Anda di halaman 1dari 9

ASAL USUL KEHIDUPAN

( THE BEGINNING OF LIFE )

EPILOG

Sampai saat ini belum ada seorang ilmuwan pun yang berhasih memecahkan masalah
bagaimana asal-usul kehidupan di bumi ini. Banyak teori atau paham-paham yang
dikemukakan oleh ilmuwan mengenai masalah tersebut, tetapi semuanya belum dapat
memberikan jawaban yang memuaskan.
Sebenarnya sudah sejak zaman Yunani Kuno manusia berusaha memberikan jawaban
terhadap masalah asal usul kehidupan tersebut. Namun, jawaban itu umumnya hanya
berupa dongeng atau mitos saja. Berikut ini dikemukakan beberapa teori tentang asal usul
makhluk hidup.

TEORI ABIOGENESIS

Tokoh teori Abiogenesis adalah Aristoteles (384-322 SM). Dia adalah seorang filosof
dan tokoh ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Teori Abiogenesis ini menyatakan bahwa
makhluk hidup yang pertama kali menghuni bumi ini berasal dari benda mati.

Sebenarnya Aristoteles mengetahui bahwa telur-telur ikan apabila menetas akan menjadi
ikan yang sifatnya sama seperti induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil
perkawinan dari induk-induk ikan. Walau demikian, Aristoteles berkeyakinan bahwa ada
ikan yang berasal dari Lumpur.

Bagaimana cara terbentuknya makhluk tersebut ? Menurut pengzanut paham


abiogenesis, makhluk hidup tersebut terjadi begitu saja atau secara spontan. Oleh sebab
itu, paham atau teori abiogenesis ini disebut juga paham generation spontaneae.

Jadi, kalau pengertian abiogenesis dan generation spontanea kita gabungkan, mak
pendapat paham tersebut adalah makhluk hidup yang pertama kali di bumi tersebut dari
benda mati / tak hidup yang terkjadinya secara spontan, misalnya :

a. ikan dan katak berasal dari Lumpur.


b. Cacing berasal dari tanah, dan
c. Belatung berasal dari daging yang membusuk.

Paham abiogenesis bertahan cukup lama, yaitu semenjak zaman Yunani Kuno (Ratusan
Tahun Sebelum Masehi) hingga pertengahan abad ke-17.
Pada pertengahan abad ke-17, Antonie Van Leeuwenhoek menemukan mikroskop
sederhana yang dapat digunakan untuk mengamati benda-benda aneh yang amat kecil
yang terdapat pada setetes air rendaman jerami. Oleh para pendukung paham abiogenesis,
hasil pengamatan Antonie Van Leeuwenhoek ini seolah-olah memperkuat pendapat
mereka
TEORI BIOGENESIS

Walaupun telah bertahan selama ratusan tahun, tidak semua orang membenarkan paham
abiogenesis. Orang –orang yang ragu terhadap kebenaran paham abiogenesis tersebut
terus mengadakan penelitian memecahkan masalah tentang asal usul kehidupan. Orang-
orang yang tidak puas terhadap pandangan Abiogenesis itu antara lain Francesco Redi
(Italia, 1626-1799), dan Lazzaro Spallanzani ( Italia, 1729-1799), dan Louis Pasteur
(Prancis, 1822-1895). Beredasarkan hasil penelitian dari tokoh-tokoh ini, akhirnya paham
Abiogenesis / generation spontanea menjadi pudar karena paham tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.

a) Percobaan Francesco Redi ( 1626-1697)

Untuk menjawab keragu-raguannya terhadap paham abiogenesis, Francesco Redi


mengadakan percobaan. Pada percobaannya Redi menggunakan bahan tiga kerat
daging dan tiga toples. Percobaan Redi selengkapnya adalah sebagai berikut :

· Stoples I : diisi dengan sekerat daging, ditutup rapat-rapat.


· Stoples II :diisi dengan sekerat daging, dan dibiarkan tetap terbuka.
· Stoples III : disi dengan sekerat daging, dibiarkan tetap terbuka.
Selanjutnya ketiga stoples tersebut diletakkan pada tempat yang aman. Setelah
beberapa hari, keadaan daging dalam ketiga stoples tersebut diamati.
Danhasilnya sebagai berikut:

· Stoples I : daging tidak busuk dan pada daging ini tidak


ditemukan jentik / larva atau belatung lalat.
· Stoples II : daging tampak membusuk dan didalamnya ditemukan
banyak larva atau belatung lalat.

Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Francesco redi menyimpulkan bahwa larva


atau belatung yang terdapat dalam daging busuk di stoples II dan III bukan terbentuk
dari daging yang membusuk, tetapi berasal dari telur lalat yang ditinggal pada daging
ini ketika lalat tersebut hinggap disitu. Hal ini akan lebih jelas lagi, apabila melihat
keadaan pada stoples II, yang tertutup kain kasa. Pada kain kasa penutupnya
ditemukan lebih banyak belatung, tetapi pada dagingnya yang membusuk belatung
relative sedikit.

B) percobaan Lazzaro Spallanzani ( 1729-1799)


Seperti halnya Francesco Redi, Spallanzani juga menyangsikan kebenaran paham
abiogeensis. Oleh karena itu, dia mengadakan percobaan yang pada prinsipnya sama
dengan percobaan Francesco Redi, tetapi langkah percobaan Spallanzani lebih
sempurna.
Sebagai bahan percobaannya, Spallanzani menggunakan air kaldu atau air rebusan
daging dan dua buah labu. Adapun percoban yang yang dilakukan Spallanzani
selengkapnya adalah sebagai berikut :
· Labu I : diisi air 70 cc air kaldu, kemudian dipanaskan 15oC selama
beberapa menit dan dibiarkan tetap terbuka.
· Labu II : diisi 70 cc air kaldu, ditutup rapat-rapat dengan sumbat gabus.
Pada daerah pertemuan antara gabus dengan mulut labu diolesi paraffin
cair agar rapat benar. Selanjutnya, labu dipanaskan.selanjutnay, labu I dan
II didinginkan. Setelah dingin keduanya diletakkan pada tempat terbuka
yang bebas dari gangguan hewan dan orang. Setelah lebih kurang satu
minggu, diadakan pengamatan terhadap keadaan air kaldu pada kedua labu
tersebut.

Hasil percobaannya adalah sebagai berikut :

· Labu I : air kaldu mengalami perubahan, yaitu airnya menjadi


bertambah keruh dan baunya menjadi tidak enak. Setelah diteliti
ternyata air kaldu pada labu I ini banyak mengandung mikroba.
· Labu II : air kaldu labu ini tidak mengalami perubahan, artinya
tetap jernih seperti semula, baunya juga tetap serta tidak mengandung
mikroba. Tetapi, apabila labu ini dibiarkan terbuka lebih lama lagi,
ternyata juga banyak mengandung mikroba, airnya berubah menjadi
lebih keruh serta baunya tidak enak (busuk).

Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Lazzaro Spallanzani menyimpulkan bahwa


mikroba yang ada didalam kaldu tersebut bukan berasal dari air kaldu (benda mati),
tetapi berasal dari kehidupan diudara. Jadi, adanya pembusukan karena telah terjadi
kontaminasi mikroba darimudara ke dalam air kaldu tersebut.

Pendukung paham Abiogenesis menyatakan keberatan terhadap hasil eksperimen


Lazzaro Spallanzani tersebut. Menurut mereka untuk terbentuknya mikroba (makhluk
hidup) dalam air kaldu diperlukan udara. Dengan pengaruh udara tersebut terjadilah
generation spontanea.

c) Percobaan Louis Pasteur (1822-1895)

Dalam menjawab keraguannya terhadap paham abiogenesis. Pasteur melaksanakan


percobaan untuk menyempurnakan percobaan Lazzaro Spallanzani. Dalam
percobaanya, Pasteur menggunakan bahan air kaldu dengan alat labu. Langkah-
langkah percobaan Pasteur selengkapnya adalah sebagai berikut :

· Langkah I : labu disi 70 cc air kaldu, kemudian ditutup rapat-rapat


dengan gabus. Celah antara gabus dengan mulut labu diolesi
dengan paraffin cair. Setelah itu pada gabus tersebut dipasang pipa
kaca berbentuk leher angsa. Lalu, labu dipanaskan atau disterilkan.
· Langkah II : selanjutnya labu didinginkan dan diletakkan ditempat
yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan air kaldu diamati.
Ternyata air kaldu tersebut tetep jernih dan tidak mengandung
mikroorganisme.
· Langkah III : labu yang air kaldu didalamnya tetap jernih dimiringkan
sampai air kaldu didalamnya mengalir kepermukaan pipa hingga
bersentuhan dengan udara. Setelah itu labu diletakkan kembali
pada tempat yang aman selama beberapa hari. Kemudian keadaan
air kaldu diamati lagi. Ternyata air kaldu didalam labu meanjadi
busuk dan banyak mengandung mikroorganisme.

Melaui pemanasan terhadap perangkat percobaanya, seluruh mikroorganisme yang


terdapat dalam air kaldu akan mati. Disamping itu, akibat lain dari pemanasan adalah
terbentuknya uap air pada pipa kaca berbentuk leher angsa. Apabila perangkat
percobaan tersebut didinginkan, maka air pada pipa akan mengembun dan menutup
lubang pipa tepat pada bagian yang berbentuk leher. Hal ini akan menyebabkan
terhambatnya mikroorganisme yang bergentayangan diudara untuk masuk kedalam
labu. Inilah yang menyebabkan tetap jernihnya air kaldu pada labu tadi.

Pada saat sebelum pemanasan, udara bebas tetap dapat berhubungan dengan ruangan
dalam labu. Mikroorganisme yang masuk bersama udara akan mati pada saat
pemanasan air kaldu.

Setelah labu dimiringkan hingga air kaldu sampai kepern\mukan pipa, air kaldu itu
akan bersentuhan dengan udara bebas. Disini terjadilah kontaminasi mikroorganisme.
Ketika labu dikembalikan keposisi semula (tegak), mikroorganisme tadi ikut terbawa
masuk. Sehingga, setelah labu dibiarkan beberapa beberapa waktu air kaldu menjadi
akeruh, karena adanya pembusukan oleh mikrooranisme tersebut. Dengan demikian
terbuktilah ketidak benaran paham Abiogenesis atau generation spontanea,
yangmenyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati yang terjadi secara
spontan.
Berdasarkan hasil percobaan Redi, Spallanzani, dan Pasteur tersebut, maka
tumbanglah paham Abiogenesis, dan munculah paham/teori baru tentang asal usul
makhluk hidup yang dikenal dengan teori Biogenesis. Teori itu menyatakan :

a. omne vivum ex ovo = setiap makkhluk hidup berasal dari telur.


b. Omne ovum ex vivo = setiap telur berasal dari makhluk hidup, dan
c. Omne vivum ex vivo = setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup
sebelumnya.

Walaupun Louis Pasteur dengan percobaannya telah berhasil menumbangkan paham


Abiogenesis atau generation spontanea dan sekaligus mengukuhkan paham
Biogenesis, belum berarti bahwa masalah bagaimana terbentuknya makhluk hidup
yang pertama kali terjawab.
Disamping teori Abiogenesis dan Biogenesis, masih ada lagi beberapa teori tentang
asal usul kehidupan yang dikembangkan pleh beberapa Ilmuwan, diantaranya adalah
sebagai berikut :

a. Teori kreasi khas, yang menyatakan bahwa kehidupan diciptakan oleh zat
supranatural (Ghaib) pada saat yang istimewa.
b. Teori Kosmozoan, yang menyatakan bahwa kehidupan yang ada di planet ini
berasal dari mana saja.
c. Teori Evolusi Kimia, yang menyatakan bahwa kehidupan didunia ini muncul
berdasarkan hukum Fisika Kimia.
d. Teori Keadaan Mantap, menyatakan bahwa kehidupan tidak berasal usul.
TEORI EVOLUSI KIMIA

Ketidakpuasan para Ilmuwan terhadap apa yang dikemukakan para tokoh teori
Abiogenesis maupun Biogenesis mendorong para Ilmuwan lain untuk terus
mengadakan penelitian tentang asal usul kehidupan. Antara pakar-pakar tersebut
antara lain :
Harold Urey, Stanley Miller, dan A.I.Oparin. mereka berpendapat bahwa
organisme terbentuk pertama kali di bumi ini berupa makhluk bersel satu. Selanjutnya
makhluk tersebut mengalami evolusi menjadi berbagai jenis makhluk hidup seperti
Protozoa, Porifera, Coelenterata, Mollusca, dan lain-lain.

Para pakar biologi, astronomi, dan geologi sepakat, bahwa planet bumi ini terbentuk
kira-kira antara 4,5-5 miliar tahun yang lalu. Keadaan pada saat awal terbentuknya
sangat berbeda denagn keadaan pada saat ini. Pada saat itu suhu planet bumi
diperkirakan 4.000-8.000oC. pada saat mulai mendingin, senyawa karbon beserta
abeberapa unsur logam mengembun membentuk inti bumi, sedangkan permukaannya
tetap gersang, tandus, dan tidak datar. Karena adanya kegiatan vulkanik, permukaan
bumi yang masih lunak tersebut bergerak dan berkerut terus menerus. Ketika
mendingin, kulit bumi tampak melipat-lipat dan pecah.

Pada saat itu, kondisi atmosfer bumi juga berbeda denagn kondisi saat ini. Gas-gas
ringan seperti Hidrogen (H2), Nitrogen (N2), Oksigen (O2), Helium (He), dan Argon
(Ar) lepas meninggalkan bumi akrena gaya gravitasi bumi tidak mampu manahannya.
Dia atmosfer juga terbentuk senaywa-senyawa sederhana yang mengandung unsure-
unsur tersebut, seperti uap air (H2O), Amonia (NH3), Metan (CH4), dan
Karbondioksida (CO2). Senyawa sederhana tersebut tetap berbentuk uap dan tertahan
dilapisan atas atmosfer. Ketuika suhu atmosfer turun sekitar 100oC terjadilah hujan
air mendidih. Peristiwa ini berlangsung selama ribuan tahun. Dalam keadaan
semacam ini pasti bumi saat itu belum dihuni kehidupan. Namun, kondisi semacam
itu memungkinkan berlangsungnya reaksi kimia, karena teredianya zat (materi) dan
energi yang berlimpah.

Timbul pertanyaan, bagaimana proses terjadinya kehidupan dibumi ini ?


Pwertanyaan inilah yang mendorong beberapa Ilmuwan untuk mengemukakan
pendapat serta melakukan experiment. Di antara Ilmuwan tersebut antara lain Harold
Urey dan Stanley Miller.

A) Teori Evolusi Kimia Menurut Harold Urey (1893)

Harold Urey adalah ahli Kimia berkebangsaan Amerika Serikat. Dia menyatakan
bahwa pada suatu saat atmosfer bumi kaya akan molekul zat seperti Metana (CH4),
Uap air (H2O), Amonia(NH2), dan karbon dioksida (CO2) yang semuanya berbentuk
uap. Karena adanya pengaruh energi radiasi sinar kiosmis serta aliran listrik halilintar
terjadilah reaksi diantara zat-zat tersebut menghasilkan zat-zat hidup. Teori evolusi
Kimia dari Urey tersebut biasa dikenal dengan teori Urey.

Menurut Urey, zat hidup yang pertama kali terbentuk mempunyai susunan
menyerupai virus saat ini. Zat hidup tersebut selama berjuta-juta tahun mengalami
perkembangan menjadi berbagai jenis makhluk hidup. Menurut Urey, terbentuknya
makhluk hidup dari berbagai molekul zat di atmosfer tersebut didukung kondisi
sebagai berikut :

a) kondisi 1 : tersedianya molekul-molekul Metana, Amonia, Uap air, dan


hydrogen yang sangat banyak di atmosfer bumi
b) kondisi 2 : adanya bantuan energi yang timbul dari aliran listrik halilintar dan
radiasi sinar kosmis yang menyebabkan zat-zat tersebut bereaksi membentuk
molekul zat yang lebih besar,
c) kondisi 3 : terbentuknya zat hidup yang paling secerhana yang susunan kimianay
dapat disamakan dengan susunan kimia virus, dan
d) kondisi 4 : dalam jangka waktu yang lama (berjuta-juta tahun), zat idup yang
terbentuk tadi berkembang menjadi seejnis organisme (makhluk hidup yang lebih
kompleks).

B) Eksperimen Stanley Miller

Miller adalah murid Harold Urey yang juga tertarik terhadap masalah asal usul
kehidupan. Didasarkan informasi tentang keadaan planet bumi saat awal
terbentuknya, yakni tentang keadaan suhu, gas-gas yang terdapat pada atmosfer
waktu itu, dia mendesain model alat laboratorium sederhana yang dapat digunakan
untuk membuktikan hipotesis Harold Urey.

Kedalam alat yang diciptakannya, Miller memasukan gas Hidrogen, Metana, Amonia,
dan Air. Alat tersebut juaga dipanasi selama seminggu, sehingga gas-gas tersebut
dapat bercampur didalamnya. Sebagai pengganti energi aliran listrik halilintar, Miller
mengaliri perangkat alat tersebut dengan loncatan listrik bertegangan tinggi. Adanya
aliran listrik bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas dalam alat Miller
bereaksi membentuk suatu zat baru. Kedalam perangkat juga dilakukan pendingin,
sehingga gas-gas hasil reaksi dapat mengembun.
Pada akhir minggu, hasil pemeriksaan terhadap air yang tertampung dalam perangkap
embun dianalisis secar kosmografi. Ternyata air tersebut mengandung senyawa
organic sederhana, seperti asam amino, adenine, dan gula sederhana seperti ribose.
Eksperimen Miller ini dicoba beberapa pakar lain, ternyata hasilnya sama. Bial dalam
perangkat eksperimen tersebut dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang
dihasilkan mengandung ATP, yakni suatu senyawa yang berkaitan dengan transfer
energi dalam kehidupan. Lembaga cpenelitian lain, dalam penelitiannya
menghasilkan senyawa-senyawa nukleotida.

Nukleotida adalah suatu senyawa penyusun utama ADN (Asam Deoksiribose


Nukleat) dan ARN (Asam Ribose Nukleat), yaitu senaywa khas dalam inti sel yang
mengendalikan aktivitas sel dan pewarisan sifat.

Eksperimen Miller dapat memberiakn petunjuk bahwa satuan- satuan kompleks


didalam sistem kehidupan seperti Lipida, Karbohidrat, Asam Amino, Protein,
Mukleotida dan lain-lainnya dapat terbentuk dalam kondisi abiotik. Teori yang terus
berulang kali diuji ini diterima para ilmuwan secara luas. Namun, hingga kini
masalah utama tentang asal-usul kehidupan tetap merupakan rahasia alam yang belum
terjawab. Hasil yang mereka buktikan barulah mengetahui terbentuknya senyawa
organik secara bertahap, yakni dimulai dari bereaksinya gas-gas diatmosfer purba
dengan energi listrik halilintar. Selanjutnay semua senyawa tersebut bereaksi
membentuk senyawa yang lebih kompleks dan terkurung dilautan. Akhirnay
membentuk senyawa yang merupakan komponen sel.

TEOI EVOLUSI BIOLOGI

Alexander Oparin adalah Ilmuwan Rusia. Didalam bukunya yang berjudul The
Origin of Life(Asal Usul Kehidupan). Oparin menyatakan bahwa paad suatu ketika
atmosfer bumi kaya akan senyawa uap air, CO2, CH4, NH3, dan Hidrogen. Karena
adanya energi radiasi benda-benda angkasa yang amat kaut, seperti sinar Ultraviolet,
memungkinkan senyawa-senyawa sederhana tersebut membentuk senyawa organik
atau senyawa hidrokarbon yang lebih kompleks. Proses reaksi tersebut berlangsung
dilautan.

Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk diperkirakan senyawa aseperti Alkohol


(H2H5OH), dan senyawa asam amino yang paling sederhana. Selama berjuta-juta
tahun, senyawa sederhana tersebut bereaksi membenrtk senyawa yang lebih
kompleks, Gliserin, Asam organik, Purin dan Pirimidin. Senyawa kompleks tersebut
merupakan bahan pembentuk sel.

Menurut Oparin senyawa kompleks tersebut sangat berlimpah dilautan maupun di


permukaan daratan. Adanya energi yang berlimpah, misalnya sinar Ultraviolet, dalam
jangka waktu yang amat panjang memungkinkan lautan menjadi timbunan senyawa
organik yang merupakan sop purba atau Sop Primordial.
Senyawa kompleks yang tertimbun membentuk sop purba di lautan tersebut
selanjutnya berkembang sehingga memiliki kemampuan dan sifat sebagai berikut :
A. memiliki sejenis membran yang mampu memisahkan ikatan-ikatan
kompleks yang terbentuk dengan molekul-molekul organik yang terdapat
disekelilingnya;
B. memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan molekil-
molekul dari dan ke sekelilingnya;
C. memiliki kemampuan untuk memanfaatkan molekul-molekul yang
diserap sesuai denagn pola-pola ikatan didalamnya;
D. mempunyai kemampuan untuk memisahkan bagian-bagian dari ikatan-
ikatannya. Kemampuan semacam ini oleh para ahli dianggap sebagai
kemampuan untuk berkembang biak yang pertama kali.
Senyawa kompleks dengan sifat-sifat tersebut diduga sebagai kehidupan yang
pertamakali terbentuk. Jadi senyawa kompleks yang merupakan perkembangan dari sop
purba tersebut telah memiliki sifat-sifat hidup seperti nutrisi, ekskresi, mampu mengadan
metabolisme, dan mempunayi kemampuan memperbanyak diri atau reproduksi.

Walaupun dengan adanya senyawa-senyawa sederhana serta energi yang berlimpah


sehingga dilautan berlimpah senyawa organik yang lebih kompleks, namun Oparin
mengalami kesulitan untuk menjelaskan mengenai mekanisme transformasi dari molekul-
molekul protein sebagai abenda tak hidup kebenda hidup. Bagaimana senyawa-senyawa
organik sop purba tersebut dapat memiliki kemampuan seperti tersebut diatas ? Oparin
menjelaskan sebagai berikut :

Protein sebagai senyawa yang bersifat Zwittwer Ion, dapat membentuk kompleks koloid
hidrofil (menyerap air), sehingga molekul protein tersebut dibungkus oleh molekul air.
Gumpalan senyawa kompleks tersebut dapat lepas dari cairan dimana dia berada dan
membentuk emulsi. Penggabunagn struktur emulsi ini akan menghasilkan koloid yang
terpiah dari fase cair dan membentuk timbuna gumpalan atau Koaservat.

Timbunan Koaservat yang kaya berbagai kompleks organik tersebut memungkinkan


terjadinya pertukaran substansi dengan lingkungannya. Di samping itu secara selektif
gumpalan Koaservat tersebut memusatkan senyawa-senyawa lain kedalamnya terutama
Kristaloid. Komposisi gumpalan koloid tersebut bergantung kepada komposisi
mediumnay. Denagndemikian, perbedaan komposisi medium akan menyebabkan
timbulnya variasi pada komposisi sop purba. Variasi komposisi sop purba diberbagai
areal akan mengarah kepada terbentuknya komposisi kimia Koaservat yang merupakan
penyedia bahan mentah untuk proses biokimia.

Tahap selanjutnya substansi didalam Koaservat membentuk enzim. Di sekeliling


perbatasan antara Koaservat dengan lingkungannya terjadi penjajaran molekul-molekul
Lipida dan protein sehingga terbentuklah selaput sel primitif. Terbentuknya selaput sel
primitif ini memungkinkan memberikan stabilitas pada koaservat. Dengan demikian,
kerjasama antara molekul-molekul yang telah ada sebelumnya yang dapat mereplikasi
diri kedalam koaservat dan penagturan kembali Koaservat yang terbungkus lipida amat
mungkin akan mnghasilkan sel primitif.
Kemampuan koaservat untuk menyerap zat-zat dari medium memungkinkan bertambah
besarnya ukuran koaservat. Kemungkinan selanjutnya memungkinkan terbentuknya
organisme Heterotropik yang mampu mereplikasi diri dan mendapatkan bahan makanan
dari sop Primordial yang kaya akan zat-zat organik.

Teori evolusi biologi ini banyak diterima oleh paar Ilmuwan. Namun, tidak sedikit
Ilmuwan yang membantah tentang interaksi molekul secara acak yang dapat menjadi
awal terbentuknya organisme hidup.

Teori evolusi kimia dan teori evolusi biologi banyak pendukungnya, namun baru teori
evolusi kimia yang telah dibuktikan secara eksperimental, sedangkan teori evolusi biologi
belum ada yang menguji secara eksperimental.

Seandainya apa yang dikemukakan dua teori tersebut benar, tetapi belum mampu
menjelaskan bagaimana dan dari mana kehidupan diplanet bumi ini pertama kali muncul.
Yang perlu diingat adalah bahwa kehidupan adalah tidak hanya menyangkut masalah
replikas; (penggandaan diri) atau masalah kehidupan biologis saja, tetapi juga
menyangkut masalah kehidupan rohani. Tentang teori asal usul kehidupan yang
menyatakan organisme pertamakali terbentuk dilautan bisa dipahami dari sudut biologi,
karena molekul-molekul organik yang merupakan sop purba itu tertumpuk dilaut.

(http://annilasyiva.multiply.com/journal/item/37)

Anda mungkin juga menyukai