BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif
dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis.
Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anakanak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun
pertama masa sekolah1.Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada
telinga tengah dengan
perforasi
membran
tympani
dan
sekret
keluar
dari
telinga
terus menerus atau hilang timbul,. sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK
tipe maligna2.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis
yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya
tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk2. Gejala otitis media supuratif kronis
antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia,
tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI
OMSK
adalah
stadium
dari
penyakit
telinga
tengah
dimana
terjadi
peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi)
dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau
sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior,
inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan
mukoperiosteum dari middle ear
cleft
sehingga menyebabkan
terjadinya
perubahan-
KLASIFIKASI OMSK
penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan
konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan
atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yangberpulsasi
diatas kuadran posterosuperior.
Fase tidak aktif / fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang
dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi
Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.Pada mulanya dari jaringan embrional dari
epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous
selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga
tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis
parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
2. Didapat.
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi. Jika telah
terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan komponen telinga tengah,
kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali
normal. Area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane timpani.
Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel mati dan tidak
terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan proses pembersihan ini gagal,
debris keratin akan terkumpul dan pada akhirnya membentuk kolesteatoma. Pengeluaran epitel
melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan lesi tersebut membesar. Membran
timpani tidak mengalami perforasi dalam arti kata yang sebenarnya : lubang yang terlihat
sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang
berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa pada mukosa
telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke
dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi, terutama pada perforasi marginal.7
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang dapat terjadi
akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma kolesterol tidak memiliki
hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat
terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.Granuloma kolesterol, disebabkan
oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini
menyebabkan reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.
Menurut letaknya :
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total.
2.
Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi
pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
4. Perforasi postero-superior
Menurut luasnya perforasi
1. Perforasi kecil
2. perforasi sedang
3. perforasi luas ( subtotal -- total)
III.
EPIDEMIOLOGI
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi
oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo
dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.
Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara
di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang
jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi
dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban
dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK
di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat
di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.1
III. ETIOLOGI
Terjadi OMSK
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft
palate
dan
Downs
syndrom.
Adanya
tuba
patulous,
menyebabkan
refluk
isi
nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat.
Kelainan
humoral
(seperti
hipogammaglobulinemia)
dan
cell-mediated
(seperti
infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada
OMSK1,2 :
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
IV.
PATOGENESIS
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa
adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang
hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama
terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media).1
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup danakan
membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang
belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang
datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah
menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.1
Gambar 1. Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba
Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada
saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang
dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal
seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas
pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya
peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena
stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.1
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan,
epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak
lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel
yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM
ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel
sederhana.1
Gambar 2. Perjalanan Penyakit OMSK
V. PATOLOGI
OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis ini
lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran
patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah:
Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi
sebelumnya.
Pneumatisasi mastoid
OMSK
paling
sering
pada
masa
anak-anak.
Pneumatisasi
mastoid
paling
akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh
otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus
berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid
berkurang1.
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi
sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran
yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.9
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena
penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi koklea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti
adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi
mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga
bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul
labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada
kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan
negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.
VII. TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4.
sebagai
berikut1,3 :
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat
pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi
membran timpani serta keutuhan dan mobilitas3
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran
Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen3.
2. Proyeksi Mayer atau Owen,
Diambil
dari
tulang-tulang
arah
dan
pendengaran
anterior
dan
telinga
atik
tengah. Akan
sehingga
dapat
tampak
gambaran
diketahui
apakah
yang
sering
dijumpai
pada
OMSK
adalah
Pseudomonas
aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H.
influenza, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid,
Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp1,2.
IX.PENATALAKSANAAN
Terapi OMSK memerlukan waktu ama dan harus berulang. Pengobatan penyakit telinga
kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor penyebabnya dan pada stadium
penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatoma, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obatobatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, dimana pengobatanannya
dibagi atas:
Konservatif
Pembedahan
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan
pendengaran.
OMSK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :
Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Pemberian antibiotika :
o antibiotika/antimikroba topikal
o antibiotika sistemik
Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)
Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme. Pembersihan kavum timpani dengan menggunakan cairan pencuci telinga
berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga
merupakan media yang buruk untuk pertumbuhan kuman.
Pemberian antibiotik topikal
Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika dan kortikosteroid, hal ini dikarenakan biasanya ada gangguan
vaskularisasi ditelinga tengah sehingga antibiotika oral sulit mencapai sasaran optimal. Cara
pemilihan antibiotika yang paling baik adalah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji
resistensi.
Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk tetes telinga
dan mengandung antibiotika tunggal atau kombinasi, jika perlu ditambahkan kortikosteroid
untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Obat tetes yang dijual di pasaran saat ini banyak
mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu, jangan diberikan secara terus
menerus lebih dari 1-2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.
Antibiotika yang sering digunakan untuk OMSK adalah:
1. Kloramfenikol
Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak aktif
mendapatkan bahwa sensistifitas kloramfenikol terhadap masing-masing kuman adalah
sebagai berikut: Bacteroides sp. (90%), Proteus sp. (73,33%), Bacillus sp. (62,23%),
Staphylococcus sp. (60%), dan Pseudomonas sp. (14,23%).
2. Polimiksin B atau Polimiksin E
Obat
ini
bersifat
bakterisid
terhadap
kuman
gram
negatif,
Pseudomonas,
E.coli,Klebsiella, dan Enterobakter tetapi tidak efektif (resisten) terhadap kuman Gram
positif seperti Proteus dan B. Fragilis dan toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
3. Gentamisin
Gentamisisn adalah antibiotika derivat aminoflikosida dengan spektrum yang luas dan
aktif untuk melawan organisme Gram positif dan negatif. Saah satu bahaya dari
pemberian gentamisin tetes telinga adalah kemungkinan terjadinya kerusakan telinga
dalam. Telah diketahui bahwa pemberian gentamisin secara sistemik akan menyebabkan
efek ototoksik.
4. Ofloksasin
Ofloksasin mempunyai aktifitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan positif dan
bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. Pada OMSK dengan perforasi
membrana timpani, konsentrasi tinggi ofloksasin telah ditemukan 30 menit setelah
pemberian
solutio
ofloksasin
0,3%.
Berdasarkan
penelitian,
pemakain
tetes
siprofloksasin lebih berhasil dan lebih murah dibandingkan tetes kloramfenikol, dan
tidak dijumpai efek ototoksik. Keuntungan lainnya ofloksasin dapat diberikan secara
tunggal tanpa antibiotik oral.
Antibiotik oral
Secara oral, dapat diberikan antibiotika golongan ampisilin atau eritromisin sebelum hasil
tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebabnya telah resisten terhadap
ampisilin, dapat diberikan ampisilin-asam klavulanat. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1
minggu dan harus disertai pembersihan sekret.
Terapi antibiotika sistemik yang dianjurkan pada OMSK adalah:
1. Pseudomonas: aminogliosida + karbenisilin
2.
8.
B. Fragilis: klindamisin.
infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegab terjadinya
komplikasi serta memperbaiki pendengaran.
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan sekret yang banyak tanpa dibersihkan
dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar
lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang burukuntuk tumbuhnya kuman. Selain itu
dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan
Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan
kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak
lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan
kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Jenis pembedahan OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis baik tipe aman atau bahaya, antara lain:1
1. Mastoidektomi sederhana (simple MAstoidectomy).
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak
sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruangan mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.1
2. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteotoma yang
sudah meluas.
Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum tympani dibersihkan dari semua jaringan
patologik
perbaiki.
Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya.
Pasien harus dating dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali.
Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier
pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta
membuat meatoplast yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus telinga luar menjadi lebar.
dimana anatomi dari meatus eksternus termasuk sulkus timpani utuh. Kavum mastoid
dibuka untuk menghindari system aerasi yang tertutup. Aerasi dapat diperoleh dengan
membersihkan penyumbatan antara kavum tympani, antrum, dan system sel mastoid.
Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe aman yang tidak bias ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa.
Pada operasi ini selain rekontruksi membrane tympani sering kali harus dilakukan juga
rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum rekontruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan
eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan
jaringan patologis.1
Tipe-tipe Timpanoplasti
Tipe I
Disebut juga miringoplasti. Operasi ini merupakan timpanoplasti yang paling ringan, dengan
melakukan rekontruksi hanya pada membrane tympani dan cangkokan bersandar pada maleus.
Indikasioperasi ini dilakukan padaOMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan
yang hanya disebabkan oleh perforasi yang menetap.
Pada tipe I ini seharusnya dapat memulihkan pendengaran konduktifsampai normal atau
hamper normal.
Tipe II sampai tipe V dilakukan rekontruksi membrane timpani dan rekontruksi tulang
pendengaran.
X. KOMPLIKASI OMSK
Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk
menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi
tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian
organisme
yang
resisten
dan
kurang
efektifnya
pengobatan,
akan
menimbulkan
komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis
media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun
dapat menyebabkan komplikasi1,2.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama
adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding
tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :
1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut
2. Gejala prodromal tidak jelas
3. ada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang serta lapisan muko
periosteal meradang dan mudah berdarah
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila :
1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit
2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi
3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan
struktur sekitarnya
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila :
Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena erosiBila
dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala, seperti otorea
terus terjadi, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi
inflamasi dan pengumpulan cairan, maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya
komplikasi. Pada stadium akut, yang dapat merupakan tanda bahaya antara lain; naiknya
suhu tubuh, nyeri kepala, atau adanya malaise, drowsiness, somnolen, atau gelisah.
Dapat juga timbulnya nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital, dan adanya mual,
muntah proyektil, serita kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi,
merupakan
penyakit
tanda komplikasi
dapat
terjadi
intrakranial.
Pada
OMSK,
tanda
penyebaran
menurun
sejak
semakin
banyaknya
antibiotik
pada
awal
abad
ke
20.
Bagaimanapun, komplikasi ini dapat terus terjadi, dan bisa berakibat fatal apabila tidak
diidentifikasi dan diterapi secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media kronik
tidak
sama
menjadi
komplikasi
intrakranial
dan ekstrakranial.
Komplikasi
ekstrakranial
Diagnosis
Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya, pasien
akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-tanda
lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior, dan juga terdapat
daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti
pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal
pada
mastoid.
Sebuah
kasus
dapat
dibuat
untuk
CT scan
kontras
dari
tulang
temporal pada semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk membantu dalam perencanaan
terapi dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses,
limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan
lain yang harus disingkirkan.
2. Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses subperiosteal
secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks mastoid terkena pada
ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher,
dalam sampai
sternokleidomastoid. Abses
dalam
dan lembut
ujung
mastoid,
pada
leher.
Karena
ini
dideskripsikan
abses
berkembang
sebagai
dari
massa
sel-sel
yang
udara
di
ini ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana
pneumatisasi dari mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini
adalah hasil dari ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui
korteks utuh dengan cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi
dari OMA dengan mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal
sebagai komplikasi dari OMK dengan cholesteatoma.
Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis dari abses
Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher harus
dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis saja. CT scan abses
Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat dengan peradangan di sekitarnya,
dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu dalam
perencanaan operasi.
Komplikasi Intratemporal
1. Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis kronis
dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari kasus. Beberapa
keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada terdapatnya sebuah labirin terbuka
yang ditemukan pada saat operasi cholesteatoma. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural
yang signifikan sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya
menjadi topik yang sangat kontroversial.
Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian yang
paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun kanal
horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan superior, dan di koklea
itu
sendiri.
Fistula
koklea
dikaitkan
dengan
insidensi
terjadinya
gangguan
pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.
Erosi
tulang
dari
kapsul
otic
dapat
terjadi
melalui
dua
proses
yang
dari cholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin.
Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator inflamasi bila
tidak ada cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK dengan granulasi.
Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya
sistem pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan.
Sistem diperkenalkan
oleh
Dornhoffer dan
Milewski,
sistem
ini
berkaitan
dengan
keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum
utuh diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun
ruang perilymphatic tidak, fistula ini diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini
terkena oleh penyakit atau sengaja disedot, fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium
III menunjukkan bahwa labirin membran dan endolymph telah terganggu oleh penyakit atau
intervensi bedah.
Diagnosis
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan vertigo
subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik tidak
sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium yang
signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum operasi.
Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama
eksplorasi
bedah.
Meskipun
kehilangan
pendengaran
sensorineural ditemukan di
sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula.
Meskipun adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula
positif pada pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula,
tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan bahwa
pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di setiap kasus
cholesteatoma, untuk mencegah komplikasi yang tak terduga.
Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki cholesteatoma belum
standar,
tinjauan
literatur
menunjukkan
bahwa
penggunaan
pencitraan
CT pra
saraf
wajah
itu
sendiri.
OMK
dengan
atau
tanpa
cholesteatoma
dapat
mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erosi
tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis tidak
lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat.
Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering menyebabkan
kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.
Diagnosis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau kelumpuhan
wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit untuk dibuat hanya
dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT dipertanyakan.
Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan terapi
dan konseling
pasien.
Ketika
cholesteatoma
melibatkan
saluran
tuba,
juga
dapat
mengikis struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba
dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.
Komplikasi Intrakranial
1. Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan OMA
adalah penyebab
sekunder
yang paling
umum
seri
terbaru
komplikasi OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap
merupakan komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic telah menurun
secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis
dapat muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan
ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah
terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari
ketiga kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran
hematogen.
Diagnosis
Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda peringatan
oleh dokter.
Tanda-tanda
bahwa
harus
meningkatkan
kecurigaan
komplikasi
intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas, letargi,
atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu diagnosis proses intrakranial
meliputi perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun.
Jika ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut
sangat penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus
diberikan selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan
menunjukkan
peningkatan
karateristik
meningeal
dan
menyingkirkan
komplikasi
intrakranial tambahan yang dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak
adanya efek massa yang signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.
2. Abses Otak
Abses otak adalah
otitis
komplikasi
intrakranial
umum
dari
media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan
meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu merupakan hasil
dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena dampaknya. Abses ini
berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di
hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus
temporal. Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya mengungkapkan
flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain. Perkembangan
klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan
sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual,
perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di
mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan
terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam,
perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan
tekanan
intrakranial.
Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas.
Diagnosis
Seperti
dengan
meningitis,
setiap
gejala
yang
mungkin
mengindikasikan
keterlibatan intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau
MRI kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak, MRI
lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik mengenai abses sendiri, CT
scan
memberikan
informasi
berharga
tentang
erosi
tulang
mastoid,
dan
dapat
membantu dalam menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat.
Pencitraan
itu
sendiri
adalah
diagnostik
abses
parenkim
yang
signifikan,
dan
evaluasi menyeluruh
dari
pencitraan
diperlukan
untuk
menyingkirkan
komplikasi
menjadi
trombosis
dan
tromboflebitis
sekunder
terhadap
infeksi
dan
peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau lateral dapat hasil
dari erosi tulang sekunder untuk OMK dan cholesteatoma, dengan perpanjangan langsung
dari
proses
menular
ke
ruang
perisinus,
atau
dari
penyebaran
ruang
dari
tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus telah terlibat, dan trombus intramural
berkembang, dapat menghasilkan sejumlah komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitic dikenal
untuk mempersulit sejumlah besar kasus ini. Bekuan yang terinfeksi dapat menyebar
ke arah
proximal
melibatkan
pertemuan sinus
sinus sagital,
menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal untuk
melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna meningkatkan risiko
emboli paru septik.
Diagnosis
Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam tinggi
yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala dan malaise umum.
Seperti banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan karena demam
spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik bersamaan. Dengan adanya demam tinggi
spiking, atau kepedulian untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan
dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras dan
menghasilkan tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan
adanya trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik
karena
mereka
dapat
digunakan
serial
untuk
MRI
dijamin,
resolusi.
4. Abses Epidural
Adanya
abses
epidural
sering
dapat
membahayakan
dalam
perkembangan.
Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari cholesteatoma
atau
dari mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari
yang ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan
otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK.
Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga
sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT scan untuk
keperluan lain.
Diagnosis
Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau spesifik
sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan untuk
mendiagnosis
abses
epidural
sebelum
operasi.
Kehadiran
otalgia
meningkat
atau
sakit kepala sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau
MRI kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat,
diagnosis ini sering dibuat pada saat operasi.
5. Otitic Hydrocephalus
Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan
peningkatan tekanan
intrakranial
dengan
LCS
yang
normal
pada
pungsi
lumbal,
yang dapat hadir sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus
Otitic" sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi Ini
adalah sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki
ventrikel yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah
otitic hidrosefalus,
merasa
bahwa
kondisi
ini
dikembangkan
dari
infeksi
sinus
Diagnosis
Diagnosis
hidrosefalus
otitic
membutuhkan
tingkat
kecurigaan
yang
tinggi
untuk mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah akibat
dari tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah,
perubahan
visual,
dan
kelesuan.
Kehadiran
gejala
ini
memerlukan
pemeriksaan
BAB III
KESIMPULAN
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan atau infeksi kronis yang
mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai dengan perforasi
membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita OMSK. Berdasarkan
anamnesa, pasien mengeluhkan keluarnya cairan dari telinga kanan yang kumat-kumatan,
dimana sekret
awalnya
berwarna putih,
agak kental, kekuningan, dan berbau. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada
telinga kanan. Pasien juga mengeluhkan pendengaran pada telinga kanan menurun.
Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari derajat kerusakan tulangtulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli konduktif, namun dapat pula terjadi
tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi ke labirin, atau tuli campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi sampai dengan efektif ke
fenestra ovalis.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistim pengantaran suara ke telinga tengah. Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan
didapatkan perforasi sentral pada membran timpani. Dalam proses penyembuhannya dapat
terjadi
penumbuhan
epitel
skuamosa
ke dalam
telinga
tengah.
Kadang-kadang
perluasan lapisan tengah ini ke daerah atik mengakibatkan pembentukan kantong dan
kolesteatom. Pembentukan kolesteatom ini akan menekan tulang-tulang di sekitarnya sehingga
mengakibatkan terjadinya destruksi tulang, yang ditandai dengan sekret yang kental dan berbau.
Prinsip
pengobatan
pasien
OMSK
benigna tenang
adalah tidak
memerlukan
pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga
sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas.
Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI,
2001. h. 49-62
2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; Balai
Penerbit FKUI; 1997
3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC, 1997: 88-118
5.
Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL: http://www.pediatrics.org/