Anda di halaman 1dari 56

PANDUAN BULAN KELUARGA

BIDANG PERSEKUTUAN

KELUARGA YANG IKUT SERTA KARYA ALLAH


30 Juni – 3 Agustus 2023
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Kata Pengantar
Salam Kasih dan Salam Patunggilan
Puji syukur kepada Yesus Kristus Juruselamat kita, atas rahmat dan penyertaannya
persekutuan khususnya Greja Kristen Jawi Wetan. Greja Kristen Jawi Wetan dengan kredo
(pengakuan iman) Patunggilan Kang Nyawiji, senantiasa terarah dalam persekutuan. Baik
persekutuan dalam lingkup besar maupun dalam lingkup yang paling dasar yakni keluarga.
Pandemi Covid 19 menyebabkan perenungan yang mendalam, khususnya mengenai
persekutuan. Bahwa persekutuan dikembalikan dalam bentuk yang paling primodial (bentuk
yang paling awal) yakni persekutuan keluarga. Keluarga adalah elemen dasar dalam
membentuk persekutuan gereja. Paulus dalam Kis. 18 juga mengawali penyebaran injil di
kota Korintus, dengan bertemu dan berpelayanan dalam keluarga Priskila dan Akwila.
Priskila dan Akwila adalah pasangan suami-isteri yang memiliki pekerjaan yang sama dengan
Paulus, yakni sebagai pembuat tenda. Paulus menyebarkan injil di kota Korintus
mengawalinya dengan berpelayanan di keluarga Priskila dan Akwila. Dari sini, kita diajak
untuk memiliki kesadaran bahwa elemen dasar atau bentuk dasar sebuah persekutuan adalah
keluarga.
Keluarga di masa pandemi juga mendapatkan pergemuluan tersendiri. Keluarga menjadi
pusat kultural, baik dari segi pendidikan, pekerjaan hingga peribadahan. Semua hal ini
dilakukan dalam keluarga. Bulan keluarga juga bermaksud untuk mempererat persekutuan
keluarga dan juga persekutuan antar keluarga.
Tema Bulan Keluarga kali ini adalah “Keluarga yang ikut serta dalam karya Allah”. Tema ini
mengajak kita untuk tetap memperkuat elemen dasar persekutuan gereja yakni keluarga,
selain hal ini keluarga juga dituntut untuk terlibat dalam karya Allah. Karya Allah baik dalam
persekutuan, masyarakat, ekologi sampai dengan hubungan lintas denominasi serta lintas
iman.
Susunan buku panduan ini berupa materi-materi pelayanan bulan keluarga. Beberapa materi
ini terpusat pada dua hal, membangun relasi antar keluarga dan membangun interaksi iman
dalam keluarga. Relasi antar keluarga dapat dibangun (dan pastinya sudah dibangun dalam
tradisi ibadah keluarga) dengan mengkhususkan dalam sharing antar keluarga. Interaksi iman
dalam keluarga dapat dibangun dengan membangun tradisi scared place (ruang kudus) dalam
setiap keluarga.
Mohon setiap jemaat, setiap bidang persekutuan kategorial dapat berinteraksi untuk
membahas kegiatan bulan keluarga dengan mengembangkan buku panduan bulan keluarga
ini.

Malang, 24 Mei 2022


Sekertaris Bidang Persekutuan Majelis Agung
MWB

2|BUKU PANDUAN BULAN KELUARGA 2022


BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Daftar ISI

Contents
Keluarga (Pasca) Pandemi: Mendekat Tanpa Melekat, Berjarak Tanpa Terpisah..................................4
RUANG SAKRAL DALAM LINTAS SEJARAH IMAN ALKITABIAH................................................................6
KELUARGA YANG BERSAKSI DAN MELAYANI.......................................................................................14
JEDA DAN DOA DALAM KELUARGA.....................................................................................................16
PENDEKATAN INTERGENERASI DALAM BIDANG PERSEKUTUAN.........................................................18
Pendahuluan....................................................................................................................................18
Dua Teori: Psikologi Perkembangan dan Teori Generasi.................................................................18
1. Psikologi Perkembangan..........................................................................................................18
2. Teori Generasi..........................................................................................................................21
Penggabungan Psikologi Perkembangan dan Teori Generasi dalam Pembinaan Iman Kategorial
Usia..................................................................................................................................................26
Penggabungan Psikologi Perkembangan dan Teori Generasi dalam Pembinaan Iman
Intergenerasional............................................................................................................................27
Spektrum antara Pembinaan Iman Kategorial Usia dan Pembinaan Iman Intergenerasional.........27
Penutup...........................................................................................................................................29
Daftar Pustaka.................................................................................................................................30
Saran Kegiatan Bulan Keluarga................................................................Error! Bookmark not defined.
Tata Ibadah Pembukaan Bulan Keluarga.............................................................................................34
Tata Ibadah Penutupan Bulan Keluarga...............................................................................................38
TATA IBADAH PEMBUKAAN PEKAN ANAK...........................................................................................42
TATA IBADAH PENUTUPAN PEKAN ANAK............................................................................................45
TATA IBADAH PEMBUKAAN PEKAN KEBANGUNAN WANITA...............................................................49
TATA IBADAH PENUTUPAN PEKAN KEBANGUNAN WANITA...............................................................52

3|BUKU PANDUAN BULAN KELUARGA 2022


BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Keluarga (Pasca) Pandemi: Mendekat Tanpa Melekat, Berjarak Tanpa Terpisah


Pdt. Hardiyan Triasmoroadi, M.Si

Pada suatu ketika, saya berkesempatan untuk bertanya kepada para remaja yang tengah
mengikuti kelas katekisasi secara online. “Apakah hal yang menyenangkan dan menyedihkan
dari pandemi?” demikian pertanyaan saya. Ada beragam jawaban yang mengemuka. Mereka
mengulas bahwa hal yang menyenangkan adalah kesempatan yang terbuka luas untuk
berkumpul bersama keluarga. Sementara hal yang menyedihkan adalah ketika mereka harus
terpisah dengan anggota keluarga yang sakit dan yang meninggal dunia. Jawaban para remaja
tersebut memperlihatkan bahwa realitas pandemi mempertegas keberadaan dua pola yakni:
proses mendekat dan menjauh. Berkumpul dan berjarak.
Keharusan untuk menjaga jarak fisik yang pemerintah wajibkan untuk kita lakukan pada
masa awal pandemi, memang membuat anggota keluarga bergerak saling mendekat. Anggota
keluarga menjadi memiliki banyak waktu untuk berkumpul di rumah. Dalam proses bernafas,
pola mendekat dan berkumpul ini sejajar dengan menarik nafas.
Di sisi lain, ketika salah seorang anggota keluarga terpapar virus, menjalani isolasi, hingga
bahkan ada pula yang meninggal dunia, maka tanpa terelakkan keluarga mengalami proses
saling menjauh dan berjarak. Dalam proses bernafas, pola menjauh dan berjarak ini sejajar
dengan menghembuskan nafas.
Bagaimanapun juga proses kehidupan mengeluarga selalu bergerak dalam dua pola:
mendekat dan menjauh, berkumpul dan berjarak.
Masa kedekatan anggota keluarga secara alamiah terjadi ketika seorang bayi lahir ke dunia,
mengalami proses pertumbuhan sebagai anak yang belajar, bermain, dan bersekolah. Saat itu,
wangi minyak telon yang memenuhi seisi rumah, lantai rumah yang berantakan oleh mainan
anak, dan gelak tawa anak yang bercengkrama bersama orang tua menjadi penanda akan
kedekatan seluruh anggota keluarga.
Lantas tiba saatnya anak beranjak dewasa, meninggalkan rumah untuk kuliah, kerja, dan
membangun rumah tangga. Ibarat daun kering yang luruh, pasangan dan kerabat keluarga kita
yang lain tak dapat luput dari proses menua, sakit, dan meninggal dunia. Maka, demikianlah
pola gerak menjauh dan berjarak menjadi keniscayaan keluarga.

Tuhan Allah yang mendekat dan menjauh


Menariknya, Alkitab memperlihatkan pola gerak mendekat dan menjauh, berkumpul dan
berjarak. Jika kita mencermati Keluaran 32:1-35 kita dapat melihat gambaran Tuhan Allah
yang murka, sebab bangsa Israel menyimpang dari jalan Tuhan. Kala itu Israel membuat
patung anak lembu emas dan menyembahnya sebagai ganti Tuhan Allah. Kendati Musa juga
sebal dan menegur dengan keras kelakuan bangsa Israel yang bebal, akan tetapi Musa tetap
berusaha membujuk dan melunakkan hati Tuhan Allah supaya batal menimpakan malapetaka
kepada Israel (Keluaran 32:11).
Tuhan Allah mendengar Musa yang adalah sabahat-Nya. Tuhan Allah batal menimpakan
murka kepada bangsa Israel dan memerintahkan Israel untuk melanjutkan perjalanan. Dan
sebagai konsekuensinya, Tuhan Allah memilih untuk berjarak serta menjauh dari Israel.
“Aku tidak akan berjalan di tengah-tengahmu, karena engkau ini bangsa yang tegar
tengkuk…” (Keluaran 33:3). Untuk menandai jarak antara Tuhan dengan umat, maka Musa
membentangkan kemah pertemuan yang menjadi tempat perjumpaannya dengan Tuhan
Allah, di luar perkemahan bangsa Israel.
Sebagai sahabat Allah, Musa mendapatkan keistimewaan untuk berjumpa dan mengalami
kedekatan hubungan dengan Tuhan Allah secara langsung. Keluaran 33:11 mengungkapkan,
“…Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka (panim el panim) seperti
4|BUKU PANDUAN BULAN KELUARGA 2022
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

seorang berbicara kepada temannya…” Gambaran ini menarik. Sebab memperlihatkan


Tuhan Allah sebagai sang Deus Revelatus, yakni Sang Allah yang mendekat, dan menyatakan
diri-Nya secara karib sebagai sahabat manusia.
Namun, pada saat yang sama, Keluaran 33:23 memperlihatkan Tuhan Allah yang bergerak
menjauh dari Musa, “Kemudian Aku akan menarik tangan-Ku dan engkau akan melihat
belakang-Ku, tetapi wajah-Ku tidak akan kelihatan.” Kini, Musa tak lagi dapat menyaksikan
muka Allah. Musa bahkan harus bersembunyi di dalam lekuk gunung hingga Tuhan Allah
berjalan lewat. Musa hanya berkesempatan menyaksikan punggung atau bagian belakang-
Nya (Kel. 33:22). Dengan demikan, Tuhan Allah menjadi sang Deus Absconditus, atau Sang
Allah yang menyembunyikan diri-Nya dari manusia dan bergerak menjauh.
Kitab Keluaran 33:11-23 menampakkan gerak Tuhan Allah yang mendekat dan menjauh.
Melaluinya, kita dapat belajar untuk menyikapi ketegangan dalam keluarga antara gerak
mendekat dan menjauh secara bijak. Gambaran Allah yang mendekat dan menjauh,
mengajarkan kita untuk tidak dengan mudah memutlakkan kedekatan dan jarak, pada saat
yang sama.

Berhenti memutlakkan kedekatan


Adalah baik untuk merawat cinta yang mengondisikan kita untuk mengalami kedekatan relasi
dengan anggota keluarga. Akan tetapi, mari belajar untuk tidak melekat dan memutlakkan
kedekatan. Sebab kedekatan yang teramat erat atau kelekatan, justru meniadakan ruang bagi
cinta. Kelekatan bahkan dapat menyuburkan hasrat untuk mengontrol dan menguasai.
Padahal pandemi dengan sangat keras telah mengingatkan kita untuk sadar bahwa kita sama
sekali bukanlah sang empunya kuasa. Pandemi dengan sangat tajam juga telah menyerukan
bahwa jarak dan keterpisahan yang disebabkan oleh maut, merupakan sebuah keniscayaan.
Maka mari menjadi sadar dan bergerak menjauh dari kelekatan hidup. Mari belajar untuk
melepaskan diri dari segala sesuatu kecuali Tuhan (letting go & let God).
Berhenti memutlakkan jarak
Pandemi mengondisikan kita untuk mengakrabi jarak. Melalui bantuan teknologi, kini kita
terbiasa melakukan segala sesuatu secara berjarak (online meeting, online sunday service,
online class) sehingga terkadang kita abai terhadap keberadaan persekutuan yang mewujud
secara ragawi di gereja, dan lupa merawat relasi dengan para kekasih yang telah lama
terpisah. Jika ini yang terjadi, maka mari kembali membangun kedekatan dan berhenti
memutlakkan jarak. Sebab cinta Tuhan Allah yang mewujud melalui Sang Kristus Yesus
meneladankan gerak mendekat yang meretas jarak (Filipi 2:5-7).
Proses Mengeluarga: Mendekat tanpa Melekat, Berjarak tanpa Terpisah.
Tuhan Allah telah meneladankan gerak keluar dari diri-Nya sendiri (Exitus a Deo) untuk
mendekat dan menyahabati dunia. Maka keluarga yang bergerak di masa (pasca) pandemi
pun turut Tuhan undang untuk merengkuh yang terpisah dan meretas jarak bersama cinta
Sang Kristus Yesus yang berwatak rekonsiliatif (memulihkan, menyatukan).
Tuhan Allah melalui Sang Roh Kudus juga telah meneladankan gerak masuk ke dalam diri-
Nya sendiri (Reditus Per Se). Maka, keluarga yang bergerak di masa (pasca) pandemi pun
turut Tuhan panggil untuk berpartisipasi dalam aksi letting go, atau melepaskan diri dari
segala kelekatan bersama tuntunan Sang Roh Kudus yang mengundang keluarga untuk
masuk kembali ke dalam hati Bapa yang berlimpah cinta.
Di antara gerak mendekat dan menjauh, berkumpul dan berjarak, mari mengakrabi jeda,
keheningan, dan doa melalui kontemplasi pribadi ataupun saat teduh bersama keluarga.
Keheningan selalu menjadi sarana yang membantu menjernihkan kesadaran, sehingga kita
dapat mengalami cinta Allah Tritunggal yang merindukan kita untuk menjadi keluarga
Kristen yang dapat saling mendekat tanpa melekat dan berjarak tanpa terpisah. (HT).

5|BUKU PANDUAN BULAN KELUARGA 2022


BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

RUANG SAKRAL DALAM LINTAS SEJARAH IMAN ALKITABIAH


Pdt. Gideon H. Buono

SEGALA SESUATU DAN KESAKRALAN DALAM DIRINYA


Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kej 1:1). Demikian Alkitab bermula. Hal
ini menunjukkan bahwa konsep ruang adalah konsep awal penciptaan Ilahi. Sebelum segala
peristiwa penciptaan bertahap dalam hari-hari para makhluk terwujud, Allah menciptakan
ruang. Ruang adalah anugerah pertama, yang dalam relung kisah penciptaan, ruang itu nanti
mengeriapkan kehidupan, demi sebuah tujuan: Berkat.
Ruang berkat, dunia adalah ruang sakral pertama kali sebelum kisah ruang sakral bermula. Di
mana kita berada, di bawah langit di atas bumi, sesungguhnya Allah berkarya di sana. Maka
pantas saja, jika para nabi berusaha menjangkau Allah di atas gunung, di tepi pantai yang
bergelora (kisah Teberau), di gurun, hutan, termasuk di surga – surga dan langit dalam bahasa
Ibrani menggunakan kata yang sama (syamayim). Ruang apa pun adalah ruang sakral, karena
dari sana kehadiran Allah ditemukan, di sana berkat tercurah, dan di ruang itu para makhluk
menjangkau (dan memuliakan) Allah.
Selain ruang, tentu waktu. Karena itu hari-hari penciptaan ditentukan dipilih oleh para
redaktur Alkitab menjadi kisah pertama kali. Segala ruang sakral, segala waktu sakral. Sabat
mendapatkan maknanya karena enam hari kerja. Maka sabat dan kerja menjadi sama-sama
sakralnya. Demikianlah, abodah – asal kata dari ibadah dalam bahasa Ibrani – sesungguhnya
berarti kerja. Yang sehari-hari itu sama kudusnya dengan yang dilabeli secara terbatas dengan
waktu Kudus untuk Allah. Bagi saya, ini bukan sekadar kisah asal muasal, tetapi kesadaran
ciptaan hidup dalam konsep yang terus menerus saling terhubung: ruang-waktu. Namun,
dalam tulisan ini, saya tidak akan berbicara banyak tentang waktu, kita akan berbicara
mengenai ruang ini, dalam perjalanan umat beriman.
Namun, sebelum itu mari menilik kata sakral. Kata sakral atau kudus berasal dari Bahasa
Semitik q-d-sh. Baik dalam agama Kanaan, Ibrani, Aram, Arab, maupun Maltese merujuk
pada sebuah kenyataan yang secara khusus dipisahkan dari yang lain karena memiliki nilai
keilahian dalam dirinya (holiness), pada saat yang sama juga berarti murni (purity). Q-d-sh
berkaitan dengan kebaikan alam, keindahan, dan relasi seksual1. Ketiga hal tersebut saling
terhubung dalam sebuah kerangka utama kesuburan (fertility). Dalam pola pikir dunia pra
Alkitab, dengan latar belakang kehidupan dunia Semitik, Timur Dekat, yang kering,
kesuburan berarti kehidupan, sesuatu yang didambakan (lihat keterkaitan antara penciptaan

1
William Foxwell Albright, 1990, Yahweh and the Gods of Canaan: A Historical Analysis of Two Contrasting
Faiths, Indiana: Eisenbrauns, h. 121-122.
6|BUKU PANDUAN BULAN KELUARGA 2022
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

dan kehidupan-kesuburan)2. Sesuatu yang q-d-sh adalah sesuatu yang menghadirkan


kehidupan. Semesta hidup karena q-d-sh ini.
Hubungan yang kudus dengan keberlanjutan kehidupan selalu kuat, di mana yang kudus
dihidupi, di sana kehidupan ada dan terjamin. Yang kudus atau sakral tidak hanya bermakna
sebagai sesuatu yang berbeda/ dibedakan begitu saja dengan kehidupan sehari-hari, tetapi
selalu terhubung dengan cara unik, pemisahan dan kebersatuan sekaligus. Secara sederhana
dapat kita katakana demikian: pengkhususan yang sakral dari yang sehari-hari, justru karena
dia sangat terikat erat dengan yang sehari-hari. Ketika kita mengenakan ini kepada Allah
yang kudus, maka Allah kita Kuduskan dan kita pisahkan dengan kehidupan keseharian kita,
karena Allah justru memberikan daya dan menjamin kehidupan keseharian kita.
Demikianlah, sisi lain dari yang sakral adalah nuansa intim. Ciptaan dan Yang Ilahi
terhubung secara intens, dekat, dan romantis melalui kesakralan. Kesakralan selalu
menghasilkan keintiman. Berada dalam situasi sakral berarti melihatkan diri dalam relasi
melekat dengan Tuhan. Melalui yang sakral, ciptaan dan Yang Ilahi kembali terhubung,
bahkan menyatu. Miester Eckhart, mistikus Kristen abad 13-14 menyatakan ini dengan
sangat indah:
Aku memiliki kapasitas dalam jiwaku untuk menerima Tuhan seutuhnya. Aku yakin dalam
hidupku tidak ada yang lebih dekat kepadaku sedekat Tuhan. Tuhan lebih dekat kepadaku
daripada kedekatanku dengan diriku sediri. Keberadaanku bergantung pada kedekatan dan
kehadiran (presence) Tuhan… Kebahagiaan manusia bertambah dan berkurang seiring
pengetahuannya tentang kedekatannya dengan Tuhan ini. Kebahagiaannya tidak tumbuh
karena Tuhan dekat dengannya, atau berada di dalam dirinya, bahwa dia memiliki Tuhan;
tetapi karena kesadaran akan kedekatan Tuhan, dan dia mencintai-Nya, serta sadar bahwa
Kerajaan Tuhan yang dekat … Barangsiapa mengetahui dan mengenai betapa dekatnya
Kerajaan Tuhan kepadanya, akan berkata seperti Yakub, “Sesungguhnya Tuhan ada di tempat
ini dan aku tidak mengetahuinya (Kej 28:16) 3”
Saya sengaja meninggalkan kata presence dari terjemahan tersebut, karena gambaran
kedekatan dan kehadiran Allah yang sakral itu dirasakan melalui kehadiran (presence) pada
saat ini (present). Karena itu gambaran kerajaan Allah bukanlah sebuah gambaran yang baru
akan terwujud nanti, tetapi sekarang pun kerajaan Allah ini hadir dan menjadi, tetapi kita
tidak menyadarinya. Kesadaran akan kehadiran dan kekinian itu menghadirkan kebahagiaan.
Keberadaan yang sakral, Allah, selalu terkait erat dengan kebahagiaan. Yang sakral itu intim
dan membahagiakan. Intimasi dengan Allah membahagiakan. Kesakralan justru menyadarkan
kita: Allah menginginkan kita berbahagia!

2
Dalam konteks Ugarit (agama Kanaan, sebelum munculnya agama Israel), q-d-sh – berikutnya mari
menggunakan istilah yang paling umum, kata sifat sekaligus kata benda untuk q-d-sh , yaitu qadesh –
diasosiasikan dengan Asherah, nama seorang Dewi Kanaan yang juga disebutkan dalam Alkitab. Dalam tradisi
Kanaan, Asyerah selalu berhubungan dengan keindahan dan kesuburan. Dalam berbagai mitologi, yang
dikuatkan oleh penggalian arkeologis di Kuntilet Ajrud (sebuah daerah di Semenanjung Sinai) Asyerah
digambarkan sebagai pasangan dari YHWH, pasangan sosok Ilahiah tertinggi dalam agama-agama Kanaan.
Tradisi menghubungkan yang kudus dengan keberlanjutan kehidupan ini dilanjutkan oleh agama Israel Kuno.
3
Johannes Eckhart, 1909, Meister Eckhart's Sermons / first time translated into English by Claud Field,
Michigan, Gran Rapids, 7.
7|BUKU PANDUAN BULAN KELUARGA 2022
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

PEMISAHAN YANG SAKRAL DAN YANG PROFAN


Manusia kerap dilihat sebagai yang paling sempurna, karena dia adalah citra Allah (imago
Dei). Calvin, misalnya, melihat konsep imago Dei sebagai pendekatan yang terpusat pada
karakteristik manusia semata dan institusi yang dibentuk manusia 4. Konsep gambar Allah
yang menyempit dari seluruh ciptaan menuju manusia semata ini didasari pada orientasi
eskatologis yang dibangun – salah satunya – oleh Calvin tersebut. Maksudnya, ketika
berbicara mengenai imago Dei, maka dia sedang berbicara mengenai hidup kekal, relasi
dengan Tuhan, karakteristik Tuhan, dan kesatuan manusia dengan berkat Tuhan. Manusialah
yang dianggap menjadi sasaran, sekaligus mewujudkan imago Dei. Imago Dei ini bisa
terwujud kembali secara utuh dalam konsep kekekalan kerajaan Allah ketika dosa berhasil
dikalahkan. Kerajaan Allah hadir nanti ketika manusia bisa bersatu lagi dengan Allah, bukan
hari ini – karena kita masih berada di dunia yang penuh dosa, yang ada saat ini dalam diri
manusia hanyalah citra-Nya (imago).
Dosa manusia menghasilkan batasan antara yang sakral dan profan (fana). Ciptaan lain tidak
melakukan dosa ini. Hewan dan tumbuhan hidup dalam daur dan sistem alamiah yang terus
terjaga. Manusia tidak. Konsep dosa, pelanggaran pada perintah Ilahi tersebut, memisahkan
Eden – taman surgawi dengan dunia di luarnya 5. Eden menjadi ruang berkat dengan segala
kenyamanan. Namun, ruang berkat itu bukan sesuatu yang diupayakan tetapi dianugerahkan.
Dosa menciptakan batas antara Eden dengan dunia keseharian manusia, dosa membuat
manusia terusir dari Eden, sekaligus merindukan situasi seperti situasi Eden. Kesakralan
adalah yang menghubungkan keterpisahan ini. Maka perlu ruang dan waktu bagi manusia
untuk merasakan dan merayakan kesakralan ini – ruang dan waktu yang disakralkan. Konsep
sakral yang berada dalam segala sesuatu, kapan pun, bergeser menjadi yang tertentu.
Kesakralan – walaupun memiliki dimensi keterhubungan dengan Allah, juga memiliki
dimensi lain yang lebih kuat, keterpisahan dengan dunia.
Demikianlah pula, Calvin melihat konsep imago Dei ini juga kena mengena dengan konsep
pemerintahan sipil, menjaga supaya pemerintah bisa terus mewujudkan panggilan ilahiahnya
setelah kejatuhan sang imago Dei dalam dosa6. Pemerintahan sipil memiliki tanggung jawab
untuk mengembalikan imago Dei manusia yang telah rusak, menatanya, sehingga gambaran
citra Allah tersebut bisa kembali seperti semula. Karena itu salah satunya implementasinya
adalah pendirian kota-kota Allah (city of God) oleh komunitas-komunitas Kristen. Komunitas
Kristen menjadi komunitas yang dipanggil mewujudkan kehidupan alternatif dari kehidupan
penuh dosa yang terjadi di dunia. Di GKJW sendiri, gambaran kota Allah ini diwujudkan
dalam situasi yang lebih kontekstual, Desa Kristen, desa Allah. Desa yang memisahkan
dirinya dengan cara hidup dunia.

4
J. Calvin, Institutes, 1559, I, 15, 3-4.
5
Matthew Henry, Commentary on the Whole Bible Vol I (Genesis to Deuteronomy), 1986, pada bagian Garden
Eden.
6
Shu-Ying Shih, The Development of Calvin’s Understanding of the Imago Dei in the Institutes of the Christian
Religion from 1536 to 1559, 2004, Heidelberg.
8|BUKU PANDUAN BULAN KELUARGA 2022
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Maka, dari sini tampak, gambaran sakral yang awalnya ada dalam segala sesuatu, menjadi
ada dalam sesuatu-sesuatu yang dikhususkan untuk dianggap sakral. Yang sakral terpisah
dengan segala sesuatu yang tidak sakral). Terjadi pemisahan yang dikotomis antara yang
rohani (bersifat Ilahi) dengan yang duniawi, yang satu bernilai lebih tinggi daripada yang
lain. Dampaknya adalah yang rohani kerap dipertentangkan dengan yang duniawi. Mengejar
yang surgawi berarti meninggalkan yang duniawi. Mengejar yang duniawi berarti
menjauhkan diri dari yang rohani.

SIMBOL: TANDA KEHADIRAN MISTIK YANG SAKRAL DALAM SESUATU


YANG BIASA SAJA
Keterpisahan itu membuat manusia perlu mencari simbol. Simbol, bagi Calvin 7 menunjukkan
keterpisahan dan keterhubungan mistik. Akan lebih mudah mengerti ini misalnya dengan
contoh, sebutlah misalnya perjamuan Kudus. Sebelumnya mari menilik beberapa pandangan
yang agak berbeda tentang Perjamuan Kudus ini. Gereja Katolik memahami roti dan anggur
dalam pengertian transubstansiasi, ketika roti dan anggur dimakan, dia tetap seperti roti dan
anggur, tetapi substansi/ esensi dari roti dan anggur itu berubah menjadi tubuh dan darah
Kristus. Luther, seorang reformator Protestan memahaminya dengan cara konsubstansiasi,
bahwa Yesus hadir dalam, dengan, dan melalui roti dan anggur itu ketika perjamuan kudus
dirayakan. Perbedaannya dengan transubstansiasi adalah tidak ada perubahan substansi roti
dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus, tetapi Yesus sendiri hadir di sana, karena Yesus
bisa hadir di mana pun melalui apa pun, seperti spons dan air, begitu spons dicelupkan ke
dalam air, maka spons dan air bersatu – bersama (co – saling berada). Spons bukan air, tetapi
menyatu dengan air. Zwingli, seorang reformator lain lebih melihat Perjamuan Kudus sebagai
pengenangan (memorial) untuk mengingat dia yang mati karena dosa-dosa kita.
Calvin berbeda. Dia tidak menyetujui transubstansiasi, maupun konsubstansiasi, tetapi
melampaui makna pengenangan dari Zwingly. Bagi Calvin ada simbol yang sangat kuat. Roti
dan anggur adalah simbol, tetapi bukan simbol kosong. Simbol itu merujuk pada kehadiran
Kristus, tetapi simbol itu bukan Kristus sendiri. Ketika sebuah persekutuan merayakan
perjamuan kudus, maka Gereja bersekutu dalam persekutuan Kudus dengan Kristus di sorga.
Simbol bukan sekadar pengenangan karena simbol memiliki makna mistik kehadiran. Yang
biasa sebenarnya biasa saja, tetapi dia dimaknai secara khusus, dan tidak seharusnya
diperlakukan dengan biasa saja. Roti dan anggur dalam perjamuan Kudus selalu bernilai lebih
dari roti dan anggur biasa, karena nilai mistik ini.
Pemahaman atas ruang sakral yang terpisah dengan ruang keseharian pun bergeser ke sini.
Pemaknaan pada ruang sakral bergeser dari ruang di mana Allah ada di segala tempat, segala
sesuatu, walaupun segala sesuatu itu bukan pada dirinya adalah Allah (pandangan demikian
biasanya disebut dengan panenteisme), menjadi simbol kehadiran Allah dalam ruang yang
tertentu.

7
Saya sengaja mengangkat Calvin banyak-banyak di sini, karena teologi Calvin sangat kuat memengaruhi
teologi dan praktik keagamaan di GKJW, mulai dari sakramen, gambaran desa Kristen, institusi kegerejaan, dan
sebagainya.
9|BUKU PANDUAN BULAN KELUARGA 2022
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Konsep Allah dalam agama Israel Kuno adalah pandangan panenteisme tersebut. Gambaran
keberadaan Allah ini berbeda dengan gambaran konsep Yang Ilahi dalam agama-agama lain
di sekitar Israel. Dalam agama-agama di sekitar dunia Alkitab Israel Kuno, yang Ilahi selalu
digambarkan sebagai yang Ilahi regional. Karena itu misalnya dikenal istilah dewa laut, dewa
yang berkuasa di hutan, dewa air, dewa bulan, dewa matahari, dan seterusnya. Begitu keluar
dari lokasi tertentu, yang ilahi tidak ikut serta. Namun, dalam perjumpaan Tuhan dengan
Musa, Tuhan menyebut dirinya sebagai Ehyeh-asher-Ehyeh (Aku adalah Aku – Keluaran
3:14). Tuhan bukanlah Tuhan yang bisa dibatasi oleh manusia, baik dalam ruang manusia,
maupun cara berpikir manusia. Firaun menentang keberadaan Allah yang demikian, karena
itu dia menolah Allah Israel, sampai terjadi tulah beruntun di Mesir, dan Firaun melepaskan
Israel dari Mesir. Di sana pun Tuhan mewujudkan dirinya dalam tiang awan dan tiang api
yang bergerak bersama diaspora bangsa tersebut menuju tanah terjanji. Tuhan membelah
Laut Teberau, menunjukkan kehadiran dan kuasa-Nya atas segala sesuatu. Dia bukan Tuhan
yang terbatas lagi kehadiran-Nya.
Upaya simbolisasi kehadiran Allah ini lalu diwujudkan dalam bentuk tabut perjanjian.
Selama ada tabut perjanjian, maka Allah terus hadir dalam kehidupan umat beriman. Untuk
tabut ini, dibuatkanlah sebuah ruang komunitas, kemah suci. Sentralisasi kuasa Allah lalu
terjadi di kemah suci ini. Kemah suci dianggap sebagai ruang yang sangat berdaya, paling
magis, karena Allah berdiam di sana. Dari Allah yang berada di mana-mana menyempit
menjadi Allah yang berada dalam simbol dan ruang tertentu.
Sama dengan pemahaman Calvin tentang simbol, simbol ini bukan sekadar simbol tetapi
bernilai mistis. Kisah Uza menjadi kisah tragis tentang pemaknaan simbol ini (1 Samuel 6, 1
Tawarikh 13). Uza yang berniat menyelamatkan tabut perjanjian dengan memegangnya,
karena lembu-lembu yang membawa tabut itu tergelincir, justru diganjar dengan kematian.
Walaupun tabut itu dibuat oleh manusia, tetapi Allah benar-benar tinggal di sana. Karena itu,
simbol ini tidak diperlakukan sebagai yang biasa saja.
Konsep kemah suci, sebagai rumah bagi simbol kehadiran Allah tersebut, berubah pada masa
Kerajaan Yehuda (Israel Selatan) dalam bentuk bangunan yang lebih megah dan kokoh. Yang
menyamai kemegahannya adalah istana raja sendiri. Bangunan yang dikena dengan Bait
Allah. Pembangunan Bait Allah sudah direncanakan sejak masa Daud, dan pernah ditentang
oleh Natan. Kemungkinan besar penentangan itu bukan sekadar karena faktor ekonomi dan
sosial, tetapi juga pembangunan Bait Allah mengubah konsep Allah dari yang bergerak
bersama umat di mana pun umat tersebut berada, menjadi Allah yang diam di suatu tempat.
Toh, nyatanya akhirnya Bait Allah dibangun juga pada masa Salomo.
Tempat pembangunannya tidak main-main, di axis mundi (pusat dunia) agama Israel Kuno,
di Yerusalem, Kota Allah. Bukan hanya bangunan itu yang digambarkan Suci, tetapi kota itu
pun menjadi gambaran kota suci dalam sepanjang Alkitab. Hingga kitab Wahyu kita
menemukan Yerusalem menjadi gambaran kota kudus yang akan diperbarui Allah pada masa
akhir jaman. Kekudusan simbol tabut perjanjian, menguduskan bangunan hingga kota di
mana tabut tersebut berada. Di Bait Allah, hanya imam besar yang boleh masuk ke ruang
maha kudus, tempat tabut itu disimpan, hanya sekali dalam setahun, pada hari yang paling
kudus, hari penebusan dosa atau hari pendamaian (Yom Kippur). Allah nyatanya tetap
10 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

menampakkan diri di berbagia tempat dalam kisah para nabi, tetapi Bait Allah dan Kota
Allah ini menjadi pusat paling kuat merasakan kehadiran Allah yang sakral.
Israel dikalahkan oleh Nebukadnezar tahun 586 SM. Dalam tradisi agama-agama kala itu,
kekalahan perang bukan sekadar kekalahan sebuah bangsa oleh bangsa asing, tetapi hal
tersebut juga dimaknai sebagai kekalahan Allah dari yang Ilahi bangsa lain. Karena itu salah
satu cara Nebukadnezar menghancurkan Israel termasuk menghancurkan tempat di mana
Allah tinggal. Penyempitan makna kehadiran Allah terasa dalam teologi agama-agama pada
masa itu. Karena itu, teologi lain yang berkembang pada masa itu adalah teologi hukuman
Allah. Kehancuran Israel, termasuk kehancuran Bait Allah, adalah hukuman Allah kepada
Israel-Yehuda dan para raja-Nya tidak setia kepada Allah, sehingga Allah mengirim raja
asing untuk menghancurkan mereka. Terjadi upaya penyeimbangan, ketika ada penyempitan
makna kehadiran Allah melalui teologi Allah yang kalah, diimbangi dengan teologi Allah
tetap menang, tetapi menggunakan bangsa lain.
Di Babel, tanpa kehadiran Bait Allah, sebuah tradisi baru dimulai, tradisi sinagoge (walaupun
sinagoge tertua berdasarkan catatan sejarah ditemukan dalam bentuk seperti saat ini baru
pada abad ke-3 SM). Sinagoge berasal dari kata bahasa Yunani synagein yang berarti
berkumpul bersama (to bring together), karena itu sinagoge menjadi ruang persekutuan dari
Israel yang terserak di pembuangan. Dalam tradisi berikutnya, sinagoge ini memiliki tiga
fungsi utama, sebagai bet ha-tefilla (rumah doa), bet ha-kneset (rumah perkumpulan), and
bet ha-midrash (rumah belajar). Di sinilah kehadiran Allah yang sakral tidak lagi terbatas
oleh sebuah tempat tertentu (Bait Allah, kota Allah), tetapi dalam sebuah ruang yang dipilih
oleh komunitas untuk merayakan persatuan dengan Allah. Peran umat dalam menentukan
tempat dan fungsi ruangan ikut berperan di sini. Tidak ada lagi axis mundi religius, Allah bisa
dijumpai di mana pun dalam ruang perjumpaan umat.
Ketika pulang dari pembuangan Babel dan Bait Allah kembali dibangun di Yerusalem, tradisi
sinagoge ini tidak hilang. Ketiga peran sinagoge dipertahankan, bahkan diteruskan melalui
tradisi imam-imam lokal, dan berkembang semakin rapi dengan berbagai tradisi imannya
melalui pengakuan beragam kelompok Yahudi dengan masing-masing perannya (secara
khusus ahli Taurat dan Farisi).
Pada masa berikutnya, ketika kelompok Kristen mulai dilarang mengikuti ibadah di sinagoge,
sekalipun mereka masih diterima di Bait Allah kedua (Kis 2:46), mereka mendirikan ibadah
mereka di rumah-rumah secara bergantian. Rumah selain menjadi tempat, juga digunakan
untuk pemberitaan Injil (Kis 2:46; 5:42; 8:3; 12:12; 16:40; 20:20; Rm 16:5; 1 Kor 16:19; Kol
4:15; Flm 1:1-2). Beberapa hal yang dilakukan di rumah ini meliputi memecah-mecahkan roti
dan makan bersama secara bergiliran, melakukan pengajaran (1 Tes 4:1), saling berbagi
berkat diakonia (Kis 4:32-35), dan berdoa bersama. Rumah sakral rumahan tersebut
kemudian menjadi salah satu pola penyebaran Injil pertama kali sebelum munculnya gereja-
gereja.
Sampai di tahap ini dapat dilihat bahwa ada sebuah gerak simbol mistik bolak-balik dalam
perjalanan umat percaya. Simbol sakral dalam ruang sakral itu dimulai dari keluasan
pemaknaan ruang sakral di segala tempat dan segala waktu, disempitkan pada ruang tertentu

11 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

(kemah suci, Bait Allah, sinagoge) dan simbol tertentu, ditambah dengan waktu-waktu sakral
tertentu (hari raya, waktu doa), hingga kemudian bentuk simbol itu menjadi bagian yang
tidak terpisah dengan keseharian, tetapi nuansa sakral dalam bentuk pemisahan-
keterhubungan relasional itu dipertahankan. Ada saat-saat ketika nilai sakral itu ditinggalkan,
ketika rumah menjadi rumah biasa, tetapi ada juga saat-saat ketiga masa sakral itu
dihidupkan, ketika yang sakral itu dirayakan dalam upaya meneruskan pengajaran iman dan
penyebaran Injil. Tidak disangkal, bahwa simbol mistik ruang sakral ini menyempitkan
makna kehadiran Allah dalam segala sesuatu, karena yang sakral dimaknai dalam ruang dan
waktu yang tertentu. Namun demikian, dengan membawa Allah ke rumah-rumah, maka salah
satu dimensinya masih dijaga, yaitu, di mana pun selama tempat tersebut dipilih untuk
dijadikan ruang sakral, maka Allah dihayati hadir di sana.
Toh demikian, Luigino Bruni mengingatkan konsep gereja rumah ini dalam pemahaman
Calvinis, Protestan, dihidupi bersama dengan upaya pengembangan tradisi ora et labora
dalam keseharian, menjadikan yang keseharian pun bernilai sakral. Hal ini mengimbangi
tradisi monastik di biara-biara yang justru menekankan pemisahan tegas antara ruang sakral
dan profan. Dia menuliskan demikian:
Dalam dunia Reformasi - Max Weber mengingatkan kita - kaum awam pada dasarnya
menjadi tempat profesi kerja sebagai bagian dari panggilan (beruf). Ketika biara ditutup oleh
Luther dan Calvin, berkembang gagasan bahwa tempat baru untuk mengembangkan
panggilan Kristen adalah pekerjaan sipil: biara menjadi kota. Orang-orang Protestan
mengambil labora dari ora et labora para biarawan, menjadi bentuk doa baru. … Bahkan,
praktik keagamaan monastik (ideal kesempurnaan, pendampingan, perjuangan spiritual,
penebusan dosa) menjadi cita-cita hidup bagi kaum awam, khususnya kaum perempuan8.
Bersama menyempitnya ruang sakral, terdapat sistem beriman baru yang dikembangkan.
Iman dan kerja sehari-sehari sesungguhnya tidak bertentangan, doa adalah kerja, kerja adalah
doa. Hal ini menjadikan yang sakral dan yang profan berbeda, tetapi tak benar-benar terpisah.

MEMAKNAI RUANG SAKRAL DALAM KESEHARIAN: MEZBAH RUMAHAN


Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin membawa tradisi terakhir, rumah sebagai ruang
sakral, atau jika dibalik dengan pemaknaan lain yang lebih tertentu: ruang sakral di rumah
sebagai tradisi yang bisa dipertimbangkan dalam menghayati hadirnya Allah dalam
keseharian.
Tradisi ibadah di rumah-rumah, sebenarnya bukan tradisi yang benar-benar berangkat dari
dunia Kristen. Tradisi tersebut bisa dirunut dari tradisi mezbah yang didirikan oleh berbagai
kelompok untuk berjumpa dengan yang Ilahi dan mempersembahkan kurban kepada yang
Ilahi. Tradisi mezbah ini merupakan tradisi korban tua dari masa pra Israel. Berdasarkan
penggalian arkeologis di sepanjang Israel9 terdapat mezbah di rumah-rumah keluarga
8
Dalam tulisannya di harian online Avvenire.it, 21 Maret 2020,
https://www.avvenire.it/opinioni/pagine/luigino-bruni-frattura-ora-et-labora
9
Lih. David E. Graves, 2019, The Archaeology of the Old Testament: 115 Discoveries That Support the Reliability
of the Bible, Amazon Digital Services LLC; Philip J King & Lawrence Stager, 2010, Kehidupan Orang Israel
12 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Kanaan. Sebuah keluarga menyediakan sebuah tempat di rumah untuk beribadah secara
khusus. Beberapa simbol yang Ilahi (patung-patung para dewa dan alat-alat penyembahan)
ditempatkan di mezbah-mezbah tersebut, menjadikan tempat itu sebagai tempat khusus dari
seluruh rumah.
Tradisi ini terus dipertahankan dari periode bapa-bapa leluhur, masa para raja, hingga masa-
masa berikutnya. Dalam Alkitab sendiri, mezbah pertama kali dicatat Alkitab adalah mezbah
yang didirikan oleh Nuh (Kej. 8:20; 9:1). Saat bangsa Israel keluar dari Mesir, Allah
memerintahkan Musa untuk m membangun mezbah bagi Tuhan dan juga agar
mempersembahkan kurban-kurban. Tradisi mezbah rumahan ini dilanjutkan pada masa
kerajaan (2 Sam 24:25). Dari masa Perjanjian Lama, tradisi berlanjut sampai masa Perjanjian
Baru, ketika zaman Rasul-rasul (Kis. 21:9). Filipus mengajar dan mendidik melalui mezbah
rumahan. Keluarga Prikila dan Akwila (Rm. 16:3-5) dan juga keluarga-keluarga Kristen
lainnya juga menghidupi tradisi mezbah rumahan ini dalam perjalanan iman mereka10.
Beberapa keluarga mengupayakan mezbah itu dengan cara tertentu. Daud dikisahkan
membeli tanah untuk mendirikan mezbah rumahan ini (2 Sam 24:32), tetapi yang lain cukup
menyediakan tempat khusus di rumahnya masing-masing.
Mezbah rumahan menjadi tempat ucapan syukur atas bekat Tuhan (Kej 12:7-8, 24:1),
bersyukur atas penyertaan dan tuntunan Tuhan (Kej 25:25), memohon pertolongan Tuhan
(Kej 12:8), merasakan hadirat Allah (Mzm 43:4), serta bersatu dalam doa dan pengajaran.
Mezbah rumahan ini menunjukkan bahwa relasi Allah dan manusia terjalin dalam peristiwa-
peristiwa keseharian. Ada waktu sakral dalam keluarga, tetapi sekaligus dalam waktu sakral
itu, keluarga menghayati bahwa setiap waktu yang dialami oleh keluarga itu adalah waktu
sakral bersama Allah. Keseharian sesungguhnya tidak sama sekali terpisah dengan bersifat
imaniah.
Mezbah rumahan menjadi tempat perjumpaan anggota keluarga dengan Allah dalam seluruh
rangkaian perjalanan kehidupan, dalam segala situasi dan kondisi kehidupan. Karena itu
mezbah rumahan ini kerap disebut sebagai mezbah keluarga atau mezbah doa. Terjadi relasi
yang jujur antar anggota keluarga, sekaligus relasi jujur antara keluarga tersebut dengan
Allah. Sehingga mezbah rumahan, jika pun dimungkinkan diteruskan hari ini, menjadi cara
paling sederhana untuk merasakan relasi dekat dengan Allah, juga cara menjadikan keluarga
menjadi tempat pertama bertumbuhnya iman. Apa pun di dalam keluarga itu dihayati sebagai
bagian perjalanan ziarah iman bersama Allah yang tak putus-putus.

Alkitabiah (terj. Robert Setio), Jakarta: BPK Gunung Mulia.


10
Christian Jonch, 2016, Membangun Mezbah Keluarga. 1st ed. Yogyakarta: Penerbit Andi, 37-39.
13 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

KELUARGA YANG BERSAKSI DAN MELAYANI


Pdt. Nicky Widyaningrum
Panggilan bersaksi dan melayani
“Kamu adalah saksi dari semuanya ini” (Lukas 24 : 48). Panggilan bagi semua orang yang pe
rcaya adalah menjadi saksi Kristus yang mewartakan kabar baik. Kabar tentang Allah yang m
enjadi manusia, menderita dan bangkit dari antara orang mati. Dalam namaNya berita tentang
pertobatan dan pengampunan disampaikan kepada segala bangsa, tanpa terkecuali, tidak ada
yang dibedakan. Identitas gereja yang utama adalah persekutuan misional, persekutuan yan
g selalu digerakkan keluar. Sebaik dan sebesar apapun gedung gereja dan pembinaan, jika p
ersekutuan tidak bermisi maka ia bukan lagi gereja. Dalam kisah kenaikan Yesus ke surga,
Yesus meminta para murid untuk masuk dalam konteks baru dan bukan hanya menikmati K
ristus, tapi bekerja seperti Kristus. Ajakan Kristus, setiap orang percaya bukan sibuk mengu
rusi diri sendiri atau tersembunyi di dalam suasana surgawi. Tetapi selalu menghadapi tant
angan.
Salah satu tantangan yang dihadapi dan dihidupi masyarat dunia adalah kehidupan bersama
yang masih diwarnai ragam kekerasan yang berakar dari ketidaksetaraan relasi antara manusi
a dan sesama, serta alam. Maka, memperjuangkan supaya keadilan, kesetaraan, kebersamaan
kehidupan bersama menjadi komitmen setiap kita dalam membangun hidup bersama. Pentin
gnya kesatuan kemanusiaan global dalam refleksi Paus Fransiskus selama pandemi : “Janganl
ah kita digoyahkan oleh apa yang sedang terjadi di sekita kita. Mari menyadari bahwa kita ad
alah bagian dari satu keluarga manusia dan saling mendukung satu sama lain. Waktunya telah
tiba bagi kita untuk menghapus ketidaksetaraan untuk menyembuhkan ketidakadilan yang me
rugikan kesehatan pada seluruh keluarga manusia”.
Pandemi juga menjadi salah satu tantangan besar di jaman modern yang mendesakkan kesa
daran akan kesatuan kemanusiaan sebagai perspektif untuk mencari solusi. Dunia seperti did
esak untuk menyadari pentingnya kebersamaan dan keterlibatan semua. Hidup bersama menj
adi gaya hidup baru, dimana egoisme dipaksa berubah menjadi tindakan penyelamatan bersa
ma.
Maka, di tengah konteks pandemi/ pasca pandemi saat ini, menjadi waktu bagi gereja dan pe
rsekutuan untuk berefleksi bahwa nyatanya, kehadiran gereja dan persekutuan tidak cukup
hanya melalui ibadah. Bahkan pandemi membuat kita berhenti sejenak untuk melihat sejau
h apa pelayanan gereja / persekutuan benar-benar menjadi sesuatu yang bermakna. Gereja d
an persekutuan menjadi komunitas tumbuh bersama masyarakat, merespon situasi sambil m
ewarnai dan meragi.
Keluarga sebagai tempat bertumbuh para saksi dan pelayan
Kedatangan Yesus Kristus ke dunia diawali dari sebuah keluarga kudus di Nazareth. Keluar
ga Nazareth ini menjadi gambaran tentang keluarga yang menjadi persekutuan, dimana seti
ap anggota belajar dan mengerti kehendak Allah dan selanjutnya keluarga yang membagikan
cerita tentang kehendak, kasih dan penyelamatan Allah bagi manusia dan dunia. Melaluinya,
keluarga Kristen dipanggil untuk menjadi tanda kehadiran Allah di tengah dunia dan masyara
kat. Bagaikan ragi (meski kecil, sederhana) tetapi kehadirannya mewarnai dan membawa “pe
rbedaan” (berkat).

14 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Di tengah situasi dunia yang sarat dengan ketidakdilan dan krisis karena pandemi, maka kelu
arga menjadi tanah bagi pertumbuhan para saksi yang menyababati sesama dan dunia. Ruma
h yang terbuka dan memperjuangkan persahabatan dalam relasi setiap anggotanya. Dalam Y
ohanes 13 : 34, persahabatan menjadi perintah, yang menegaskan kembali keluarga bahwa nil
ai keutamaan pengikut Kristus adalah perintah untuk saling mengasihi. Persahabatan antara o
rangtua dan anak, antara saudara, antara anggota lintas generasi. Dimana semua perbedaan di
rayakan dengan penuh syukur, disambut, diterima dengan sukacita. Rumah dimana perbedaa
n disambut, didiskusikan dan menjadi sarana bagi masing-masing orang untuk saling belajar
dan menginspirasi. Persekutuan yang menghadirkan pengalaman yang menggembirakan dan
berpengaruh (lintas generasi dan kelompok kecil). Persahabatan dengan kesediaan untuk me
nerima yang rapuh dan lemah untuk menjadi berdaya dan memulihkan. Rumah yang tidak
hanya mengajarkan pengajaran Yesus tetapi juga meneladankan hidup Yesus Kristus dalam
hidup sehari-hari. Persahabatan inilah bisa menjadi jawaban dari persoalan relasi dominasi
yang selama ini timpang. Persahabatan menjadi jalan relasi yang setara, intim dan aman. Rela
si ini memberi tempat dimana perbedaan diapresiasi dan mendorong perubahan relasi sosial.
Mengingat bahwa keluarga yang sempurna adalah konsep yang relatif. Maka, setiap keluarga
dalam ragam realita, masing-masing dipanggil untuk mewujudkan amanah ini. Keluar dari
kenyamanan, membangun perjumpaan dan bertumbuh bersama sesama. Dalam hidup keseha
rian, kata dan sikap menjadi penyampai kehendak Allah yang didalamnya terdapat nilai-nilai
kebajikan dipelihara bagi masyarakat untuk semakin manusiawi. Menyapa tetangga yang ber
papasan, terlibat dalam kegiatan kampung dan kegiatan solidaritas saling menopang. Bergoto
ng royong untuk kebaikan lingkungan dan mengupayakan selalu hadir dalam kegiatan bersam
a tanpa membeda-bedakan status, golongan, suku, membangun persahabatan dan tidak menja
di ekslusif. Membuang prasangka, asumsi dan mengedepankan persahabatan di tengah perbe
daan yang ada. Keluarga Kristen yang merawat dunia dan sesama dengan penuh tanggung j
awab. Dengan demikian, menjadi saksi harus melebur dalam memberi rasa, tetapi ia tidak terl
arut dan menjadi sama sekali baru.

15 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

JEDA DAN DOA DALAM KELUARGA


Meilia Damayanti, S. Si
Keluarga adalah gereja dan persekutuan terkecil yang harus kita hidupi. Dalam bulan
keluarga terdapat pekan anak. Melalui pekan anak, setiap keluarga diharapkan dapat
membangun persekutuan dan melibatkan anak-anak di dalam kebaktian. Melalui kesetiaan
untuk membangun persekutuan dan kebaktian di dalam keluarga, kita akan beroleh
kebijaksanaan dari Tuhan untuk menjalani hidup dan mendapatkan semangat dari Sang Roh
Kudus untuk menghadirkan cinta dalam keseharian.
Salah satu aspek penting dari kebaktian dan membangun persekutuan di dalam keluarga
adalah rutinitas berdoa bersama. Layaknya manusia yang tak bisa hidup tanpa bernafas, maka
keluarga kristiani pun tidak dapat hidup tanpa doa. Doa merupakan bagian penting dari
kehidupan keseharian. Doa adalah kebutuhan kita semua. Doa bersama keluarga dapat
membekali anak-anak secara rohani untuk mengalami keakraban relasi dengan Tuhan dan
menguatkan ikatan cinta keluarga. Maka, doa harus menjadi kebiasaan yang secara rutin kita
lakukan dalam situasi dan kondisi apa pun.
Jika kita belajar dari Ulangan 6:7 kita bisa melihat bahwa keluarga umat beriman memiliki
tradisi mewariskan iman, “Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-
anakmu dan memicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang
dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Perintah untuk
mengajarkan dan membicarakan secara berulang-ulang dalam kondisi apa pun
memperlihatkan keseriusan peran orangtua dalam mewariskan ajaran mengasihi Tuhan Allah
dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kepada anak-anak. Tuhan Yesus juga memberikan
teladan ketekunan berdoa. Kita bisa memperhatikan bahwa dalam beragam kesempatan Injil
memperlihatkan keseriusan Tuhan Yesus dalam melakukan doa dan jeda. (Matius 14:23,
Lukas 6:12, Lukas 22:39-40). Maka, melalui bulan keluarga mari bersemangat menghidupi
doa dan jeda bersama keluarga setiap hari.
Sebagai orang tua, mari membiasakan dan mengajarkan doa kepada anak. Apabila anak
merasa tidak mampu untuk memimpin doa, teruslah memberikan semangat. Yakinkan anak
untuk mampu melakukannya, dan berikanlah bimbingan. Adapun panduan bimbingan yang
dapat orang tua berikan antara lain sebagai berikut:

#Awali dengan ucapan syukur.


Sudah sepatutnya kita mengucap syukur dan memohon penyertaan-Nya di dalam doa.
Ajarkan kepada anak untuk mengawali doa dengan ucapan syukur. Ingatkan bahwa saat anak
bangun tidur, Tuhan sudah menyertai sepanjang tidur. Itulah kesempatan yang diberi Tuhan
untuk memulai hari yang baru dalam pimpinan-Nya. Sampaikan rasa syukur pada Tuhan
melalui doa.

# Berdoa melalui lagu/ pujian.


Dengan menghayati dan menyanyikan lagu rohani, anak juga bisa belajar untuk berdoa.
Ajarkan mereka untuk memperhatikan lirik lagu rohani. Ajarkan juga supaya anak
bersungguh-sungguh dalam memuji Tuhan dan menghayati lirik yang mereka nyanyikan
sebagai bentuk doa kepada Tuhan.

# Berdoa sambil bergandengan tangan.


Salah satu hal yang membuat otak anak bisa berkembang dengan baik adalah sentuhan fisik,
seperti pelukan, genggaman tangan. Jadi, ajaklah anak untuk saling menggenggam tangan.
Anggota keluarga yang saling menggengam tangan ketika berdoa, dapat menguatkan ikatan
dan simbol kesatuan keluarga bersama dengan Tuhan. (MD).

16 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

PANDUAN MEZBAH KELUARGA


Selama bulan keluarga mari membangun mezbah keluarga. Siapkanlah altar sederhana di
dalam rumah. Jadikanlah altar sebagai tempat khusus bagi keluarga dalam membangun
rutinitas doa. Tempatkanlah Alkitab, lilin, bunga, hiasan bermakna lainnya. Libatkan anak
untuk menghias altar secara kreatif. Lalu undanglah anak untuk menjalankan tugas sebagai
pendoa. Berikut ini panduan pokok doa yang dapat anak lakukan selama sepekan:

Hari Tema Uraian

Pertama “Terima Kasih Tuhan” Ajak anak untuk berdoa mengungkapkan rasa
terimakasihnya kepada Tuhan secara bebas/dalam
beragam hal.

Kedua “Ajarilah Aku Tuhan” Ajak anak berdoa mengungkapkan keinginan


untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Bimbing anak, misalnya untuk memohon kepada
Tuhan supaya dapat menjadi pribadi yang selalu
mengasihi, mengampuni, jujur, peka, peduli,
perhatian, dan sebagainya.

Ketiga "Ketika Aku Merasa" Ajak anak untuk berdoa mengakui,


mengungkapkan perasaan yang muncul dan
sedang anak rasakan. Misalnya anak sedang
merasa senang, sedih, kecewa, marah, dan
undang anak untuk menyerahkan semua perasaan
kepada Tuhan.

Keempat “Kucinta Keluarga Ajak anak mendoakan keluarga dengan cara


Tuhan" menyebut nama masing-masing anggota
keluarga, baik bagi yang masih hidup maupun
yang sudah meninggal. Akhiri dengan keyakinan
bahwa tiada yang dapat lepas dari rengkuhan
keabadian cinta Tuhan.

Kelima "Aku Mengasihi Ajak anak berdoa bagi sesama yang sedang
Sesama" berkesusahan oleh karena terkena musibah/sakit,
menjadi korban perang, bencana alam,
kehilangan sanak saudara dan.

Keenam "Aku Berdoa Beri kebebasan kepada anak untuk mendoakan


Untuk....” apa pun & siapa saja yang terlintas di dalam hati
dan pikiran mereka.

Ketujuh "Doa berantai" Lakukan doa secara berantai/bergantian, atau


saling mendoakan antar anggota keluarga.

17 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

PENDEKATAN INTERGENERASI DALAM BIDANG PERSEKUTUAN


Pdt. Tabita Kartika Christiani, Ph.D.

Pendahuluan

Gereja-gereja di Indonesia –termasuk GKJW– terbiasa melaksanakan ibadah dan


pembinaan iman secara kategorial usia. Maka ada ibadah atau pembinaan iman untuk
anak, remaja, pemuda, warga dewasa, dan usia lanjut. Materi pembinaannya pun
kategorial usia: TIAR untuk anak dan remaja, Renungan Pemuda, Suluh untuk wanita,
Pancaran Air Hidup untuk anak (junior) dan orang dewasa, buku katekisasi untuk
pratama, madya, remaja dan calon sidi, bahan Pemahaman Alkitab dll. Komisi-komisinya
juga kategorial usia: KPAR (Komisi Pembinaan Anak dan Remaja), KPPM (Komisi
Pembinaan Pemuda dan Mahasiswa), KPPW (Komisi Pembinaan Peranan Wanita),
ditambah Komisi Adiyuswo dan Komisi Bapak-bapak. Pembagian yang rinci ini
dibutuhkan karena tiap kelompok usia memiliki ciri dan tugas perkembangan yang
berbeda dari kelompok usia lain. Psikologi perkembangan pun banyak dipakai dalam
pembinaan iman kategorial usia. Dan akhir-akhir ini ditambah pula dengan teori generasi
dari sudut sosiologi untuk semakin melengkapi pengenalan akan tiap kelompok usia.

Sedangkan model pembinaan yang lain, yang baru mulai dibicarakan, adalah pembinaan
iman intergenerasional. Pada pembinaan iman intergenerasional tidak ada pembagian
berdasarkan kelompok usia. Seluruh anggota jemaat, berapapun usianya, menerima
pembinaan iman secara bersama-sama. Model ini memiliki tantangan tersendiri, karena
harus dapat membina semua kelompok usia dan semua generasi secara bersama-sama.
Pada pembinaan iman intergenerasional sebenarnya psikologi perkembangan dan teori
generasi tetap dapat dipakai, namun pelaksanaan pembinaan imannya tidak eksklusif
kategori usia tertentu, melainkan bersama-sama. Untuk konteks GKJW, hal ini
mendukung terwujudnya patunggilan kang nyawiji.

Tulisan ini diawali dengan pembahasan dua teori, yaitu psikologi perkembangan dan teori
generasi, kemudian bagaimana kedua teori itu dipakai dalam pembinaan iman kategorial
usia, pembinaan iman intergenerasional, dan gradasi atau spektrum dari keduanya.

Dua Teori: Psikologi Perkembangan dan Teori Generasi

Baik pembinaan iman kategorial usia maupun intergenerasional dapat menggunakan dua
teori, yaitu psikologi perkembangan dan teori generasi. Berikut penjelasannya:

1. Psikologi Perkembangan

Ada banyak teori dalam psikologi perkembangan; di antaranya ada empat teori yang
sangat berguna dalam pembinaan iman, yaitu perkembangan kognitif (teori Jean Piaget
18961980), perkembangan pengambilan keputusan moral (teori Lawrence Kohlberg
19271987), perkembangan psikososial (teori Erik Homburger Erikson 1902-1994), dan
perkembangan iman (teori James Fowler 1940- ). Berikut ringkasan teori-teori ini.
18 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Perkembangan Kognitif. Seorang ahli psikologi anak yang terbesar, Jean Piaget
(18961980), menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa usia dan latar belakang
seseorang sangat berpengaruh pada perkembangan kognitifnya. 11 Ini disebabkan
seseorang berpikir berdasarkan interaksinya dengan lingkungan. Organisme dan
lingkungan mempunyai interaksi timbal balik. Interaksi ini bersifat adaptif dan dinamis,
sebab bertolak dari organisme yang aktif. Subyek yang aktif ini menciptakan struktur-
struktur kognitifnya dalam interaksi dengan lingkungannya. Dengan bantuan struktur
kognitif ini subyek menyusun pengertiannya mengenai realitas. Struktur kognitif disebut
juga skema. Struktur kognitif harus selalu diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan
lingkungan dan organisme itu sendiri – yang terus berubah. Jadi adaptasi adalah proses
yang terus menerus, atau merupakan proses rekonstruksi struktur kognitif yang tanpa
henti.

Piaget menyimpulkan bahwa kemampuan kognitif manusia secara umum dapat dibagi
menjadi empat tahap perkembangan:
1. Taraf Sensorimotor: 0-2 tahun.
2. Taraf Praoperasi: 2-7 tahun.
3. Taraf Operasi Kongkret: 7-11 tahun.
4. Taraf Operasi Formal: 11 tahun ke atas.

Perkembangan Pengambilan Keputusan Moral. Sejalan dengan perkembangan kognitif,


ada pula perkembangan pengambilan keputusan moral (moral reasoning). Seorang ahli
psikologi perkembangan, Lawrence Kohlberg (1927-1987), menyelidiki bagaimana orang
menyusun argumentasi moral (moral reasoning).12 Kohlberg tidak menyusun suatu teori
perkembangan perbuatan moral (moral behavior). Jadi yang penting adalah alasan
seseorang berbuat sesuatu, bukan perbuatannya itu sendiri. Bisa jadi dua orang
memutuskan hal yang sama, tetapi alasannya jauh berbeda. Alasan inilah yang
menentukan tingkat perkembangan seseorang. Bisa jadi pula seseorang memiliki moral
reasoning yang tinggi, namun moral behavior-nya memprihatinkan. Prinsip moral yang
diajukan oleh Kohlberg adalah keadilan, yaitu penghargaan utama terhadap nilai dan
persamaan derajat semua insan manusia serta terhadap hubungan timbal balik
antarmanusia, yang merupakan tolok ukur yang mendasar dan universal.

Karena pemikiran/pengambilan keputusan moral berdasar pada kemampuan kognitif,


maka tahap perkembangan pengambilan keputusan moral baru dimulai saat anak sudah
dapat berpikir logis, yaitu pada usia 4 tahun.
1. Tingkat Prakonvensional (4-10 tahun). Pengambilan keputusan moral dilakukan
berdasar pada konsekuensi fisik atas perbuatannya yang baik atau jahat, benar atau salah.
Jadi orientasinya adalah pada diri sendiri, untuk kepentingan diri sendiri.
Tingkat ini dibagi dalam 2 tahap:
Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan.
11
Suparno, Paul. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius, 2001.
12
Kohlberg, Lawrence. Tahap-tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius, 1996.
19 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Tahap 2: Orientasi Relativis-Instrumental/Kepuasan Diri.


2. Tingkat Konvensional (10-18 tahun). Pengambilan keputusan moral dilakukan
berdasar pada persetujuan kelompok (keluarga, grup, masyarakat, Negara). Tingkat ini
dibagi 2 tahap:
Tahap 3: Orientasi Kesepakatan Antarpribadi. Tahap 4:
Orientasi Hukum dan Ketertiban.
3. Tingkat Pascakonvensional. Pengambilan keputusan moral dilakukan berdasarkan
prinsip moral yang mendasar, lepas dari persetujuan kelompok. Ia sudah tahu apa
persetujuan kelompok itu dan apa konsekuensinya jika ia tidak melakukannya. Namun ia
mempunyai argumentasi yang kuat bahwa hal itu dilakukannya dalam rangka prinsip
moral yang lebih mendasar dan umum. Tidak banyak orang berhasil memasuki tingkat
pascakonvensional. Sebagian besar orang berhenti pada tingkat konvensional. Maka
untuk tingkat ini tidak ada lagi batasan usia. Tingkat ini juga dibagi 2 tahap:
Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial Legalistis.
Tahap 6: Orientasi Prinsip Etika Universal.

Perkembangan Psikososial. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal adalah Erik
Homburger Erikson (1902-1994), yang mencetuskan teori perkembangan psikososial;
artinya lingkungan sosial sangat mempengaruhi perkembangan pribadi seseorang. 13
Perkembangan ini terjadi seumur hidup, dari lahir sampai mati. Erikson membaginya
menjadi delapan tahap; tiap tahap mempunyai krisisnya masing-masing, yang diperlukan
untuk naik ke tahap berikut. Namun demikian kegagalan pada satu tahap dapat diperbaiki
pada tahap berikut. Menurut Erikson, tahap yang paling penting adalah masa remaja, yang
ditandai dengan pencarian identitas. Kedelapan tahap itu ialah:
1. Kepercayaan Dasar vs Kecurigaan Dasar (0-2 tahun).
2. Otonomi vs Rasa Malu dan Bimbang (2-4 tahun).
3. Inisiatif vs Rasa Bersalah (4-5 tahun).
4. Kerajinan vs Perasaan Rendah Diri (6-11 tahun).
5. Identitas vs Kebingungan Peran (12-18 tahun, dapat diperpanjang sampai 23
tahun).
6. Keintiman vs Isolasi (19/23-35 tahun).
7. Generativitas vs Stagnasi (35-65 tahun).
8. Keutuhan/Integritas Ego vs Keputusasaan (65 tahun ke atas).

Perkembangan Iman. Seorang ahli psikologi sekaligus seorang teolog, James Fowler
(1940-2015), mengembangkan teori perkembangan iman.14 Bagi Fowler iman atau
kepercayaan bukanlah kata benda statis atau harta milik tetap, melainkan kata kerja
dinamis yang senantiasa berkembang sebagai proses, berupa suatu sistem dinamis dari
sejumlah gambaran, nilai dan komitmen yang mengacu pada “lingkup ultim” (ultimate
concern) dan yang menuntun hidup setiap orang. Dalam rangka metafor ziarah/ perjalanan
hidup, kepercayaan adalah proses petualangan untuk menemukan makna eksistensial.
Dengan demikian yang dimaksud dengan kepercayaan dalam teori Fowler adalah
13
Erikson, Erik. Childhood and Society. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
14
Cremers, Agus. Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler. Yogyakarta: Kanisius,
1995.
20 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

bagaimana orang percaya (how), bukan apakah iman itu (what). Bagaimana cara orang
beriman inilah yang berkembang dari satu tahap ke tahap berikutnya. Perkembangan ini
tidak dapat terjadi dalam diri sendiri secara pribadi individual, sebab kepercayaan
berkembang dalam jalinan relasi antara satu orang dengan orang lain dalam aneka bentuk.

Ada tujuh aspek struktural dalam tahap perkembangan kepercayaan, yakni: bentuk logika,
pengambilan peranan, bentuk pertimbangan moral, batas-batas kesadaran sosial, tempat
autoritas, bentuk koherensi dunia, dan fungsi simbol-simbol. Ketujuh aspek ini
berkembang bersama-sama melalui tujuh tahap, yang mulai masa kanak-kanak hingga
seumur hidup. Ketujuh tahap itu adalah:
1. Kepercayaan Awal dan Elementer (0-2 tahun).
2. Kepercayaan Intuitif-Proyektif (2-6 tahun).
3. Kepercayaan Mitis-Harafiah (6-11 tahun).
4. Kepercayaan Sintetis-Konvensional (mulai usia 12 tahun).
5. Kepercayaan Individuatif-Reflektif.
6. Kepercayaan Konjungtif.
7. Kepercayaan yang Mengacu pada Universalitas.

Melihat pembagian usia pada teori-teori psikologi perkembangan tersebut, ternyata tiap
teori memiliki batasan usia tersendiri, sehingga jika dibuat matriks dari keempat teori itu
garisnya tidak lurus. Untuk memudahkan dalam pembinaan iman, biasanya diambil batas
kelompok usia sebagai berikut:

Kelompok Usia Usia


Bayi 0-2 tahun
Anak kecil 3-6 tahun
Anak tanggung 7-9 tahun
Anak besar 10-12 tahun
Remaja 13-18 tahun
Pemuda 19-25 tahun
Dewasa muda 26-39 tahun
Dewasa 40-60 tahun
Lansia 61 tahun ke atas

2. Teori Generasi

Pencetus pertama teori generasi adalah Karl Mannheim, seorang sosiolog kelahiran
Hongaria, dalam artikelnya yang berjudul Das Problem der Generationen (1928), yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Problem of Generations (1952).15 Mannheim
menunjukkan bahwa seseorang dipengaruhi secara signifikan oleh lingkungan
sosiohistoris (khususnya peristiwa penting yang melibatkan mereka secara aktif) dari
masa muda mereka, sehingga atas dasar pengalaman bersama, membentuk suatu

15
Mannheim, Karl (1952). "The Problem of Generations". In Kecskemeti, Paul (ed.). Essays on the
Sociology of Knowledge: Collected Works, Volume 5. New York: Routledge. p. 276–322
21 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

kelompok sosial yang disebut suatu generasi. Jadi generasi adalah konstruksi sosial yang
dibentuk oleh kesamaan usia dan pengalaman historis dari sekelompok orang. Rata-rata
satu generasi ada dalam rentang waktu 20 tahun, di mana ada kesamaan dimensi sosial
dan sejarah.

Selanjutnya teori generasi dikembangkan oleh Neil Howe dan William Strauss (1991)
yang membagi generasi berdasarkan kesamaan rentang tahun kelahiran, peristiwa-
peristiwa historis, dan fenomena budaya. Teori ini kemudian dikembangkan oleh lebih
banyak ahli, sehingga terbentuklah nama-nama tiap generasi berdasarkan tahun
kelahiran.16 Teori generasi membagi generasi orang-orang yang hidup pada abad 20-21 ini
ke dalam tujuh generasi: (1) Generasi GI, lahir tahun 1906-1924, (2) Generasi Silent, lahir
tahun 19251943, (3) Generasi Baby Boomer, lahir 1944-1962, (4) Generasi X, lahir 1963-
1981, (5) Generasi Y, lahir 1982-1994, (6) Generasi Z, lahir 1995-2010, dan (7) Generasi
Alpha, lahir 2011-2025.17

Generasi GI, yang lahir tahun 1906-1924, merupakan generasi yang mengalami banyak
penderitaan akibat depresi ekonomi di Amerika Serikat dan perang dunia pertama serta
kedua. Karena itu mereka bekerja keras untuk bertahan hidup dan membesarkan anak-
anak mereka. Cara generasi GI beribadah adalah tradisional, dengan lagu-lagu himnal
diiringi piano atau organ. Sulit bagi mereka untuk berubah ke nyanyian pop rohani dengan
iringan band. Bagi generasi GI spiritualitas merupakan hal personal, privat, yang
tersimpan dalam hati.18

Generasi Silent, yang lahir tahun 1925-1943, adalah pekerja keras, setelah mengalami
perang dunia kedua pada usia yang sangat muda. Mereka merupakan generasi pembangun
atau builder, yang meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat dan penerapan
teknologi dalam hidup sehari-hari. Sama seperti generasi GI, generasi Silent juga
beribadah dengan cara tradisional. Mereka sulit menerima perubahan dalam kehidupan
bergereja (termasuk soal ajaran). Sama seperti generasi GI, bagi generasi Silent
spiritualitas merupakan hal personal, privat, tersimpan dalam hati.19

Generasi Baby Boomer, yang lahir 1944-1962, tidak melihat bahwa mereka beranjak
menjadi tua; mereka menolak pensiun dan menjadi tua. Mereka merasa selalu muda dan
terus aktif dalam pekerjaan dan konsumsi. Boomers melihat bagaimana orangtua mereka

16
Yanuar Surya Putra. “Theoretical Review: Teori Perbedaan Generasi.” Among Makarti Vol.9 No.18, Desember
2016.
17
Dalam buku Peter Menconi. The Intergenerational Church: Understanding Congregations from WWII to
www.com. Littleton, CO: Mt. Sage Publishing, 2010, disebutkan hanya lima generasi, tanpa generasi Z dan
Alpha. Mungkin generasi Z dan Alpha dianggap perpanjangan atau cabang dari generasi Y atau Millennial.
Padahal ada perbedaan antara generasi Y dan Z.
18
Peter Menconi. The Intergenerational Church: Understanding Congregations from WWII to www.com., 33-
41.
19
Peter Menconi. The Intergenerational Church: Understanding Congregations from WWII to www.com., 43-
55.
22 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

bekerja keras, sehingga mereka pun menirunya. Namun boomers memanjakan anak-anak
mereka, dan tidak mau anak-anak mereka bekerja sekeras mereka. Akibatnya banyak dari
generasi sesudah boomers yang bukan merupakan pekerja keras. Berbeda dari generasi GI
dan Silent, bagi generasi Boomer spiritualitas merupakan kegemaran dan terus mereka
cari, terutama saat mereka memasuki usia paruh baya atau akhir masa dewasa menuju usia
lanjut. Banyak di antara mereka merupakan pencari (Seekers), yang menggabungkan
aspek-aspek tertentu dari berbagai agama, yang kemudian dijadikannya spiritualitas
pribadi. Merekalah yang berkata, “Saya bukan religius, saya spiritual.” Mereka tidak mau
terikat pada salah satu agama dengan dogma yang ketat.20

Generasi X, yang lahir 1963-1981, dibesarkan dalam situasi politik dan ekonomi yang
cukup sulit di Amerika Serikat, sehingga mereka memandang dunia ini sebagai tempat
yang kacau dan tidak aman. Namun di lain pihak mereka juga mulai dapat menerima
kepelbagaian etnis dan warna kulit di Amerika Serikat. Dalam lingkup keluarga terjadi
perubahan besar, yakni dengan banyaknya perceraian, perselingkuhan, aborsi, dan bayi
tabung. Definisi keluarga pun berubah dan meluas dengan adanya orangtua tunggal atau
bapak/ibu/saudara tiri. Generasi X mengalami peluncuran pertama CNN sebagai stasiun
TV berita 24 jam dan MTV sebagai stasiun TV musik 24 jam. Penemuan CD dan video
juga mereka alami. Untuk mengenal generasi X dapat ditelusuri dari budaya popular yang
melekat pada mereka, yang berpusat pada televisi. Dalam hal spiritualitas generasi X
curiga dan acuh tak acuh terhadap institusi agama. Mereka lebih tertarik pada pengalaman
spiritual individual maupun komunal yang real dan otentik. Maka jiwa mereka terus
mencari hingga area mistisism dan misteri. Mereka lebih tertarik pada pengalaman dengan
Allah pada semua level kehidupan, dari pada mengalami kehidupan bergereja atau
organisasi keagamaan. Bagi mereka pengalaman iman dalam ibadah merupakan prioritas;
liturgi tradisional digabungkan dengan ekspresi yang artistik dan menggunakan banyak
indra, serta sihir teknologi modern. Ibadah harus partisipatif dan dialami; tidak ada yang
hanya menonton. Iman harus berdampak dalam kehidupan sosial. Maka generasi X
bersedia untuk terlibat dalam berbagai kegiatan pelayanan sosial. Dengan demikian
spiritualitas bukan hanya personal tetapi komunal.21

Generasi Y, atau generasi Millennial, yang lahir 1982-1994,22 merupakan generasi yang
mengalami perkembangan teknologi yang pesat, globalisasi, urbanisasi, budaya popular,
dan pendefinisian ulang keluarga. Akibatnya mereka merasa bahwa dunia ini berbahaya
dan tak dapat diprediksi. Mereka menjadi pragmatis dan mandiri. Perkembangan
teknologi informasi yang pesat membuat mereka merasa dapat mengontrol nasib mereka
sendiri. Perkembangan internet membuat mereka menjadi generasi always on. Mereka
sangat fasih menggunakan alat-alat komunikasi: handphone, computer, camera phone,
video games, kamera digital, video klip, SMS, facebook, youtube, twitter, video music,
DVD player, ipod, ATM dan sebagainya. Mereka lebih banyak menggunakan waktu di
20
Peter Menconi. The Intergenerational Church: Understanding Congregations from WWII to www.com., 57-
85.
21
Peter Menconi. The Intergenerational Church: Understanding Congregations from WWII to www.com., 87-
121.
22
Menconi menyebut generasi Millennial lahir tahun 1982-2000. Tapi sumber-sumber di internet
menyebutkan adanya generasi Z yang lahir pada tahun 1995-2010.
23 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

dunia maya dari pada di dunia real. Teknologi juga mendukung globalisasi; dunia terasa
kecil. Urbanisasi membuat generasi muda di kota maupun di desa menikmati musik dan
lagu yang sama, misalnya dengan irama hip-hop, rap. Berbeda dari generasi X yang
kadang merasa tak diharapkan untuk lahir (akibat tingginya angka aborsi), generasi Y
merasa bahwa kelahiran mereka memang dikehendaki orangtua. Namun generasi
Millennial ini merasakan pahitnya pelecehan terhadap anak dan pentingnya perlindungan
anak. Home schooling juga semakin popular untuk generasi ini. Budaya popular
mempengaruhi cara generasi Millennial berpakaian, menikmati musik, mengidolakan
karir seorang bintang, dan sebagainya. Generasi Millennial tidak terpaku hanya pada satu
merek atau brand. Mereka banyak berbelanja secara online. Akibat globalisasi dan
posmodernitas, generasi Millennial memandang kebenaran itu relatif, tidak mutlak.
Banyak orang dari generasi ini memahami Allah secara plural, dan memiliki spiritualitas
yang terbuka terhadap berbagai ekspresi iman yang valid dan banyak jalan menuju Allah.
Bahkan mereka merasa menjadi pengikut Yesus, dan bukan menjadi Kristen. Nilai-nilai
yang mereka miliki adalah perubahan, kepelbagaian, toleran. Berbeda dari generasi X,
generasi Millennial bukanlah generasi Seekers. Mereka siap berada dalam agama di mana
mereka dibesarkan, namun dengan cara pandang mereka sendiri, yang merelatifkan
kebenaran Allah pada situasi yang unik dan orang yang tertentu. Ibadah haruslah
merupakan ekspresi iman yang otentik, real, dan tulus.

Generasi Z, lahir yang 1995-2010, merupakan generasi yang akrab dengan alat-alat
komunikasi pintar (gadget), seperti smartphone, PC tablet, MP3 players, iPads, dan
sejenisnya. Mereka juga akrab dengan internet, World Wide Web, YouTube, Google,
berbagai platform dan media sosial. Mereka ingin di mana pun ada sambungan internet
sehingga mereka bisa always on. Generasi Z disebut juga iGeneration, Generasi Net, atau
Generasi Internet. Karena lahir dan dibesarkan di era digital, maka Gen Z sering disebut
digital natives. Gen Z banyak mengandalkan teknologi untuk berkomunikasi, bermain,
dan bersosialisasi. Mereka bisa mengekspresikan apa yang mereka rasakan dan pikirkan
secara spontan. Gen Z senang dengan dunia maya yang penuh tantangan, sekaligus
menarik dan menyenangkan. Maka mereka pun betah berlama-lama di dunia maya. Ciri-
ciri generasi Z di Amerika Serikat menurut White adalah sebagai berikut:
1) Recession Marked. Karena pengalaman resesi ekonomi dan politik, Generasi Z
memiliki rasa percaya diri yang besar untuk dapat melakukan segala sesuatu, mandiri dan
bersemangat sebagai wirausaha, sehingga ada banyak penemu muda dalam berbagai
bidang. Mereka tidak menyukai tatanan hirarkis. Mereka ingin melakukan perubahan.23
2) Wi-fi Enabled. Generasi Z menguasai internet serta teknologi informasi, yang
membawa perubahan cara komunikasi. Sebagai digital natives, generasi Z dapat memakai
waktu sekitar 9 jam per hari untuk menikmati media. Mereka juga sangat cepat
mendapatkan informasi.24
3) Multiracial. Migrasi dan perkawinan campur menyebabkan generasi Z menjadi
multirasial, atau percampuran ras. Maka generasi Z menggambarkan diri mereka sebagai

23
James Emery White, Meet Generation Z: Understanding and Reaching the New Post-Christian World, Grand
Rapids: Baker Books, 2017, 41.
24
James Emery White, Meet Generation Z: Understanding and Reaching the New Post-Christian World, 42-43.
24 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

warga dunia, yang terkoneksi dengan orang-orang di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan
mereka menjadi generasi yang mudah menerima perbedaan dan
bersikap inklusif.25
4) Sexually Fluid. Karena semakin diterimanya pernikahan sesama jenis, generasi Z
melihat setiap pribadi memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya. Maka
pandangan generasi Z tentang seksualitas adalah kebebasan setiap individu.26
5) Post-Christian. Generasi Z merupakan generasi yang sekuler, dan disebut
postChristian karena mempercayai Tuhan namun tidak melakukan peribadahan, serta
menolak untuk menjadi konservatif dan fundamentalis. Mereka mempertanyakan iman
secara mendalam, aktif mencari hal yang krusial mengenai iman mereka. Hasil penelitian
dari Barna research menyatakan bahwa sebanyak 78% dari generasi Z masih mempercayai
keberadaan Tuhan, namun setengah dari mereka yang kemudian menghadiri peribadahan.
Generasi Z menghargai cara orang beriman, tidak mempermasalahkan perbedaan
keyakinan, cenderung menjadi pribadi yang humanis atau sosialis.27

Generasi Alpha, yang lahir 2011-2025, semakin fasih dengan alat-alat komunikasi sejak
lahir, dan sangat familiar dengan dunia media digital. Mereka sadar kamera sejak lahir,
dan dapat berpose dengan baik. Namun konsentrasi belajar semakin singkat, terbukti
dengan apa yang terjadi selama belajar di rumah pada masa pandemi covid 19 ini.
Generasi Alpha memiliki lima ciri yaitu: digital, sosial, global, mobile, visual.28
1) Digital. Sama seperti generasi Z, generasi Alpha juga adalah digital natives. Sejak
lahir mereka sudah terbiasa dengan teknologi dan alat-alat komunikasi digital. Bahkan
generasi Alpha lebih fasih dengan dunia digital dibandingkan generasi Z. Mereka
mengerti manfaat gadget dan dengan cepat mampu mengoperasikannya. Bahkan mereka
tidak hanya difoto (pasif), melainkan ingin direkam dan mampu bergaya, serta menjadi
vlogger.
2) Sosial. Generasi Alpha mulai mengenal media sosial seperti Instagram, Snapchat,
TikTok, dan YouTube. Bahkan mereka sangat dipengaruhi apa yang mereka saksikan;
misalnya tokoh idola mempromosikan sesuatu, mereka menjadi sangat terpengaruh.
3) Global. Karena pengaruh dunia digital dan media sosial, “pergaulan” generasi
Alpha menjadi global. Mereka tahu apa yang terjadi di belahan bumi yang lain, yang
sedang menjadi trend. Maka mereka pun terpengaruh dengan trend itu.
4) Mobile. Generasi Alpha bergerak dengan cepat, berpindah dari satu hal ke hal
yang lain. Apapun pendidikan formal yang mereka tempuh, pada akhirnya mungkin
mereka akan bekerja di lapangan pekerjaan yang belum terpikirkan sekarang.
5) Visual. Generasi Alpha membaca dan belajar secara visual. Maka mereka
mengenal platform digital walau belum dapat membaca, karena yang mereka lihat adalah
gambar atau simbol. Demikian pula cerita bergambar, games, dan video yang sangat
visual sudah mereka kenal sejak dini.

25
James Emery White, Meet Generation Z: Understanding and Reaching the New Post-Christian World, 45-46.
26
James Emery White, Meet Generation Z: Understanding and Reaching the New Post-Christian World, 46-48.
27
James Emery White, Meet Generation Z: Understanding and Reaching the New Post-Christian World, 49.
28
Mark McCrindle dan Ashley Fell, Generation Alpha: Understanding Our Children and Helping Them Thrive.
London: Headline Publishing Group, 2021, 46-58.
25 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Penggabungan Psikologi Perkembangan dan Teori Generasi dalam Pembinaan Iman


Kategorial Usia

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam psikologi perkembangan


seseorang dilihat dari berapa usianya, sehingga ia memiliki ciri-ciri dan tugas
perkembangannya sesuai dengan usianya itu. Makin banyak usia seseorang, makin
berkembanglah ia ke arah kedewasaan. Sedangkan teori generasi melihat dari tahun
berapa seseorang dilahirkan, karena tahun kelahiran menunjukkan generasi seseorang,
yang memiliki ciri-ciri khusus sesuai dengan zamannya. Dengan mempertemukan kedua
teori tersebut, pembinaan iman dapat dilaksanakan dengan lebih lengkap dan mendalam
untuk memahami dan mengenal setiap orang dalam gereja.

Maka dalam pembinaan iman sebenarnya kita tidak dapat memilih hanya salah satu di
antara psikologi perkembangan dan teori generasi, karena keduanya saling melengkapi.
Psikologi perkembangan melihat dari sudut psikologi, sedangkan teori generasi melihat
dari sudut sosiologi. Dengan menggunakan keduanya diharapkan pembinaan iman dapat
semakin lengkap dalam melihat dan mengenali peserta didik. Dengan melihat kedua teori
tersebut maka pembinaan iman dapat menjelaskan mengapa pada usia yang sama
seseorang dari suatu generasi tidak persis sama dengan seseorang dari generasi yang lain.
Misalnya seorang ibu mengeluh mengapa anaknya yang berusia 15 tahun cara hidup dan
sikapnya berbeda dari diri ibu itu saat berusia 15 tahun dahulu. Tentu saja berbeda karena
situasi zaman atau generasinya berbeda. Saat si ibu berusia 15 tahun belum ada internet
dan dunia digital; berbeda dari anaknya yang setiap saat berada di dunia maya. Si ibu
berasal dari generasi X, si anak generasi Z. Pada saat sama-sama berusia 15 tahun, dunia
keduanya jauh berbeda. Perbedaan zaman ini kurang diperhatikan dan dipertimbangkan
oleh psikologi perkembangan, sehingga seakan-akan orang berusia 15 tahun dari generasi
apapun memiliki ciri dan tugas perkembangan yang sama. Psikologi perkembangan yang
berasal dari awal abad XX masih tetap dipakai tanpa revisi yang signifikan hingga abad
XXI ini.

Setelah melihat bahwa kedua teori sama-sama penting dan dapat dipakai bersama-sama,
lalu bagaimanakah melihat seseorang dari dua sudut pandang tersebut? Saya menyarankan
kita melihatnya dengan memakai matriks sebagai berikut:

Teori Generasi Usia pada tahun 2022 Psikologi Perkembangan


Alpha (lahir 2011-2025) 0-11 tahun Bayi hingga anak besar
Z (lahir 1995-2010) 12-27 tahun Remaja hingga dewasa muda
Y (lahir 1982-1994) 28-40 tahun Dewasa muda hingga dewasa
X (lahir 1963-1981) 41-59 tahun Dewasa
Boomer (lahir 1944-1962) 60-78 tahun Lansia
Silent (lahir 1925-1943) 79-97 tahun Lansia
GI (lahir 1906-1924) 98-116 tahun Lansia (sangat jarang)

26 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Matriks ini menunjukkan situasi pada tahun 2022 saja. Jika tahun bergeser, kemungkinan
besar ada perubahan signifikan yang terjadi. Mari kita bandingkan dengan tahun 2027;
Generasi seseorang tetap sama, tetapi usianya bertambah, sehingga kelompok usia pada
psikologi perkembangannya berubah.

Teori Generasi Usia pada tahun 2027 Psikologi Perkembangan


Alpha (lahir 2011-2025) 0-16 tahun Bayi hingga remaja
Z (lahir 1995-2010) 17-32 tahun Remaja hingga dewasa
Y (lahir 1982-1994) 33-45 tahun Dewasa
X (lahir 1963-1981) 46-64 tahun Dewasa hingga lansia
Boomer (lahir 1944-1962) 65-83 tahun Lansia
Silent (lahir 1925-1943) 84-102 tahun Lansia
GI (lahir 1906-1924) 103-121 tahun Lansia (amat sangat jarang)

Contoh: seorang yang lahir pada tahun 2005, yang termasuk generasi Z. Pada tahun 2022
ini ia adalah seorang remaja. Pada tahun 2027 ia menjadi pemuda. Jadi ada perkembangan
dalam psikologi perkembangan: dari remaja menjadi pemuda. Namun ia tetap generasi Z
dalam teori generasi.

Penggabungan Psikologi Perkembangan dan Teori Generasi dalam Pembinaan Iman


Intergenerasional

Kata sifat “intergenerational” berarti “existing or occurring between generations” atau


”occurring between or involving people of different age groups.”29 Jadi intergenerasional
berarti melibatkan orang-orang dari berbagai kelompok usia. Maka pembinaan iman
intergenerasional adalah pembinaan iman yang diikuti oleh semua generasi secara
bersama-sama. Jadi tidak ada pembagian kelas berdasarkan kategori usia.

Pembinaan iman kategorial usia yang sudah umum diterapkan di gereja-gereja memiliki
beberapa kelebihan, antara lain materi dan metode pembinaan iman disesuaikan dengan
usia peserta didik, sehingga mengena, menarik, dan mudah dipahami; peserta didik yang
homogen dari segi usia juga mempermudah fasilitator/ pembina untuk mempersiapkan
materi dan metode pembinaan iman. Setelah lama terbenam dalam rutinitas pembinaan
iman berdasarkan kategori usia, pada awal abad 21 ini muncul kesadaran baru bahwa
pembinaan iman kategorial usia ternyata memiliki beberapa kelemahan. Dengan adanya
pembinaan iman kategorial usia maka gereja menjadi terkotak-kotak. Apa yang terjadi
dengan pembinaan iman anak, misalnya, tidak diketahui oleh usia lanjut; apa yang terjadi
dengan pembinaan iman usia lanjut tidak diketahui oleh remaja, dan seterusnya. Tiap
komisi kategorial usia hanya mengerti komisinya sendiri, dan kurang komunikasi atau
perhatian terhadap komisi-komisi lain. Muncul juga keluhan adanya kesulitan pembinaan
iman berjenjang: muncul masalah pada saat anak pindah ke remaja, remaja pindah ke
pemuda, pemuda pindah ke dewasa, dan dewasa pindah ke usia lanjut. Keluhan terbesar
adalah hilangnya para pemuda dari gereja (khususnya gereja arus utama). Setelah remaja,
29
https://www.merriam-webster.com/dictionary/intergenerational
27 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

mereka disibukkan oleh kuliah, atau kuliah di luar kota, atau pindah ke gereja lain dengan
berbagai alasan. Kekuatiran pun muncul: bagaimana masa depan gereja jika pemudanya
banyak yang hilang?

Sebenarnya sejak abad XX pun sudah ada kesadaran pentingnya pembinaan iman
intergenerasional. Jadi pembinaan iman kategorial usia dikombinasikan dengan
pembinaan iman intergenerasional. Ada saat-saat tertentu di mana pembinaan iman
dilaksanakan secara kategorial usia, dan ada saat-saat tertentu di mana pembinaan iman
dilaksanakan secara bersama-sama untuk semua usia. Pembinaan iman intergenerasional
biasanya dilaksanakan pada saat bulan keluarga (dengan acara-acara bersama), atau hari-
hari raya gerejawi (perayaan Natal, Paskah), atau camp pembinaan untuk keluarga (ada
sesi bersama, ada kapita selekta berdasarkan kategori usia).

Pembinaan iman intergenerasional dibahas dalam buku berjudul Intergenerational


Religious Education, yang ditulis James White pada tahun 1988.30 Ia mendefinisikan
pendidikan religious intergenerasional sebagai berikut:
Intergenerational religious education is two or more different age groups of people in a
religious community together learning/ growing/ living in faith through incommon-
experiences, parallel-learning, contributive-occasions, and interactive sharing.31

Dalam buku ini psikologi perkembangan tetap dipakai dan dipertimbangkan dalam
pembinaan iman intergenerasional, namun tidak secara eksklusif. Jadi ada bagian dari
pembinaan iman yang khusus untuk usia tertentu, ada pula bagian dari pembinaan iman
yang dilakukan secara bersama-sama lintas generasi. Bentuk-bentuk pembinaan iman
lintas generasi adalah family group, weekly class, workshop or event, worship service,
worship-education program, all-congregation camp.32

Menyadari kepelbagaian generasi yang ada bersama-sama dalam gereja, menyebabkan


pembinaan iman intergenerasional memiliki tantangan dan peluang yang luas. Tantangan,
karena gereja yang sudah terbiasa dengan pembinaan iman kategorial usia merasa sulit
untuk berubah menjadi intergenerasional. Belum apa-apa mungkin saja gereja sudah
merasa tak mampu atau tak mungkin, sehingga enggan untuk mencoba. Inilah tantangan
yang terbesar. Padahal pembinaan iman intergenerasional memiliki peluang yang sangat
besar, yaitu mengembangkan cara pandang gereja yang menyatu. Ekklesiologi (ilmu
tentang gereja) dikembalikan sebagai kesatuan, bukan pengkotak-kotakan. Sama seperti
gereja perdana yang merupakan gereja keluarga, gereja intergenerasional juga adalah
gereja keluarga – keluarga dalam arti luas, yaitu kebersamaan dan menyatunya semua
orang dari berbagai generasi. Pembinaan iman intergenerasional juga menghilangkan
30
James W. White, Intergenerational Religious Education. Birmingham, Alabama: Religious Education Press,
1988.
31
James W. White, Intergenerational Religious Education, 18.
32
James W. White, Intergenerational Religious Education, 33.
28 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

perasaan gagal “menaikkan” seseorang dari satu kategori usia ke kategori berikutnya
dalam pembinaan, termasuk untuk penyandang disabilitas intelektual dan mental. Lalu
bagaimanakah cara pengembangan pembinaan iman intergenerasional? Tidak boleh ada
salah satu generasi yang dominan. Semua generasi harus sederajat dalam berpartisipasi,
disapa, dan mendapat tempat. Tidak ada yang tersisih. Semua menikmati kehidupan
bergereja yang menyenangkan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan iman intergenerasional ialah:
• Pembelajaran dengan model mentoring. Menurut Menconi, generasi GI dan Silent
menjadi mentor generasi X, sedangkan Boomers menjadi mentor generasi Millennial. 33
Melalui mentoring tiap generasi saling belajar satu sama lain.
• Pembelajaran dengan topik-topik yang menarik bagi semua generasi. Misalnya
budaya populer, teknologi, tujuan hidup, dsb.
• Pembelajaran antar generasi. Orangtua dan kakek-nenek menjadi guru moral dan
spiritual dalam kehidupan anak dan remaja.
• Pembinaan iman dalam keluarga. Gereja menyediakan berbagai materi pembinaan
iman yang dapat dilakukan dalam keluarga.
• Pengembangan Sekolah Minggu menjadi pembinaan iman integenerasional. Guru
Sekolah Minggu terdiri dari berbagai generasi, sehingga anak terbiasa dengan suasana
intergenerasional. Misalnya remaja menjadi pengiring pujian, sedangkan pemuda, dan
orang dewasa mengajar.
• Acara berbagi cerita. Lansia dapat menceritakan pengalaman hidup mereka kepada
generasi yang lebih muda, dan sebaliknya.
• Festival film, musik, atau seni untuk semua generasi.
• Pembelajaran juga mencakup aksi sosial di tengah masyarakat yang dapat
dilaksanakan secara intergenerasional.

Spektrum antara Pembinaan Iman Kategorial Usia dan Pembinaan Iman


Intergenerasional

Lalu bagaimana posisi kedua model Pembinaan iman ini? Titik berangkat adalah realita
bahwa selama ini model yang dipakai adalah Pembinaan iman kategorial usia. Dari situ
kita dapat membuat peta dalam bentuk spektrum dari Pembinaan iman kategorial usia
mengarah ke Pembinaan iman intergenerasional. Setiap jemaat/ gereja dapat melihat diri
sendiri berada di mana dan akan mengarah ke mana. Gradasi menunjukkan perbedaan
yang dinamis dan tidak hirarkhis. Tidak ada ketentuan harus urut mulai dari yang pertama
kemudian kedua, ketiga dst. Bisa saja melompat dari no. 1 ke 3 atau 4. Namun makin jauh
lompatannya, makin banyak tantangannya, karena banyak orang yang resisten terhadap
perubahan – apalagi perubahan drastis dari no. 1 menjadi no. 6. Gradasi ini juga berfungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan kedua model Pembinaan iman.

1. Pembinaan Iman Kategorial Usia

33
Peter Menconi. The Intergenerational Church: Understanding Congregations from WWII to www.com., 193.
29 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Model ini yang sangat familiar di banyak gereja di Indonesia. Dalam rangka Pembinaan
iman kategorial usia dibentuklah komisi-komisi kategorial usia. Untuk mengenal peserta
didik, guru/ pembimbing/ pendamping dibekali dengan psikologi perkembangan sesuai
dengan kelompok usia yang dibina. Sekarang ini dapat ditambahkan teori generasi,
khususnya pada generasi peserta didik, agar guru/ pembimbing/ pembina semakin
mengenal peserta didik.

2. Pembinaan Iman Kategorial Usia yang Menyadari Aspek Intergenerasional di


dalamnya
Pembinaan iman dilaksanakan secara kategori usia, namun guru/ pembimbing/
pendamping menyadari kemungkinan perbedaan generasi antara dirinya dan peserta didik.
Walaupun ia pernah berada pada usia peserta didik, ternyata ciri-ciri dan tugas
perkembangan pada usia itu tidak persis sama antara yang ia alami dengan situasi peserta
didik sekarang yang berada pada era digital misalnya. Jadi kedua teori (psikologi
perkembangan dan teori generasi) dipakai bersama-sama.

3. Pembinaan Iman Kategorial Usia yang Memperhatikan Kategori Usia Lainnya


Pembinaan iman dilaksanakan secara kategori usia, namun guru/ pembimbing/
pendamping memperhatikan kelompok usia sebelum dan sesudahnya. Mungkin ada
perbedaan dalam psikologi perkembangan, namun sama dalam teori generasi. Misalnya
remaja dan pemuda berbeda secara psikologi perkembangan, namun saat ini sama-sama
merupakan Generasi Z. Jadi ada perbedaan dan persamaan antara remaja dan pemuda.
Maka pembimbing remaja perlu memperhatikan hal ini, agar dapat membimbing remaja
menuju masa pemuda.

4. Pembinaan Iman Intergenerasional Secara Terbatas


Pembinaan iman dilaksanakan secara intergenerasional namun terbatas pada generasi
tertentu saja. Sebagai contoh, biasanya istilah generasi muda menunjuk pada kelompok
usia anak, remaja, dan pemuda, yang dapat melakukan pembinaan iman secara
bersamasama. Atau Sekolah Minggu yang diikuti juga oleh orangtua anak Sekolah
Minggu menunjukkan ada dua generasi berbeda yang berada bersama. Contoh lain adalah
pembinaan iman dalam keluarga, yang diikuti oleh semua anggota keluarga dari berbagai
usia. Di luar kelompok-kelompok intergenerasional terbatas ini masih ada Pembinaan
iman kategorial usia.

5. Pembinaan Iman Intergenerasional pada Momen Tertentu


Pembinaan iman dilaksanakan secara intergenerasional, namun hanya pada momenmomen
tertentu, misalnya pada bulan keluarga atau Perjamuan Kudus di gereja-gereja yang
mengikutsertakan anak (paedocommunion). Di luar momen-momen itu pembinaan iman
dilaksanakan secara kategorial usia.

6. Pembinaan Iman Intergenerasional

30 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Pembinaan iman dilaksanakan secara intergenerasional saja, tidak ada lagi pembinaan
iman kategorial usia. Dengan demikian tidak ada lagi komisi-komisi kategorial usia. Inilah
perubahan yang sangat besar dibanding model pembinaan iman kategorial usia yang sudah
biasa dipakai selama ini.

Pada akhirnya, manakah model yang tepat? Silakan setiap jemaat memilih model yang
cocok untuk konteksnya. Tidak perlu ada penyeragaman, sebab situasi dan kondisi tiap
jemaat berbeda-beda.

Penutup

Pembinaan iman intergenerasional merupakan model pembinaan yang penting untuk


dikembangkan di gereja, agar seluruh warga jemaat merasakan kesatuan sebagai tubuh
Kristus, dan tidak terkotak-kotak dalam pembinaan kategorial usia. Pembinaan iman
intergenerasional tidak harus menggantikan kategorial usia; keduanya dapat dijalankan
bersama-sama. Sebagai dasar teoritisnya, dapat dipakai dua teori yaitu psikologi
perkembangan dan teori generasi. Ada setidaknya enam cara pelaksanaannya yang
merupakan gradasi yang dapat dipilih jemaat sesuai konteks, situasi, dan kondisinya.

31 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Daftar Pustaka

Allen, Holly Catterton, dan Christine Lawton Ross, 2012. Intergenerational Christian
Formation: Bringing the Whole Church Together in Ministry, Community and Worship.
Downers Grove, Illinois: IVP Academic.
Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen,
jilid II, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1997.
Cremers, Agus, 1995. Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler.
Yogyakarta: Kanisius.
Erikson, Erik, 2010. Childhood and Society. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kohlberg, Lawrence, 1996. Tahap-tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Lynn, Robert W. and Elliott Wright. The Big Little School: 200 Years of the Sunday School.
Birmingham and Nashville: Religious Education Press and Abingdon Press, 1971.
Mannheim, Karl, 1952. "The Problem of Generations". In Kecskemeti, Paul (ed.). Essays on
the Sociology of Knowledge: Collected Works, Volume 5. New York: Routledge. p. 276–
322.
McCrindle, Mark dan Emily Wolfinger, 2009. The ABC of XYZ. Sydney: UNSW.
McCrindle, Mark dan Ashley Fell, 2021. Generation Alpha: Understanding Our Children
and Helping Them Thrive. London: Headline Publishing Group.
Menconi, Peter, 2010. The Intergenerational Church: Understanding Congregations from
WWII to www.com. Littleton, CO: Mt. Sage Publishing.
Prianggoro, Hasto, 2012. Mendampingi Anak Generasi Gadget. Tabloid Nova, Rabu, 7
November 2012. Diunduh dari
http://female.kompas.com/read/2012/11/07/09360668/Mendampingi.Anak.Generasi. Gadget
Putra, Yanuar Surya, 2016. “Theoretical Review: Teori Perbedaan Generasi.” Among
Makarti. Vol. 9 No.18, Desember 2016.
Suparno, Paul, 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.
Vanderwell, Howard (Ed.), 2008. The Church of All Ages: Generations Worshiping
Together. Herndon, Virginia: The Alban Institute.
White, James Emery, 2017. Meet Generation Z: Understanding and Reaching the New
PostChristian World. Grand Rapids: Baker Books.
White, James W., 1988. Intergenerational Religious Education. Birmingham, Alabama:
Religious Education Press.

32 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

SARAN KEGIATAN BULAN KELUARGA


1. Bidang Persekutuan unsur kategorial
Perjumpaan dan Kordinasi Pengurus bidang kategorial unsur kategorial
KPAR, KPPM, KPPW, Adi Yuswo (bisa melibatkan unsur kategorial lainnya, seperti
keluarga muda, atau komisi bapak-bapak)
Perjumpaan dan Kordinasi bertujuan para pengurus bidang persekutuan unsur kategorial
dapat berdiskusi tentang pelaksanaan bulan keluarga. Diharapkan dalam pelaksanaan bulan
keluarga dapat dengan melibatkan semua unsur kategorial. Hal-hal yang dapat dijadikan
landasan diskusi bulan keluarga:
 Pendekatan Intergenerasi (Makalah dari Pdt. Prof Tabita)
 Saran Kegiatan intergenerasi (sesuai saran dari makalah Pdt. Prof Tabita)
• Pembelajaran dengan topik-topik yang menarik bagi semua generasi. Misalnya
budaya populer, teknologi, tujuan hidup, dsb.
• Pembelajaran antar generasi. Orangtua dan kakek-nenek menjadi guru moral dan
spiritual dalam kehidupan anak dan remaja.
• Pembinaan iman dalam keluarga. Gereja menyediakan berbagai materi pembinaan
iman yang dapat dilakukan dalam keluarga.
• Pengembangan Sekolah Minggu menjadi pembinaan iman integenerasional. Guru
Sekolah Minggu terdiri dari berbagai generasi, sehingga anak terbiasa dengan suasana
intergenerasional. Misalnya remaja menjadi pengiring pujian, sedangkan pemuda, dan
orang dewasa mengajar.
• Acara berbagi cerita. Lansia dapat menceritakan pengalaman
hidup mereka kepada generasi yang lebih muda, dan sebaliknya.
• Festival film, musik, atau seni untuk semua generasi.
• Pembelajaran juga mencakup aksi sosial di tengah
masyarakat yang dapat dilaksanakan secara intergenerasional.
2. Altar Keluarga
Berdoa tidak hanya membutuhkan konsentrasi dalam hal berdoa,
melainkan juga perlu menyiapkan ruang khusus untuk berdoa pada
Tuhan. Menyiapkan ruang khusus tidak harus berupa ruangan,
namun juga bisa dalam arti membuat altar doa, menyiapkan meja,
salib, lilin dan alkitab terbuka. Mezbah ini diharapkan membantu
pusat doa dan juga sebagai presentasi (simbol) kehadiran kekudusan
Tuhan.
3. Doa Harian Keluarga
Doa Harian adalah wujud bagaimana keluarga dan setiap anggota di
dalamnya harus senantiasa berdoa. Doa adalah nafas kehidupan
orang percaya. Begitu juga dalam tradisi gereja. Hendaknya setiap
keluarga tetap teguh dalam melakukan doa harian bersama anggota
keluarga lainnya. Majelis Agung telah memiliki tuntunan doa
harian yang pernah diterbitkan pada tahun 1991. Buku Doa Harian
tersebut, berisikan doa-doa orang saleh yang telah dipilih dan
disadur dari berbagai sumber (Bisa didapatkan di korpotase
GKJW, Kirstantimarta
Korpotase MA, 085645295495)

4. Foto Keluarga

33 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Panitia Bulan Keluarga menyediakan majalah dinding yang ada di gereja. Setiap anggota
keluarga dalam jemaat dapat menempelkan foto keluarga di majalah dinding tersebut.
5. Ibadah Keluarga
Ibadah keluarga sering dilakukan dan menjadi sarana memperkuat persekutuan. Dalam bulan
keluarga tersebut. Hendaknya setiap ibadah keluarga benar-benar dilayani oleh keluarga,
dapat melibatkan suami, isteri, dan anak.

34 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Doa Harian
Tata Ibadah Doa Harian (Bisa disesuaikan dengan kebutuhan keluarga masing-masing)
Doa harian ini dimulai ketika pembukaan bulan
keluarga sampai berakhirnya bulan keluarga 30 Juni –
3 Agustus 2022
a. Mengambil Saat Teduh sejenak
Secara bergantian anggota keluarga bergantian
memimpin dalam Doa Harian Keluarga
b. Nyanyian Pembukaan
c. Pembacaan Alkitab
Bisa mengambil di Buku Insan Mengungkap Hati
kepada KhalikNya atau dipandu oleh salah satu
anggota keluarga untuk memimpin doa
d. Doa
Bisa mengambil di Buku Insan Mengungkap Hati
kepada KhalikNya atau dipandu oleh salah satu
anggota keluarga untuk memimpin doa
e. Nyanyian Penutup

35 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Tata Ibadah Pembukaan Bulan Keluarga


“Keluarga yang ikut serta karya Allah”
I. PERSIAPAN
1. Tata Ibadah Pembukaan Bulan Keluarga diambil dari Ibadah Minggu Kontekstual. Tim
Tata Ibadah Pembukaan Bulan Keluarga dan Majelis Jemaat berkumpul di konsistori untuk
menjelaskan tentang ibadah kontekstual yang akan dilakukan, baik latar belakang, tata
laksana ibadah, dan pelayan-pelayan ibadah yang terlibat.
2. Pelayan dan Petugas Ibadah berdoa dan menyanyikan 1 lagu sesuai dengan tema keluarga
yang dipilih.
3. Persiapan masuk ibadah:
Bagian ini terdiri dari:
a) Foto-foto atau video pengantar (bagi jemaat yang memiliki multimedia).
b) Simbol benda yang mengarahkan pada nuansa kontekstual ditata di tempat ibadah sesuai
penataan tim ibadah kontekstual.
c) Penjelasan bahwa hari ini akan dilayankan Ibadah pembukaan bulan keluarga dan
penjelasan umum tentang konteks tersebut. Ibadah pembukaan bulan keluarga dilakukan
dengan melibatkan semua unsur kategorial
d) Majelis jemaat mengajak umat berdiri dan menyanyi
e) Iring-iringan pelayan masuk ruang ibadah. Iringan dapat didahului oleh penari (anak-
remaja) atau pembawa simbol khusus yang diletakkan bersama simbol lain di tempat yang
telah ditentukan oleh tim ibadah kontekstual.
f) Koordinator Ibadah menyerahkan Alkitab dan bersalaman dengan Pelayan Ibadah.
II. TATA LAKSANA IBADAH
Umat Menyanyikan Kidung Ria 117:1,3 Aku Bocah Rahayu
1. Lah aku bocah rahayu aku kudu ngidung 3. Lah aku bocah rahayu saiba bungahku
Duwe omah lan wong tuwa sadulur lan Saben-saben dina aku nampani piwuruk
mitra Saka wong tuwa lan guru
Ngarah apa maneh aku Lah aku bocah rahayu
Aku bocah kang rahayu

1. Panggilan Masuk dalam Persekutuan (Umat Berdiri)


Pelayan : “Umat Tuhan hidup dan dipanggil untuk bertumbuh dalam konteks hidup mereka.
Tuhan menghadirkan semuanya untuk mewujudkan karya kerajaan-Nya.”
Umat : “Kami siap hidup dan bertumbuh di mana Tuhan menempatkan kami.”
Umat : Menyanyi, Mahda Bakti 477 Tuhan Sumber Gembiraku
(Jika kondisi memungkinkan umat diajak untuk bergandengan tangan)
Reff: Semua bunga ikut bernyanyi
Gembira hatiku
Segala rumput pun riang tia
Tuhan sumber gembiraku
Semua jalan di dunia menuntunmu ke surga
Desiran angin nan mesra mengayunmu ke surga---Reff
Semua lorong di bumi haruslah kau jalani
Bersama dengan sesama menuju pada Bapa---Reff
Semua pematang swah menanti telapakmu
Derita ria bersama meringankan langkahmu---Reff
Semua roda hidupmu mendambakan imanmu
Di perjamuan abadi Bapa sudah menanti---Reff

36 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

2. Narasi Konteks (Umat Duduk)


Pelayan : Gereja adalah keluarga Allah. Setiap kita, baik anak-remaja, pemuda, wanita,
laki-laki, dan Adi Yuswo adalah bagian dari keluarga Allah yang disebut sebagai gereja. Oleh
karena itu pada ibadah pembukaan bulan keluarga melibatkan seluruh persekutuan. Jadilah
anggota keluarga yang saling menyapa, saling mengasihi, saling menguatkan dan tidak
terasing satu dengan lainnya, karena kita semua adalah keluarga-keluarga Allah.
3. Kehadiran Tuhan di Tengah Konteks (Umat Berdiri)
Pelayan : “Tenanglah! Ini Aku jangan takut!” (Mrk. 6:50)
Pelayan : Kita semua adalah keluarga yang dibangun dari perbedaan. Seringkali
perbedaan menjadi penghalang kita untuk bersatu. Seringkali ukuran generasi menjadi
patokan bagi generasi lainnya, selera musik, selera himne, membuat kita terasing dengan
yang lain. Jadikan perbedaan sebagai bagian dari keindahan, anak-remaja memiliki kekhasan,
pemuda dengan generasi dan pemikirannya, wanita dan laki-laki yang berkeluarga memiliki
generasi yang berbeda dengan yan lain, dan lanjut usia juga memiliki kekhasan. Perbedaan-
perbedaan ini harus kita jadikan pemersatu, sebab Allah berfirman demikian, “janganlah
takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan
meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan
kanan-Ku yang membawa kemenangan.” (Yes. 41:10)
(Drama tentang Keluarga dalam persekutuan – setiap anggota keluarga aktif di dalam
pelayanan di komisi masing-masing namun tidak pernah bertegur sapa di dalam kehidupan
rumah tangga – yang diperankan oleh semua anggota keluarga atau Paduan Suara Adi Yuswo
yang bertemakan keluarga)
Umat : PKJ 200 Ku Diubahnya
 ‘Ku diubahNya saat ‘ku berserah, Kegemaran lama t’lah lenyap
berserah kepada Yesus. dan yang baru lebih berkenan.
‘Ku diubahNya hingga jadi baru ‘Ku diubahNya saat ‘ku berserah
dan menjadi milikNya. dan menjadi milikNya!

(Jika kondisi memungkinkan setelah nyanyian berakhir, pelayan mengajak umat untuk
memberi salam damai kepada semua orang/disekitar kita/depan, belakang, kiri dan kanan)
(Umat Duduk)
4. Pelayanan Firman Tuhan (Umat Duduk)
a. Doa Epiklese
b. Pembacaan Alkitab
Pembacaan Alkitab dilakukan melibatkan semua kategorial (anak, pemuda, wanita, bapak-
bapak, Adi Yuswo)
(Setelah pembacaan Firman Tuhan dapat dinyanyikan tanggapan umat: “Hosiana”,
“Maranatha”, “Haleluya” atau dengan tanggapan yang lain).
c. Khotbah
(Pelayan Firman berkordinasi dengan pamong untuk dapat berkolaborasi ketika penyampaian
firman, bisa menggunakan panggung boneka, atau bisa juga berdialog dengan anak dan Adi
Yuswo.
d. Saat Teduh – Refleksi Pribadi
e. Pengakuan Iman (Umat Berdiri)
Bisa dalam bentuk Pengakuan Iman Rasuli, Nicea-Konstantinopel, atau Nyanyian Pengakuan
Iman (KJ. 280, Nyanyian Pengakuan Iman dalam Kidung Kontekstual GKJW).

37 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

5. Doa Syafaat
Setiap pokok doa diwakili oleh generasi yang berbeda
Anak : Berdoa untuk keluarga
Remaja : Berdoa untuk persekutuan gereja
Pemuda : Berdoa untuk kehidupan persekutuan dengan alam
Wanita : Berdoa untuk kehidupan bangsa dan negara
Lansia : Berdoa untuk kehidupan pribadi (kesehatan dan penyertaan)
Pelayan : “Kami satukan doa kami dalam doa yang diajarkan oleh
Puteramu …” (Doa Bapa Kami – sebaiknya dinyanyikan)
6. Ungkapan Syukur/ Persembahan
a. Pemandu persembahan membacakan ayat pengantar persembahan
b. Pemberian persembahan diiringi nyanyian
c. Pemandu persembahan memimpin doa persembahan (Umat Berdiri)
7. Pengakuan dan Tekad Bersama (Umat Berdiri)
Pelayan : “Engkau berada di dunia tetapi bukan dari dunia.”
Umat : “Sungguh kami ini milik Allah!”
Anak-anak : Kami juga milik Allah
Pemuda : Kehidupan kami untuk kemuliaan Tuhan
Wanita : Engkaulah Allah yang membumi bagi kami
Lansia : Kami mohon penyertaan Allah
Pelayan : “Kembalilah ke dalam kehidupanmu! Jawablah pertanyaan Tuhan bagimu,
“Siapakah yang akan Kuutus dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” (Yes. 6:8)
Umat : “Ini aku, utuslah aku!” (Yes. 6:8)
Pelayan : “Imanuel! Allah beserta kita!”, jadilah keluarga Allah di mana setiap orang di
dalam persekutuan harus menyebarkan dan memancarkan kasih bagi setiap sesamanya baik
sesama manusia dan sesama ciptaan
Umat : menyanyikan Kidung Ria 134 Oh Tuhan Bila Aku Merenungkan
1. Oh Tuhan bila aku renungkan 2.Andaikan aku dapat persembahkan
Terpesona keagunganMu kepadaMu alam semesta
Hatiku tersayat hampa dan pedih kasihMu yang suci tetap
Aku insan tak berarti menuntut seluruh tubuh jiwaku
Reff: Tuhanku korbanMu
Lenyapkan banggaku
Rasa kasih mesra padaMu
Junjunganku
Ku berjanji, insyaf, kini,
Taat setiap hari

8. Berkat
Pelayan : Menyampaikan berkat
Umat : Menyanyi Kidung Ria 139 Saestu Bingah (dinyanyikan 2x) medley dengan PKJ
216: 1 Berlimpah Sukacita dihatiku (dinyanyikan 2x)
Kidung Ria 139 Saestu Bingah PKJ 216:1 Berlimpah Sukacita dihatiku
Saestu bingah nderek Gusti Berlimpah sukacita di hatiku,
Saestu bingah nderek Gusti di hatiku, di hatiku.
Saestu bingah nderek Gusti Berlimpah sukacita di hatiku,
Bingah sealminya tetap di hatiku!

38 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Reff:
Aku bersyukur bersukacita,
kasih Tuhan diam di dalamku.
Aku bersyukur bersukacita,
kasih Tuhan diam di dalamku.

III. PENUTUP
a. Pelayan Ibadah menyerahkan Alkitab kepada Koordinator Ibadah.
b. Seluruh petugas kembali berdoa bersama di konsistori mengakhiri pelayanan mereka.

39 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Tata Ibadah Penutupan Bulan Keluarga


“Keluarga yang ikut serta karya Allah”

I. PERSIAPAN
1. Tim Ibadah Penutupan Bulan Keluarga dan Majelis Jemaat berkumpul di konsistori untuk
menjelaskan tentang ibadah penutupan bulan keluarga yang akan dilakukan, baik latar
belakang, tata laksana ibadah, dan pelayan-pelayan ibadah yang terlibat, bahwa “Ibadah
Penutupan Bulan Keluarga dilakukan secara intergenerasi (melibatkan semua unsur
kategorial)
2. Pelayan dan Petugas Ibadah berdoa dan menyanyikan 1 lagu sesuai dengan tema keluarga
yang dipilih.
3. Persiapan masuk ibadah:
Bagian ini terdiri dari:
a) Foto-foto atau video pengantar (bagi jemaat yang memiliki multimedia).
b) Simbol benda yang mengarahkan pada nuansa kontekstual ditata di tempat ibadah sesuai
penataan tim ibadah kontekstual.
c) Penjelasan bahwa hari ini akan dilayankan Ibadah pembukaan bulan keluarga dan
penjelasan umum tentang konteks tersebut. Ibadah pembukaan bulan keluarga dilakukan
dengan melibatkan semua unsur kategorial
d) Majelis jemaat mengajak umat berdiri dan menyanyi
e) Iring-iringan pelayan masuk ruang ibadah. Iringan dapat didahului oleh penari (anak-
remaja) atau pembawa simbol khusus yang diletakkan bersama simbol lain di tempat yang
telah ditentukan oleh tim ibadah kontekstual.
f) Koordinator Ibadah menyerahkan Alkitab dan bersalaman dengan Pelayan Ibadah.

II. TATA LAKSANA IBADAH


Umat Menyanyikan PKJ 16: 1,2 Mari Kawan, Kawan Nyanyi Gembira
Reff: 1. Nyanyikan kasih Yesus
Mari, kawan-kawan, nyanyi gembira, Gaungkan sukaNya
gembira mengikuti bunyi lagunya. Maklumkan nama Yesus.
Mari, kawan-kawan, nyanyi gembira, Mari, kawan-kawan, nyanyi gembira!
Supaya isi dunia mendengarkannya. (Kembali ke Reff)
2. Suka bagai t’rang surya,
suka bagai embun,
suka bagai pelangi,
mari, kawan-kawan, nyanyi gembira!
(Kembali ke Reff)

1. Panggilan Masuk dalam Persekutuan (Umat Berdiri)


Pelayan : “Setiap diri kita dipanggil Allah untuk bersekutu, baik dalam persekutuan gereja
dan persekutuan keluarga. Sebagai manusia yang bersekutu, sudah seharusnya diri kita
terarah bagi yang lain”
Umat : “Kami siap hidup dan bertumbuh di mana Tuhan menempatkan kami.”
Umat : Kidung Ria 9 Bertemu Dalam Kasihnya
Bertemu dalam kasihnya, berkumpul dalam anugrahNya.
Bersukacita semua di dalam rumah Tuhan
40 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW
Oh saudaraku dan kau sahabatku
Tuhan cinta dan mengasihimu
mari bersukacita semua di dalam rumah Tuhan

2. Narasi Konteks (Umat Duduk)


Narasi konteks ini dilakukan dengan drama singkat, Siapa yang terbesar dalam kerajaan
Surga
Ada sebuah salib dengan mahkota di depan. Muncullah suara “Siapa yang terbesar dalam
Kerajaan Surga? Tiba-tiba ada nyanyian Kidung Ria 123. E, E, E, Lihat Saya. Ketika lagu ini
dinyanyikan muncullah anak-anak mengambil mahkota disalib tersebut. Begitu juga dengan
pemuda, wanita, dan lanjut usia. Semua mengklaim mahkota salib tersebut sambil
menyanyikan lagu kidung ria 123. E, E, E, Lihat Saya
3. Kehadiran Tuhan di Tengah Konteks (Umat Berdiri)
Pelayan : Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-
tengah mereka, lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat
dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga
Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang
terbesar dalam Kerajaan Sorga Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam
nama-Ku, ia menyambut Aku. Mat 18:2-5
Pelayan : Tugas kita semua bukan mengklaim siapa yang memiliki dan terbesar dalam
Kerajaan Surga. Tetapi bagaimana tugas kita menyebarkan kerajaan Surga itu kepada yang
lain, khususnya pada generasi sesudah kita. Kerajaan Surga bukanlah perkara, aku, kamu,
atau mereka, melainkan kami karena kerajaan surga mengharuskan kita untuk mengabarkan
kepada yang lain. Allah mengutus kita untuk menyebarkan kerajaan surga.
Umat : KJ 428:1,6 Lihatlah Sekelilingmu
1.Lihatlah sekelilingmu pandanglah ke 6.Apa kita pun terpilih
ladang-ladang mengerjakan tugas itu
Yang menguning dan sudah matang, sudah Kita juga dipilih Tuhan
matang untuk dituai dan diutus ke dalam dunia
Reff: Lihatlah sekelilingmu, pandanglah ke ladang-ladang
Yang menguning dan sudah matang, sudah matang untuk dituai

(Jika kondisi memungkinkan setelah nyanyian berakhir, pelayan mengajak umat untuk
memberi salam damai kepada semua orang/disekitar kita/depan, belakang, kiri dan kanan)
(Umat Duduk)
4. Pelayanan Firman Tuhan (Umat Duduk)
a. Doa Epiklese
b. Pembacaan Alkitab
Pembacaan Alkitab dilakukan melibatkan semua kategorial (anak, pemuda, wanita, bapak-
bapak, Adi Yuswo)
(Setelah pembacaan Firman Tuhan dapat dinyanyikan tanggapan umat: “Hosiana”,
“Maranatha”, “Haleluya” atau dengan tanggapan yang lain).
c. Khotbah
(Pelayan Firman bisa mengajak dialog perwakilan kategorial anak-remaja, pemuda, wanita,
dan lanjut usia, atau bisa menggunakan yang lain)
d. Saat Teduh – Refleksi Pribadi
e. Pengakuan Iman (Umat Berdiri)

41 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Bisa dalam bentuk Pengakuan Iman Rasuli, Nicea-Konstantinopel, atau Nyanyian Pengakuan
Iman (KJ. 280, Nyanyian Pengakuan Iman dalam Kidung Kontekstual GKJW).
5. Doa Syafaat
Setiap pokok doa diwakili oleh generasi yang berbeda
Anak : Berdoa untuk keluarga
Remaja : Berdoa untuk persekutuan gereja
Pemuda : Berdoa untuk kehidupan persekutuan dengan alam
Wanita : Berdoa untuk kehidupan bangsa dan negara
Lansia : Berdoa untuk kehidupan pribadi (kesehatan dan penyertaan)
Pelayan : “Kami satukan doa kami dalam doa yang diajarkan oleh
Puteramu …” (Doa Bapa Kami – sebaiknya dinyanyikan)
6. Ungkapan Syukur/ Persembahan
a. Pemandu persembahan membacakan ayat pengantar persembahan
b. Pemberian persembahan diiringi nyanyian
c. Pemandu persembahan memimpin doa persembahan (Umat Berdiri)
7. Pengakuan dan Tekad Bersama (Umat Berdiri)
Pelayan : “Engkau berada di dunia tetapi bukan dari dunia.”
Umat : “Sungguh kami ini milik Allah!”
Anak-anak : Kami juga milik Allah
Pemuda : Kehidupan kami untuk kemuliaan Tuhan
Wanita : Engkaulah Allah yang membumi bagi kami
Lansia : Kami mohon penyertaan Allah
Pelayan : “Kembalilah ke dalam kehidupanmu! Jawablah pertanyaan Tuhan bagimu,
“Siapakah yang akan Kuutus dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” (Yes. 6:8)
Umat : “Ini aku, utuslah aku!” (Yes. 6:8)
Pelayan : “Imanuel! Allah beserta kita!”, jadilah keluarga Allah di mana setiap orang di
dalam persekutuan harus menyebarkan dan memancarkan kasih bagi setiap sesamanya baik
sesama manusia dan sesama ciptaan
Umat : menyanyikan PKJ 288:1,2 Inilah Rumah Kami
1.  Inilah rumah kami, 4.  Buatlah rumah kami
rumah yang damai dan senang; menjadi taman yang sejuk,
siapa yang menjamin? sehingga hidup kami
Tak lain, Tuhan sajalah. berbau harum dan lembut.
Reff: Alangkah baik dan indah,
jikalau Tuhan beserta;
sejahtera semua,
sekeluarga bahagia.

8. Berkat
Pelayan : Menyampaikan berkat
Umat : Menyanyi Kidung Ria 139 Saestu Bingah (dinyanyikan 2x) medley dengan PKJ
216: 1 Berlimpah Sukacita dihatiku (dinyanyikan 2x)
Kidung Ria 139 Saestu Bingah PKJ 216:1 Berlimpah Sukacita dihatiku
Saestu bingah nderek Gusti Berlimpah sukacita di hatiku,
Saestu bingah nderek Gusti di hatiku, di hatiku.
Saestu bingah nderek Gusti Berlimpah sukacita di hatiku,
Bingah sealminya tetap di hatiku!

42 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Reff:
Aku bersyukur bersukacita,
kasih Tuhan diam di dalamku.
Aku bersyukur bersukacita,
kasih Tuhan diam di dalamku.
III. PENUTUP
a. Pelayan Ibadah menyerahkan Alkitab kepada Koordinator Ibadah.
b. Seluruh petugas kembali berdoa bersama di konsistori mengakhiri pelayanan mereka.

43 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

TATA IBADAH PEMBUKAAN PEKAN ANAK


“Mengajarkan Budi Pekerti pada Anak”

PERSIAPAN
 Tim Ibadah Pekan Anak dan Majelis melakukan persiapan di konsistori gereja
 Curve menjelaskan latar belakang ibadah pembukaan pekan anak dan tuntunan ibadah
 Persiapan, doa, dan pujian dilakukan di konsistori dengan dipimpin oleh penatua/diaken

TATA LAKSANA IBADAT


 Salah seorang Majelis Jemaat memasuki gedung gereja untuk mengucapkan selamat
datang.
 Pelayan ibadat memasuki ruangan ibadat dari pintu masuk. rombongan terdiri:
a. Paling depan anak perempuan membawa lilin.
b. Belakangnya anak laki-laki membawa Alkitab diletakkan di depan mimbar.
 Dalam ibadat ini, semua pelayan kecuali Pelayan Firman bisa dilakukan oleh anak-anak
dan remaja.
--JEMAAT BERDIRI—

Penatua : Mengajak Menyanyikan KPJ 385 (versi Jawa & Indonesia)


Srengenge nyunar kanthi mulya; Manuke ngoceh klawan rena;
Angine midit ana ing wit-witan; Kewane bebungah ing pasuketan.
Kabeh padha muji Allah kang loma; Kabeh padha muji Allah kang loma.

Matahari bersinar trang, Burung berkicaulah senang.


Harum semerbaklah bunga di padang. Semua mengajak kepada kita:
Mari kita puji Allah yang setya. Mari kita puji Allah yang setya.

VOTUM dan Salam


Pelayan : Allah adalah pencipta dan penyerta bagi kita semua
Jemaat : Kita adalah ciptaan dan umat-umat Allah
Pelayan : Mari kita datang kepadaNya, dengan mengaku bahwa pertolongan kita
datangnya dari Allah Bapa yang menciptakan langit dan bumi, yang tidak pernah meninggalkan
pekerjaan tanganNya dan kasih setiaNya kekal budi. Mari kita terima salam berkat, “kiranya
kasih dan damai sejahtera yang datangnya dari Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus ada ditengah-
tengah kita semua, AMIN”
Menyanyikan KJ 67:1,2 Hai Anak-Anak, Muda dan Belia

1. Hai anak-anak muda dan belia yang 2. Gunung menjulang, laut berkilauan,
diberkati, tanaman hijau dan alam yang menawan
dijaga Allah Bapa, patut bersyukur, berdoa patut dijaga, dirawat, dikelola;
dan berkarya; kar'na demikian maksud Sang Pencipta
kar'na demikian maksud Sang Pencipta.

------JEMAAT DUDUK-----

3. Tema Ibadah/ Introitus (Umat Duduk)


a. Pelayan Ibadah tidak membaca atau mengutip nats/ ayat Alkitab.
b. Pelayan Ibadah cukup membacakan tema liturgis berserta tema khotbah Minggu.
c. Pelayan Ibadah memberikan penjelasan singkat tentang arti atau makna dari tema liturgis pada
Minggu itu.
44 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

.
Menyanyikan : Kidung Ria 18 “Kuterbuka” (dinyanyikan 2x)
Hatiku terbuka untuk-Mu Tuhan.
S’lidiki, nyatakan s’gala perkara
Singkapkan semua yang terselubung
supaya kulayak di hadapanMu Tuhan

PENGAKUAN DOSA
Keteranganan : P: pelayan, OT: orang tua, AN : anak, J: Jemaat
Pelayan : Keluarga adalah bagian dari diri kita, setiap kita pasti merupakan bagian dari
keluarga
Jemaat : Sebagai keluarga kami disatukan oleh Allah
Pelayan : Allah mempersatukan kita, tidak hanya di dalam persekutuan tetapi juga di
dalam keluarga
Jemaat : Allah mempersatukan kita dalam persekutuan dan keluarga
Pelayan : Setiap keluarga merupakan “satu daging” yang tidak terpisahkan satu dengan
yang lain, yang bisa merasakan bahagia jika yang lain juga bahagia, yang bisa merasakan
luka jika yang juga sedang terluka, yang bisa menunjukkan kasih dan cinta dalam
pengorbanan, semua ada di dalam keluarga.
Jemaat : Ampuni kami apabila kami melukai keluarga kami
Pelayan : Keluarga adalah gereja dan tempat melakukan Firman atau perintah Allah
untuk pertama kalinya
Jemaat : Ampuni kami apabila kami tidak menjadikan keluarga sebagai tempat Firman
yang pertama
Pelayan : Keluarga adalah sumber sukacita, kebahagian, penguatan, penghiburan, dan
sumber cinta dan kasih yang tidak terbatas
Jemaat : Mampukan kami untuk menebarkan cinta dan kasih dalam keluarga
Pelayan : Tuhanlah sumber cinta dan kasih

BERITA ANUGERAH : Roma 6:23


 Menyanyikan Kidung Ria No 160 “Sangat Besar AnugerahNya”
Sangat besar anugrahNya. Yang tlah ku alami....
Dulu sesat dan terhilanglah. Slamatlah ku kini.

Amazing grace how sweet the sound. That saved a wretch like me
I once was lost, but now am found. Twas blind but now I see.

PELAYANAN FIRMAN
 Doa
 Menyanyikan KJ 50a: Sabdamu Abadi
1.SabdaMu abadi, suluh langkah kami
Yang mengikutinya hidup sukacita
2.Di tengah ancaman sabdaMu harapan,
sumber penghiburan, kabar kes'lamatan.
 Membaca Alkitab
 Kotbah
(Pelayan Firman dapat bekerja sama dengan pamong-pamong untuk memakai alat peraga
panggung boneka atau yang lain)
 Saat Teduh
PKJ 242:1,2 Seindah Siang Disenari Terang
1.  Seindah siang disinari terang 2.  Sedalamnya laut seluas angkasa
cara Tuhan mengasihiku;
45 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

cara Tuhan mengasihiku; seharum kembang yang tetap semerbak


seindah petang dengan angin sejuk cara Tuhan mengasihiku.
cara Tuhan mengasihiku. DamaiNya tetap besertaku;
dan sorgalah pengharapanku.
Tuhanku lembut dan penyayang
Hidupku tent’ram; kunikmati penuh
dan aku mengasihi Dia. cara Tuhan mengasihiku.
KasihNya besar; agung dan mulia
cara Tuhan mengasihiku.

PENGAKUAN IMAN RASULI (JEMAAT BERDIRI)

DOA SYAFAAT

PERSEMBAHAN (Jemaat duduk)


 Dasar: Amsal 3:9-10
 Menyanyikan lagu Kidung Ria 91 “Sungguh Kubangga”
Sungguh ku bangga Bapa punya Allah seperti Engkau
Sungguh ku bangga Yesus atas s’gala pengorbananMu
Tak ingin aku hidup lepas dari kasihMu
KasihMu menyelamatkan dan briku pengharapan
Kini kupersembahkan apa yang aku miliki.
Memang tiada berarti bila dibanding dengan kasihMu
Namun ku ingin memb’ri dengan sukacita di hati
Kar’na aku ini menyenangkan hatiMu
(JEMAAT BERDIRI)
 Doa Persembahan

PENGUTUSAN (JEMAAT BERDIRI)


P : Marilah kita pulang melanjutkan ibadah kita di tempat kita masing-masing baik sebagai
orang tua maupun sebagai anak. Ingatlah Tuhan sudah memilih kita dan berkarya di tengah kita,
serta memampukan kita untuk mendampingi anak-anak kita agar tangguh menjalani kehidupan
dengan percaya penuh pada Tuhan.
J : Menyanyikan Kidung Ria No:1 Aku anak GKJW
Aku anak GKJW gereja dalam kasihNya
Berjuang bersama belajar berkarya. Bagi nama gereja
Aku anak GKJW teladan bagi semua
Taat pada guru pada orang tua itulah kwajibanku
Rajin berdoa memuji Tuhan tak lupa baca Alkitab
Kurajin dalam persekutuan. GKJW grejaku

BERKAT
P : Kasih karunia yang menyelamatkan, meneguhkan dan menghibur dari Allah Bapa, Yesus
Kristus Sang Putra dan Roh Kudus senantia memeluk saudara sekalian sekarang sampai selama-
lamanya. Amin

Menyanyi “BAPA T’RIMA KASIH”


Bapa t’rima kasih
Bapa t’rima kasih
Bapa di dalam surga
Ku bert’rima kasih, Amin

46 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

TATA IBADAH PENUTUPAN PEKAN ANAK


PERSIAPAN
 Tim Ibadah Pekan Anak dan Majelis melakukan persiapan di konsistori gereja
 Curve menjelaskan latar belakang ibadah pembukaan pekan anak dan tuntunan ibadah
 Persiapan, doa, dan pujian dilakukan di konsistori dengan dipimpin oleh penatua/diaken
.
TATA LAKSANA IBADAT
• Salah seorang Majelis Jemaat memasuki gedung gereja untuk mengucapkan selamat
datang.
• Pelayan ibadat memasuki ruangan ibadat dari pintu masuk. rombongan terdiri:
a. Ayah dan Ibu membawa alkitab yang terbuka secara bersama-sama
c. Anak dan pemuda masing-masing membawa lilin altar
d. Baris ke-4, para penatua/diaken
• Dalam ibadat ini, semua pelayan kecuali Pelayan Firman bisa dilakukan oleh anak-anak
dan remaja.
• Anak-anak duduk bersama orang tuanya masing-masing(tidak dipisah)

--JEMAAT BERDIRi—

MJ : Mengajak Menyanyi secara bersahut-sahutan HARI INI

Bersama: Hari ini, hari ini, harinya Tuhan.


Mari kita, mari kita, bersukaria, bersukaria
Hari ini harinya Tuhan
Mari kita bersukaria
Hari ini, hari ini, harinya Tuhan

Anak-Pemuda:
Dinten niki, dinten niki, dintene Gusti
Monggo kita, monggo kita asukarena, asukarena
Dinten ini dintene Gusti
Monggo kita asukarena
Dinten niki, dinten niki dintene Gusti.

Orang tua : Hari ini hari ini harinya Tuhan


Anak : Mari kita, mari kita, bersukaria, bersukaria
Orang tua : Hari ini harinya Tuhan
Anak : Mari kita bersukaria
Bersama : Hari ini, hari ini, harinya Tuhan

VOTUM
P : Bersukacita dan bersyukurlah kepada Tuhan yang membuatmu dan keturunanmu
merasakan penyertaan kasihNya.
J : Dengan bahagia kami datang bersekutu, memuji dan menyembah Yesus Tuhan kita.
P : Terpujilah Tuhan Allah semesta.
SALAM
P : Segala kebaikan dan kasih Allah Bapa dalam Yesus Kristus ada bersama saudara-
saudara semua. Amin

Menyanyikan KJ 77:1-4 Hatiku Bersukaria


1. Hatiku bersukaria 2. DiindahkanNya hambaNya;

47 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW
mengagungkan nama Tuhan, Allah, Juru kini dan senantiasa diberkati namaku.
s'lamatku.
3. Kar'na Allah Mahakuasa 4. Mahasuci Nama Allah; rahmatNya turun-
melakukan karya agung kepadaku yang rendah. temurun
atas orang salehNya.

TEMA IBADAH
Tema Ibadah/ Introitus (Umat Duduk)
a. Pelayan Ibadah tidak membaca atau mengutip nats/ ayat Alkitab.
b. Pelayan Ibadah cukup membacakan tema liturgis berserta tema khotbah Minggu.
c. Pelayan Ibadah memberikan penjelasan singkat tentang arti atau makna dari tema liturgis
pada Minggu itu.

PENGAKUAN DOSA
Lukas 10: 27 “Jawab orang itu: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Doa
--JEMAAT BERDIRI--

BERITA ANUGERAH :

Menyanyikan Kidung Ria 114:1,2 Sebab Dia Hidup


1. Anak Allah Yesus namaNya 2. Yesus Kristus Juruslamatku
Menyembuhkan menyucikan Kau Rajakum Kau Tuhanku
Bahkan mati tebus dosaku Kau tlah bangkit hidup slamanya
Kubur kosong membuktikan Dia Hidup Dan memrintah atas bumi sebagai Raja
Reff:
S’bab Dia hidup ada hari esok
S’bab Dia hidupku tak gentar
Karna kutau Dia pegang hari esok
Hidup jadi berarti sbab Dia hidup

PELAYANAN FIRMAN
Doa Pelayan Firman
Pembacaan Alkitab
Nyanyian Jemaat Kidung Ria 141
1.Seindah bunga mawar, seputih melati 2.Aku mau ikut Tuhan aku mai iring Tuhan
Namun Kau olebih indah dan suci abadi Karna Kau lebih indah dan suci abadi
Reff:
Terpujilah namaMu Yesus Tuhanku
Hanyalah kepadaMu kuserahkan hidupku

PENGAKUAN IMAN RASULI (JEMAAT BERDIRI)

PROSESI KENAIKAN JENJANG


(Jika Jemaat tidak melakukan prosesi kenaikan jenjang pada ibadah penutupan pekan anak,
maka bagian prosesi kenaikan jenjang bisa dilewati)
P : Jemaat yang terkasih, kita perlu bersyukur karena hari ini anak-anak kita
akan naik jenjang dari balita menuju pratama, dari pratama menuju madya dan dari madya
menuju remaja. Kenaikan jenjang ini merupakan bagian dari wujud sukacita atas pertumbuhan
iman anak yang merupakan tanggung-jawab kita bersama. Memang pertama-tama
pertumbuhan iman anak adalah tanggung jawab orang tua. Namun sebagai sebuah persekutuan
48 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

tubuh Kristus, warga anak merupakan bagian dari tanggung jawab kita bersama sebagai warga
gereja.
Bukan hanya nanti pada masa depan tetapi juga dari sekarang: pada
masa kini. Untuk itu kita perlu senantiasa mendampingi anak-anaka mulai saat ini, dengan
berbagai tantangan yang semakin sulit untuk dihadapi bersama. Juga dalama berbagai karakter
anak yang berda semua mendapatkan perhatian penuh. Sehingga baik saat tenang ataupun
tegang, saat bertumbuh juga saat melewati onak duri, anak tetap dapat merasakan kasih Tuhan
melalui persekutuan orang beriman. Dengan demikian, tepat pada waktunya Tuhan bagi setiap
anak, kita akan melihat dengan penuh syukur keharuman anak-anak yang memuliakan Tuhan
melalui kehidupannya.

Pada saat ini kita akan menyaksikan anak-anak kita yang akan Naik
Jenjang dari Balita ke Pratama, dari Pratama ke Madya dan dari Madya ke Remaja. Disilahkan
Pengurus Anak dan Remaja memanggil anak-anak tersebut.

(KPAR membacakan nama anak-anak yang naik jenjang dan anak-anak yang dipanggil bisa maju
ke depan)

P : Inilah anak-anak kita. Mari kita serahkan mereka kepada Tuhan dalam
doa agar mereka makin bertumbuh dalam iman. Mari kita berdoa :........................

(Setelah berdoa, Pelayan dapat mengalungkan selendang


ke leher anak-anak yang naik jenjang sambil bersalaman)

P : Pada kesempatan ini mari kita perbaharui komitmen kita sebagai orang tua dan
anak. Mari kita nyatakan komitmen kita dengan sungguh-sungguh. Saya undang semua bangkit
berdiri :
OT : SEBAGAI ORANG TUA,
KAMI MAU MEMPERBAHARUI KOMITMEN KAMI UNTUK MENCINTAI
ANAK SEBAGAIMANA DIRI PRIBADINYA. MENGHORMATI PENDAPAT ANAK, SERTA MENJADI
PENDAMPING DAN PENDIDIK YANG BIJAK BAGI ANAK DALAM KASIH, PENGENDALIAN DIRI,
KEKUDUSAN, KESABARAN, KESETIAAN, KETAATAN, KEJUJURAN DAN HORMAT KEPADA
TUHAN DI SEPANJANG LAKU HIDUP INI.
AN : SEBAGAI SEORANG ANAK,
KAMI MAU MEMPERBAHARUI KOMITMEN KAMI UNTUK MENCINTAI ORANG
TUA SEBAGAIMANA ADANYA, MEMPERHATIKAN NASEHAT ORANG TUA, TEKUN BELAJAR
DENGAN SUKACITA DI RUMAH, DI GEREJA DAN DI SEKOLAH, JUGA BERMAIN DENGAN SOPAN
BERSAMA SIAPAPUN DAN DIMANAPUN BERADA SERTA PERCAYA KEPADA TUHAN SETIAP
HARI.
Semua : YA TUHAN, TOLONG KAMI MELAKUKANNYA.

Menyanyi Kidung Ria 90


SETIAP SAAT TUHAN PANGGIL
OT: Setiap saat Tuhan panggil (3x)
Saya kerja di ladangnya Tuhan.
Reff: Saya kerja (3x)
Saya kerja di ladangnya Tuhan
Saya kerja (3x)
Saya kerja di ladangnya Tuhan
A: Tuhan panggil aku ada (3x)
Saya kerja di ladangnya Tuhan. Reff.
Bsma: Mati hidup buat Tuhan (3x)
Saya kerja di ladangnya Tuhan. Reff.

49 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

(JEMAAT DUDUK)

PERSEMBAHAN
Dasar: 1 Tawarikh 16: 34 “Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk
selama-lamanya kasih setiaNya.”
Menyanyikan lagu Kidung Ria 74
KAMI BAWA KORBAN PUJIAN
Kami bawa korban pujian ke rumahMu oh Tuhan.
Kami bawa korban pujian ke rumahMu oh Tuhan.
Korban ucapan syukur, kami persembahkan bagiMu
Dan korban persembahan itu juga bagi Mu.

DOA SYAFAAT
- Anak dan cita-citanya.
- Kesehatan dan hikmat untuk orang tua.
- Pendampingan Gereja bagi anak.

PENGUTUSAN DAN BERKAT (JEMAAT BERDIRI)


P : Mari melanjutkan kehidupan bersama anak-anak anugerah Tuhan yang
diberkati dengan kemampuan, keunikan dan talenta masing-masing. Juga bersama orang tua
dalam kasih sayangnya. Serta kita semua sebagai anggota keluarga Kristus dengan teguh dan
penuh syukur.

Jemaat menyanyikan PKJ 274:1,3 Pakailah Waktu Anugrah Tuhanmu

1.  Pakailah waktu anug’rah Tuhanmu, Reff:


hidupmu singkat bagaikan kembang. Tiada yang baka didalam dunia, s’gala
Mana benda yang kekal dihidupmu? yang indah pun akan lenyap.
Hanyalah kasih tak akan lekang. Namun kasihmu demi Tuhan Yesus
sungguh bernilai dan tinggal tetap.

P : Allah Bapa menyertai hidupmu dengan kehidupan penuh damai sejahtera, Yesus
Kristus menyelamatkanmu dan Roh Kudus senantiasa memeluk dalam kasih dan penghiburan
sekarang sampai selamanya Amin

Menyanyi BAPA T’RIMA KASIH


Bapa t’rima kasih. Bapa t’rima kasih
Bapa di dalam surga. Ku bert’rima kasih, Amin

50 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

TATA IBADAH PEMBUKAAN PEKAN KEBANGUNAN WANITA


“Mengapresiasi Wanita yang belajar dan melayani Kristus”

A. Persiapan
1. Pelayan / petugas ibadah mempersiapkan diri untuk pelayanan ibadah.
2. Jemaat Berdiri, menyanyikan KJ. 17:1,2 “Tuhan Allah Hadir”
1. Tuhan Allah hadir pada saat ini. 2. Tuhan Allah hadir, Yang dimuliakan
Hai sembah sujud disini. dalam sorga siang - malam
Diam dengan hormat, tubuh serta jiwa, "Suci, suci, suci" untuk selamanya
tunduklah menghadap Dia. dinyanyikan malak sorga.
Marilah, umatNya, Ya Allah, t'rimalah
hatimu serahkan dalam kerendahan. pujian jemaat beserta malaikat.

B. Tata Laksana Ibadah


1. PanggilanIbadah
Pelayan : Ibadah pembukaan Pekan Kebangunan Wanita ini kita awali dengan
menyebut demikian; TerpujilahTuhan, Sang Pencipta yang telah menciptakan dan memanggil
wanita untuk berkarya bagi kemuliaan kerajaan-Nya.
Jemaat : Terpujilah Allahku yang kekal selamanya. Amin.
Menyanyikan PKJ 78:1,2 Talita Kum
Reff:
Talita kum, bangkitlah, hai, wanita muda.
O muliakan Tuhan. PerbuatanNya agung bagi kami.
Talita kum, bangkitlah, hai, wanita muda.
Bersyukur pada Tuhan, sebab kuasaNya kami dis’lamatkan.
1.Kami b’ritakan keagungan 2.Mari menolong orang
kuasaNya bagi dunia. yang menderita dalam hidupnya.
Pujilah Dia dengan musik dan tarian, Kami senang layani
pujilah namaNya. pekerjaan Tuhan, dan terus berdoa.

2. Pengakuan Dosa (Jemaat Duduk)


Pelayan : Jemaat yang terkasih, sebagai seorang wanita kita mengemban tugas dan
tanggung jawab untuk melestarikan dan merawat kehidupan di dunia ini. Membimbing
keturunan kita untuk bias tumbuh menjadi generasi yang lebih baik. Dalam melakukan hal-
hal tersebut seringkali kita secara sengaja maupun tidak sengaja melakukan kesalahan-
kesalahan kepada Allah dan juga orang yang ada disekitar kita.
Maka dari itu, marilah kita bersama-sama memohon ampunan kepada Allah dengan
mendengarkan firmanNya yang demikian: Titus 2:3-5;
“Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-
orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap
mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda
mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati
dan taat kepada suaminya, agar firman Allah jangan dihujat orang.”
DemikianlahfirmanAllah.
Jemaat : Ampunilah kami ya, Allah!
Pelayan : Mari kitaberdoa…..

3. Berita Anugerah (Jemaat Berdiri)

51 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Pelayan : Bagi setiap kita yang sudah bersedia membuka hati untuk mengakui semua
kesalahannya, maka dengarkanlah berita anugerah dari Allah yang demikian: Kolose 3:13-
14;
“Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan
Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan
dosa.”
Demikian berita anugerah dari Allah.
Jemaat : Menyanyi KJ. 362 : 1,3 Aku Milikmu
1.Aku milikMu, Yesus, Tuhanku; 3.Sungguh indahnya walau sejenak
kudengar suaraMu. besertaMu, Allahku;
'Ku merindukan datang mendekat dan diraih dalam doaku sungguh akrabnya bersekutu
olehMu. denganMu.
Reff:
Raih daku dan dekatkanlah pada kaki salibMu. Raih
Daku, raih dan dekatkanlah ke sisiMu, Tuhanku.

4. Pelayanan Firman (Jemaat Duduk)


a. Doa Epiklese
b. Pembacaan Alkitab
Menyanyikan KJ. 50a : 1,4
1.SabdaMu abadi, suluh langkah kami.
Yang mengikutiNya hidup sukacita.
4.SabdaMu semua harta tak terduga,
Sungguh memberkati yang membuka hati
c. Khotbah
d. Saat Teduh

5. Menyanyikan Mars Wanita GKJW

6. Pengakuan Iman Rasuli (Jemaat Berdiri)

7. Persembahan (Jemaat Duduk)


Petugas : Mari kita landasi pengumpulan persembahan ini dengan firman Allah dari 1
Tawarikh 16:29;
“Berilah kepada Tuhan kemuliaan naman-Nya, bawalah persembahan dan masuklah
menghadap Dia! Sujudlah menyembah kepada Tuhan dengan berhiaskan kekudusan.”

Pengumpulan persembahan diiringi pujianKJ. 60:1-…., “Hai Makhluk Alam Semesta”


(Bait yang dinyanyikan, disesuaikan dengan kebutuhan)
Petugas : Doa persembahan (Jemaat Berdiri)

8. Doa Syafaat (Jemaat Duduk)

9. Pengutusan dan Berkat (Jemaat Berdiri)


Pelayan : Pulanglah ke rumahmu masing-masing, jadikan dirimu wanita yang tetap
setia dengan panggilan-Nya, yang siap untuk menatap masa depan bersama dengan gereja
Allah di dunia. Marilah kita memelihara kehidupan seperti Allah memelihara kehidupan kita.
Jemaat :Menyanyikan KJ. 457:4, “YaTuhan, Tiap Jam”
Ya Tuhan, tiap jam ajarkan maksudMu;
B’ri janjiMu genap di dalam hidupku.
Reff:

52 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Setiap jam ya Tuhan, Dikau kuperlukan


‘kudatang, Juru’slamat berkatilah!

Pelayan : Terimalah berkat dari Allah yang demikian; berkat yang datangnya dari
Allah Bapa; Sang Pencipta, Allah Putra; Sang Penebus dan Allah Roh Suci; Sang Penghibur
selalu memberikan kasih karunia, damai sejahtera kepada engkau sekalian. Amin.
Jemaat : Menyanyikan KJ. 468:1-3“Berilah Bapa Hari ini”
1. B'rilah, Bapa, hari ini kami makan secukupnya. 2. Bukan untuk hari esok berlebihan kami cari;
Dan ampuni salah kami; kami saling mengampuni: hanya
Datang KerajaanMu! Amin. untuk hari ini kami mohon secukupnya: damai
KerajaanMu! Amin.
3. B'rilah, Bapa, hari ini pengampunan secukupnya;
agar kami membagikan ampun dan makanan pula
dalam KerajaanMu! Amin.

53 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

TATA IBADAH PENUTUPAN PEKAN KEBANGUNAN WANITA


“Mengapresiasi Wanita yang Belajar dan melayani Kristus”

A. Persiapan
1. Persiapan pelayan/petugas ibadah untuk pelayanan ibadah.
2. Jemaat Berdiri, menyanyikan KJ. 3:3-4; “Kami Puji Dengan Riang”
Semuanya yang Kau cipta memantulkan sinarMu,
Para malak, tata surya naikan puji bagiMu.
Padang, hutan dan samud’ra, bukit, gunung dan lembah,
Margasatwa bergembira‘ngajak kami pun serta
Mari kita pun memuji dengan suara
menggegap,
Menyanyikan kuasa kasih yang teguh serta
tetap.
Kita maju dan bernyanyi, jaya walau diserang,
Ikut mengagungkan kasih dalam lagu
pemenang.

B. Tata Laksana Ibadah


1. Panggilan Ibadah
Pelayan : Kaum wanita, dengan hatimu yang mulia dan tangan yang selalu
merawat kehidupan, serta bibirmu yang selalu mengucapkan pujian
kepada Allah. Menghadaplah, penuhi panggilan Allahmu.
Jemaat : Kami menghadapkan diri kami, kepada-Mu ya, Allah.
Pelayan : Allah sumber kehidupan, hidupkanlah ibadah kami agar bermakna
bagi pembangunan kerajaan-Mu.
Jemaat : Terpujilah Allah.

Menyanyikan KJ.10:5; “Pujilah Tuhan Sang Raja”


Pujilah Tuhan! Hai jiwaku, mari bernyanyi!
Semua makhluk bernapas, iringilah kami!
Puji terus Nama Yang Maha kudus!
Padukan suaramu. Amin.

2. Pengakuan Dosa (Jemaat Duduk)


Pelayan : Saudari-saudariku, marilah kita mengakui segala kesalahan yang
telah kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga,
pekerjaan, dalam kehidupan dengan sesame dan memohon
pengampunan kepadaTuhan Allah, yang Maha kasih.
Pada kesempatan ini saudari-saudari akan diberikan waktu untuk
menaikan doa permohonan pengampunan dosa secara pribadi
sebanyak 3 kali, yang akan diselingi dengan pujian dari KJ. 26:1-4,
“Mampirlah, Dengar Doaku”.
(Menyanyikan bait pertama bersama-sama, masuk bait kedua
dipimpin oleh PF, begitu bergantian)

Mampirlah dengar doaku,Yesus penebus.


Orang lain Kau hampiri, jangan jalan t’rus.
Reff:
54 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

Yesus, Tuhan, dengar doaku;


orang lain Kau hampiri, jangan jalan t’rus.
Jemaat : Berdoa pribadi
Di hadapan takhta rahmat aku menyembah,
Tunduk dalam penyesalan.Tuhan, tolonglah!
Reff:
Jemaat : Berdoa pribadi
Ini saja andalanku:jasa kurbanMu.
Hatiku yang hancur luluh buatlah sembuh
Reff:
Jemaat : Berdoa pribadi
Kaulah Sumber penghiburan, Raja hidupku.
Baik di bumi baik di sorga,siapa bandingMu?
Reff:
Bersama : Amin.

3. Berita Anugerah (Jemaat Berdiri)


Pelayan : Kita telah merasakan jamahan kasih Allah dalam kehidupan kita,
kesungguhanNya untuk menyelamatkan kita dari dosa tertulis dengan
indah di dalamsurat1 Tesalonika 5:9-10;
“Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi
untuk beroleh keselamatan oleh YesusKristus, Tuhan kita, yang sudah
mati untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita
hidup bersama-sama dengan Dia.”
Demikianlah berita anugerah dari Allah.

Menyanyikan KJ.413:2, “Tuhan, Pimpin AnakMu”


Hanya Dikau sajalah perlindungan yang teguh.
Bila hidup menekan, Kau harapanku penuh.
Reff:
Tuhan, pimpin! Arus hidup menderas;
Agar jangan ‘kusesat, pegang tanganku erat.

4. PelayananFirman(Jemaat Duduk)
a. Doa Epiklese
b. Pembacaan Alkitab
Bacaan : Filipi 2:19-3:1a

Menyanyikan KJ. 50A:2,6


Di tengah ancaman sabdaMu harapan,
Sumber penghiburan, kabar kes’lamatan
Tolong, agar kami rajin mendalami
Lalu melakukan sabdaMu, ya Tuhan!

c. Khotbah
d. SaatTeduh

5. Menyanyikan Mars Wanita GKJW

6. Pengakuan Iman Rasuli (Jemaat Berdiri)

55 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2
BIDANG PERSEKUTUAN MAJELIS AGUNG
DPAR, DPPM dan DPPW

7. Persembahan
Petugas : Kita dasari pengumpulan persembahan ini dengan firman Allah yang
tertulis di dalam Amsal 3:9-10;
“Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari
segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh
sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap
dengan air buah anggurnya.”

Menyanyikan KJ. 393:1…., “Tuhan Betapa Banyaknya”


(Bait yang dinyanyikan disesuaikan dengan kebutuhan)

Petugas : Doa persembahan (Jemaat Berdiri)

8. Doa Syafaat (Jemaat Duduk)

9. Pengutusan dan Berkat (Jemaat Berdiri)


Pelayan : Kemuliaan wanita adalah alatTuhan yang bersinar terang di tengah
kegelapan; yang tidak pudar di tengah karat kehidupan.
Jemaat : Haleluya, demikianlah aku akan berkarya memenuhi
panggilanTuhan.
Pelayan : AnugerahTuhanYesus Kristus dan KasihBapa di dalamRoh Kudus
senantiasa menyertai saudari-saudari sekarang sampai selama-lamanya.
Amin.

Menyanyikan KJ. 474, “KepadaMuPuji-Pujian”


KepadaMu puji-pujian, madah syukur dan segala kemuliaan,
Ya Bapa, Putra, Roh Kudus, sampai kekal abadi!

56 | B U K U P A N D U A N B U L A N K E L U A R G A 2 0 2 2

Anda mungkin juga menyukai