Anda di halaman 1dari 11

Deulis herlianti

Fitrin Ramadini
Ilham Fadillah Anshori
Leni Meilani
Muhamad Rizal Ginanto
Nida Sylva Rahmani
Zaine Ahlin

Teori-teori Masuknya Islam ke Indonesia- Islam datang ke Indonesia ketika pengaruh
Hindu dan Buddha masih kuat. Kala itu, Majapahit masih menguasai sebagian besar wilayah
yang kini termasuk wilayah Indonesia. Masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama dan
kebudayaan Islam melalui jalur perdagangan, sama seperti ketika berkenalan dengan agama
Hindu dan Buddha. Melalui aktifitas niaga, masyarakat Indonesia yang sudah mengenal
Hindu-Buddha lambat laun mengenal ajaran Islam. Persebaran Islam ini pertama kali terjadi
pada masyarakat pesisir laut yang lebih terbuka terhadap budaya asing. Setelah itu, barulah
Islam menyebar ke daerah pedalaman dan pegunungan melalui aktifitas ekonomi, pendidikan,
dan politik.
Agama Islam pada akhirnya menyebar hingga ke Asia Tenggara dan Asia Timur. Hal ini
terjadi akibat jalur perdagangan yang makin ramai, dengan dibukanya Bandar Hurmuz di
Teluk Persia. Indonesia sebagai salah satu wilayah yang memiliki banyak pelabuhan,
merupakan salah satu tujuan para saudagar asing untuk memperoleh barang dagang yang laku
di pasaran internasional, terutama rempah-rempah.
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan
tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Menurut para sejarawan,
teori-teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:
a. Teori Mekah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori
lamayaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia
pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:
1. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah
mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan
berita Cina.
2. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafii, dimana pengaruh
mazhab Syafii terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan
Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari
Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M.
Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA,
salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini
pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam
Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang
mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan
argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan
sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh
nilainilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam
pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh
sebelum tarikh masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak
kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang
cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya
yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang
hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam
di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di
Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya
sekadar perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang
diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara)
yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari
satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.
b. Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat
pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran
dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari
Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas
Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di
Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang menyebarkan
Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan
pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk
Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh
seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih
dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang Gujarat telah lebih
awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam
pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang
Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammadyang menggunakan
gelar sayid atau syarif di di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan
argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17
Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam
Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk
yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya
berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh
orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya
adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.




c. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah
Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein
Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih
menitikberatkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara
masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain:
Pertama, peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syiah atas kematian
syahidnya Husain. Peringatan ini berbentuk pembuatan bubur Syura. Di Minangkabau bulan
Muharram disebut bulan Hasan-Husain. Di Sumatera Tengah sebelah Barat, disebut bulat
Tabut, dan diperingati dengan mengarak keranda Husain untuk dilemparkan ke sungai atau
ke dalam perariran lainnya. Keranda tersebut disebut tabut diambil dari bahasa Arab.
Kedua, adanya kesamaan ajaran antara ajaran syaikh Siti Jenar dengan ajaran sufi al-Hallaj,
sekalipun al-Hallaj telah meninggal pada 310 H/922 M, tetapi ajarannya berkembang terus
dalam bentuk puisi, sehingga memungkinkan syaikh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16
dapat mempelajarinya.
Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda bunyi
harakat dalam pengajian al-quran tingkat awal. Dalam bahasa Persi Fathah ditulis jabar-
zabar, kasrah ditulis jer-zeer, dhammah ditulis pes-pyes. Huruf sin yang tidak bergigi
berasal dari Persia, sedangkan sin bergigi berasal dari Arab.
Keempat, nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419) di
Gresik dipesan dari Gujarat.
d. Teori Cina
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa)
berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia
jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau
Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesiaterutama melalui kontak dagang.
Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru
berkembang.Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan,
menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam
pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.
Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan
hikayat), dapat diterima. Bahkan menurut sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa raja
Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina.
Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam).
Berdasarkan Sajarah Banten dan Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak
beserta leluhurnya ditulis dengan menggunakan istilah Cina, seperti Cek Ko Po, Jin Bun,
Cek Ban Cun, Cun Ceh, serta Cu-cu. Nama-nama seperti Munggul dan Moechoel
ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara Cina yang berbatasan
dengan Rusia.
Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang
didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting
sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki
pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina. Semua teori di atas masing-masing
memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas
dalam masing-masing teori tersebut. Meminjam istilah Azyumardi Azra, sesungguhnya
kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam kompleksitas; artinya tidak berasal dari satu
tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan

Beberapa Pendapat Tentang Awal Masuknya Islam di Indonesia.
1. Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:
1. Seminar masuknya islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan
perjalanan Al masudi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat
utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648
diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.
2. Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan
bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan
oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam
perjalannya ke China.
3. Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya
menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia,
dan Malaya antara tahun 606-699 M.
4. Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory
of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya
mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-
Indonesia pada 672 M.
5. Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia
mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk
ke Malaya.
6. Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnay berjudul
Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa
beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687
sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.
7. W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled
From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti Tang
memberitahukan adanya Aarb muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun
674). (Ta Shih = Arab Muslim).
8. T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation
of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia
pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M).
1. Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:
1. Satu-satunya sumber ini adalah diketemukannya makam panjang di daerah
Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan
rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riqah yang
berangka tahun (dimasehikan 1082)
2. Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:
1. Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia menjumpai adanya
kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun 1292 M.
2. K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah menyebut adanya kerajaan
Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.
3. J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk
Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia
pada abad ke 13.
Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih
cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan
saudah adanya beberapa kerajaaan islam di kawasan Indonesia.












Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Indonesia
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran
agama dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya
bandarbandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Di
samping itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan para
mubaligh.
A. Peranan Kaum Pedagang
Seperti halnya penyebaran agama Hindu-Buddha, kaum pedagang memegang peranan
penting dalam proses penyebaran agama Islam, baik pedagang dari luar Indonesia maupun
para pedagang Indonesia. Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat
perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Di samping
itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para
pedagang.
Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama, untuk menunggu
datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari
berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling
memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan agama. Bukan hanya melakukan perdagangan,
bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan.
Di antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang
umumnya beragama Islam. Mereka mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para
pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah ada penduduk Indonesia
yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan penganut agama Islam makin banyak. Bahkan
kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir.
Penduduk setempat yang telah memeluk agama Islam kemudian menyebarkan Islam kepada
sesama pedagang, juga kepada sanak familinya. Akhirnya, Islam mulai berkembang
di masyarakat Indonesia. Di samping itu para pedagang dan pelayar tersebut juga ada yang
menikah dengan penduduk setempat sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak yang Islam.
Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun sehingga akhirnya muncul sebuah
komunitas Islam, yang setelah kuat akhirnya membentuk sebuah pemerintahaan Islam. Dari
situlah lahir kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara.
1. Gujarat (India)
Pedagang islam dari Gujarat, menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antar lain:
a. Ukiran batu nisan gaya Gujarat.
b. Adat istiadat dan budaya India islam.
2. Persia
Para pedagang Persia menyebarkan Islam dengan beberapa bukti antar lain:
a. Gelar Syah bagi raja-raja di Indonesia.
b. Pengaruh aliran Wihdatul Wujud (Syeh Siti Jenar).
c. Pengaruh madzab Syiah (Tabut Hasan dan Husen).
3. Arab
Para pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia, dengan
bukti antara lain:
a. Menurut al Masudi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman,
Hidramaut, Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan islam di lingkungannya, sekitar
Sumatra, Jawa, dan Malaka.
b. munculnya nama kampong Arab dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang
banyak mengenalkan islam.
4. China
Para pedagang dan angkatan laut China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo
awan), mengenalkan islam di pantai dan pedalaman Jawa dan sumatera, dengan bukti
antar lain :
a. Gedung Batu di semarang (masjid gaya China).
b. Beberapa makam China muslim.
c. Beberapa wali yang dimungkinkan keturunan China

B. Peranan Bandar-Bandar di Indonesia
Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang.
Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat tinggal
para pengusahaperkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan
internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki peranan dan
arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia.
Di bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para
pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu
masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak geografis kota-
kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir-pesisir dan muara
sungai.
Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan
ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda
Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore.
Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya pun kemudian
banyak memeluk agama Islam.
Peranan bandar-bandar sebagai pusat perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para pedagang di
dalam kota mempunyai perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas
persetujuan dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat perkampungan orang
Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu.
Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar kerajaan lainnya. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa kota-kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki
ciri-ciri yang hampir sama antara lain letaknya di pesisir, ada pasar, ada masjid, ada
perkampungan, dan ada tempat para penguasa (sultan).

C. Peranan Para Wali dan Ulama
Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai
pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh
yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini
berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan
menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu
menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di
samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan
Islam.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang
yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini
dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah
tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan
(yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut.
(1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada
abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur.
Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
(3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar
Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
(4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban,
Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di
Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara
menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
(6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa
Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni
bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
(8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak
antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
(9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa,
dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.

Kelemahan-Kelemahan Teori Masuknya Islam ke Nusantara
Keterangan di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan pendapa tentang darimana, dan kapan
masuknya Islam ke Nusantara. Sementara untuk pertanyaan siapa yang membawa Islam ke
Nusantara para sejarawan di atas kelihatannya sepakat bahwa Islam di bawa oleh para
pedagang.
Menurut Azyumardi Azra ada beberapa kelemahan-kelemahan dari teori-teori yang
dikemukaan diatas, pertama teori india yang dikembangkan oleh sarjana-sarjana Belanda,
kelemahan ini terlihat ketika pada masa itu India diperintah oleh seorang yang beragama
Hindu, selain itu kelemahan teori ini terlihat dari pemahaman keagamaan atau mazhab yang
dianut oleh masyarkat India dan Nusantara, yang mana India memegang mazhab Hanafi
sementara Nusantara bermazhab Syafii.
Kedua, teori Arab yang mengatakan bahwa Islam masuk pada Abad ke-7/8M. yang dibawa
oleh para pedagang Muslim, teori ini kelihatan lemah ketika adanya keterangan yang
mengatakan bahwa ketika di tanah Arab dipimpin oleh khalifah Umayyah Raja Sriwijaya
pernah mengirim surat kepada dua raja Arab, yaitu Muawiyah bin Abi Sofyan dan Umar bin
Abdul Aziz, dimana raja Sriwijaya meminta kepada raja Arab (Bani Umayyah) untuk
mengutus seorang yang mempunyai pemahaman agama yang baik untuk mengajarkannya
tentang Islam. Maka hal ini menunjukkan bahwa para pedagang yang datang ke Nusantara
pada abad ini tidak menyebarkan agama Islammelainkan hanya tujuan ekonomi. Selain itu
teori ini dianggap lemah karena tidak adanya bukti bahwa adanya penduduk lokal yang
masuk Islam pada abad ini.
Melihat dari kelemahan-kelemahan tersebut kemudian Azyumardi Azra mengelurakan
pendapatnya tentang masuknya Islam ke Nusantara. Sepertinya azra secara tidak langsung
agak setuju dengan datangnya Islam di Nusantara pada abad ke-7 namun, baru dianut oleh
para pedangang-pedangang Arab yang berdagang di Nusantara, Islam mulai tersebar dan baru
dianut oleh masyarakat Nusantara pada abad ke-12, yang disebarkan oleh para sufi
pengembara yang berasal dari Arab. Alasan ini dikuatkan oleh corak Islam awal yang di anut
oleh masyarakat Nusantara ialah Islam sufistik, karena pada masa al-Gazali muncul sufi-sufi
pengembara yang bertujuan untuk menyebarkan Islam tanpa pamrih, maka sufi-sufi inilah
yang datang dan menyebarkan Islam di Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai