baik dengan Allah, takut akan
Allah, taat dan terus bertumbuh dalam iman teguh (telah dewasa dalam iman antara lain dinyatakan dalam tahbisan

Draf Katekisasi Pranikah | 2


sidi dan siap mengikuti katekesasi pra nikah) Hal ini akan menjadi pondasi yang kuat baginya untuk menjalankan
rumah tangga dan berusaha keras untuk menuntun baik dirinya maupun anggota keluarganya kepada Tuhan (Yosua
24:15).

Karakter Pernikahan Kristen: Monogami


Allah menciptakan manusia, seorang laki-laki dan seorang perempuan dan melalui mereka berdua Allah menetapkan
lembaga pernikahan yang bersifat monogami. Dalam penciptaan, Adam sebagai manusia tunggal menyebut istrinya
juga dalam bentuk tunggal, “inilah dia” dan mereka berdua menjadi satu daging (Kej. 2:23-24). Allah tidak
memberikan banyak Adam kepada satu Hawa (poliandri) atau satu Adam kepada banyak Hawa (poligami).
Penetapan pernikahan monogami terjadi saat penciptaan dan sebelum manusia jatuh dalam dosa. Itu berarti
pernikahan monogami merupakan ketetapan Tuhan Allah sendiri sejak semula.
Sejak permulaan hanya ada satu laki-laki dan satu perempuan, keduanya menjadi satu daging dan apa yang
telah disatukan Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Ini merupakan dasar pernikahan Kristen yang sesuai
Alkitab.. Berdasarkan pemahaman ini, Alkitab menjelaskan implikasi pernikahan monogami dalam beragam kondisi:
a. Seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang keduanya sama-sama belum pernah menikah (Kej. 2:18-25;
Mat. 19:4-6; Mrk. 6 :6-9);
b. Seorang laki-laki yang belum pernah menikah dengan seorang perempuan yang telah ditinggal mati oleh suami
(janda). Atau seorang perempuan yang belum pernah menikah dengan seorang laki-laki yang telah ditinggal mati
oleh istrinya (duda) (Rm. 7:23:1Kor. 7:39);
c. Seorang laki-laki yang telah ditinggal mati oleh istrinya (duda) dengan seorang perempuan yang telah ditinggal
mati oleh suaminya (janda) (1Kor. 7:39);
d. Seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya yang tidak beriman (janda
cerai) (1Kor. 7:15, demikian pula bagi perempuan).
Alkitab menjelaskan juga implikasi bagi pernikahan yang tidak termasuk monogami dan tidak diperkenankan Allah,
antara lain:
a. Inses, yaitu pernikahan antara dua orang yang memiliki hubungan darah (Im. 18:6-18; 20:11; 17-21);
b. Homoseksualitas, yaitu pernikahan atau hubungan seksual sejenis antara laki-laki dengan laki-laki atau
perempuan dengan perempuan (Kej. 2:24;Im. 18:22; Rm. 1:26-28; 1Kor. 6:9-10);
c. Perzinahan, yaitu pernikahan atau hubungan seksual antara seorang laki-laki yang belum menikah atau sedang
terikat pernikahan dengan seorang perempuan yang sedang terikat pernikahan (Im. 18:20; 20:10, 13-14; Mat.
19:9; 5:35); demikian pula sebaliknya seorang perempuan yang belum menikah atau sedang terikat pernikahan
dengan laki-laki yang belum menikah atau sedang terikat pernikahan;
d. Bestialitas, yaitu hubungan seksual antara manusia dengan binatang (Kel. 22:19; Im. 18:23; 20:15-16).

Evaluasi: Masing- masing peserta/pasangan bertanya pada diri sendiri:


1. Mengapa saya mau menikah? Apakah saya sudah siap dan cukup dewasa untuk menikah?
2. Jelaskan apa arti dari karakter pernikahan monogami!
Referensi
1. Alkitab: TB LAI.
2. Majelis Sinode: Seribu Hari Pertama, 2015.
3. G. I. Williamson: Katekismus Singkat Westminster 2, (Surabaya: Momentum), 2009.

 Sesi Kedua: Pernikahan Kristen 


Antara Laki-laki dan Perempuan Seiman

Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta memahami pentingnya kesatuan iman dalam pernikahan sesuai kata
Alkitab.
Gagasan Utama:
Sesi ini akan membahas tentang pernikahan yang seiman, yaitu iman Kristen, sesuai Alkitab, agar melalui iman
mereka, pasangan suami istri mampu mewujudkan rencana Allah melalui pernikahan dan mengatasi kemungkinan
persoalan dalam pernikahan akibat perbedaan agama dan ajaran.
Metode:
Ceramah dan Diskusi/Evaluasi

Tantangan Dunia Yang Terbuka


Dunia semakin terbuka dan menyediakan banyak pilihan termasuk pilihan pasangan hidup. Keterbukaan
menembus juga batas-batas keyakinan, sehingga seseorang sangat mungkin terlibat relasi dengan orang dari latar
belakang agama yang berbeda. Bagi mereka yang berada dalam komunitas gereja yang jumlah anak-anak mudanya
sangat terbatas, atau mereka yang tinggal di kota, desa, lingkungan yang mayoritasnya beragama non-Kristen, maka
situasi seperti ini sangat sering dihadapi. Situasi menjadi lebih serius apabila jumlah laki-laki dan perempuan di
komunitas itu tidak berimbang. Jika mereka hidup di lingkungan yang tidak banyak orang Kristen, maka pergumulan

Draf Katekisasi Pranikah | 3


ini tentu saja akan semakin sulit, sebagaimana di beberapa wilayah pelayanan GMIT. Ketertarikan terhadap orang
non-Kristen atau sesama Kristen tetapi beda ajaran memiliki peluang besar.
Dalam persoalan ini Alkitab harus menjadi pedoman dan patokan hidup kita. Dalam I Kor 7:39 kepada para
janda yang suaminya sudah meninggal dunia, Paulus memberi kesempatan untuk menikah lagi dengan siapa saja
yang ia kehendaki, tetapi orang itu harus orang percaya (1Kor 7:39). Selanjutnya, juga kepada jemaat di Korintus
secara umum ia mengatakan: “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang
tidak percaya” (2Kor. 6:14). Ayat ini memang tidak secara langsung berbicara tentang pacaran atau pernikahan,
namun prinsip yang diajarkan juga berlaku dalam relasi pacaran atau pernikahan. Alkitab sudah cukup memberikan
petunjuk yang jelas bahwa orang Kristen hanya boleh menikah dengan yang seiman. Karena itu, pernikahan Kristen
yang ideal adalah pernikahan yang melibatkan laki-laki dan perempuan yang seiman, yang sama-sama percaya
kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Kepala persekutuan.

Perbedaan nilai hidup


Perbedaan iman/teologi suami dan istri, misalnya agama atau doktrin tertentu mengakui poligami dalam pernikahan
yang bertentangan dengan keyakinan iman Kristen. Perbedaan doktrin dalam sesame agama kristenpun bisa
menimbulkan persoalan misalnya soal beribadah dalam suasana tenang atau ramai, baptisan dewasa atau anak dan
lain sebagainya. Perbedaan agama juga meliputi pandangan terhadap misalnya penggunaan alat kontrasepsi, transfusi
darah, atau apakah anak yang sakit perlu dibawa ke dokter atau cukup dengan berdoa saja? Perbedaan agama atau
doktrin dapat menimbulkan persoalan bagi suami istri, oleh karena itu sejak awal calon pasangan sudah harus
mempertimbangkan hal ini masak-masak.

Solusi
Dalam membangun relasi yang lebih serius, hendaknya setiap orang mengenali pandangan dan keyakinan
teologis atau agama pasangan atau calon pasangannya sebelum memutuskan untuk berkomitmen. Hendaknya sebagai
orang yang berpegang teguh pada pengakuan iman, setiap pribadi harus mampu membicarakan perbedaan ini dengan
serius dan penuh kasih. Pasangan dapat membicarakan tentang perbedaan ini dengan pendeta, keluarga ataupun
orang yang dapat memberi pikiran-pikiran yang jujur dan terbuka. Segala resiko mengenai perbedaan agama/doktirn
ini harus benar-benar dibicarakan di awal keseriusan hubungan.
Dalam peraturan Pastoral GMIT Bab IV tentang Pernikahan Lintas Gereja/Agama pasal 8 (1) tertera: “Majelis
jemaat dapat melaksanakan pelayanan pernikahan bagi pasangan anggota GMIT dengan anggota gereja/agama lain
berdasarkan pada kesepakatan bersama secara tertulis antara majelis jemaat, pimpinan gereja/agama lain, kedua
keluarga dan calon mempelai”. (2) Majelis jemaat memberikan pendampingan bagi anggotanya yang menikah
dengan pasangan berbeda gereja/agama lain dan dilaksanakan oleh lembaga gereja/agama lain, sambil berupaya
mempertahankan status yang bersangkutan sebagai anggota GMIT.
Hal ini menyiratkan bahwa pernikahan lintas gereja/agama dimungkinkan dilakukan oleh anggota GMIT baik
yang dilayani dalam GMIT maupun di lembaga gereja/agama lain dan namun ia tetap mempertahankan
keanggotaannya dalam GMIT. Namun demikian, menyadari dan memahami kesulitan dan tantangan yang akan
dihadapi kelak dalam rumah tangga pasangan berbeda gereja/agama maka keputusan pernikahan ini harus diambil
dengan pertimbangan yang sungguh-sungguh masak dengan pendampingan yang dilakukan baik oleh orang tua,
keluarga dan gereja. Karena pernikahan Kristen adalah pernikahan yang satu kali untuk selamanya. Jika dalam
percakapan-percakapan ini tidak tercapai penyesuaian iman atau doktrin maka hendaknya ke dua pribadi
mempertimbangkan untuk mengakhiri hubungan secara baik-baik dan dewasa.

Evaluasi

Peserta mengajukan pertanyaan reflektif dan mendiskusikan:


Jika sedang menjalin hubungan dengan pasangan yang berbeda agama atau doktrin, mampukah saya menghadapi
perbedaan ini tanpa mengkianati pengakuan iman saya?

Referensi:

1. Majelis Sinode GMIT, Peraturan Pastoral GMIT, 2017


2. Pdt. Rinto Tampubolon (ed.), Ketika Dua Hati Bersama (Jakarta: Binawarga, 2016).
3. Yakub Susabda, Konseling Pranikah (Jakarta: Pionir Jaya, tidak ada tahun).

Draf Katekisasi Pranikah | 4


 Sesi Ketiga: Pernikahan Kristen Melampaui Penampilan Fisik 

Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini para peserta memahami pentingnya pertimbangan rasa tertarik kepada lawan jenis
yang melampaui penampilan fisik.
Gagasan Utama:
Materi ini akan membahas pertimbangan menikah yang malampaui ketertarikan fisik dan membutuhkan aspek
bathiniah yang lebih permanen sebagai alasan ketertarikan yang bertanggungjawab.
Metode:Ceramah, Sharing pengalaman, dan Diskusi
Studi Kasus:
Jika kepada anak-anak muda ditanyakan: untuk memilih jodoh, kalian memilih yang penampilannya cantik/ganteng
tapi karakternya kurang ‘rohani’ atau yang penampilannya kurang menarik tapi karakternya sangat rohani? Kira-kira
apa jawaban pada umumnya?

Dasar Alkitab

Alkitab tidak pernah merendahkan kecantikan. Beberapa ayat berbicara tentang kecantikan misalnya Sara
(Kej 12:11, 14), Ribka (Kej 24:16), dan Rahel (Kej 29:17). Namun adalah lebih penting mempertimbangkan
karakter, sikap dan kedewasaan iman seseorang daripada hanya sekedar melihat penampilan fisik. Rasul Petrus
melarang para perempuan untuk berdandan seperti dunia, sebaliknya, mereka dinasihatkan untuk mengenakan
“perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata
Allah” (1 Pet 5:3-4). Juga Amsal 31:30 mengajarkan dengan tegas: “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan
adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji”. Kisah Simson yang jatuh cinta kepada Delila,
seorang perempuan Filistin yang sangat cantik, namun akhirnya membawa kehancuran bagi Simson ( Hakim-hakim
16:4). Namun perlu diingat bahwa kecantikan tidak identik dengan ‘penggoda’, atau karakter buruk atau kurang
beriman. Tetapi kecantikan atau ketampanan bukan satu-satunya criteria untuk mencari calon pendamping hidup
dalam pernikahan Kristen.

Keindahan Fisik dan Karakter

Memiliki pasangan yang cantik/ganteng adalah impian banyak laki-laki/perempuan. Hal ini bukanlah sesuatu
yang salah. Dalam masa berpacaran biasanya laki-laki atau perempuan yang berwajah ganteng/cantik menjadi
incaran banyak orang, menjadi ‘bunga kampung’ adalah kebanggan seorang perempuan muda. Seiring dengan
kedewasaan dan usia yang bertambah maka pandangan mencari yang cantik/gantengpun semakin memudar dan
beralih pada yang menarik sikap dan ada kecocokan karakter dan kepribadian. Hal ini patut disadari karena memang
ternyata penampilan fisik bukanlah sesuatu yang kekal. Seiring dengan berjalannya waktu, kecantikan dan
kegantengan akan memudar. Para ibu yang telah hamil dan melahirkan, tubuh perutnya akan membesar tidak lagi
langsing seperti muda dulu kulit wajahnya tidak sekencang dan semulus dulu. Para bapak pun demikian, rambut di
kepalanya semakin jarang, perut semakin buncit dan tanda-tanda penuaan lainnya. Tentu saja merawat tubuh adalah
penting karena Alkitab tidak merendahkan tubuh dari roh dan jiwa. Yesus Kristus menebus tubuh kita (I Kor 16:19-
20), persembahan yang berkenan kepada Allah (Rm 12:1). Namun kesempurnaan tubuh juga tidak perlu diagung-
agungkan sedemikian rupa sehingga melupakan kecantikan roh dan jiwa/karakter. Karakter krisitiani harus menjadi
dasar pertimbangan yang utama melampaui penampilan fisik semata dari setiap laki-laki atau perempuan yang
hendak menetapkan hati untuk memilih pasangan hidup.

Evaluasi:
Sharing pengalaman bersama pasangan suami-istri yang telah menikah dalam kurun waktu 20 tahun ke atas.

Referensi:
1. Sutjipto Subeno: Indahnya Pernikahan Kristen, (Surabaya: Momentum), 2014.
2. Pdt. Yakub Tri Handoko, dkk., dalam www.rec.org dan Grace Alone.

Draf Katekisasi Pranikah | 5


 Sesi Keempat: Kesetaraan dan Keunikan
Perempuan dan Laki-laki dalam Pernikahan Kristen 

Tujuan:
Setelah mengikuti sesi ini, katekisan memahami konsep kesetaraan dan keunikan laki-laki dan perempuan (suami-
istri) dan berkomitmen untuk menerapkan peran yang berbeda dalam pernikahan.
Gagasan Utama:
Sesi ini menjelaskan konsep Alkitab tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan sekaligus keunikan masing-
masing yang memperkaya dan mnyempurnakan kehidupan pernikahan.
Metode:Ceramah, Sharing pengalaman, dan Diskusi

Pengantar
Alkitab menggambarkan kesamaan dan keunikan antara laki-laki dan perempuan. Kesamaan laki-laki dan
perempuan nampak dalam kisah Penciptaan (Kitab Kej. 1). Keduanya sama-sama disebut “manusia” (ayat 26, 27).
Sama-sama pula diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (ayat 27). Demikian pula dinyatatakan dalam Pokok-
pokok Ekelsiologi GMIT, bahwa laki-laki dan perempuan adalah gambar Allah (imago Dei). Prinsip saling
menguntungkan (mutualistis) dan saling melengkapi (komplementer) menjadi dasar untuk menata kehidupan sesuai
dengan pesan Alkitab. Keduanya sama-sama diberi mandat untuk menatalayani kehidupan di bumi (ayat 26, 28).
Tuhan memberikan berkat-Nya bagi laki-laki dan perempuan (ayat 28). Ini menunjukkan bahwa secara hakekat laki-
laki sama dan setara dengan perempuan. Allahlah yang menetapkan kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan

Pertama: Setara dalam Kesepadanan


Kejadian 2:18-25 menunjukkan kesamaan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Perempuan disebut sebagai
penolong yang sepadan. Kata “sepadan” memiliki makna setara. Adam tidak mendapatkan pasangan yang sepadan di
antara para hewan dan tumbuhan (ayat 20), tetapi ketika bertemu dengan Hawa ia mengatakan, “Inilah dia tulang
dari tulangku dan daging dari dagingku”, sebagai ungkapan bahwa Adam dan Hawa memang setara dan sepadan.
Mereka berbeda dan tidak sepadan dengan hewan dan tumbuhan, mereka setara sebagai manusia.

Kedua: Setara dalam Satu Daging


Kesetaraan juga tersirat dari kesatuan antara laki-laki dan perempuan. Pada saat Adam melihat Hawa untuk
pertama kalinya, ia tidak menganggap perempuan sebagai saingan. Ia menyambut Hawa dengan sukacita (ayat 23).
Alkitab bahkan menyatakan dengan jelas bahwa keduanya adalah “satu daging” (ayat 24). “Satu daging” adalah
gambaran yang indah tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Ketiga: Setara dalam Dosa


Kejadian 3 menggambarkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam kehinaan mereka. Ketika
penciptaan, mereka sama-sama mulia, tetapi ketika jatuh dalam dosa, mereka sama-sama hina. Keduanya sama-sama
melanggar perintah Allah (ayat 6). Akibat dosa pun harus mereka tanggung bersama. Keduanya sama-sama
mengalami rasa malu dan ketakutan (ayat 7-8). Keduanya sama-sama diusir dari Taman Eden (ayat 22-24). Ini
menunjukkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan juga dalam hal dosa dan akibatnya.

Perbedaan dan Keunikan Peran Laki-laki dan Perempuan

Pertama: Kepala dan Penolong


Setiap suami (laki-laki) dipanggil dan diberi peran sebagai kepala keluarga. Dalam menjalankan peran ini,
ia meneladani Kristus yang mengasihi dan berkorban untuk jemaat (Ef. 5:25-29). Hal ini berarti, suami tidak dapat
semena-mena memperlakukan istri hanya oleh karena ia diberi peran sebagai kepala keluarga, karena ia harus
meneladani Kristus yang mengasihi dan berkorban untuk jemaat, maka para suami harus mengasihi dan berkorban
untuk istrinya.
Sedangkan perempuan ditetapkan oleh Allah untuk menjadi penolong yang sepadan bagi suaminya (Kej. 2:18). Ia
juga dipanggil untuk merefleksikan hakekat jemaat yang rela tunduk dan menghormati Kristus (Ef. 5:22-23; bnd.
1Pet. 3:1-7; 2Raja 4:8-37; Ams. 31:10-31). Sikap rela tunduk dan menghormati suami bukanlah tanda lemah dan
pasif. Sikap tunduk kepada suami bukan berarti istri semata-mata takut dan ‘taat yang membabi buta’ kepada suami
tanpa memiliki hak dan ‘suara’. Sikap tunduk ini berarti hormat dan taat dengan penuh kasih, hal ini dikehendaki
oleh Allah dan pasti mampu dilakukan oleh setiap perempuan/istri yang menghormati dan mengasihi Allah.

Kedua: Keunikan dalam peran


Laki-laki dan perempuan sama-sama mampu menjalani peranan kepemimpinan, namun keberhasilan dan
keefektifan kepemimpinan sangat bergantung kepada situasi kondisi masing-masing. Secara Alkitabiah, laki-laki
diberi otoritas oleh Allah untuk menjadi kepala yang memikul tanggung jawab besar bagi keluarganya. Sedangkan
kaum perempuan diberi otoritas untuk menjadi penolong bagi suami agar keduanya mampu menjalankan tugas
mereka dalam rumah tangga. Seorang istri melakukan tugasnya sebagai Ibu bagi keluarga, mengurus rumah tangga
bersama suami dalam kesejajaran maupun keunikan masing-masing. Dalam hal ini sekalipun mereka mempunyai
peran yang berbeda namun hal tertentu peran-peran itu dapat saling mengisi dan menopang. Misalnya seorang suami
bisa saja melakukan pekerjaan yang biasanya dilekatkan sebagai pekerjaan perempuan (peran domestic) yaitu

Draf Katekisasi Pranikah | 6


memasak, mencuci, mengasuh bayi dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Sebaliknya peran publik pun dapat saja
dilakukan oleh istri misalnya bekerja mencari nafkah. Inilah keunikan peran kali-laki dan perempuan.

Makna Istri sebagai Penolong Yang Sepadan


Kita perlu melihat lebih jauh keunikan peran dari kedua pihak, laki-laki dan perempuan, yang setara itu. Posisi
Hawa sebagai “penolong” (‘ēzer) dipahami secara beragam. Dalam hal apa Hawa akan menjadi penolong? Ada yang
menduga Hawa adalah penolong dalam menjaga dan memelihara taman (2:15). Yang lain berpendapat ia adalah
penolong dalam hal melahirkan keturunan (1:28). Yang lain lagi memilih untuk tidak membatasi bentuk pertolongan
yang bisa diberikan oleh Hawa (Pkt. 4:9-10; Ams 31:10-31).
Posisi Hawa sebagai penolong harus dibedakan dengan sekedar pembantu. Kata penolong tidak menunjuk
kepada inferioritas (posisi lebih rendah) Hawa terhadap Adam. Kenyataannya, kata penolong dalam Alkitab justru
seringkali dipakai untuk pihak yang lebih kuat. Dari 19 kali pemunculan kata ini, 16 di antaranya ditujukan pada
TUHAN sebagai penolong umat-Nya (Kel 18:4; Ul 33:7, 26, 29; Mzm 33:20; 70:6; 115:9-11; 124:8; 146:5) atau
pada suatu bangsa yang lebih kuat dari bangsa lain (Yes 30:5; Yeh 12:14; Hos 13:9). Tetapi sesungguhnya, kata
penolong pada dirinya sendiri tidak menyiratkan bahwa yang menolong adalah lebih kuat daripada yang ditolong.
Kata ini hanya menunjukkan bahwa yang ditolong tidak memiliki kekuatan yang cukup, sehingga membutuhkan
bantuan dari orang lain (Yos 1:14; 10:4, 6; 1 Taw 12:17, 19, 21, 22).
Pemahaman tentang hal ini semakin jelas dalam kata “sepadan” (kěnegdô) yang menerangkan penolong. Secara
hurufiah kata ini berarti “seperti apa yang di hadapannya”. Kata ini menyiratkan makna kesejajaran, perempuan tidak
lebih rendah (inferior) atau lebih tinggi (superior) daripada laki-laki, melainkan setara sekaligus masing-masing
memiliki keunikan. Keunikan itu hendaknya menolong setiap pasangan untuk mengambil peran yang berguna untuk
saling menopang kehidupan bersama yang harmonis. Sehingga jelas bahwa perempuan dan laki-laki saling
membutuhkan karena keduanya memiliki keunikan kekuatan masing-masing untuk saling menolong, saling
menopang dalam kesetaraan.

Makna Suami sebagai Bapak dan Kepala Keluarga


Ketika seorang laki-laki memutuskan untuk menjadi seorang suami, maka sesungguhnya ia tidak hanya
menyiapkan diri menjadi seorang suami yang baik bagi istrinya, namun ia juga harus mulai menyiapkan diri menjadi
seorang Bapak yang baik bagi anak-anaknya. Tugas mendidik anak memang harus dilakukan orang tua dalam hal ini
ayah dan ibu bersama-sama, namun dalam bagian ini kita akan melihat lebih dalam tentang tugas ayah dalam
mendidik anak-anaknya berdasarkan surat Paulus kepada jemaat Efesus, Efesus pasal 6.
Pertama, pada ayat ini tampaknya ayah mendapat tugas untutugas pembinaan spiritualitas anak-anak
dipercayakan kepada ayah (6:4b). Kata “bapa-bapa” menunjukkan konsep teologis dan kebiasaan pada waktu itu:
ggung-jawab utama pembinaan spiritualitas anak ada di tangan para ayah. Tugas para ayah mencari nafkah tidak
boleh menjadi alasan untuk mengabaikan tugas mendidik anak-anaknya. Tanpa memandang tingkat pendidikan,
ekonomi dan, latarbelakang ayah, ayah harus serius memperhatikan kerohanian anak-anak, memastikan terciptanya
suasana rohani di dalam rumah, memantau disiplin rohani anak-anak dan memberikan teladan positif yang konkrit
dalam perkataan dan tindakan, utamanya merupakan tugas seorang ayah.
Namun pada jaman sekarang ini oleh karena berbagai situasi tekanan ekonomi sehingga para ayah lebih banyak
memakai waktunya untuk bekerja mencari nafkah, maka ibu/mamalah yang mejadi pendidik spiritualitas anak di
rumah. Sekalipun banyak juga kesibukan pada ibu baik yang bekerja di ruang public maupun di ruang domestic.
Rupa-rupanya ibulah yang pada umumnya lebih memainkan peranan penting dalam pendidikan spiritualitas. Situasi
seperti ini tidak boleh menjadi alasan bagi para bapak untuk mengabaikan tugas mulianya bagi anak-anaknya.
Kedua, seorang ayah tidak boleh menyalahgunakan otoritasnya (6:4a). Ada perintah larangan: “jangan
bangkitkan amarah dalam hati anak-anakmu”. Larangan ini bahkan diletakkan di bagian awal sebelum perintah
“didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan”. Larangan ini memang ada hubungannya dengan hukum patria
potestas yang berlaku di zaman itu. Menurut hukum ini, seorang ayah mengontrol dan pemilik semua barang dan
orang yang berlindung di bawah atapnya. Di tengah situasi ini, penyalahgunaan kuasa dengan mudah dapat terjadi.
Paulus tentu saja tidak melarang ayah untuk memarahi anak-anak mereka. Namun Paulus meminta para ayah untuk
berhati-hati jika mendidik anak-anak agar tidak menimbulkan kesedihan dalam diri anak. Dalam situasi tertentu
kemarahan memang diperlukan. Disiplin dan ganjaran kadang tidak enak bagi anak-anak, namun disiplin dan ajara
adalah bentuk cinta kasih orang tua kepada anak (bdk. Ibr 12:11). Akan tetapi terkadang tindakan seorang ayah
keliru/berlebihan dalam memberikan didikan, ajaran, disiplin bagi anak-anak. Oleh karena itu seorang ayah harus
mendidik dengan penuh kasih, Kasih harus menjadi dasar dalam proses pendidikan rohani anak-anak. Mengasihi
anak bukan berarti memanjakan, menuruti semua kehendak anaknya. Kata “nasihat” (nouthesia) bisa berarti
“teguran”, “pengajaran”. Pokok yang ingin disampaikan tetap sama yaitu disiplin atau hukuman harus disertai
dengan pengajaran yang berlandaskan kasih.
Inilah makna penolong yang sepadan dan makna kebapaan Kristen yang menegaskan tentang
kesamaan/kesetaraan laki-laki dan perempuan serta perbedaan/keunikan yang menekankan peran yang berbeda dan
saling melengkapi antara laki-laki dan perempuan sebagai suami-istri Kristen.

Evaluasi/Sharing
Peserta saling berbagi pengalaman tentang kehidupan mereka dalam keluarga; belajar dari orang tua masing-masing
dalam mewujudkan kesetaraan dan keunikan mereka masing-masing.

Referensi:

1.Majelis Sinode GMIT, Pokok-pokok Ekelsiologi GMIT, 2016


2.Sutjipto Subeno: Indahnya Pernikahan Kristen, (Surabaya: Momentum), 2014.
3.Pdt. Yakub Tri Handoko, dkk., dalam www.rec.org.

Draf Katekisasi Pranikah | 7


BAGIAN KEDUA
Kehidupan Pernikahan Kristen

 Sesi Kelima: Mengenal Diri Dan Pasangan 

Tujuan Umum:Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan sikap peserta dalam pengenalan pribadi sendiri,
pasangan, dan interaksi keduanya demi keutuhan pernikahan.
Tujuan Khusus:
a. meningkatkan pemahaman tentang kesiapan diri sendiri sebagai calon pasutri;
b. mengenal pribadi pasangan dalam keunikannya;
c. meningkatkan ketrampilan bersikap dalam berinteraksi sebagai calon pasutri;
d. memahami manfaat saling menerima demi keutuhan nikah dan keluarga.
Gagasan Utama:Pernikahan Kristen mengikat suami dan istri seumur hidup. Dan karena itu sangat membutuhkan
pengenalan yang mendalam di antara calon suami dan istri tentang masing-masing pribadi yang unik dan
personalitasnya, sambil tetap menyadari bahwa proses pengenalan pasangan merupakan proses seumur hidup.
Pengetahuan dan ketrampilan ini diharapkan dapat membantu calon pasutri mengelola pernikahan dengan merawat
persekutuan keluarga Kristen diberkati Tuhan.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Evaluasi
Aktivitas Awal
Kegiatan 1: Doa pembukaan serta menyanyikan lagu.
Kegiatan 2: Catatlah setiap hal yang saudara sebut sebagai kelebihan dan kekurangan dari diri/pasangan. Tuliskan
pada selembar kertas yang sudah disiapkan. Kemuadian daftar tersebut diperiksa kembali dan hasilnya dituliskan
dalam kolom dibawah ini:

No. Kelebihan Kekurangan


… … …
… … …

Kegiatan ke 3: Siapkan kertas kosong. Setiap peserta berada dalam ‘tim’ sesuai pasangannya, setiap orang menulis
kelebihan dan kekurangan dirinya. Pada halaman yang kosong dari kertas yang sama, saudara mempersilahkan
pasanganmu menuliskan kelebihan dan kekurangan dirimu.

Apa yang saudara/i ketahui tentang dirimu.


Kelebihan: …
Kekurangan: …

Pengantar
Dalam konteks masyarakat pegunungan dan daratan, Yulia singgih D.Gunarsa (2012)mengatakan, pernikahan dapat
diumpamakan sebagai suatu perjalanan yang panjang, penuh kesukaan, dan mengasyikkan, bila jalannya
dipersiapkan dengan matang.Sebaliknya,perjalanan tersebut dapat menyebalkan, membuat orang mengalami stress
atau tekanan batin bilanya jalannya penuh kerikil, lubang dan macet- apalagi bila jalannya belum dipersiapkan(belum
diaspal). Dalam konteks masyarakat pesisir, pernikahan dapat diumpamakan sebagai suatu pelayaran mengarungi
samudera raya, yang menyenangkan, menikmati keindahan alam, aman walau gelombang menyertai pelayaran;

Draf Katekisasi Pranikah | 8


semuanya bisa selamat sampai ke dermaga tujuan, kalau nahkoda mempersiapkan diri dengan baik dan trampil, juga
perahu yang akan dipakai dipersiapkan dengan baik. Setiap pasangan atau lajang yang berencana menikah,
hendaknya mempersiapkan diri dalam beberapa hal berikut.

Mengenal dan Merima Diri Sendiri: Langkah Pertama Saling Mengenal


Calon Suami dan istri adalah masing-masing pribadi yang unik dan memiliki personalitasnya. Pertanyaan penting di
sini adalah apakah saya mengenal pasangan/calon pasangan secara mendalam sesuai dengan keadaan sesungguhnya.
Selama berpacaran kemudian bertunangan masing-masing pribadi sudah melihat dan mengenal pasangannya dan
tertarik untuk hidup bersama. Namun sebelum memasuki ikatan hidup bersama dalam pernikahan sebaiknya masing-
masing orang mengenal lebih dalam dan lebih nyata, dari sisi kepribadian. Jika saudara atau saudari ingin menikah
itu berarti bersedia hidup bersama dengan pribadi yang lain sepanjang usia. Untuk hidup bersama orang lain
seseorang perlu mengenalnya dengan baik. Namun langkah pertama yang dibuat adalah mengenal diri sendiri. Setiap
orang perlu memperhatikan diri sendiri dengan jujur, lalu mencatat semua kekurangan dan kelebihan pada diri
seseorang semua peluang dan hambatannya.
Paul Klein mengatakan, salah satu sikap dasar untuk membina sebuah persahabatan antara suami istri sepanjang
hidupnya adalah “menerima kenyataan”. Menerima dengan hati terbuka bahwa selain kelebihan masih ada
kekurangan dalam diri sendiri. Hidup sebagai suami istri merupakan suatu pilihan keputusan dan perjanjian hidup
bersama mengikat keduanya. Pernikahan Kristen, mengikat keduanya sampai akhir hidup. Bisa saja evaluasi diri
sendiri tidak objektif, namun proses ini dapat merupakan langkah baik yang membawa seseorang belajar menerima
kekurangan diri dan serentak dengan itu tumbuh suatu kesadaran dan keinginan dalam hal membutuhkan pribadi
yang lain untuk melengkapi kekurangan diri pribadi.

Mengenal Keunikan Pasangan Dari Latar Belakang Hidupnya


Setiap orang memiliki latar belakangnya sendiri, termasuk pasangan kita.Mengenal lebih dalam berarti bersedia
menelusuri sejauh mungkin latar belakangnnya.
1. Latar belakang Keluarga
Keluarga merupakan basis kehidupan sosial masyarakat. Untuk mengerti sikap dan tingkah laku dari seseorang, perlu
dipahami kehidupan keluarga dari mana ia hidup dan bertumbuh-kembang. Syamsu Yusuf & A. Juntika Nurihsan
(2013:27) menulis, ”Keluarga merupakan kelompok soaial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak”. Dari
lingkungan keluarganya sosok satu pribadi terbentuk. Oleh karena itu seorang calon suami/istri perlu lebih mengenal
latar belakang keluarga pasangannya.Seperti kata pepatah lebih mengenal supaya lebih menyayangi. Pertanyaan
yang perlu dicari jawabannya antara lain: Apakah ia datang dari keluarga masyarakat yang menyukai gaya hidup
‘keluarga besar’ dengan pola pengambilan keputusan oleh sekelompok tua-tua rumah adat; atau dari keluarga kecil
mandiri yang pengambilan keputusannya oleh ayah-ibu saja. Apakah dalam keluarganya ada kebiasaan untuk bebas
berpendapat dan saling memberikan pujian-dukungan, toleransi, kasih sayang dan persahabatan atau keluarga yang
suka membatasi anak dalam berpendapat, suka bertengkar, menghina, mengeluarkan kata-kata makian, membatasi
kegiatan di luar rumah. Apakah dia datang dari masyarakat desa yang suka bercocok tanam, suka hidup berkelompok
dan pesta-pesta adat, atau dari keluarga masyarakat kota yang aktif dalam usaha jasa, sibuk dengan media sosial,
independen, dan pola rekreasi modern.Semua penelusuran iniakan memperkaya seseorang untuk memahami sikap
tingkah laku pasangannya; karena ia dibentuk dari lingkungan keluarga tadi. Dan kemudian dapat mengembangkan
sikap menerima ada adanya sambil belajar bersama ke mimpi masa depan keluarga baru.

2. Latar Belakang Agama


Setiap orang adalah penganut agama dengan isi kepercayaan tertentu. Nilai-nilai agama yang dihidupi sejak dari
dalam kandungan sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Di sini perlu dipahami lebih dalam pola ibadahnya.
Apakah hanya formalitas saja; dalam arti mengikuti liturgi ibadah dan kewajiban di lingkup agamanya. Ataukah
pribadi yang suka menghayati nilai-nilai ajaran dalam kitab sucinya, suka mengasihi dan menyembah Tuhan,
mengasihi sesama seperti diri sendiri, suka membantu orang lain. Pribadi yang suka diperbaharui oleh nilai imannya.
Semua nilai dan sikap keimanan mempengaruhi keharmonisan hubungan suami istri nantinya.

3. Latar Belakang Pendidikan


Latar belakang pendidikan telah membentuk sesorang untuk mengenal dunia kehidupannya dan membawanya untuk
memiliki ilmu pengetahuan serta ketrampilan. Daya inovasi yang dilatihnya selama proses pendidikan cukup
memperlengkapinyan untuk mengatur sikap dan tingkah lakunya, juga penilaian tindakan-tindakan bagi masa
depannya. Wawasan pendidikan seseorang membantunya untuk bersama calon pasangannya merumuskan visi aatau
mimpi masa depan pernikahan juga keluarga baru mereka.

4. Latar Belakang Kesehatan


Kesehatan merupakan modal berharga bagi seseorang. Kita ingat semboyan klasik: Di dalam tubuh yang sehat
terdapat jiwa yang sehat pula.Dengan mengetahui riwayat kesehatan dari diri sendiri dan pasangannya, termasuk
kesehatan reproduksi; calon Pasutri dapat merencanakan kehidupan bersama yang lebih sehat. Ketika bertanya
tentang keadaan kesehatan pasangan dan menemui kekurangan dalam bentuk sakit-penyakit, ini merupakan
kenyataan yang perlu diterima apa adanya. Dan dasar cinta kasih bisa menjadi kekuatan untuk membangun sikap
saling melengkapi demi hidup yang lebih sehat dari keduanya. Mengenai kesehatan reproduksi yang menjadi jalan
mendapatkan keturunan;dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter sebelum pernikahan. Hal ini dikandung
maksud untuk saling menerima apa adanya dan dari dasar cinta kasih membangun harapan masa depan yang lebih
realistis dalam hal membentuk keluarga.

5. Latar Belakang Budaya


Salah satu hal yang penting di sini adalah adat-istiadat. Baik calon suami maupun istri perlu mengetahui dari pola
kekeluargaan mana pasangannya. Apakah dari masyarakat Patrilineal (garis keturunan ayah), di mana mas kawin
mesti disiapkan oleh keluarga laki-laki, sekaligus mengharapkan ‘antaran’ yang seimbang dengan itu.Ataukah dari
masyarakat Matrilineal( garis keturunan ibu) dengan membuka pintu komunitas adat terhadap sosok laki-laki yang
harus datang dengan ‘badan kosong’ datang memberinya tanda masuk dengan seperangkat pakaian adat, dan
kemudahan untuk hidup dalam masyarakat adat istrinya.
6. Latar Belakang Status Sosial

Draf Katekisasi Pranikah | 9


Status soasial (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jabatan, gengsi, gaya hidup, dll.) cukup mempengaruhi sikap dan
tingkah laku seseorang pada masa kini dan masa yang akan datang dalam kehidupan pernikahan. Karena itu perlu
mengetahui sejak awal status sosial dari calon pasangan hidupnya. Dengan mengetahui status sosial seseorang
belajar menerima kenyataan dan membangun mimpi masa depan yang wajar. Misalnya seorang petani janganlah
menjanjikan kemewahan yang sulit dijangkaunya bagi istrinya. Demikian juga seorang perempuan pekarier
janganlah memimpikan keleluasaan ruang gerak berkarier jika memilih menikah dengan pasangan yang
pendidikannya terbatas. Hal yang terpenting di sini adalah bersedia menerima kenyataan apa adanya dan bersama-
sama membangun mimpi masa depan yang dapat dijangkau bersama.

Mengenal Tipe Kepibadian: Untuk Memperkuat Tali Cinta Kasih


Untuk membantu merawat kasih sayang di antara dua insan yang akan menikah di sini kita belajar tentang Tipe
Temperamen menurut Galenus.
TEMPAREMEN SIFAT- SIFAT
Sanguinis Sifat dasar: Periang,optimistis, dan percaya diri
Sifat perasaannya: mudah menyesuaikan diri,tidak stabil, baik hati,tidak
serius,kurang dapat dipercaya karena kurang konsekuen.
Sifat dasar : Pemurung , sedih, pesimistis,kurang percaya diri.
Melankolis Sifat lainnya: Merasa tertekan dengan masa lalunya, sulit menyesuaikan diri,
berhati-hati, konsekuen, dan suka menepati janji.
Sifat dasar: Selalu merasa kurang puas, bereaksi negatif dan agresif.
Kholeris Sifat lainnya: mudah tersinggung(emosional),suka membuat provokasi, tidak
mau mengalah,tidak sabaran,tidak toleran, kurang mempunyai rasa humor,
cenderung beroposisi dan banyak inisiatif (usaha).

Sifat dasar: Pendiam, tenang, netral (tidak ada warna perasaan yang jelas), dan
Plegmatis stabil.
Sifat lainnya: merasa cukup puas, tidak peduli (acuh tak acuh), dingin hati (tak
mudah terharu),pasif, tidak mempunyai banyak minat, bersifat lambat, sangat
hemat, dan tertib/teratur.

Dari pelajaran tentang Tipe Temparamen di atas, pemikiran calon pasutri semakin luas untuk mengerti kepribadian
manusia dan lebih khusus, calon pasangannya. Dari sifat-sifat yang tertulis di atas pasutri dapat membuat tabelnya.
a. Belajar mencatat dari sifat-sifat diri sendiri :
No Sifat- sifat Keterangan
.

b. Belajar mencatat sifat-sifat dari calon pasangan


No Sifat- sifat Keterangan
.

c. Calon Pasangan Suami-Istri (Pasutri) bertukar catatan.


Masing-masing calon Pasutri mendapat kesempatan duduk berhadapan,bertukar catatan dan
berdialog tentang sifat-sifat dari pangannya. Bagaimana belajar menerima kenyataan dengan
sifat yang tidak menyenangkan hati yang menyusahkan hubungan cinta kasih. Tetapi juga
bagaimana mengakui serta mendukung sifat-sifat baik yang menghidupkan cinta kasih.

Kesediaan untuk belajar dan menelusuri sifat masing-masing serta secara terbuka berdialog dengan pasangan tentang
sifat dan temparamen, merupakan jalan penghubung yang bisa menghubungkan terus menerus dua pribadi yang
berbeda latar belakang dalam cinta kasih yang Tuhan anugerahkan

Evaluasi
Pengajar mengajak peserta, baik yang berpasangan maupun sendiri untuk melakukan test bahasa kasih dengan
menggunakan teori dan quis Lima Bahasa Kasih dari Rev. Dr. Gerry Chapman.

Referensi
1. Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa & Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa: Psikologi Untuk Keluarga, (Jakarta: Penerbit),
tahun.
2. Paul Klein, SVD: Pedoman Awal Keluarga Kristen, (Jakarta: Penerbit),
3. Dr. J.L.Ch Abineno: Sekitar Katekesasi Gerejani, (Jakarta: Penerbit),
4.Yulia Singgih D. Gunarsa: Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman, (Jakarta: Penerbit),
Prof.Dr.Samsu Yusuf & Prof.Dr. A. Yuntika Nurihsan: Teori Kepibadian, (Jakarta: Penerbit), tahun…..

 Sesi Keenam: Seksualitas dan Berbagai Permasalahannya

Draf Katekisasi Pranikah | 10


Dalam Pernikahan Kristen 

Tujuan:
a. Peserta memahami makna dan tujuan seksualitas sesuai Alkitab;
b. Peserta memahami berbagai permasalahan seksual dalam pernikahan dan mampu mengatasinya secara Kristiani.
Gagasan Utama:
Sesi ini membahas secara khusus pemahaman tentang seksualitas dalam Alkitab, berbagai permasalahan di sekitar
seksualitas, dan solusinya.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Evaluasi

Dasar Alkitabiah
Sejak awal Alkitab memandang seks secara positif. Seks bukan akibat dari dosa. Bagaimana menjelaskan hal ini?
Seksualitas manusia disebutkan secara khusus. Salah satu keunikan penciptaan manusia adalah penyebutan "laki-laki
dan perempuan" (Kej. 1:27). Keterangan ini mengandung maksud yang besar. Di hari ke-5 dan ke-6 Allah juga
menciptakan binatang-binatang. Kebanyakan berjenis kelamin jantan dan betina. Namun, Alkitab tidak merasa perlu
untuk menyebutkan perbedaan jenis kelamin binatang secara khusus. Hanya perbedaan seksual manusia yang diberi
perhatian dan diberikan penyebutan khusus.
Seksualitas manusia adalah sarana merealisasikan rencana Allah. Tujuan penciptaan adalah melestarikan
seluruh bumi bagi Allah (Kej. 1:26). Untuk mencapai tujuan ini, Allah menciptakan manusia sebagai makhluk
seksual supaya mereka dapat berkembang biak, bertambah banyak, menaklukkan bumi, dan merawatnya bagi Allah
(Kej. 1:28). Itu berarti seksualitas manusia adalah anugerah Allah. Pemberian Hawa kepada Adam adalah murni
anugerah Allah (Kej. 2:18-22). Dia sendiri yang menilai bahwa kesendirian Adam merupakan sesuatu yang tidak
baik. Dia sendiri yang menciptakan Hawa tanpa persetujuan Adam. Sekalipun memang Adam juga merasakan
kebutuhannya akan penolong (Kej 2:20) Dia sendiri yang membawa Hawa kepada Adam. Oleh karena seks adalah
pemberian Allah, tidak mungkin pemberian ini merupakan sesuatu yang buruk atau jahat. Setiap pemberian Allah
selalu baik dan sempurna (Yak. 1:17).
Penjelasan Alkitab tentang ketelanjangan (Kejadian 2:25) hendaknya ditafsirkan sesuai konteksnya. Teks ini
merupakan kontras terhadap Kejadian 3:7-10. Gambaran padan Kej 2 terjadi sebelum kejatuhan, sedangkan Kej 3
sesudah kejatuhan. Dalam keadaan telanjang tersebuta, kedua manusia itu sama-sama merasa malu. Keterangan rasa
malu di sini bukanlah dalam arti malu secara horizontal, antara Adam dan Hawa, melainkan lebih bersifat vertical,
yaitu merasa malu terhadap Allah. Mereka baru menyadari bahwa keadaan mereka tidak seperti dulu lagi. Itulah
sebabnya mereka tidak hanya menutupi tubuh mereka, tetapi juga bersembunyi dari Allah.
Di sisi lain, Alkitab juga sering menggambarkan Allah yang mengungkapkan kasih-Nya melalui relasi suami-
isteri (Contoh: Kitab Hosea, Kidung Agung). Bukan hanya sebatas status, tetapi juga mengandung aspek seksual. Itu
berarti seks pada dirinya sendiri adalah baik dan bukan dosa, sebaliknya mulia dan kudus dalam relasi suami-istri.

Berbagai Permasalahan Seks Dalam Pernikahan


Berdasarkan pemahaman itu, maka hendaknya seks menjadi salah satu hal penting yang layak dibicarakan bersama
oleh orang-orang yang menikah. Kita akan membahas salah satu dari masalah yang terjadi dalam pernikahan, yaitu
masalah seksual. Masalah seksual sering menjadi pergumulan dalam pernikahan karena kadang-kadang di dalam
hubungan suami-istri pun masih canggung atau bahkan enggan untuk membicarakan.
Seks dalam pernikahan adalah penting, bukan hanya sekedar kebutuhan biologis saja. Kehidupan seks dalam
rumah tangga yang baik akan menimbulkan hubungan suami istri yang jauh lebih baik dan meningkatkan
keharmonisan rumah tangga. Namun, jika kehidupan seks dalam pernikahan tidak baik, atau masing-masing pihak
merasa tidak bahagia, hal ini dapat menimbulkan masalah. Kelihatannya memang sepele, tapi jika terus dibiarkan,
hal ini bisa memicu kerengangan relasi, konflik, bahkan perceraian. Beberapa masalah seks yang sering terjadi dalam
rumah tangga diantaranya:
Impotensi
Impotensi merupakan masalah seks yang sering terjadi dan kadang menjadikan hubungan suami istri menjadi tidak
harmonis. Impotensi adalah penis tidak mampu ereksi sehingga aliran darah menjadi terhambat. Pada umumnya
disfungsi ereksi bisa terjadi karena stress, depresi dan juga penyakit tertentu.
Ejakulasi dini
Ejakulasi dini pada pria merupakan keluarnya sperma yang terlalu cepat, masalah ini bisa terjadi karena kelelahan
atau stress. Ejakulasi dini bukan hanya terjadi pada pria saja, namun wanita juga bisa mengalaminya. Pada wanita,
ejakulasi dini terjadi karena adanya perasaan tidak percaya diri, trauma atau melakukan hubungan intim dengan pria
yang tidak dicintainya.

Gairah seksual yang menurun


Pria dan wanita bisa mengalami gairah seks yang menurun, hal ini sering disebabkan oleh kelelahan, stress atau
pikiran, tekanan darah tinggi dan juga karena pernikahan yang tidak diinginkan.
Ketidaksesuaian frekuensi
Tubuh kita mempunyai kebutuhan seksual yang tidak sama, jadi, hal ini perlu dibicarakan dengan terbuka namun
tidak memaksa. Masing-masing perlu untuk menyatakanlah kebutuhan kita dan mintalah pemenuhannya. Sebaliknya,
pihak yang tidak membutuhkan banyak, jangan memandang rendah pasangannya atau menunjukkan sikap menolak.
Pada intinya yang membutuhkan sedikit harus meningkatkan batas maksimalnya sedangkan yang membutuhkan
banyak perlu meningkatkan batas minimalnya.
Sadomasokis
Pelaku mendapat kepuasan seksual dari rasa sakit. Rasa sakit akibat kekerasan verbal atau non-verbal yang sengaja
disebabkan oleh diri sendiri atau disebabkan oleh pasangan. Kata-kata kasar dan makian merupakan kepuasan
seksual bagi si pelaku. Aktivitas seksual yang dilakukan sering kali menyerempet bahaya. Misalnya, mencekik
hingga tubuh mencapai kondisi kekurangan oksigen dengan tujuan mencapai orgasme. Tindakan memukul, mengiris,
gigitan, diikat, mencekik, bahkan dicambuk yang berbahaya justru menjadi kepuasan tersendiri bagi si pelaku.
Sadisme
Pelaku mendapat kepuasan seksual ketika menyiksa pasangannya. Penderitaan fisik atau psikologis pasangan akan
membawa kesenangan bagi si pelaku. Penderitaan korban bukan motif si pelaku. Rasa sakit korban juga tak
meningkatkan gairah si pelaku. Orang dengan kelainan ini merasa dirinya berkuasa atas pasangannya. Tujuannya

Draf Katekisasi Pranikah | 11


adalah berkuasa sehingga tak jarang terjadi pemerkosaan, bahkan pembunuhan. Pada kasus ekstrem, kematian
pasangan akan membawa kegembiraan bagi si pelaku.
Transvetitisme
Pelaku adalah pria heteroseksual yang mendapat kepuasan seksual dengan berdandan sebagai wanita. Dandanan
tersebut bisa cukup hanya mengenakan pakaian wanita, bisa juga berdandan dengan make up hingga menata rambut.
Masturbasi
Istilah “masturbasi” (istilah lain yang berkaitan adalah “onani”) merujuk pada aktivitas pemuasan seksual yang
dilakukan sendiri dan juga untuk diri sendiri. Melalui aktivitas ini, seseorang bisa menikmati kepuasan seksual tanpa
bantuan orang lain. Sebagian orang terjebak pada rutinitas semacam ini, baik yang belum atau sudah menikah.
Masturbasi atau onani adalah dosa, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab. Pertama, Allah memaksudkan seks
sebagai aktivitas secara biologis sekaligus psikologis dan sosial. Tidak ada solo sex (seks sendiri). Seks dan relasi
tidak terpisahkan. Seks adalah ungkapan kasih sayang dan simbol keintiman antara suami-istri (Kej 2:23-24). Kedua,
masturbasi membawa pada perzinahan. Tuhan Yesus menandaskan bahwa perzinahan sebenarnya terjadi dalam hati
(Mat 5:27-28). Tindakan masturbasi sangat sulit dilakukan tanpa dipicu (sebelum melakukan) atau dibarengi (selama
melakukan) dengan pikiran maupun fantasi seksual. Pada saat pikiran kita ke arah sana, kita sudah berzinah dalam
hati. Jikalau berfantasi seksual saja sudah termasuk perzinahan, apalagi jika fantasi itu dipupuk oleh pemuasan
melalui masturbasi/onani. Ketiga, masturbasi tidak sesuai dengan prinsip pengendalian diri (self-control). Hasrat
seksual adalah alamiah, karena menjadi bagian tak terpisahkan dari fase pubertas. Hampir semua orang memiliki
hasrat seksual. Walaupun hasrat ini bersifat alamiah dan pada dirinya sendiri tidak berdosa, kita harus mengontrolnya
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan dosa (Yak 1:15). Kita perlu menundukkan diri di bawah pimpinan Roh
Kudus supaya buah penguasaan diri ditumbuhkan dalam diri kita (Gal 5:22-23). Masturbasi hanya akan melemahkan
kontrol diri kita.

Infeksi Menular Seksual


Infeksi menular seksual atau IMS adalah penyakit yang umumnya disebabkan oleh hubungan seks yang tidak aman.
Penyebarannya bisa melalui darah, sperma, cairan vagina, ataupun cairan lain dalam tubuh. IMS dapat disebabkan
oleh beberapa hal; bakteri, virus, protozoa dan jamur.
Infeksi menular seksual yang Disebabkan oleh Bakteri
Beberapa infeksi menular seksual akibat bakteri yang akan dibahas di sini adalah sifilis, gonore, chlamydia,
chancroid dan donovanosis.
Sifilis: Sifilisatau raja singa adalah penyakit seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema
pallidum. Gejala awal sifilis adalah munculnya luka pada alat kelamin atau pada mulut. Luka ini mungkin tidak
terasa sakit, tapi sangat mudah untuk menularkan infeksi. Luka atau lesi ini akan bertahan selama 1,5 bulan dan
kemudian menghilang dengan sendirinya. Perlu diperhatikan bahwa luka sangat menular, sentuhan dengan luka
dapat mengakibatkan seseorang tertular.
Gonore atau kencing nanah: Gonore atau kencing nanah adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae. Beberapa penderita penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa pun, sehingga bisa
tidak diketahui sama sekali jika dirinya terinfeksi. Bila menimbulkan gejala, pada penderita gonore dapat ditemukan:

Gejala gonore pada pria:


 Pada ujung penis keluar cairan berwarna putih, kuning, atau hijau.
 Rasa sakit atau perih saat buang air kecil
 Peradangan pada ujung penis
 Terkadang ditemukan rasa sakit di sekitar buah zakar.
Gejala gonore pada wanita:
 Cairan vagina yang encer dan berwarna kuning atau hijau.
 Sering buang air kecil.
 Perih atau rasa sakit saat buang air kecil.
 Rasa sakit pada perut bagian bawah pada saat berhubungan seks atau setelahnya.
 Perdarahan pada saat berhubungan seks atau setelahnya, atau ketika mengalami menstruasi.
 Gatal di sekitar kelamin.
Chancroid: Infeksi menular seksual ini disebabkan oleh bakteri Haemophilus ducreyl. Bisul kecil di alat kelamin
akan muncul setelah 1-14 hari seseorang terinfeksi chancroid. Sehari setelahnya, benjolan akan berubah menjadi
luka. Selain kemunculan luka, sebagian orang yang terinfeksi chancroid akan mengalami pembengkakan kelenjar
getah bening di bagian selangkangan. Pada sebagian orang, pembengkakan ini bisa berkembang menjadi abses.
Donovanosis: Penyakit yang juga disebut granuloma inguinale ini disebabkan oleh bakteri Klebsiella granulomatis.
Penyebaran penyakit ini biasa terjadi melalui vagina atau seks anal dan sangat jarang ditularkan melalui seks oral.
Kebanyakan penderita dari penyakit ini adalah pria.Beberapa gejala donovanosis:
 Muncul luka di sekitar bokong serta benjolan berwarna merah di sekitar anus dan alat kelamin.
 Alat kelamin dan kulit di sekitarnya akan memudar warnanya.
 Lapisan kulit perlahan terkelupas, kemudian benjolan akan membesar akibat proses peradangan. Kulit tidak nyeri
pada fase ini, tetapi mudah sekali berdarah.
 Kerusakan jaringan bisa meluas hingga pangkal paha.

Infeksi menular seksual yang Disebabkan oleh Virus


Herpes genital, kutil kelamin, hepatitis B, , dan HIV adalah contoh-contoh infeksi menular seksual yang disebabkan
oleh virus.
Herpes Genital: Herpes genital adalah penyakit seksual yang disebabkan oleh virus herpes simpleks atau sering
disebut HSV. Gejala herpes genital akan muncul beberapa hari setelah terinfeksi HSV. Luka melepuh berwarna
kemerahan serta rasa sakit pada wilayah genital menjadi awal gejala herpes yang muncul. Mungkin juga akan
disertai gatal atau sakit saat membuang air kecil.
Kutil Kelamin: Kutil kelamin atau kutil genital adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh virus yang
dikenal sebagai human papillomavirus (HPV). Terdapat 40 tipe virus HPV yang dapat menyerang alat kelamin,
tetapi sebagian besar kutil kelamin disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11. Kutil kelamin adalah kutil yang muncul di
sekitar alat kelamin atau di area dubur. Kutil ini mungkin tidak menimbulkan rasa sakit, tapi biasanya akan muncul

Draf Katekisasi Pranikah | 12


rasa gatal-gatal, memerah dan terkadang bisa berdarah. Pada beberapa penderita, kutil bisa tumbuh bergerombol dan
kemudian terlihat seperti kembang kol.
Hepatitis B: disebabkan oleh virus dengan nama yang sama, hepatitis B ternyata lebih mudah ditularkan melalui
hubungan seksual daripada HIV. Virus ini bisa ditemukan pada darah, cairan vagina, air liur, dan sperma. Seks oral,
dan khususnya seks anal, adalah cara yang bisa menularkan virus Hepatitis B. Transplantasi organ dan penggunaan
jarum suntik secara bergantian juga berisiko menjadi cara penularan virus penyakit ini. Gejala Hepatitis B biasanya
baru akan muncul sekitar 2-5 bulan setelah penderita mengalami kontak dengan virus. Gejala awal muncul seperti flu
dan kemudian berkembang menjadi penyakit kuning. Pada fase kronis, hepatitis B dapat menyebabkan kerusakan
permanen pada hati.
HIV: HIV atau human immunodeficiency virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Virus ini dapat
tertular melalui hubungan seks yang tidak aman, berbagi alat suntik atau pun jarum, dari ibu kepada bayinya saat
melahirkan, maupun melalui transfusi darah.Sistem kekebalan tubuh akan melemah dan tidak mampu melawan
infeksi maupun penyakit akibat virus ini. Hingga kini, belum ada obat untuk sepenuhnya melenyapkan HIV dari
tubuh. Pengobatan HIV umumnya dilakukan untuk memperpanjang usia dan meredakan gejala yang muncul akibat
HIV. HIV tidak memiliki gejala yang jelas. Gejala awal yang terjadi adalah gejala flu ringan disertai demam, sakit
tenggorokan, maupun ruam. Seiring virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, tubuh penderita akan makin
rentan terhadap berbagai infeksi. Satu-satunya cara untuk mengetahui diagnosisnya adalah dengan melakukan tes
HIV beserta konselingnya. Tes HIV bisa dilakukan di klinik Voluntary Counseling and Testing atau VCT (KTS=
Konseling dan Tes HIV Sukarela).

Perspektif Teologis
Alasan untuk menghindari kondisi seks yang keliru bukan hanya karena potensi bahaya medis yang bisa
ditimbulkan atau ancaman bagi keharmonisan pernikahan kelak, melainkan karena bertentangan dengan firman Allah
mengenai kekudusan pernikahan. Wibawa Allah adalah alasan utama mengapa kita harus melawan dosa ini. Kita
menghargai rancangan Allah atas seksualitas manusia, meliputi aspek relasi dan keintiman. Kita juga menyadari
bahwa tubuh kita telah ditebus dengan darah Kristus yang mahal, karena itu kita harus menggunakannya untuk
kemuliaan Allah, bukan kepuasan diri sendiri (1 Kor 6:19b-20). Tanpa pemahaman yang serius bahwa segala sesuatu
adalah dari, oleh, dan untuk Allah (Rom 11:36), sulit memahami dosa seksual dan menaklukkannya. Wibawa Allah
sebagai alasan untuk melawan seks yang keliru, sekaligus Allah sebagai sumber kekuatan untuk memeranginya.
Kita tahu bahwa semua jenis kejahatan seks, termasuk perzinahan bermula dari hati (Mat. 5:28; 15:18-19).
Hanya Allah yang mampu melihat dan mengubah hati kita (Kis. 15:8-9). Darah Kristus sudah dicurahkan untuk
menyucikan hati kita (Ibr. 9:14). Kuasa Allah juga terus bekerja dalam diri kita untuk mengerjakan ketaatan (Flp.
2:13). Roh Kudus mengerjakan buah pengendalian diri bagi kita (Gal. 5:22-23). Tanpa bersandar kepada Allah
melalui doa dan perenungan firman Tuhan, kita tidak akan memiliki kekuatan yang cukup untuk melawan dorongan
seks yang keliru.
Tujuan hidup manusia adalah memuliakan Allah. Allah tidak anti kesenangan. Dia senang melihat kita
senang (Pkt 2:23-25). Persoalannya, di mana kita meletakkan kesenangan kita? Jika kita telah menaruh kesenangan
dan kenikmatan hidup pada kemuliaan Allah (Mzm 73:25-28), maka kita akan menyadari bahwa kesenangan dan
kenikmatan yang dihasilkan melalui aktivitas seksual yang keliru adalah dosa.

Perspektif Psikologis

Kita perlu mengubah pemikiran tentang diri sendiri. Perilaku seks yang keliru menumbuhkan sikap yang
negatif terhadap diri kita. Dosa ini memupuk rasa mementingkan diri sendiri (egois) dan tidak membutuhkan orang
lain (individualistis). Kebiasaan yang keliru bukan upaya mengasihi diri, tetapi merusaknya. Di sisi lain, pada saat
kita telah terjebak pada percabulan ini, konsep diri kita akan berubah. Kita akan dikuasai oleh rasa bersalah (bdk. 1
Kor 6:18), merasa tidak berharga, putus asa dan tidak mau berjuang lagi. Iblis akan mengambil kesempatan untuk
meyakinkan kita bahwa dosa ini tak terkalahkan dan kita tidak layak untuk dikasihi Allah. Beban psikologis
semacam ini seringkali memperberat upaya kita untuk mengalahan perilaku seks yang keliru. Sikap egois,
individualistis, dan perasaan bersalah yang berlebihan hanya menjadi sumber kekalahan.
Kita perlu bereflksi siapa kita di hadapan Allah. Kita tidak hidup untuk diri kita sendiri, tetapi untuk Tuhan
(Rom 14:7-8). Kita ditetapkan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain (Rom 15:1-2). Walaupun dosa
memang seharusnya menimbulkan rasa bersalah dalam diri kita, korban Kristus yang berharga (1 Pet 1:18-19) dan
sempurna (Ibr 7:27; 9:12, 26-28; 10:10) menjadi sumber kekuatan. Pengorbanan-Nya cukup untuk semua dosa kita,
asal kita mau mengakui dosa dan memohon pengampunan-Nya (1 Yoh 1:9). Dalam beberapa kasus, perilaku seks
yang keliru merupakan ekspresi ketidakpuasan atau ketidakutuhan diri seseorang. Beberapa orang yang memiliki
kekosongan dalam dirinya, kerinduan untuk diperhatikan dan dihargai, tetapi tidak terpenuhi, perilaku seks tertentu
dijadikan sebagai pelampiasan dari perasaan-perasaan itu. Apabila ini yang terjadi, orang tersebut perlu ditolong
melalui konseling untuk menemukan citra diri yang utuh di dalam Tuhan.

Perspektif praktis.

Pertama, hindari rutinitas yang seringkali mendorong kita untuk melakukan aktivitas seks yang keliru.
Kebiasaan menonton maupun membicarakan pornografi merupakan pemicu utama yang harus dihindari. Apabila kita
tidak bisa menghindari suatu rutinitas, upayakan untuk tidak berlama-lama melakukan rutinitas tersebut. Sebagai
contoh, apabila aktivitas mandi menjadi titik lemah, usahakan untuk tidak terlalu lama berada di kamar mandi. Jika
kita sering melakukan masturbasi, misalnya di kamar, usahakan semua aktivitas kita dipusatkan di ruang tamu atau
keluarga. Kita hanya masuk ke kamar untuk tidur atau mengambil sesuatu yang kita perlukan.
Kedua, kurangi saat-saat di mana kita sendirian. Kesendirian seringkali memberikan godaan tersendiri secara
seksual. Semakin lama menyendiri, semakin besar peluang untuk godaan itu muncul. Carilah aktivitas lain yang
menumbuhkan aspek sosial kita. Berbincang dengan teman, belajar kelompok, menonton TV bersama keluarga, atau
bermain bersama orang lain merupakan alternatif yang patut untuk dicoba.
Ketiga, perbanyak jenis dan kadar aktivitas sehari-hari kita. Mengubah ritme dan warna kehidupan sehari-hari
merupakan solusi cerdas untuk menghindari dorongan seksual yang tak wajar. Tatkala tubuh kita capek oleh
berbagai aktivitas motorik (olah raga) atau pikiran kita lelah karena beragam aktivitas mental (belajar), dorongan
terbesar dalam diri kita yang muncul adalah keinginan untuk istirahat atau tidur. Proses tidur ini akan berlangsung

Draf Katekisasi Pranikah | 13


dengan cepat dan pulas karena kita memang sudah letih. Tidak ada waktu bagi kita untuk memikirkan hal-hal lain,
terutama fantasi seksual.Melakukan aktivitas baru atau memfokuskan diri pada aktivitas lama akan mengubah
konsentrasi kita. Kita terpacu untuk melupakan dorongan seksual. Pikiran kita terus aktif bekerja untuk hal-hal lain
yang lebih positif.
Keempat, bangun sebuah komunitas yang kondusif. Melawan perilaku seks yang keliru membutuhkan
konsistensi dan ketabahan. Dua hal ini sulit dicapai apabila kita berjuang sendirian. Kita kadangkala putus asa dan
butuh dikuatkan. Kita tidak jarang kehabisan strategi dan membutuhkan masukan orang lain. Kita pun perlu
dimonitor secara intensif dan berkala oleh orang lain.Hendaknya rekan bergumul atau mentor yang dewasa secara
rohani dan mampu menyimpan rahasia. Hindari rekan atau mentor yang memiliki kelemahan di bidang seksual, baik
laki-laki maupun perempuan. Kalau kita bisa menemukan rekan atau mentor yang sudah berhasil keluar dari
kecanduan dosa seksual, hal itu akan membawa semangat tersendiri bagi kita.

Penutup
Pertumbuhan rohani adalah sebuah proses yang berlangsung lama (sepanjang hidup kita). Selama proses yang
panjang dan melelahkan ini kita pasti pernah jatuh dan gagal (1 Yoh 1:8; Yak 3:2). Beberapa masalah seksual di atas
pastinya bisa menimbulkan kehidupan seks dalam pernikahan menjadi tidak berjalan dengan baik. Untuk itu, bagi
suami atau istri yang mengalami masalah seks dibutuhkan komunikasi suami-istri tentang apa yang dirasakan saat
berhubungan intim, hal ini sangat baik untuk mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Keterbukaan soal seks pada
pasangan sangat penting. Selain itu, terapi dan konsultasi pada dokter diperlukan demi menjaga keharmonisan dalam
pernikahan dan mencegah suami-istri dari ancaman perceraian.
Bagi pasangan muda yang belum memutuskan menikah, namun terlanjur terjebak dalam perilaku seks yang
keliru, kita harus mengingat janji TUHAN bahwa sekalipun kita jatuh, kita tidak akan tergeletak, sebab TUHAN
menopang tangan kita (Mzm 37:24). Bagi orang benar, kejatuhan tidak mungkin permanen (bnd. Ams. 24:16).
Selama menjalani peperangan yang sulit ini, marilah kita meminta hikmat kepada-Nya dengan penuh iman (Yak 1:5-
8) dan memohon pertolongan-Nya (Ibr 4:15-16).

Referensi
1. Abineno: Seksual dan Pendidikan Seksual (Jakarta : Gunung Mulia), 1980.
2. Johan Sukan Tukan:Metode Pendidikan Seks, Perkawinan, dan Keluarga (Jakarta:Erlangga), 1994.
3. J. Verkuil: Etika Seksuil(Jakarta:BPK), 2006.
4. NHS Choices UK. Health A-Z: Sexually Transmitted Infections (STIs), 2018.
5. eMedicineHealth. Image Collection: Sexually Transmitted Diseases (STDs).
6. WebMD (2018). Hepatitis and Sex: Frequently Asked Questions.
7. WebMD (2018). Understanding Hepatitis B.

 Sesi Ketujuh: Mengelola Keuangan Keluarga 

Tujuan:
a. Peserta dapat memahami pentingnya pengelolaan keuangan keluarga yang sesuai standar Alkitab.
b. Peserta berkomitmen untuk mengelola semua berkat Tuhan untuk memenuhi kebutuhan dan keluarga dan
memuliakan Allah dengan harta.
c. Perserta mampu mengelola konflik perbedaan finansial antara suami dan istri.
Gagasan Utama:
Sesi ini membahas pentingnya pengelolaan keuangan yang benar dalam kesadaran akan berbagai tantangan yang
menghadang, termasuk perbedaan finansial antara suami dan istri, serta sikap yang diperlukan dalam mengelola
keuangan keluarga secara benar.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Evaluasi

Pengantar

Draf Katekisasi Pranikah | 14


Perubahan jaman menuntut (bahkan memaksa) manusia untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan jaman
tersebut. Manusia seakan “dipaksa” untuk mengikuti perubahan jaman, jika tidak akan dianggap “ketinggalan
jaman”, “kolot”, “kurang gaul”, “tidak keren” dst. Pada saat yang sama, manusia berhadapan dengan realita yang
sulit dihindari, yakni kebutuhan bertambah dari waktu ke waktu, sementara pendapatan ekonomi terkesan tetap,
bahkan terancam berkurang. Manusia dituntut untuk berusaha memenuhi kebutuhannya, sekaligus mempertahankan
dirinya sebagai ciptaan yang “unik” itu.
Berhadapan dengan realita di mana kebutuhan bertambah sedangkan pendapatan tetap bahkan terancam
berkurang inilah, maka materi tentang Manejemen Keuangan Keluarga adalah topik yang relevan bagi setiap orang,
terutama mereka yang akan memasuki hidup rumah tangga sebagai suami dan istri. Hal ini dipandang penting,
karena terkadang pergumulan untuk memenuhi kebutuhan keluarga menjadi momok yang jika tidak diatur secara
baik, akan menghilangkan rasa damai dalam keluarga, baik antara orang tua (suami-istri), maupun di antara anak-
anak dan orang tua. Jika situasi ini terjadi dalam keluarga kita, tentu merupakan tantangan pelayanan tersendiri bagi
gereja.
Pada bagian ini kita diingatkan bahwa dalam mengelola semua harta-benda (termasuk uang) yang kita miliki,
ada sejumlah tantangan iman yang harus kita waspadai secara arif dan bijaksana. Jika tidak, iman kita bisa terancam
karena harta/uang yang kita miliki. Selanjutnya, kita juga akan berdiskusi tentang sejumlah petunjuk praktis-teologis
yang harus kita lakukan selaku orang percaya, dalam mengelola semua harta/uang yang kita miliki.

Tantangan Iman Dalam Mengelola Keuangan Keluarga


Menghadapi realita di mana kebutuhan lebih banyak dari kemampuan kita secara ekonomis, maka ada
sejumlah tantangan iman yang dihadapi ketika kita mengelola keuangan yang kita miliki secara pribadi, maupun
dalam keluarga. Tantangan-tantangan iman tersebut harus dikelola secara arif dan bijaksana, sehingga rumah
tangga/keluarga kita tetap menjadi keluarga Kristen yang memuliakan Allah. Adapun tantangan-tantangan iman
tersebut sebagai berikut.

Kasih Menjadi Tawar


Intisari dari hukum Allah adalah mengasihi Allah dan sesama. Kasih kepada sesama dapat diwujudkan dalam
bentuk saling menolong, saling membantu, saling memperhatikan, saling peduli, rasa solidaritas, saling berbagi, dst.
Sikap kasih seperti ini kita temukan sebagai cara hidup jemaat mula-mula dalam membina persekutuan dan
kebersamaan. Apalagi, salah satu kebiasaan mereka adalah selalau berkumpul dan berdoa secara bergilir di tiap
keluarga. Perkumpulan tersebut bukan saja untuk berdoa dan memuliakan Allah, tetapi juga menikmati jamuan
(makan) bersama-sama. Karena kemampuan mereka yang berbeda-beda itu, maka tentunya ada yang menyiapkan
makanannya dengan melimpah, tetapi ada pula yang sangat sederhana, bahkan tidak menyiapkan sama sekali. Hal ini
memang merupakan tantangan tersendiri. Namun demikian, semangat persekutuan dan kebersamaan merupakan
“harga mati” yang harus mereka bina dan pertahankan Karena itu, sekalipun makanan (roti) dipersiapkan di rumah
masing-masing, namun mereka harus makan secara bersama-sama dalam persekutuan dan kebersamaan dengan
penuh suka-cita dan dengan tulus hati.
Demi persekutuan dan kebersamaan itu, maka apa yang mereka miliki dipahami sebagai milik bersama.
Bahkan, ada yang menjual hartanya dan dibagikan kepada orang lain menurut keperluan masing-masing (Kis. 2:41-
47; 4:32-37).1 Strategi ini dimaksudkan agar semangat persekutuan dan rasa kebersamaan sebagai para pengikut
Kristus tetap mereka rasakan, sekalipun perbedaan di antara mereka merupakan realitas yang sulit dipungkiri.
Persekutuan dan spirit kebersamaan sebagai ciri khas orang Kristen tidak boleh luntur apalagi hilang dari antara
mereka, hanya karena perbedaan finansial yang dialami. Itulah sebabnya, maka ketika di Korintus ada anggota
jemaat yang mencederai persekutuan dan kebersamaan dengan menikmati makanannya sendiri, sehingga ada yang
lapar tetapi ada yang mabuk karena kekenyangan, Paulus dengan tegas menegur mereka yang berlaku demikian (1
Kor.11:20-22).
Jika kita mau jujur, dewasa ini sikap kasih dan solider ini semakin terancam dalam keluarga Kristen. Pada masa
lalu (jemaat mula-mula), persekutuan dan kebersamaan adalah sesuatu “harga mati”, tetapi dewasa ini persekutuan
dan kebersamaan cenderung “mati harga”. Mengapa? Karena kita selalu saja merasa “tidak cukup” dengan apa yang
kita miliki. Terlalu banyak hal yang kita dipertimbangkan. Perhitungan matematis kita akhirnya berujung pada
kesimpulan :“Biarlah orang lain yang bantu karena kita juga parah”. Kalau pun kita membantu sesama, terkadang
dengan sangat terpaksa, dan kita berharap pada saatnya apa yang telah kita berikan dapat dikembalikan lagi kepada
kita. Jika tidak, hal ini akan membuat hati kita tawar untuk mengulanginya pada orang lain. (Jadi kasih yang
seharusnya tulus, berubah rupa menjadi hanya sekedar arisan). Inilah “roh” individualisme yang ditawarkan jaman
saat ini (jaman now).
Pada pihak lain, kasih kita kepada Allah juga menjadi tawar. Banyak perintah Tuhan yang sulit kita penuhi, jika
diperhadapkan dengan perhitungan secara ekonomis. Misalnya: jam ibadah dikorbankan/dikurangi karena sibuk
dengan pekerjaan untuk menghasilkan uang, perpuluhan tidak murni karena banyak kebutuhan yang harus dipenuhi,
dst. Bahkan, kita sudah tidak segan-segan mengambil milik Tuhan hanya karena pertimbangan ekonomis. (Dewasa
ini semua orang pintar matematika, tetapi ketika hitung 10% untuk diberikan kepada Allah, selalu salah. Mengapa?
Karena banyak pertimbangan ekonomis sekaligus dihantui oleh rasa takut yang berlebihan terhadap kebutuhan yang
harus dipenuhi).Dalam konsisi seperti ini, kasih kita kepada Allah dan kepada sesama menjadi tawar. Padahal, kasih
adalah hal yang paling utama dan pertama dalam iman kita (Mat. 22:34-40).

Sikap Tidak Jujur Bertumbuh Subur

1
Tentang menjual harta dan membagikan kepada orang lain ini, Guido Tisera menjelaskan, bahwa Jemaat pertama di Yerusalem
merupakan kelompok kecil di tengah mayoritas Yahudi. Mereka bukan orang-orang yang berpengaruh, yang berstatus sosial
tinggi. Terbanyak dari mereka adalah orang-orang sederhana dan miskin. Sering mereka berasal dari tempat lain, tetapi dengan
menerima agama Kristen, mereka harus meninggalkan tempat asal mereka dan bergabung sebagai anggota Jemaat di Yerusalem.
Mereka harus meninggalkan pegangan hidup mereka, rumah dan ladang mereka. Dalam kondisi demikian, mereka sulit
membiayai hidup sendiri. Mereka bergantung pada Jemaat dan hanya dapat berharap pada kedermawanan anggota jemaat yang
dipandang sebagai saudara. Jika segala sesuatu dianggap sebagai milik bersama, hal itu bukan karena ada semangat mati raga,
bukan pula karena pandangan negatif terhadap harta dunia, bukan pula karena kemiskinan dilihat sebagai satu kebajikan
tersendiri. Jadi, ini bukan komunis Kristen, melainkan karena kesatuan mereka dalam iman kepada Yesus Kristus. Lihat: Guido
Tisera, Bercermin Pada Jemaat Perdana, Membaca dan Merenungkan Kisah Para Rasul (Maumere: Penerbit Ledarero, 2002),
hlm. 47-48.

Draf Katekisasi Pranikah | 15


Sikap ini juga kita temukan dalam narasi tentang Ananias dan Safira (Kis. 5:1-11). Kedua pasangan suami-
istri ini tidak jujur dengan Allah. Boleh jadi, sikap tidak jujur ini dilatarbelakangi/didorong oleh kebutuhan rumah
tangga yang harus mereka penuhi. Akibatnya, keduanya kompromi untuk menahan sebagian harga tanah yang
mereka jual, yang seharusnya semuanya dibawa dan persembahkan kepada Allah. Kompromi yang jahat ini berujung
pada maut. Pada pihak lain, keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang besar juga membuat para “pebisnis”
tidak jujur dengan usaha mereka sendiri. Ukuran / timbangan direkayasa, kuitansi direkayasa, dst. Sikap tidak jujur
dengan Tuhan ini diperparah oleh kebutuhan rumah tangga yang semakin banyak, sementara pendapatan/penghasilan
keluarga relatif tetap bahkan menurun. Dalam kondisi seperti ini, orang cenderung berlaku tidak jujur terhadap Allah
dan sesamanya.

Sikap Sungut-Sungutan Dalam Keluarga


Tantangan lain yang kita hadapi ketika uang menjadi orientasi hidup dan keluarga kita adalah bersungut-
sungut satu terhadap yang lain. Hal ini akan semakin menjadi-jadi, jika kebutuhan kita sendiri belum dipenuhi, tetapi
harus memberi perhatian kepada kebutuhan orang lain. Pertimbangan ekonomi dapat melahirkan tindakan
diskriminatif, termasuk dalam keluarga sendiri. Hal ini tentu sangat meresahkan keluarga dan mengancam
keharmonisan. Kondisi yang tidak harmonis ini akan semakin diperparah, jika ada “pihak ketuga”, yakni pria idaman
lain (PIL) dan wanita idaman lain (WIL), sebab penghasilan keluarga harus dibagi lagi ke “pihak ketiga” selain
keluarga.

Sikap Hedonisme
Secara sederhana, sikap hedonisme adalah kebiasaan mengikuti keinginan diri hanya untuk kesenangan
sesaat. Jika sikap ini merasuk kehidupan keluarga, maka apa yang dibeli itu sesungguhnya bukan yang benar-benar
dibutuhkan dalam keluarga, melainkan apa yang diinginkan. Jadi belanja yang dilakukan bukan untuk memenuhi
kebutuhan, melainkan hanya untuk memuaskan keinginan. Alkitab menginformasikan, bahwa mengikuti kesenangan
sesaat adalah keinginan daging, dan keinginan daging selalu berujung pada maut (Rm. 8:6-7,13).

Sikap Serakah dan Materialisme


Tuntutan kebutuhan dan keinginan dapat membuat kita menginginkan segala sesuatu yang melebihi
kemampuan diri. Akibatnya, kita bisa jatuh pada keserakahan dan hal itu melanggar hukum Allah (hukum ke 9).
Selanjutnya, hedonisme dapat membuat kita mengutamakan materi/harta, dan pada tahap tertentu menyita perhatian
kita lebih kepada harta/materi dan bukan Tuhan. (Jika berhala dipahami sebagai segala sesuatu yang menghalangi
kita datang kepada Allah, maka materialisme dapat dipahami sebagai salah satu bentuk berhala modern, sebab
ternyata harta dapat menghalangi kita untuk datang kepada Allah). Padahal, justru harta harus menjadi alat bagi kita
untuk menemukan Allah.
Kerajaan Allah itu tidak saja didambakan oleh orang miskin dan menderita, melainkan juga didambakan oleh
semua orang, termasuk orang yang kaya sekalipun. Hal ini kita temukan dalam diskusi antara Yesus dengan seorang
pemuda yang sangat kaya (Mat. 19:16-24). Tujuan hidup orang muda yang kaya ini adalah hidup di dalam Kerajaan
Allah. Menurut Yesus, agar tujuan utama dalam hidup orang muda itu tercapai, maka ia harus memanfaatkan
kekayaannya sebagai sarana untuk memperhatikan sesamanya yang berkekurangan. Kebahagiaan hidup tidak
ditemukan melalui harta/materi yang kita miliki, melainkan sejauhmana kita memanfaatkan harta kita untuk
melayani Tuhan, diri/keluarga, dan sesama. Orang yang serakah dan materialis, sulit mengasihi Allah dan sesama.
Yesus sama sekali tidak membenci orang kaya dan kekayaan yang dimiliki, melainkan jika sudah kaya harta,
harus juga kaya solidaritas. Uang dan kekayaan bukanlah jaminan kebahagiaan atau damai sejahtera. Sebab, “siapa
mencintai uang, tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan
penghasilannya” (Pengk. 5:9).Selanjutnya, ketika Paulus memberi nasihat tentang budaya cinta uang, dengan sangat
tegas ia mengingatkan Timotius, agar berhati-hati terhadap ketamakan dan keserakahan, yang menempatkan uang
sebagai tujuan hidup. Jika tidak, ia akan terjerumus ke dalam berbagai kejahatan, sebab “akar segala kejahatan
adalah cinta uang” (1Tim. 6:9-10).

Rasa Syukur Semakin Terancam


Rasa syukur berawal dari kesadaran bahwa apa saja dan berapa pun yang kita miliki adalah berkat dari
Allah. Rasa syukur mensyaratkan rasa puas dengan apa yang ada. Sementara itu, roh hedonisme, keserakahan dan
mmenjadi paterialisme selalu membuat kita tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki. Akibatnya, kita sulit
bersyukur kepada Allah untuk segala yang kita peroleh. Kita selalu merasa tidak cukup, merasa kurang, merasa tidak
pas, dst, dengan berkat yang kita miliki. Akibatnya, ucapan syukur pun jarang kita lakukan, sekalipun banyak berkat
yang telah kita terima dari Tuhan.

Perbedaan penghasilan/latar belakang ekonomi keluarga


Selain beragam tantangan yang telah disebut, kita masih perlu menyebut tantangan lain, yakni perbedaan
finansial (penghasilan) antara suami dan istri. Seiring dengan semakin beragamnya latar belakang pasangan suami
istri maka persoalan perbedaan penghasilan atau perbedaan latar belakang ekonomipun semakin merebak. Sejak awal
pasangan suami istri yang mempunyai latar belakang ekonomi maupun penghasilan yang berbeda sudah harus
mempercakapkan tentang hal ini masak-masak. Terkadang di awal pernikahan hal ini tidak dirasa menjadi persoalan,
Namun jika tidak dipersiapkan maka dalam perkembangannya situasi seperti ini bisa saja berkembang menjadi
masalah serius bahkan dapat berakhir dengan perceraian.
Yang menjadi kata-kata kunci dalam situasi suami istri yang mempunyai perbedaan penghasilan dan latar
belakang ekonomi keluarga adalah “saling menghormati, rendah hati dan saling menopang”. Seorang suami yang
istrinya mempunyai penghasilan yang lebih dari suaminya tetap harus dihormati, istri tetap harus menjalankan peran
istri yang taat dan hormat kepada suami. Pendapatan istri menjadi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
dan bukannya semata untuk pemenuhan kebutuhan istri semata dan sebaliknya dengan pendapatan suami. Demikian
pula sekiranya suami/istri berasal dari latar belakang ekonomi keluarga di atas ekonomi keluarga pasangan maka,
suami/istri harus tetap mendapat penghormatan di dalam lingkungan keluarga pasangannya yang berbeda keadaan
ekonominya. Perbedaan latar belakang ekonomi keluarga tidak boleh menjadi pemicu untuk saling merendahkan
atau saling menyombongkan diri.

Apa Yang harus Kita lakukan?

Draf Katekisasi Pranikah | 16


Agar kita dapat menghindari sejumlah ancaman iman yang disebutkan di atas, maka beberapa hal perlu diperhatikan.
a. Ketaatan memberi persembahan Persepuluhan sebagai wujud ucapan syukur kepada Allah yang telah
memberkati. Jika kita yakin telah diberkati oleh Allah, sudah seharusnya kita mengucapkan syukur kepada-Nya.
Salah satunya adalah melalui persembahan persepuluhan dan persembahan materi lainnya (uang dan natura).
Tidak ada alasan untuk tidak berani memberikan persembahan persepuluhan. Jika orang-orang di PL rela dan taat
memberikan 10%, lebih-lebih lagi kita yang dianugerahi keselamatan besar yang tak terbeli oleh uang.
b. Pengelolaan keuangan harus dapat dilakukan bukan hanya oleh keluarga-keluarga yang menerima penghasilan
tetap bulanan seperti pegawai swasta/aparat sipil negara/tni/polri tapi juga oleh keluarga-keluarga petani, nelayan,
pedagang. Masing-masing ini harus mengelola pendapatannya dengan penuh hikmat. Agar tidak mengalami
‘kelimpahan’ pada waktu tertentu dan ‘kekeringan’ pada waktu tertentu (berlimpah pada waktu habis gajian,
panen, tangkapan ikan besar atau keuntungan dalam perdagangan dan kesulitan pada waktu gaji dan hasil
panen/tangkapan menipis). Belajar dari bagaimana Yusuf mengelola 7 tahun kelimpahan dan 7 tahun kekeringan,
Kejadian 41:37-57.
c. Merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Sebab, merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki, akan mengantar
kita ke dalam kejahatan dan kebinasaan (1Tim. 6:6-10).
d. Kuasailah dirimu dalam segala hal, termasuk menguasai diri dari keinginan pola hidup yang konsumtif.
e. Buatlah Rencana Belanja secara rutin (jangan sampai setelah tiba di pasar/toko baru bingung sendiri karena
ternyata semua menawan hati).
f. Belanjakanlah uang untuk sesuatu yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan (utamakan skala prioritas;sekalipun
sama-sama dibutuhkan tapi waktu kemendesakannya bagaimana?). Orang kristen (juga keluarga kristen) harus
membiasakan diri membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang bermakna bagi kesejahteraan semua anggota
keluarga, bukan sekedar memuaskan keinginan salah satu anggota keluarga saja, entah suami, istri, atau anak-
anak (band. Yes. 55:2).
g. Buanglah segala kekuatiran dalam hidup, sebab kekuatiran tidak akan pernah menyelesaikan masalah, melainkan
hanya akan menambah beban dalam hidup.
h. Sesuaikanlah kebutuhan dengan kemampuan yang dimiliki (jangan sampai besar pasak daripada tiang).
i. Bangun komunikasi dalam keluarga (suami-istri-anak) sehingga dapat dikompromikan apa yang dibutuhkan dan
yang paling prioritas, bukan apa yang diinginkan.
j. Percayalah bahwa Tuhan memelihara kita melalui semua potensi (baik SDM maupun SDA) yang ada dalam diri
dan lingkungan di sekitar kita. Karena itu, kita tidak perlu menyangkali apalagi menyesali keberadaan diri dan
potensi alam di sekitar kita lalu meninggalkannya (misalnya menjadi TKI/TKW/buruh migran), melainkan patut
mengelola semua potensi itu (termasuk mengelola tanah yang kita diami) secara baik dan bertanggungjawab
dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan, Sang Pencipta.
k. Kelolahlah semua penghasilan (berkat) yang diperoleh secara bertanggungjawab. Jika kita seorang diri yang
bertanggungjawab untuk membiayai kebutuhan rumah tangga kita, kelolalah secara bertanggungjawab dengan
mempertimbangkan skala prioritas. Namun jika kita bersama suami/istri/anak-anak, maka hendaknya
mempercayakan seorang (entah suami atau istri) sebagai pengelola (aliasbendahara keluarga). Hindari kebiasaan
semua anggota keluarga mengelola sendiri-sendiri/masing-masing, sekalipun masing-masing mempunya
penghasilan sendiri-sendiri. Dalam hal ini, kita dapat belajar dari kearifan lokal yang ada di setiap suku/etnis.
Misalnya, secara tradisional, Masyarakat Timor selalu mempercayakan istri selaku yang memiliki kewenangan
untuk menyimpan semua hasil panen (jagung/padi/kacang-kacangan,dll) di dapur/lumbung, sekaligus
mengelolanya bagi kebutuhan keluarga. Selain istri, tidak ada anggota keluarga (termasuk suami) yang dapat
menurunkan jagung/padi dari lumbung. Hal ini disebabkan karena istri dipercayakan selaku “bendahara”
keluarga. Karena itu, istri-lah yang tahu ketersediaan stok pangan bagi keluarga. Jika stok pangan di dapur
semakin menipis, padahal musim tanam masih lama, maka selaku “bendahara” ia harus mengaturnya sedimikian
rupa (termasuk menginformasikannya kepada suami agar ada alternatif lain), supaya bibit untuk tanam tetap
tersedia ketika musim tanam telah tiba.
l. Pahamilah, bahwa uang/harta itu hanyalah sarana untuk mencapai tujuan hidup yakni damai sejahtera; uang/harta
bukan tujuan hidup. Yesus pernah ingatkan murid-muridNya, agar mereka berhati-hati terhadap kecenderungan
untuk menjadikan harta sebagai tujuan hidup. Sebab jika demikian, maka hati para murid akan melekat pada
harta/mammon 2. (bnd. Mat. 6:21).

Penutup
Demikianlah beberapa catatan pengantar diskusi dan sharing topik ini. Setiap kita memiliki pengalaman yang lebih
banyak dari apa yang digambarkan dalam materi ini. Kiranya kita saling berbagi cerita, sehingga selaku “Penatalayan
Keluarga” kita dapat mengelola keuangan dalam keluarga kita dengan penuh tanggungjawab. Jika kita sepakat,
bahwa segala sesuatu yang kita miliki (baik uang dan natura) berasal dari Allah, maka ketika kita mengelola secara
baik dalam keluarga kita, maka bukan saja kita dapat menghindari kehilangan rasa damai dalam keluarga, tetapi
sekaligus kita mempertanggungjawabkan segala berkat itu kepada Allah sebagai Sumber berkat.Perlu disadari,
bahwa salah mengelola berkat Allah berarti menutup “kran berkat”, sedangkan mengelola secara benar berkat Allah
yang kita peroleh (termasuk bersyukur atas segalanya), maka kita bagaikan membuka “kran berkat” sehingga
mengalir terus-menerus dalam hidup rumah tangga dan keluarga kita. Selamat mencoba. Tuhan memberkati.

Evaluasi
1. Sebutkan tantangan terhadap iman dalam mengelola keuangan dalam rumah tangga/keluarga?
2. Apa yang harus kita lakukan dalam mengelola keuangan dalam keluarga secara baik dan benar sesuai kehendak
Allah?

2
Tentang “Mamon” ini, Banawiratma menguraikan bahwa: “Kata Yunani mamonas ( berasal dari bahasa Aramea
mamon. Kata benda itu dibentuk dari kata kerja ‘mn, yang berarti percaya, mempercayakan diri. Mamon berhubungan dengan apa
yang dipercayai, kepadanya orang mempercayakan diri. Dalam teks rabinis dan Perjanjian Baru, arti kata mamon berkembang
menjadi “milik, kekayaan” dengan nada negatif, yang diusahakan secara tidak jujur. Oposisi antara Allah dan kuasa dari milik
atau kekayaan dipersonifikasikan, menjadi dewa-dewa. Mamon bukan lagi objek yang dikuasai, melainkan subjek, tuan, yang
diabdi oleh manusia, yang menguasai dan memperbudak manusia. Akumulasi milik atau kekayaan tanpa berbagi dengan sesama
yang menderita telah menjadi tuan berkuasa yang memperbudak”. Lihat: J. B. Banawiratma, 10 Agenda Pastoral Transformatif:
Menuju Pemberdayaan Kaum Miskin dengan Perspektif Adil Gender, HAM, dan Lingkungan Hidup (Yogyakarta: Kanisius,
2002), hlm. 18.

Draf Katekisasi Pranikah | 17


Referensi
Alkitab: TB-LAI

J. B. Banawiratma: 10 Agenda Pastoral Transformatif: Menuju Pemberdayaan Kaum Miskin dengan Perspektif Adil
Gender, HAM, dan Lingkungan Hidup (Yogyakarta: Kanisius, 2002).

Guido Tisera, Bercermin Pada Jemaat Perdana, Membaca dan Merenungkan Kisah Para Rasul (Maumere: Penerbit
Ledarero, 2002).

 Sesi Kedelapan: Tinggal Serumah Bersama Orang Tua/Mertua 

Tujuan:
Para peserta katekisasi memahami arti “laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
istrinya” dan mampu menjelaskannya.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas arti Firman Tuhan dalam Kej. 2:24 dan relevansinya bagi kehidupan pernikahan masa kini
terkait dengan pemahaman tinggal serumah dengan orang tua atau mertua.
Metode:Ceramah dan Diskusi
Aktivitas Awal:
Peserta berdiskusi: Apa pendapat peserta tentang suami-istri yang tinggal serumah dengan orang tua atau mertua?
Apa saja tantangan yang akan mereka hadapi?

Dasar Alkitab
Kejadian 2:24 mengatakan bahwa laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya.
Sekilas, pernyataan ini tampaknya melarang seorang laki-laki tinggal bersama orang tuanya lagi setelah ia menikah.
Hal ini juga sering kita temui dalam budaya kita. Apakah Kejadian 2:24 memang mengajarkan bahwa laki-laki harus
meninggalkan rumah dan orang tuanya setelah ia menikah?
Dalam tradisi pernikahan Yahudi, suami tetap tinggal bersama dengan orang tua. Sebaliknya, istrinyalah yang
meninggalkan rumah dan orang tuanya untuk hidup bersama suami dan mertua (bnd. Mat. 8:21-22, Kejadian 24
kisah Ribka dipinang bagi Ishak). Alasan menguburkan ayah pada Mat. 8:21 bukan merujuk pada upacara
pemakaman ayahnya yang baru saja meninggal, tetapi komitmen orang tersebut untuk menemani ayahnya sampai
ayahnya meninggal dunia. Lalu bagaimana dengan pemahaman bahwa seorang laki-laki yang telah menikah harus
meninggalkan ayah dan ibunya serta bersatu dengan istrinya? Kata “meninggalkan” dan “bersatu” di ayat ini
sebenarnya berkaitan dengan kesetiaan atau komitmen terhadap kehidupan baru sebagai suami-istri. Hubungan
pernikahan di Kej. 2:24 merupakan sebuah perjanjian antara suami dan istri, sehingga menuntut kesetiaan dan
pengorbanan dari masing-masing pihak.
Kata “meninggalkan” dan “bersatu” menyangkut relasi/kesetiaan/komitmen, bukan masalah tempat tinggal atau
rumah. Kejadian 2:24b merangkum proses meninggalkan dan bersatu dalam satu kalimat “keduanya menjadi satu
daging”. Bukannya menjadi satu atap/rumah”. Ungkapan “satu daging” jelas menunjukkan keintiman dalam hal
relasi, bukan kedekatan menurut tempat tinggal.

Jalan Keluar Bersama


Dari pembahasan di atas, jelaslah bahwa secara teologis tinggal bersama dengan orang tua/mertua bukanlah
kesalahan. Apapun keputusannya, suami istri harus mempertimbangkan dengan penuh hikmat situasi dan kondisi
yang terbaik bagi pasangan untuk tinggal bersama orang tua/mertua ataukah terpisah. Karena situasi yang tertentu
terkadang membuat pasangan harus tinggal dbersama orang tua/mertua, misalnya orang tua dalam keadaan sakit,
sendiri, usia lanjut dan lain sebagainya. Namun demikian tinggal bersama orang tua/mertua tidak boleh membuat
pasangan suami istri menjadi tidak mandiri dan bahkan menggampangkan segala sesuatu karena orang tua/mertua
telah menyiapkan segalanya. Tinggal terpisah dari mertua.orang tua merupakan salah satu cara untuk proses adaptasi
pasangan yang baru menikah bisa berjalan lebih baik. Dengan demikian, baik tinggal bersama ataupun terpisah dari
orang tua/mertua keduanya mengandung aspek keuntungan maupun kerugiannya. Tiap pasangan memiliki situasi
dan kondisi yang berbeda, keputusan yang matang dan berhikmat perlu dilakukan agar sejak awal pernikahan hal ini
tidak menjadi pemicu persoalan tapi justru dapat menolong tiap pasangan dan keluarganya.

Evaluasi
Peserta mendiskusikan ulang pertanyaan yang diajukan di bagian awal dan temukan bersama solusi yang sesuai
dengan pemahaman Alkitab

 Sesi Kesembilan: Gadget dan Keluarga 

Tujuan:
Menolong pasutri memahami manfaat dan dampak gadget bagi keluarga.
Gagasan Utama:
Materi gadget dalam keluarga tidak ditulis sebagai karya ilmiah tentang gadget. Melainkan lebih menyoroti seputar
praktek penggunaannya dalam keluarga berdasarkan dampak serta akibat-akibatnya.
Metode:
Materi disusun dalam bentuk ceramah akan tetapi dapat diubah dengan metode lain tergantung kreatifitas pengajar.
Materi: Pengertian
Membaca beberapa pengertian gadget, maka dapat disimpulkan bahwa Gadget diartikan sebagai peranti elektronik
atau mekanik dengan fungsi yang lebih canggih dan lebih praktis serta desain yang lebih mutakhir dari yang sudah
ada sebelumnya. Misalnya; laptop berasal dari komputer desktop, smartphone berasal dari telepon genggam.

Gadget dan Problematik di Sekitarnya

Draf Katekisasi Pranikah | 18


Tidak diragukan lagi akitivitas manusia zaman modern ini banyak bersinggungan dengan gadget. Mulai dari rumah
sampai kantor, dari kota sampai desa-desa. Gadget sudah menjadi kebutuhan dengan memanfaatkan aplikasi
pendukung hingga banyak sekali manfaatnya bagi manusia. Di Indonesia sendiri smartphone menjadi produk gadget
yang paling diminati dan banyak digunakan.
Smartphone di Indonesia muncul sebagai metamorfosis dan Handphone atau telepon genggam yang mulai ada
pada tahun 90-an hingga sekarang ini. Telepon genggam yang semula dirancang sebagai alat komunikasi tanpa
kabel yang mudah dibawah kemana saja sekarang berubah menjadi telepon pintar bahkan sekarang smartphone
sudah bisa berfungsi sebagai Personal Digital Assistant (PDA) yang memiliki kemampuan menyerupai laptop atau
komputer.
Karena itu lebih lanjut pada uraian ini lebih banyak berbicara smartphone, sebab perangkat ini telah sampai di
desa-desa dan mudah digunakan oleh semua orang dari berbagai kalangan dan jenjang usia. Apalagi dengan harga
yang relatif terjangkau maka tidak heran bila smartphone lebih digemari dari serangkaian perangkat gadget yang
berkembang di dunia. Hingga bisa diibaratkan dunia sekarang ada dalam genggaman tangan manusia.
Akan tetapi Kecanggihan teknologi ini bukan tanpa dampak melainkan memberi dampak yang luar biasa bagi
manusia sang pengguna itu sendiri. Dampak dari penggunaan gadget terutama smartphone diuraikan dalam dua
bagian yakni dampak positif dan dampak negatif.

Dampak Positif
a. Sebagai Alat Komunikasi: Smartphone sebagai alat komunikasi yang menghubungkan semua orang diberbagai
belahan dunia. Alat ini membuat komunikasi semakin mudah, murah dan cepat.
b. Sebagai Sumber Pengetahuan: Smartphone memudahkan akses internet untuk mencari banyak sekali
pengetahuan dan informasi-informasi di seantero dunia. Mulai dari sekedar mencari alamat sampai berbagai
pengetahuan di berbagai bidang kehidupan.
c. Membantu Pekerjaan: Pekerjaan manusia memang terbantu dengan menggunakan smartphone termasuk dalam
hal pekerjaan, misalnya mengirimkan berbagai berkas hanya melalui email
d. Sebagai Media Promosi Usaha dan Bisnis: Salah satu manfaat yang paling positif adalah berkembangnya bisnis
online dimana aktifitas bisnis semakin minim budget. Kita bisa memasarkan dan jual beli apapun tanpa perlu
membuka lapak atau lahan berdagang yang membutuhkan biaya besar.
e. Wadah Penyimpanan Dokumen: Smartphone bisa kita sebut sebagai komputer mini yang dapat penyimpanan
banyak sekali dokumen sehingga demikian, Smartphone bisa dijadikan sebagai media penyimpanan kedua
setelah komputer.
Tentu saja manfaat positifnya masih sangat banyak bila didaftarkan, tetapi saat yang sama ada dampak negatif yang
mesti disikapi secara bijak.

Dampak Negatif
Dalam berbagai penelitian, banyak sekali diuraikan mengenai bahaya yang timbul sebagai akibat dari penggunaan
gadget misalnya;
a. Bahaya Radiasi: dalam penelitian ternyata bahwa orang Indonesia rata-rata menggunakan smartphone lebih dari 5
jam dalam sehari ternyata berdampak buruk bagi kesehatan dengan menimbulkan banyak penyakit, antara lain;
Katarak, Sterilitas (kemandulan), Sindrom Rasiasi Akut, Kanker, Tumor otak, Alzheimer, Parkinson, Fatigue
(terlalu capai) dan sakit kepala.
b. Kecanduan: sering orang menggunakan smartphone hanya mengisi kekosongan entah karena menunggu namun
dalam perjalanan penggunaan yang hanya sekedar mengisi waktu berubah menjadi ketagihan alias kecanduan
bahkan menyita seluruh waktunya baik tidur, kerja, makan dan akitivitas lain. Pokoknya setiap waktu hanya di
depan laptop atau dengan smartphone ditangannya.
c. Resiko penyalahgunaan: tidak disangkal smartphone juga rentan disalahgunakan baik untuk tindak kejahatan
maupun pilihan untuk mengakses situs-situs porno termasuk oleh anak-anak.
d. Menurunnya kepekaan sosial: sebagai maklukh sosial manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya, namun
kenyataannya sering berbanding terbalik, banyak orang justeru habiskan waktu dengan smartphone-nya hingga
mengabaikan orang-orang di sekitarnya.

Karena fokus tulisan ini pada gadget dan keluarga maka di bawah ini akan diuraikan secara khusus dampak gadget
bagi keluarga baik internal maupun eksternal.

Internal Keluarga
a. Keluarga kehilangan momen kebersamaan dan saling mengabaikan. Banyak keluarga tidak memiliki kesepakatan
tentang waktu menggunakan gadget akibatnya semua anggota keluarga menggunakan sesuka hati sepanjang hari
saat ada di rumah, tidak heran bila kemudian keluarga kehilangan momen kebersamaan dan saat yang sama
saling mengabaikan. Padahal kebersamaan menjadi kesempatan menciptakan suasana hangat dengan saling
bercerita, bercanda, berpelukan, merangkul, mendekap, membelai, saling bertatap mata dan melepas senyum
kepada sesama anggota keluarga hingga tercipta relasi yang harmonis.
b. Ajang pamer: Sebagai maklukh sosial manusia membutuhkan pengakuan dari orang lain untuk menghargai
eksistentsinya sebagai bagian dari potensi diri. Karena itu tidak heran bila manusia mencari-cari jalan,
kesempatan dan media untuk mencari pujian dan sanjungan. Media sosial sering menjadi wadah ajang
memamerkan diri, mulai dari penampilan fisik, kemewahan rumah hingga semua harta yang dimiliki.
c. Perselingkuhan: dampak yang paling parah bagi relasi keluarga terutama suami dan isteri akibat perkembangan
gadget adalah terjadinya perselingkuhan.

Relasi Keluarga Dengan Sesama


Pernah muncul istilah media sosial justeru mendekatkan sesama yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Istilah ini
ada benarnya juga, karena media sosial, relasi kita dengan sesama yang jauh semakin intens walaupun hubungan itu
sifatnya semu. Akan tetapi bisa jadi orang berhubungan baik di media sosial tetapi saat berpa-pasan justeru saling
mendiamkan.
a. Relasi Keluarga Dengan Alam
Dalam kitab kejadian manusia diamanatkan untuk mengusahakan dan mengatur alam sebaik-baiknya. Dalam
perjalanan, manusia justeru sering mengekploitasi alam bagi kepentingannya hingga alam menjadi rusak. Zaman

Draf Katekisasi Pranikah | 19


sekarang ada pola baru mengekploitasi alam bagi kepentingan ekonomi yakni alam dieksplor menjadi spot-spot
foto bagi kebutuhan manusia bersua foto atau selfie. Pohon di tebing disulap menjadi ayunan dan lain-lain hingga
tidak jarang berujung maut.
b. Relasi Keluarga Dengan Tuhan
Memang tidak ada penelitian tentang dampak gadget bagi relasi keluarga dengan Tuhan, akan tetapi secara
pribadi dalam pengamatan dan pengalaman, saya menyaksikan bagaimana lemahnya relasi kita dengan Tuhan.
Dahulu berdoa adalah kesempatan berkeluh kesah tentang hidup, berdoa menjadi solusi tanda ketidakmampuan
sekarang banyak praktek hidup yang menggambarkan bagaimana relasi orang dengan Tuhan. Beberapa contoh
antara lain:
Pertama, Apa yang dilakukan orang setelah makanan tersaji di depannya? Bukannya berdoa mensyukuri berkat
Tuhan, malahan foto kemudian mengunggahnya di media sosial dan langsung menyantap makanan yang ada
sambil menunggu balasan komentar. Kedua, Ada juga kebiasaan lain, yakni saat pemberitaan firman justeru
menjadi kesempatan menjelajah dunia maya. Bahkan ada yang menjadikannya menjadi kesempatan ber-selfie.

Seni Menggunakan Gadget Dalam Keluarga


Berdasarkan uraian tentang dampak di atas tidak heran bila menggunakan gadget juga membutuhkan seni dengan
memperhatikan waktu, tempat, konten, maupun status-status di media sosial.
a. Kembali ke tujuan keluarga
Aktivitas menggunakan gadget akan terkontrol ketika setiap anggota keluarga memahami apa sebenarnya tujuan
hidup sebuah keluarga. Sebab relasi keluarga bukan sekedar tinggal bersama melainkan mengambil bagian dalam
setiap pergumulan bersama.
b. Membuat kesepakatan dalam keluarga
Gadget sebagaimana diuraikan memberi dampak positif sekaligus dampak negatif yang rentan dan mengancam
persekutuan keluarga karena itu setiap keluarga sebaiknya menyepakati penggunaannya dalam keluarga mulai
dari waktu penggunaan, area penggunaan misalnya smartphone tidak boleh ada di kamat tidur saat jam istirahat
dan jam belajar. Demikian juga dengan situs mana saja yang bisa diakses.
c. Batasi penggunaan gadget pada anak
Zaman sekarang memang bukan sekedar keinginan tetapi sudah menjadi kebutuhan misalnya anak-anak
sekolahpun diharuskan memiliki gadget untuk beberapa kebutuhan belajar, akan tetapi tidak berarti kemudian
penggunaannya menjadi bebas dan diluar kontrol orang tua.
d. Orang Tua sebagai teladan
Tidak diragukan teladan orang tua selalu menjadi kata kunci dalam semua aktivitas hidup keluarga. Teladan
dimaksud termasuk dalam hal penggunaan gadget baik laptop maupun smartphone. Diharapkan orang tua
memberi contoh yang baik dalam hal pengunaan baik konten maupun waktu sehingga anak-anak dapat
mencontohi. Hal sederhana dari teladan orang tua tidak menggunakan gadget saat makan, saat duduk bersama
atau saat berkendara.

Penutup
a. Gadget sebagai hasil dari teknologi yang semakin modern dan praktis sudah menjadi bahagian dari hidup dan
aktivitas manusia.
b. Gadget di satu sisi berdampak positif akan tetapi saat yang sama berdampak negatif karena itu dibutuhkan
kerarifan manusia dalam menggunakannya.
c. Gadget harus dipahami sebagai bahagian yang mendukung aktivitas tetapi bukan yang paling utama dan
menentukan aktivitas hidup manusia.

Evaluasi
Bagaimana pengalaman peserta memanfaatkan gadget dan dampaknya terhadap relasi dan kebersamaan dalam
keluarga?

Referensi
https://www.bangsaonline.com
https://www.dowithgadget.com

Draf Katekisasi Pranikah | 20


 Sesi Kesepuluh: Mengelola Konflik Dalam Rumah Tangga 

Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta mampu:
a. memahami bahwa konflik tak tehindarkan dalam kehidupan dan relasi pernikahan, serta mempersiapkan diri
untuk mengambil langkah yang tepat dalam mengelola konflik;
b. berlatih dalam bermain peran (role-play) mengenai tips prakatis menghadapi dan mengelola konflik.
Gagasan Utama:
Materi pada sesi ini membahas tentang konflik dalam rumah tangga yang tak terelakkan. Beberapa tipe orang
menghadapi konflik dipaparkan di sini dan beberapa tips praktis dalam menghadapi konflik suami istri.
Metode:Ceramah, diskusi, bermain peran (role-play).

Apakah Yang Menyebabkan Pertentangan?


Pernikahan adalah hubungan dua pribadi menjadi satu. Karena tiap pribadi adalah unik masing-masing mempunyai
kehendak, kebutuhan dan cita-citanya sendiri sehingga konflik tidak bisa dihindari. Tapi ini wajar, bahkan baik.
Bagaimana setiap pasangan menanggapi konflik tersebut adalah hal yang lebih penting.
Menurut Kamus, pertentangan atau konflik merupakan “suatu perjuangan, pertentangan, benturan,
ketidakcocokan, dan kehendak yang bertolak belakang.” Pertentangan dapat menjadikan hubungan pernikahan
bertumbuh atau bisa menjadikannya menyakitkan, tidak terselesaikan, dan menghancurkan. Banyak orang Kristen
yang menghadapi masalah secara tertutup sebab tidak ada yang mengajarkan kepada mereka cara-cara efektif untuk
mengatasinya.
Bacalah Yakob 4:1-3. Sebelum menikah, masing-masing pribadi sudah hidup sendiri-sendiri selama lebih dari
dua puluh tahun. Selama jangka waktu itu, masing-masing pribadi sudah memiliki selera, pilihan, kebiasaan,
kesenangan dan ketidaksenangan, nilai-nilai dan standar sendiri-sendiri. Persatuan dalam pernikahan tidak
membuang senua perbedaan. Mereka tidak harus meluang kan waktu, dan melakukan segala sesuatu secara bersama-
sama. Di sinilah setiap pasangan akan mempunyai perbedaan pendapat atau pilihan dan inilah yang menyebapkan
munculnya berbagai ketidakcocokan

Tanggapan Terhadap Pertentangan


Orang-orang menanggapi konflik/pertentangan dengan cara yang berbeda:
a. Ada orang yang memilih untuk menyendiri. Mereka bisa secara fisik meninggalkan ruangan atau tempat
pertentangan, mereka meyendiri secara jiwa dengan tidak berbicara,dan mengabaikan pasangannya,atau pun
menutup diri sehingga tidak ada perkataan atau perbuatan yang di lakukan.
b. Ada orang yang merasa mereka harus menang,tidak peduli berapapun “harganya”.Karna tiap pribadi mengetahui
kelemahan dan luka yang di miliki pasangannya, maka mereka sering menggunakan untuk memaksa
pasangannya menyerah. ”Si Pemenang” mungkin menyerang harga diri atau keadaan pasangannya supaya
menan.
c. Ada orang yang mau mengalah agar berbaikan kembali dengan pasangannya mereka.Mereka menyembunyikan
kemarahan dan membiarkannya tetap tersimpan.Kepahitan dan luka hati masih ada namun tetap melanjutkan
hidup bersama sehingga masalah yang sebenarnya tetap tak terselesaikan.
d. Ada orang yang bisa berkompromi atau memberikan sedikit dan mendapatkan sedikit,kadang-kadang kompromi
penting,namun menggunakan cara ini agar mendapatkan sesuatu untuk diri sendiri adalah tanggapan yang kurang
baik terhadap konflik.
e. Ada orang yang bersedia meluangkan waktu untuk berkomunikasi secara langsung dan terbuka sehingga
beberapa keinginan atau ide-ide bisa di padukan. Mereka puas dengan jalan keluar yang sudah mereka
setujui.mereka telah meyelesaikan pertentangan tersebut dengan baik.Bacalah Efesus 4:29-32.
Langkah-Langkah: Dalam Menangani Pertentangan/Konflik
Ada beberapa langkah yang dapat dimanfaatkan oleh pasangan yang mengalami konflik.
a. Memproses Pendamaian. Meninggalkan atau mengabaikan masalah dengan harapan masalah itu akan pergi
dengan sendirinya tidak akan menyesaikan masalah. Jagalah supaya hubungan tetap hidup,jagalah
kesatuan.Tunjukanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh
ikatan damai sejahtera(Ef. 4:1-3). Janganlah menunggu sampai pasangan Anda yang memulai proses pendamaian
tersebut. Pakailah bahasa yang tidak akan mengancam atau menghakimi,seperti,“dapatkah kita berbicara
tentang ...”, “apakah ini sesuatu yang bisa kita rundingkan?”,saya sungguh merasa putus asa tentang…”, “saya
kuatir tentang…” “saya akan tidak bahagia jika…”, “saya tidak mengerti mengapa…”.
b. Ketidak cocokan sebagai salah satu bagian dari keseluruhan masalah.Bacalah Filipi 2;1-8. Ketika masing-masing
pasangan merasa lebih berkuasa dari pada yang lain,maka masalah tidak akan pernah terselesaikan. Satu pihak
bisa lebih banyak berfikir,berbicara atau menguasai yang lain dalam menyatakan pikiran atas situasi yang sedang
terjadi. Diskusi harus terbuka,sehingga tiap pihak bisa menyumbangkan idenya secara seimng dan dihargai untuk
menemukan jalan keluar yang menguntungkan
c. Tukarlah Posisi
Rela melihat situasi yang terjadi menurut pendapat pasangan kita akan menolong memberi pengertian bagaimana
hal itu mempengaruhi pernikahan. Masalahnya akan bisa di selesaikan apabila mereka memiliki sikap lemah
lembut dan saling menghargai perasaan orang lain. Bacalah kolose 3;12-17
d. Tanganilah Masalah Satu Persatu
Kadang-kadang salah satu pihak mencoba menyebutkan masalah yang lain atau menyalahkan pasangan mereka.
Fokuskan untuk menangani masalah yang ada. Jangan mencoba menyelesaikan masalah yang lain,baik yang ada
hubungannya atau tidak.Anda bisa menanggapinya dengan berkata, “Anda mungkin benar tentang hal itu,tetapi
sekarang ini kita sedang mem bicarakan tentang....”
e. SeranglahMasalahnya dan Jangan Orangnya

Draf Katekisasi Pranikah | 21


Terlalu banyak pasangan yang saling menyerang dengan sindiran-sindiran,penghinaan dan ungkapan-ungkapan
yang menyakitkan hati seperti “kamu selalu…”, “kamu tidak pernah…” atau “kenapa kamu tidak bisa...”.Kalimat
di atas berarti anda sedang meyerang orangnya, “karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk
menghakimi,kamu akan di hakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur,akan di ukur kepadamu”(Mat.
7:2; Rm. 2:1). Pelajarilah bagaimana memberitahukan pasangan anda tentang perasaan anda.Jangan melempar
sebuah batu pada mereka.
f. Minta pertolongan dari pada pembawa damai yang penuh Roh
Allah sudah menempat kan orang-orang dalam persekutuan digerja yang memiliki karunia sebagi pembawa
damai. Sang pembawa damai hendaknyaseseorang yang tidak mudah di pengaruhi dan dapat bertindak dan
berkata secara adil,dan dapat melihat dari kedua sisi. Sang pembawa damai dapat menurunkan nada-nada yang
merusak komunikasi dan menolong kedua pasangan untuk menuju pada perdamaian.
g. Maafkan Dengan Segenap Hati
Kalau anda sudah menerima Kristus sebagai juruslamat,anda sudah menerima pengampunan yang dari Allah.
Maka anda pun mempunyai kemampuan untuk mengampuni diri sendiri dan orang lain(Kol. 2:13; 3:13; 1Pet.
2:22-24). Pengampunan terjadi jika kasih rela menerima luka dan kesengsaraan hidup dan mengabaikan semua
tuduhan terhadap yang lain. Pengampunan adalah menerima orang lain ketika dia sudah melakukan sesuatu yang
tidak menyenangkan. Pengampunan bukanlah menerima dengan syarat bahwa orang yang di ampuni itu harus
melakukan sesuai kehendak kita,pengampunan diberikan secara cuma-cuma dengan kesadaran si pemberi maaf
tersebut juga akanmendapatkan maaf secara terus-menerus. Pengampunan adalah suatu hubungan antara dua
pribadi yang setara yang menyadari mereka saling memerlukan. Tiap orangmemerlukan pengampunan dari orang
lain. Demikian juga di hadapan Allah tiap orang membutuhkan pengampunan-Nya terus menerus. Mengampuni
sebanyak “tujuh pulu kali tujuh kali” seperti yang di katakan Yesus di dalam Mat. 18:21-22.

Evaluasi
1. Apa saja tipe orang dalam menghadapi konflik?Mengapa dalam hal tertentu konflik bisa saja ‘baik’?
2. Role-playmenggunakan tips praktis dalam menghadapi konflik.

Referensi
Majelis Sinode GMIT: Buku 1000 Hari Pertama Kehidupan, 2015.

 Sesi Kesebelas: Kekerasan Dalam Rumah Tangga 

Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para pserta mampu:
a. menyadari bahwa kekerasan tidak boleh tejadi dalam rumah tangga Kristen;
b. menyebutkan definisi kekerasan, lingkup rumah tangga dan bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
c. menyadari bahwa ada langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menghadapi kekerasan dalam rumah
tangga.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas berbagai persoalan di sekitar Kekerasan dalam Rumah Tangga, mulai dari hakekat KDRT,
penyebab KDRT, dan Potensi Kekerasan dalam diri dan pasangan.
Metode:Ceramah, Diskusi atau Sharing

Pengantar
Materi ini hendak mengangkat suatu permasalahan yang sangat sering terjadi di dalam rumah tangga-rumah
tangga di Indonesia khususnya di propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu masalah kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT). Tak dapat dipungkiri, tingkat kekerasan dalam rumah tangga di propinsi Nusa Tenggara Timur menduduki
tingkat yang tinggi di antara propinsi lainnya. Secara nasional, Indonesia telah memiliki Undang-undang yang
mengatur tentang pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu UU nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kekerasan dalam rumah tangga dapat saja terjadi di semua lapisan
dan bentuk keluarga dengan berbagai latar belakang. Kekerasan terjadi dalam keluarga muda atau lanjut usia, di
desa, di kota, di keluarga dengan latar belakang ekonomi dan pendidikan yang rendah sampai yang tinggi, di rumah
tangga para profesional: guru, penegak hukum, politisi, bahkan di keluarga pendeta atau aktivis gereja, di semua
lapisan rumah tangga.

Hakekat KDRT

Draf Katekisasi Pranikah | 22


Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, KDRT
didefinisikan demikian:

Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Kekerasan dapat terjadi di mana saja, bukan hanya dalam rumah tangga, dan bukan hanya antara anggota keluarga.
Kekerasan juga dapat terjadi pada pasangan yang belum menikah. Untuk itu, setiap pasangan yang hendak menikah
perlu mengenal diri dan pasangannya, serta mengidentifikasi potensi kekerasan yang ada di dalam diri, dan berupaya
mencari jalan keluar atau bantuan untuk mengatasinya. Pada umumnya, para korban KDRT berusaha bertahan dalam
pernikahan dengan berbagai alasan. Ada yang bertahan karena takut atau diancam, tidak ada tempat berlindung, takut
dicela oleh masyarakat dan keluarga, rasa percaya diri yang rendah, mempertimbangkan kepentingan anak-anak, atau
karena tetap mencintai suaminya.

Penyebab KDRT
KDRT dapat terjadi karena beberapa sebab sebagai berikut.
Latar Belakang Sosial-Budaya
Dalam sebagian besar masyarakat di Indonesia, sistem Patriarkhi masih sangat kuat. Sistem ini cenderung
memperlakukan kaum perempuan dan anak hanya sebagai warga kelas dua yang lebih rendah dari laki-laki dan
lemah.

Penafsiran Agama yang keliru


Sekalipun semua agama, terutama Kekristenan mengajarkan hidup damai dan penuh cinta kasih, namun ajaran ini
belum berhasil dihayati oleh semua orang percaya, termasuk dalam kehidupan keluarga. Bahkan berdasarkan teks
Alkitab, pelaku kekerasan berusaha membenarkan kekerasan yang ia lakukan dengan mengutip ayat tertentu secara
keliru (Efesus 5: 22).

Perkembangan Informasi dan Teknologi


Tidak jarang berbagai informasi melalui internet, smartphone atau TV mengajarkan kekerasan yang mudah ditiru
baik oleh orang dewasa maupun anak.

Perubahan Nilai
Nilai-nilai hidup bersama yang kuat semakin tergeser oleh individualisme dalam masyarakat modern, baik di kota
maupun di desa. Perubahan ini turut melemahkan kemampuan masyarakat untuk bersuara membela para korban
KDRT.
Bentuk-bentuk KDRT
Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Siapapun dalam rumah
tangga tidak boleh melakukan perbuatan kekerasan fisik (dan kekerasan dalam bentuk lainnya) terhadap orang dalam
rumah tangga tersebut, misalnya, orang tua terhadap anak, atau sebaliknya, suami terhadap istri atau sebaliknya,
majikan terhadap asisten rumah tangganya dan lain sebagainya. Perbuatan ini meliputi pemukulan, penyiksaan
(menampar, mencekik, mengguncang, melempar, menendang, meludahi dan lain-lain) ringan ataupun berat. Jika
terjdi kekerasan, maka pelaku bisa dilaporkan kepada pihak kepolisian dan bisa mendapat hukuman.

Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis
misalnya pelecehan, makian, hinaan. Perbuatan kekerasan psikis ini sama beratnya dengan kekerasan fisik.
Walaupun kekerasan psikis ini tidak menimbulkan luka di tubuh korban namun dampaknya bisa membuat korban
ketakutan, rendah diri, stress bahkan depresi.

Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup
rumah tangga tersebut, terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual bisa dalam wujud bukan hanya perkosaan terhadap korban
yang dianggap lemah tapi juga ‘perkosaan’ yang dilakukan suami terhadap istrinya, yaitu ketika istri dipaksa untuk
melayani kebutuhan seksual suami padahal istri tidak menghendakinya, misalnya ketika sedang lelah, sakit dan saat
menstruasi . Juga kekerasan seksual melingkupi ketika istri dipaksa untuk memakai alat KB tertentu, anak/istri
dipaksa melacur demi keuntungan ekonomi, ketika istri dipaksa menggugurkan kandungan.

Penelantaran Rumah Tangga


Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut. Penelantaran rumah tangga juga terjadi ketika adanya ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di
bawah kendali orang tersebut. Misalnya: suami tidak memberi akses ekonomi kepada istri, suami tidak menafkahi
keluarga, orang tua tidak merawat anak, orang tua memaksa anak di bawah umur untuk bekerja mencari nafkah.

Sikap Dalam Menghadapi Kekerasan


Beragam sikap korban dalam menghadapi kekerasan dalam rumah tangga. Pada umumnya di sekitar kita masih
banyak kaum perempuan/istri merasa kekerasan yang di alaminya tidak boleh diceritakan atau dilaporkan karena
akan membuka aib rumah tangganya sendiri. Dengan mengambil sikap diam dan bertahan, korban merasa telah
melindungi nama baik keluarganya, nama baik pelakunya (suami, orang tua, paman dll). Sikap diam ini juga kerap

Draf Katekisasi Pranikah | 23


diambil oleh mereka yang posisinya lemah terhadap korban, misalnya seorang istri yang bertahan karena tidak
mempunyai kepercayaan diri (karena latar belakang ekonomi, keluarga, pendidikan), tidak mempunyai akses
ekonomi dalam rumah tangga (tidak ada penghasilan sendiri sehingga), yang merasa bahwa pelaku berhak
melakukan kekerasan karena kesalahan korban sendiri (istri yang merasa tidak cakap dalam mengatur rumah tangga
oleh karena itu wajar jika suaminya melakukan penyiksaan fisik maupun psikis), istri yang keliru menafsirkan ayat
Firman Tuhan (istri harus tunduk kepada suami).
Sikap diam dan bertahan ini tidaklah tepat jika dilakukan oleh korban. Tetapi sebalknya, korban harus
mengambil inisiatif dengan kuat dan percaya diri. Korban pertama-tama dapat menceritakan kekerasan yang
dialaminya kepada orang yang dapat dipercayai, misalnya saudara kandung, sahabat, pendeta, psikolog, lembaga
konseling. Pada tingkat yang lebih serius korban melaporkan kepada penasehat hukum, polisi, kepala desa, tua-tua
adat, keluarga besar (extended family). Hal ini dilakukan agar korban mendapat perlindungan, dukungan moril,
penguatan, penghiburan, bantuan hukum dan nasehat-nasehat yang membawa kebaikan bagi korban maupun bagi
keberlangsungan keluarga. Dengan membawa persoaln ini ke ranah yang lebih luas daripada hanya ranah domestic
maka bisa jadi didapatkan solusi terbaik dan penyembuhan bagi pelaku.

Dampak Kekerasan
Trauma dialami bukan hanya oleh istri/korban tapi juga oleh anak yang merupakan korban secara tidaklangsung jika
melihatibunya/ayahnya kerapkali mendapat perlakuan kekerasan dari ayahnya/ibunya. Dampak lain adalah, minder,
rendah diri, stress bahkan depresi yang pada akhirnya membawa perpecahan dalam rumah tangga.

Pencegahan
Sebelum memasuki pernikahan Kristen pasangan calon sauami istri harus membicarakan hal mengenai
kekerasan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak harus memahami dan bejanji untuk tidak saling melakukan
kekerasan dalam rumah tangga, baik antar suami istri, orang tua anak, dan anggota keluarga lainnya. Penting bagi
pasangan calon suami istri untuk memahami UU no 23 ini dan ayat-ayat dalam Firman Tuhan mengenai kehidupan
pernikahan Kristen secara benar (sebagaimana dalam pelajaran/sesi dalam katekesasi pra nikah ini). Lagipula calon
pasangan suami istri harus benar-benar saling mengenal, bukan hanya fisik tapi juga sifat dan karakter pasangan
(lihat sesi “Saling Mengenal”). Dengan mengenal pasangan maka karakter/kecenderungan sifat kekerasan telah
dapat dilihat di masa-masa pacaran). Hal ini terlihat dari cara pasangan mengelola emosinya (apakah pernah
memaki, pukul, ancam), memperlakukan pasangannya dengan sangat ‘posesif’ dan cemburu, cara memperlakukan
teman/anggota keluarganya, bahkan hewan peliharaannya. Hal ini perlu dipahami sejak awal agar pasangan masing-
masing siap mengambil keputusan dalam hal jenjang selanjutnya dan atau bersama-sama menyadari dan mencari
solusi terbaik.

Mengenali Potensi Kekerasan Dalam Diri


Untuk itu, pada fase pacaran atau perkenalan, setiap pasangan hendaknya belajar mengenali potensi kekerasan
dalam diri sendiri dan pasangan, dengan mencermati beberapa potensi berikut:
1. Kecemburuan: Pelaku kekerasan akan memandang rasa cemburu sebagai bentuk cinta kasih dan keseriusannya
terhadap pasangan, yang sebenarnya adalah bentuk pembatasannya terhadap pasangan. Jika kurang mendapat
perhatian dari pasangan, ia akan mudah menuduh dan curiga secara berlebihan.
2. Perilaku Kontrol Berlebihan: Dengan alasan melindungi, seorang pelaku kekerasan akan menggunakan beragam
alasan dan cara untuk mengendalikan pasangannya agar mengikuti apapun yang ia inginkan.
3. Terlalu Cepat Intim: Pelaku kekerasan cenderung cepat intim, mudah merayu dan memuja orang yang
diinginkan, tetapi mudah pula mencampakkan atau mengondisikan keadaan agar pasangan terikat kepadanya.
4. Harapan Yang Tidak Realistis: Selalu mengharapkan pasangannya harus sempurna dan tidak boleh melakukan
apa yang tidak diinginkannya, harus menuruti apapun yang diinginkan.
5. Kekerasan Dengan Kata-kata: Mudah mengucapkan kata-kata yang menyakitkan dan merendahkan pasangan
atau orang lain, misalnya kata “bodoh” atau kata-kata makian dan hinaan.
6. Kaku Dalam Hal Peran Jenis Kelamin: Selalu menggunakan pola pikir lama dan kaku mengenai tugas dan peran
laki-laki dan perempuan. Laki-laki harus bekerja di luar rumah, tidak boleh mengerjakan tugas rumah tangga dan
perempuan wajib melakukan semua pekerjaan rumah tangga.
7. Mudah Berubah Sikap: Mudah marah dan melakukan kekerasan, tetapi dalam sekejap dan tanpa proses
penyelesaian damai, ia bisa langsung berubah sikap menjadi ramah dan lembut. Meski demikian perubahan itu
tidak berarti diterima oleh pasangannya.
8. Pernah Memukul Kaum Perempuan: Orang yang pernah memukul pasangannya memiliki kemungkinan untuk
mengulangi perbuatannya jika ia belum berhasil menyadari dan mengatasinya demi membangun hubungan yang
lebih baik dnegan pasangannya.
9. Mengancam: Ancaman sering dipakai untuk mengontrol, misalnya “tutup mulutmu”, “saya tampar kamu”, dll.
sebagai cara untuk menunjukkan otoritas atas pasangan, namun ini bukanlah sikap pasangan yang baik.
10. Mudah Merusak Barang: Cenderung emosional ketika ada masalah dan melampiaskannya dengan merusak
marang di sekitar. Tindakan ini dilakukan juga sebagai cara untuk menekan dan menakuti pasangan supaya
tidak melawan.
11. Suka Memakai Kekuatan Fisik dalam Debat dengan Pasangan: Kelebihan kekuatan secara fisik menjadi
andalan ketika berhadapan dengan pasangan untuk menekan dan menaklukkan secara psikologis.
12. Mudah Menyalahkan Orang Lain: Harapan yang tidak terpenuhi atau cita-cita yang tidak tercapai membuat
orang dengan potensi kekerasan mudah marah dan menganggap orang lain sebagai penyebab. Ia menolak
bertanggung jawab terhadap kegagalan atau ketidakmampuannya.
13. Sensitif: Mudah tersinggung dan terhina serta terdorong untuk membalas dendam, atau membesar-besarkan
masalah yang sebenarnya sepele hanya untuk mendapatkan perhatian lebih dan memprovokasi orang lain untuk
memusuhi lawan.
14. Kejam Terhadap Anak atau Binatang: Orang dengan potensi kekerasan cenderung tidak peduli kepada anak-
anak, suka mengejek atau membuli anak-anak, atau memperlakukan anak-anak dengan harapan yang tidak
sesuai usia. Mereka juga mudah berlaku kejam terhadap binatang, misalnya menolak menolong binatang yang
sedang terluka atau tindakan menyakiti binatang.

Draf Katekisasi Pranikah | 24


Penutup

Berdasarkan penjelasan ini, tentu setiap orang tidak ingin ada dalam hubungan yang dihantui kekerasan.
Sebelum memutuskan untuk berkomitmen dengan seseorang, hendaknya setiap orang berupaya mengidentifikasi dan
memahami potensi kekerasan di dalam diri sendiri maupun pasangan. Masa perkenalan atau pacaran sangat perlu dan
menolong pasangan untuk mengenal berbagai karakter dan perilaku. Tentu tidak mudah hidup bersama orang lain
dalam bayang-bayang kekerasan yang kita semua tahu akan berujung penderitaan. Kekerasan dapat menjadi
pengalaman traumatik dan merusak mental. Gangguan psikologis pun dapat mengikuti, termasuk pada anak-anak.
Setiap orang berhak untuk mengalami kebahagiaan dalam hidup dan pernikahannya, karena itu
pertimbangkanlah dengan baik dan bijaksana, mintalah bantuan mereka yang berkompeten, perlengkapi diri dengan
pengetahuan yang diperlukan untuk menghadapi kekerasan. Dan jika pada akhirnya, kemungkinan kekerasan itu
tidak dapat ditanggung, hendaknya hubungan diakhiri secara baik-baik. Sangat diperlukan bantuan ahli atau mentor
yang dapat menolong mengelola emosi dan memulihkan berbagai luka emosi agar tidak menjadi lingkaran setan
tanpa ujung. Untuk itu, diperlukan keterbukaan dan kesediaan berubah, melalui penyerahan diri secara utuh kepada
Tuhan, karena hanya Dia yang berkuasa untuk mengubah setiap orang menjadi serupa dengan gambar-Nya.

Evaluasi
Peserta dapat berbagi pengalaman atau sharing dalam bentuk kelompok tentang pengalaman kekerasan yang dialami
dan saling mendoakan. Kegiatan ini dapat dilakukan secara terus-menerus di akhir setiap Sesi.

Referensi
Pdt. Rinto Tampubolon: Ketika Dua Hati Bersama (Jakarta: Binawarga), 2016.

 Sesi Keduabelas: Perzinahan 

Tujuan:
Peserta katekisasi memahami apa kata Alkitab tentang perzinahan dan mampu berkomitmen untuk menjaga hidup
kudus.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas pengajaran Yesus tentang perzinahan dan bagaimana relevansinya bagi kehidupan masa kini,
baik bagi yang belum menikah maupun pasangan suami-istri.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Sharing Pemahaman

Pengantar

“Jangan Berzinah” Ini adalah perintah Tuhan yang Ke7 dari 10 Perintah Tuhan yang diberikan Tuhan
kepada bangsa Israel melalui Musa, di atas Gunung Sinai. Sehingga jelas bahwa perintah jangan berzinah merupakan
perintah Tuhan sejak masa lampau, masa pembentukan umat Israel menjadi bangsa pilihan-Nya. Jaman sekarang ini
salah satu persoalan terbesar dalam rumah tangga pada umumnya adalah masalah perselingkuhan, dari yang

Draf Katekisasi Pranikah | 25


sederhana sampai yang menjurus pada perzinahan. Oleh karena itu sesi ini dirasa perlu untuk diangkat dalam materi
pra nikah ini.
Sejak dahulu sampai sekarang (dan sampai kapanpun), rumah tangga-rumah tangga Kristen bukanlah rumah
tangga yang imun terhadap tantangan/persoalan menjaga kesetiaan dalam kehidupan pernikahan. Jaman sekarang ini
tantangan untuk menjaga kesetiaan menjadi lebih berat oleh karena factor-faktor untuk suami/istri jatuh dalam
pencobaan perselingkuhan menjadi sangat banyak dan lebih kompleks. Kemudahan berkomunikasi melalui Hp dan
media social (FB, WA, Twiter dll) di satu pihak sangat menolong manusia untuk saling berkomunikasi tapi di lain
pihak hal-hal ini juga menjadi salah satu cara yang ‘mendorong’ orang untuk ‘membuka’ jalan perselingkuhan dan
perselingkuhan ‘membuka’ jalan untuk perzinahan. Pada sesi ini kita akan melihat apa itu perzinahan, khususnya
dalam ajaran Tuhan Yesus.
Dalam Perjanjian Lama kata zinah dipakai untuk menggambarkan hubungan antara Tuhan Allah dan umat-
Nya Israel ketika Israel menyembah dewa/allah asing, berhubungan dengan peramal/roh-roh/jin-jin (Kel.34:15,
Hakim-hakim 2:17, Im 17:7), zinah antara umat Israel dengan bangsa-bangsa kafir (Bil.25:1), dan zinah yang
menggambarkan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri, hukumannya adalah hukuman
mati bagi keduanya “Bila seorang laki-laki berzinah dengan istri orang lain, yakni berzinah dengan istri sesamanya
manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu” (Im.20:10).
Dari ayat-ayat ini tampak bahwa kesetiaan kepada Tuhan Allah menjadi tuntutan Allah kepada bangsa
Israel yang sangat keras dan ketidak setiaan Israel dianggap sebagai perzinahan iman. Demkian pula hukum jangan
berzinah dalam arti kesetiaan suami dan istri adalah hukum yang keras, karena jika dilanggar, maka keduanya, laki-
laki dan perempuan itu harus dihukum mati. Kisah raja Daud yang berzinah dengan Betsyeba menunjukkan beta
gentar dan takutnya Daud mengetahui bahwa Betsyeba telah hamil karena perbuatannya, karena Daud tahu bahwa
jika perbuatannya terbongkar maka ia terancam hukuman mati. Daud kehilangan anaknya dari Betsyeba hasil
perzinahan itu. Hal itu sebagai hukuman Tuhan yang keras terhadap perbuatan Daud yang telah melakukan
perzinahan dan pembunuhan berencana terhadap Uria, suami Betsyeba.

Pengajaran Baru dari Yesus


Tuhan Yesus mengutip: “Jangan berzinah” dari Perjanjian Lama (lih. Kel. 20:14; Ul. 5:17) dalam pengajaran-Nya
kepada para murid sebagaimana dicatat oleh Injil Mat. 5:27. Tuhan Yesus membawa pemahaman baru dari arti
berzinah. Larangan yang Ia berikan ditujukan lebih kepada laki-laki, walaupun maknanya berlaku untuk perempuan
juga. Kata ganti “setiap orang” (pas) berbentuk maskulin. Pemunculan “perempuan” (gynē) sebagai objek perzinahan
menyiratkan bahwa subjeknya adalah laki-laki. Batasan perzinahan juga telah diperluas oleh Tuhan Yesus. Kata
gynē(bisa berarti “perempuan” atau “isteri”). Semua perempuan diperlakukan sama, baik isteri orang lain, budak
perempuan, maupun siapa saja. Ini menunjukkan bahwa bagi Allah perzinahan adalah perzinahan, terlepas dari status
pernikahan dari perempuan yang dijadikan pasangan zinah.
Bagi Tuhan Yesus perzinahan bukan hanya masalah persetubuhan . Perzinahan dimulai dari mata yang tidak
kudus. Allah menciptakan mata supaya kita dapat menikmati keindahan ciptaan, tetapi dengan mata juga awal dari
dosa manusia. Ungkapan Yunani digunakan mengarah pada hawa nafsu (terjemahan Ing: “melihat dengan dengan
hawa nafsu”). Perzinahan tidak hanya melibatkan mata, melainkan juga hati. Melihat perempuan tentu saja tidak
berdosa selama hatinya tidak ingin memiliki.
Matius 5:28 bermanfaat dalam menyikapi persoalan penampilan. Tampil secara atraktif tidaklah keliru.
Kecantikan adalah ciptaan Tuhan yang perlu dipelihara. Kecantikan dan pakaian tidak terpisahkan.. Segala sesuatu
yang bisa membuat orang lain tersandung dan terjatuh harus dihindari, jaga mata dan hati.

Keluarga Masa Kini

Di awal materi ini telah kita lihat bahwa di jaman sekarang ini tantangan untuk tetap setia sebagai suami
istri menjadi semakin berat. Dengan berbagai kemajuan jaman, upaya untuk menjaga kesucian pernikahan harus
benar-benar dijaga. Perselingkuhan/perzinahan bisa terjadi karena proses dalam jangka waktu tertentu, misalnya
karena diawali dengan percakapan yang intens lalu mulai muncul rasa tertarik. Namun perselingkuhan/perzinahan
bisa juga tertejadi karena keinginan sesaat, terjadi tanpa melibatkan hati, dalam hal ini seperti praktek prostitusi, baik
laki-laki mapun perempuan yang melakukan/ memakai jasa prostitute.
Ajaran Tuhan dalam perikop Matius pasal 5 ini tampaknya mempertegas hukum taurat. Perzinahan
diperluas dari hanya sekedar persetubuhan, tapi bahkan dari melihat dan mengingingkannya. di dalam hati yang
diawali dari mata. Oleh karena itu perlu kita menjaga mata dan hati dengan serius. Tuhan bahkan di ayat-ayat
selanjutnya menekankan bahwa anggota tubuh dapat menjadi sumber masuknya dosa dan oleh karena itu bisa saja
mereka di ‘penggal’ dan di ‘buang’. Tentu saja ini merupakan hiperbola, intinya adalah dengan sungguh-sungguh
menjaga seluruh keberadaan hidup dari hal-hal yang dapat membawa jatuh dalam pencobaan. Suami istri harus
saling mendukung untuk menjaga kesucian pernikahan. Baik suami maupun istri harus berupaya untuk menjaga hati
dan mata. Agar tidak jatuh dalam dosa perselingkuhan/perzinahan, baik sebagai korban maupun pelaku yang
membuat orang lain jatuh dalam dosa perzinahan.

Evaluasi: Sharing dalam Kelompok

Referensi
Pdt. Yakub Tri Handoko, dkk., dalam www.rec.org dan Grace Alon

Draf Katekisasi Pranikah | 26


 Sesi Ketiga Belas: Keluarga Tanpa Anak 

Tujuan:
Peserta memahami bahwa keluarga tanpa anak bukalah kondisi yang buruk dan mampu mempersipkan diri
menghadapinya.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas kondisi pernikahan yang tidak dianugerahi anak oleh Tuhan dengan berbagai kesulitan, namun
tetap menjalani pernikahan dengan sukacita.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Sharing.

Pengantar
Bagi sebagian orang, tujuan pernikahan yang utama adalah mendapatkan atau meneruskan keturunan. Apakah
pendapat ini benar? Dalam pernikan Kristen jelas bahwa mendapatkan keturunan tidak boleh dipakai sebagai tujuan
utama atau satu-satunya dalam pernikahan. Alkitab mencatat beberapa kisah dalam Perjanjian Lama tentang
keluarga-keluarga/istri yang sangat mendambakan kehadiran anak dalam rumah tangga mereka. Kisah Hana ibu
Samuel, Rahel, Pada masa itu, kemandulan/ketiadaan anak dalam rahim ibu dianggap sebagai aib dan mengakibatkan
kehilangan muka. Dalam beberapa teks dipakai istilah ‘Tuhan menutup kandungan’, namun pada akhirnya Tuhan
mendengar seruan mereka dan membuka rahim mereka. Para pemuda Kristen yang hendak menikah, mesti
diperlengkapi dengan kesiapan hati untuk menerima keadaan ini.

Sadar akan Panggilan


Setiap orang mesti menyadari panggilan Allah melalui pernikahan. Ia menghendaki pasangan suami-istri memenuhi
rancangan Allah yaitu memuliakan Allah dengan senantiasa merefleksikan dan merepresentasikan relasi Kristus dan
jemaat yang penuh kasih dan kekal. Dalam pernikahan Kristen kemandulan atau ketiadaan anak dalam rahim ibu
tidak boleh dipakai sebagai alasan untuk merendahkan istri atau bahkan untuk terjadinya perzinahan bahkan
perceraian. Masih ada pandangan bahwa kemandulan semata-mata karena kesalahan atau kelemahan perempuan.
Bahkan dalam banyak kasus kita mendengar bahwa istri mendapat tekanan dari keluarga suami karena kemandulan.
Sehingga dampaknya istri menjadi tertekan karena tuntutan keluarga suami yang sedemikian kuatnya. Kewajiban
menurunkan fam/marga/nama keluarga menjadi alasan utama untuk mempunyai anak, bahkan anak laki-laki.
Kalaupun sudah ada anak perempuan masih ada tuntutan lebih besar yaitu anak laki-laki.

Memelihara Kesatuan
Laki-laki dan perempuan yang menikah dipersatukan oleh Allah sendiri. Karena itu apa yang telah dipersatukan
Allah janganlah diceraikan manusia. Kitab Mal. 2:16 mengatakan “Aku membenci perceraian – firman TUHAN,
Allah Israel..” Liturgi pernikahan GMIT telah memuat janji nikah suami dan istri di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya
untuk setia menjalani pernikahan baik dalam suka/duka, dalam untung dan malang, dalam sakit dan sehat. Jika
kemandulan dipandang sebagai ‘sakit’ atau ‘kemalangan maka kemadulan tidak boleh dipakai sebagai alasan untuk
perceraian.Dari sisi kesehatan ketidak mampuan seorang istri mengalami kehamilan dapat diakibatkan oleh banyak
sekali factor, baik dari pihak suami maupun dari pihak istri, sehingga kemandulan bukan hanya karena kondisi
perempuan semata. Sekarang ini dengan segala kemajuan dunia kedokteran kemandulan dapat diatasi dengan
berbagai upaya (bayi tabung, tiup rahim). Demikian pula bukan berarti terjamin se penuhnya jika sudah melampaui
proses yang panjang, mahal dan menyakitkan maka kehamilan dapat terjadi, sebab kehendak Tuhan yang berlaku
dalam hal ini.

Pandangan Alkitab

Draf Katekisasi Pranikah | 27


Alkitab menyebutkan kondisi mandul lebih tertuju kepada kaum perempuan, akan tetapi ini tidak berarti kaum
perempuan harus selalu disalahkan dan bertanggung-jawab. Meski begitu, kondisi mandul dipandang positif juga di
dalam Alkitab.
Mzm 113:9, Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita.
Haleluya!
Ams 30:16, Dunia orang mati, dan rahim yang mandul, dan bumi yang tidak pernah puas dengan air, dan
api yang tidak pernah berkata: "Cukup!"
Yes 49:21, Maka engkau akan berkata dalam hatimu: "Siapakah yang telah melahirkan sekaliannya ini
bagiku? Bukankah aku bulus dan mandul, diangkut ke dalam pembuangan dan disingkirkan? Tetapi
anak-anak ini, siapakah yang membesarkan mereka? Sesungguhnya, aku tertinggal seorang diri, tetapi
mereka ini, dari manakah datangnya?"
Yes 54:1, Bersorak-sorailah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembiralah dengan sorak-
sorai dan memekiklah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang
ditinggalkan suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami, firman TUHAN.
Luk 1:36, Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki
pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.
Luk 23:29, Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang
rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui.
Gal 4:27, Karena ada tertulis: "Bersukacitalah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembira
dan bersorak-sorailah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan
suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami."

Sejak masa perkenalan dan pacaran, calon pasutri sudah harus mempercakapkan dan siap terhadap keadaan
ketiadaan anak yang lahir dari kandungan istri. Percakapan ini harus diletakkan dalam terang firman Tuhan dan
dalam kedewasaan iman dan mental pasutri. Percakapan awal mengenai hal ini selain untuk mempersiapk mental dan
hati calon pasutri tapi juga untuk mengambil langka tepat jika menghadapi persoalan ini dengan cara misalnya
berobat ke dokter atau adaopsi atau juga dengan mempersiapkan hati bahwa keluarga ini akan dibangun tanpa anak
dalam keluarga. Kondisi inipun akan membawa kebahagiaan dan sukacita bagi suami istri yang telah memutuskan
untuk terus hidup dalam pernikahan tanpa anak dalam rumah tangga mereka. Karena tentunya keputusan itu telah
diambil berdua dengan penuh bijaksana dan atas tuntunan Tuhan. Sehingga kehidupan keluarga Kristen tanpa anak
tidak mengurangi rasa cinta dan saling menghargai satu terhadap yang lain
Bagi keluarga yang memutuskan untuk mengambil langkah adopsi, patut diingat bahwa anak adopsi maupun
anak yang dilahirkan sendiri dari rahim ibunya sama berharga dan juga merapakan anugrah Tuhan yang berharga
bagi suami dan istri dan oleh karena itu anak yang didapat bukan dari rahim ibunya tetap harus dibesarkan dengan
penuh kasih dan tanggungjawab yang sungguh serta syukur kepada Tuhan.

Evaluasi:
Peserta saling berbagi pengalaman yang tampak di sekitar mengenai keluarga tanpa anak; dilanjutkan dengan saling
mendoakan.

 Sesi Keempat Belas: Perceraian 

Draf Katekisasi Pranikah | 28


Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta memahami konsep Alkitab tentang perceraian dan berkomitmen untuk
hidup setia dengan pasangan suami-istri.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas alasan mengapa orang bercerai dan apa kata Alkitab tentang perceraian, sesuai ajaran Yesus
dalam Injil dan kaitannya dengan teks lain.
Metode:Ceraman dan Diskusi/Sharing.

Pengantar
GMIT telah memiliki dokumen naskah teologi tentang pernikahan dan peraturannya yang dirumuskan dalam
pendekatan pastoral. Bahan pengajaran ini memuat sejumlah prinsip Alkitabiah yang secara khusus menyoroti
pemahaman di dalam Alkitab mengenai perceraian berdasarkan kitab Injil Matius 5:31-32 dan 19:1-12. Pada kedua
bagian tersebut ditegaskan kekuatan dari komitmen pernikahan sekaligus mengkritik pemahaman dan praktek cerai.
Dalam diskusi antara Yesus beserta para murid berhadapan dengan para saja?” Dan jika tidak boleh, “Mengapa Musa
memberikan surat cerai?” Pertanyaan yang sama menjadi pertanyaan masa kini bagi gereja dan keluarga-keluarga
Kristen.

Mengapa Orang Bercerai?


Di jaman sekarang fenomena perceraian tampaknya semakin merebak dialami baik oleh pasangan-pasangan
Kristen maupun non Kristen baik di negara-negara modern maupun negara berkembang, dari berbagai kalangan
rumah tangga, tanpa memandang latar belakang kesamaan pendidikan, ekonomi, profesi, suku, bahkan agama dan
jangka waktu lamanya masa berpacaran. Jangka waktu lama atau singkatnya berpacaran tidak menjadi jaminan
terjadi atau tidaknya perceraian. Banyak pasangan yang menghadapi persoalan rumah berpikir bahwa bercerai
adalah jalan keluar yang paling tepat untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga mereka.
Banyak alasan mengapa orang memutuskan untuk bercerai, antara lain karena mengalami kekerasan dalam
rumah tangga, karena perselingkuhan/perzinahan, persoalan ekonomi, persoalan sexual suami istri, persoalan
keluarga: ketidak harmonisan dengan mertua, saudara ipar, dan lain sebagainya. Alasan-alasan ini menunjukkan
bahwa pasangan suami-istri sudah melupakan pengakuan dan janji nikah mereka, dan mengabaikan berkat yang telah
mereka terima dari Tuhan melalui gereja pada saat pernikahan kudus di tengah jemaat. Padahal pada saat
melangsungkan pernikahan, mereka telah sama-sama belajar dan menerima bahwa dalam pernikahan mereka akan
memikul salib yang berat. Mereka telah sama-sama belajar memahami bahwa cinta kasih yang matang adalah cinta
kasih yang mampu bertahan di tengah kesukaran, panjang sabar, rela berkorban, saling mengampuni.
Alasan perzinahan dalam Mat. 5:32; 19:9 seringkali digunakan sebagai dasar pembenaran terhadap perceraian.
Tetapi benarkah yang Yesus maksudkan dalam pengajaran tersebut adalah zinah dapat menjadi alasan kuat untuk
pasangan suami-istri boleh bercerai?.

Bolehkah Bercerai?
Semua pendengar Tuhan Yesus pada masa itu, mengerti bahwa Yesus sedang membicarakan Ulangan 24:1-4.
Dalam teks ini Musa memerintahkan laki-laki Israel untuk memberikan surat cerai kepada isteri mereka apabila
mereka memutuskan untuk bercerai karena alasan tertentu, yaitu agar istri yang telah diceraikan suaminya dapat
kejelasan status untuk nantinya ia dapat dinikahi oleh laki-laki lain. Pernikahan ulang ini sendiri juga dimaksudkan
untuk kelangsungan hidup para perempuan yang diceraikan. Dalam tradisi Yahudi yang patriakhal, sangat sukar bagi
seorang perempuan untuk memperoleh penghasilan dan perlindungan yang layak tanpa kehadiran seorang suami.
Perdebatan tentang alasan perceraian terus berlangsung sampai pada zaman Tuhan Yesus. Secara umum
terdapat dua penafsiran utama tentang alasan yang sah bagi perceraian. Ada kelompok yang membolehkan
perceraian dengan alasan apa saja. Ada kelompok lain yang membolehkan perceraian tetapi dengan beberapa syarat
yang penting, misalnya jika telah terjadi perzinahan.

Ajaran Yesus
Pertama, Dalam Matius 19:3-8 dengan tegas Yesus menekankan bahwa Apa yang telah dipersatukan oleh
Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Ia mengutip kitab Kejadian 1:27, 2:24,… laki-laki akan meninggalkan
ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istirnya dan keduanya menjadi satu daging, Yesus berkata: demikianlah
mereka bukan lagi dua melainkan satu. Para Farisi terus mengejar Yesus dengan membandingkan antara Yesus dan
Musa yang membolehkan laki-laki memberikan surat cerai kepada istrinya. Tapi Yesus menjawab sebenernya sejak
awal Musa tidak membolehkan perceraian tapi karena ketegaran hatimu, maka Musa mengijinkannya (ayat 8).

Kedua, Tuhan Yesus menekankan akibat buruk dari perceraian. Masih berkenaan dengan poin sebelumnya,
5:31-32 lebih menyoroti konsekuensi dari sebuah perceraian. Laki-laki yang hendak menceraikan istrinya pada
jaman Musa memaksa Musa mengeluarkan surat cerai agar perceraian menjadi resmi. Karena orang yang
menceraikan isterinya secara tidak sah atau tanpa surat cerai berarti telah membawa dampak buruk bagi mantan
isterinya maupun laki-laki yang akan menikahi perempuan yang telah diceraikan tersebut, karena tanpa surat cerai
maka pasangan ini tidak akan dapat menikah dan oleh karena itu mereka akan dipandang telah berzinah. Tuhan
Yesus tidak mau berkompromi dengan pikiran ini. Ia memilih untuk melihat konsekuensi buruk di balik tindakan itu.
Pemberian surat cerai bukan berarti penyelesaian masalah. Ada dampak buruk yang perlu dipertimbangkan pasca
perceraian itu. Perceraian hanyalah pelarian dari sebuah masalah, bukan penyelesaian tuntas.
Ketiga, Tuhan Yesus meminimalisasi perceraian. Banyak orang Kristen menafsirkan frase “kecuali karena
zinah” di 5:32 maupun 19:9 sebagai sebuah kelonggaran terhadap perceraian. Ini jelas keliru. Bagaimana kita
sebaiknya menafsirkan “zinah” di ayat ini? Kata Yunani zinah (porneia) dalam ayat ini “kecuali karena zinah
(porneia) memiliki jangkauan arti yang sangat luas, mulai dari persetubuhan dengan pelacuran, perselingkuhan,
sampai pelanggaran seksual lain dapat dikategorikan sebagai porneia. Secara tradisional gereja-gereja memahami
porneia sebagai perzinahan dalam konteks perkawinan dan dalam bentuk persetubuhan. Akan tetapi, hal itu bukanlah
alasan untuk bercerai. Rasul Paulus juga mengajarkan bahwa perceraian berakhir dengan kematian (1 Kor 7:39; Rm
7:1-3). Ini menyiratkan pandangan Paulus bahwa hanya kematian yang bisa menyudahi sebuah pernikahan.
Kata-kata “kecuali karena zinah” hanya muncul dalam Injil Matius, Dalam Injil Matius, kata ini dibedakan dari
moicheia, “ia berbuat zinah” (kata zinah yang dilakai moicheia; LAI:TB “percabulan” = moicheia; “perzinahan” =

Draf Katekisasi Pranikah | 29


porneia). Di 5:32 maupun 19:9 kata benda porneia (sebagai alasan perceraian) juga dibedakan dari kata kerja
“berzinah” (moicheuō).
Bagaimana dua kata tersebut – porneia dan moicheia – sebaiknya dibedakan? Di antara beragam alasan yang
ada, sebenernya porneia lebih tepat dipakai pada pelanggaran seksual sebelum ikatan pernikahan yang resmi atau
tahap pertunangan, sedangkan moicheia terjadi di dalam ikatan pernikahan yang sah. Hal ini didukung oleh
pemunculan dua kata itu di 5:32 dan 19:9. Alasan perceraian memakai kata porneia, sedangkan perzinahan sebagai
akibat dari perceraian itu menggunakan kata moicheia atau moicheuō.
Hal ini terlihat dalam Injil Matius 1:18-19 tentang Yusuf yang hendak menceraikan Maria. Yusuf bermaksud
untuk menceraikan Maria secara diam-diam karena Maria telah hamil. Ia berpikir bahwa Maria telah melakukan
porneia (bandingkan sindiran orang-orang Yahudi kepada Yesus sebagai anak hasil porneia di Yoh 8:41). Dari sini
terlihat bahwa porneia merupakan alasan yang sah bagi perceraian dalam konteks pertunangan, saat mereka belum
menjadi suami-istri (1:18). Sesudah memasuki ikatan pernikahan, tidak ada alasan apapun yang pantas untuk
dijadikan dasar perceraian. Komitmen terhadap pernikahan merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar (19:6
“Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia”).

Peraturan Pastoral GMIT

Dalam naskah teologis peratuan pastoral GMIT mengenai pernikahan, GMIT berpegang bahwa sejak
penciptaan Allah merancangkan pernikahan sebagai pernikahan yang monogamy antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan tanpa perceraiann. Kesatuan dalam pernikahan merupakan kesatuan spiritual yaitu kesatuan yang
disebabkan oleh Allah sendiri, karena itu apa yang telah dipersatukan Allah janganlah dipisahkan manusia. Namun
demikian GMIT menyadari bahwa realita perceraian di antara anggotanya oleh karena berbagai alasan telah
kerapkali terjadi. Namun dengan tegas GMIT menetapkan bahwa GMIT tidak menceraikan pernikahan anggotanya.
Perceraian terjadi karena GMIT tidak dapat menghalangi hak anggotanya untuk bercerai menurut peraturan negara.
Bagi anggotanya yang hendak bercerai gereja harus terus memberikan pendampingan pastoral agar mereka
memahami kembali prinsip dan tujuan pernikahan Kristen mau menyesali kesalahan, saling mengampuni dan
kembali hidup bersama. Bagi mereka yang hendak melakukan pernikahan kedua karena telah bercerai bukan karena
kematian, gereja harus memastikan bahwa mereka telah mendapat pelayanan pastoral yang matang. Bagi pasangan
suami istiri yang telah bercerai secara hukum namun hendak berdamai dan kembali hidup bersama sebagai suami
istri maka gereja mensyukuri keputusan ini dengan memberikan pelayanan pembaruan janji pernikahan.

Penutup
Pernikahan adalah keputusan penting dan besar yang merupakan kehendak Tuhan. Pernikahan Kristen adalah
pernikahan yang tidak terceraikan. Oleh karena itu bagi para pasangan yang hendak menikah hendaklah
mempertimbangkan masak-masak dengan tuntunan Roh Kudus. Sehingga pasangan benar-benar siap memasuki
pernihakan Kristen.

Evaluasi:
1. Mengapa pasangan suami-istri Kristen tidak boleh bercerai?
2. Apa saja dampak buruk perceraian?
3. Bagaimana sikap gereja jika ada pasangan Kristen yang bercerai dan menikah lagi?
Referensi
1. Majelis Sinode GMIT. Peraturan Pastoral. 2017
2. Stephen Tong: Seri Seminar Keluarga, Takhta Kristus dalam Keluarga (Surabaya: Momentum), 2011.

BAGIAN KETIGA
ANAK DAN KELUARGA

 Sesi Kelimabelas: Anak adalah Karunia Tuhan Yang Berharga 

Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta mampu:
1. memahami bahwa anak adalah karunia Tuhan yang berharga;
2. menyebutkan tugas-tugas orang tua terhadap anak-anak dalam keluarga;
3. berkomitmen meneladani tokoh dalam Alkitab yang bersyukur atas anak yang dianugerahkan Tuhan.
Gagasan Utama:
Materi ini membahas pemahaman bahwa anak adalah karunia Tuhan yang sangat berharga bagi orang tua. Orang tua
memiliki kewajiban tertentu terhadap pendidikan anak-anak, sebagai waujud pertanggungjawaban iman kepada
Tuhan.
Metode:Ceramah dan diskusi.

Anak Merupakan Karunia Tuhan


Anak-anak yang di berikan kepada suami dan istri merupakan karunia Tuhan yang sangat berharga. Ketika Esau
bertanya kepada Yakub tentang orang-orang yang bersama dengan dia,Yakub berkata,“mereka adalah anak-anak
yang telah dikaruniakan Allah kepada hambamu ini” (Kej. 33:5).Beberapa tahun kemudian setelah Yusuf ada di
Mesir, dia menunjukan kedua anak nya kepada Yakub yang sudah tua dan berkata, “inilah anak-anakku yang telah
di berikan Allah kepadaku di sini” (Kej. 48:9).
Anak laki-laki maupun anak perempuan sama berharganya di mata Tuhan, sama-sama merupakan anugrah
Tuhan bagi orang tua. Oleh karena itu orang tua harus sama menghargai anugrah Tuhan itu, baik anak laki-laki
maupun anak perempuan.
Renungkan kembali tentang rencana Allah yang indah dalam pernikahan antara seorang pria dan wanita yang
saling mengasihi dan menghormati Tuhan. Tuhan memberikan karunia berupa anak-anak di dalam rumah tangga
agar dapat mewujudkan rencana Allah yang indah. Sekarang marilah kita mempelajarinya tanggung jawab dari orang
tua terhadap anak-anak sebagai karunia yang indah.

Draf Katekisasi Pranikah | 30


Rencana untuk membangun keluarga
Tanggung jawab apa yang di miliki oleh orang tua dalam merencanakan besar kecilnya keluarga mereka? Apakah
mereka harus mempunyai anak sebanyak mungkin menurut kekuatan tubuh mereka? Dalam beberapa masyarakat
tradisional, tiap keluarga ingin mempunyai anak sebanyak mungkin. Anak-anak merupakan kebanggaan
keluarga,mereka di perlukan sebagai para pekerja dan pewaris nama keluarga. Namun kenyataannya ada bayak
faktor di Indonesia sekarang ini yang membuat pemerintah memikirkan program yang sunggu-sungguh, mengenai
keluarga berencana. Hal ini termasuk perlunya memikirkan tingginya biaya untuk membesarkan dan menyekolah
kan anak-anak yang sering tidak sebanding dengan pendapatan keluarga. Angka kelahiran yang tinggi juga telah
menambah masalah di Indonesia,misalnya kelaparan,kekurangan gizi, keterbatasan sekolah, pengobatan dan lain-
lain.

Perintah Alkitab
Alkitab memerintahkan orang tua untuk bertanggung jawab dalam rencana keluarga yang baik.
Sebagaimana ayat ini, “tetapi jika ada orang yang tidak memelihara sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya,orang
itu murtad dan lebuh buruk lagi dari pada orang yang tidak beriman” (1Tim. 5:8). Orang tua Kristen perlu berdoa
untuk mempertimbangkan jumlah anak yang mereka asuh.Anda melecehkan kesempatan dan kepercayaan itujika
anda menjalani nya dengan ceroboh,jika anda menjalankannya dengan cara di mana anda hanya membuat anak-anak
merana,lapar,berpakian tidak layak tidak berpendidikan dan merasa rendah diri di masyarakat. Hal utama yang harus
di ketahui orang tua sekarang ini adalah berapa jumlah anak yang bisa diasuh dengan layak sehingga nantinya
menjadi pribadi yang sehat,bahagia,berkembang dengan baik dan bisa menjadi bagian yang memberkati masyarakat
dan bangsa.

Membimbing Perkembangan Mereka


Supaya bisa diterima masyarakat dan bangsa dengan baik,orang tua Kristen hendaknya membimbing
perkembangan anak-anak mereka kejalan Tuhan, “Sebab aku telah memilih dia,supaya diperintahkannya kepada
anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditetapkan Tuhan,dengan melakukan
kebenaran dan keadilan,dan supaya Tuhan memenuhi kepada Abraham apa yang di janjikan-Nya” (Kej. 18:19). Ayat
ini meyebutkan tentang perintah Allah yang harus di ikuti Abraham sehingga Allah dapat membawa Abraham ke
tanah yang sudah di janjikan-Nya. Mungkinkah Allah membuat bangsa yang besar dari anak-anak Abraham jika
mereka tidak melakukan yang benar dan adil? Bagaimana mungkin anak-anak anda menanggapi rencana Allah bagi
mereka jika anda tidak mengajarkan kepada mereka untuk menurut jalan Tuhan? Tuhan memberikan janji ini,
“didiklah orang muda menurut jalan yang patutbaginya maka pada masa tuanya ia tidak akan menyimpang dari jalan
itu”(Amsal 22:26). Lukas 1:6 juga menggambarkan lingkungan rumah tangga Zakharia dan Elisabeth yang diajarkan
kepada Yohanes. Alkitab mengatakan bahwa mereka keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut
segala perintah dan ketetapan Tuhan.

Mengasuh dan Mendidik Mereka


Musa telah memimpin bangsa israel sampai di usia tuanya. Dalam pidato perpisahannya, dia memberikan perintah
yang terakhir dari Tuhan (Ul. 6). Bagaimana bangsa Israel mengajarkannya kepada anak-anak mereka? Ulangan 6:6-
9 merupakan perintah Allah bagi orang tua. Orang tua perlu menyiapkan waktu khusus untuk mengajar anak-anak.
Allah menjadi pusat bagi keluarga dan anak-anak di ajarkan tentang firman Tuhan dengan rajin dan rutin.

Membimbing Mereka
Lukas 2:52 meyebutkan kepada kita bahwaYesusmakin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya,dan makin
dikasihi oleh Allah dan manusia. Yesus disebutkan makin bertambah besar, bertambah hikmat, makin dikasihi Allah,
dan manusia. Pikirkanlah sikap-sikap dan kecakapan-kecakapan yang anda ingin anak-anak anda miliki jika mereka
dewasa nantinya. Bagimana cara terbaik yang bisa anda tempuh untuk mengembangkan kecakapan dan sikap mental
anak-anak? Pikirkan juga perkembangan secara fisik. Apa yang perlu diketahui anak-anak anda mengenai tubuh
mereka agar mereka bisa memperlakukan tubuh mereka dengan benar sebagai bait Roh Kudus? Apa yang perlu di
ketahui,dialami, dilakukan anak-anak untuk bisa bertumbuh secara rohani? Apa yang seharusnya menjadi ciri
hubungan mereka dengan Allah? Bagaimana mereka perlu berhubungan dengan orang lain,dengan orang Kristen dan
non-Kristen.

Bersaksi Bagi Mereka


Ceritakan pada anak-anak anda tentang pekerjaan Tuhan dalam hidup anda. Ceritakan kepada mereka pada awal
waktu Tuhan menyembuhkan anda, atau ketika Allah dengan ajaib menyediakan makanan bagi Anda,saat Anda tidak
mempunyai uang. Ceritakan kepada mereka bagaimana perbuatan Tuhan selama ini kepada Anda.Maz.78:4, “kami
tidak hendak sembunyikan terhadap anak-anak mereka,tetapi kami akan menceritakan terhadap angkatan yang
kemudian puji-pujian kepada Tuhan dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib telah di lakukan-Nya” (Maz.
78:1-7).

Mengasihi Mereka
Tunjukan kedekatan anda kepada anak-anak. Jika mereka melakukan sesuatu yang baik,berikan pujian atau
ungkapan, Ayah/Ibu mengasihi engkau,dalam perkataan dan perbuatan. Dorong dan bimbing serta ajar mereka
secara pribadi. Ada saatnya tiap orang tua meluangkan waktu sendiri dengan setiap anaknya. Ajarkan kepada anak-
anak anda tentang firman Tuhan dan berdoalah dengan anak- anak.Firman Tuhan dapat memberikan hikmat kepada
anak-anak anda menuju pada keselamatan melalui iman dalam Yesus Kristus.

Evaluasi
1. Mengapa anak merupakan anugrah Tuhan yang berharga?
2. Sebutkan tugas-tugas orang tua terhadap anak!
3. Berikanlah contoh-contoh dalam Alkitab tentang kisah tokoh-tokoh dalam Alkitab yang sangat bersyukur atas
anak yang dianugrahkan Tuhan.

Referensi

Draf Katekisasi Pranikah | 31


1. Majelis Sinode GMIT. Membangun Generasi Kristen Sehat dan Cerdas Melalui 1000 Hari Pertama Kehidupan.
2015

 Sesi Keenambelas: Pendidikan Karakter Dalam Keluarga 

Tujuan:
a. calon pasutri mengetahui pentingnya pendidikan dalam keluarga;
b. calon pasutri mengetahui pentingnya pendidikan formal dan non formal;
c. calon pasutri mengetahui seni keluarga sebagai wadah pendidikan, dan peranan orang tua sebagai pendidik;
d. calon pasutri mengetahui cara mendidik anak agar efektif dan tepat sasaran.
Gagasan Utama:
Pendidikan dan keluarga ibarat dua sisi mata uang, berharga dan saling melengkapi. Pendidikan sendiri adalah
sebuah proses seumur hidup yang tidak berjalan sendiri melainkan ada dalam proses yang dirancang secara sadar
oleh semua pihak terutama keluarga. Tulisan ini akan menguraikan beberapa hal penting seputar pendidikan dalam
keluarga, baik tentang pentingnya kehidupan, peranan orang tua sebagai pendidik, seni mendidik anak dan
pendidikan nilai dari generasi ke generasi. Diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi calon pasutri.
Metode:
Materi disusun dalam bentuk ceramah akan tetapi dapat diubah dengan metode lain tergantung kreatifitas pengajar.

Pengertian
Banyak referensi tentang arti pendidikan menurut para ahli, salah satunya pendidikan diartikan sebagai sebuah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar setiap orang secara aktif
mengembangkan potensi dirinya. Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran
‘an’, sehingga pendidikan berarti proses atau cara atau perbuatan mendidik. sedangkan secara bahasa definisi
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.Dengan demikian pendidikan berarti sebuah upaya
mewariskan pengetahuan, ketrampilan serta nilai-nilai hidup dari generasi sebelum kepada generasi penerus dengan
melibatkan banyak pihak mulai dari masyarakat, pemerintah, lembaga agama, lembaga pendidikan dan keluarga.

Pendidikan Bagi Kehidupan


Pendidikan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Lewat pendidikan manusia memperoleh pengetahuan dan
menjadikan pengetahuan itu sebagai penunjang hidupnya termasuk mewujudkan harapan atau cita-citanya.
Pendidikan meliputi pendidikan informal (melalui kelaurga), pendidikan formal (jalur pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang) maupun pendidikan non formal (melalui kursus, pelatihan-pelatihan dan praktek kerajinan lainnya).

Keluarga Sebagai Wadah Pendidikan


Sejak semula keluarga menjadi lembaga pendidikan pertama bagi manusia. Dalam keluargalah setiap orang lahir,
betumbuh, berinteraksi dan saling mempengaruhi. Karena itu keluarga sebagai wadah pendidikan, menjadi tempat
dimana anak menyerap banyak sekali pengetahuan melalui inderanya. Apa yang dilihat, didengar dan dirasakan
dalam interaksi setiap saat. Pengetahuan ini akan turut membentuk karakter anak. Dalam kesadaran demikian penting
bagi orang tua menciptakan suasana aman dan nyaman bagi tempat bertumbuh dan belajar tentang nilai-nilai
kehidupan.

Orang Tua Sebagai Pendidik


Dalam hal pendidikan bagi anak, tidak ada orang yang lebih bertanggung jawab daripada orang tua. Merujuk pada
Alkitab, firman Tuhan berkali-kali menekankan tentang kewajiban orang tua dalam mendidik anak-anak. Penulis
Amsal berkata “didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita
kepadamu”. Alkitab juga bersaksi tentang bagaimana peran orang tua dalam mendidik anak-anak mereka hingga
tampil menjadi orang-orang luar biasa pada zamannya. beberapa diantaranya adalah:
Musa (bnd. Kel. 2:1-10): Dipastikan ibu yang menyusui Musa adalah ibunya sendiri maka sudah barang tentu ia
menggunakan kesempatan itu untuk mendidik Musa dengan sangat baik. Alktiab berkisah bagaimana Tuhan memilih
Musa tampil menjadi pemimpin bangsa itu untuk keluar dari rumah perbudakan mesir tentu bukan kebetulan
melainkan ia memang telah dididik menjadi anak yang kuat, tangguh laksana pemimpin yang berjiwa luhur.
Obaja: Dalam 1 Raja-raja 18:12, dengan tegas Obaja berkata “... padahal hambamu ini dari sejak kecil takut akan
Tuhan”. Inilah kesimpulan obaja tentang pilihan untuk menghormati Nabi Tuhan. Padahal sebagai seorang dengan
kedudukan tinggi sangat mungkin ia menggunakan kuasanya dengan sewenang-wenang untuk membunuh nabi-nabi
Tuhan tetapi ia tidak melakukannya sebagai cerminan didikan yang ia terima sejak kecil.
Yesus: Tidak ada tokoh yang lebih besar dari Yesus dalam segala keteladanan-Nya. Sudah barang tentu peran Yusuf
dan Maria dalam mendidik Yesus tidak diragukan lagi. Sepanjang hidup Yesus, Maria selalu setia ada didekat-Nya,
melihat dan menyaksikan perkara-perkara besar yang dilakukan Yesus, sekaligus menyaksikan bagaimana
penggenapan karya keselamatan yang diwujudkan dalam penderitaan dan kematian anaknya itu. Bisa jadi didikan
Yusuf dan Maria yang luar biasa itu, Yesus tumbuh menjadi anak laki-laki yang sangat bertanggung jawab atas
hidup keluarganya, bisa dilihat pada masa menjelang kematian-Nya, sebagai seorang anak laki-laki sulung yang lahir
dari rahim Maria, ibu-Nya, Yesus merasa turut bertanggung jawab atas kelanjutan hidup ibu-Nya, karena itu dalam
Ia mendelegasikan tanggung jawab atas hidup ibu-Nya kepada murid-muridNya (Yohanes 19:25-27). Sungguh
Yesus adalah anak yang bertanggung jawab.

Seni Mendidik Dalam Keluarga

Draf Katekisasi Pranikah | 32


Ibarat membuat menu makan yang membutuhkan resep demikian juga cara mendidik anak membutuhkan seni (cara)
sebagai upaya menjembatani pengetahuan dan pengalaman orang tua dengan kotenks hidup anak di zaman yang
berbeda. Beberapa catatan di bawah ini semoga bermanfaat bagi calon pasutri kelak memainkan peran sebagai orang
tua.
Mendidik Demi Tujuan
Tidak dapat disangkal bahwa kualitas hidup seseorang adalah produk masa kecil. Karena itu jika kelak calon pasutri
diberkati Tuhan dengan kelahiran anak-anak, patutlah disadari bahwa sekecil apapun bentuk dan pola didikan akan
membetuk karakter anak. Memang tidak ada orang tua yang sempurna, tetapi sebagai orang tua kita mesti mendidik
anak-anak kita demi tujuan yang mulia bahwa mereka menjadi anak-anak yang hidup takut akan Tuhan. Menjadi
anak-anak dengan karakter dan nilai-nilai hidup yang mulia dan berguna bagi diri mereka dan sesama.

Mendidik Sejak Kecil


Didiklah anakmu sejak kecil dan dengan hal-hal kecil. Karena itu jika ditanya usia berapa anak mulai diajar?
Jawabannya dari sejak kecil. Beberapa teks Alkitab memberi isyarat bagaimana pengaruh didikan sejak kecil entah
jahat atau baik, misalnya dalam Kej 8:21 dikisahkan setelah persitiwa air bah surut, Nuh mempersembahkan korban
bakaran kepada Tuhan, ketika mencium aroma persembahan itu, Tuhan berkata “...sekalipun yang ditimbulkan
hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya...”. Dalam 1 Raja-raja 18:12, Obaja menegaskan bahwa sejak kecil Ia takut
akan Tuhan”. Demikian kesaksian Rasul Paulus tentang Timotius sebagai orang percaya yang telah dididik menurut
kebenaran firman Tuhan dan bertumbuh dalam pengenalan kepada Yesus (bnd 2 Timotius 3:15).Jelaslah bahwa
orang tua harus bersegera mendidik anak sejak kecil. Ibarat berlomba dengan waktu, setiap hari adalah kesempatan
untuk mendidik sebab terlambat sedikit saja akibatnya bisa fatal.

Pendidikan Pembiasaan
Dalam pendidikan penting yang namanya konsistensi artinya sesuatu yang telah ditetapkan sebagai nilai yang
berlaku dalam keluarga yang mesti diikuti oleh semua angota keluarga tak terkecuali. Demikian juga dalam
pendidikan dikenal istilah dipaksa, terpaksa, bisa, biasa, kebiasaan. Seorang anak pasti tidak menyukai ketentuan/
peraturan yang dianggap menekan dan mengekang kebebasan dan keinginannya, tetapi karena secara konsistensi
dipaksa untuk melakukan, maka ia bisa saja melakukannya karena merasa terpaksa tetapi hal ini tidak masalah, sebab
inilah sebuah proses menjadi.Semakin lama, anak ia akan bisa melakukannya kemudian menjadi terbiasa hingga
akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Misalnya; berdoa sebelum makan, berdoa sebelum tidur, merapikan tempat tidur
saat bangun dan masih banyak contoh lain. Prinsipnya adalah bentuk pendidikan yang baik haruslah bermuara
menjadi sebuah kebiasaan.

Mendidik Dengan Teladan


Tidak ada rumus mendidik yang lebih hebat daripada memberi teladan. Tanpa teladan, nasehat orang tua ibarat iklan
televisi hanya janji manis yang kelihatannya asli padahal palsu. Karena itu dalam pertumbuhan anak-anak kita
mungkin akan melupakan kata-kata kita tetapi mereka tidak akan lupa bagaimana teladan kita.

Sepaham dan Sepakat


Mengapa mendidik dalam keluarga itu butuh seni? Sebab ada banyak faktor yang turut mempengaruhi proses dari
pendidikan itu sendiri terutama jika pendidikan oleh orang tua yang lengkap, bapa dan mama dibutuhkan yang
namanya sepaham dan sepakat. Yang mana orang tua perlu menyatukan pemahaman bersama dan sejumlah
kesepakatan dalam mendidik anak sehingga anak tidak bingung. Sepaham dan sepakat terutama tentang apa yang
boleh dan yang tidak boleh dibuat oleh anak, apa yang bisa ditolerir dan apa yang tidak bisa ditolerir, misalnya:
sering ada perbedaan pendapat tentang penggunaan gadget. Bagi ayah, anak boleh bermain kapan saja karena
kebutuhan zaman, akan tetapi menurut ibu, anak belum butuh, belum waktunya diperkenalkan dengan gadget.
Perbedaan pendapat ini akan membuat anak mengalami kebingungngan, harus mengukiti ayah atau ibu. Karena itu
sekali lagi apapun peraturan yang berlaku dalam rumah dengan tujuan mendidik anak perlu pertama-tama ada
pemahaman bersama dan kesepakatan dari ayah dan ibu.

Hukuman Yang Berbuah Kebaikan


Sering orang berkata bahwa hukuman adalah bentuk kekerasan terhadap anak, padahal hukuman hakikatnya adalah
tindakan menolong anak supaya tidak mengulangi perbuatannya lagi. Bukankah karena sayang makanya kita marah,
atau sebaliknya kita marah karena kita merasa sayang. Akan tetapi catatan penting dari hukuman adalah bukan
kekerasan secara fisik dan psikis secara membabi buta, melainkan dengan kesepakatan bersama misalnya
mengurangi uang jajan, berdiri di salah satu sudut rumah dengan waktu yang disepakati (misalnya 5 menit).
Hukuman di sini tidak dimaksudkan untuk menyiksa atau mempermalukan anak melainkan menolong anak
memperbaiki kesalahannya agar tidak terulang kembali.

Orang Tua Ibarat Busur Dalam Tangan Tuhan


Seni mendidik yang tidak boleh disepelekan adalah orang tua mesti memposisikan diri sebagai alat dalam tangan
Tuhan. Ingatlah mereka memang anak kita tetapi mereka bukan milik kita seutuhnya. Pada bagian ini saya mengutip
sebuah tulisan Kahlil Gibran tentang peran orang tua sebagai busur semoga menolong kita dalam memposisikan diri
sebagai pendidik.

Anakmu Sebenarnya Bukan Milikmu


Mereka adalah anak Sang Hidup yang mendambakan hidup mereka sendiri. Mereka memang datang melalui kamu
tetapi mereka bukan milikmu.
Engkau bisa memberi kasih sayang, tetapi engkau tidak bisa memberikan pendirianmu, sebab mereka memiliki
pendirian sendiri.
Engkau dapat memberikan tempat pijak bagi raganya, tetapi tidak untuk jiwanya, sebab jiwa mereka ada di masa
depan yang tidak bisa engkau capai sekalipun dalam mimpi.
Engkau boleh berusaha mengikuti alam mereka, tapi jangan harap mereka dapat mengikuti alammu, sebab hidup
tidaklah surut ke belakang, tidak pula tertambat ke masa lalu.
Engkau adalah busur dari mana bagai anak panah, kehidupan anakmu melesat ke masa depan.
Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian. Dia merentangmu dengan kekuasaan-Nya, hingga anak panah
itu melesat, jauh serta cepat.

Draf Katekisasi Pranikah | 33


Meliuklah dengan sukacita dalam rentangan tangan Sang Pemanah, sebab Dia mengasihi anak panah yang melesat
laksana kilat, sebagaimana pula dikasihinya busur yang mantap.

Pendidikan Nilai, Dari Generasi Ke Generasi


Sebagaimana telah diuraikan diawal bahwa pendidikan adalah sebuah upaya mewariskan pengetahuan, ketrampilan
serta nilai-nilai hidup dari generasi sebelum kepada generasi penerus. Pendidikan nilai itu menjadi modal sekalis
model bagi tatanan hidup setiap orang.
a. Pendidikan karakter
Karakter diartikan sebagai tabiat atau kepribadian. Karakter meliputi: percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis,
kreatif, inovatif, mandiri, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji,
adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, tanggung jawab, bekerja keras, ulet, teliti,
berpikir positif, inisiatif, disiplin, ramah, sportif, tabah, sopan, terbuka dan tertib. Bahkan masih banyak hal
positif sebagai cakupan pendidikan karakter, seperti kemampuan mengenal diri, memahami orang lain,
menghadapi kesulitan, bijak, menghargai waktu, berjiwa besar dan yang paling utama adalah hidup takut akan
Tuhan. Karena itu pendidikan karakter atau pendidikan nilai adalah upaya membentuk integritas anak menurut
kehendak Tuhan dan mencakup totalitas hidup manusia.Pendidikan karakter atau pendidikan nilai dapat lakukan
melalui nasehat dan teladan. Orang tua perlu menasehati anak setiap mereka melakukan keselahan tetapi jauh
lebih berwibawa teladan orang tua dalam seluruh aktivitas hidup mereka. Pendidikan karakter melalui kebiasaan-
kebiasaan sederhana yang berulang-ulang kali disampaikan, diingatkan dan ditunjukan kepada anak, misalnya:
Pertama, Dalam hal sopan santun, bisa diajarkan dengan cara tidak memotong pembicaraan orang; melihat wajah
orang saat berbicara atau bertegur sapa; mengucapkan kata “permisi” saat lewat di depan orang; bertegur sapa
saat bertemu atau melewati rumah tetangga; tidak bicara saat makan dll.
Kedua, Dalam hal tanggung jawab bisa diajarkan dengan cara: memberi tugas dalam rumah yang mesti
dikerjakan, seperti menyimpan tempat tidur saat bangun, cuci piring setelah makan.
Ketiga, Belajar menerapkan sikap adil dengan cara bersedia berbagi makanan dengan orang serumah.

Anak Belajar Dari Kehidupannya


Bila seorang anak hidup dengan kritik,Ia belajar untuk menyalahkan.
Bila seorang anak hidup dengan rasa benci,Ia belajar bagaimana berkelahi.
Bila seorang anak hidup dengan ejekan,Ia belajar menjadi pemalu.
Bila seorang anak hidup dengan rasa malu,Ia belajar merasa bersalah.
Bila seorang anak hidup dengan toleransi,Ia belajar menjadi sabar.
Bila seorang anak hidup dengan semangat,Ia belajar kepercayaan diri.
Bila seorang anak hidup dengan pujian,Ia belajar untuk menghargai.
Bila seorang anak hidup dengan rasa adil,Ia belajar tentang keadilan.
Bila seorang hidup dengan rasa aman,Ia belajar memiliki iman.
Bila seorang anak hidup dengan persetujuan,Ia belajar menyukai dirinya sendiri.
Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan,
Ia belajar mencari cinta dalam dunia.
– Dorothy Law Nolte –
b. Pendidikan Seks
Pendidikan seks bagi anak adalah salah satu menjadi tanggung jawab orang tua. Pendidikan seks bagi anak-anak
sering diabaikan karena orang tua merasa belum perlu, tabu atau justeru orang tua sendiri canggung untuk terlibat
secara sadar dalam pendidikan seks bagi anak-anak. Pendidikan seks dapat dilakukan sejak dini, bisa pada usia
3-4 tahun saat rasa ingin tahu pada anak mulai tampak. Pendidikan seks-pun bisa dengan cara yang sederhana,
misalnya saat memandikan anak, anak diberi kesempatan untuk menyebut setiap anggota tubuhnya termasuk alat
kelaminnya (penis, vagina). Kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan bahwa salah satu cara membedakan laki-
laki dan perempuan adalah alat kelamin mereka. Penis sebagai identitas laki-laki dan vagina sebagai identitas
perempuan. Semua itu adalah anugerah Tuhan bagi laki-laki dan perempuan. Pendidikan seks sejak dini akan
membantu anak tahu tentang identitasnya sebagai laki-laki dan perempuan. Pengetahuan itu sekaligus menolong
anak dalam proses mengidentifikasi dirinya sebagai Laki-laki dengan melihat figur bapak dan perempuan dengan
melihat figur ibu.
c. Pendidikan Rohani
Pendidikan rohani adalah bentuk pendidikan yang menekankan pada pertumbuhan iman semua anggota keluarga
baik orang tua maupun anak. Pendidikan rohani dapat diterapkan melalui doa bersama atau membaca Alktiab
dalam kesempatan ibadah bersama sesuai kesepakatan. Ibadah dapat dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan
malam, atau sekali seminggu misalnya diakhir minggu. Pendidikan rohani bukan sekedar pendidikan karakter
melainkan pengenalan akan Allah Tritunggal. Keluarga bukan hanya belajar tentang dan belajar percaya kepada
Tuhan melainkan belajar mempercayakan hidup seutuhnya dalam tangan Tuhan. Apalagi menghadapi
perkembangan zaman dimana teknologiibarat“tuhan” bagi sebagian orang, maka sepatutnya setiap keluarga
termasuk orang tua dan anak perlu terus belajar betumbuh dalam pengenalan akan Allah Tritunggal. Sebab hidup
bukan saja tentang masa kini dan masa depan melainkan masa sesudah jasad kita melebur kembali menjadi tanah.

Referensi
1. Ismail, Andar, Selamat Ribut Rukun (33 renungan tentang keluarga), Jakarta: BPK Gunung Mulia.
2. Andar Ismail, Selamat Menabur (33 renungan tentang didik mendidik), Jakarta: BPK Gunung Mulia.
3. Dr. Zubaeda, Pendidikan karakter (konsepsi dan aplikasinya dalam lembaga pendidikan), Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Draf Katekisasi Pranikah | 34


 Sesi Ketujuhbelas:
Teladan Pendidikan Orang Tua 

Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta mampu:
a. menjelaskan apa teladan yang didapat dari kisah hidup Timotius;
b. menyebutkan siapakah pendidik/pengajar iman yang utama bagi anak-anak dalam keluarga;
c. menyebutkan tantangan seperti apakah yang kelak akan dihadapi anak-anak di masa sekarang maupun yang akan
datang.
Gagasan Utama:
Pelajaran ini menegaskan bahwa melalui kisah dan teladan hidup Timotius di dapati bahwa orang tualah yang harus
menjadi pendidik yang utama bagi perkembangan iman anak-anak. Karena kelak anak-anak akan mendapat
tantangan yang serius dalam mempertahankan iman dan ajaran Tuhan dalam kehidupan mereka kelak.
Metode:Ceramah dan Diskusi/Sharing Pengalaman

Pengantar

Pada materi ini akan diangkat dua contoh model orang tua mendidik anak-anak mereka dengan dua model
yang berbeda dan menghasilkan anak-anak dengan karakter iman yang berbeda pula. Yang pertama ialah : Imam Eli
yang mendidik anak-anaknya, Hofni dan Pinehas dan yang kedua ialah Ibu dan nenek Timotius, yang mendidik
Timotius.

Imam Eli

Dari Kisah imam Eli seperti yang terdapat dalam I Samuel 2:11-36 kita melihat bahwa imam Eli rupanya
tidak memberikan ajaran yang kuat kepada anak-anaknya, Hofni dan Pinehas. Alkitab menyebut mereka sebagai
anak-anak dursila, tidak mengindahkan Tuhan dan batas-batas tugas mereka sebagai imam (2:12). Di ayat-ayat
selanjutnya menceritakan bagaimana mereka memperlakukan daging korban persembahan umat yang mereka
perlakukan semaunya, dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan Tuhan, sebab mereka
memandang rendah korban untuk Tuhan. (2:13-17). Lagi pula dosa mereka bukan hanya menghina korban bakaran
tapi juga mencemarkan diri mereka perbuatan sex tidak senonoh, yaitu tidur dengan perempuan-perempuan yang
melayani di depan pintu Kemah Pertemuan (ayat 21).
Rupanya imam Eli tidak cukup kuat mendid anak-anaknya. Bahkan ketika ia mendengar perbuatan jahat
anak-anaknya, di usianya yang telah sangat tua ia hanya mengeluh dan meratapi perbuatan anak-anaknya tanpa
mengambil tindakan tegas (ayat 22-25). Imam Eli sudah terlambat untuk meluruskan perilaku anak-anaknya.
Mestinya sedari kecillah mereka dididik dengan tegas dan keras. Kegagalan mendidik anak dibayar dengan harga
yang sangat mahal yaitu, kematian, kematian Hofni dan Pinehas. Hofni dan Pinehas gagal mejadi imam yang baik
bagi umat Israel karena ayah mereka sekalipun berhasil menjadi imam bagi umat, namun sebagai ayah, ia gagal
mendidik anak-anaknya.
Para calon orang tua dapat mengambil pelajaran dari kisah imam Eli. Bahwa sekalipun mestinya imam Eli
memiliki kemampuan mendidik anak-anaknya, karena sebagai imam ia mestinya lebih mampu mendidik dan
mempersiapkan anak-anaknya menjadi imam. Pada ayat 27-36, menunjukkan bahwa ternyata imam Eli tidak
memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya dan oleh karena itu Allah menghukumnya, menghukum anak-
anaknya. Ajaran, didikan dan teladan yang salah baik bagi anak-anak adalah factor-faktor kegagalan mendidik anak.

Eunike dan Lois

Siapakah mereka ini? Mereka adalah dua perempuan hebat yang berhasil mendidik dan memberi teladan bagi
Timotius, anak dan cucu mereka. Neneknya Lois dan ibunya Eunike bekerja sama dalam mendidik Timotus.
Ayahnya adalah seorang non Yahudi dan bukan orang yang beriman (Kis 16:1). Lois dan Eunike telah mendidik dan
mengajar Timotius mengenal dan belajar Firman Tuhan sejak Timotius keci. Dan tentunya, teladan yang baik mereka
tunjukkan kepada Timotius. Sehingga Timotius bertumbuh menjadi anak yang dekat dengan Tuhan. Bahkan pada
akhirnya cara hidup Timotius yang prima telah menarik Paulus untuk mengangkat Timotius menjadi anak rohaninya,
menjadi kawan sekerja dalam mengabarkan Injil Tuhan, dalam merawat jemaat-jemaat Kristen di kota-kota Asia
kecil pada waktu itu u Tentu saja Lois dan Eunike melakukan pengajaran, pendidikan dan pengasuhan kepada
Timotius bukan dengan cara-cara yang mudah. Dibutuhkan kesungguhan, konsistensi, ketangguhan mendidik anak di
masa itu. Masa dimana begitu banyak ajaran dan teologi yang berkembang pada saat itu yang jauh dari ajaran
Kristen, seperti filsafat Yunani, aliran gnostik, ajaran multi dewa dan lain sebagainya. Kesulitan lain adalah
penderitaan dan penganiayaan yang sedang dialami oleh orang-orang Kristen. Tidak kuat dalam menghadapi
penhaniayaan dan penderitaan bisa saja membuat orang-orang krissten meninggalkan imannya kepada Tuhan Yesus.

Draf Katekisasi Pranikah | 35


Namun rupanya Lois dan Eunike berhasil menghadapi semua itu. Sehingga terbentuklah Timotius yang bersama
dengan Paulus memberitakan Injil Tuhan dan penjaga gereja mula-mula.
. Adalah tugas orang tua untuk mengajarkan Alkitab pada seluruh anggota keluarga. Menyerahkan tugas ini
pada gereja dan sekolah Kristen adalah kekeliruan. Sebuah upaya menggeser tanggung-jawab yang tidak
bertanggung-jawab. Orang tua yang tidak mau berjerih lelah bagi pendidikan rohani anak-anak kelak mereka akan
membayar harga lebih mahal di kemudian hari untuk kesalahan dan kegagalan anak-anak mereka.

Penutup
Apakah sebagai calon orang tua, anda akan mengutamakan kebenaran Allah daripada kenyamanan keluarga?
Pasangan diberi kesempatan untuk berdoa bersama dan akan ditutup dengan doa bersama bagi semua oleh pengajar.

Evaluasi: Sharing dalam Kelompok

Draf Katekisasi Pranikah | 36


BAGIAN KEEMPAT
Peran Orang Tua Sejak Kehamilan Sampai Usia 2 Tahun

 Sesi Kedelapanbelas: Konsep 1.000 Hari Pertama Kehidupan 

Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta diharapkan mampu:
1. Memahami pentingnya 1000 hari pertama kehidupan setiap anak;
2. Menjelaskan mengapa 1000 hari pertama sehidupan setiap anak itu penting
3. Menjelaskan apa akibatnya jika orang tua mengabaikan 1000 hari pertama kehidupan anak.
Gagasan Utama:
Pelajaran ini tentang 1000 hari pertama kehidupan seorang anak, sejak dari kandungan sampai usia dua tahun. Apa
yang orang tua perlu tahu, apa yang harus dilakukan orang tua, apa dampak jika memperhatikan 1000 hari pertama
dan apa dampaknya jika mengabaikan masa ini.
Metode: Ceramah dan Diskusi.

Pengantar
Masa 1.000 hari kehidupan di hitung mulai dari anak masih dalam kandungan( 9 bulan,10 hari=280 hari)dan sampai
anak tersebut berusia 2 tahun,(720 hari) dengan catatan 1 bulan = 30 hari. Jika seribu hari tersebut dibagi
berdasarkan tahapan kehidupan anak, maka titik kritis Pasutri yang paling di perhatikan pada seorang anak
ialah:masih dalam kandungan = 280 hari, umur 6-8 bulan = 60 hari. Umur 8-12 bulan = 120 hari, dan umur 12-24
bulan = 360 hari. Berdasarkan uraian tersebut maka GMIT menguraikan karya pelayanan untuk membangun
keluarga kristen sehat, cerdas dan kokoh.

Mengapa 1.000 Hari Pertama Kehidupan?


Hasil penelitian Shrimpton et.al..(2001) berjudul Worldwide Timing Of Growth Faltering: Implications For
Nutritional Interfentions, patut menjadi referensi kita. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa status gizi
seorang anak berdasarkan indeks berat badan menurut umur ( BB/U) cenderung mengalami penurunan pada ia
memasuki umur 3 bulan dan terus mengalami penurunan secara cepat sampai ia berusia 12 bulan dan mulai
melambat pada ia berumur 18-19 bulan. Sedang kan berdasarkan indeks beret badan menurut tinggi badan(BB/TB),
penurunan berat badan di mulai sejak umur 3 bulan sampai 15 bulan. Jika kita melakukan intervensi setelah anak
berumur 2 tahun,maka intervensi tersebut sangat tidak efektif karena kondisi anak mulai memburuk jauh sebelum
anak berusia 2 tahun dan besifat permanen,bukan berarti anak berumur 2 tahun ke atas tidak butuh perhatian.akan
tetapi konsep ini berbicara tentang skala prioritas, beberapa ahli mengatakan bahwa periode umur anak di bawah 2
tahun di kenal dengan.’’Periode Emas.’’
Mazmur 139:13 untuk mendapatkan generasi yang sehat,cerdas dan
“… sebap Engkaulah yang membentukbuah kuat maka perhatian harus diberikan mulai sejak
pinggangku, menenun aku dalam kandungan terjadi pembuahan/janin masih dalam kandungan
ibuku”. hingga ia berumur dua tahun.

Akibat Bila 1.000 Hari Pertama Kehidupan Tidak Di Perhatikan


Bila 1.000 hari pertama kehidupan tidak di perhatikan melalui pemenuhan gizi sejak anak dalam kandunag sampai
berusia 2 tahun maka kehidupan selanjutnya akan mengalami beberapa gangguan antara lain:
 Pertumbuhan otak terhambat yang mengakibatkan anak tidak cerdas;
 Pertumbuhan jasmani dan perkembangan kemampuan anak terhambat;
 Anak bertumbuh pendek(stunting);
 Daya tahan tubuh anak rendah sehingga anak mudah sakit;
 Anak akan sulit mendapatkan pekerjaan;
 Produktifitas,kreatifitas, dan inovasi rendah.

Mazmur 22:11 Jika keluarga di bentuk dengan tidak


“…kepada Mu, aku diserahkan sejak aku lahir,sejak memperhatikan 1.000 hari pertama
dalam kandungan ibuku, Engkaulah Allahku kehidupan maka akan menghasilkan
generasi yang tidak sehat,tidak kokoh akan
memperpanjang rantai kemiskinan.

Apa Yang Harus Di Lakukan Dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan?


Untuk menhasilkan generasi sehat,cerdas kuat dan kokoh, maka beberapa hal yang harus di perhatikan antara lain:
Pertama, Periode dalam kandungan 280 hari. Pastikan ibu memiliki status gizi baik sebelum dan selama
hamil,tidak mengalami kurang energi kronik(KEK) dan Amenia. Selama hamil,ibu mengkonsumsi makanan bergizi
sesuai kebutuhan,porsi kecil tetapi sering jauh lebih baik serta memperbanyak konsumsi sayur dan buah.Suplemen
tablet besi (Fe),Asam Folat,vitamin C sangat di butuhkan dalam menjaga ibu dari kemungkinan terjadi Anemia. Ibu
harus memeriksakan kehamilan secara rutin,memasuki kehamilan Trimester ketiga(bulan 7,8,9)ibu dan suami wajib
mendapatkan informasi tentang menyusui seperti manfaat menyusui,posisi maupun tehnik menyusui, seperti puting
susu lecet,puting susu masuk ke dalam,ASI tidak keluar dan sebagainya.
Kedua, Periode bayi umur 0-6 bulan(180 hari). Seketika bayi lahir harus mendapat kan air susu pertama atau
kolostrum melalui inisiasi menyusui dini(IMD). Pemenuhan gizi bayi berumur 0-6 bulan dipenuhi melalui Air Susu
Ibu saja yang disebut ASI Ekslusif saja. Suami dan keluarga harus mendukung ibu untuk memberikan ASI Eksklusif
saja.
Ketiga,Periode bayi umur 6- 24 bulan (450 hari). Pastikan semua ibu mengetahui jenis dan bentuk makanan
serta frekuensi pemberian makanan yang tepat, diberikan kepada periode ini. Ajarkan kepada Ibu transisi pemberian
makan, mulai dari makanan cair atau lumat (6-8 bulan), lembek dan lunak atau semi padat (8-12 bulan) dan padat

Draf Katekisasi Pranikah | 37


(12-24 bulan). Ajarkan Ibu untuk mengolah dan memilih bahan makanan lokal yang bernilai gizi tinggi. Suami dan
keluarga selalu memantau pertumbuhan dan memeriksakan kesehatan anak secara teratur ke fasilitas kesehatan.
Suami dan keluarga harus mendukung ibu untuk terus memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun.

Evaluasi
1. Mengapa orang tua perlu mengetahui masa 1000 hari pertama kehidupan seorang anak
2. Apa dampaknya jika memperhatikan 1000 hari pertama kehidupan
3. Apa dampakanya jika tidak memperhatikan 1000 hari pertama kehidupan.

Referensi:

1. Majelis Sinode GMIT. Membangun Generasi Kristen Sehat dan Cerdas melalui 1000 Hari Pertama
Kehidupan.2015

Draf Katekisasi Pranikah | 38


 Sesi Kesembilanbelas:
Kehamilan, Persalinan, dan Pasca Persalinan 

Tujuan:
a. Menjelaskan pentingnya menjaga kesehatan ibu hamil.
b. Mengambil laibu yang langkah tepat bagi ibu yang akan melahirkan
c. Menjelaskan apa itu masa nifas dan langkah-langkah yang harus diambil dalam masa nifas.
Gagasan Utama:
Pelajaran ini mengenai kehamilan, persalinan dan pasca persalinan yang akan dialami oleh calon ibu. Materi ini
ditulis dari sudut padandang kesehatan.
Metode: Ceramah dan Diskusi

Ibu Hamil
Defenisi kehamilan
Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya adalah 280 hari(40 minggu atau 9
bulan 7 hari)dihitung dari hari pertamahaid terakhir(Saifudin,2006). Kehamilan adalah pertumbuhan dan
perkembangan janin intra uteri mulai sejak konfeksi dan berakhir sampai permulaan persalinan(Manuaba,2008).
Kehamilan merupakan proses yang di awali dengan adanya pembuahan (konsepsi),masa pembentukan bayi dalam
rahim dan di akhiri oleh lahirnya sang bayi(Monika,2009).

Tanda-tanda kehamilan
Berhentinya menstruasi selama 36-42 minggu,ada pertumbuhan janin di rahim,perubahan bentuk tubuh seperti
pembesaran payudara,perubahan pinggul,pembesaran perut karna adanya janin.

Kehamilan yang perlu di waspadai


a. Umur ibu kurang dari 20 tahun ( terlalu muda);
b. Umur lebih dari 35 tahun(terlalu tua);
c. Jumlah anak 4 atau lebih ( terlalu banyak anak);
d. Jarak persalinan kurang dari 2 tahun( terlalu dekat jarak kehamilan)

Tanda bahaya kehamilan


Tanda bahaya kehamilan dapat terjadi selama kehamilan, pada saat melahirkan dan masa nifas.Apa bila ada tanda
tersebut dibawa ini pada masa kehamilan segera periksakan ke dokter atau ke bidan di puskesmas atau segera di
rujuk ke rumah sakit. Ada pun tanda bahaya sebagaia berikut:
a. Perdarahan pervaginam. Ibu hamil mengalami perdarahan atau mengeluarkan bercak darah terus menerus dari
jalan lahir.
b. Bengkak di tangan,kaki dan wajah. Untuk mengetahui pembengkakan dengan menekan pada daerah tungkai kaki
yang bengkak,bila bagian di tekan tanpak cekung dan tidak segera kembali seperti semula berarti terdapat
penumpukan cairan.
c. Demam tinggi. Ibu hamil dengan panas tinggi tidak dianjurkan untuk minum obat penurun panas tanpa ada
pemeriksaan dari tenaga kesehatan.
d. Keluarnya air ketuban sewaktu hamil. Jangan menunda untuk memeriksakan diri ke tenaga kesehatan.
e. Gerakan janin kurang dari biasanya atau tidak bergerak sama sekali. Segera memeriksakan diri ke tenaga
kesehatan.
f. Ibu muntah terus menerus.dan tidak bisa makan. Segera membawa ibu kefasilitas kesehatan
g. Kelainan letak janin di dalam rahim. Kelainan letak janin hanya dapat di ketahui bila ibu memeriksakan
kehamilannya secara teratur kebidan atau dokter dan tidak di perbolehkan pergi ke dukun untuk diurut.

Pemeriksaan kehamilan
Seorang ibu hamil agar memeriksakan kehamilannya kepada dokter, atau dokter kebidanan minimal 4 kali selama
hamil sebagai berikut:
Trimester pertama (0-3 bulan)minimal 1 kali
Trimester kedua (4-6 bulan)minimal 1 kali
Trimester ketiga(7-9 bulan) minimal 2 kali

Tujuan Pemeriksaan Kehamilan:


a. Memantau perkembangan kehamilan dan tumbuh kembang janin
b. Mendeteksi dan interfensi secara dini kelainan,penyakit atau gangguan yang di derita ibu hamil dan janin.
c. Melakukan perencanaan persalinan di fasilitas kesehatan dan di tolong oleh tenaga kesehatan yang terampil
d. Menghilangkan missed opportunitypada ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan Antenatal terpadu.
e. Memperoleh informasi tentang gizi selam hamil,pola perawatan diri ibu selama hamil,penting istirahatselama
hamil, tentang perencanaa,persiapan menghadapi persalinan pengetahuan tentang IMD(inisiasi menyusui
dini)dan ASIEkslusif.
f. Keluarga berencana(KB) Dan alternatif pemilihan alat kontrasepsi jangka panjang pasca melahirkan seperti IUD,
tubektumi, vasektomi dan susuk.
Yesaya 49;1 Suami dan keluarga harus
“Tuhan telah memanggil aku sejak mendampingi ibu hamil untuk
dari kandungan,telah menyebut memeriksakan kehamilan secara
namaku sejak dari perut ibuku” lengkap agar persalinan selamat

Pemeriksaan yang harus di peroleh selama kehamilan


a. Pemeriksaan berat badan.

Draf Katekisasi Pranikah | 39


Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi gangguan
pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 Kg atau lebih dari 13 kg selama kehamilan
menunjukan ada gangguan perkembangan janin. Bagi ibu hamil yang mengalami pertambahan berat badan yang
tidak normal (< 1kg setiap bulan), dokter atau bidan akan memberikan saran yang harus dilakukan agar ibu hamil
memperoleh pertambahan berat badan yang normal.pt
b. Pemeriksaan tinggi badan
Pemeriksaan tinggi badan juga di lakukan saat pertama kali ibu melakukan pemeriksaan. Tinggi bada ibu hamil
kurang dari 145 cm, dikuatirkan adanya kecenderungan memiliki panggul sempit(Cephalo Pelfik Disproportion),
yang mengakibatkan proses persalinan tidak dapat di lakukan secara normal dan biasanya diselesaikan dengan
bedah cesar. Dengan mengetahui hal ini sejak dini, maka ibu hamil, suami dan keluarga diharapkan segera
menyiapkan diri dengan baik secara materi maupun mental.
c. Ukuran Tekanan Darah
Menurut World Health Organization (WHO) batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmHg tekanan sistolik
dan 80-90 mmHg tekanan diastolik. Ibu hamil dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari
140/90 mmHg. Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembulu darah yang mengakibatkan suply oksigen dan
nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan (Bustan, 2000).
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan pemeriksaan kehamilan (Antenatal) di lakukan apakah
adanya indikasi pertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg) pada kehamilan yang mengarah kepada Preeklamsi
(Hipertensi di sertai bengkak (Edema) pada wajah dan tungkai bawa serta terjadinya protein Uria).
d. Nilai status gizi – ukur lingkar lengan atas (LILA). Pengukuran LILA dilakukan hanya pada saatkontak pertama
dengan renaga kesehatan (Nakes) di Trimester pertama untuk Skrining ibu hamil beresiko kurang Energi Eronis
(KEK) atau Lila < 23 cm, ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat badan rendah (BBLR).
e. Tinggi Fundus Uteri. Pemeriksaan tinggi fundus uteri di lakukan setiap kali ibu hamil datang memeriksakan
kehamilanya untuk mengetahui pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Standar
pengukuran menggunakan pita setelah kehamilan 24 minggu.
f. Presentasi Janin dan Denyut Jantung janin (DJJ). Pengukuran presentasi janin dilakukan pada akhir Trimester
kedua dan seterusnya. Pengukuran ini untuk mengetahui letak janin. Jika pada trimester ke tiga, bagian bawah
janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak panggul,panggul sempit
atau ada masalah pada janin.Penilaian DJJ di lakukan pada akhir trimeter satu dan selanjutnya setiap kali
kunjungan. DJJ lambat kurang dari 120 kali permenit atau DJJ lebih dari 160 kali per menit menunjukan adanya
gawat janin.
g. Skrining Status imunisasi Tetanus untuk mencegah terjadinya tetanuneonatorum maka ibu hamil harus mendapat
imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasinya. Setiap ibu hamil minimal
memiliki status imunisasi T2 (2 kali mendapat imunisasi TT)agar mendapat perlindungan terhadap infeksi
tetanus.ibu hamil yang sudah dengan status T5 (TT long life) atau ibu hamil sudah mendapat 5 kali TT sesuai
dengan jadwal mulai dari bayi sampai remaja maka imunisasi TT.
h. Mendapat Tablet Tambah Darah (tablet besi) untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat
tablet tambah darah (Tablet zat besi) dan asam folat sebanyak 90 tablet selama kehamilanya sejak kontak
pertama. Suami dan keluarga harus memastikan ibu hamil minum 90 tablet tambah darah termasuk asam folat.
i. Periksa laboratorium(rutin dan khusus)
 Pemeriksaan golongan darah ibu dan calon pendonor darah.Hal ini di lakukan bila terjadi situasi
kegawatdaruratan.
 Pemeriksaan kadar Hemoglobin darah(HB) untuk mengetahui ibu hamil menderita anemia atau tidak. Kondisi
anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan. Pemeriksaan HB darah ibu
hamil di lakukan minimal sekali pada trimester pertama dan trimester ketiga.
 Pemeriksaan protein dalam urin. Pemeriksaan protein dalam urin dilakukan pada trimester kedua dan ketiga
atas indiksi atau berdasarkan keluhan ibu. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya preeklampsi
pada ibu hamil.
 Pemeriksaan kadar gula darah dapat menunjukan apakah ibu hamil mengalami diabetes melitus atau tidak.
 Pemeriksaan darah malaria di lakukan pada darah endemis, dan pemeriksaan di lakukan pada trimester 1 atau
bila ada indikasi atau berdasarkan keluhan ibu.
 Pemeriksaan HIV di lakukan pada ibu hamil di daerah terkonsentrasi HIV dan ibu hamil resiko tinggi
terinfeksi HIV.
 Pemeriksaan BTA (Bazil Tahan Asam ) di lakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita tuberculosis
(TBC).
 Pemeriksaan Kaki. Dilakukan untuk mengetahui adanya pembengkakan (oedema)dan kemungkinan adanya
varises. Pembengkakan yang terjadi di minggu-minggu terakhir kehamilan adalah normal namun
pembengkakan yang berlebihan menandakan pre-eklamsia.

Kelas ibu hamil


Kelas ibu hamil adalah kelompok belajar ibu-ibu hamil dengan umur antara 20 minggu sampai dengan 32 minggu
dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. Di kelas ini ibu hamil akan belajar bersama, diskusi dan tukar
pengalaman tentang kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh dan sistematis serta dapat di laksanakan secara
terjadwal dan berkesinambungan (Depkes RI, 2009). Kelas ibu hamil merupakan sarana untuk belajar bersama
tentang kesehatan bagi ibu hamil dalama bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan ibi-ibu mengenai kehamilan,persalinan, perawatan nifasdan perawatan bayi baru lahir ,
mitos, penyakit menular dan akte kelahiran (Depkes RI, 2009). Kelas ibu hamil bisa dilakukan di tempat seperti
Posyandu atau Posdaya,tempat ibadah atau di sarana kesehatan lainnya.

Mazmur 22:10 Ibu Yang Melakukan Pemeriksaan


“Ya Engkau yang mengatur yang Kehamilan Secara Lengkap Dan Teratur
mengeluarkan aku dari Oleh Petugas Kesehatan Akan Menjamin
kandungan;Egkau yang membuat aku Persalinan Yang Selamat
aman pada dada ibuku”

Draf Katekisasi Pranikah | 40


Persalinan
Setiap ibu hamil,suami keluarga dan saudara harus mengetahui tanggal perkiraan persalinan.Tapi terkadang
persalinan bisa terjadi lebih cepat atau lebih lambat (7 hari)dari perkiraan lahir tersebut.untuk itu perlu menyiapkan
hal-hal yang mendukung kehadiran sang buah hati tercinta. Ada pun hal-hal yang harus di siapkan yakni:
 Kelengkapan administrasi (BPJS)
 Calon pendonor
 Sarana transpotasi
 Dana
 Perlengkapan ibu dan bayi

Setiap persalinan harus di tolong oleh tenaga kesehatan (bidan atau dokter) terampil di fasilitas kesehatan
memadai(puskesmas,rumahsakit,klinik swasta),persalinan tidak dilakukan oleh dukun atau keluarga di
rumah.Tanda-tanda persalinan semakin dekat
a. Terdapat flek atau keluar lendir
b. Rasa nyeri di punggung bagian bawah secara terus-menerus
c. Menderita kram perut atau rasa nyeti di sekitar perut memang membuat ibu hamil tidak nyaman,rasa sakit mirip
saat wanita datang bulan.
d. Pecahnya air ketuban bisa terjadi kapan saja
e. Mengalami kontraksi
f. Rasa menggigil.
Mazmur 22;11 Keslamatan ibu dan bayi lebih terjamin apabila
“kepadaMu aku serahkan sejak aku lahir, sejak melahirklan di fasilitas kesehatan yang memadai dan di
dalam kandungan ibuku Engkau ALLAHku tolong oleh tenaga kesehatan yang trampil

Mazmur 22:11 “untuk menunjang keslamatan ibu, melahirkan di


‘’Kepadamu aku serahkan sejak aku lahir sejak fasilitas kesehatan di butuhkan peran dan keterlibatan
dalam kandungan ibuku engkau Allahku’’ berbagai pihak seperti suami, keluarga, tokoh
masyarakat dan tokoh agama, dll.”

Pasca Persalinan Masa Nifas


Masa nifas di mulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungankembali seperti keadaan sebelum
hamil. Kondisi ini berjalan selama 6 minggu atau 42 hari. Hal-hal yang perlu di perhatikan selama masa nifas
a. Melakukan kunjunganke pusat pelayanan kesehatan pada hari pertama, hari ke enam hari ke duabels serta pada
hari ke empat puluh.Selain hari-hari ini bila ada keluhan –keluhan ibu wajib segera ke fasilitas kesehatan,juga
wajib untuk ke Posyandu setiap bulan untuk pemeriksaan bayi dan ibu
b. Suami dan keluarga memberikan asupan makan yang bergizi karena ibu membutuhkan asupa gizi untuk proses
penyembuhan dan menyiapkan ASI bagi bayinya.
c. Menjaga kebersihan diri agar tidak terjadi infeksi serta melakukan perawatan payudara secara teratur pada masa
nifas.
d. Ibu di anjurkan mengikuti kelas ibu menyusui untuk mendapatkan berbagai informasi sehubungan dengan
kesehatan ibu dan anak-anak serta keluarga berencana.
e. Ibu dianjurkan istirahat yang cukup agar tidak mengalami kelelahan dan dapat mempertahankan produksi ASI
secara maksimal.
f. Tidak boleh melakukan kebiasaan-kebiasan yang mengganggu kesehatan ibu dan bayi seperti panggang di
dalam rumah bulat( budaya timor),tatobi dengan air panas, (budaya NTT)
g. Ibudan suami mempunyai hak yang sama untuk menentukan dan memutuskan penggunaan alat kontrasepsi.

Bahaya-bahaya pada bayi


a. Tidak mau menyusui
b. Kejang
c. Kaki dan tangan teraba dingin atau bayi demam
d. Badan bayi kuning
e. Tali pusat basah dan bau
f. Gerakan kedua lengan dan kaki lema
Bahaya-bahaya yang sering terjadi pada ibu pada masa nifas
a. Pendarahan lewat jalur lahir
b. Keluar cairan berbau dari jalur lahir
c. Demam lebih dari 2 hari
d. Bengkak di muka tangan dan kaki
e. Mungkin dengan sakit kepala dan kejang-kejang
f. Payudara bengkak kemerahan di sertai rasa sakit
g. Puting lecet dan terbenam
h. Mengalami gangguan jiwa.
Yeremia 1:5 Pada bulan pertama (40 hari)ibu suami
‘’Sebelum aku membentuk engkau dalam dan keluarga harus mengenal tanda
rahim ibumu,aku telah mengenal bahaya yang muncul,jika terdapat salah
engkau,dan sebelum engkau keluar dari satu tanda berbahaya segera membawa
kandungan,aku telah menguduskan
ke fasilitas kesehatan.
engkau,aku telah menetapkan engkau
menjadi nabi bagi bangsa-bangsa’’.

Keluarga Berencana (KB)


Tujuan keluarga berencana yaitu diselenggarakan pemerintah agar keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan
bangsa menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera(NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang
seimbang.

Draf Katekisasi Pranikah | 41


Jumlah anggota keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dalam penggunaan alat-alat kontrasepsi atau
penanggulangan kelahiran seperi kondom spiral,IUD, implan,vasektomi,tubektomi dan lain-lain.Tujuan keluarga
berencana:
a. Mencegah kehamilan yang tidak di inginkan.
b. Menjaga kesehatan ibu.
c. Merencanakan kehamilan agar lebih terprogram.
d. Meningkatkan kesejahtraan keluarga.
e. Meningkatkan kualitas kasih sayang kepada anak.

Beberapa jenis alat kontrasepsi, antara lain


a. PIL (biasa dan menyusui)yang mempunyai manfaat tidak mengganggu hubungan seksual dan mudah di hentikan
setiap saat resikonya sangat kecil bagi kesehatan.
b. SUNTIKAN (1 bulan dan 3 bulan)sangat efektif (0,1 - 0,4) kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaanalat kontrasepsi suntikan jugamempunyai keuntungan seperti klien tidak perlu menyimpan obat
suntik dan jangka pemakaiannya bisa dalam jangka panjang.
c. IMPLAN( susuk) merupakan alat kontraepsi yang digunakan di lengan atas bawah kulit dan sering di gunakan
pada tangan kiri. Daya guna tinggi tidak mengganggu produksi asi dan pengembalian tingkat kesuburan yang
cepat setelah pencabutan.
d. AKDR (Alat kontrasepsi dalam rahim)merupakan alat kontrasepsi yang di gunakan dalam efek sampingnya
sangat kecil dan mempunyai keuntungan efektivitas dengan proteksi jangka waktu 5 tahun dan kesuburan segera
kembali setelah AKDR diangkat.
e. KONDOM, merupakan selubung atau sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks,
plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang di pasang pada penis pada saat berhubungan seksual
f. TUBEKTOMI, adalah prosedur bedah mini untuk memotong,mengiikat atau memasang cincin pada salurantuba
fallopi untuk menghentikan fertilisasi ( kesuburan)seorang perempuan.
g. VASEKTOMI, operasi mini untuk laki-laki.

Yeremia 1:5 Untuk mewujudkan keluarga kecil


“sebelum aku membentuk engkau dalam sehat,sejahtra,kuat dan kokoh,maka
rahim ibuku aku telah mengenal engkau dan ibu dan suami harus memutuskan
sebelum engkau keluar dari kandungan,aku mengikuti salah satu alat kontrasepsi
telah menguduskan engkau,aku telah jangka panjang
menetapkan engkau menjadi nabi-nabi
bangsa-bangsa.”
Inisiasi Menyusui Dini Dan Asi Eksklusif
Air susu ibu (ASI) adalah nutrisi terbaik dan paling terlengkap untuk bayi. Nilai nutrisi ASI lebih lengkap di
banding susu formula karena mngandung lemak,karbohidrat, proteindan air dalam jumlah yang tepat untuk
pencernaanperkembangan otak,dan pertumbuhan bayi, Kandungan nutrisinya yang unik meneyebapkan ASI
memiliki keunggulan yang tidak dapat di tiru oleh susus formula apapun. Demikian pula jenis asam lemak yang
terdapat pada ASI memberikan pengaruh terhadap perkembangan otak yang menyebabkan kemampuan melihat dan
fungsi kognitif bayi berkembang lebih awal.
1. Pemberian ASISangat Penting, mengingat
a. Asi adalah satu-satu minuman dan makanan terbaik untuk bayi dalam masa 6 bulan pertama kehidupan
b. Bayi harus segera di susui setelah lahir. Pada dasarnya setiap ibudapat meyusui anaknya dan hendaknya
disusui secara tepat.
c. Ibu hendaknya sesering mungkin menyusui anaknya karena dengan demikian ASI bertambah banyak dan
cukup untuk kebutuhan bayi.
d. Pemberian susu botol tidak dianjurkan kecuali ada permasalahan kusus.
e. Ibu hendaknya menyususi hingga tahun kedua kehidupan anak.
2. Apa itu ASI Eksklusif?
ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai 6 bulan tanpa tambahana makanan atau cairan seprti
susu formula,madu,air teh,jeruk,air putih atau makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur,biskuitdan
sebagainya.(Roesli 2000). Menurut DEPKES RI(2001)pemberian ASI ekslusif adalah memberikan hanya ASI
segera setelah lahir sampai bayi berusia 6 bulan dan memberikan kolostrum. Pada tahun 2002 World Health
Organisation meyatakan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik.
3. Keunggulan Asi
a. Murah,sehat danmudah memberikanya.
b. Mengandung zat yang dapat meninggikan daya tahan tubuh anak terhadap penyakit.
c. Mengandung cukup banyak makanan yang di perlukan oleh bayi.
d. Menyusui berarti menjalin kasih sayang ibu terhadap anak.
e. Meyusui mempercepat ibu menjadi langsing kembali sesudah melahirkan.
f. Menyusui mempercepat proses penyembuhan kesehatan ibu
g. Menyusui sesering mungkindapat menunda kesuburan ibu sehingga dapat menjarangkan
kehamilan( menyusui minimal 4 kali pada malam hari).
4. Bayi Sampai Umur 6 bulan Cukup Diberi ASI
a. Air susu ibu(ASI) adalah makanan terbaik untuk anak
b. Susuilah anak sampai umur 2tahun
c. Susuilah setiap kali anak merasa lapar (menangis )
d. Susuilah dari kanan dan kiri bergantian
e. Air susu ibu yang keluar pertama kali jangan di buang,karena menjadikan anak lebih tahan terhadap penyakit
f. Sampai umur 6 bulan jangan berikan pisang,bubur atau makanan lunak lainnya. Kalau di berikan bayi merasa
kenyang sehingga mengurangi kemauan bayi untuk menyusui.
g. Agar ASI bisa mencukupi kebutuhan bayi, ibu harus makan dan minum yang cukup
h. Asal ibu sehat dan mengikuti petunjuk makan,bayi ibu menyusui air susu saja cukup untuk bayi sampai
berumur 6 bulan.

Draf Katekisasi Pranikah | 42


5. Manfaat menyusui
Manfaat ASI sangat besar dalam upaya meningkatkan kualitas hidup anak,karena dengan menyusui tidak hanya
memberi keuntungan pada bayi saja,tetapi juga bagi ibu dan keluarga,bahkan bagi negara.
Keuntungan menyusui bagi ibu yaitu:
a. Dapat mengurangi pendarahan post partum,mempercepat involusi uterus dan mengurangi insiden karsinoma
payudara.
b. Mendekatkan hubungan ibu dan anak serta memberikan perasaan di perlukan.
c. Menunda kembalinya kesuburan,sehingga menjarangkan kehamilan.
Keuntungan bagi bayi;
ASI mengandung sekitar 13 macam hormon antara lain ACTH, TRH, TSH, EGF, Prolaktin, Kortikosteroit,
Prostaglandin, dan lain-lain yang menjamin tumbuh kembang bayi lebih optimal dan bayi mempunyai daya tahan
tuhuh yang baik.
6. Apa yang dimasud Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Inisiasi Menyusui Dini adalah proses ketika bayi menyusu segera setelah bayi di lahirkan.Bayi dibiarkan mencari
puting susu ibunya sendiri (tidak di sodorkan ke puting susu). Inisiasi Menyusui Dini sangat memantu dalam
keberlangsungan pemberian ASI Ekslusif (ASI saja) dan lama menyusui sehingga diharapkan terpenuhinya
kebutuhan gizi bayi hingga 2 tahun, dan mencegah anak kurang gizi. Kolostrum berwarna kekuningan adalah
ASI pertama yang keluar dari payudara pada saat melahirkan. Kolostrum kaya akan sekretori immunoglobullin
A (ig A) Yang berfungsi melapisi saluran cerna agar kuman tidak dapat masuk ke dalam aliran darah dan akan
melindungi bayi sampai sistim imunnya (sistem kekebalan tubuh) berfungsi dengan baik.
7. Manfaat inisiasi menyusui dini( IMD )
Manfaat IMD di berikan kepada bayi baru lahir,dan pengaruh psikologis bagi ibu dan juga bayinya antara lain:
a. Dampak efek psikologis bagi ibu dan bayi adalah membuat keduanya merasa lebih tenang dan rileks setelah
melalui proses persalinan.
b. Pernapasan dan detak jantung keduanya akan lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga hal ini
dapat bermanfaat untuk mengurangi pemakaian energi.
c. Ikatan hungan batin antara ibu dan bayi akan lebih erat terjamin.
d. Saat mencari puting susu,bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan ia akan menjilat-jilat kulit ibunya,
menelan bakteri ‘”baik” dari kulit ibu, “bakteri” baik ini akan berkembangbiak membentuk koloni kulit di
kulit usus bayi,menyaingi bakteri jahat dari lingkungan sekitarnya.
e. Bayi yang diberi kesempatan menyusui dini lebih berhasil dalam proses menyusui ASI ekslusif dan akan lebih
lama.
f. Manfaat dan keuntungan IMD Bagi Sang Ibu: Merangsang produksi oksigen dan prolaktif; Meningkatkan
keberhasilan produksi dan memperlancar ASI sang ibu; Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi.

Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


Pengertian pemberian makanan pendamping ASI ( MP-ASI )
Makanan pendamping air susu ibu, adalah makanan yang diberikan pada balita yang telah berumur 6 bulan, berperan
penting bagi pertumbuhan, kesehatan, daya tahan tubuh balita, khususnya sebagai materi yang mengandung zat
penangkal berbagai penyakit (Krisnatuti, 2005). Makanan tambahan adalah makanan yang diberikan pada anak usia
6-24 bulan. Peranan makanan tambahan sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan untuk pelengkap
ASI. Jadi makanan pendamping ASI harus tetap di berikan kepada anak, paling tidak sampai usia 24 bulan (Yestrina,
2000).

Tujuan MP-ASI
Air susu ibu hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan setelah itu, produksi air susu ibu, (ASI)
semakin berkurang sedang kan kebutuhan gizi bayi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan barat
badan.tujuan pemberian MP-ASI (Soenarno, 2007) sebagai berikut:
a. Melengkapi sat-sat gizi yang kurang dalam ASI.
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk bermacam-macam makanan dari berbagai rasa dan tekstur.
d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi.

Menurut WHO (2003) pada saat seorang bayi tumbuh dan menjadi lebih aktif akan dicapai usia tertentu di mana ASI
saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Dengan demikian makanan tambahan diberikann untuk
mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi pada anak dengan jumlah yang di dapatkan dari ASI. Ini berarti:
a. Makanan tambahan diperlukan untuk mengisi kesenjangan energi.
b. Jumlah makanan yang di butuhkan meningkat sewaktu anak bertambah usianya.
c. Jika kesenjangan tidak diisi anak akan berhenti pertumbuhannya atau tumbuh lambat.

Syarat MP-ASI
Menurut Krinatuti dan Yenrina (2000) makanan pendamping ASI yang baik harus memenuhi beberapa syarat:
a. Memiliki kandungan energi dan protein tinggi
b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mendukung vitamin dan mineral yang cocok.
c. Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik.
d. Harganya relatif murah,bernilai gizi dan dari pangan lokal.
e. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah sedikit. Kandungan serat kasar yang
terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan bayi.

Pemberiaan MP-ASI Tidak Tepat Usia


Memberi makanan tambahan terlalu cepat atau dini menurut WHO (2006), akan berakibat:
a. Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan saat ini, dan makanan tersebut dapat menggantikan ASI.
Jika makanan diberikan, anak akan minum ASI lebih sedikit sehingga ASI yang diproduksi sedikit.
b. Risiko infeksi meningkat.
c. Risiko diare meningkat karena makanan yang dikonsumsi tidak sebersih ASI.
d. Ibu mempunyai risiko lebih tinggi untuk hamil kembali jika jarang menyusui.

Draf Katekisasi Pranikah | 43


MP-ASI Terlambat
Bahaya pemberian MP-ASI terlalu lambat. Memulai pemberian makanan tambahan terlalu lambat juga berbahaya
(Depkes RI, 2005) karena:
a. Anak tidak mendapat makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan energi dan nutrien.
b. Anak berhenti pertumbuhannya atau tumbuh lambat.
c. Pada anak resiko malnutrisi dan defesiensi mikronutrien meningkat.

Makanan Bayi
Mengatur makanan bayi dapat dibagi dalam beberapa tahapan (Krisnatuti, 2007) sebagai berikut:
a. Makanan bayi 6 bulan, sebagai berikut:ASI tetap diberikan;
 Susu botol kecil (200 cc) diberikan 5 kali sehari;
 Sereal: beras putih, beras merah diberikan 1 kali;
 Buah: pisang, alpukat, apel, pir diberikan 1 kali.
b. Makanan bayi usia 7-8 bulan, adalah sebagai berikut:
 ASI tetap diberikan; Susu botol kecil (200 cc) 4 kali sehari;
 Sereal: lanjutan pemberian beras merah, beras putih 2 kali sehari;
 Buah-buahan: mangga, pir, blewah, timun suri diberikan 1 kali sehari;
 Daging dan maknan yang mengandung protrin: daging sapi, daging ayam, tahu, tempe diberikan 1 kali
sehari.
c. Makanan bayi usia 9-12 bulan, sebagai berikut:
 ASI tetap diberikan atau susu formula; Nasi tim atau sereal diberikan 2 kali sehari;
 Buah: nanas, kiwi, manggga, melon, diberikan 1 kali sehari; Sayuran: buncis, kacang kapri, kacang
panjang, labu diberikan dan dicampur pada nasi tim;
 Daging sapi, daging ayam, hati, kuning telur diberikan satu kali sehari;
 Biskuit sebagai selingan diberikan 2 kali sehari.
d. Pengolohan MP-ASI Berbahan Pangan Lokal
Cara pengolahan MP-ASI (Krisnatuti dkk, 2005) sebagai berikut:
 Makanan pokok adalah makanan yang dikonsumsi dalam jumlah yang paling banyak dan mengandung zat
tepung sebagai sumber tenaga seperti beras, jagung, singkong, sagu, ubi jalar, umbi-umbian. Bubur susu
yang lembut, kental dan gurih dapat dibuat dari makanan pokok apapun dan dapat diberikan sebagai
pendamping ASI;
 Kacang-kacangan yang diperlukan oleh bayi untuk memenuhi kebutuhan protein yang sangat penting
untuk pertumbuhan seperti kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang tunggak, kacang merah, kacang
karo, dan lain-lain;
 Bahan pangan hewani bergizi tinggi dan sangat baik untuk makanan bayi seperti daging sapi, ayam
termasuk jeroannya (terutama hati), ikan segar, telur dan susu; Jenis sayuran yang mengandung gizi serta
yang baik untuk dimakan oleh bayi adalah sayuran yang banyak mengandung karotennya, yaitu yang
berwarna jingga dan hijau, seperti wortel, tomat merah, bayam, kangkung sawi;
 Buah-buahan harus dipilih yang sudah masak dan tidak masam. Pisang biasanya sering digunakan sebagai
makanan bayi usia 4-6 bulan karena selain mengandung vitamin dan mineral juga mengandung
karbohidrat. Buah-buahan yang baik antara lain pepaya, mangga, jeruk manis;
 Lemak dan minyak mengandung energi yang tinggi memberi rasa lebih gurih serta makanan lebih lunak
dan mudah ditelan. Beberapa jenis lemak yang harus ditambahkan antara lain mentega.

Bayi Dan Anak (Umur 0 Bulan Sampai 24 Bulan)


Bagaimana ibu menjaga kesehatan bayi dan anak?
1. Timbangan berat badan anak sebulan sekali mulai umur 1 bulan sampain 5 tahun di Posyandu.
2. Tanda hasil penimbangan dan minta kepada kader mencacat di KMS.
3. Minta imunisasi sesuai jadwal di Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit. Anak harus diimunisasi lengkap sebelum
berumur 1 tahun;
a. Imunisasi untuk mencegah penyakit TBC, heppatitis (sakit kuning), polio, difteri, batuk 100 hari, tetanus dan
campak;
b. Sakit ringan seperti batuk pilek, diare dan sakit kulit bukan halangan untuk imunisasi.
4. Minta Vitamin A pada bulan Februari dan Agustus diPosyandu
a. Vitamin A membuat mata sehat, tubuh kuat dan cegah kebutaan
b. Vitamin A untuk anak 6 bulan sampai 5 tahun
c. Untuk bayi umur 6-11 bulan dan Untuk anak umur 1-5 tahun.
d. Umur 0-6 bulan.
 Beri ASI setiap kali bayi menginginkan sedikitnya 8 kali sehari, pagi, siang, sore maupun malam;
 Jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI (ASI Eksklusif);
 Menyusui bayi dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian;
 Pada umur 3 bulan bayi bisa mengangkat kepala tegak ketika tengkurap, tertawa, menggerakkan kepala ke
kiri ke kanan, mengamati tangannya;
 Pada umur 6 bulan bayi bisa meniru bunyi, meraih benda yang ada di dekatnya, terungkap sendiri,
menoleh arah sumber suara.
e. Umur 6-12 bulan
 Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun
 Umur 6-9 bulan, kenalkan makanan pendamping ASI dalam bentuk lumat dimulai dari bubur susu sampai
nasi tim lumat, 2 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur; 6 bulan = 6 sendok makan; bulan =
7 sendok makan; 8 bulan = 8 sendok makan
 Umur 9-12 bulan, beri makanan pendamping ASI, dimulai dari bubur nasi sampai nasi tim, 3 kali sehari.
Setiap kali makan diberikan sesuai umur; 9 bulan = 9 sendok makan; 10 bulan = 10 sendok makan; 11
bulan = 11 sendok makan

Draf Katekisasi Pranikah | 44


 Beri ASI terlebih dahulu kemudian makanan pendamping ASI.
 Pada makanan pendamping ASI, tambahkan telur ayam / ikan/ tahu/ tahu/ tempe/ daging sapi/ wortel/
bayam/ kacang hijau/ santan/ minyak pada bubur nasi.
 Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca cara pemakainnya, batas umur dan tanggal
kadaluarsa.
 Beri makan selingan 2 kali sehari di antara waktu makan, seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit,
bagasari dan lainnya.
 Beri buah-buahan atau sari buah seperti air jeruk manis, air tomat saring.
 Mulai mengajari bayi minum dan makan sendiri menggunakan gelas dan sendok.
 Bantu dan latih bayi duduk.
 Ajak bayi bermain cilukba.
 Beri bayi biskuit dan ajari cara memegang biskiut.
 Main dengan bayi, ajari menjimpit benda kecil menggunakan dua jari.
 Latih bayi berjalan perpegangan.
 Ajak bayi berbicara sesering mungkin.
 Latih bayi menirukan kata-kata ma... ma... pa... pa.
 Bantu bayi berdiri. Jika sudah bisa berdiri, bantu dan latih bayi berjalan berpegangan.
 Beri bayi mainan yang bersih dan aman untuk bermain dan dipukul.
f. Umur 1-2 tahun
 Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun.
 Beri nasi lembek 3 kali sehari.
 Tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/tahu/dagingsapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak pada nasi
lembek.
 Beri makanan selingan 2 kali sehari di antara waktu makan, seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit,
nagasari dan sebagainya.
 Beri buah-buahan atau sari buah.
 Bantu anak untuk makan sendiri.
 Jangan berikan makanan yang manis dan lengket di antara waktu makan.
Referensi
Pendidikan elektronik studi teologia awam (pesta) kursus pernikahan Kristen sejati, pelajaran 01 Cinta dan
pernikahan. Sumber elektronik: http://pesta.sabda.org/pks_pelajaran 01.
Pendidikan elektronik studi teologia awam (pesta), kursus pernikahan Kristen sejati, pengajaran 02 memilih
pasangan sumber elektronik: http://pesta.sabda.org/pks_pelajaran 02.
Pendidikan elektronik studi teologia Awam(pesta),kuesus pernikahan kristen sejati, pelajaran 03 pernikahan kristen
sumber elektronik:http://pesta.sabda.org/pks pelajaran 03
Pendidikan elektronik studi teologia Awam(pesta),kursus pernikahan kristen sejati, pelajaran 01 peran suami istri
dalam pernikahankristen simber elektronik:http;//pesta.sabda.org/pks_pelajaran 04
Penddikan elektronik studi teologia Awam( pesta),kursus pernikahan kristen sejati, pelajaran 05 rumah tangga
kristen sumber elektronik:http;//pesta.sabda.org/pks_pelajaran05
Departemen kesehatan RI,Di Rectorat jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina kesehatan ibu
2009.pedoman pemantauan wilayah setempat KIA (PWS-KIA)
Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2009, buku kesehatan ibu dan anak, departemen kesehatan dan JICA
Departemen RI, Directorat Jenderal, Bina kesehatan masyarakat2009, pedoman pemantauan wilayah setempat
kesehatan ibu dan anak.
Buku revolusi KIA pergub NTT nomor 42 tahun2009
Kementrian kesehatan RI,2012, pedoman pelayanan antenatal terpadu, edisi kedua, Jakarta, directoran jenderal Bina
Gizi dan kesehata Ibu dan Anak.
Kementrian kesehatan RI,2014,Kampanye Peduli Kesehatan Ibu.
Kementrian Kesehstsn RI,2014,Buku Kesehatan Ibu dan Anak
http://promkes.depkes.go.id/article/view/2014/penuhi_kebutuhan_gizi-pada_1000-hari_pertama_kehidupan.html
http://promkes.depkes.go,id/dl/lembarbalik_KSI_30x35cm.pdf
http://www.academia.edu/83758/pentingnya_gizi_pada_hari_pertama_kehidupan .

Draf Katekisasi Pranikah | 45

Anda mungkin juga menyukai