Anda di halaman 1dari 24

Tutorial Klinik

G L A U K O M A






Oleh:
Dedi Febriandaru G.99122029
Fitria Marizka K G.99122116
Muflihah Isnawati G.99122075

Pembimbing :
dr. Djoko Susianto, Sp.M.


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Pracimantoro, Wonogiri
Tgl pemeriksaan : 3 Maret 2014
No. RM : 01244454

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Penglihatan mata kanan dan kiri kabur

B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang mengeluhkan mata kanan dan kiri terasa kabur untuk
melihat, baik untuk melihat dekat maupun untuk melihat jauh. Keluhan
tersebut disertai mata berair pada mata kanan dan kiri. Pasien juga mengeluh
nyeri kepala ceko-cekot terutama disekitar kelopak mata. Keluhan tersebut
dirasakan kurang lebih sejak 2 minggu yang lalu. Sehingga untuk beraktiftas
penderita mengalami kesulitan karena pandangannya yang kabur. Mata merah
(-), mata lengket (-), mata gatal (-), terasa ada yang mengganjal (-), silau (-),
pandangan double (-), pusing (-). Karena keluhannya tersebut pasien
memeriksakan diri ke RSUD Dr. Moewardi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi : (+) tidak terkontrol
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat trauma : disangkal
- Riwayat pakai kaca mata : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat sakit serupa : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
T = 150/90 mmHg N = 92x/menit Rr = 20x/menit S = afebril

B. Pemeriksaan subyektif OD OS
Visus sentralis jauh /60 /60
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Koreksi tidak dilakukan tidak dilakukan
Refraksi non refraksi non refraksi
Visus sentralis dekat
Koreksi tidak dilakukan tidak dilakukan
Visus Perifer
Konfrontasi test medan penglihatan medan penglihatan
pasien sama dengan pasien sama dengan
pemeriksa pemeriksa
Proyeksi sinar tidak dilakukan tidak dilakukan
Persepsi warna tidak dilakukan tidak dilakukan

C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
Tanda radang tidak ada tidak ada
Luka tidak ada tidak ada
Parut tidak ada tidak ada
Kelainan warna tidak ada tidak ada
Kelainan bentuk tidak ada tidak ada

2. Supercilium
Warna hitam hitam
Tumbuhnya normal normal
Kulit sawo matang sawo matang
Geraknya dlm batas normal dlm batas normal

3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Heteroforia tidak ada tidak ada
Strabismus tidak ada tidak ada
Pseudostrabismus tidak ada tidak ada
Exophtalmus tidak ada tidak ada
Enophtalmus tidak ada tidak ada
Anopthalmus tidak ada tidak ada

4. Ukuran bola mata
Mikrophtalmus tidak ada tidak ada
Makrophtalmus tidak ada tidak ada
Ptisis bulbi tidak ada tidak ada
Atrofi bulbi tidak ada tidak ada
Buftalmus tidak ada tidak ada
Megalokornea tidak ada tidak ada
5. Gerakan Bola Mata
Temporal superior normal normal
Temporal inferior normal normal
Temporal normal normal
Nasal normal normal
Nasal superior normal normal
Nasal inferior normal normal
6. Kelopak Mata
Gerakannya dlm batas normal dlm batas normal
Lebar rima 10 mm 10 mm
Blefarokalasis tidak ada tidak ada
7. Tepi kelopak mata
Oedem tidak ada tidak ada
Margo intermarginalis tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Entropion tidak ada tidak ada
Ekstropion tidak ada tidak ada
8. Sekitar saccus lakrimalis
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
9. Sekitar Glandula lakrimalis
Odem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
9. Tekanan Intra Okuler
Palpasi meningkat meningkat
Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan
Non Contact Tonometer 25,0 22,5
10. Konjungtiva
Konjungtiva palpebra
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Fornix
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Pterigium tidak ada tidak ada
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Injeksi siliar tidak ada tidak ada
Caruncula dan Plika Semilunaris
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
11. Sklera
Warna putih putih
Penonjolan tidak ada tidak ada
12. Cornea
Ukuran 12 mm 12 mm
Limbus jernih jernih
Permukaan rata, mengkilap rata, mengkilap
Sensibilitas normal normal
Medium dlm batas normal dlm batas normal
Keratoskop (Placido) reguler reguler
Fluoresin Test tidak dilakukan tidak dilakukan
Arcus senilis (+) (+)
13. Kamera Okuli Anterior
Isi jernih jernih
Kedalaman dangkal dangkal
14. Iris
Warna coklat coklat
Gambaran spongious spongious
Bentuk bulat bulat
Sinekia Anterior tidak ada tidak ada
Sinekia Posterior tidak ada tidak ada
15. Pupil
Ukuran 2 mm 2 mm
Bentuk bulat bulat
Tempat sentral sentral
Reflek direct (+) (+)
Reflek indirect (+) (+)
Reflek konvergensi (+) (+)
16. Lensa
Ada/tidak ada ada
Kejernihan cukup jernih cukup jernih
Letak sentral sentral
Shadow test (-) ( -)

17. Corpus vitreum
Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan

FOTO PASIEN:



IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Visus sentralis jauh /60 /60
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Koreksi tidak dilakukan tidak dilakukan
Refraksi non-refraksi non-refraksi
Visus sentralis dekat tidak dilakukan tidak dilakukan
Sekitar mata dalam batas normal dalam batas normal
Supercilium dalam batas normal dalam batas normal
Pasangan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
dalam orbita
Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Kelopak mata dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar saccus lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis dalam batas normal dalam batas normal

Tekanan IntraOkuler meningkat meningkat
Konjunctiva bulbi pterigium (-) pterigium (-)
Sklera dalam batas normal dalam batas normal
Kornea
Arcus senilis (-) (-)

Camera oculi anterior dangkal dangkal
Iris dalam batas normal dalam batas normal
Pupil dalam batas normal dalam batas normal

Lensa
Kejernihan dalam batas normal dalam batas normal
Letak sentral sentral
Shadow test (-) (-)
Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS BANDING
- Glaukoma Primer
- Katarak Matur

VI. DIAGNOSIS
- Glaukoma Primer

VII. TERAPI
A. Glaukon Tab 3 x 1 tab
B. Timol 0,5% ED 2 x 2 tetes sehari ODS

IX. PROGNOSIS OD OS
Ad vitam bonam bonam
Ad sanam dubia et malam dubia et malam
Ad fungsionam dubia et malam dubia et malam
Ad kosmetikum bonam bonam

























TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA

A. GLAUKOMA
Menurut Chandler & Grant (1977), glaukoma adalah suatu keadaan pada
mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola mata yang sudah menyebabkan
kerusakan/kelainan pada diskus optikus dan lapang pandangan/yojana
penglihatan. Sedangkan menurut Kolker & Hetherington (1983), glaukoma adalah
suatu penyakit mata dengan tanda yang lengkap berupa kenaikan tekanan bola
mata, degenerasi dan ekskavasi diskus optikus dan gangguan khas serabut saraf,
yang menimbulkan gangguan lapang pandangan/yojana penglihatan. Sementara
itu, Liesegang (2003) menyatakan bahwa glaukoma adalah sekumpulan gejala
dengan tanda karakteristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa
bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan lapang pandangan yang
khas, disertai dengan kenaikan tekanan bola mata.
3


B. KLASIFIKASI GLAUKOMA
Menurut Vaughan (1995), klasifikasi glaukoma menurut etiologinya
dikelompokkan dalam glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma
sekunder dan glaukoma absolut.
1. Glaukoma Primer
3

a. Glaukoma sudut terbuka disebut juga glaukoma simpleks, glaukoma
simpleks menahun. Bentuk glaukoma ini adalah bentuk yang paling sering
ditemukan, dan presentasinya sekitar 85%-90% dari seluruh kasus
glaukoma.
b. Glaukoma sudut tertutup disebut juga glaukoma sudut sempit,bentuk
glaukoma ini dapat terjadi melalui beberapa stadium yaitu: akut, subakut,
khronik/menahun, dan iris plato/plateau iris.
2. Glaukoma Kongenital
3

a. Glaukoma kongenital primer
b. Glaukoma yang berkaitan dengan anomali kongenital dan perkembangan:
1) Sindroma pembelahan bilik mata depan, yaitu sindroma Axenfeld,
sindroma Rieger dan anomali Peter.
2) Aniridia
c. Glaukoma berkaitan dengan gangguan perkembangan ekstra okuler,
seperti Sindroma Sturge-Weber, Sindroma Marfan, Neurofibromatosis,
Sindroma Lowe, dan Rubela kongenital.
3. Glaukoma Sekunder
3

a. Glaukoma berpigmen
b. Sindroma eksfoliatif
c. Karena kelainan lensa, yaitu dislokasi, intumesensi, dan fakolitik
d. Karena kelainan uvea, yaitu uveitis, synechia posterior, dan tumor
e. Sindroma iridokorneo endotelial
f. Trauma, yaitu Hiphema dan pendarahan bilik mata belakang yang masif,
serta pergeseran akar iris/cekungan sudut
g. Pasca Operasi :
Ciliary block glaucoma/glaukoma akibat hambatan siliaris
Sinekhia Anterior Perifer
Pertumbuhan epitel ke dalam bilik mata depan
Pasca operasi Keratoplasti
Pasca operasi ablasio retina
h. Glaukoma neovaskuler, oleh karena Diabetes mellitus, serta pembuntuan/
sumbatan pembuluh darah vena retina yang sentral
i. Kenaikan tekanan vena epi sklera, yaitu Fistula kovernosa karotikus, dan
Sindroma Sturge-Weber
j. Akibat pemakaian kortikosteroid


4. Glaukoma Absolut
3

Akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol akan terjadi
glaukoma absolut, dengan ciri-ciri mata teraba keras, tajam penglihatan nol,
dan seringkali disertai dengan nyeri mata hebat. Keadaan ini dapat terjadi
pada bentuk Glaukoma sudut terbuka maupun glaukoma sudut tertutup.

C. FISIOLOGI HUMOR AKUEUS
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor
akueus dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor akueus adalah
suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior mata. Volumenya
adalah 250 uL dan kecepatan pembentukannya yang bervariasi diurnal adalah 1,5-
2 uL/menit.tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi
humor akueus sama dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang
lebih rendah.
Humor akueus dihasilkan oleh korpus siliare. Setelah masuk ke kamera
posterior, humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera anterior lalu ke jalinan
trabekula di sudut kamera anterior. Peradangan atau trauma intraokular
menyebabkan peningkatan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor akueus
plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.

D. PENILAIAN GLAUKOMA SECARA KLINIS
1. Tonometri
Tonometri adalah istilah generik untuk pengukuran tekanan
intraokular. Instrumen yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi
Goldmann , yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan
untuk meratakan luas tertentu kornea. Tonometer-tonometer aplanasi lain
yang ada antara alain tonometer Perkin dan TonoPen yang portabel,
pneumatotonometer yang bermanfaat apabila permukaan kornea ireguler dan
dapat digunakan walaupun terdapat lensa kontak di tempatnya. Tonometer
Schiotz adalah tonometer portabel dan mengukur indentasi kornea yang
ditimbulkan oleh beban tertentu. Rentang tekanan intraokular normal adalah
10-24 mmHg.
2. Gonioskopi
Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara korne perifer dan iris
yang diantaranya terdapat jalinan trabekular. Konfigurasi sudut ini yakni
apakah lebar (terbuka), sempit, atau tertutup menimbulkan dampak penting
pada aliran keluar humor akueus. Faktor-faktor yang menentukan konfigurasi
sudut kamera anterior adalah bentuk kornea, mata miop besar memiliki sudut
lebar dan mata hipermetrop kecil memiliki sudut yang sempit.
3. Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya
(depresi sentral) yang ukurannnya bervariasi bergantung pada jumlah relatif
serat yang menyusun syaraf optikus terhadap ukuran lubang sklera yang
harus dilewati oleh serat-serat tersebut.
Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekungan
optik yang diikuti oleh pencekungan superior dan inferior dan disertai
pentakikan fokal tepi diskus optikus. Rasio pencekungan diskus adalah cara
yang bergunauntuk mencatat ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma.
Penilaian klinis diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi
langsung atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 70 dioptri, lensa
Hruby, atau lensa kontak kornea khusus yang memberi gambaran tiga
dimensi.
4. Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapang pandang secara teratur penting untuk diagnosis
dan tindak lanjut glaukoma. Gangguan lapang pandang akibat glaukoma
terutama mengenai 30 derajat lapang pandang bagian tengah. Perubahan
paling dini adalah nyatanya bintik buta.
E. GLAUKOMA PRIMER
1. Glaukoma sudut terbuka atau glaukoma simpleks
3

a. Definisi
Glaukoma sudut terbuka primer adalah neuropati yang khronik
progresif dengan karakteristik perubahan papila syaraf optik dan atau
lapang pandangan tanpa disertai penyebab sekunder. Glaukoma ini
mempunyai sebutan maling penglihatan karena kehilangan penglihatan
normalnya terjadi bertahap dalam jangka waktu yang lama dan sering
dikenali ketika sudah lanjut.
4


Gambar 1. Glaukoma primer sudut terbuka
5


b. Etiologi
Terganggunya atau terjadinya hambatan outflow cairan akuos
melewati trabecular meshwork. Hambatan ini terjadi akibat hilang atau
berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, namun mekanisme
kejadiannya masih belum diketahui secara jelas dan sampai saat ini masih
menjadi objek penelitian.
3
Glaukoma simplek ditemukan berhubungan
dengan mutasi gen pada beberapa lokus. Adanya peningkatan aliran darah
juga dihubumgkan dengan patogenesis glaukoma.
4

c. Teori terjadinya glaukoma simpleks
3

1) Lutjen-Drecoll dan Rohen (1994) menemukan bahwa pada glaukoma
sudut terbuka primer terjadi pengurangan atau menghilangnya jumlah
sel endotel trabecular meshwork, disertai penebalan lamela daerah
uvea dan korneo-skeral. Penebalan tersebut akan menimbulkan
penyempitan ruang antar-trabekulum yang berakhir dengan penutupan,
sehingga terjadi hambatan outflow cairan akuos. Akan tetapi peneliti
tersebut tidak atau belum menjelaskan mekanisme kejadian berkurang
atau menghilangnya sel endotel trabeculer meshwork pada glaukoma
sudut terbuka primer.
2) Vaughan (1995) menyatakan bahwa kondisi berkurang atau hilangnya
sel endotel trabecular meshwork tersebut terjadi akibat degenerasi,
tetapi bukan akibat degenerasi seperti pada proses penuaan (ageing
process).
3) Hogan dan Zimmerman (1962) mengatakan bahwa kondisi tersebut
merupakan akibat pembengkakan dan sklerosis sel endotel trabecular
meshwork.
4) Cotran (1999) menerangkan bahwa penyebabnya belum diketahui
dengan jelas. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat
dimunculkan dugaan kuat bahwa penyebab berkurangnya jumlah sel
endotel trabecular meshwork, adalah akibat kematian sel itu sendiri
oleh karena berbagai sebab. Pada hakekatnya, kematian sel dapat
terjadi karena rangsangan atau jejas letal yang berasal dari luar atau
dari dalam sel itu sendiri (bersifat aktif atau pasif). Kematian sel yang
berasal dari dalam sel dapat terjadi melalui mekanisme genetik, yang
merupakan suatu proses fisiologis dalam usaha mempertahankan
keadaan homeostasis atau keseimbangan fungsinya. Proses kematian
yang berasal dari luar sel dan bersifat pasif dapat terjadi karena jejas
atau injury yang letal akibat faktor fisik, kimia, iskhemia maupun
biologis (Cotran,1999).
Jejas atau injury biologis dapat terjadi akibat pengaruh infeksi
mata akibat mikro-organisme, secara intra maupun ekstra seluler, baik
akibat kuman, jamur, parasit ataupun virus, yang kesemuanya dapat
merupakan antigen yang dapat menimbulkan inflamasi. Akhirnya
antigen tersebut dapat mengaktivasi APC dan limfosit T. Pendapat ini
didukung oleh Clancy (1998), Handoyo (2003) dan Judajana (2004)
Tripathi (1994) juga menyatakan, bahwa yang lebih tinggi dari orang
pada glaukoma ditemukan kadar TGF- normal. Kedua pendapat
tersebut juga didukung oleh Welge-Luessen 2 dapat 1 dan TGF-
(2000), yang menginformasikan juga bahwa TGF- merangsang
peningkatan akumulasi matriks ekstra seluler, fibronectin dan
peningkatan enzim TissueTransglutaminase, yang sangat berperan
dalam proses kematian sel (apoptosis).
Berdasarkan hal tersebut, sitokin TNF- , IL-10 dan TGF- ,
mempunyai pengaruh yang besar pada proses inflamasi, sehingga
diperkirakan juga berperan terhadap kematian sel. Wallach (1999),
Petrolani (1999) dan Pimentel (1994) menyebutkan, bahwa ketiga
sitokin yaitu TNF , IL-10 dan TGF , memang berpengaruh
terhadap kematian sel. Namun sampai dengan saat ini, peran ketiga
sitokin tersebut khususnya terhadap kematian sel endotel trabecular
meshwork, belum pernah dijelaskan. Oleh karena itu, mekanisme
kejadian berkurangnya atau hilangnya sel endotel trabecular meshwork
belum dapat dijelaskan. Akibatnya, pengobatan dan penanggulangan
glaukoma sebagai salah satu penyakit mata yang menyebabkan
kebutaan utama masih belum memberikan hasil yang memuaskan.
Jika peran ketiga sitokin tersebut dalam respons inflamasi dan
kematian sel tidak diperjelas, maka pemahaman tentang peran ketiga
sitokin tersebut tidak dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
penanggulangan proses perjalanan dan perkembangan peningkatan
tekanan bola mata pada glaukoma sudut terbuka primer. Hal ini
menyebabkan jumlah kecacatan netra akibat glaukoma sudut terbuka
primer dengan tekanan bola mata yang meningkat akan tetap saja
tinggi atau bahkan lebih tinggi lagi.

d. Gejala
2

Glaukoma sudah terbuka tidak memberi tanda-tanda dari luar.
Perjalanan penyakit perlahan-lahan dan progresif dengan merusak
papil saraf optik (ekskafasi).
Diagnosis sering baru dibuat jika dilakukan tonometri rutin pada
penderita.
Tajam penglihatan umumnya masih baik kalau keadaan belum lanjut.
Tekanan bola mata lebih dari 24 mm Hg dan tidak terlalu tinggi seperti
pada glaukoma kronik.
Pada funduskopi ditemukan ekskavasi apabila glaukoma sudah
berlangsung lama.
Pemeriksaan lapangan pandang perifer tidak menunjukkan kelainan
selama gaukom masih dini, tetapi lapangan pandang sentral sudah
menunjukkan skotoma parasentral.
Pada gonioskopi akan ditemukan sudut bilik mata depan yang lebar.


e. Pengobatan
2

Miotik:
o Pilokarpin 2 4%, 3 6 kali 1 tetes sehari (membesarkan
pengeluaran cairan mata - outflow).
o Eserin - 1%, 3 6 kali 1 tetes sehari (membesarkan pengeluran
cairan mata - outflow)
Simpatomimetik
Epifrine 0,5 2%, 1 2 kail 1 tetes sehari (menghambat produksi
akuos humor)
Beta-blocker
Timolol maleate 0,25 0,50%, 1 2 kali tetes sehari (menghambat
produksi akuos humor)
Carbonic anhidrase inihibitor
Asetazolamid 250 mg, 4 kali I tablet (menghambat produksi akuos
humor).]

f. Pembedahan
2

Apabila obat-obatan yang maksimal tidak berhasil menahan
tekanan bola mata dibawah 21mm Hg dan lapang pandangan terus mundur
dilakukan pembedahan.
Jenis pembedahan yang dipakai adalah trepanasi Elliot atau
pembedahan sklerotomi Scheie. Akhir-akhir ini operasi yang menjadi
populer adalah trabekulektomi. Pembedahan ini memerlukan mikroskop.

2. Glaukoma sudut tertutup primer atau glaukoma akut
Glaukoma akut hanya terjadi pada mata yang sudut bilik mata
depannya memang sudah sempit dari pembawaannya. Jadi ada faktor
predisposisi yang memungkinkan terjadinya penutupan sudut bilik mata
depan.
3


Gambar 2. Glaukoma primer sudut tertutup
5


a. Faktor predisposisi
Pada bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat pada iris
maka akan terjadi hambatan aliran akuos humor dari bilik mata belakang
ke bilik mata depan, yang dinamakan hambatan pupil (pupillary block).
Hambatan ini dapat menyebabkan meningkatnya tekanan di bilik mata
belakang. Pada sudut bilik depan yang tadinya sudah sempit, dorongan ini
akan menyebabkan iris menutupi jaringan trabekulelum. Akibatnya akuos
humor tidak dapat atau sukar mencapai jaringan ini dan tidak dapat
disalurkan keluar. Terjadilah glaukoma akut sudut tertutup.
2

b. Faktor Pencetus
Peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di bilik mata
belakang akan mendorong iris ke depan, hingga sudut bilik mata depan
yang memang sudah sempit akan mendadak tertutup. Tidak diketahui
dengan jelas apa yang menyebabkan hal tersebut.
2

c. Dilatasi Pupil
Apabila pupil melebar, iris bagian tepi akan menebal. Sudut bilik
mata depan yang asalnya sudah sempit akan mudah tertutup.
2

d. Gejala
Serangan Glaukoma yang terjadi secara tiba-tiba dengan rasa sakit
hebat di mata dan di kepala, perasaan mual dengan muntah, mata merah,
tajam penglihatan sangat menurun, melihat pelangi (halo) sekitar lampu.
1

e. Tanda
2

1). Kelopak mata bengkak
2). Konjungtiva Bulbi sangat hiperemik (kongestif), injeksi siliar
3). Kornea suram, udem
4). Bilik mata depan dangkal
5). Pupil tampak melebar, lonjong, miring agak vertikal
6). Reflek puil lambat atau tidak ada
f. Pemeriksaa Penunjang
2

Tonometer schiotz tekanan intraokuler sangat meningkat. Penyulit:
1). Sinekia anterior perifer: apabila glaukoma akut tidak cepat diobati,
terjadilah perekatan antara iris bagian tepi dan jaringan trabekulum.
Akibatnya bahwa pengeluaran akuos humor lebih terhambat.
2). Katarak: Di atas permukaan kapsul, depan lensa terlihat bercak putih
sesudah suatu serangan akut. Tampaknya seperti susu yang tertumpah
di atas meja. Gambaran ini dinamakan glaukomflecke, yang
menandakan pernah terjadi serangan akut pada mata tersebut.
3). Atrofi papil saraf optik.
g. Pengobatan
2

1). Miotik: pilokarpin 2-4% tetes mata yang diteteskan tiap menit 1 tetes
selama 5 menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6 jam.
2). Karbonik anhidrasi inhibiter: tablet asetazolamik 250mg, 2 tablet
sekaligus, kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam.
3). Obat hiperosmotik: Larutan gliserum 50% dosis 1-1,5gr /kg BB.
Untuk praktisnya dapat dipakai 1cc/kg BB.
Obat-obatan diatas dapat diberi bersama-sama, tetapi hanya
merupakan pengobatan darurat dan jangka pendek, pembedahan harus
ditetapkan.
h. Pembedahan
2

1). Iridektomi Perifer
2). Pembedahan Filtrasi
Indikasi: pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut
sudah berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium
glaukoma kongestif kronik.
Repanasi Elliot: Sebuah lubang kecil berukuran 1,5 mm dibuat
di daerah kornea skeral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan
tujuan agar akuos mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang
subkonjungtiva.
Sklerotomi Scheie korneaskleral dikauteraisasi agar luka tidak
menutup lagi dengan sempurna dengan tujuan akuos mengalir
langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva.
Trabekulektomi yaiut dengan mengangkat trabekulum
sehingga terbentuk celah untuk mengalirkan cairan mata masuk ke
dalam kanal Schlemm.

F. GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT TRAUMA
Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan dini tekanan
intraokular akibat perdarahan ke kamera anterior (hifema). Darah bebas
menyumbat jalinan trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera.
Terapi awal biasanya terapi medis, tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah
apabila tekanan tetap tinggi.
Efek lambat cedera kontusio pada tekanan intraokular disebabkan oleh
kerusakan langsung sudut. Selang waktu antara cedera dan timbulnya glaukoma
mungkin menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, kamera anterior
tampak lebih dalam daripada mata yang satunya, dan gonioskopi
memperlihatkan resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif, tetapi mungkin
diperlukan tindakan bedah.
Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior diikuti
hilangnya kamera anterior. Apabila kamera tidak segera dibentuk kembali
setelah cidera, baik secara spontan dengan inkarserasi iris ke dalam luka, atau
secara bedah akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan
sudut yang ireversibel.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S.: Glaukoma, Ed. kedua. Jakarta 2003, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
2. Hamurwono, G.B., dkk: Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata PERDAMI, Ed. Kedua.
239-262. Jakarta 2002, Sagung Seto.
3. http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=145
(diakses pada Senin 03 Maret 2014)
4. Glaukoma. 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/Glaucoma (diakses pada Senin 03
Maret 2014)
5. http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/12/10/glaukoma-subakut/ (diakses pada
Senin 03 Maret 2014)

Anda mungkin juga menyukai