Anda di halaman 1dari 31

Bulan Diakonia GKSBS 2019

Kotbah 07 Juli 2019. Pembukaan Bulan Diakonia Sinode GKSBS


Minggu Biasa. Warna Liturgi Hijau
Bacaan Titus 2: 11-15

BERDIAKONIA MENGHADIRKAN PENGHARAPAN

Jemaat yang dikasihi Tuhan, Syalom..


Bagaimana kabar saudara sekalian? Saya berharap kita semua dalam keadaan baik ya..
senantiasa dilingkupi oleh kasih Kristus, dan damai sejahtera tinggal dalam diri kita masing-
masing. Tapi jika saat ini ada diantara kita yang sedang mengalami beban persoalan hidup, saya
berharap agar saudara tetap menaruh harapan dan iman kepada Tuhan Yesus. Supaya dengan
keteguhan iman saudara, Allah memberikan berkat pemulihan kepada saudara.

Jemaat yang dikasihi Tuhan,


Saya ingin mengingatkan kepada kita sekalian: pertama, bahwasanya hidup ini tidak terlepas
dari yang namanya persoalan. Tuhan tidak manjanjikan kepada kita kalau hidup ini tanpa ada
masalah. Tapi Tuhan berjanji akan memberikan pertolongan dan kekuatan kepada kita. Oleh
karena itu, andalkan Tuhan dalam hidupmu. Yang kedua saya mengingatkan; bahwa kita sebagai
umat Kristus memiliki tugas panggilan sekaligus pengutusan yaitu bersekutu, melayani dan
bersaksi. Tiga hal ini dikenal sebagai “Tri Tugas Gereja”. Tapi saat ini secara khusus kita akan
membahas soal melayani atau berdiakonia. Yang dimaksud dengan berdiakonia di sini adalah,
suatu perbuatan atau melakukan tindakan kasih dalam lingkup kehidupan sosial.

Jemaat yang dikasihi Tuhan,


Pada bulan ini, berdiakonia menjadi topik pembahasan kita secara sinodal karena kita sedang
merayakan bulan diakonia. Dan melalui bulan diakonia ini, kita sebagai gereja didorong untuk
menumbuhkan sikap aksi diakonia. Bahkan berdiakonia harus menjadi karakter dalam hidup
kita sehari-hari selaku orang Kristen. Saudara.., Janganlah kita mengaku Kristen tapi ogah
berbuat diakonia. Kalau ada orang yang mengaku Kristen tapi tidak mau melakukan perbuatan
aksi diakonia berarti orang tersebut adalah Kristen gadungan, alias abal-abal. Tentu kita tidak
mau dong dijuluki sebagai “Kristen gadungan”?

Jemaat yang dikasihi Tuhan,


Tema kita saat ini adalah “Berdiakonia menghadirkan Pengharapan”. Pengertian berdiakonia
adalah perbuatan atau tindakan kasih yang kita lakukan terhadap orang lain yang kita anggap
sedang membutuhkan pertolongan. Sedangkan pengertian pengharapan itu sendiri adalah
“menantikan yang baik”.

Di dalam kehidupan sosial masyarakat, kita dapat melihat ada banyak ketimpangan terjadi.
Misalnya, kemiskinan yang dialami seseorang, sakit parah atau lumpuh yang dialami oleh si
miskin (tidak mampu berobat), ada pula yang menjadi korban penganiayaan, ada yang menjadi
korban bencana alam (banjir, gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, wabah penyakit,

~1~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

dll), atau ada yang sedang berduka karena anggota keluarganya meninggal akibat bencana
alam. Semua itu adalah bentuk ketimpangan. Mereka yang mengalami hal tersebut pasti
merasakan penderitaan. Dan saya yakin, namanya menderita pasti tidak menyenangkan, tidak
bahagia, tidak sejahtera. Dan jika ditawarkan kepada kita, pasti tidak ada yang mau.

Jemaat yang dikasihi Tuhan,


Saya percaya, mereka yang sedang mengalami timpang atau menderita pasti memiliki
HARAPAN (menantikan keadaan yang baik terjadi). Contohnya; ketika ada seseorang yang
sedang terkena musibah kebanjiran. Rumahnya hanyut, semua bendanya hilang terseret air, lalu
ia tinggal dipengungsian. Ia merasa menderita dan pilu. Dalam kondisi demikian tentu ia juga
ingin keadaannya kelak dapat kembali seperti sedia kala. Ia memiliki kerinduan agar terbebas
dari penderitaannya. Ia menantikan pemulihan segera terjadi. Itulah Pengharapan. Sekarang
yang menjadi pertanyaan kita “siapa yang akan mengenapi harapan mereka ?”

Jemaat yang dikasihi Tuhan,


Jika kita perhatikan perikop firman Tuhan yang sudah kita baca, dari sini kita tahu: Saudara dan
saya adalah orang-orang yang telah mendapat kasih karunia Allah. Kita ini adalah tebusan Allah
(ay.11). Melalui kematian Kristus kita telah ditebus dari dosa. Bahwa pengorbanan Kristus bagi
kita begitu luar biasa (ay.14). Ini bukti bahwa Allah begitu peduli dan mengasihi kita – Dia rela
menderita bahkan mati demi menanggung beban dosa kita.
Sekarang kita ini sebagai umat tebusan Allah. Kita diberi tugas untuk menunaikan pelayanan
kasih (berdiakonia) kepada mereka yang timpang – yang menderita – yang sedang
membutuhkan pertolongan. Tuhan ingin supaya kita meneladani kasih-Nya (ay. 12). Tuhan ingin
supaya kita juga punya rasa kepedulian terhadap orang-orang disekitar kita yang sedang
mengalami menderita (entah karena miskin, sakit, bencana alam, dukacita, dsb). “Siapa yang
akan mengenapi harapan mereka yang sedang menderita ?” jawabannya adalah : kita selaku
umat kepunyaan Kristus. Kita yang telah mendapat teladan kasih dan peduli kepada yang
timpang.

Oleh karena itu saudara.., kita harus ambil bagian dalam pelayanan diakonia bagi setiap orang
di sekitar kita yang sedang mengalami menderita. Sekecil apapun tindakan diakonia yang kita
kerjakan, yakinlah itu sangat bermanfaat bagi pemenuhan harapan mereka.
Contoh misalnya; jika ada tetangga kita yang sakit dan tidak mampu berobat karena miskin,
maka kita harus peka dan ambil bagian dalam menolongnya. Dorongan diakonia harus terus
berkobar dalam diri kita. Ada banyak macam tindakan yang bisa kita kerjakan sebagai bentuk
diakonia terhadap orang tersebut. Bisa saja kita menguruskan JAMKESMAS/ BPJS, bisa saja kita
mendorong pemerintah desa agar ia mendapat pertolongan, bisa saja kita mengkoordinir para
warga sekitar agar mengumpulkan dana tali kasih, atau bisa saja kita sendiri membantu
pengobatannya, dll. Intinya ada banyak hal perbuatan diakonia yang dapat kita kerjakan. Tapi
yang penting adalah rasa peka / peduli / kasih/empati terhadap yang timpang harus kita miliki.
Sebab tanpa adanya rasa-sikap peka/peduli/ kasih/ empati terhadap yang sedang mengalami
menderita, maka tugas pengutusan berdiakonia tersebut tidak mampu kita kerjakan.

~2~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

Jemaat yang dikasihi Tuhan,


Mari kita bersemangat kembali dalam mengerjakan tugas pengutusan kita sebagai umat
tebusan Kristus. Supaya pengorbanan Kristus tidak sia-sia bagi hidup kita. Supaya hidup kita
juga berkenan bagi Allah dan sesama. Selamat berkarya dalam peribadahan sejati di dalam
dunia ini. Amin ( Nc)

Liturgi:
 Nas Pembimbing : Filemon 1 : 4-5
 Berita Anugerah Ibrani 3: 1
 Nas Persembahan Yudas 1: 20-21

Nyanyian :
 Pembuka PKJ 1 : 1-3
 Penyembahan PKJ 19: 1-3
 Pengakuan Dosa KJ 358 : 1-2
 Menyambut Firman KJ 457: 1,4,6
 Respon Pembacaan Alkitab KJ 50a: 1,6
 Respon FT PKJ 264 : 1-2
 Persembahan PKJ 149: 1-
 Pujian Penutup: PKJ 274: 1-3

~3~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

Bahan Sarasehan Bulan Diakonia Sinode GKSBS 2019

Dengan Berdiakonia
GKSBS mampu menghadirkan pengharapan bagi dunia

Bagi gereja,
melayani dalam kasih bukanlah tujuan,
tetapi perjalanan menampilkan jati dirinya
sebagai citra Allah yang tak pernah selesai
sampai Tuhan Yesus datang yang kedua kali.

A. Hakekat Pelayanan

Untuk memahami hakekat pelayanan menurut iman kristen, akarnya harus dicari dan
dipahami dari hakekat dan tujuan Allah menciptakan manusia menurut Alkitab. Allah
berfirman: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka
berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh
bumi dan atas segala binatang melata di muka bumi. Allah melihat bahwa semuanya itu
baik” (Kej 1:26).

Dari ayat ini adalah jelas, tujuan Allah menciptakan manusia bukan agar manusia memuji
dan memuliakan Allah (konsep amal). Allah tidak membutuhkan pujian dan pemuliaan dari
manusia. Tetapi agar manusia segambar atau serupa dengan Allah (konsep anugerah). Apa
ini artinya?

Pertama, Allah adalah Kasih (1 Yoh 4:8). Kedua, Allah Penguasa mutlak yang berinisiatif
menjadikan semesta alam dan segala isinya termasuk manusia. Ketiga, Allah melayani
manusia. Sebelum menciptakan manusia, Allah telah menyediakan kebutuhan manusia.
Keempat, manusia diberi kuasa atas ciptaan Allah. Kelima, manusia diberi kebebasan sesuai
ukuran Allah (Kej 2:16). Keenam, Allah melihat semua ciptaannya itu baik.

Jadi manusia segambar atau serupa Allah itu berarti, manusia diberi kuasa bebas melayani
dalam kasih untuk menjamin seluruh ciptaan Allah dalam keadaan baik sesuai nilai-nilai yang
ada pada diri dan kehendak Allah. Sedang keadaan baik di mata Allah itu adalah, adanya
hubungan harmonis antara Allah, manusia, hewan dan alam.

Sehingga istilah manusia segambar atau serupa Allah hakekatnya melampaui dari sekedar
tuntutan untuk memuji dan memuliakan Allah. Tetapi dalam kenyataannya manusia memilih
berkuasa dalam kebebasan mutlak menurut ukuran dan doktrin manusia sendiri, dan bukan
kebebasan yang terbatas sebagai ciptaan Allah yang berkuasa melayani dalam kasih.
Manusia beralih ingin menjadi sama sehakekat dengan Allah selaku Pencipta seperti
dilukiskan dengan tamak memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat (Kej 3:6-7).

~4~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

Di mata Allah, sikap tamak manusia seperti ini adalah kejahatan yang biadab dan itu tragedi
yang membawa maut. Sebab merusak seluruh tatanan ciptaan Allah. Semua pohon dimakan
tanpa sisa sampai hutan gunung menjadi gundul dengan akibat bencana longsor. Tentu ini
mendukakan Allah. Tetapi karena Allah adalah Kasih, Ia memulihkan citra manusia yang rusak
kepada hakekatnya kembali segambar diri-Nya dengan mengutus Anak-Nya yang Tunggal,
Tuhan Yesus Kristus yang adalah gambar Allah yang tak kelihatan untuk menebus manusia
dari dosa (Kol 1:15; Ibr 1:3).

Yesus Kristus datang kepada manusia dalam rupa sebagai Hamba Allah. Hamba
diterjemahkan dari kata Yunani doulos. Istilah doulos berasal dari kata kerja Yunani douleuo
yang artinya “terikat pada seorang guru”. Guru itu kedudukannya adalah tuan dari seorang
murid, dan seorang murid yang terikat itu menunjukkan ada hubungan erat dengan sang
tuan dalam arti ia mutlak tunduk mengikuti ajaran dan kehendak gurunya tanpa syarat dan
tanpa imbalan. Dan Yesus sebagai doulos Allah, maka Yesus mutlak tunduk mengikuti ajaran
dan kehendak Allah sebagai guru-Nya (Ayub 36:22; Yoh 8:38-44, 55).

Sebagai Hamba Allah, Yesus menegaskan: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk
dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi
banyak orang” (Mat 20:28; Mrk 10:45; bdk. Luk4:18-19; 22:25-27). Jadi manusia yang
mengakui Yesus Kristus, adalah hamba Yesus Kristus yang siap melayani dan bukan dilayani.
Dan esensi pelayanan ini bukan didasarkan pada kebutuhan manusia, tetapi didasarkan pada
inti hakekat manusia sebagai gambar Allah yang telah berdamai dengan Allah melalui Yesus
Kristus. Manusia yang telah berdamai dengan Allah di dalam Tuhan Yesus disebut gereja,
ciptaan baru, anak Allah bahkan keluarga Allah (Ef 2:19), yang memiliki fungsi dan tugas
menggarami dan menerangi dunia. Gereja adalah lampu dalam rumah dan terang dalam
dunia, dan fungsi tugas ini tak dapat dilaksanakannya apabila gereja hanya menyembunyikan
diri dan mengasingkan diri dari dunia. Gereja akan menjadi garam dan terang dunia bilamana
ia hadir nyata di tengah dunia itu sendiri dengan melayani dalam kasih. Dan gereja yang tidak
melayani dalam kasih berarti mengkhianati hakekat diri sendiri.

Istilah melayani adalah diterjemahkan dari kata Yunani diakoneo. Istilah diakoneo ini
memiliki arti pelayanan di meja seperti menyediakan makanan atau hidangan dalam bentuk
perjamuan kasih (Luk 10:40; Mat 8:15; Yoh 12:2); juga pelayanan berbagi kasih menyantuni
orang-orang berkekurangan dalam rupa benda yang dibutuhkan (Kis 6:1); dan juga arti yang
bersifat liturgis dan pemberitaan firman (Kis 6:4; 12:25, 20:24; 21:19; Rom 11:13). Sehingga
pelayanan gereja juga seluas arti diakoneo itu sendiri, yaitu melayani di segala bidang
kehidupan. Bukan soal jasmani manusia saja tetapi juga kesaksian tentang pemberitaan
kebenaran firman Allah.

Untuk menjalankan fungsi tugas layanan ini, gereja sebagai individu atau persekutuan
memiliki anugerah talenta seperti dilakukan Tuhan Yesus Kristus. Gereja berhak dan wajib
melayani tanpa pandang bulu kondisinya. Keadaan miskin atau kaya semuanya harus

~5~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

menjalankan fungsi sebagai gambar Allah yang melayani dalam kasih sebagaimana layaknya
hamba Kristus (Luk 21:1-3). Bahkan dalam keadaan menghadapi sakratul maut pun masih
ada kesempatan memberitakan firman seperti dialami Stefanus (Kis 7:60). Artinya, kekuatan
gereja untuk melayani itu justru di dalam kelemahannya. Adalah sebuah kecelakaan dan
bencana bagi pengikut Yesus yang beralasan masih lemah atau gereja masih lemah, sekedar
untuk menghindari pelayanan dalam kasih. Sebab kekuatan gereja bukan terletak pada
materi tetapi pada hakekatnya sebagai citra Allah. Dan Allah tak pernah miskin untuk
memberi berbagai macam talenta pada gereja. Sehingga inilah yang memberi peluang besar
pada gereja mampu berdiakonia meski miskin atau kaya harta. Karena itu, bagi gereja,
melayani dalam kasih bukanlah tujuan, tetapi perjalanan menampilkan jati dirinya sebagai
citra Allah yang tak pernah selesai sampai Tuhan Yesus datang yang kedua kali.

B. Jenis-jenis Pelayanan

Kita bisa berfilsafat tanpa Allah, tetapi tidak mungkin berteologi tanpa Allah. Begitu pula ada
banyak filsafat pelayanan dilakukan tanpa didasarkan Tuhan Allah, tetapi bagi umat Kristen
tidak mungkin melayani tanpa didasarkan teologi dan keterlibatan Tuhan Allah. Secara
konkrit Tuhan Yesus telah memberikan keteladanan pelayanan-Nya dalam berbagai jenis
pelayanan sesuai kehendak Allah.
Pertama, pelayanan kuratif. Artinya, menyantuni atau memberi secara cuma-cuma tanpa
ada embel-embel balas budi. Ini telah diperagakan oleh Yesus dengan memberi makan
roti, menyembuhkan orang sakit, lumpuh, buta, demam, pendarahan dan sebagainya
tanpa menuntut imbalan.
Kedua, pelayanan preventif. Artinya, memberi modal tertentu dalam rupa modal uang
atau ketrampilan kepada seorang untuk mengembangkan ekonomi atau keahlian. Ini
diperagakan oleh Yesus dengan ceritera tentang talenta (Mat 25:14-30).
Ketiga, pelayanan transformatif. Artinya, memberdayakan untuk mengubah mental dan
perilaku seseorang kearah yang lebih baik, maju dan positif. Ini diperagakan oleh Yesus
terhadap Nikodemus (Yoh 3:1-21) dan pemanggilan kedua belas orang yang beraneka
latar belakang baik yang terdidik maupun tidak untuk menjadi murid-Nya (Mat 4:18-22;
10:5-15).
Revolusi mental yang dikembangkan pemerintahan Indonesia, itu adalah masuk kategori
pelayanan transformatif. Merubah mental maling atau korupsi menjadi orang jujur, orang
malas menjadi rajin, tuna ketrampilan menjadi ahli melalui pendidikan, kursus atau berbagai
macam pembinaan. Ini semua namanya pelayanan transformatif. Bahkan yang semula selalu
berlaku menindas lalu berlaku adil ini bentuk peristiwa transformatif seperti terjadi pada diri
Zakeus si pemungut cukai. Dan keberanian janda menuntut hak kepada Hakim yang tidak
takut akan Allah dan seorangpun, menunjukkan dalam dirinya terjadi transformasi mental
(Luk 18:1-8; 19:1-10).
Ketiga jenis pelayanan seperti telah diperagakan oleh Tuhan Yesus ini, tak terhindarkan
ada di tengah kehidupan gereja dan itu akan selalu ada sepanjang masa tempat gereja
harus hadir mendampingi.

~6~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

C. Sasaran Pelayanan

Apa yang terurai di atas, ini oleh Sinode GKSBS dikristalisasikan dalam tema: Berdiakonia
menghadirkan pengharapan, dan sub tema: dengan berdiakonia GKSBS mampu
menghadirkan pengharapan bagi dunia.

Dari tema dan sub-tema ini terlukis jelas, jika gereja khususnya GKSBS memiliki ekspetasi
terhadap dirinya sendiri untuk dapat berdiakonia atau melayani dalam kasih semaksimal dan
seoptimal mungkin, dengan tujuan bahwa subyek yang dilayani mempunyai harapan. Dalam
berdiakonia GKSBS berarti menempatkan posisi dirinya sebagai inspirator dan motivator
pengharapan bagi dunia yang bisa dilakukan secara mandiri atau dalam kerjasama lintas
gereja dan agama.

Pada dasarnya semua pihak berhak mendapat pelayanan. Namun dalam konteks pelayanan
diakonia, ada yang paling berhak dan diutamakan untuk mendapatkannya, yaitu mereka
yang lemah dan yang paling merasakan atau mengalami krisis akibat dampak negatif dari
bencana penindasan, bencana alam, bencana perang, bencana tehnologi, krisis ekonomi,
krisis lingkungan hidup, krisis air bersih, krisis tempat tinggal, krisis polusi, krisis budaya,
krisis pendidikan, krisis kesehatan dan kaum yang mendapat julukan tuna (aksara, grahita,
rungu, dsb), dan tidak boleh diabaikan pula yang mengalami krisis sosial yang berdampak
dengan krisis moral seperti napi, mantan napi dan tuna susila yang menyebabkan mereka
menjadi putus asa atau hilang harapan.

Kepada merekalah secara khusus gereja wajib hadir mendampingi untuk membawa harapan
agar mereka menjadi damai, tenang, nyaman dan sejahtera dalam menghadapi setiap krisis
yang melanda dan menerjang hidupnya, meski tidak menutup pintu bagi pelayanan umum.
Gereja wajib hadir tanpa perlu menjadi kaya lebih dulu, sebab hakekat gereja itu segambar
Allah yang berhak dan wajib melayani dalam kasih kapanpun dan dimanapun. Lebih baik
organisasi gereja menjadi miskin tetapi kaya dalam berbagi untuk menghidupkan sebanyak
mungkin orang dalam pengharapan masa depan yang tetap terbuka apapun keadaan orang
itu. Secara konkrit kehadiran gereja dapat dilakukan dengan cara mendirikan pusat-pusat
layanan krisis atau lembaga-lembaga permanen yang juga menangani krisis seperti LSM,
Panti-panti; Lembaga: Pendidikan, Kesehatan, Kursus-Pelatihan dan sebagainya (formal atau
informal, pribadi atau lembaga), yang berfungsi untuk menangani pelayanan kasih yang
berkelanjutan maupun yang bersifat tanggap darurat.

D. Bahan Sharing

1. Apa urgensi bahan sarasehan ini bagi saudara secara pribadi maupun bagi lembaga
gereja (Jemaat, Klasis dan Sinode)?
2. Sebagai anggota gereja dalam lingkungan Sinode GKSBS, apa komitmen saudara secara
pribadi untuk mengembangkan keberlanjutan dan kemajuan lembaga layanan kasih

~7~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

yang ada di tingkat Jemaat, Klasis dan Sinode GKSBS? Dalam bentuk apa dukungan
komitmen saudara pilih (dana, daya, atau….?).
3. Bila di gereja saudara belum memiliki lembaga layanan kasih yang permanen, apa yang
seharusnya saudara lakukan sebagai pribadi maupun lembaga persekutuan? Catat
kelemahan, kesulitannya dan catat peluang strategi untuk mewujudkannya?
(Pdt. Em. Eko Pjs).

~8~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

BAHAN PA Minggu I Bulan Diakonia


Bacaan 1 Yohanes 3: 17-18

Pengantar.
Bagi Rasul Yohanes, kasih bukanlah sekedar kata, tetapi Kasih harus dikerjakan. Kasih tidak
dapat dilepaskan dari relasi dengan Allah dan sesama. Seorang Kristen tidak boleh menganggap
dirinya penuh dengan kasih Ilahi, bila dirinya tidak mengasihi sesamanya. Seorang Kristen harus
memiliki kasih proaktif. Kasih harus dipancarkan kepada siapa saja. Seorang Kristen harus
memiliki subjek kasih dalam dirinya, yaitu Yesus Kristus. Karena hal itulah yang akan mampu
menjadi daya dorong untuk terus berbuat kasih kepada siapa saja.

Dalam pemahaman iman Kristen, mengasihi bukan sekedar tugas. Tapi ini menunjuk kepada
identitas Kristen sejati. Jika seorang tidak memiliki kasih dan kepedulian, maka sudah dipastikan
imannya dipertanyakan (karena iman tanpa kasih pada hakikatnya adalah mati).
Tindakan kasih, tentu bukan hanya sekedar di bibir saja, tapi harus dinyatakan melalui tindakan
konkrit, misalnya; berbagi makanan dengan yang kelaparan, atau berbagi rezeki dengan yang
kekurangan. Setiap orang Kristen dipanggil untuk meneladani Kristus, yang telah berani
mengorbankan hidupnya bagi orang lain. Seorang akan di sebut Kristen jika ia mampu
melaksanakan perintah pada ayat 17 ini. Sampai di sini adakah yang ingin ditanyakan ? (peserta
saling bertanya jawab)

Pendalaman Materi
Pada Ayat 17 jika disederhanakan kalimatnya, akan berbunyi seperti ini :
“Seorang yang mempunyai harta benda lebih.. atau kaya, tapi tidak peduli kepada orang lain
yang sedang menderita, berarti ia tidak memiliki kasih Allah dalam dirinya”. Sangat jelas dan
tegas firman Tuhan pada saat ini, yang mengingatkan kepada kita selaku orang Kristen agar
tidak sekedar berbicara soal kasih dan kepedulian kepada orang lain. Sesugguhnya kasih dan
kepedulian harus di wujudnyatakan sebagai perbuatan konkrit.

Pada ayat 18 sudah sangat jelas menegaskan supaya “mengasihi bukan dengan perkataan atau
lidah, tetapi dengan perbuatan..” Perintah ini bisa sangat sulit dikerjakan, tapi juga tidak
menutup kemungkinan sangat mudah dikerjakan. Sulit atau mudah dalam mengerjakan
perintah firman Tuhan ini, tergantung dari dalam diri kita masing-masing. Hal ini juga menjadi
indikasi; apakah dalam diri kita ini terdapat kasih Allah, atau tidak ?

Jika kasih Allah itu sungguh ada dalam diri kita, maka tindakan kasih kepada yang sedang
menderita ini sangat mudah dikerjakan. Tapi sebaliknya, tindakan kasih ini sulit untuk
dilaksanakan, karena memang ternyata dalam dirinya tidak ada subjek kasih (Yesus Kristus).
Predikat “Kristen” ternyata hanya di bibir saja, tidak mendarah daging dalam dirinya. Istilah
“dibibir saja” bagi orang jawa disebut “lamis”. Bagi Tuhan Yesus sendiri, orang yang “lamis”
demikian di sebut sebagai orang yang munafik (lih. Matius 6: 2). (Nc)

~9~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

Pertanyaan Diskusi
1. Mengapa orang Kristen harus memiliki sikap peduli kepada sesamanya ?
2. Apakah berbuat diakonia harus seorang yang sudah berkelebihan harta saja ?
3. Apakah yang dimaksud dengan mengasihi sekedar dengan perkataan dan mengasihi
dengan perbuatan dan kebenaran ?
4. Tugas selama 1 minggu ke depan. Agar setiap kita mencoba melakukan perintah firman
Tuhan saat ini, kemudian pengalaman tersebut akan di sharingkan di pertemuan
selanjutnya.

~ 10 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

Renungan Minggu I Bulan Diakonia

Berdiakonia Menghadirkan Pengharapan


Markus 10:35-45

Bapak, ibu, saudara yang terkasih dalam Kristus..

Pernahkah bapak, ibu, saudara mendengar istilah kepemimpinan yang menghamba? Apa yang
saudara pahami dari istilah ini? Diharapkan dari renungan ini akan menjadi jelas maknanya.

Telusur

Mari coba kita analisa lebih dulu bacaan dari perikopa Markus 10:35-45 ini. Saat itu, Yesus dan
kedua belas murid-nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem (ay. 32). Di dalam perjalanan itu,
tiba-tiba Yakobus dan Yohanes menyampaikan permintaan kepada Yesus supaya diperkenankan
duduk di sebelah kanan dan kiri dalam kemuliaan Yesus kelak (ay. 35-37). Permintaan itu cukup
ironis, sebab sebelumnya Yesus baru saja mengungkapkan apa yang akan terjadi atas diri-Nya,
yakni penderitaan yang akan Ia alami sebelum Ia dibunuh dan pada hari ketiga dibangkitkan
(ay.33-34). Yesus baru saja berbicara tentang penderitaan-Nya, tetapi Yakobus dan Yohanes
justru menyampaikan permintaan yang menunjukkan bahwa mereka saat itu hanya sibuk
memikirkan kepentingan mereka sendiri, yakni duduk di sebelah kanan dan kiri kemuliaan
Yesus.

Pertanyaan balik Yesus di ayat 38 soal meminum cawan merupakan cara yang baik dalam
mengatakan tidak. Tetapi jawaban Yakobus dan Yohanes ini di ayat 39 tentang dapat meminum
cawan Yesus, justru menunjukkan ketidakmengertian, kedangkalan berpikir, ambisi egois
sekaligus kesombongan mereka. Mereka menginginkan kehormatan tanpa pengorbanan, dan
penghargaan yang tidak mereka kerjakan. Semua ini mengungkapkan watak mereka yang
tercela.

Kemarahan kesepuluh murid yang lain dalam menanggapi Yakobus dan Yohanes bukan karena
mereka melihat ada yang salah dengan permintaan kedua bersaudara ini, melainkan karena
kedua bersaudara ini mencoba mengambil kesempatan. Hal ini menjadi jelas, karena
sebelumnya para murid ini pernah mempertentangkarkan siapa yang terbesar di antara mereka
(Mrk 9:33-34). Penjelasan Yesus di ayat 41-45 lebih menegaskan hal tersebut.

Jadi wajarkah keinginan Yakobus dan Yohanes tersebut minta duduk di sebelah kanan dan kiri
Yesus? Beralasankah jika kesepuluh murid yang lain marah terhadap Yakobus dan Yohanes?
Harus diakui apa yang ada pada Yakobus, Yohanes dan kesepuluh murid lainnya itu, ada
terkandung kebutuhan manusia yang bernama: PENGHARAPAN.

~ 11 ~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

Renungan

Seperti Yakobus dan Yohanes dan kesepuluh murid lainnya, di dalam mengikut Yesus dan
melayani, kita pasti memiliki pengharapan dan bisa berpikir, “Apa yang bisa kudapatkan?” dan
kita mulai melakukan hitung-hitungan rohani. Harus diakui, banyak orang kristen yang melayani
tetapi penggerak sesungguhnya adalah ambisi-ambisi untuk dirinya sendiri, bukan demi Allah
yang dilayani. Dan ini tentu bertentangan dengan prinsip melayani dalam kasih.

Sebaliknya, Yesus justru mengajarkan kepada para pengikut-Nya perihal pelayanan yang sejati.
Pelayanan yang sejati justru digerakkan oleh kasih dan kerelaan untuk menghamba. Yesus
berkata: “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,
dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba
untuk semuanya. Apa yang diajarkan Yesus tentang kebesaran seseorang telah menghancurkan
prinsip dunia yang mengandalkan kekuasaan dan kekerasan untuk mencapainya.

Kebesaran seseorang ada dalam tindakannya ketika ia rela melayani dan bukan untuk dilayani.
Kebesaran seseorang terlihat ketika ia rela menjadi hamba, siap untuk tidak mendapat pujian,
tidak diperhitungkan, tidak dihargai dan dilupakan. Kebesaran seseorang menjadi sempurna
ketika ia rela untuk disalahmengerti, difitnah, dimusuhi, diperlakukan tidak adil demi melayani
sudara-saudaranya. Yesus sendiri tidak hanya “mengajarkannya”, tetapi Ia sendiri
mencontohkannya: “Karena Anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”. Dulu dan
sekarang, Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk “meminum cawan” jika kita ingin menjadi
pengikut-Nya. Namun, apa yang ada dalam cawan tersebut? “Doulos” – menjadi hamba bagi
Kristus. Ini berarti menyerahkan hak kita untuk menjalankan kepentingan kita, dan hadir
melayani orang lain dengan segenap hati dan dalam kerendahan hati serta keterbukaan hati.

Lalu bagaimanakah gambaran seorang doulos (hamba)? Apakah mereka yang disebut nabi,
rasul, pendeta, penatua dan diaken? Seluruh jabatan ini hanyalah alat yang memang diperlukan
dalam penatalayanan umat Allah. Tetapi itu berbeda dengan hamba. Yudas adalah seorang
rasul, tetapi dia bukan hamba Kristus, melainkan hamba uang. Jadi setiap orang Kristen yang
mengarahkan seluruh dirinya untuk melayani dunia dan sesama dengan pengharapan dirinya
makin bertumbuh dewasa dalam melayani dan subyek pelayanan makin bermartabat dalam
segala bidang kehidupan dengan motif dasar untuk kemuliaan Allah di dalam Tuhan Yesus
Kristus, itulah yang disebut hamba. Melayani dalam kasih demi kemuliaan Allah di dalam Kristus
itulah kepemimpinan yang menghamba.

Efektifitas dan efesiensi hasil pelayanan yang terbuka untuk menghadirkan pengharapan bagi
dunia, hanya di kala orang itu melakukan pelayanan dengan motivasi diri sebagai hamba Kristus.
Dan setiap hamba Kristus akan melakukan Firman Allah yang diajarkan Kristus. Bilamana Firman
Allah yang diajarkan Kristus itu ada dalam dirinya, dengan sendirinya pula di dalam diri orang itu
akan dikuasai Roh Kudus. Sebab Firman Allah dan Roh Kudus tak terpisahkan. Selalu hadir

~ 12 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

bersama. Di mana Firman ditabur di situlah Roh Kudus berkarya. Di mana Roh Kudus berkarya,
di situlah Firman menyampaikan kesaksiaan tentang anugerah dan karya Allah.

Selamat berdiakonia menghadirkan pengharapan bagi sekitar saudara dengan mengingat


pertanyaan berikut ini:
1. Apakah saudara pernah memiliki motivasi seperti murid-murid Yesus dalam melayani?
2. Apa yang selama ini menjadi kesulitan bagi saudara untuk menaati ajaran Yesus untuk
menjadi hamba yang melayani dengan segenap hati.?

Penerapan

1. Secara jujur, catat/daftarkan apa yang menjadi motoivasi saudara (yang benar maupun
salah) ketika saudara masuk dalam pelayanan?
2. Pertahankan motivasi yang benar, tetapi buanglah motivasi yang salah. Minta Tuhan
memurnikan dan memperbaharui motivasi saudara dalam melayani.

(Pdt. Em. Eko Pjs)

~ 13 ~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

Khotbah 14 Juli 2019 Bulan Diakonia GKSBS


Minggu Biasa. Warna Liturgi Hijau
Bacaan Kotbah : Lukas 10 : 25-37

MENJADI GEREJA YANG PEKA DENGAN SEKITARNYA


Jemaat yang dikasihi Tuhan...

Jalan dari Yerusalem ke Yerikho merupakan jalan yang terkenal dengan berbahayanya.
Yerusalem terletak 2.300 kaki di atas permukaan laut; Laut Mati, yang dekatnya Yerikho terletak
kira-kira 1.300 kaki berada dibawah permukaan laut. Dengan demikian, maka dalam jarak 20
mil, jalan ini menurun hingga 3.600 kaki. Jalan ini sempit, berbatu-batu, dan dengan lekukan
yang tiba-tiba yang memang menambah keseraman.

Dalam abad ke lima, demikan Yerome, jalan itu tetap disebut “jalan Merah atau Jalan Darah”.
Dalam abad ke 19 tetap perlu untuk membayar sejumlah uang kepada pemimpin setempat
sebelum melewati jalan itu demi keamanannya sendiri. Dalam tahun 1930 H.V. Morton
menceritakan kepada kita bahwa ia diperingatkan untuk pulang ke rumah sebelum senja turun,
kalau ia bermaksud menggunakan jalan tersebut sebab ada orang yang biasa menghadang
kendaraan-kendaraan dan merampok para pengendara dan turis, lalu mereka melarikan diri ke
pegunungan terdekat sebelum polisi mengejar mereka.

Ketika Yesus menceritakan perumpamaan ini maka Ia sebenarnya berkata-kata tentang suatu
peristiwa yang biasa terjadi apabila orang berjalan dari Yerusalem ke Yerikho

Jemaat yang dikasihi Tuhan...

Dalam perumpaan ini diceritakan ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke
tangan penyamun-penyamun yang bukan hanya merampok habis-habisan, tetapi juga
memukulnya dan sesudah itu meninggalkannya setengah mati. Ada 3 type manusia ketika
meresponi orang yang sedang dalam penderitaan :

Type I yang digambarkan seorang imam.

Ia berjalan tergesa-gesa dan menghindar. Tidak dapat diragukan bahwa sementara itu ia
mengingat akan ketentuan bahwa barangsiapa menyentuh orang mati maka ia akan
menjadi najis selama 7 hari (Bil 19:11). Memang ia tidak merasa pasti tetapi ia juga tidak
mau ambil resiko, jangan-jangan orang itu sudah meninggal dan ini sangat berbahaya
dengan kekudusannya. Dengan demikian ia akan kehilangan hak untuk melayani dalam
Bait Allah. Ternyata ia menempatkan kewajiban-kewajiban seremonialnya jauh di atas
kharitas yaitu melayani orang yang sedang di rundung malang. Bait Allah dan segala
liturginya ternyata jauh lebih berharga bagi imam ini daripada seorang manusia yang
membutuhkan pertolongan.

~ 14 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

Type II yang digambarkan seorang Lewi.

Kelihatannya ia berjalan lebih dekat ke orang malang ini sebelum ia juga dengan tergea-
gesa menghindar. Biasanya para bandit mempunyai kebiasaan untuk mempergunakan
umpan-umpan. Bisa saja yang sedang terbaring itu adalah salah seorang anggota
mereka sendiri yang bertindak sebagai kurban. Kalau orang yang bepergian itu berhenti
di situ maka dengan tiba-tiba para perampok itu menyergap dia dan merampok harta
bendanya. Orang Lewi itu adalah seorang yang mempunyai semboyan “Pertama-tama
keamanan diri”. Ia tidak akan mengambil resiko mengorbankan diri sendiri untuk orang
lain.

Type III yang digambarkan Seorang Samaria.

Bila dilihat orang ini adalah seorang pedagang yang sering mengunjungi tempat
penginapan. Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang-orang Samaria. Dalam Yohanes
8:48 kita mendengar orang Yahudi memanggil Yesus seorang Samaria. Kadang-kadang
nama itu dipakai untuk menggambarkan seseorang bidaah atau yang tidak
mengindahkan hukum-hukum ibadah. Kemungkinan orang ini adalah seorang Samaria
dalam pengertian seorang yang oleh kaum orthodoks dianggap hina. Namun kita
mencatat ada 2 hal tentang orang Samaria ini :

(1) Ia mempunyai nama baik. Jelaslah bahwa pemilik penginapan itu mempercayainya.
Ia seorang yang jujur.

(2) Hanya dialah satu-satunya yang bersedia untuk menolong. Mungkin ia seorang
bidaah tetapi kasih Allah ada dalam hatinya. Bukanlah merupakan pengalaman baru
kalau kita menemukan seorang ortodok yang memiliki minat terhadap dogma-dogma
daripada menolong seseorang. Namun orang Samaria ini kebalikannya, ia adalah orang
yang ditolak kaum ortodok tetapi memiliki belas kasihan yang luar biasa.

Jemaat yang dikasihi Tuhan...

Marilah kita mengarahkan perhatian kepada ajaran perumpamaan ini. Ahli Taurat yang
menanyakan pertanyaan ini memang sungguh-sungguh (ayat 25). Yesus bertanya kepada
mereka: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?”. Orang Yahudi
ortodoks yang ketat biasanya memakai kotak-kotak kecil yang disebut “phylactery” yang
berisikan ayat-ayat tertentu dari Alkitab dan digantungkan di sekeliling jubah mereka. Ayat-ayat
itu adalah Ulangan 6:4-9; 11:13-20. “Kasihilah Tuhan Allahmu” berasal dari Ulangan 6:5 dan 11:
13. Dengan demikian Yesus mau mengatakan, “Lihatlah kepada “phylactery” yang sedang kau
pakai, dan kamu akan memperoleh jawabannya. Terhadap ayat itu ahli Taurat itu menambahkan
Imamat 19:18, yang meminta seseorang untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri. Tetapi
sesama manusia yang dipahami oleh ahli Taurat adalah sesama orang Yahudi. Misalnya ,
beberapa ahli Taurat mengatakan tidak syah menolong seorang wanita non Yahudi pada saat
kesakitan seperti kesakitan pada waktu melahirkan. Dengan demikian pertanyaan ahli Taurat
bukan sekedar basa-basi, tetapi sunggguh-sungguh. “siapakah sesamaku manusia?”

~ 15 ~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

Jemaat yang dikasihi Tuhan...

Tuhan Yesus menjawab tiga hal :

1. Kita harus menolong seseorang bahkan kalaupun sulit dan bahaya itu disebabkan oleh
diri sendiri seperti yang dibuat oleh orang bepergian itu.
2. Setiap orang dari kebangsaan manapun yang membutuhkan pertolongan, bantuan kita
mestilah seluas kasih Allah
3. Bantuan itu mestilah praktis dan tidak hanya terdiri dari perasaan penyesalan. Tidak
dapat diragukan bahwa baik imam maupun orang Lewi itu merasa sayang bahwa
seseorang telah terluka, tetapi mereka tidak melakukan apa-apa. Belas kasihan tidak
dapat hanya diucapkan saja, mesti diungkapkan melalui perbuatan nyata.

Jemaat yang dikasihi Tuhan...

Di sekeliling kita banyak orang-orang yang membutuhkan pertolongan nyata dari kita.
Pertanyaan yang perlu kita renungkan adalah:

1. Apakah kita merupakan type seorang imam yang hafal dengan ayat-ayat Alkitab,
mengerti tentang doktrin-doktrin Alkitab dengan benar, dapat berkhotbah dengan
lancar, dapat menjelaskan ayat-ayat Alkitab dengan benar tetapi acuh tak acuh ketika
melihat orang yang menderita.
2. Apakah kita merupaka type orang Lewi yang hanya memikirkan diri sendiri, takut
menjadi miskin sehingga takut berdiakonia kepada yang membutuhkan?
3. Atau seperti orang Samaria, walaupun dianggap bidaah tetapi mau berkorban bagi
orang lain tanpa memandang suku, agama, golongan, warna kulit dan sebagainya?

Hendaklah kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus menjadi pribadi seperti orang
Samaria yang baik hati, mau peduli dan menolong sesama yang menderita, Salam Diakonia!
Tuhan memberkati. (KS)

Liturgi:

 Nats Pembimbing Ibadah : Filipi 4 : 5


 Berita Anugerah : Matius 5:7
 Nats Persembahan : Amsal 11:25-25
Nyanyian :
1. Pembukaan : PKJ 13 : 1-3
2. Pujian : KJ 64 : 1-3
3. Pengakuan Dosa : PKJ 37 : 1-2
4. Peneguhan : KJ 237 :1-3
5. Responsoria : PKJ 128 : 1-3
6. Persembahan : PKJ 271 : 1-
7. Nyanyian Penutup : 185:1-5

Bahan PA Minggu II Bulan Diakonia GKSBS

~ 16 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

Bacaan 2 Raja-raja 5:1-5


KECIL TAPI HEBAT
Bila kita membaca dan mendengar tentang cerita Naaman, panglima tentara yang sakit kusta,
seringkali kita melupakan tokoh anak kecil yang begitu penting perannya. Dialah yang memiliki
peran penting dalam kesembuhan Naaman. Gadis kecil ini tidak diketahui latar belakang
hidupnya/asal-usulnya dengan jelas. Alkitab tidak menuliskan secara rinci siapa nama gadis kecil
ini bahkan tidak ada ayat refrensi mengenai gadis kecil ini di kitab lainnya, hanya dijelaskan
bahwa ia adalah seorang tawanan dari Israel dan menjadi pelayan istri Naaman.

“Pada suatu waktu orang Siria menyerbu negeri Israel. Dalam penyerbuan itu seorang anak
perempuan Israel ditangkap dan diangkut sebagai tawanan, kemudian menjadi pelayan bagi
istri Naaman.” (II Raja-raja 5:2.BIS).

Tetapi luar biasanya, walaupun gadis kecil (masih dibawah 12 tahun) hanya orang asing yang
menjadi budak di rumah Naaman namun ia bisa menjadi berkat bagi Naaman seorang
panglima Aram yang sangat terpandang namun mengalami sakit kusta. Ada 4 sikap yang dimiliki
gadis kecil ini sehingga ia menjadi berkat (sanggup berdikonia) bagi orang lain :

1. Peka akan kebutuhan orang lain.

Gadis kecil ini peka akan kebutuhan orang lain yaitu Naaman tuannya. Sakit kusta
adalah penyakit yang serius membutuhkan mujizat kesembuhan. Gadis kecil ini tidak
egois walaupun Naaman bukan bangsanya sendiri.

2. Berani bertindak sekalipun hanya perbuatan yang sangat sederhana.

Menarik, karena gadis ini memiliki keberanian utk memberi saran kepada tuannya.
Menjadi semakin menarik, karena nyonyanya percaya & menyampaikan hal itu kepada
suaminya, Naaman. Padahal hanya seorang budak perempuan tapi dia punya pengaruh.
Dia bisa mempengaruhi keluarga yg berpengaruh seperti keluarga Namaan.

3. Secara kredibilitas, gadis ini adalah seorang yang dapat dipercaya.

Tanpa kredibilitas kemungkinan besar juragannya sulit percaya terhadap perkataannya.


Mendengar perkataannya Naaman langsung bertindak ( 2 Raja 5:4 ), ini membuktikan
gadis kecil ini memiliki kredibilitas

4. Bertindak dengan yakin tanpa ragu-ragu.

Simak perkataan yang disampaikan gadis kecil ini : “Nyonya, sekiranya tuan pergi
menemui nabi yang tinggal di Samaria, pastilah nabi itu akan menyembuhkan tuan (II
Raja-raja 5:3). Perhatikan : ada kata PASTI. Modal untuk berbuat kebaikan adalah iman

~ 17 ~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

atau keyakinan kita akan kuasa Tuhan. Selama perbuatan itu baik dan menjadi kebaikan
bagi orang lain maka kita harus percaya bahwa Tuhan memberkati.

Penerapan/langkah kita berdiakonia:

1. Berani memulai.

Prinsip : kita tdak perlu menjadi orang yang hebat dulu untuk memulai berdiakonia,
namun kita perlu bertindak. Lihat gadis kecil ini, ia tidak perlu menunggu menjadi
wanita dewasa, sampai ia merasa hebat untuk memberi pertolongan. Yang diperlukan
adalah keberanian melangkah untuk memulai.

2. Bisa memberi pengaruh yang baik.

Prinsip yang perlu dipegang adalah jangan membiarkan hidup ini berlalu begitu saja.
Tuhan memanggil kita untuk menjadi garam dan terang dunia dimanapun kita
ditempatkan. Kita harus memiliki pengaruh yang baik buat dunia di sekitar kita
walaupun kecil. Ingat lilin akan tetap bermanfaat di dalam kegelapan.

3. Memiliki nilai plus, kredibilitas.

Apa yang hebat dari gadis ini yang membedakan dari gadis lain? Dia tidak memiliki
kehebatan, tetapi ia memiliki nilai plus yang tidak dimiliki gadis lain yaitu kredibilitas.
Kredibilitas ini yang membuat istri Naaman percaya padanya sehinga mempercayai
perkataan dan sarannya. Kredibilitas adalah salah satu modal kita untuk berdiakonia.

4. Jangan pernah menunda untuk berdiakonia.

Waktu yang Tuhan berikan pada kita sangat terbatas. Kalau kita bisa melakukan
sekarang, sekaranglah waktunya untuk berdiakonia. Jangan menunda atau menunggu
waktu yang baik. Mumpung masih punya kesempatan, berdiakonialah.

Pertanyaan-pertanyaan untuk diskusi

1. Menurut saudara, siapakah gadis kecil dalam perikop bacaan kita saat ini? Jelaskan
2. Apa yang menggerakkan gadis kecil ini sehingga peduli dengan orang lain? Apakah
tindakan gadis kecil ini juga dapat disebut berdiakonia? Jelaskan?
3. Menurut saudara dalam konteks seperti apa, “berbicara” menjadi sebuah tindakan
berdiakonia?
4. Apakah yang menggerakkan hati saudara untuk berdiakonia?
5. Menurut saudara apakah yang menjadi penghalang dalam berdiakonia?

~ 18 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

Renungan II Bulan Diakonia GKSBS

Hati Yang Peka dan Peduli.


“Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka
lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala”. (Matius 9:36)

Suatu ketika ia sedang beristirahat setelah mengantar pelanggan, hatinya sangat tersentuh
menyaksikan seorang anak yang kurus, berusia 6 tahun, tengah menawarkan jasa untuk
mengangkat barang seorang ibu yang sedang berbelanja. Tubuh kecil tersebut tampak
sempoyongan menggendong beban berat di pundaknya, tetapi ia terus semangat melakukan
tugasnya. Dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar di wajahnya, ia menyambut upah
beberapa uang receh yang diberikan ibu tersebut. Dengan wajah menengadah ke langit, anak
tersebut berguman. Mungkin ia mengucap syukur kepada Tuhan untuk rezeki yang diperoleh
hari itu.

Beberapa kali ia perhatikan , anak kecil tersebut menolong ibu-ibu yang sedang berbelanja dan
menerima uang receh. Kemudian ia melihat anak itu beranjak ke tempat sampah, mengais-
ngais sampah dan ketika menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia membersihkan kotoran
itu dan memasukkan roti ke mulutnya. Ia menikmati seolah-olah roti itu makanan dari surga.

Hati Bai Fang Lie tersentuh melihat hal itu. Ia menghampiri anak lelaki itu dan membagikan
makanan padanya. Ia heran, mengapa anak tersebut tidak membeli makanan untuk dirinya,
padahal uang yang ia peroleh cukup banyak, dan tidak akan habis untuk sekedar membeli
makanan sederhana.

“Uang yang saya dapatkan akan digunakan untuk makan adik-adik saya....,” jawab anak lelaki
tersebut.

“Orang tuamu dimana?” tanya Bai Fang Lie.

“Saya tidak tahu, ayah dan ibu saya pemulung....Namun, sebulan yang lalu setelah pergi
memulung, mereka tidak pulang lagi. Saya harus bekerja mencari makan untuk saya dan dua
adik saya yang masih kecil,” sahut anak tersebut.

Bai Fang Lie meminta agar anak yang bernama Wang Ming tersebut mengantarkan pada kedua
adiknya. Hati Bai Fang Lie semakin merintih melihat kedua adik Wang Ming, dua anak
perempuan yang kurus berusia 5 tahun dan 4 tahun. Mereka tampak menyedihkan, kurus dan
kotor dengan pakaian yang compang camping.

Bi Fang Lie tidak menyalahkan tetangga Wang Ming jika tidak terlalu peduli terhadap situasi
dan keadaan tersebut karena memang mereka juga terbelit kemiskinan yang sangat parah.
Jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri sendiri dan keluarga saja mereka sulit.

~ 19 ~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

Bai Fang Lie akhirnya membawa ketiga anak tersebut ke yayasan yang menampung anak yatim
piatu yang miskin di Tian Jin. Bai Fang Lie mengatakan kepada pengurus yayasan tersebut
bahwa setiap hari ia akan menghantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak
miskin agar mereka mendapatkan makanan dan minuman serta perawatan dan pendidikan
yang layak.

Saat itu Bai fang Lie menghabiskan waktunya dari jam 6 pagi sampai jam 8 malam, mengayuh
becak dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Ia menyumbangkan seluruh
penghasilannya kepada yayasan yatim piatu itu, setelah dipotong untu sewa gubuk dan
membeli dua potong kue kismis untuk makanan siangnya serta sepotong daging dan sbutir telur
untuk makan malamnya.

Ia merasa sangat bahagia melakukan semua itu. Di tengah kesederhanaan dan keterbatasannya,
mendapatkan pakaian rombeng yang masih layak dikenakan dan tempat sampah merupakan
kemewahan yang luar biasa baginya. Ia hanya perlu menjahit sedikit bagian yang terkoyak
dengan kain yang beda warna.

Bai Fang Lie mengayuh becak tuanya selama 365 hari dalam setahun. Ia tidak memperdulikan
cuaca yang silih berganti, baik ketika badai salju yang turun membekukan tubuh maupun ketika
panas terik yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.

“Tidak apa apa saya menderita, hal yang penting biarlah anak-anak miskin mendapatkan
makanan yang layak dan bisa bersekolah. Saya bahagia melakukan semua ini...” kata Bai Fang
Lie ketika orang-orang menanyakan alasan ia mau berkorban sedemikian besar untuk orang lain
tanpa memperdulikan diri sendiri.

Bai Fang Lie megayuh becaknya selama hampir 20 tahun demi memperoleh uang yang akan ia
sumbangkan kepada yayasan yatim piatu di Tian Jin. Saat berusia 90 tahun, ia menghantarkan
tabungan terakhirnya sebesar 650 ribu rupiah (kurs pada waktu itu tahun 1991) yang ia simpan
dengan rapi di sebuah kotak dan menyerahkan kepada sekolah Yao Hua. Bai Fang Lie berkata
dengan sendu, “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak bisa menyumbang lagi.
Ini mungkin uang terakhir yang saya sumbangkan”.Semua guru disekolah itu menangis. Bai Fang
Lie wafat di usia 93 tahun dalam kemiskianannya. Namun demikian, total sumbangan yang ia
berikan kepada yayasan yatim piatu dan sejumlah sekolah di Tian Jin untuk menolong kurang
lebih 300 anak miskin dalam sepanjang hidupnya adalah sebesar 455 juta (kurs pada waktu itu)

Sebuah foto terakhir mengenai dirinya bertuliskan, “Sebuah cinta yang istimewa untuk seorang
yang luar biasa”. (diambil dari buku “Chinese Inspirative Stories” karangan Kornelius Sabat )

(KS)

~ 20 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

Kotbah 21 Juli 2019. Bulan Diakonia Sinode GKSBS


Minggu Biasa. Warna Liturgi Hijau
Bacaan Kotbah :Galatia 6 : 1-10

BERDIAKONIA MERUPAKAN GAYA HIDUP ORANG PERCAYA


Sejarah dunia membuktikan bahwa dunia selalu ada penindasan, bencana alam, bencana
perang, bencana technologi yang menimbulkan krisis ekonomi, krisis lingkungan, krisis air, krisis
tempat tinggal, krisis pendidikan, krisis kesehatan sehingga melahirkan krisis moral dan krisis
sosial seperti kemiskinan.

Pertanyaan yang mungkin timbul dalam benak kita adalah mengapa Tuhan mengijinkan itu
terjadi. Bukankah Tuhan itu Maha Kuasa yang sanggup membuat mujizat sehingga tidak ada
orang yang mengalami ketertindasan, kemiskinan dan penderitaan?

Tentu Tuhan punya rancangan dan tujuan, mengapa Tuhan mengijinkan adanya orang-orang
miskin di dunia ini. Markus 14 : 7 mengatakan :”Karena orang-orang miskin selalu ada padamu,
dan kamu dapat menolong mereka ketika kamu menghendakinya dan Aku tidak akan selalu
bersama-sama dengan kamu”. Tujuan Tuhan mengijinkan terus ada bencana sehingga
menyebabkan kemiskinan adalah supaya “kamu dapat menolong mereka” karena “Aku tidak
akan selalu bersama-sama dengan kamu”.

Ungkapan ini sama juga bahwa gereja hadir harus menjadi “garam dan terang dunia” (Matius
5), gereja diciptakan untuk melakukan pekerjaan yang baik (Efesus 2:10), gereja ada untuk
“bekerja memberi buah” (Filipi 1:22) dan “memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik”
(Kol 1:10).

Mengapa harus gereja? Karena gereja adalah salah satu kepanjangan tangan Tuhan di muka
bumi ini. Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Namun karena dosa manusia,
gambar dan rupa Allah itu menjadi rusak. Gereja adalah kumpulan gambar dan rupa Allah yang
sudah dipulihkan. Karena itu gereja harus memancarkan kasih Allah untuk melayani manusia
supaya semua menjadi baik adanya. Dengan kata lain melayani sesama adalah hakekat atau jati
diri gereja. Namun hakekat atau jati diri gereja harus diimplemetasikan dalam pola hidup atau
gaya hidup orang percaya. Prisnsip apakah yang harus kita pegang supaya supaya hakekat
gereja yang merupakan pelayan sesama manusia itu bisa diimplementasikan dalam gaya hidup
atau pola hidup orang percaya.

Galatia 6 :1-10 merupakan jawaban bagi gereja supaya melayani sesama merupakan gaya hidup
orang percaya.

I. Beban Orang lain juga merupakan beban kita


Beban adalah suatu kesulitan yang dialami akibat peristiwa, kejadian dan
sebagainya. Ketika manusia lahir ke dunia tidak dapat lahir dan besar sendiri tetapi
membutuhkan orang lain. Prinsip ini yang harusnya kita pegang bahwa manusia
termasuk kita butuh pertolongan orang lain demikian juga orang lain butuh
~ 21 ~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

pertolongan kita. Apalagi gereja sebagai kumpulan orang yang sudah diperbaharui
seharusnya punya prisnsip “senang dengan orang yang berbahagia dan susah
dengan orang menderita” bukan “senang kalau ada orang menderita dan susah
kalau ada orang bahagia”. Dengan berpegangan pada prinsip ini maka seharusnya
beban orang lain juga merupakan beban bagi kita.
Sebab itu Rasul Paulus menasehatkan “bertolong-tolonglah menanggung
bebanmu!”. Sebagai orang kristen yang dewasa rohani harus menolong orang yang
lebih lemah. Dengan demikian akan memenuhi hukum Kristus. Hukum Kristus
badalah mengasihi satu dengan yang lain (Yohanes 13:34, 1 Kor 9:21, 1 Yoh 2:7-11, 1
Yoh 4:10-12, 20-21, Galatia 5:13)
Salah satu contoh yang dikemukan rasul Paulus adalah berusaha menolong orang
yang jatuh dalam pelanggaran/dosa ( Yun, “paraptoma” artinya ketergelinciran yang
dapat dialami oleh seseorang di jalan yang licin atau lorong yang dilaluinya).
Mengasihi sesama akan berusaha menolong saudara yang jatuh dalam dosa
memimpin (Yun, “katartizo” artinya memperbaiki/mereparasi barang rusak sehingga
baik lagi) ke jalan yang benar dengan lemah lembut dan kasih bukan dengan
kecongkakan dan kesombongan.
Gereja yang hidup adalah gereja yang memiliki arti (peran baik) pada
masyarakat/orang lain. Jika gereja merasa berarti tetapi tidak tampak karya nyatanya
di masyarakat adalah gereja yang sedang menipu dirinya sendiri (ayat 3).

II. Hidup Harus Berbagi


Tugas gereja/orang kristen adalah membantu orang lain yang mengamali kesulitan.
Untuk itu gereja harus bisa berbagi dengan sesama. Dalam konteks ini memang
kewajiban orang kristen menyediakan tunjangan materi kepada mereka yang
mengajar (ayat 6). Mereka yang layak disokong adalah gembala, pekerja, guru,
penginjil, misionaris yang setia ( 1 Kor 9:14). Memberi kepada mereka yang melayani
Firman Tuhan adalah tanggung jawab karena hidup harus berbagi. Yang jadi bahan
perenungan kita adalah bagaimana kita bisa berbagi dengan orang lain atau orang
yang belum kita kenal jika terhadap hamba Tuhan yang mengajar kita saja, kita tidak
mampu berbagi?
Berbagi adalah hakekat orang kristen sebagai murid Yesus. Berbagi adalah jati diri
orang percaya sebagai gambar dan rupa Allah yang telah dipulihkan. Berbagi adalah
penerapan kasih yang nyata kepada orang lain.

III. Waktu kita sangat singkat untuk berdiakonia


“Kesempatan” (kairos – waktu yang genting dan terbatas) tak akan terulang lagi.
Mumpung masih ada kesempatan pergunakanlah untuk melayani dan berbuat baik
kepada semua orang (ayat 10). Kata semua orang disini memeiliki pengertian tanpa
pengecualian. Melayani dan berbuat baik dengan tiudak jemu-jemu atau putus asa
dan patah semangat. Tuhan Yesus memberi teladan kepada kita dalam
mempergunakan waktu. Dalam hidupNya, Ia selalu mempergunakan waktunya
untuk melayani orang lain dengan baik. Bahkan ketika Ia dalam kesulitanpun Yesus
tetap melayani dengan baik.

~ 22 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

Ilustrasi:

Seorang anak kecil terperosok ke dalam lumpur. Ia berteriak-teriak ketakutan dan meminta
bantuan namun tak seorangpun ia temukan di sekitarnya. Seorang petani asal Scottland
mendengar suara teriakan anak kecil itu dari kejauhan. Ia segera meninggalkan pekerjaaannya
dan membantu anak itu keluar dari lumpur. Anak itu berterima kasih kepada petani tersebut
kemudian ia pulang ke rumahnya. Keesok harinya, ayah dari anak itu mendatangi si petani
untuk mengucapkan terima kasih. Bapak itu adalah orang kaya dan ia menawarkan jasanya
kepada si petani. Petani yang baik hati ini menolak penawaran tersebut dan tidak menuntut
balas jasa apapun. Ketika mereka sedang berbicara, bapak yang kaya itu melihat anak petani
keluar dari rumah yang sangat sederhan itu. Kemudian bapak yang kaya ini menemukan ide
untuk membalas jasa si petani. Ia menawarkan bantuan fasilitas pendidikan bagi anak petani
tersebut. Ia berjanji akan memberikan fasilitas yang terbaik dan menanggung semua biaya
pendidikan.

Singkat cerita, anak petani yang sederhana itu masuk ke St. Mary’s Hospital School di London
yang merupakan universitas terbaik. Anak petani ini menggunakan kesempatan dan berkat yang
ia terima ini dengan baik. Ia belajar sungguh-sungguh supaya tidak mengecewakan orang yang
menolongnya. Anak petani itu bernama Alexander Fleming. Dialah yang menemukan Penicillin.
Sebuah penemuan yang spectakuler di bidang pengobatan. Bertahun tahun kemudian, anak
orang kaya yang pernah membantu Fleming mengalami pneumonia dan hanya satu obat yang
bisa menyembuhkannya. Obat itu tak lain adalah obat yang ditemukan oleh Fleming, Penicillin.
Anak bapak kaya yang diselamatkan itu dalah Winston Churchill.

Alangkah indahnya kehidupan dalam cinta kasih itu. Satu sama lain saling mengasihi tanpa
harus memandang status sosial, perbedaan keyakinan dan agama, suku, warna kulit dan
sebagainya. Kasih yang diwujud nyatakan dalam perbuatan-perbuatan diakonial akan mampu
menciptakan dunia yang damai dan penuh pengharapan. Salam Diakonia! (KS)
Liturgi:

Nats Pembimbing : Filipi 1: 22


Berita Anugerah : Roma 5:1-2
Nats Persembahan : Amsal 11:24-25
Nyanyian :
1. Pembukaan : PKJ 11 : 1-3
2. Pujian : KJ 19 : 1-3
3. Pengakuan Dosa : PKJ 40 : 1-2
4. Peneguhan : KJ 358 : 1-3
5. Responsoria : PKJ 131 : 1-3
6. Persembahan : PKJ 302 : 1-
7. Penutup : KJ 407 :1-2
Bahan PA Minggu III Bulan Diakonia GKSBS
Bacaan : 2 Korintus 8 : 1-15
DIKONIA MENJADI GAYA HIDUP GEREJA
~ 23 ~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

Tidak sedikit orang yang merasa tidak “mampu” untuk dapat berdiakonia (berbagi) dengan
alasan karena gaji masih sedikit sementara masih banyak kebutuhan hidup dan sebagainya.
Apakah memang orang percaya bisa berada dalam suatu keadaan sehingga membuat ia tidak
sanggup berdiakonia? Ternyata tidak! Karena jemaat di Makedonia yang sangat sulit secara
ekonomi tetap bisa berdiakonia.

Paulus meminta kepada jemaat di Korintus (yang notabene lebih mampu dari jemaat
Makedonia) untuk melakukan pelayanan kasih. Ada beberapa alasan mengapa Paulus meminta
kepada jemaat di Korintus supaya melakukan pelayanan kasih.

1. Harta milik kita adalah anugerah Tuhan (1-5)

Jika kita mampu memberi, itu adalah anugerah Tuhan karena belum tentu semua orang
dapat melakukannya. Maka marilah kita meminta anugerah dari Tuhan supaya kita
dimampukan untuk bisa memberi.

2. Kita harus belajar dari Tuhan Yesus yang kaya rela menjadi miskin agar kita ayang miskin
menjadi kaya (9).

Ketika kita diangkat menjadi anak-anak Allah, kita sudah menjadi lebih kaya dari orang kaya.
Mengapa? Karena kita sudah diselamatkan. Keselamatan yang kita miliki melebihi harta
benda di dunia ini. Kalau kita sudah memperoleh harta yang sesungguhnya, tentu kita tak
akan sayang (Jawa = eman) untuk kita berbagi dengan orang lain.

3. Memberi harus dengan kasih (9) bukan dengan paksaan atau karena perintah (11,12)
4. Kita memberi supaya ada keseimbangan yaitu tidak berlebihan atau kekurangan serta di
antara jemaat ada kerinduan saling melengkapi (13-15)

Jemaat di Korintus diminta untuk meneladani Jemaat di Makedonia dalam hal kemurahan.
Dalam kekurangan mereka amalah bisa memberi lebih banyak dari kemampuan mereka.
Kitapun jemaat GKSBS dapat belajar untuk terlibat dalam pelayanan (diakonia) yang membagi
kemurahan untuk kepentingan orang lain.

Kemurahan adalah kharakter orang Kristen tidak peduli seberapa kita punya. Karakter yang baik
itu harus kita “ejawantahkan” dalam kehidupan sehari-hari sebagai pola hidup atau gaya hidup
orang kristen. Salam Diakonia! (KS)

Pertanyaan diskusi

1. Sudahkah anda menerima anugerah yang luar biasa dari Tuhan? Apakah itu bentuknya?
Jelaskan?
2. Apakah saudara masih sayang (Jawa, eman) untuk berbagi? Mengapa? Jelaskan?
3. Apakah yang akan saudara lakukan setelah menerima anugerah Tuhan yang luar biasa itu ?

Renungan III Bulan Diakonia 2019

~ 24 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

Berdiakonialah Setiap Saat Walaupun Sulit


“Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang, Tuhan sudah dekat! (Filipi 4:5)

Orang-orang yang berhasil adalah mereka yang selalu berbuat baik bagi dirinya sendiri dan
orang lain. Hidup mereka tidak angin-anginan. Mereka pusatkan diri mereka pada apa yang
mereka cita-citakan, walaupun untuk itu mereka harus mengerjakan hal-hal yang sulit. Banyak
orang populer, hebat dan berkharisma menemui kegagalan saat mengerjakan hal-hal yang sulit.
Para politisi yang bergantung pada pendapat orang, tidak tahan lama sebagai seorang
pemimpin.

Seorang yang hebat, tidak bergantung apa kata orang. Mempertahankan hubungan yang baik
dengan diri sendiri, adalah sesuatu yang sangat penting. Mengerjakan sesuatu yang sulit,
berarti tidak membiarkan pendapat umum menggoyahkan kita daripada yang dikatakan hati
nurani, keberanian, semangat dan suara hati. McClelland seorang pakar psikologi terkenal
mengatakan bahwa para pengusaha terkenal, memiliki semangat yang tinggi untuk maju.
Mereka memiliki ciri-ciri pribadi yang sanggup mengambil resiko. Mereka adalah orang-orang
yang bertanggung jawab. Mereka selalu didorong oleh semangat dan visi.

Perhatikan kehidupan Tuhan Yesus. Ia tidak pernah mengijinkan apa yang dikatakan orang lain
prihal dirinya untuk merubah pendirianNya. Ia tetap menyembuhkan. Ia tetap mengusir setan.
Ia tetap berbuat baik walaupun banyak orang Farisi dan ahli Taurat mengatakan Ia melakukan
semua itu dengan kuasa setan (Mat 12 : 24). Ia tidak membuang waktu memikirkan apa kata
orang. Ia begitu yakin akan apa yang ada pada diriNya.

Tuhan Yesus tidak pernah bosan berbuat baik, walaupun keadaan sulit sekalipun. Dua peristiwa
dalam hidupNya dapat dikatakan sangat sulit untuk berbuat baik, tetapi hal itu tidak
menghambatNya untuk berbuat baik. Saat Ia disalibkan. Paku yang besar sedang merobek
tangan dan kakaiNya. Ia tidak marah dan mengancam. Malah ia berbuat baik, melalui doa yang
Ia salurkan: “...Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka
perbuat” (Lukas 23:34). Sesuatu yang sulit diperbuat orang banyak. Saat sulit yang lain dalam
kehidupan Tuhan Yesus, yang tidak menghambatNya berbuat baik adalah saat Ia tergantung di
kayu salib. Buka pada waktu ia berjalan-jalan di kota Yerusalem maupun di kota-kota di Galilea,
orang membutuhkan pertolongannya. Di kayu salibpun orang yang meminta pertolonganNya
ditolongnya. Penjahat di sisiNya saat disalibkan ia berkata : “Yesus, ingatlah akan aku, apabila
Engkau datang sebagai Raja’ (Lukas 23:42). Dalam keadaan yang sulit, secara jasmani Ia sedng
menderita sengsara yang luar biasa, Ia tetap menyalurkan kebaikkanNya. Ia berkata kepada
penjahat yang memohon pertolonganNya. “Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama
dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:43)

Yesus selalu berbuat baik, walaupun keadaan yang sulit mewarnai gerak dan langkahNya. Dan
untuk itu Ia rela untuk seorang diri, dicaci, dihujat dan dibunuh. Biarlah teladanNya yang luar
biasa menjadi bahagian hidup kita dalam mengiring dan melayaniNya. Kehadiran gereja yang
menjadi garam dan terang dunia tidak akan pernah berhenti untuk berdiakonia kepada orang

~ 25 ~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

lain yang membutuhkan walaupun keadaan tidak mendukung dan sulit. Mengapa? Karena
berdiakonia adalah tugas dan tanggung jawab gereja (orang percaya).

(KS)

Kotbah 28 Juli 2019. Penutupan Bulan Diakonia Sinode GKSBS


Minggu Biasa. Warna Liturgi Hijau
Bacaan Kisah Para Rasul 2 : 42-47

~ 26 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

MENJADI GEREJA YANG HIDUP


Jemat yang di kasihi Tuhan...

Selama satu bulan kita telah menggumuli tentang masalah berdiakonia baik melalui Khotbah
Minggu, Pendalaman Alkitab maupun Renungan yaitu bahwa BERDIAKONIA MEMBAWA
PEGHARAPAN. Dalam Minggu Pertama kita disadarkan bahwa di sekeliling kita banyak orang
yang membutuhkan pertolongan kita. Dalam minggu ke dua kita disadarkan bahwa gereja
harus peka dan peduli dengan penderitaan orang lain. Dalam Minggu ke tiga kita disadarkan
bahwa berdiakonia merupakan budaya atau gaya hidup orang percaya (gereja).

Jika GKSBS telah melakukan tiga hal di atas maka GKSBS telah menjadi Gereja Yang Hidup di
tengah masyarakat seperti gereja mula-mula di zaman kisah Para Rasul. Apa ciri gereja yang
hidup yang dapat kita lihat dalam Kisah Para Rasul (KPR 2:42-47)

I. Gereja yang hidup adalah gereja yang berakar dan bertumbuh pada kebenaran Firman Allah.

Jemaat mula-mula yang dibaptis tidak kurang dari 3000 orang banyaknya. Namun yang
membuat kita takjub adalah mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan
persekutuan. Mereka tetap melakukan apa yang diajarkan oleh rasul-rasul. Ada
perubahan pola kehidupan jemaat setelah dibabtis. Salah satu bahaya besar dari gereja
adalah melihat ke belakang dan bukannya ke depan. Oleh karena kekayaan Kristus yang
tidak terbatas itulah, kita harus melihat ke depan. Gereja hanya membuang-buang
waktu saja bila gereja tidak mempelajari sesuatu yang baru, kalau kita tidak lebih
mendalam tentang hikmat dan anugerah Allah.

II. Gereja yang hidup adalah gereja yang berdoa (bernafas)

Orang kristen mula-mula sadar bahwa mereka tidak dapat hidup dengan mengandalkan
kekuatan diri sendiri apalagi di tengah kesulitan dan penderitaan yang mereka alami.
Mereka selalu melangkah dalam hadirat Tuhan dalam doa sebelum mereka melangkah
keluar utnuk memberitakan Injil. Mereka sanggup menghadapi masalah-masalah
mereka karena mereka pertama-tama bertemu dengan Tuhan. Ciri makluk hidup adalah
bernafas, demikian juga gereja. Gereja yang hidup adala gereja yang bernafas (berdoa).

III. Gereja yang hidup adalah gereja yang berbuah:

1. Gereja yang menunjukkan rasa hormat kepada Tuhan

Dalam ayat 43 kata yang dipergunakan ‘ketkutan” mempunyai pengertian segan


atau terpesona. Pernah dikatakan tentang seorang tokoh besar Yunani, bahwa ia
berjalan di dunia ini seolah-olah berjalan dalam kuil. Orang Kristen hidup dalam
sikap penghormatan, sebab ia tahu bahwa seluruh dunia ini merupakan kuil
tempat kediaman Allah yang hidup.

~ 27 ~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

2. Gereja yang memiliki kepedulian dengan orang lain dalam bentuk berbagi (44-45)

Jemaat Tuhan yang mula-mula mempunyai rasa tanggung awab yanag sungguh-
sungguh, satu dengan yang lain. Pernah dikatakan tentang William Moris,
walaupun ia belum pernah mabuk, tetapi ia mempunyai tanggung jawab
terhadap orang mabuk itu. Seharusnya orang Kristen seperti jemaat mula-mula
yaitu tidak senang memiliki terlalu banyak sedang orang lain hanya sedikit.
Tanggung jawab orang Kristen adalah berbagi dengan yang lain yang mengalami
kekurangan dan kesulitan. Itulah gaya hidup berdiakonia jemaat mula-mula.

3. Gereja yang memiliki penyembahan kepada Allah (46)

Mereka tiak pernah lupa datang ke rumah Allah. Demikian juga kita harus ingat
bahwa “ Allah tidak mengetahui apa apa entang iman yang tersembunyi”.
Sesuatuakan terjadi bila kita berkumpul karena Roh Allah berada di atas orang-
orang yang menyembahNya.

4. Gereja yang memiliki sukacita (46)

Sukacita harus ada dalam gereja. Orang kristen yang murung adalah sebuah
kontradiski dengan definisi ini. Jemaat mula-mula walaupun ditengah
penderitaan dan kesusahan tetap bersukacita.

5. Gereja yang disukai orang lain (47)

Ada dua kata dlam bahasa Yunani untuk istilah baik. Agathos kata yang secara
sederhana menggambarkan sebagai sesuatu yang baik. Kata kedua adalah Kalos.
Kalos, bukan saja bearti baik, melainkan juga terlihat baik. Kebaikan inilah yang
menarik perhatian orang lain. Kekristenan haruslah disukai oleh orang lain. Kalau
kita tidak disukai oleh orang lain, perlu kita bertanya tentang kekristenan kita.
Banyak orang baik, tetapi kebaikannya tertutup oleh sesuatu yang tidak
menyenangkan orang lain. Struthers Greenock menyatakan bahwa kebaikan itu
akan menolong gereja dari apapun yaitu jika orang-orang Kristen menjadi
sesuatu yang menyukakan orang lain. Pada masa Gereja mula-mula, ada sesuatu
yang menarik perhatian dari umat Allah.

Jemaat yang dikasihi Tuhan...

Kita umat Kristen yang diberi tugas untuk melakukan Tri Tugas Gereja, mari kita lakukan dengan
sepenuh hati. Marilah kita menjadi gereja yang hidup. Gereja yang hidup bukan hanya sekedar
datang ke gereja, menyanyikan pujian, mendengarkan Firman Tuhan, mengumpulkan
persembahan dan mengikrarkan pengakuan iman rasuli. Itu memang tidak salah. Tetapi
menjadi gereja yang hidup perlu juga berbuah. Buah-buah manis harus bisa dirasakan oleh
orang lain. Hidup kita harus berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Tuhan menghadirkan kita
di dunia bukan hanya untuk menikmati anugerah keselamatan saja, namun supaya kita
menyaksikan anugerah itu kepada orang lain. Berdiakonia adalah salah satu cara kita
menyaksikan anugerah Allah itu kepada dunia. Mari kita terus berdiakonia karena dengan
~ 28 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

berdiakonia kita sedang membangun kehidupan yang damai dan bermartabat. Sebuah
kehidupan yang memberi pengharapan pada dunia ini. Salam Diakonia! Amin. (KS)

Liturgi:
 Nats Pembimbing : I Timotius 5:10
 Berita Anugerah : Efesus 2: 4-10
 Nats Persembahan : II Korintus 8: 12-14
Nyanyian :
1. Pembukaan : PKJ 290
2. Pujian : KJ 03
3. Pengakuan Dosa : KJ 29
4. Peneguhan : KJ 432
5. Responsoria : PKJ 185
6. Persembahan : PKJ 264 : 1-
7. Penutup : PKJ 177

RENCANA AKSI BULAN DIAKONIA 2019

~ 29 ~
Diakonia Menghadirkan Pengharapan

Dalam bahan –bahan terbitan, baik yang berupa pekan, bulan maupun perayaan selalu
diadakan aksi nyata atau tindakan konkrit. Kegiatan aksi ini dilakukan dalam rangka untuk
merepon materi yang sudah tersaji dan juga untuk mendorong jemaat untuk menjadi pelaku
firman. Termasuk pada bulan bulan diakonia saat ini, diharapkan ada sebuah tindakan aksi
konkrit yang dilakukan oleh jemaat ataupun anggota jemaat secara pribadi.

Pada dasarnya setiap jemaat dapat membuat rencana aksinya sendiri sesuai dengan konteknya.
Walaupun demikian melalui kegiatan bulan diakonia ini, kami juga menawarkan rencana aksi
yang dapat dilaksanakan oleh anggota jemaat secara pribadi, komisi maupun oleh lembaga
gereja. Rencana aksi tersebut adalah kalender berbuat baik dalam bulan diakonia. Untuk
mendukung kegiatan ini, setiap jemaat diharapkan menambah 1 kantong persembahan
dalam ibadah pembukaan dan penutupan, 10 persen dikirim ke sinode dan yang lain untuk
menunjang kegiatan diakonia jemaat. Hal ini tersaji dibawah ini:

KALENDER BERBUAT BAIK DALAM BULAN DIAKONIA

MINGGU Minggu 7 Juli 2019 14 Juli 2019 21 Juli 2019 28 Juli 2019
Berbakti pada Merencanakan Mengunjungi Berkunjung ke
Tuhan di gereja kembali kegiatan tetangga yang sakit Panti Wreda dan
satu minggu untuk berdoa untuk
melakukan diakonia mereka
SENIN 8 Juli 2019 15 Juli 2019 22 Juli 2019
Ajak 1 orang untuk Memberi senyum Mengunjungi
melakukan kalender kepada teman yang sesama yang
30 hari berbuat berpapasan divabel
baik.
SELASA 9 Juli 2019 16 Juli 2019 23 Juli 2019
Bersyukur pada Menindaklanjuti Membersihkan
Tuhan dengan cara bahan saresehan. lingkungan gereja
tidak mengeluh
tentang hidup ini.
RABU 10 Juli 2019 17 Juli 2019 24 Juli 2019
Memberikan pujian Berkunjung ke Membersihkan
kepada rekan kerja jemaat Adi Yuswa aliran sungai di
dan berdoa untuk dekat rumah dari
mereka sampah plastik
KAMIS 11 Juli 2019 18 Juli 2019 25 Juli 2019
Tidak membuang Menulis artikel Memberikan nasi
sampah di berkaitan dengan kotak kepada
sembarang tempat Diakonia penyapu jalan

JUMAT 12 Juli 2019 19 Juli 2019 26 Juli 2019


Menyumbangkan Mendoakan majelis Mengunjungi panti
pakaian pantas dan jemaat. Klasis asuhan dan
pakai bagi yang dan sinode GKSBS memberi bingkisan
memerlukan

~ 30 ~
Bulan Diakonia GKSBS 2019

SABTU 13 Juli 2019 20 Juli 2019 27 Juli 2019


Kunjungan ke Mengucapkan terima Mengajak teman
Lembaga kasih kepada orang gereja tidak
pemasyarakatan yang menolongmu merokok

~ 31 ~

Anda mungkin juga menyukai