Anda di halaman 1dari 49

SUMBER AIR HIDUP

(SAH)

04 September 2022 – 25 September 2022


06 November 2022 – 01 Januari 2023

SINODE GEREJA KRISTEN SUMATRA BAGIAN SELATAN


Jl. Yos Sudarso 15 Polos Metro Pusat, Kota Metro. Lampung. 34111. Tlp. 0725-7855133
Website : https://gksbs.org ; Email : sinode@gksbs.org
Facebook Page : https://facebook.com/rumahbersama ; Twitter : @GKSBS
Daftar isi

Daftar isi..............................................................................................................................................ii

Pengantar............................................................................................................................................iii

Minggu, 04 September 2022...............................................................................................................4

Minggu, 11 September 2022..............................................................................................................7

Minggu, 18 September 2022.............................................................................................................10

Minggu, 25 September 2022.............................................................................................................13

Minggu, 06 November 2022.............................................................................................................17

Minggu, 13 November 2022.............................................................................................................20

Minggu, 20 November 2022.............................................................................................................23

Minggu, 27 Nopember 2022............................................................................................................25

Minggu, 04 Desember 2022..............................................................................................................28

Minggu, 11 Desember 2022..............................................................................................................31

Minggu, 18 Desember 2022..............................................................................................................34

Sabtu, 24 Desember 2022..................................................................................................................36

Minggu, 25 Desember 2022..............................................................................................................39

Sabtu, 31 Desember 2022..................................................................................................................42

Minggu, 01 Januari 2023...................................................................................................................45

ii
Pengantar

Salam Dalam Kasih Kristus.

Kembali kita berjumpa dalam terbitan Sumber Air Hidup (SAH). Bahan SAH ini berisi bahan-
bahan Kotbah, Nas Pembimbing, Berita Anugerah, Nas Persembahan dan puji-pujian dalam ibadah
Minggu. Bahan SAH ini berisi bahan kotbah 04 – 25 September 2022, kemudian dilanjutkan lagi
dari 06 November 2022 – 01 Januari 2023. Sedangkan untuk Bulan Oktober kita akan
menggunakan bahan MPHB yang akan kami terbitkan terpisah dari bahan SAH ini.

Sebagaimana yang telah kita alami selama tahun 2022 ini, materi-materi yang disampaikan dalam
kotbah di bahan SAH ini, adalah hasil sebuah refleksi mendalam dari 3 loci, yaitu Teks Alkitab,
Konteks dan wawasan kegerajaan. Tentu bahan terbitan GKSBS menjadi spesifik membunyikan
GKSBS karena ada wawasan ke-GKSBS yang menjadi salah satu loci dalam berteologi. Selama
tahun 2022 ini setiap penulis dibahani dengan bacaan wawasan kegerajaan GKSBS, yang mana
bahan tersebut adalah naskah ilmia dari PAGKSBS yang telah kita sepakati dalam MMS. Jadi
sadar atau tidak, selama tahun 2022 ini kita terus berupaya membicarakan GKSBS baik itu dalam
konteks masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang dalam kaitannya agar GKSBS mampu
ikut memberi andil dalam rangkan mewujudkan keadilan dan damai sejahtera di Sumbagsel,
Indonesia dan seluruh dunia.

Akhirnya kami mengucapkan selamat menjadi GKSBS. Mari kita rayakan pemeliharan Tuhan yang
selama ini telah Ia berikan kepada GKSBS, dan keyakinan kita bahwa, KasihNya saat ini juga
terjadi pada kita seluruh jemaat GKSBS dan seterusnya KasihNya akan tetap ada pada kita. Dan
keyakinan itu yang membuat kita akan selalu semangat untuk menjadi penebar kasih Kristus
dimanapun kita berada. Semoga Tuhan memampukan kita.

Salam Kasih.
Metro, Agustus 2022

Majelis Pimpinan Sinode (MPS) GKSBS,


Sekretaris

Pdt. Erik Timoteus Purba, M.Si.

iii
Minggu, 04 September 2022
Warna Liturgi : HIJAU
MINGGU BIASA XVIII

LIBATKAN TUHAN DALAM SETIAP RANCANGANMU

YEREMIA 31:1-13

Shalom, Ibu, bapak, saudara, saudari yang dikasihi Tuhan, dalam Ibadah saat ini tema kita adalah
Libatkan Tuhan Dalam Setiap Rancanganmu.

Jemaat kekasih Kristus, ada pepatah yang sudah sering kita dengar yang berbunyi demikian;
rumput tetangga lebih hijau dibanding rumput sendiri. Pepatah ini ingin mengatakan bahwa
seseorang tidak puas dengan apa yang ia miliki. Umat Israel sering digambarkan seperti kawanan
domba. Mereka kadang tersesat dan memilih digembalakan oleh bangsa-bangsa asing. Mereka
melihat bahwa bangsa-bangsa asing itu lebih menawarkan rumput yang hijau. Mereka percaya
bahwa bangsa lain dapat memberikan perlindungan, rasa aman, hidup damai, makmur dan
seterusnya. Hati mereka terpikat, lalu lebih bergantung kepada kekuatan bangsa-bangsa asing dari
pada kepada Allah. Akibatnya, Allah menghukum mereka ke dalam pembuangan. Selama dalam
masa pembuangan, umat Israel hidup tercerai-berai. Mereka ada dalam situasi yang sulit dan sangat
memprihatinkan, mereka hidup dalam suasana perkabungan, tidak ada lagi tari-tarian yang penuh
sukacita dan pujian kepada Allah (Bdk.Maz.137). Potensi Israel untuk menjadi imam bagi bangsa-
bangsa di sekitarnya hilang karena telah dirusak oleh pilihan mereka sendiri, yang bertindak
menjauh dari Allah. Mereka lebih mementingkan diri sendiri dan lebih mengandalkan kekuatan
manusia dari pada Allah.

Dalam situasi yang seperti itu, Allah mengutus Yeremia untuk menghibur mereka dengan
membawa kabar baik, kabar sukacita. Bahwa, “Dia yang telah menyerahkan Israel akan
mengumpulkannya kembali dan menjaganya seperti gembala terhadap kawanan dombanya!”
(ay.10). Allah lah yang adalah Gembala yang sejati, sesuai dengan janjiNya, Israel akan mengalami
pemulihan. Allah akan mengumpulkan kembali para domba yaitu umat Israel yang telah tercerai
berai itu untuk disatukan kembali dan akan mengubah perkabungan mereka menjadi kegirangan,
akan menghibur mereka dengan sukacita. Allah akan menjadikan kaum keluarga Israel umat-Nya.
Dan Dia menjadi Allahnya (ay.1). kasih yang Ia berikan adalah kasih yang kekal (ay.3).Israel akan
dibangun, baik kehidupannya maupun lingkungannya, yang semuanya akan berada dalam sukacita
(ay.4). kesejahteraan akan mereka alami, baik jasmani dan rohani (ay.5,6).

Ibu, bapak, saudara, saudari kekasih Kristus,

Kalau Allah berjanji untuk memulihkan kehidupan umat Israel secara utuh (jasmani dan rohani),
maka Allah yang sama juga akan memulihkan kehidupan kita saat ini dan masa yang akan datang.
Sejarah mencatat bahwa untuk menjadi sinode GKSBS seperti saat ini tidaklah mudah. Berbagai
pergumulan yang berat dialami oleh para pendahulu kita. Jika kita melihat pergumulan para
4
pendahulu GKSBS hampir mirip, mereka ada di tempat yang baru, yang sebelumnya tidak
terbayangkan oleh mereka. Mereka harus memulai dari awal untuk menata hidupnya, sebagian dari
mereka harus terpisah dari keluarga dan jarak yang jauh, belum lagi menyangkut iman mereka di
mana belum ada gereja di tempat yang baru. Namun demikian, perlu diingat bahwa mereka ada di
daerah yang baru (sumatra) bukan karena mereka lebih percaya kepada kekuatan lain, atau
memberontak kepada Allah, tapi karena ada keinginan untuk memperbaiki hidup yang lebih baik.
Dengan kerja keras dan pertolongan Tuhan, mereka dapat memperbaiki hidup, baik secara ekonomi
maupun secara iman. Secara ekonomi mereka memiliki lahan garapan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan selebihnya dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai
jenjang yang lebih tinggi. Secara iman, jelas kita telah berkembang dengan sangat baik. Hal ini
dapat kita lihat dari pertemubuhan di aras Jemaat, Klasis dan kita ber-Sinode, terus berkembang ke
arah yang lebih baik sebagai sebuah Gereja, yaitu Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan
(GKSBS) dengan jemaat dari berbagai latarbelakang suku. Ada orang Jawa, orang Ambon, orang
Batak, Manado, Kupang, Sumba, Bali, Serawai, Lampung dan berbagai suku lainnya. Hal ini
memperlihatkan bahwa GKSBS sebagai sebuah Gereja telah melangkah maju dan membuka diri
untuk sebuah perubahan besar ke arah yang lebih baik.

Jemaat kekasih Kristus,

Jika tadi kita melihat GKSBS secara umum, maka saat ini kita akan melihat lebih spesifik pada
kehidupan jemaat. Dengan begitu banyak pergumulan yang kita hadapi baik pribadi-pribadi
maupun keluarga, contohnya situasi ekonomi yang semakin sulit dapat membuat kita gampang
marah, penyakit yang tidak kunjung sembuh dapat membuat putus asa, hubungan suami istri yang
tidak harmonis dapat membuat suasana keluarga yang tidak damai, hubungan anak dengan orang
tua yang menjauh dan persoalan-persoalan lainnya. Semua ini dapat menjadi godaan untuk kita
malah menjauh dari Tuhan. Namun kita belajar dari bacaan saat ini, bahwa di masa-masa sulit dan
lemah-lah kita dapat benar-benar memberi diri untuk dipimpin oleh Tuhan. Kita harus berusaha
keras untuk merubah situasi yang sulit itu menjadi lebih baik dan yang sangat penting meminta
campur tangan dan pertolongan Tuhan. Libatkan Tuhan dalam setiap aktivitas kita, apapun itu.
Dengan penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan, itu dapat membuat kita untuk mampu melewati
setiap masa sulit dan sekaligus menghindarkan kita dari godaan untuk mengandalkan hikmat
duniawi yang hanya berdasarkan nafsu keduniawian. Dengan kita mengandalkan Tuhan dalam
setiap rencana, niscaya Ia akan mengubah situasi kritis menjadi tahun-tahun penuh rahmat bagi
kita. Terpujilah Tuhan yang mengubah kedukaan menjadi sukaria, kegembiraan, dan damai
sejahtera bagi kita, Amin.

5
Nas Pembimbing : Mazmur 42 : 1-5
Berita Anugereh : 2 Tesalonika 2: 13-17
Nas persembahan : Ulangan 8 : 18

Nyanyian :

1. Lagu Pembukaan : KJ. 4: 1,2,6


2. Lagu Nyanyian Pujian : KJ. 293: 1,3
3. Nyanyian Peneguhan : KJ.365:1,2
4. Nyanyian Responsoria : PKJ. 165: 1,2
5. Nyanyian Persembahan : PKJ. 149: 1-.......
6. Lagu Penutup : PKJ. 177:

6
Minggu, 11 September 2022
Warna Liturgi : HIJAU
MINGGU BIASA XIX
JADILAH TELADAN BAGI SEMUA ORANG

Filipi 3 : 17-21

Ibu bapak dan saudara/i, para kekasih Allah,

Manakah yang sering kita munculkan ke masa kini? Kegagalan, kekecewaan, kekurangan,
kesalahan pada masa lalu, atau sebaliknya, keberhasilan, kesuksesan, kecukupan dan hidup dalam
perdamaian dengan Tuhan? Baik cerita kegagalan maupun cerita bahagia, keduanya dapat
menimbulkan dua dampak dalam kehidupan.

Yang pertama, kesulitan dan kegagalan dapat menjadi pemicu semangat untuk menatap ke depan
sekaligus dapat menjadi beban psikologis tersendiri. Sisi yang kedua ketika kita membawa
keberhasilan dan kesuksesan hidup pada lalu dihadirkan ke masa kini dapat menjadi kekuatan yang
besar, karena pengalaman itu akan terus kita kembangkan lebih dan lebih lagi, sekaligus dapat
menjadi penghambat atau kita merasa berada pada kenyamanan dan tidak lagi mau bertumbuh.

Pengalaman Rasul Paulus yang kelam karena merasa pernah salah jalan, membawanya pada
kekuatan untuk berkomitmen, yaitu berkomitmen untuk berubah pada kebenaran yang ia terima
dalam Kristus. Ia mengingat pengalaman itu sebagai peringatan untuk setia dan tekun berjuang
dalam iman kepada Yesus Kristus.

Perikop bacaan pada minggu ini merupakan bagian dari nasehat Rasul Paulus kepada Jemaat di
Filipi, agar jemaat memahami sungguh bahwa hidup beriman dalam kristus haruslah dengan
sungguh-sungguh menjalaninya. Ia mengumpamakan seperti orang dalam sebuah perlombaan lari.
Di dalam suatu perlombaan sudah pasti membutuhkan latihan-latihan yang serius untuk mencapai
garis finish dan menadapatkan hadiah. Seorang pemain bulutangkis, dia harus melatih diri secara
teratur dan terus-menerus agar tidak terpengaruh oleh masa lalunya yang pernah membuat dia
kecewa, tetapi dia melihat kedepan dengan suatu pengharapan bahwa dia akan berhasil. Jelas di
dalam perlombaan tersebut harus patuh terhadap peraturan-peraturan yang sudah ditentukan; tanpa
mengikuti aturan-aturan maka dia tidak akan berhasil. Pada umumnya dia akan bekerja keras dan
memperhatikan aturan-aturan untuk memperjuangkan apa yang dia harapkan. Dan harapan-harapan
itu harus jelas.

Sebagai contoh.... kita sebagai orangtua, berharap supaya anak-anak kita menjadi orang yang
berhasil. Tentu untuk memperjuangkan keberhasilan itu kita berjuang sedemikian rupa, supaya
tercapai apa yang kita cita-citakan.

Paulus menekankan agar Jemaat Filipi dapat hidup bersatu dan berperilaku seperti Kristus di dalam
segala hal. Karena Paulus melihat banyak orang percaya hidup sebagai seteru Salib Kristus karena

7
mereka hanya mencari keuntungan yang menyenangkan dirinya sendiri. Tindakan tersebut
berlawanan dengan Kristus yang rela menderita bagi orang lain. Mereka hanya terfokus untuk
mengejar atau memuaskan nafsu keduniawiannya seperti membanggakan diri sendiri. Paulus
adalah teladan bagi kita, hal itu dapat kita lihat di dalam perjuangannya untuk mendapatkan hadiah
yaitu panggilan sorgawi. Paulus berusaha untuk mengejarnya dengan cara menjadikan segala
kelemahan atau kesalahan di masa lalu menjadi pembelajaran dan mengarahkan diri kepada apa
yang dihadapannya.

Ini maksudnya kegagalan, kekecewaan, kekurangan, kesalahan pada masa lalu tidak lagi menjadi
hambatan untuk maju kemasa depan. Bandingkan latar belakang kehidupan Rasul Paulus (Filipi 3 :
5 -7) . Paulus menganiaya orang-orang percaya, dan terkait dengan kelemahan-kelemahan fisiknya
tapi bukan hal itu menjadi alasan bagi Paulus tidak sampai ke garis finish. Malahan Paulus
mengarahkan diri kepada apa yang di hadapannya, karena Paulus telah melihat dengan iman
percayanya hadiah yang akan diterimanya yaitu sorga yang dari Allah dalam Yesus Kristus yang
akan mengubah tubuh kita yang hina sehingga serupa dengan tubuhnya yang mulia. Oleh karena
itu Rasul Paulus melihat tantangan yang dihadapinya tidaklah seberapa kalau dia bandingkan
dengan hadiah yang akan diterimanya. Hal itulah yang membuat Rasul Paulus, begitu tekun
meneladani Yesus baik dalam kesabarannya, penderitaannya dan dalam kesetiannya dia tetap
berjuang untuk kemulian Tuhan. Demikan juga Daud yang menjadi teladan bagi Salomo, melalui
nasihat-nasihat Daud keapada Salomo, maka Salomo tetap mengikuti segala perintah Tuhan di
dalam hidupnya.

Paulus mengajak semua orang percaya supaya dapat meneladaninya, dalam hal penderitaannya,
beriman, dan pelayanannya, terutama meneladani Yesus dalam hal pengorbananNYA, kasih dan
keselamatan. Juga orang percaya supaya hidup berpengharapan bahwa Tuhan akan mencukupi
kebutuhan dan memberikan masa depan yang kekal.

Ibu bapak dan saudari/a, para kekasih Allah,

Di antara masa sulit, kelam dan ketidakberdayaan jemaat pada masa lalu, masih banyak yang bisa
kita lihat sebagai kekuatan dan menjadi tonggak pertumbuhan GKSBS. Kekuatan nglari dan
mandiri yang menjadi bagian dari rohnya GKSBS membuktikan bahwa ada kekuatan untuk
menatap ke depan dengannya. Di sinilah kita diajak bersama untuk mulai mengubah dan
mengembangkan diri melalui nilai-nilai yang terus kita dihidupi dan digumuli.

Sebagai gereja Tuhan yang menjadi bagian dari masyarakat Sumbagsel, GKSBS diharapkan
mampu menjadi gereja yang menginspirasi dan berdampak, sehingga bisa menjadi teladan bagi
siapapun yang ada disekitarnya. Ini hanya akan terwujud kalau kita terus mengembangkan spirit
juang Rasul Paulus dan meneladan pengorbanan Kristus Yesus sebagai penyelamat dunia.

8
Secara pribadi kita semua adalah gereja Tuhan, maka baiklah kita menjadi teladan bagi siapapun
yang ada disekitarnya. Di rumah, di tempat kerja, maupun dalam keterlibatan kita berelasi dengan
yang lain.

Kiranya kesaksian Firman Tuhan hari ini menjadi berkat bagi kita semua, dan menghidupi kita
dalam hidup bersama. Amin.

Nas Pembimbing : Fil. 2:1-4


Berita Anugerah : Fil. 2:5-7
Nas Persembahan : 2 Kor. 9:7-8

Nyanyian :

1. KJ. 18:1-4
2. KJ. 58:1-4
3. KJ. 256:1-3
4. KJ. 396:1-4
5. KJ. 393:1-dst.
6. KJ. 376:1,3

9
Minggu, 18 September 2022
Warna Liturgi : HIJAU
MINGGU BIASA XX
Solidaritas umat Tuhan

Ulangan 15 : 1-11

Ibu/bapak, Saudara/I yang dikasihi Tuhan, perikop yang baru kita baca pada hari ini berbicara
tentang hitang piutang. Hal yang sangat sering kita dapati terjadi dalam kehidupan di sekitar kita.
Pertanyaannya adalah kira-kira apa sih yang mendorong orang untuk berhutang kepada orang lain?
Tentu saja jawabannya beragam ya? Biasanya orang memutuskan untuk berhutang karena
terbatasnya keuangan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Nah kalau sudah berbicara tentang
kebutuhan hidup, tentu banyak dan beragam. Ada seorang ahli, namnya Abraham maslow, Ia
mengelompokkan kebutuhan manusia itu dalam 5 tingkatan, mulai dari kebutuhan dasar/fisik
seperti makan-minum, kebutuhan akan rasa aman, relasi sosial/perasaan dikasihi, kebutuhan akan
penghargaan/status sosial hingga sampai kebutuhan akan aktualisasi diri.

Pertanyaan kita adalah, dalam hidup sekarang ini di sekitar kita, kebutuhan hidup yang mana yang
mendorong kita untuk berhutang? Ada yang berhutang karena untuk sekedar makan dan minum
sehari-hari maka ia berhutang untuk kebutuhan dasarnya. Namun jika ia berhutang untuk
mengadakan pesta tentu itu bukan lagi merupakan kebutuhan dasar. Ada lagi orang yang berhutang
untuk memperluas usaha. Ada yang berhutang untuk membeli kendaraan, membangun rumah,
biaya pengobatan, memberi “sangu” kepada anak cucu yang berkunjung, untuk mendapatkan
pekerjaan bahkan ada yang berhutang namun kemudian uang hasil hutangnya itu hanya ditabung
dan lain sebagainya. Jadi ada banyak sekali alasan orang berhutang. Kita harus lebih teliti dalam
menggolongkan jenis-jenis hutang berdasarkan tingkat kebutuhannya. Agar bisa mengendalikan
diri dari dampak hutang yang tentu saja bisa berakibat baik ataupun tidak baik dalam kehidupan
kita.

Ibu/bapak, Saudara/I yang dikasihi oleh Tuhan Yesus, ternyata fenomena berhutang juga didapati
dalam kehidupan umat Tuhan dalam perikop yang kita baca hari ini. Namun yang menjadi
pergumulan kita bersama adalah mengenai perintah untuk penghapusan hutang yang ada dalam
Ulangan 15:1-11. Jika kita bayangkan perintah ini untuk dilakukan zaman sekarang, yaitu harus
menghapuskan hutang orang pada tahun ketujuh apakah itu masuk akal? Apakah dengan demikian
kita diajari untuk tidak membayar hutang kewajiban kita dengan disiplin dan tepat waktu? Apakah
benar demikian? Apakah perikop ini masih berlaku untuk kita terapkan dalam kehidupan sekarang
ini?

Kitab Ulangan berisi tentang hukum-hukum yang merupakan ulangan dari hukum taurat yang
diterima Musa. Kitab ulangan ini melengkapi hukum Taurat dan berisi tentang penjelasan yang
10
lebih detail untuk mengatur kehidupan umat Tuhan. Dan merupakan seruan untuk umat Tuhan
yang kehidupannya mulai melenceng untuk kembali kepada hukum Tuhan. Dan salah satu hukum
yang dibahas dalam perikop ini adalah tentang hukum hutang-piutang.

Dari ayat 3 kita mendapatkan gambaran, hukum penghapusan hutang ini tidak ditujukan kepada
orang asing, melainkan kepada saudara dan di ayat seterusnya yaitu saudara yang miskin. Bapak-
Ibu saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, mengapa sepertinya hukum penghapusan hutang ini
terkesan pilih kasih? Mengapa orang asing tidak mendapatkan fasilitas penghapusan hutang ini?
Orang asing dalam Alkitab ada 2 nokhri dan gerim. Nokhri adalah orang asing/ pendatang yang
tinggal dan menetap karena berbagai alasan baik sebagai tamu maupun untuk berdagang dan kaya.
Jadi nokhri adalah orang-orang yang tinggal sementara waktu, berbeda dari gerim. Gerim yang
diterjemahkan juga sebagai orang asing menunjuk kepada orang asing (bukan pendatang), tetapi
orang-orang yang berbeda bangsa namun menetap dan tinggal bersama dengan umat Israel. Gerim
juga diterima dan dilindungi hak-haknya sebagaimana umat Israel, jadi bisa dianggap saudara. Nah
dalam perikop ini yang dimaksud orang asing adalah nokhri, orang asing yang datang untuk
menjalankan bisnis. Aturan penghapusan hutang dalam perikop ini tidak berlaku untuk nokhri.
Mengapa? Karena aturan penghapusan hutang sejatinya ditujukan kepada orang-orang miskin.
Dilihat dari sifatnya, peminjaman hutang oleh orang asing (nokhri) berbeda dengan orang-orang
miskin. Orang miskin terlibat dalam hutang karena kebutuhan hidup sehari-hari sedangkan nokhri
karena alasan komersial. Maka penghapusan hutang tidak berlaku pada pinjaman yang bersifat
komersil dan bukan diajukan oleh orang miskin.

Nah siapakah orang-orang miskin ini sehingga mendapatkan hak untuk penghapusan hutang?
Orang-orang miskin pada zaman itu adalah orang yang yang benar-benar miskin yang harus
terpaksa berhutang karena untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Pada waktu itu bahkan ada yang
menjual dirinya sebagai budak untuk membayar hutangnya. Mereka sungguh hidup dalam
penderitaan, sementara orang-orang kaya terus menikmati kekayaan mereka dan bahkan bisa
mendapatkan banyak budak. Orang-orang miskin yang terpaksa berhutang untuk bertahan hidup.
Mereka tidak akan bisa hidup bebas karena ia akan terus terlilit hutang dan bahkan menjadi budak
yang tidak dibayar. Hukum untuk menghapus hutang ini harus ditegakkan untuk melindungi orang-
orang miskin ini. Di ayat 7-11 disampaikan lagi bagaimana agar umat harus mempunyai solidaritas
kepada orang-orang miskin ini. Apabila kita mendapati ada orang miskin yang hidup diantara kita,
haruslah kita membantu mereka dengan memberikan pinjaman dan bahkan menghapuskannya di
tahun ke-tujuh, jangan sampai kita menutup hati dan menggenggam tangan kita untuk tidak
menolong mereka, karena sejatinya berkat kita tidak akan berkurang, melainkan sebaliknya justru
Tuhan akan memberkati setiap usaha kita. Haruslah kita, membuka tangan kita lebar-lebar kepada
saudara kita yang miskin, berkekurangan dan tertindas agar umat Tuhan dapat hidup dalam damai
sejahtera.

11
Jadi Ibu, bapak saudara/I yang dikasihi Tuhan jelaslah perikop ini bagi kita bahwa tahun
penghapusan hutang adalah aturan yang diterapkan pada waktu itu untuk melindungi hak-hak
orang miskin dan bukan untuk menghapuskan semua jenis hutang. Hutang piutang adalah hal yang
boleh dilakukan selama itu tidak memberatkan kedua belah pihak, tetapi justru bisa saling
membantu. Namun, apakah kita tega memberi pinjaman kepada orang yang jelas-jelas tidak punya
makanan untuk menyambung hidupnya? Jika ada makanan kita, maka sudah sewajarnya kita
berbagi, berilah ia dengan cuma-cuma selanjutnya mari kita bantu pikirkan bagaimana agar orang
ini bisa mempunyai ladang pekerjaan untuk dia bisa makan seterusnya (hidup mandiri). GKSBS
tumbuh dari semangat berbagi para pendahulu kita, bagaimana di tengah keadaan sebagai orang
asing yang sekeng mereka mendapatkan penerimaan dari suku asli, mereka berbagi tanah, berbagi
makanan dan minuman. Kekuatan berbagi inilah yang terus dilakukan hingga kita dapat hidup
mandiri. Berkat pertolongan Tuhan telah nyata kita alami meskipun kita menerapkan pola hidup
berbagi dengan sesama.

Marilah kita telisik bersama kehidupan kita sekarang, apakah masih ada orang-orang miskin yang
berhutang hanya sekedar untuk makan, untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar?
Gereja harus bergerak untuk melayani mereka, jangan sampai ada orang kelaparan di tengah-
tengah kita sekaligus menolong untuk Memandirikan mereka agar mereka mendapat hak-hak yang
layak untuk hidup. Dan kita juga harus menyadari bahwa hutang untuk keperluan yang sebenarnya
tidak penting harus diperhitungkan dengan seksama, apakah kita berhutang ini nanti bisa
membayarnya atau tidak agar tidak merugikan diri sendiri dan merugikan lembaga/orang yang kita
hutangi. Sejatinya kehidupan dalam damai sejahtera Allahlah yang harus kita wujudkan dalam
kehidupan kita sehari-hari baik dalam keluarga, bergereja dan bermasyarakat. Kiranya Allah
sumber segala berkat melimpahkan rahmat-Nya dan memampunkan kita untuk peduli kepada
orang lain dan berbagi terutama kepada orang-orang miskin. Amin.

Nat pembimbing : Galatia 6:2


Berita Anugrah : Efesus 2:8-10
Nas Persembahan : 2 Korintus 8: 12

Lagu-lagu:

1. PKJ 22:1-2

2. PKJ 192:1-3

3. PKJ 247:1-2

4. PKJ 243:1-3

5. PKJ 264:1-dst
12
6. PKJ 267:1 (2 kali)

13
Minggu, 25 September 2022
Warna Liturgi : HIJAU
MINGGU BIASA XXI

Allah Adalah Penolong dan Perisai Bagi Orang Yang Takut Akan Dia

Bacaan : Mazmur 115:1-15

Saudara saudariku di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Apakah di antara saudara saudariku sekalian ada yang pernah mengamat-amati orang-orangan di
sawah ? Saya pernah. Mereka diberi baju lusuh juga celana panjang. Biasanya tempurung kelapa
atau bola rusak menjadi kepalanya. Orang-orangan itu didandani semirip mungkin dengan orang
beneran. Punya tangan dan kaki walau tidak sempurna. Pada bagian kepala biasanya diberi topi
caping gunung yang sudah tidak terpakai. Orang-orangan sawah itu pada umumnya dipasangi tali
raffia yang bisa ditarik. Nariknya dari sebuah gubug tempat pak tani berteduh dari panasnya
sengatan matahari. Ada yang dikalungi kaleng berisi batu yang bisa berbunyi klontang-klontang
saat tali ditarik. Bunyinya berisik karena memang tujuannya mengusir burung-burung emprit yang
menyerbu padi menguning di sawah. Meskipun demikian, ada juga orang-orangan sawah yang
tanpa tali. Mereka hanya dibiarkan saja di taruh di tempat-tempat strategis dan hanya sedikit
bergerak jika tertiup angin. Kalau soal fungsi ya sama saja alias sami mawon : untuk-nakut nakutin
burung.

Saudara saudariku di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Seperti orang-orangan sawah itulah semua berhala yang terbuat dari perak atau emas. Tidak
memiliki nyawa. Mereka ada karena dibuat tangan manusia. Meskipun berhala berbentuk patung
yang didandani dengan sangat baik, tetap saja mirip orang-orangan sawah : tidak bisa berbicara, tak
mampu berjalan, tak dapat mendengar atau melakukan aktivitas apapun. Sama-sama tidak
bernyawa dan tidak berdaya. Tidak memiliki kehendak dan tak bisa memberi jawaban apapun
kepada manusia yang bertanya/ berbicara kepadanya. Pemazmur dalam Mazmur 115
menggambarkan berhala-berhala bisu yang disembah bangsa-bangsa yang dilalui Israel dalam
perjalanan menuju tanah Kanaan. Pemazmur membandingkan berhala-berhala tak berdaya itu
dengan Allah semesta alam yang terbukti berkali kali bertindak menolong bangsa Israel. Jika pada
pasal sebelumnya (yakni Mazmur 114) Pemazmur menggambarkan betapa ketakutannya laut yang
melarikan diri ke kanan dan ke kiri sehingga bangsa Israel bisa menyeberangi laut Teberau dengan
sorak sorai, sungai Yordan berbalik ke hulu, gunung-gunung melompat-lompat bagai domba jantan
dan bukit-bukit meloncat-loncat seperti anak domba, serta seluruh bumi gemetar karena Allah yang
bertindak membela umat Israel, maka pada Mazmur pasal 115 ini, Pemazmur memberikan
kemuliaan dan pujian hanya bagi Allah yang kasih setiaNya tak berkesudahan. Pemazmur
mengolok-olok para berhala yang dipuji dan disembah oleh para musuh Israel. Berhala-berhala
mereka terbukti tak berdaya, sungguh sangat berbeda dengan Allah Israel yang hidup.

14
Saudara saudariku di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Mazmur 115: 11 menceritakan tentang dampak yang diperoleh umat yang takut akan Tuhan yakni
Allah bersedia menjadi Penolong dan Perisai bagi mereka. Allah bertindak demikian karena
mengingat kaum Israel, yakni kaum yang takut akan Tuhan. Kata mengingat dalam Mazmur
115:12 merupakan gambaran bahwa umat Israel ada dalam pikiran Allah. Allah memikirkan,
mengingat-ingat dan tak pernah lupa kepada Israel karena Israel ada di lubuk hati Allah. Dan
karena umat Israel ada di lubuk hati serta ada di dalam pikiran Allah maka dapat dikatakan bahwa
Allah sedang jatuh cinta kepada Israel. Dan kasihNya yang besar itu mendorong Allah bertindak
secara berulang melindungi serta memberkati Israel yang dicintaiNya dengan sepenuh hati.

Saudara saudariku di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Allah yang menciptakan langit dan bumi disembah oleh pemazmur dan umat Israel adalah Allah
yang disembah juga oleh GKSBS. Pada segala masa, umat Kristen di GKSBS mengakui
kedaulatan Allah atas hidup mereka, baik pada masa transmigrasi, pada masa nglari, pada masa
membentuk persekutuan, maupun pada masa merawat persekutuan dan mengembangkannya di
zaman modern ini. Saya percaya bahwa Allah semesta alam itu juga jatuh cinta kepada GKSBS.
Jatuh hati kepada kita semua. Allah mengingat kita. Dia telah, sedang dan akan terus memberkati
kita, umat kepunyaanNya yang takut akan Dia. Haleluya.

Saudara saudariku di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Pada segala masa, berbagai tantangan telah GKSBS hadapi bersama dengan Tuhan. Para leluhur
kita pendiri GKSBS telah melihat dan merasakan pertolongan Tuhan yang menolong mereka dan
menjadi perisai bagi mereka. Mereka telah melihat dan mengecap cinta Tuhan kepada mereka.
Cinta Tuhan kepada GKSBS. Nenek moyang GKSBS telah mengalami berbagai kemenangan atas
beragam tantangan dan cobaan. Mereka tidak menyerah meskipun alasan untuk menyerah itu ada.
Medan pelayanan yang sulit, fasilitas terbatas, keanekaan asal latar belakang gereja dari umat yang
dilayani, ketiadaan pengalaman melayani, minimnya pelatihan dan pengaderan, dst. Tetapi semua
alasan yang masuk akal itu tidak dijadikan alasan bagi mereka untuk berhenti melayani. Mereka
dengan setia menjaga sikap hati yang takut akan Tuhan. Dengan pertolongan Tuhan, mereka telah
diberkati dan berhasil mengubah tongkat jadi tanaman di bumi Sumatera bagian Selatan ini.

Kita di zaman sekarang inipun seharusnya menjaga diri kita untuk dengan rendah hati memelihara
rasa takut akan Tuhan. Tuhan mengingat kita. Kita ada dalam hati dan pikiran Allah. Dan Allah
sudah jatuh cinta kepada kita. Kiranya Tuhan memberi pertambahan kepada kita, kepada kita dan
kepada anak anak kita. Diberkatilah GKSBS oleh Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi. Amin.

15
Nas Pembimbing : Mazmur 115: 16-18
Berita Anugerah : Mazmur 114:1-8
Nas Persembahan : Mazmur 113:1-3

Nyanyian :
1. KJ 440:1-2
2. KJ 438: 1,3,4
3. KJ 415:1-2
4. PKJ 280:1-3
5. PKJ 146: 1- dst
6. KJ 410:1-2

16
SILAHKAN LIHAT PANDUAN
MASA PERAYAAN HIDUP BERKELUARGA

(MPHB)
02 OKTOBER 2022 – 31 OKTOBER 2022

17
Minggu, 06 November 2022
Warna Liturgi: HIJAU
MINGGU BIASA XXVII

HADIR SEBAGAI SAUDARA


1 Petrus 1:22-25

Saudari-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus

Beberapa bulan yang lalu, tepatnya tanggal 4-6 Agustus 2022, Majelis Pimpinan Sinode (MPS)
GKSBS mengadakan acara ulang tahun ke-35 Sinode GKSBS. Dalam pelaksanaan acara tersebut
ada beberapa rangkaian acara, satu diantaranya adalah menghadirkan para Pendeta Emiritus dan
keluarga juga para pendeta muda yang usia pelayanannya lima tahun ke bawah. Ada sukacita besar
yang diperlihatkan para emeritus dan keluarga tatkala berjumpa dengan teman lama (teman
sepelayanan) di masa mereka. Pelukan hangat, haru dan sukacita di antara mereka oleh karena
sudah lama tidak berjumpa satu dengan yang lainnya. Ada di antara mereka yang menyampaikan
bahwa mereka sangat bersyukur kepada Tuhan karena meski sudah emiritus, fisik mulai lemah,
sering mengalami sakit namun masih bisa berjumpa satu dengan yang lainnya. Mereka dapat
berbagi cerita, suka dan duka di masa pelayanan, awal memasuki masa emiritasi hingga saat itu.
Demikian juga para pendeta muda yang baru menjalani masa pelayanan lima tahun ke bawah.
Kalau sebelumnya merasa masih sangat muda bahkan mungkin ada yang kurang percaya diri, kini
tumbuh percaya diri dan optimisme dalam diri karena berjumpa dengan teman sebaya, teman
seperjuangan dalam menjalani masa pelayanan yang masih panjang ini. Dari moment ini, terlihat
dengan jelas bahwa perjumpaan sebagai teman atau saudara/i dalam pelayanan, kasih dan lainnya
memberikan aura positif, membangkitkan semangat percaya diri dan menumbuhkan kerinduan
untuk berbuat lebih baik lagi serta berdampak postif bagi sesama selama masih ada kesempatan.

Saudari-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus

Berdasarkan Firman Tuhan saat ini, Rasul Petrus dalam suratnya kepada jemaat Kristen yang
tersebar di wilayah Asia kecil bagian utara, selain berbicara tentang kekudusan juga menyinggung
tema kasih persaudaraan. Surat 1 Petrus ini dialamatkan kepada jemaat-jemaat yang mencar atau
tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil, Bitinia. Mereka adalah jemaat Kristen yang
tersebar dan sedang diperlakukan sebagai orang asing, tanpa hak apa pun. Mereka sedang
mengalami tekanan dan penganiayaan dari pemerintah Romawi oleh karena mereka percaya
kepada Kristus.

Dalam konteks sebagai jemaat yang sedang dalam tekanan dan penganiayaan ini, ada kemungkinan
masing-masing berusaha dan berjuang untuk dirinya sendiri demi bisa bertahan hidup. Maka Rasul
Petrus hadir dan menyapa mereka, ia menasihati mereka agar hendaknya saling mengasihi satu
sama lain dengan sepenuh hati atau dengan hati yang murni. Mereka diyakinkan dan diteguhkan
oleh Petrus bahwa mereka adalah manusia baru yang bukan lahir dari manusia melainkan dari Bapa

18
yang abadi. Ini memperlihatkan kesan kuat bahwa jemaat ini adalah orang-orang yang baru saja
menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamat. Petrus juga mengutip hal penting yang
disampaikan nabi Yesaya bahwa seluruh umat manusia bagaikan rumput, dan segala kebesarannya
seperti bunga rumput. Rumput layu, bunganya pun gugur, tetapi sabda Tuhan tetap untuk selama-
lamanya. Sabda yang dimaksud adalah Kabar Baik yang sudah diberikan kepadamu.

Sebagai ciptaan yang lahir dari Bapa, yang telah menyucikan diri oleh ketaatan dan kebenaran
maka Petrus mengingatkan agar mereka memandang orang lain sebagai saudara. Mereka telah
mengalami kasih Allah, maka kasih Allah itulah yang dapat dijadikan sebagai landasan untuk
mengasihi dan melihat orang lain itu sebagai saudara. Artinya bahwa sebagai ciptaan baru di dalam
Tuhan, maka merupakan sebuah kewajiban bagi mereka untuk memandang orang lain sebagai
saudara dengan kasih yang tulus dan murni. Kalau di antara mereka sedang tersebar atau terpisah-
pisah dan merasa sendirian karena telah merespon panggilan Tuhan untuk menjadi umat-Nya,
maka Petrus menyapa mereka dan mengajak mereka untuk membangun persaudaraan atas dasar
kasih Allah dalam hidup mereka masing-masing. Dengan persaudaraan yang dibangun atas kasih
Allah itu, maka masing-masing tidak lagi merasa sendirian. Mereka dapat saling menguatkan,
saling menghibur, saling membantu dan menopang sebagai sesama ciptaan baru, bahkan menjadi
berkat bagi orang lain yang ada di sekitar mereka.

Saudari-saudara yang dikasihi Tuhan,

Jemaat Kristen transmigran yang tersebar di Sumatra bagian Selatan kala itu, mengalami kemiripan
nasib seperti jemaat Kristen yang menjadi penerima Surat Rasul Petrus ini. Kegelisahan,
kecemasan dan ketakutan karena sendirian sebagai pengikut Kristus diantara para transmigran yang
berbeda keyakinan merupakan pergumulan berat bagi mereka. Namun, kita telah mendengar
banyak cerita bahwa pergumulan berat itu terlewati hanya karena mereka bersedia berjumpa dan
dijumpai sebagai saudara. Mereka dapat saling menguatkan, memotivasi dan membantu dalam
menjalani hari-hari sebagai transmigran. Cinta kasih yang tulus dan murni itulah yang menjadi
penggerak untuk mereka dapat hidup sebagai saudara dalam banyak hal.

Suadari-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,

Perayaan ulang tahun ke-35 Sinode GKSBS yang lalu, adalah sebuah moment yang dipahami
sebagai moment perjumpaan saudara dalam kasih untuk saling menyemangati. Hari ini saudari-
saudara dan saya berjumpa melalui persekutuan ibadah ini. Perjumpaan ini didasari atas kasih
Allah dalam kehidupan kita. Mari kita jadikan perjumpaan ini dan perjumpaan-perjumpaan di
tempat lain untuk saling membantu, menopang, menguatkan dan saling menyemangati di tengah
kemelut dan carut-marutnya kehidupan ini. Kiranya kasih Tuhan menjadi fondasi yang kuat bagi
kita untuk terus menjalin persaudaraan dan berdampak positif bagi sesama dan segenap ciptaan.
Tuhan memberkati kita. Amin.

19
Nas pembimbing : Mazmur 101:1
Berita Anugerah : 1 Korintus 15:2
Nas Persembahan : 1 Tawarikh 16:29

Lagu-lagu
1. Ny. Pembukaan : PKJ 8:1-6
2. Ny. Bersama : PKJ 14
3. Ny. Peneguhan : PKJ 209:1-2
4. Ny. Respon : KJ 249:1-3
5. Ny. Persembahan : PKJ. 146:1 dstnya
6. Ny. Penutup : PKJ 179:1-2

20
Minggu, 13 November 2022
Warna liturgi : HIJAU
MINGGU BIASA XXVIII

KESUDAHAN SEGALA SESUATU SUDAH DEKAT.

1 Petrus 4: 7-11

Syalom Bapak/ibu,
Jika kita diminta untuk menyebutkan 5 benda, lebih mudah menyebutkan 5 benda yang kita sukai
atau yang tidak kita sukai? Mari coba kita bayangkan untuk menyebutkan benda yang kita sukai
dan kita tidak sukai. Jika sudah, bagaimana perasaan kita jika benda yang kita sebut tadi akan
berakhir atau sirna? Gembira atau susah? Bapak Ibu dan saudara/i, Perikop ini menyapa kita
dengan kalimat yang mengejutkan. Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Kesudahan dari 10
benda tadi sudah dekat. Bukan hanya itu, tapi rasa yang melekat pada 10 benda tadi juga akan
sudah, akan selesai. Segala sesuatu, segala kata benda, segala yang bisa dihitung, dirasa, dilihat
akan selesai. Walau dibuka dengan pernyataan segala sesuatu sudah dekat, yang juga menyatakan
bahwa segala sesuatu itu akan hilang, namun perikop ditutup dengan berlawanan. Bila segala
sesuatu akan lenyap, ternyata ada satu yang berbeda. Ada yang tidak akan berkesudahan, tidak
akan berakhir, justru berlaku ADA untuk selamanya.

Bapak/Ibu, Saudara-saudari yang dikasih oleh Tuhan,


Kalau memang segala itu sirna, mengapa meletakkan hati padanya? Bergantung pada sesuatu yang
rapuh akan membuat diri terjatuh. Mengapa membiarkan SEGALA itu menjadi tautan diri? Bukan
ketenangan yang kita dapatkan tetapi kebimbangan. Salah satu kerugian dari kebimbangan adalah
kehilangan ketenangan. Ketenangan perlu untuk mendasari laku berdoa. Berdoa untuk
menghubungkan diri dengan Sang Pencipta. Berdoa dalam arti total menyerahkan segala sesuatu
kepada Tuhan. Sehingga bisa jadi kita akan mengalami kesulitan berdoa jika masih ada
kegelisahan, yang disebabkan oleh adanya kelekatan diri pada sesuatu. Tetapi akan sangat berbeda
jika yang melekat itu adalah penyerahan total pada Tuhan. Contohnya sering kita mengatakan, ya
Tuhan biarlah kuasaMu yang terjadi tetapi masih saja menawar karena hati masih melekat pada
sesuatu yang menyebabkan kita merasa gelisah olehnya. Maka dalam salah satu ayat di perikop ini
mengatakan…Karena itu Kuasailah diri, jangan dikuasai oleh yang lain maka terciptalah,
ketenangan, selanjutnya kita dapat berdoa.

Bapak ibu, saudara-saudari yang dikasihi Tuhan. Menjalani laku seperti di atas tentu tidak mudah.
Keduniawian itu sudah menjadi bagian kita dan itu tidaklah mudah untuk diabaikan. Membutuhkan
anugerah yang besar dan lingkungan yang amat sangat mendukung. Bila suasananya berbeda,
anugerah dan lingkungan tidak mendukung, kecenderungannya justru mudah jatuh ke dalam dosa.
Bahkan upaya yang keras tidaklah cukup karena sapu yang kotor sulit membersihkan lantai
menjadi bersih.

21
Perikop kita di dalam Kitab I Petrus 4 ini memberikan jalan yang berbeda, namun sama dalam
hakekatnya. Petrus, bagaimanapun kita membelanya, bukanlah Pembawa Karakter Tenang,
tidaklah tepat kalau karakter tenang diletakkan padanya. Beberapa peristiwa yang ia jalani justru
penuh kontraversi, meluapkan emosi dengan mencabut pedang. Namun hikmat perjalanan
kehidupan tidaklah selalu berasal dari kesuksesan, tetapi juga dari kekurangan. Petrus melihat
bahwa ketenangan adalah sesuatu yang ia butuhkan. Terlebih dari pengalamannya ketika berjalan
di atas air, ketidak tenangan mengakibatkan ia hampir tenggelam.

Maka ada jalan lain yang dia tawarkan. Jalan yang juga telah ia tempuh. Namanya tawaran
mengasihi, Petrus mengatakan” Kasihilah satu dengan yang lain. Saling mengasihi antara yang satu
dengan yang lain, sehingga kasih menaungi semuanya. Karena dengan kasih, menutupi
kekurangan untuk berlaku melepas diri dari benda atau sesuatu yang akan hilang. Ternyata melalui
jalan kasih ini, kita mengetahui bahwa kasih bukanlah semata-mata bertujuan pada orang lain.
Kasih justru menjadi pelengkap diri sendiri dalam menghadapi ketidak sempurnaan. Mengasihi
bukan semata-mata karena kebutuhan orang lain tetapi perbaikan yang berorientasi juga pada diri
sendiri. Dalam laku yang demikian kasih menjadikan objek dan subjek pelaku kasih menjadi
setara. Tidak lebih dari yang lain. Jadi benar, bahwa kasih menjadikan saya dan bapak ibu setara,
menjadikan si Pemberi dan sang Penerima saling memberi kebutuhan masing-masing.

Bapak dan Ibu yang dikasihi Tuhan, Adalah kebutuhan hakiki manusia untuk mempunyai relasi
(Nglari). Itulah sebabnya semua orang membutuhkan kasih. Kapanpun dan di manapun. Terlebih
lebih di saat kesulitan, kebutuhan untuk mengasihi dan dikasihi itu semakin terasa. Dulu kita
membutuhkan tumpangan, tetapi sekarang kita membutuhkan memberi tumpangan pada yang lain
karena dengan demikian hidup kita tidak berorientasi pada gelisah karena akan kehilangan sesuatu.

Kita, GKSBS berada di wilayah pelayanan yang secara geografis dan geopolitik yang tidak unggul
dari sisi keamanan. Namun warga jemaat dari berbagai wilayah dan suku telah memilih untuk
tinggal dan menjalani hidup di sini di Sumbagsel. Tingkat kesulitan pendatang selalu lebih tinggi
dibanding dengan yang sudah mapan. Hal yang logis bila kebutuhan kita akan kasih dan mengasihi
lebih dari yang lain. Kita mempunyai kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sehingga
tempat tinggal kita, Sumbagsel ternaungi oleh kasih.

Pada Ibadah Pembukaan Retret Pendeta Emeritus Tgl 4 Agustus 2022, Kidung Pembukaan
memakai PKJ 274 (Pakailah Waktu Anug’rah Tuhanmu). Pada ayat 1 syairnya berbunyi demikian :

Pakailah waktu anug’rah Tuhanmu, hidupmu singkat bagaikan kembang. Mana benda
yang kekal dihidupmu? Hanyalah kasih tak akan lekang. (Reffrein) Tiada yang baka
didalam dunia, s’gala yang indah pun akan lenyap. Namun kasihmu demi Tuhan Yesus
sungguh bernilai dan tinggal tetap.

Syair ini dinyanyikan dengan semangat oleh para peserta dan Para Pendeta Emeritus. Tentu itu
karena pengalaman mereka mencicipi asam-garam pelayanan dan kehidupan. Dalam usia emeritus
22
pemaknaan terhadap waktu dan kebendaan di Sumbagsel lebih banyak dari yang lain. Kekuatan
kasih, terlebih Kasih Tuhan yang sempurna, nyata dalam perjalanan mereka.1

Namun lebih dari sekedar memberi dan menerima kebutuhan melalui kasih, sisi lain yang
disebutkan oleh Rasul Petrus dalam hal ini adalah tentang Keabadian. Keabadian dalam Kemuliaan
dan Kuasa Allah yang hadir melalui Yesus Kristus. Bila di awal kita dipertemukan dengan sesuatu
yang akan sirna. maka di bagian penutup, kita diberitahu bahwa ada satu hal yang tidak akan
berkesudahan dan sirna. Satu yang abadi itu adalah Kuasa Allah yang Abadi dan Mulia. Maka
kemelekatan pada sesuatu yang sudah akan sirna sebaiknya dialihkan pada yang tidak sirna yaitu
Kuasa dan Kemuliaan Kerajaan Allah melalui Yesus Kristus. Kuasa Allah Abadi dan Mulia tidak
sirna, maka selain daripada itu akan berkesudahan. Karena Engkaulah yang punya Kerajaan dan
Kuasa, sampai selama-lamanya. Kita diajak masuk ke dalamnya, maka tidak akan menjadi sia-sia.
Dibandingkan dengan melepaskan kemelekatan pada sesuatu, dalam rangka menuju Kuasa dan
Kemuliaan Allah, Rasul Petrus mengajak kita untuk menjalani kasih didalam Yesus Kristus. Di
dalam kasih, tenang dan berdoalah bersamaNya. Amin

Nas Pembimbing : Nehemia 8:12

Berita Anugerah : Lukas 12:29-32

Nas Persembahan : Mazmur 28:7

Kidung Pujian

1. PKJ 13:1-2 (Kita Masuk Rumahnya)


2. KJ 410: 1-2 (Tenanglah Kini Hatiku)
3. KJ 385: 1-3 (Burung Pipit Yang Kecil)
4. Respon Firman: PKJ 166: 1-2 (Tenang dan Sabarlah)
5. Persembahan: PKJ 145: 2-3 (Aku Melangkah ke Rumah Tuhan)
6. Penutup: KJ 413:1-2 (Tuhan, Pimpin AnakMu

1
https://youtu.be/NUUD2TTZOx4
23
Minggu, 20 November 2022
Warna Liturgi : PUTIH
MINGGU KRISTUS RAJA

PENGAKUAN YANG MENGUATKAN UNTUK TERUS BERKARYA

2 PETRUS 1:16-21

Shalom, Bapak, ibu, saudara, saudari yang dikasih Tuhan,

Semoga kita semua ada di dalam keadaan baik. Hari ini kita merayakan hari raya Kristus Raja.
Dalam putaran liturgi, hari Raya Kristus Raja adalah puncak dari putaran liturgi selama setahun.
Adven sebagai awal dari putaran liturgi dan mulai dari masa adven kita diajak untuk menemukan,
menghayati dan mengejewantahkan karya keselamatan di dalam Yesus Kristus, yang kemudian
ditutup dengan pengakuan bahwa Kristus Raja, yang minggu ini kita rayakan.

Baiklah sekarang kita spesifik pada bacaan kita saat ini. Nah, bapak, ibu dan saudara/i, jika ada
seseorang berkata “Saya adalah anak raja.” Apakah kita serta merta percaya atas pengakuan
tersebut? Agar orang-orang percaya atas pengakuan tersebut, orang itu dapat saja menunjukkan
akte lahir yang memberikan keterangan siapa orang tuanya atau membawa beberapa orang saksi
untuk mendukung pernyataannya, tetapi bukti yang paling kuat adalah pernyataan dari raja sendiri
yang berkata ”Benar, dia adalah anak saya.”

Pengakuan bahwa Tuhan Yesus adalah Anak Allah tidak dipastikan dari selembar akta atau dari
kesaksian sekumpulan orang-orang yang menyukainya, melainkan dari Bapa Sorgawi sendiri.
Itulah yang dicatat oleh para murid dalam kitab suci. Petrus, salah satu murid Tuhan Yesus yang
menyaksikan bagaimana Yesus dimuliakan sebagaimana yang telah kita baca dalam Surat 2 Petrus
1:17-18 mengatakan, “kami menyaksikan, bagaiman Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari
Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari yang Maha Mulia, yang mengatakan, inilah Anak
yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan. Kata “kami” menunjukan bahwa lebih dari satu
orang (bukan Petrus sendiri). Jika kita membaca dalam Injil Markus 9:2:13, maka ada Petrus,
Yohanes dan Yakobus. Dengan demikian, kemuliaan Yesus tidak diragukan lagi, bukanlah berita
hoaks, tapi justru memberikan peneguhan kepada kita bahwa Alah Bapa sendiri yang mengakui
Yesus sebagai AnakNya.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,

Pengakuan Allah Bapa kepada Yesus merupakan bentuk cinta kasihNya kepada manusia, bahkan
mau merendahkan diri menjadi manusia. Pengakuan ini juga menjadikan kita sebagai pribadi-
pribadi dan gereja yang semakin tangguh. Iman kita sebagai pengikut Kristus semakin dikuatkan
terlebih dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Ada begitu banyak persoalan yang kita
hadapi saat ini, seperti situasi ekonomi yang semakit sulit membuat beban hidup yang semakin
berat, penyakit yang tidak kunjung sembuh sehingga terkadang putus asa, persoalan di tempat kerja
24
yang membuat kita semakin tertekan, konflik keluarga antara suami-istri, anak-orang tua yang
membuat tidak nyaman di rumah dan melakukan hal-hal yang membuat situasi lebih parah (mabuk,
narkoba, seks bebas dll.). Dalam kehidupan bergereja pun tidak lepas dari pergumulan terkhusus di
GKSBS. Ada gereja-gereja yang begitu sulit untuk membangun kehidupan berjemaat karena
keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan keuangan, sementara di sisi lain ada gereja-gereja
yang berkelimpahan SDM dan dana serta memiliki akses yang luas ke berbagai pihak sehingga
terlihat ada kesenjangan baik dari fisik bangunan gereja maupun dari program yang dilaksanakan.

Jemaat yang dikasihi Tuhan,

Saat ini kita merayakan puncak kalender gerejawi bahwa Yesus Kristus adalah Raja, makanya di
awal disebutkan bahwa kita ada dalam minggu “ Kristus Raja ”. Ini menjadi momen penting untuk
kita, baik kehidupan secara pribadi maupun kehidupan bergereja di GKSBS. Secara pribadi, Yesus
Kristus yang adalah anak Allah dan Raja, semakin meyakinkan kita untuk tunduk dan mau untuk
dipimpinNya. Sebagai orang-orang yang dipimpinnya pasti dilindungi, diperhatikan, diberikan rasa
aman dan damai. Secara bergereja, sebagai Raja Gereja, pastilah Ia ingin kehidupan bergereja
dapat berjalan dengan baik dan saling menopang satu dengan yang lain. Saat ini waktu yang tepat
bagi kita menyatukan kekuatan (SDM dan dana) untuk menguatkan jemaat-jemaat GKSBS yang
lain, yang masih lemah dan terbatas, supaya kesenjangan yang terjadi tidak terlalu melebar jauh.
Saya sangat yakin jemaat Tuhan di sini adalah orang-orang yang memiliki kemampuan atau
kekuatan. Marilah kita menggabungkan kekuatan-kekuatan itu menjadi kekuatan yang sangat besar
untuk bersama-sama membangun jemaat-jemaat di wilayah sinode GKSBS. Semoga Yesus Kristus
yang adalah Raja menggerakan kita untuk berjumpa dan terus berkarya dengan saudara-saudari
dalam Rumah Bersama. Amin.

Nas Pembimbing : Mazmur 7: 18


Berita Anugereh : Titus 2: 11-13
Nas persembahan : 2 Korintus 8: 13-15

Nyanyian :

1. Lagu Pembukaan : KJ. 10: 1,2,5


2. Lagu Nyanyian Pujian : KJ. 242: 1,3
3. Nyanyian Peneguhan : PKJ. 202
4. Nyanyian Responsoria : KJ. 280: 1-3
5. Nyanyian Persembahan : KJ. 288:1 - selesai
6. Lagu Penutup : PKJ. 182: 1,4,5

25
Minggu, 27 Nopember 2022
Warna Liturgi : UNGU
MINGGU ADVEN 1

Berpagang Pada Pengharapan

Ibrani 6: 9-20

Ibu bapak dan saudara/i ku, para kekasih Allah,

Tidak terasa hari ini kita sudah masuk minggu Adven I. Jika minggu lalu kita merayakan hari raya
Kristus Raja sebagai puncak atau akhir dari putaran liturgi tahunan, maka pada hari ini kita mulai
memasuki masa Adven pertama, yang mana ini adalah awal dari sebuah putaran liturgi tahunan.
Minggu Adven bagi kita bukan sekadar ikut mengenang penantian para nabi dan umat Allah di
masa Perjanjian Lama, tetapi juga harapan ke masa depan, yaitu penantian gereja kepada Kristus
yang akan datang kembali. Kapan? Alkitab mengatakan kedatangan Kristus di saat tidak terduga,
persis seperti kedatangan “seorang pencuri”. Yang penting adalah nantikanlah terus
kedatanganNya, dan sambil menanti, tetaplah berpengharapan, bekerja dan tunaikan semua
tugas dan tanggungjawab.

Masih sangat terasa konteks kita masa ini adalah konteks pasca pandemi yang serba ragu-ragu,
karena peralihan pandemi ke Endemi diwarnai dengan masih banyaknya wilayah yang terinfeksi
covid.

Apa yang sedang saudara/i rasakan dalam konteks pasca pandemi ini? Tentu bermacam-macam,
sesuai dengan kondisi dan situasi masing-masing. Ada yang berjuang dari nol memperbaiki
usahanya, ada yang harus mencari pekerjaan baru karena terkena pemutusan hubungan kerja, dan
lain sebagainya. Namun di sisi lain, tentu ada situasi yang menyenangkan dan membanggakan
pasca pandemi ini. Banyak usaha baru atau kreatifitas ekonomi yang baru tercipta. Berbagai
peluang usaha menjadi bagian yang sangat mendukung bagaimana kita bangkit dari keterpurukan
ekonomi dalam konteks pandemi, dan tentu ada dampak lainnya, baik positif maupun negatif.

Dalam konteks seperti ini, kita Orang percaya penting memiliki dan memegang teguh pengharapan
seperti sauh yang kuat. Hanya pengharapan yang memampukan kita semua bertahan dan dapat
menghadapi berbagai tantangan kesulitan tersebut.

Ibu bapak dan saudara/i ku, para kekasih Allah,

Ada tiga orang yang punya masalah seperti yang tergambar dalam pembacaan Alkitab kita hari ini,
yang pertama, yaitu MEREKA, yaitu orang-orang Ibrani ... Kita tahu ke-khasan masalah yang
dihadapi oleh jemaat mula-mula, mereka dianiaya, ditekan, bukan hanya dari lingkungan mereka
yang berbeda iman dengan mereka, tapi bahkan dengan saudara seiman mereka sendiri. Mereka

26
juga punya pengharapan yang sangat kuat akan kedatangan kembali Yesus ... dan ternyata sampai
hari ini masih kita nantikan. Itu masalah yang menjadi persoalan orang-orang Ibrani.

Yang kedua, DIA, yaitu Abraham ... Seseorang yang di sebut dalam ayat 15. Kita tahu persis apa
yang menjadi permasalahan dan pengharapan Bapa Abraham. Dengan iman yang dimiliki
Abraham, itu yang membuatnya tetap berpengharapan selama kurang lebih 25 tahun menantikan
janji Tuhan dipenuhi, yang akhirnya dipenuhi dengan kehadiran Ishak. Yang ketiga, orang terakhir
adalah ... KITA, yaitu saya dan bapak-ibu ... Kita adalah orang yang tentu memiliki pergumulan
namun dengan iman, itu yang membuat kita utuk tetap memiliki asa, dan itu yang membuat kita
untuk terus berusaha menjangkau apapun pengharapan kita.

Ibu bapak dan saudara/i ku, para kekasih Allah,

Yang menarik dari bacaan Alkitab adalah, mengingatkan kita hari ini untuk tetap berpegang teguh
dalam pengharapan, tidak kehilangan asa. Tidak ada yang tahu kesudahan dari semua ini, namun
sekali lagi tetap jaga asa itu hidup dalam diri kita, karena yang menjanjikannya adalah Tuhan,
karena itu, jangan berhenti berharap! Ibarat kapal yang berlayar, kita butuh sauh dan jangkar yang
kuat. Orang percaya diingatkan akan pentingnya memegang teguh pengharapan akan keselamatan
yang telah dianugerahkan.

Ketekunan dan ketaatan Abraham menjadi contoh yang kuat untuk selalu dihadirkan kembali.
Ketika kitab Ibrani ini mengingatkan kembali kisah Abraham, tentu ada yang mau didorong bagi
kita para pendengar masa kini. Ketekunan dan ketaatan seperti apakah yang dapat kita hidupi di
masa kini. Dalam konteks kita kini dan di sini.

Ibu bapak dan saudara/i ku, para kekasih Allah,

Sebagai kaum pendatang di Sumbagsel ini, kita adalah orang-orang yang berpengharapan akan
hidup yang lebih baik. Meski masa-masa itu yang dilihat hampir sebagian besar terkait dengan
kesulitan, kesepian, keterlemparan, namun bersamaan dengan rasa itu, ada pengharapan di
dalamnya.

Kekuatannya adalah Iman dan kesabaran akan mendapat apa yang dijanjikan oleh Allah, yang
terbangun dalam kebersamaan “paseduluran senasib sepenanggungan”. Di dalam nilai paseduluran
ini pengharapan dalam Kristus nyata benar. Saling memberi diri, berkorban untuk yang lain, dan
seterusnya.

Sekarang dalam konteks kita di masa kini, berbagai kesulitan mungkin masih membelenggu kita,
juga perasaan kesepian karena jauh dari anak-anak dan keluarga lainnya. Apa yang dapat kita
lakukan? Mengingat dan menghadirkan kembali bagaimana caranya umat Kristen mula-mula yang
dalam tekanan mereka mampu menghadapinya. Mengingat dan menghadirkan bagaimana cara
beriman Abraham yang menimbulkan ketaatan dan ketekunan yang berbuah pada terwujudnya
27
kehendak Allah. Mengingat dan menghadirkan bagaimana caranya beriman para pendahulu gereja
di sumbagsel ini yang mampu bertumbuh dalam berbagai tekanan.

Baiklah semangat ini yang akan menuntun kita memasuki minggu-minggu adven ini, dan membuat
kita selalu berupaya untuk berdampak baik bagi sesama. Amin.

Nas Pembimbing : Yesaya 55:10-11


Berita Anugerah : 2 petrus 3:9
Nas Persembahan : Amsal 12:25

Nyanyian :

1. PKJ 168:1-3
2. PKJ 164:1-3
3. PKJ 165:1-3
4. PKJ 285
5. PKJ 148:1-dst.
6. PKJ 235:1-2

28
Minggu, 04 Desember 2022
Warna Liturgi : UNGU
MINGGU ADVEN 2

Menyambut Dia dalam damai


Yesaya 11: 1-10

Ibu bapak dan saudara/i yang dikasihi oleh Yesus Kristus,

Hari ini kita memasuki Minggu Adven kedua. Adven adalah masa penantian kedatangan Kristus.
Sebagaimana artinya, masa Adven hendak menegaskan bahwa Natal segera datang. Masa adven
terdiri dari 4 minggu, nah pertanyaannya apa saja yang akan kita lakukan selama empat minggu di
masa penantian ini? Adven merupakan masa kita mengenang Yesus Kristus yang datang ke dunia
dalam wujud bayi mungil, dan sekaligus juga masa penantian akan kedatangan-Nya kembali. Ingat
kata kuncinya adalah masa persiapan atau penantian. Adven bagi kita merupakan masa untuk
mengingat dan bersiap sedia menyongsong kedatangan Yesus yang akan datang. Maka yang
penting dalam minggu Adven adalah persiapan keseluruhan hidup dalam menyambut kedatangan
Yesus Kristus. Minggu Adven sebagai persiapan menyambut kedatangan Kristus yang akan datang
dalam kemuliaan.

Jadi kembali ke pertanyaan di atas, apa saja yang akan kita lakukan selama masa adven? Mari coba
kita ingat-ingat apa saja yang kita lakukan selama ini di masa adven? Sibuk dengan buat kue, sibuk
mengecat rumah, sibuk memasak untuk diantar ke tentangga kiri-kanan, sibuk bersih-bersih rumah,
bukankah ini adalah kebiasaan yang kita lakukan selama ini di masa adven? Jika ya, tentu ini
adalah hal yang baik yang dilakukan dalam masa adven. Namun apakah cukup hanya sampai di
situ yang kita lakukan di masa adven? Tentu tidak. Dari semua kesibukan itu, yang tidak kalah
pentingnya untuk kita lakukan di masa adven adalah persiapan diri dalam rangka menyambut
kedatangan Tuhan. Nah dengan demikian semakin jelas pertanyaannya bagi kita, yaitu persiapan
diri macam apa yang harus kita lakukan dalam rangka menantikan kedatangan Kristus? Pertanyaan
ini harapannya dapat menjaga kita dari sikap atau cara menyambut Natal yang keliru, contohnya
mempersiapkan Natal sebagai ajang pamer kemewahan.

Bapak, ibu saudari/a yang dikasihi Tuhan

Yesaya pasal 11 ini berisi tentang pengharapan orang Israel akan kedatangan Mesias. Pada waktu
itu keadaan Israel sedang hancur. Israel Utara sudah hancur, dan Israel Selatan sedang menuju pada
kehancuran juga. Namun melalui nabi Yesaya Tuhan memberikan penghiburan dengan
menjanjikan kedatangan Mesias. Sebenarnya sejak pasal yang ketujuh, kitab Yesaya berbicara
tentang kedatangan Mesias yang akan memulihkan keadaan bangsa Israel. Topik ini dibicarakan
sampai dengan pasal yang kedua belas. Dalam pasal kesebelas yang menjadi bacaan kita saat ini,
Yesaya menggambarkan bahwa kedatangan Mesias itu seperti tunas yang muncul dari tunggul Isai.

29
Tunggul adalah sisa batang pohon yang ditebang. Tapi dari sisa batang yang tampaknya tanpa
kehidupan itu kemudian muncul tunas yang artinya ada kehidupan. Yesaya menubuatkan bahwa
Allah akan memulihkan Israel, hal ini digambarkan sebagai pohon yang ditebang menjadi tunggul,
yang akan bertunas, bertumbuh lebih besar daripada pohon asalnya. Tentu betapa bahagianya
orang-orang israel pada masa itu, di saat mereka ada dalam keterpurukan, kabar baik datang.

Kabar baik tentang kehidupan yang disampaikan oleh Yesaya dalam nubuatannya di ayat 11 ini
dapat dijelaskan menjadi 3 bagian pemulihan, yaitu :

1. Ayat 1-5 adalah nubuatan tentang pemulihan hubungan manusia dengan Allah
2. Ayat 6-9 adalah pemulihan manusia dengan alam, yang digambarkan dengan adanya
sebuah harmoni antara alam dengan alam itu sendiri, dan begitu juga bahwa manusia dan
alam menjadi harmonis. Baik manusia maupun alam bercengkerama dan memuliakan
pencipta mereka.
3. Ayat 10-16 adalah pemulihan hubungan manusia dengan manusia, yang digambarkan
melalui pemulihan hubungan antara Israel dengan Yehuda.

Dengan begitu dapat kita simpulkan bahwa bacaan Alkitab kita hari ini berbicara tentang masa
depan yang penuh damai sejahtera sebagaimana yang dijanjikan Allah. Betapa bahagianya jika kita
bisa hidup damai di bumi. Kita akan menikmati suasana aman, tenteram, nyaman, dan damai.
Tidak ada kejahatan, penderitaan, maupun penyakit. Semuanya hidup dalam sukacita dan
kebahagiaan. Sesungguhnya, suasana tersebut telah dihadirkan oleh Allah melalui Natal. Artinya
pemulihan itu sudah berlangsung, sedang terjadi dan akan terjadi sampai pada Tuhan datang
kembali atau parousia.

Ibu bapak dan saudara/i yang dikasihi oleh Yesus Kristus,

Ingat, pemulihan itu sudah terjadi, yaitu dengan kelahiran Yesus Kristus. Maka pada bagian ini,
adven menjadi ajang untuk kita mengenang dan sekaligus introspeksi diri. Karena relasi yang
rusak, maka dengan cinta, Allah dalam Yesus Kristus datang kepada kita dan seluruh ciptaan untuk
memperbaiki relasi yang rusak itu. Kesadaran rusaknya relasi ini adalah akibat dari ketamakan
manusia, maka menjadi tepat jika pada masa adven ini kita mengambil sikap menyesali dan
bertobat. Kemudian yang juga perlu diingat bahwa pemulihan itu juga sedang terjadi saat ini.
Artinya melalui kelahiran – kematian – kebangkitan – naik ke sorga – dan pentakosta itu membuat
kita menjadi bagian dari pemulihan itu sendiri. Itu artinya pada masa adven ini menjadi alarm atau
pengingat bahwa kita, yang sudah memperoleh penebusan dosa, hendaknya hidup dalam damai dan
menjaga kedamaian dengan dengan terus mengupayakan kondisi damai sejahtera di dunia. Damai
bukan berarti kita harus berada di tempat yang tanpa keributan, kesulitan, atau pekerjaan yang
menggunung. Kedamaian adalah hati yang tenang dan sejahtera meski kita berada di tengah
keributan yang luar biasa. Dengan demikian adven menjadi alarm atau pengingat bahwa kita orang-
orang GKSBS harus terus mengupayakan damai sejahtera itu agar tetap hadir di tengah dunia saat

30
ini. Dan yang terakhir bahwa pemulihan itu akan terjadi pada saat kedatangan Tuhan kembali atau
parousia. Artinya kita orang-orang yang memiliki pengharapan akan parousia hendaknya tetap
berdiri teguh dalam karya keselamatan Allah. Itu artinya adven pada bagian ini dapat kita maknai
dengan sikap terus berpengharapan bahwa kelak ketika sang Hakim itu datang maka kita adalah
orang-orang yang mendapatkan putusan untuk ikut dalam damai sejahtera Allah yang sejati itu.
akhirnya Selamat memaknai masa adven, semoga Tuhan memampukan kita. Amin

Nas Pembimbing : Wahyu 1 : 7 – 8


Berita Anugerah : Zakharia 9 : 9 – 10
Nas Persembahan : Mazmur 54 : 8
Nyanyian :
1. KJ 85 : 1 – 2
2. PKJ :60 : 1 – 2
3. KJ 81 : 1 – 3
4. KJ 87 :1 – 2
5. PKJ 213 : 1 – dst
6. KJ 371 : 1 – 3

31
Minggu, 11 Desember 2022
Warna liturgi : UNGU
MINGGU ADVEN 3

Kebaikan dalam pengharapan

1 Petrus 3: 13-17

Shalom bapak ibu saudara/i yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus…

Kita memasuki Minggu Adven yang ketiga, masa Adven adalah masa pengharapan, penantian dan
persiapan untuk menyambut kedatangan dan kelahiran Tuhan Yesus Kristus yang dirayakan pada
saat Natal. Kita bukan menanti kelahiran Tuhan Yesus karena Tuhan Yesus sudah lahir dan ada di
hati kita, tetapi Minggu Adven yang kita rayakan ini adalah sebagai peringatan di mana kita diajak
untuk mempersiapkan diri mengingat kembali akan peristiwa kelahiran sang Juru Selamat.

GKSBS juga mempersiapkan diri di minggu Adven ini, dan penghayatan kita harus tetap berada di
dalam kasih Kristus di mana Sang Juru Selamat mengajarkan untuk tetap mengasihi dalam setiap
kehidupan yang terwujud dalam kebaikan-kebaikan. Tidak bisa dipungkiri dalam masa ini kita
diperhadapkan dalam situasi-situasi yang sulit. Di mana situasi perekonomian di negeri kita selalu
terjadi perubahan secara mendadak. Masyarakat dihadapkan dengan harga-harga kebutuhan pokok
yang melambung tinggi, kita pernah mengalami kelangkaan minyak goreng, kelangkaan solar dan
pertalite, harga cabe lebih tinggi daripada harga daging, ini sangat sulit. Kemudian kita juga harus
tetap bertahan di situasi pasca pandemi, meskipun kegiatan sosial dan ekonomi mulai dibuka
namun bukan hal yang mudah untuk membuka dan mencari peluang-peluang baru.

Bapak Ibu saudara-saudari yang dikasihi Tuhan Yesus dan yang mengasihi Tuhan Yesus,

Belajar dari sejarah perjalanan Jemaat GKSBS yang terbentuk dari para transmigran, para
perantauan yang datang dari berbagai daerah ke pulau Sumatra ini, mereka tetap bertahan dalam
keimanannya, mereka tetap berjuang untuk membentuk persekutuan karena menyadari betul bahwa
hidupnya hanya diselamatkan oleh kasih Tuhan Yesus. Di tengah situasi yang sulit para pendahulu
kita begitu setia dan taat, buah perjuangannya ternyata sangat manis dan kita dapat melihat Jemaat
Sinode GKSBS yang terus maju dan berkembang. Kita diajak di dalam masa Adven ini untuk
kembali tetap setia sekalipun situasi sulit, kita tetap menunjukkan kasih Kristus dalam kehidupan
kita melalui kebaikan-kebaikan yang kita lakukan karena kasih adalah ciri khas sebagai umat
percaya.

Bapak, ibu, saudara-saudari yang terkasih, belajar dari 1 Petrus 3: 13-17 dengan tema Kebaikan
dalam Pengharapan. Petrus menulis surat ini dalam rangka memberikan penguatan kepada Jemaat
perantauan yang tersebar di kekaisaran Romawi. Petrus memberikan didikan, ajaran, nasehat,
teguran, dan petunjuk agar semua orang percaya senantiasa tetap berbuat baik, tetap ada dalam
32
keadaan damai sejahtera meskipun menderita dan mampu menunjukkan pengharapan di dalam
Kristus.

Saudara-saudari ku yang terkasih, bacaan Alkitab kita hari ini menceritakan tentang penderitaan
dan harus bertahan dalam penderitaan, harus mampu menunjukkan kesetiaan meski menderita. Hal
ini dapat kita jalani karena kita memiliki pengharapan akan janji Tuhan bahwa Ia akan datang.
Maksud firman Tuhan pada hari ini mengajak saya dan saudari/a untuk dapat tetap berbuat baik di
tengah-tengah penderitaan, karena kesetian untuk berbuat baik sekalipun dalam penderitaan itu
adalah ciri orang yang berpengharapan.

Apabila seseorang berbuat baik dan menderita karena kebenaran Firman Tuhan jangan takut, pada
ayat 14 mengatakan "tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran kamu akan
berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takut apa yang mereka takuti dan janganlah gentar" karena
Tuhan Yesus sendiri sudah mengatakan dalam Injil Matius 5 :10 "berbahagialah orang yang
dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan surga." Selanjutnya ayat
yang ke-15 mengatakan "tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap
sedialah dalam segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang
meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah
dengan lembah lembut dan hormat" Saya dan saudara/i diingatkan agar menjaga terus asa dalam
hidup ini supaya kita tidak jatuh menjadi orang pesimis, bahkan bisa berbuat dosa dan kejahatan.
Kita diingatkan agar lebih banyak berbuat baik kepada semua orang dengan penuh rasa takut dan
hormat pada Tuhan, dan juga kita diajak untuk mengasihi lebih sungguh dengan setulus hati dan
jiwa. Inilah bentuk pertanggungan jawab kita sebagai orang yang beriman.

Pada ayat 17 mengatakan "sebab lebih baik menderita karena berbuat baik jika hal itu dikehendaki
Allah daripada menderita karena berbuat jahat." Mengapa demikian? karena ada pengharapan,
maksudnya, penderitaan yang kita alami di dunia ini, tidak sebanding dengan pengharapan yang
kita terima di dalam Tuhan, yaitu pengharapan akan keselamatan yang penuh dengan sukacita dan
damai sejahtera. Itulah mengapa kita terus mengerjakan Kasih di dalam dunia, dan kita tidak akan
pernah putus asa. Sekali lagi itu karena kita memiliki pengharapan.

Bapak ibu yang kekasih, bentuk bahwa kita ini adalah orang yang berpengharapan contohnya, kita
yang senantiasa rajin beribadah, PA, rajin berdoa, rajin memuji Tuhan, rajin memberikan
persembahan, rajin melayani, dan tentu masih banyak bentuk lainnya, karena itu marilah kita
lakukan sesuai dengan karunia-karunia yang Tuhan berikan kepada kita.

Mari kita menyambut dan mempersiapkan Natal ini dengan senantiasa tetap setia dalam kebaikan,
sehingga Natal yang akan kita rayakan, benar-benar membawa kita untuk menghayati pemenuhan
akan janji Tuhan yang datang ke dalam dunia, yang hadir sebagai bayi Yesus, sekaligus
mengokohkan kita kembali untuk tetap berpengharapan, dalam rangka menantikan Ia datang
kembali. Dengan demikian Natal bukan hanya sekedar pesta pora yang kosong. Yesus yang kita
33
rayakan kedatanganNya ke dunia, harus benar-benar lahir dihati kita, di jiwa kita, untuk membawa
perubahan baru, pengharapan baru, sehingga saya dan saudara/i mampu terus berbuat baik.
Akhirnya selamat memasuki masa adven ke 3, semoga kita dapat menghayati masa penantian ini
dengan terus mengerjakan perbuatan baik sebagai cerminan bahwa kita ini adalah orang-orang
Kristen yang memiliki pengharapan akan keselamatan kekal. Semoga Tuhan memampukan kita.
Amin.

Nas pembimbing : Roma 12:21


Berita anugerah : Roma 12: 11-12
Nas persembahan : 1Petrus 4:8-10

Nyanyian :

1. Lagu pembukaan PKJ 8 : 1-2 “Bukalah Gapura Indah”


2. Lagu pujian KJ 100 “Muliakanlah”
3. Lagu peneguhan KJ 383:1-3 “Sunggug Indah Kabar Mulia”
4. Lagu respon PKJ 255 dinyanyikan 2X “Firmanmu kupegang selalu”
5. Lagu persembahan KJ 101:1- “Alam Raya Berkumandang”
6. Lagu penutup PKJ 85:1-3 “Tuham Mengutus Kita”

34
Minggu, 18 Desember 2022
Warna Liturgi : UNGU
MINGGU ADVEN 4
TANGGUH DALAM PENGHARAPAN

Roma 1:1-7

Saudari-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,

Shalom Aleichem (damai kiranya menyertaimu)……

Dalam kalender gerejawi, ada empat Minggu Adven. Hari minggu ini kita memasuki Minggu
Adven empat, itu berarti sudah tiga minggu berturut-turut kita mempersiapkan banyak hal dan
memasuki Minggu Adven keempat ini tentu sudah semakin mantap untuk melangkah masuk dalam
moment perayaan Natal yang sudah ditunggu-tunggu. Saya menduga bahwa saudari-saudara
termasuk saya sudah tidak sabar lagi untuk bersama-sama masuk pada keceriaan Natal tahun ini.
Namun demikian, sebelum sampai kesana, mari kita semakin memantapkan diri kita di Minggu
Adven keempat ini dengan bersama merenungkan Firman Tuhan sebagaimana yang telah kita baca
dari Roma 1:1-7.

Di dalam bacaan firman Tuhan tadi, ada beberapa hal penting yang dijumpai antara lain: pertama,
Rasul Paulus memperkenalkan dirinya kepada Jemaat Roma sebagai hamba Kristus Yesus. Sebagai
seorang hamba yang bergantung sepenuhnya kepada sang Tuan, maka Rasul Paulus menunjukkan
bahwa ia hanyalah hamba yang taat dan wajib melakukan segala yang diperintahkan Tuhan serta
bertanggungjawab hanya kepada-Nya. Kedua, Rasul Paulus menyampaikan bahwa Yesus yang
secara daging dilahirkan melalui keturunan Daud dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh
kebangkitan-Nya dari kematian maka Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan
kita. Ketiga, Rasul Paulus menyadari bahwa sebagai hamba Ia dipanggil Yesus Kristus yang adalah
Tuhan untuk menuntun semua bangsa percaya dan taat pada-Nya. Keempat, jemaat Roma adalah
bagian dari umat yang dikasihi, yang dipanggil dan dijadikan sebagai orang-orang kudus dan
mengalami damai sejahtera Allah.

Saudari-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,

Berdasarkan empat pokok penting dalam bacaan kita ini, bahwa selain Jemaat Roma maka kita saat
ini adalah milik kepunyaan Kristus. Sebagai umat dan milik kepunyaan Kristus kita patut beriman
dan menaruh pengharapan kita hanya kepada Tuhan Yesus Kristus. Kita patut meyakini bahwa
hidup yang kita sandang ini sejatinya mutlak milik Kristus. Oleh karena itu sebagai milik
kepunyaan Tuhan, ketika kita menghadapi badai kehidupan, ketika kita menghadapi berbagai
pergumulan dalam hidup di dunia ini, ketika kita berada dalam kecemasan hidup, maka patutlah
bagi kita untuk beriman dan berharap pada Tuhan Yesus Kristus yang akan kita rayakan kelahiran-
Nya di dunia ini.

35
Memasuki Minggu Adven keempat ini, kita semua dimantapkan bahwa kita adalah milik Tuhan
Yesus dan karena Dia adalah Tuhan kita, maka mestinya kita tidak lagi bimbang dan ragu
menjalani hidup ini. Kalaupun kita diijinkan menghadapi berbagai masalah dalam hidup ini, kita
tetap memiliki iman dan pengharapan bahwa Dia yang adalah Tuhan kita pasti memberikan
pertolongan dan menuntun kita dalam menjalani hari-hari ke depan dengan baik.

Saudari-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,

Sebentar lagi kita akan merayakan Natal dengan segala bentuk persiapan yang sudah kita lakukan
hingga detik ini. Sekali lagi persiapan kita bukan hanya soal hal-hal yang bersifat materi, tetapi
lebih dari itu adalah kita masing-masing dipanggil dan diminta untuk mempersiapkan hal yang
prinsip dalam hidup kita yakni meneguhkan iman percaya kita kepada-Nya. Perayaan Natal yang
akan kita lakukan adalah mengingat dan merayakan cinta kasih Allah bagi kita melalui kelahiran
Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat dunia. Saat kita hendak merayakan Natal itu, kita
diingatkan Rasul Paulus agar menaruh pengharapan kita hanya kepada Dia. Kita mempercayakan
seluruh perjalanan kehidupan kita hanya kepada Dia. Kita meyakini bahwa sebagai milik-Nya, kita
telah dipanggil untuk mengalami damai sejahtera di dalam kehidupan kita dan bersaksi kepada
dunia bahwa Yesus yang akan kita rayakan hari kelahiran-Nya adalah Tuhan sumber damai
sejahtera. Dia akan tetap setia menuntun dan menjaga kita melalui pekerjaan Roh Kudus sehingga
segala jalan hidup kita senantiasa dalam pemeliharaan kasih-Nya. Atas dasar itulah kita berani
berkata kita adalah milik Kristus, bersama Dia kita takkan gentar, bersama Dia kita takkan takut
karena Dia Tuhan Juruselamat kita. Selamat menata hati, selamat memantapkan diri dalam
keyakinan iman dan pengharapan pada Tuhan yang akan kita rayakan kelahiran-Nya pada tanggal
25 Desember yang akan datang. Tuhan memberkati. Haleluya, amin.

Nas pembimbing : Mazmur 100:1-3


Berita Anugerah : 1 Petrus 1:8-9
Nas Persembahan : 2 KOrintus 9:7

Lagu-lagu
1. Ny. Pembukaan : KJ 17:1-3
2. Ny. Bersama : PKJ 5
3. Ny. Peneguhan : PKJ 126:1-3
4. Ny. Respon : KJ 362:1-4
5. Ny. Persembahan : PKJ 216:1- dstnya
6. Ny. Penutup : PKJ 287

36
Sabtu, 24 Desember 2022
Warna Liturgi : PUTIH
MALAM NATAL
TERANG PENGHARAPAN TERBIT
Yesaya 8:23, 9:1-6

Jemaat yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus,

tidak terasa kalender gerejawi telah membawa kita kembali pada Malam Natal. Kita bersyukur
karena setelah dua tahun berturut-turut Natal kita rayakan di tengah situasi pandemi, tahun ini kita
bisa merayakannya dalam suasana yang sudah relatif normal. “Menyambut tamu” dan “saling
berkunjung” dalam rangka merayakan Natal sudah bisa kembali kita lakukan. Sepantasnyalah kita
bersyukur kepada Tuhan.

Ya, dari sisi medis, situasi telah relatif normal kembali. Angka kematian akibat pandemi Covid 19
telah menurun drastis. Bisa dipahami jika kemudian ada, atau bahkan banyak orang menjadi begitu
gembira seakan jalan kegelapan dan lembah kekelaman sudah tinggal masa lalu yang tak akan
kembali lagi. Kita pun mungkin tak terkecuali. Entah sedikit atau banyak, kita ikut terpengaruh
oleh luapan kegembiraan ini.

Memang, boleh saja kita bergembira. Namun ingat: “... Janganlah engkau terlena, rasa riang
memabukkan...” (PKJ 213). Lagipula, alih-alih mengajarkan bergembira hingga terlena, Alkitab
mengajar kita untuk “bersukacita dalam pengharapan” (Rm 12:12). “Gembira”, “riang ria” (yang
sangat dipengaruhi oleh keadaan) tidak boleh begitu saja kita samakan dengan “sukacita dari
sorga”. “Optimisme naif” (keyakinan bahwa segala sesuatu bergerak ke arah lebih baik tanpa ada
hambatan yang berarti) tidak boleh menggantikan “pengharapan di dalam Tuhan”.

Secara Alkitabiah, kita tahu bahwa pengharapan terkait dengan karya Allah yang pasti, tetapi
masih menanti saatnya dan belum terlihat langsung oleh mata (Rm 8:18-19, 24). Memang,
mengenai hal ini, para nabi dalam zaman perjanjian lama diberitahu oleh TUHAN, bahkan ada
yang diberi penglihatan. Namun itu bukan berarti bahwa bagi para nabi itu segalanya lantas
menjadi serba jelas. Mereka mendengar, ‘melihat’, hanya sejauh TUHAN berkenan
menyingkapkan.

Kendati demikian bapak/ibu/saudara/saudari, pengharapan sejauh yang TUHAN singkapkan itu


sejatinya cukup untuk membuat umat-Nya bersukacita di hadapan-Nya. Ya, “bersukacita di
hadapan TUHAN”, bersukacita di dalam roh, bersukacita meski di mata dunia mereka hanyalah
orang-orang yang cuma pantas berduka. Namun sungguh, seperti dikatakan oleh Yesaya, TUHAN
membuat mereka bersukacita dan sukacita itu adalah “sukacita yang besar” (9:2). Sukacita besar itu
dialami bukan hanya oleh “orang-orang yang dekat dengan pusat” melainkan juga, atau bahkan
pertama-tama, oleh wong sabrang, oleh mereka yang dicap kurang dan wirang (bdk. 8:23).

37
Ini bukan hanya kisah orang-orang Israel dari suku Zebulon dan suku Naftali, tetapi juga kisah para
gembala di Efrata yang pertama-tama mendengar berita kelahiran Kristus Tuhan. Selama ini,
mereka seakan ‘berjalan dalam kegelapan’ dan ‘diam di negeri kekelaman’ karena di mata para
penguasa dan masyarakat pada umumnya, kaum gembala amat sangat tidak masuk hitungan.
Melihat mereka, orang cenderung menghindar. Di pengadilan, kesaksian mereka tidak akan
diperhitungkan. Mereka dianggap bukan hanya “kelas bawah” melainkan “tidak punya kelas”.
Itulah sebabnya sementara orang ramai-ramai pergi untuk didaftarkan sebagai warga negara di
tempat asalnya, mereka tetap tinggal di padang menjaga kawanan ternak (Luk 2:8). Siapa sangka,
justru kepada kaum gembala itulah berita kelahiran Kristus Tuhan pertama-tama disampaikan (Luk
2:9-14). Ketika itu, “kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka”, sehingga mulai genaplah nubuat
nabi Yesaya: “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka
yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar” (Yes 9:1).

Oleh orang-orang jaman now, penglihatan semacam itu kemungkinan besar akan langsung
ditanggapi dengan mengajak foto bareng dalam rangka nimbrung tenar. Namun perhatikan: reaksi
pertama para gembala justru sangat ketakutan. Berangkat dari ketakutan ini, mereka tiba pada
sikap memperhatikan dengan saksama “firman yang Tuhan sampaikan”. Sementara
memperhatikan, mereka diyakinkan bahwa sungguh, Terang Pengharapan “sudah” dan
“sedang” terbit. Setelah “malaikat-malaikat meninggalkan mereka dan kembali sorga”, firman
Tuhan, yang baru saja disampaikan dan sungguh-sungguh mereka perhatikan itu pun mereka taati.
Ke Betlehem mereka pergi menjumpai Sang Bayi. Sesampainya di sana, mereka pun menyaksikan
bagaimana nubuat nabi Yesaya bahwa “...seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah
diberikan untuk kita...” (9:5) mulai digenapi. Sukacita yang “mengakar sampai ke bagian terdalam
dari hati” pun mereka alami...

Bagaimana dengan kita? Dalam terang nubuat nabi Yesaya yang kita baca saat ini, kita mendapati
(lagi) bagaimana dahulu, para leluhur kita (orang-orang trans, kaum migran) pergi dari tempat
asalnya dengan masih dibayang-bayangi oleh cap kurang dan wirang yang selama ini dilekatkan
kepada mereka. Cap atau bahkan stigma ini bagaikan kuk yang sedemikian menekan...
Sesampainya di Sumbagsel mereka harus pula “berjuang mengolah tanah yang kesuburannya tidak
seberapa” dan “menabur benih dengan bercucuran air mata”. Bisa dipahami jika kemudian
“bertahan hidup kini dan di sini” menjadi fokus mereka. Tak sempat lagi mereka berpikir kapan
musim panen tiba.

Siapa sangka, waktu panen akhirnya tiba juga!... Wow, seperti mimpi rasanya... Dalam hati mereka
pun timbul sukacita tak terkira... Dengan penuh ketakjuban, mereka berkata: Kok isa ya?... Di
hadapan TUHAN, dengan rendah hati dan penuh syukur, mereka mengaku: Sungguh ya TUHAN,
ini adalah anugerah-Mu semata... Bagi-Mu sajalah segala kemuliaan sampai selama-lamanya!...

38
Selanjutnya, seiring dengan “semakin terbangunnya citra diri yang positif” dan “semakin
meningkatnya kesejahteraan ekonomi”, cap kurang dan wirang luntur dengan sendirinya. Para
leluhur kita pun menikmati hidup dengan hati nurani yang merdeka...

Ya, nabi Yesaya, para gembala Efrata dan para leluhur kita telah belajar untuk dengan iman
‘melihat’, mendekati, dan mengikuti Terang Pengharapan yang sudah dan sedang terbit. Sudah
sepantasnya jika jejak mereka kita ikuti. Mulai dari Malam Natal ini, mari kita kembali fokus
kepada Kristus, Terang Pengharapan itu. Ingatlah, bahwa ketika Dia lahir, tidak serta-merta seluruh
dunia tahu. “...Datang-Nya diam-diam di dunia bercela...” (KJ 94:3). Namun sungguh, “...hati
terbuka dan lembut ‘kan dimasukiNya.” Oleh karena itu, sembari berlutut di depan palungan-Nya
kita memohon:

Ya Yesus, Anak Betlehem, kunjungi kami pun;


Sucikanlah, masukilah yang mau menyambutMu.
Telah kami dengarkan Berita mulia:
Kau beserta manusia kekal selamanya.
(KJ 94:4).
Kita pun hendaknya tak henti-henti memohon kepada-Nya agar lebih lagi “mata iman kita
dibukakan”, sehingga dari waktu ke waktu, kita tahu “ke mana”, “kepada siapa”, dan “dengan cara
bagaimana” Dia sedang menerbitkan pengharapan. Juga mari kita memohon kepada-Nya agar lebih
lagi “hati dan tangan-kaki kita digerakkan”, sehingga setiap kali Dia melawat mereka yang di
dalam kekelaman, kita mengikuti-Nya dengan setia dan tidak ketinggalan.

Selamat Natal... Terpujilah Yesus Kristus Sang Anak, bersama Allah Bapa dan Roh Kudus, kini
dan terus... Amin.

Nats Pembimbing : Lukas 2:10b-12

Berita Anugerah : Titus 2:11-14

Nats Persembahan : Mazmur 96: 8-9

Nyanyian :

1. PKJ 68: 1,2


2. PKJ 72: 1,2
3. KJ 100 (jika memungkinkan secara “antifonal” seperti dalam KJ 4 Suara)
4. KJ 94: 1-4
5. PKJ 63: 4
6. KJ 101: 1-5 (1&2=semua; 3=laki-laki; 4=perempuan; 5=semua

39
Minggu, 25 Desember 2022
Warna Liturgi : PUTIH
MINGGU NATAL

BERBAGI PENGHARAPAN

Lukas 2:14-20

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus

Pengharapan terhadap sesuatu yang diyakini akan membuat orang teguh dan setia terhadap
pengharapan itu. Contohnya seorang petani padi. Ia melakukan kerja dengan seluruh prosesnya.
Dari pengolahan tanah, penyemaian bibit padi, penanaman dan perawatannya. Petani akan tetap
teguh dan setia mengerjakan seluruh proses itu. Apa harapan petani? Hasil panen padi. Hasil itulah
yang akan memenuhi kebutuhan petani untuk hidup. Meskipun petani kadangkala mengalami gagal
panen, ia tidak berhenti pada tahap itu. Ia kembali mengerjakannya dengan maksimal karena ia
memiliki pengharapan dan akan menghidupinya.

Demikian juga melalui teks yang kita baca ini, para gembala bekerja menjaga kawanan ternak
mereka hingga malam hari. Hal itu dilakukannya, karena mereka memiliki pengharapan akan
kesejahteraan bagi keluarganya. Dari ternak itu akan menghasilkan kesejahteraan. Karena itu
mereka berupaya keras melindungi, merawat dan memberi makan ternak, karena di sana terletak
pengharapannya. Pengharapan menghadirkan ketangguhan dan keteguhan.

Ketika para gembala sedang berkumpul di padang, melepas lelah. Tiba-tiba malaikat Tuhan berdiri
dihadapan mereka menyampaikan berita,“Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus,
Tuhan, di kota Daud.” (Luk 2:11). Berita itu dipertegas dengan berita selanjutnya “Kemuliaan bagi
Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan
kepadaNya.” (Lukas 2:14). Peristiwa itu sungguh menakjubkan bagi para gembala. Mereka yang
sering berdampingan dengan kegelapan dan kesunyian di malam hari, mendapatkan informasi
sukacita pengharapan akan datangnya penyelamat bagi dunia. Mereka yang tengah bergumul
dengan keadaan yang tidak mendukung untuk kesejahteraan mereka diberitahu bahwa ada damai
sejahtera yang akan hadir. Tidak saja untuk diri mereka, tetapi untuk saudaranya, keluarga dan
tetangga bahkan bangsa yang lain. Dan mereka akan melihatnya. Tidak ada alasan untuk menunda,
mereka segera mengabarkan itu kepada yang lain. Yang lain sedang menunggu untuk ditemui,
dikhabari dan diajak dalam berita sukacita itu. Gelapnya malam menjadi terang bagi hati para
gembala. Saat mereka mendengar dan melihat kemuliaan Allah.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus

Berita kelahiran Yesus Kristus, Sang Mesias, hendak menyatakan karya Allah yang besar, yaitu
menghadirkan damai sejahtera di bumi. Damai sejahtera itu tidak terbatas bagi orang Yahudi tetapi
40
bagi semua orang, semua bangsa. Damai sejahtera yang diperuntukkan bagi semua orang dengan
berbagai latar belakangnya. Damai sejahtera yang dirasakan oleh karena ada relasi damai antara
manusia dengan Allah. Inilah pengharapan umat, damai sejahtera Allah terwujud di bumi ini
dan Kelahiran Yesus telah mewujudkannya.

Bagaimana kita menanggapi pengharapan yang telah kita terima hingga saat ini? Mari kita
mencoba masuk ke dalam peristiwa Maria, ibu Yesus dan para gembala agar dapat menanggapi
pengharapan yang Allah berikan.

Pertama, meluangkan waktu untuk hening (ayat 19). Melangkah pada keheningan diri menjadi
bagian penting bagi kita untuk dapat merespon pengharapan yang Allah berikan bagi kita. Dalam
momen tertentu, kita perlu waktu khusus untuk menyendiri meningkatkan kualitas relasi dengan
Tuhan. Menjauhkan diri dari kesibukan pekerjaan, pelayanan dan sosial. Keheningan ini akan
menolong kita mengetahui dengan jernih apa yang Tuhan Yesus kehendaki dalam menanggapi hal
di sekitar kita. Selain itu, tubuh dan batin kita akan disegarkan dari pemikiran dan kerja kita. Kita
perlu pahami bahwa keheningan tidak selalu berarti kita sendirian. Kita dapat melakukannya di
dalam komunitas kita bahkan di tengah keramaian. Melalui keheningan kita dapat menghayati,
merenungkan pengharapan dari Allah atas kita dan kehendakNya untuk kita tanggapi.

Kedua, berbagi pengharapan (ayat 17). Para gembala mengalami perjumpaan dengan malaikat
Tuhan yang membawa berita kelahiran Kristus, berita pengharapan – damai sejahtera. Mereka
menanggapi berita yang mengagumkan dengan senang dan segera bergegas untuk melihat Anak
itu. Apakah mereka melihat yang dinyatakan malaikat itu? Ya…mereka mengalami perjumpaan
kedua yang mengagumkan. Mereka berjumpa dengan bayi Yesus. Bayi mungil yang bersama
kedua orangtuanya, Yusuf dan Maria. Tumbuh hasrat para gembala untuk memeluk bayi itu,
namun tak sampai sebab mereka berpikir, berita ini harus segera dibagikan kepada orang lain. Lalu
mereka undur diri dan membagikan berita pengharapan – damai sejahtera kepada banyak orang.

Semua orang yang mendengar berita kelahiran Kristus itu heran. Namun, para gembala tidak
memikirkan apakah mereka percaya atau tidak tentang berita itu. Mereka cukup berbagi
pengharapan kepada orang lain. Berbagi pengalaman perjumpaan dengan Kristus. Dan mereka
menjadi orang yang penuh kegirangan; mereka memuji dan memuliakan Allah.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus

Kita dapat mengingat kembali pengalaman warga jemaat dalam ber-GKSBS. Ketika mereka hidup
sebagai pendatang di Sumbagsel (Sumatera bagian selatan), mereka begitu sarat dengan
perjumpaan, baik perjumpaan dengan Kristus maupun dengan sesama. Perjumpaan dengan Kristus
dipahami dengan pengenalannya kepada Kristus dan kerinduan membangun persekutuan secara
pribadi maupun komunal. Sedangkan perjumpaan dengan sesama dapat dipahami dari nglari,
upaya mencari dan menemukan saudara seiman. Tidak berhenti disitu, mereka yang lebih dulu
41
sebagai pendatang, menerima pendatang baru di rumahnya. Bukan hanya saudara seiman, orang
lain pun diterimanya. Mereka berbagi pengharapan dengan memberikan tumpangan dan makan
sampai orang-orang yang tinggal bersamanya bisa mandiri. Perjumpaan antara pemberi tumpangan
dan yang menumpang juga mengilhami pendatang baru untuk lebih meyakini bahwa mereka juga
akan berhasil, seperti tuan rumah. Pada momen tertentu, mereka juga berbagi berita pengharapan
tentang Kristus kepada orang-orang yang tidak seiman. Dan mereka yang digerakkan oleh Roh
Allah, menerima Kristus dalam hidupnya. Itulah perjumpaan yang menjadikan pertumbuhan
GKSBS.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus

Saudara/i dan saya adalah orang-orang yang layak bersyukur sebab kita telah menerima
pengharapan dari Allah. Kristus telah lahir bagi kita. Damai sejahtera akan mewujud pada
penduduk bumi. Mari kita berbagi berita pengharapan tentang Yesus Kristus kepada orang di
sekitar kita seperti para gembala dan para pendahulu GKSBS. Mari berbagi pengharapan – damai
sejahtera dengan menerima dan berelasi dengan orang lain agar mereka merasakan damai sejahtera
Allah melalui kehadiran kita. Mari melatih kepekaan kita dengan mengamati sisi baik kehidupan
orang-orang di sekitar kita dan yang memungkinkan kita membagikan damai sejahtera dengan
memberdayakannya agar hidup mereka bertambah sejahtera. Hingga pada akhirnya kita dapat
memuji Allah dan berkata Tuhanlah yang dimuliakan. Segala kemuliaan hanya bagi Allah, Amin.

Nas Pembimbing : Filipi 4 : 4-7


Berita Anugerah : Yesaya 40:28-31
Nas Persembahan : Mat 2 : 10 – 11

Nyanyian
1. KJ 109
2. KJ 3
3. KJ 82
4. KJ 426
5. KJ 119
6. KJ 120

42
Sabtu, 31 Desember 2022
Warna Liturgi: Putih
TUTUP TAHUN

Hati Yang Bijaksana Meneruskan Khabar Pengharapan


1 Raja-Raja 3:5-14

Bapak ibu dan saudara/i

Kalau kita melihat perjalanan kehidupan di tahun ini, kita dapat menyaksikan bagaimana gambaran
banyak hal yang telah kita jalani. Ada banyak hal yang sudah kita capai: dalam pelayanan, dalam
kehidupan organisasi gereja ataupun dalam organisasi lainnya. Namun tidak sedikit pula ada hal-
hal yang belum beres misalnya: sakit menahun yang belum sembuh, persoalan rumah tangga yang
belum selesai, cita-cita yang belum terlaksana, keinginan atau impian yang belum terwujud,
kesedihan yang belum terpulihkan dan ekonomi belum ada perkembangan. Saat keadaan belum
beres seperti ini tentu bisa saja membuat kita semakin terpuruk dan menjadi putus harapan. Dalam
keadaan putus pengharapan orang menjadi tidak tahu yang akan diperbuat. Jangankan berbuat
sesuatu, untuk sekedar membayangkan adanya suatu pengharapan dan perubahan saja rasanya tidak
sanggup lagi. Selanjutnya mungkin di dalam diri kita muncul pertanyaan demikian: sebagai orang
percaya kepada Kristus, saya harus melakukan apalagi?

Belajar dari perjumpaan Allah dengan umat melalui mimpi misalnya perjumpaan Allah dengan
Salomo. Permohonan Salomo didasarkan pada kasih setia Allah yang berkenan mengaruniakan
kepadanya, yaitu jabatan raja. Pada satu sisi Salomo mengakui kebesaran kasih karunia Allah dan
pada sisi lain mengakui bahwa ia masih muda dan belum berpengalaman. Salomo memohon
kepada Allah agar diberikan hati yang penuh pengertian dan dapat berguna untuk memerintah
rakyat dan membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Tuhan yang murah hati menjawab
permohonan yang telah disampaikan Salomo tersebut. Permohonan Salomo akan dikabulkan dan
sebagai tambahan, ia akan menerima berkat kekayaan, kemuliaan, dan panjang umur. Setelah itu
terbangunlah ia dari mimpinya dan langsung mempersembahkan korban kepada Allah.

Bapak ibu dan saudara/i

Kehidupan di dunia ini merupakan satu perjalanan seperti musafir. Setiap kita senantiasa berangkat
dari suatu titik dan bergerak menuju suatu tujuan. Terkhusus saat ini ketika kita di penghujung
Tahun. Di tengah kegembiraan, keberhasilan, kekurangan ataupun kepahitan-kegelapan kehidupan
apa yang selayaknya bisa kita lakukan:

Pertama, pentingnya kita untuk berhenti sejenak di setiap perhentian agar kita dapat melanjutkan
ke perjalanan berikutnya. Berhenti sejenak ini kita namakan evaluasi diri. Dari evaluasi diri ini kita
bisa belajar dan tahu di area mana kita bisa bertumbuh dan memperbaiki diri. Ibarat seorang pelari
43
marathon, kita harus sesekali berhenti untuk mengatur nafas dan menghitung sudah berapa jauh
kita berlari. Saat ini diakhir tahun merupakan peristiwa yang tepat untuk melakukan evaluasi diri
dan mencari hikmat dari perjalan yang telah ditempuh, sehingga di tahun berikutnya kita dapat
mengalami proses pembaharuan yang akhirnya tidak terjatuh dalam lubang yang sama. Dalam
evaluasi diri ini kita memohon kepada Tuhan supaya diberi hati yang bijaksana menimbang mana
yang benar dan apa yang dapat secara nyata dilakukan. Seperti Salomo berjumpa dengan Allah
dalam mimpi Ia memohon hikmat tidak hanya terbuai dalam mimpi itu, namun terbangun dan
mempersembahkan korban bagi Tuhan sebagai ucapan syukur.

Demikianlah terjadi para pendahulu GKSBS berangkat dari pulau asal menuju Sumbagsel pernah
mengalami kesepian, kekurangan, keterpurukan, keterasingan, jauh dari keluarga dan merasa
sendiri. Tanpa mereka melibatkan Allah ataupun hidup dengan hati bijaksana yang dari Allah tentu
mereka tidak betah dan tidak tahan uji. Akan mudah pulang ke daerah asal kembali pada kampung
halaman, sehingga kemungkinan tidak terjadi adanya GKSBS. Ternyata tidak demikian: dengan
hati bijaksana dari Allah para pendahulu melakukan tindakan mencari, mengumpukan dan
mengorganisir atau yang dinamakan Nglari inilah wujud kongrit hasil dari permenungan. Hasil
dari evaluasi yaitu ketahanan, ketangguhan sehingga hadirlah GKSBS.

Kedua: setelah kita melakukan evaluasi dan melibatkan Tuhan dalam permenungan kita maka
hasilnya dapat kita bagikan kepada yang lain. Hati yang bijaksana mengajak kita untuk meneruskan
kabar pengharapan kepada orang yang putus asa dan kehilangan harapan. Rasa putus asa dan
kehilangan harapan menjadi penyumbang terbesar ambruknya seseorang untuk bangkit dan pulih,
Tidak sedikit untuk memilih menyerah dan mengakhiri hidup. Oleh karena itu marilah kita
menjadi sahabat membagikan pengharapan di tengah pergumulan siapa saja. Sehingga bagi yang
kehilangan harapan dapat menjadi peristiwa penting untuk menghasilkan energi luar biasa.
Kekuatan besar itu menolong orang lain bangkit dan punya semangat berpulih kembali.

Bapak ibu dan saudara/i

Selanjutnya dengan pengalaman ber GKSBS kita yang telah terjadi bahwa semangat nglari
berkembang, dengan merangkul saudara-saudari yang lain. Membangun persahabatan dengan
semua orang adalah wujud hati yang bijaksana. Melakukan pelayanan pengobatan orang sakit, dan
pelayanan pengelolaan lahan adalah kabar baik yang diteruskan.

Akhirnya marilah kita di penghujung tahun ini meluangkan waktu sejenak untuk merenung
menemukan hati yang bijaksana. Selanjutnya kita dapat menghadirkan kabar baik kepada semua
orang. Sehingga harapan yang baru akan kehidupan lebih baik akan menjadi kenyataan.

Tuhan memberkati Amin.

44
Nast Pemimbing : Mazmur 90:12
Berita Anugerah : Yohanes 8:12-19
Persembahan : Mazmur 54:8

Nyanyian
1. Pembukaan : KJ 19
2. Penyesalan : PKJ 46
3. Peneguhan : PKJ 244
4. Responsif : PKJ 241
5. Persembahan : KJ 291
6. Pengutusan : KJ 410

45
Minggu, 01 Januari 2023
Warna : LITURGI PUTIH
MINGGU : NAMA KUDUS YESUS

PERJANJIAN BARU DALAM PENGHARAPAN

Galatia 4:1-11

Ibu bapak dan saudara-saudari, para kekasih Allah, selamat tahun baru.

Sebelum kita mendalami isi bacaan Alkitab, mari terlebih dahulu kita melihat beberapa hal yang
menyekitari tahun baru. Penaggalan yang saat ini kita gunakan adalah warisan dari tradisi dari
Kerajaan Roma. Kelender yang kita gunakan saat ini disebut kalender gregorian, yang mana
dimulai dari 1 Januari. Kata januari yang kemudian menjadi nama bulan ini berangkat dari nama
dewa yaitu dewa Janus. Dewa Janus adalah dewa yang memiliki dua wajah, satu menghadap ke
depan atau masa depan dan satu menghadap ke belakang atau masa lalu. Nama dewa Janus
diabadikan dalam nama bulan dengan nama bulan Januari, sebagai permulaan tahun yang baru.
Namun sekalipun demikian, ternyata gereja memiliki cara pandang yang berbeda terkait makna
tanggal 1 Januari. Bagi gereja tanggal 1 Januari merupakan hari ke delapan (oktaf) dari Natal. Pada
hari ke delapan atau sepekan setelah Natal, gereja-gereja memperingati hari penyunatan dan
pemberian nama untuk bayi Yesus, sebagaimana yang tercatat dalam Injil Lukas 2:21: “Dan ketika
genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh
malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya..” Oktaf atau hari kedelapan Natal inilah, yang selalu jatuh
pada tanggal 1 Januari, yang dirayakan, dihayati dan dimaknai oleh gereja.

Ibu bapak dan saudara-saudari, para kekasih Allah,

Bila penjelasan di atas adalah sesuatu yang baru bagi kita, maka tentu kita tidak langsung dapat
menerimanya. Memang sesuatu yang baru itu selalu butuh proses dalam upaya untuk paham. Dan
hal itu juga yang menjadi kesulitan terbesar para perantau, yaitu beradaptasi dengan lingkungan
yang baru. Para perantauan harus berhadapan dengan konteks budaya yang berbeda dengan di
mana selama ini ia tinggal. Sebab konteks budaya tempat seseorang tinggal, akan berpengaruh
besar pada paradigma atau cara berfikir yang terbentuk. Otak telah sedemikian lama dibiasakan
untuk berfikir dalam pola tertentu, sehingga banyak orang memerlukan waktu untuk beradaptasi
dengan konteks yang berbeda. Perilaku yang berulang-ulang akan menjadi kebiasaan dan melekat
sebagai sifat dan sikap seseorang. Para perantau harus berjibaku dalam beradaptasi dengan budaya
baru.

Beruntung jika masih banyak yang bertahan. Mereka berjuang keras untuk mengubah cara berfikir
dengan beradaptasi. Beberapa orang bahkan hanya mempunyai prinsip sederhana. Mereka
menyatakan di tempat asal tidak mempunyai rumah sementara di area transmigrasi sudah tersedia

46
rumah dan lahan. Meskipun kehidupan sulit, mereka bertahan dengan berbagai macam cara yang
kreatif. Yang paling mendasar, mereka mendasarkan perjuangannya pada cara pikir yang baru.
Pembaharuan inilah yang membuat mereka bertahan hingga hari ini.

Ibu bapak dan saudara-saudari, para kekasih Allah,

Jemaat Galatia, dalam kehidupan beriman berhadapan dengan persoalan yang hampir sama.
Sebagai jemaat yang berlatar belakang Yahudi, mereka sangat kental dengan ritual warisan tentang
hukum Taurat. Sementara jemaat lain yang berlatar belakang non Yahudi pun sangat kental dengan
tradisi dan ritual yang berbeda-beda. Memelihara hari tertentu untuk melakukan ritual, atau bulan,
bahkan tahun tertentu untuk pemujaan. Mereka sudah dibiasakan dan terdidik dengan cara
demikian, maka tentu meninggalkan kebiasaan lama tidaklah mudah dan bahkanbisa menciptakan
rasa bersalah.

Ketika menjadi Kristen, kebiasaan lama tersebut nampaknya terbawa serta. Paulus menjumpai
bahwa mereka, "dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap
dan tahun-tahun." Dan itu dilakukan dengan ketat, sementara mereka telah diajarkan bahwa
keselamatan adalah anugerah kasih karunia Allah melalui Tuhan Yesus Kristus.

'Lama dan Baru' memang akan selalu mengalami persinggungan ketika diperjumpakan. Faktanya
memang karya penyelamatan Allah hadir dalam sejarah. Penyelamatan itu membuat Allah masuk
dalam ruang dan waktu yang terbatas sebagai manusia tanpa harus kehilangan ke-Allah-an-Nya.
Karya penyelamatan yang demikian memang akan rentan untuk disalahpahami, jika tidak mampu
memiliki pemahaman secara utuh. Pada masanya, segala ritual pernah dipakai oleh Allah untuk
menyatakan kasih-Nya kepada manusia. Sementara pada sisi manusia ada kecenderungan untuk
mudah melekatkan iman kepada ritual; dan kepada Allah yang berkarya menjadi terabaikan.
Seakan Allah hanya dipahami secara mekanis, sekali pencet maka semua akan sama persis dengan
program yang dibuat. Jebakan ini paling mudah disusupi Iblis untuk menyesatkan dengan
membawa manusia melekat kepada ritual yang dilakukan.

Untuk itu diperlukan pembaharuan akal budi yang mendasar. Dalam surat nya kepada jemaat di
Roma, Paulus mengajak kita untuk, “...berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu
dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan
yang sempurna.” Tujuannya adalah agar menemukan karya penyelamatan Allah secara utuh.
Ketika berhadapan dengan konteks masa yang berubah, orang percaya perlu cerdas untuk
membedakan mana yang mutlak tidak boleh berubah dan mana yang diizinkan untuk diubah
berdasarkan konteks yang dihadapi. Seseorang perlu bijak dalam membedakan antara yang primer
dengan yang sekunder. Keselamatan adalah anugerah dari Allah dalam Yesus Kristus, dan Yesus
Kristus adalah Tuhan yang mengambil rupa sebagai manusia itu adalah contoh yang primer.
Sementara yang sekunder contohnya mengenai pertanyaan alat musik apa yang bisa dipakai dalam
ibadah. Sederhana nya, hal primer itu berpengaruh pada keselamatan sehingga berlaku hingga nanti
47
Tuhan Yesus Kristus datang kembali; sedangkan hal sekunder hanya berlaku untuk menjawab
konteks jaman yang ada hari ini dan tentu karena ini berkaitan dengan konteks maka pasti akan
sangat dinamis dan berbeda.

Perubahan dan pembaharuan itu oleh Paulus dianalogikan dengan 'akil balig' (ay.1-2). Selama
seorang anak belum akil bliq maka ia perlu wali, namun setelah dewasa maka wali tidak diperlukan
lagi. Pada masa lampau ketika berbagai ritual penyelamatan dilakukan, seperti memelihara hari,
bulan dan tahun tertentu, itu seperti seorang anak yang belum akil balig. Setelah tiba saatnya
Yesus hadir menjadi Juru Selamat maka ritual lama telah tergenapi di dalam Dia sehingga tidak
ada gunanya lagi dilakukan. Telah genap waktunya bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang
Tunggal yaitu Yesus Kristus untuk menggenapi segala yang telah dinubuatkan dan menyelesaikan
persoalan dosa dan maut; Ia memenuhi segala hal yang menjadi tuntutan dalam Hukum Taurat;
maka segala hal mengenai hukum telah selesai. Penyelesaian tersebut mengubah start dari hamba
menjadi anak yang menjadi ahli waris. Setiap orang yang percaya kepada Yesus tidak lagi
diperhamba oleh dosa; tidak boleh diperbudak lagi oleh dosa; maka konsekuensi logisnya tidak
pada tempatnya orang percaya menghambakan diri lagi atas dosa.

Bapak Ibu saudara saudari yang terkasih.

Keberhasilan para perantau mengubah paradigma ketika bertahan di perantauan menjadi inspirasi
menarik dalam kehidupan beriman. Jangan lekatkan iman pada ritual yang dibatasi oleh ruang dan
waktu. Lekatkan iman pada Allah yang berkarya mengatasi ritual yang dilakukan. Hiduplah secara
kreatif berdasarkan iman yang kita miliki dalam Yesus Kristus. Tidak disibukkan dengan hal-hal
sekunder dalam pelayanan menjadi tanpa pembaruan terjadi dalam pikiran kita. Hal sekunder
ditempatkan sebagai alat untuk melayani, bukan alat menghakimi. Jadi bukan berarti ritual itu tidak
penting, namun jangan sampai ritual menjadi tujuan, karena ritual adalah cara atau alat kita utuk
berbakti kepada Tuhan, dan Tuhan itulah tujuan kita.

Ibu bapak dan saudara-saudari, para kekasih Allah,

Sebagaimana yang tertulis dalam ayat 5-7 dalam bacaan kita saat ini, bahwa oleh Yesus Kristus
kita telah ditebus, maka kita bukan lagi hamba melainkan menjadi anak. Jadi melalui perayaan
Nama Kudus Yesus, kita menemukan Allah yang mempedulikan kita. Mari kita memasuki tahun
baru dengan keyakinan, bahwa Allah yang kita rayakan kelahiran-Nya, dalam Natal adalah Allah
yang memperhatikan kita. Apa yang terjadi di tahun baru dan hari-hari kedepan, kita tidak tahu.
Satu hal yang kita tahu dan Imani, Allah mempedulikan kita. Dengan demikian Tepat kiranya jika
hari ini memasuki tahun yang baru, tahun 2023, dengan harapan yang baru. Amin.

48
Nas Pembimbing : Roma 5:2
Berita Anugerah : Roma 15:13
Nas Persembahan : Kolose 4:2

1. KJ 17:1-3
2. KJ 2:1-3
3. KJ 293:1, 2
4. KJ 344:1-3
5. PKJ 202:1-
6. PKJ 202

49

Anda mungkin juga menyukai