Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

SEORANG ANAK PEREMPUAN 4,5 TAHUN DENGAN


DENGUE FEVER (DF) DD DENGUE HEMORRAGIC FEVER (DHF)
DAN GIZI KURANG












Oleh:
Dedi Febriandaru G.99122029/D.2.2014
Octava Prima Arta G.99122091/D.6.2014



Pembimbing:
dr. H. Rustam Siregar, Sp.A


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
2

HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD DR
Moewardi Surakarta. Presentasi kasus dengan judul :

SEORANG ANAK PEREMPUAN 4,5 TAHUN DENGAN
DENGUE FEVER (DF) DD DENGUE HEMORRAGIC FEVER (DHF)
DAN GIZI KURANG



Hari/tanggal : Juni 2014



Oleh:
Dedi Febriandaru G.99122029/D.2.2014
Octava Prima Arta G.99122091/D.6.2014




Mengetahui dan menyetujui,
Pembimbing Presentasi Kasus



dr. H. Rustam Siregar, Sp.A

3

BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. OSZ
Umur : 4 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 11,5 kg
Panjang Badan : 98 cm
Agama : Islam
Alamat : Semanggi, Surakarta
Tanggal masuk : 25 Mei 2014
Tanggal pemeriksaan : 26 Mei 2014
No. RM : 01165599

II. Anamnesis
Alloanamnesis diperoleh dari orang tua pasien pada tanggal 26 Mei 2014
A. Keluhan Utama
Demam
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami
demam tinggi mendadak. Demam dirasakan terus tinggi setiap hari, oleh
orang tua pasien sudah diberikan obat turun panas namun hanya turun
sebentar dan suhu naik lagi. Keluhan lain seperti mual, muntah, keluar
cairan dari telinga, batuk pilek, sesak napas, gusi berdarah, BAK sakit dan
sedikit, serta BAB seperti petis disangkal. Selama 3 hari tersebut nafsu
makan dan minum pasien tidak mengalami penurunan.
Karena panas tidak kunjung menurun, pasien di bawa ke RSDM.
Pada saat datang di RSDM pasien masih demam, sebelumnya pasien sudah
dibawa ke puskesmas dan dipasang infus dan dilakukan pemeriksaan
laboratorium (Hb 13,5 gr/dl, AL 3.300 rb/ul, AT 117 rb/ul, Hct 38%),
4

namun karena keterbatasan sarana, pasien dirujuk ke RSDM. Saat datang
tidak ada keluhan seperti mimisan, gusi berdarah, bintik merah pada tubuh,
batuk pilek, dan keluar cairan dari telinga. Sejak pagi hari pasien mulai
tidak mau makan dan minum.

C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat dirawat sebelumnya : disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat ganti susu formula : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan
Riwayat sakit serupa di keluarga : disangkal
Riwayat sakit serupa di lingkungan sekitar : tetangga ada yg sakit serupa
Sumber air minum : PDAM

E. Riwayat Pemeliharaan Kehamilan
Teratur, pertama kali periksa ke bidan pada umur kehamilan 1 bulan.
Pada trimester pertama dan kedua 1 kali sebulan. Pada trimester ketiga,
periksa ke bidan setiap 2 minggu sekali. Tidak didapatkan adanya keluhan
selama kehamilan.

F. Riwayat Kelahiran
Lahir spontan ditolong bidan pada usia kehamilan 39 minggu, dengan
berat badan lahir 2900 gram, panjang badan 48 cm, dan langsung
menangis kuat.

G. Riwayat Post Natal
Rutin ke posyandu tiap bulan untuk menimbang badan dan
mendapat imunisasi.

5

H. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapat imunisasi:
BCG : 1 bulan
Hepatitis B : saat lahir, 2, 4 bulan
Polio : 0, 2, 3, 4 bulan
DPT : 3, 4, 5 bulan
Campak : 9 bulan
Kesan : untuk sementara imunisasi dasar sesuai jadwal DEPKES,
tidak sesuai jadwal IDAI 2011.

I. Perkembangan Anak
Mulai tersenyum : 1 bulan
Mulai miring : 2 bulan
Mulai tengkurap : 4 bulan
Mulai duduk : 6 bulan
Gigi keluar : 9 bulan
Mulai berdiri : 11 bulan
Mulai berjalan : 12 bulan
Kesan : perkembangan sesuai usia

J. Riwayat Nutrisi
Pasien dari lahir sampai usia 1 tahun 8 bulan minum ASI. ASI
diberikan tiap pasien meminta. Makan bubur susu sejak usia 7 bulan dan
mulai diperkenalkan makanan keluarga sejak usia 12 bulan. Saat ini pasien
makan sesuai dengan menu makanan keluarga seperti tahu, tempe, daging,
sayur, buah, dan susu dengan frekuensi makan 3 kali sehari. Kesan:
kualitas dan kuantitas hidup cukup.




6

K. Pohon Keluarga
I

II



III

III. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum : Lemah, tampak kehausan kompos mentis, gizi
kesan baik, rewel.
B. Tanda vital :
Nadi : 120 x/ menit, reguler, isi, dan tegangan cukup
Laju nafas : 20 x/ menit, kedalaman cukup, reguler, tipe abdominal
Suhu : 38,2

C (aksila)
Tekanan darah : 90/60 mmHg
C. Kepala : normocephal, lingkar kepala 50 cm
D. Mata : mata cekung (-/-), palpebra udem (-/-)
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
air mata (+/+) berkurang
E. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
F. Telinga : sekret (-/-), tragus pain (-/-)
G. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-)
H. Tenggorok : mukosa faring hiperemis (-), tonsil T
1
-T
1

I. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
J. Thoraks : simetris, retraksi (-/-)
K. Jantung :
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
An. OSZ, 4,5 th
7

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
L. Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
M. Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar teraba 2 cm BACD dan lien tidak teraba,
turgor kulit normal
N. Anus : diaper rash (-)
O. Ekstremitas :
Akral Dingin
- -
- -

Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Uji Bendung (Rumple Leede) positif

IV. Perhitungan Status Gizi
A. Secara Klinis
Gizi kesan kurang
B. Secara Antropometri
BB: 11,5 kg TB: 98 cm Usia: 4 tahun 6 bulan
BB/U = 11,3/17,2 x 100 % Z score < -3 SD
(WHO 2006)

PB/U = 96/100 x 100 % = 96 % - 3 SD < Z score < - 2 SD
(WHO 2006)

Oedem
- -
- -
8

BB/PB = 11,3/14,2 x 100 % = 79,5 -3 SD < Z score < - 2 SD
(WHO 2006)

Kesimpulan: gizi kesan kurang secara antropometri

V. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah
Pemeriksaan 25/5/14 Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 15.7 g/dl 9.4-13.0
Hematokrit 43 % 28-42
Leukosit 7.9 ribu/ul 5.0-19.5
Eritrosit 5.59 juta/ul 3.10-4.30
Trombosit 46 ribu/ul 150 450
INDEX ERITROSIT
MCV 77.2 /um 80.0 - 96.0
MCH 28.1 pg 28.0 - 33.0
MCHC 36.3 g/dl 33.0 - 36.0
RDW 11.5 % 11.6 - 14.6
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.40 % 0.00 4.00
Basofil 0.40 % 0.00 1.00
Neutrofil 58.80 % 29.00 72.00
Limfosit 34.60 % 60.00 66.00
Monosit 5.80 % 0.00 6.00

VI. Resume
Seorang anak usia 4,5 tahun datang dengan keluhan demam tinggi
mendadak sejak 3 hari yang lalu. Demam tidak naik turun, dan tidak disertai
keluhan lain seperti batuk pilek, keluar cairan dari telinga, gusi berdarah,
sesak napas, mual muntah, gangguan BAK. Pada saat awal demam nafsu
9

makan dan minum pasien tidak menurun. Oleh orang tua pasien diberikan
obat turun panas namun hanya menurunkan panasnya sesaat dan kemudian
suhu meningkat kembali. Karena 3 hari tidak membaik pasien dibawa ke
RSDM, sebelumnya dibawa ke puskesmas dipasang infus dan dilakukan
pemeriksaan lab. Di RSDM pasien masih demam namun tidak ada keluhan
penyerta lain. Sejak pagi hari disaat datang ke RSDM pasien tidak mau
makan dan minum.
Riwayat penyekit sebelumnya pasien belum pernah sakit serupa, di
lingkungan sekitar ada tetangga yang anaknya demam tinggi. Riwayat
kehamilan, kelahiran, post natal, imunisasi dalam batas normal. Status
perkembangan sesuai usia, status gizi baik berdasarkan klinis dan
antropometri
Hasil pemeriksaan keadaan umum didapatkan lemah, kompos mentis,
status gizi kesan baik, rewel. Tanda vital pasien didapatkan nadi 120 x/menit,
reguler, isi dan tegangan cukup, pernafasan 20 x/menit, kedalaman cukup,
reguler, tipe abdominal, suhu 38,2 C (aksila). Pemeriksaan fisik ditemukan
air mata berkurang, mukosa mulut basah, turgor kulit kembali lambat,
capillary refill time < 2 detik, dan arteri dorsalis pedis teraba kuat,
pemeriksaan uji bendung positif.

VII. Daftar Masalah
a. Demam mendadak
b. Suhu saat datang ke IGD 38,2
o
C (aksila)
c. Nafsu makan menurun
d. Hepatomegali
e. Uji bendung positif
f. AT 46.000/ul
g. Hct 43 %

VIII. Diagnosis Kerja
1. Dengue Fever DD Dengue Hemorrage Fever grade I
10

2. Gizi kurang (antropometri)

IX. Penatalaksanaan
1. Rawat inap bangsal infeksi anak
2. Diet nasi lauk pauk 1200 kkal/hari
3. Rehidrasi IVFD RL (3 cc/kgbb/jam) = 33 cc/jam
4. Paracetamol syrup 3 x 1 sendok teh p.o

X. Planning
Pemeriksaan darah lengkap, urin dan feses rutin, IgM dan IgG anti dengue

XI. Monitoring
1. KUVS/TD/ 4 jam
2. Balance cairan dan diuresis/8 jam
3. Awasi tanda syok dan perdarahan

XII. Edukasi
Edukasi yang diberikan terhadap keluarga pasien adalah
a. Edukasi keluarga tentang penyakitnya
b. Kompres hangat apabila panas
c. Istirahat
d. Banyak minum

XIII. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam


11

FOLLOW UP PASIEN

A. Tanggal 25 Mei 2014 (DPH I)
S : demam (-), mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+), makan (+)
O : sakit sedang, kompos mentis, gizi kesan baik
Tanda vital : HR: 112 x/menit RR: 34 x/menit T: 37,3
o
C
Kepala : normocephal, UUB cekung (-)
Mata : mata cekung (-/-),konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga : sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-)
Tenggorok : mukosa faring hiperemis (-), tonsil T
1
-T
1

Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
Thoraks : simetris, retraksi (-/-)
Jantung :
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar 1 cm BACD dan lien tidak teraba, turgor kulit
kembali cepat
12

Ekstremitas :
Akral Dingin
- -
- -

Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan 26/5/14 Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 12.9 g/dl 9.4-13.0
Hematokrit 36 % 28-42
Leukosit 8.7 ribu/ul 5.0-19.5
Eritrosit 4.58 juta/ul 3.10-4.30
Trombosit 38 ribu/ul 150 450

Assesment :
1. DF dd DHF (hari 4-5) grade I
2. Gizi kurang

Terapi :
1. Diet nasi lauk pauk 1200 kkal/hari
2. Rehidrasi IVFD RL (3 cc/kgbb/jam) = 33 cc/jam
3. Paracetamol syrup 3x1 sendok teh p.o

Planning:
1. DL2/8 jam

Monitoring :
1. KUVS/TD/4 jam
2. Balance cairan dan diuresis/8 jam
Oedem
- -
- -
13

B. Tanggal 27 Mei 2014 (DPH II)
S : demam (-), mual (-), muntah (-), BAB (+), BAK (+), makan (+)
O : baik, kompos mentis, gizi kesan kurang
Tanda vital : HR: 120 x/menit RR: 28 x/menit T: 36,2
o
C
Kepala : normocephal, UUB cekung (-)
Mata : mata cekung (-/-),konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga : sekret (-/-), mimisan (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-)
Tenggorok : mukosa faring hiperemis (-), tonsil T
1
-T
1

Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
Thoraks : simetris, retraksi (-/-)
Jantung :
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali
cepat

14

Ekstremitas :
Akral Dingin
- -
- -

Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan 27/5/14 Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 12.9 g/dl 9.4-13.0
Hematokrit 36 % 28-42
Leukosit 8.7 ribu/ul 5.0-19.5
Eritrosit 4.58 juta/ul 3.10-4.30
Trombosit 38 ribu/ul 150 450

Assesment :
1. DF dd DHF (hari 4-5) grade I
2. Gizi kurang
Terapi :
1. Diet nasi lauk pauk 1200 kkal/hari
2. Rehidrasi IVFD RL (3 cc/kgbb/jam) = 33 cc/jam
3. Paracetamol syrup 3x1 sendok teh p.o
Planning:
1. DL2/8 jam
2. Urine/Feces Rutin
3. IgG dan IgM
4. Ferritin
Monitoring :
1. KUVS/TD/4 jam
2. Balance cairan dan diuresis/8 jam

Oedem
- -
- -
15

BAB II
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini diagnosis DF dd DHF ditegakkan berdasarkan:
A. Anamnesis
1. Pasien mengalami panas mendadak sejak 3 hari yang sebelum masuk RS
2. Panas yang dialami sifatnya terus-menerus dan menurun jika diberi obat
turun panas
3. Riwayat penyakit dan lingkungan sekitar terdapat 1 tetangga yang sakit
serupa dan didiagnosis demam berdarah

B. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital pasien: TD 90/60 mmHg, HR 120 x/menit reguler, pengisian
cukup, RR 20 x/menit, suhu 38,2
o
C per-aksila.
2. Pemeriksaan abdomen terdapat organomegali pada hepar
3. Uji bendung (rumple leede) positif

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lab darah trombosit 46.000 /ul

Berdasarkan kriteria diagnosis dari WHO tahun 2011, pasien dapat
didiagnosis dengan DHF berdasarkan penemuan klinis sebagai berikut:
1. Demam tinggi
2. Manifestasi perdarahan (Uji torniquet +)
3. Trombositopenia
4. Hepatomegali

Penentuan derajat I didasarkan pada demam yang tidak khas pada pasien dan
tanda perdarahan satu-satunya adalah uji torniquet (+).

16

Selanjutnya pasien di mondokkan dibangsal infeksi anak karena adanya
trombositopenia 46.000/ul. Adanya trombositopenia ini dikhawatirkan dapat
terjadi perdarahan hebat yang mengarahkan pasien pada keadaan syok. Penyebab
trombositopenia ini akibat kompleks antigen yaitu virus dan antibodi yang
menyebabkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami perubahan.
Perubahan ini menyebabkan sistem retikuloendotelial menghancurkan trombosit.
Kondisi lain yang mengancam adalah turunnya intake makanan dan minuman
yang bisa menyebabkan syok, oleh karena itu perlu diberikan rehidrasi.
Pemberian terapi cairan adalah RL 3 cc/kgBB/jam. Setelah pemberian terapi
cairan dilakukan pemeriksaan vital sign, Hb, Hct, dan trombosit setiap 8 jam.





















17

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7
hari disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan
laboratorium menunjukkan trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000)
dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari harga normal
1
.

3.2 Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue
secara global. Sebanyak 2,5 3,0 triliyun penduduk di seluruh dunia memiliki
risiko menderita penyakit ini. Di seluruh dunia 50 100 milyar kasus telah
dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di
rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak anak usia kurang dari 15 tahun.
Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus
kematian dilaporkan setiap harinya
6
.

Gb 3.1 Distribusi DBD di Dunia Tahun 2005
6
.
18

3.3 Etiologi dan Transmisi
Demam Berdarah Dengue diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus
dengue merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan
dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok
arbovirus B, famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus
yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense
yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil
eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70
o
C
4,7
. Virus dengue
mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4
3
.
Penularan infeksi virus dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu
sendiri, terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor
perantara. Virus dengue dikatakan menyerang manusia dan primata yang lebih
rendah. Penelitian di Afrika menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus
ini. Transmisi vertikal dari ibu ke anak telah dilaporkan kejadiannya di
Bangladesh dan Thailand
6
. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes
aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus betina
7
. Ciri-ciri nyamuk
penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti)
8
:
Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan di sekitar rumah
Menggigit/menghisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar
rumah bukan di got/comberan

Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
perangkap semut dan lain-lain.

Gbr 3.2 Aedes aegypti betina
8
.
19

Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes
aegypti, maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya.
Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar
virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk. Dalam satu minggu
jumlahnya dapat mencapai puluhan bahkan sampai ratusan ribu sehingga siap
untuk ditularkan kepada orang lain. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang
maka alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah
orang itu diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang
diisapnya tidak membeku
2
.
Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada
orang lain. Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti tersebut
akan terkena demam berdarah dengue. Orang yang mempunyai kekebalan
yang cukup terhadap virus dengue tidak akan terserang penyakit ini, meskipun
dalam darahnya terdapat virus dengue. Sebaliknya pada orang yang tidak
mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit
demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan
bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya
3
.

2.4 Patofisiologi dan Patogenesis
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang
berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah
pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena
kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi.

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi
tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran
darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari
sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai.
Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya
sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang
20

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada
3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi
hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.
6
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,
malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi
agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi
trombositopenia ini bersifat ringan.
6

Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti
juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat
tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun
pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom
virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,
peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe
virus yang paling virulen.
2,4

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan
bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus,
justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.
6
Antibodi heterolog yang telah
ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan
Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga
21

Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody response
Kompleks Virus-Antibody
Aktivasi Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a)
Komplemen
Histamin dalam urin meningkat
Permeabilitas kapiler meningkat
Perembesan Plasma
Hipovolemia
SYOK
Anoksia Asidosis
MENINGGAL
Ht Meningkat
Natrium Menurun
Cairan dalam
rongga serosa
>30% pd kasus
syok 24-48 jam
juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang
akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
6
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) dapat dilihat pada gambar 2.3 Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa
hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan
titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue
terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang
ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 48 jam.
Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas
dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar
hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga
serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat
akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh
karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.







22

Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus Anamnestic antibody respose
Kompleks Virus-Antibody
Aktivasi Komplemen Agregasi Trombosit Aktivasi Koagulasi
Penghancuran
Trombosit oleh RES
Pengeluaran
Platelet faktor III
Aktivasi Faktor Hageman
Trombositopenia
Koagulopati
konsumtif
Sistem Kinin
Anafilaktosin
Gangguan fungsi
trombosit
Penurunan faktor
Pembekuan
Kinin
Peningkatan
Permeabilitas
kapiler
PERDARAHAN MASIF
FDP Meningkat
SYOK





Gambar 3.3 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.
4
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit
dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD.
Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-
antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin
diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulapati konsumtif ( KID; koagulasi intravaskular deseminata ), ditandai
dengan peningkatan FDP ( fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan
gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup
banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan
menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan
oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan
fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan
akan memperberat syok yang terjadi.
4





23






Gambar 3.4 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.
4


2.5 Spektrum Klinis dan Derajat Penyakit
Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari
interaksi antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu
infeksi virus dengue dapat tidak menunjukan gejala (Asimtomatik) ataupun
bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa penyebab yang jelas, demam
dengue (DD) dan bermanifestasi berat demam berdarah dengue (DBD) tanpa
syok atau sindrom syok dengue ( SSD ).
1

2.5.1 Demam Dengue ( DD )
Demam dengue adalah penyakit demam akut selama 2 7 hari dengan
dua atau lebih manifestasi sebagai berikut : nyeri kepala, nyeri retro-orbital,
mialgia, manifestasi perdarahan dan leukopenia
1
.

2.5.2 Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Pada awal perjalanan penyakit, DBD dapat menyerupai kasus DD
dengan kecenderungan perdarahan dengan satu manifestasi klinis atau lebih
yaitu :
a. Uji torniquet positif
b. Petekie, ekimosis atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi )
d. Hematemesis dan Melena
e. Trombositopenia (< 100000/mm3)
f. Hemokonsentrasi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler
dengan manifestasi satu atau lebih yaitu : (a). Peningkatan hematokrit
24

lebih dari 20% dibandingkan standar umur dan jenis kelamin, (b).
Penurunan hematokrit lebih atau sama dengan 20% setelah mendapat
pengobatan cairan, (c). Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura,
asites atau proteinemia
1


2.5.3 Sindrom Syok Dengue
Kriteria yang telah disebutkan diatas, ditambah dengan manifestasi
kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (<
20mmHg), hipotensi (sesuai umur), kulit dingin dan lembab dan pasien
tampak gelisah
1
.



Gambar 3.5 Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue
6
.

2.5.4 Derajat Penyakit DD / DBD
Ada 4 derajat penyakit DD/DBD sesuai kriteria WHO (1997) :
Derajat I : Deman tinggi disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet (uji rumple leed
positif).
Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan nyata lain (petekie, perdarahan gusi, perdarahan
hidung, hematemesis, melena).
25

Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak
tampak gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan
tekanan darah tidak terukur
1
.

2.6 Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakanh berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 1986 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan ( Overdiagnosis )
1
.




Kriteria Klinis :
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas berlangsung terus menerus
selama 2 7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis / melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah.

Kriteria laboratoris :
a. Trombositopenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau
lebih, menurut standar umur dan jenis kelamin.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakan
26

diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat
memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau terjadi
perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan
trombositopenia mendukung diagnosis DBD
1
.


2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, sumsum tulang, serologi dan
isolasi virus. Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap,
selain itu untuk mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi
virus,identifikasi virus dan serologis.
Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan plasma,
Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia
3
.

Isolasi Virus :
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A.
albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada
larva.
3

Identifikasi Virus :
Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan
fluorescence antibody technique test secara langsung atau tidak langsung
dengan menggunakan cunjugate. Untuk identifikasi virus dipakai
flourensecence antibody technique test secara indirek dengan menggunakan
antibodi monoklonal.
4

27


Uji Serologi :
1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI
test)
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering
dipakai dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini :
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis
ini tidak dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48
tahun), maka uji ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali
lipat dari titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
presumtive positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang
baru terjadi (Recent dengue infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin
oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga
memerluikan tenaga periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda
dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan sampai
beberapa tahun saja ( 2 3 tahun )
3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque
Reduction Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya
reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi
dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi
lebih cepat dari antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji
neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga tidak dipakai secara rutin.
4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa )
28

Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak
sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM
dalam serum pasien. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac
elisa adalah :
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 5 virus dengue, akan timbul
IgM yang diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu
diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai
negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 3 bulan setselah
adanya infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga
dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai
sebagai satu satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI,
dengan kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum
akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji
HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk
infeksi dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG
elisa, yang telah beredar di pasaran.
Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer
antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut ( naik empat kali
kelipatan atau lebih )
3
.

2.7.2 Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain
3
:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
29

2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea

2.8 Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak,
influenza, hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang
jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan
penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir
selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva dan lebih sering
dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa
penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis,
anak sejak semula kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan
tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai
dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk
membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis
meningkokokus jelas terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada
pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah
30

kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan
penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai
hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit
lebih cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas
diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam
timbul karena infeksi sekunder
3
.

2.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan
pasien DBD dapat dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
1

Pada kasus DB|D derajat I dan II
1. Tirah baring
3
.

2. Asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi
Asupan makanan berupa diet makanan lunak. Pasien dianjurkan untuk
banyak minum, 2-2,5 liter dalam 24 jam. Pemberian cairan oral bertujuan
untuk mencegah dehidrasi. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus
buah, teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Apabila cairan oralit tidak
dapat diberikan karena penderita muntah , tidak mau minum, atau nyeri
perut yang berlebihan sebaiknya diberikan secara intravena
3
.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin dan dipiron.
Paracetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu dibawah 39
o

C dengan dosis 10-15 mg / kgbb / kali. Hindari pemberian salisilat
(aspirin, asetosal) karena dapat menimbulkan pendarahan saluran cerna
31

dan asidosis. Selain pemberian obat-obatan juga dilakukan pemberian
kompres dingin.
3
4. Monitor tanda- tanda vital (suhu, nadi. Tekanan darah, pernafasan). Jika
kondisi pasien memburuk observasi ketat tiap jam. Periksa hemoglobin,
hematokrit dan trombosit setiap hari, terutama saat dimana periode febris
berubah menjadi afebris. Monitor tanda-tanda renjatan dini meliputi
keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan
laboratorium yang memburuk. Bila penderita terus muntah atau keadaan
semakin memburuk perlu diberkan cairan per intravena dengan Ringer
laktat atau Dekstrosa 40 % dalam NaCL 0,9 %.
3


Pada kasus DHF derajat III dan IV
9,10
1. Prinsipnya mengatasi syok yang terjadi dengan memberikan cairan
pengganti yang adekuat dalam waktu yang cepat. Pada syok yang berat,
sering tetesan yang terjadi dengan klem dibuka masih kurang cepat karena
kolapnya pembuluh darah perifer. Untuk itu perlu diberikan cairan secara
intravena dengan tekanan yaitu menyuntikkan sejumlah 200 cc cairan dari
semprit dan setelah agak lancar baru dilanjutkan dengan tetesan infus.
Tetesan dapat diberikan dengan dosis 20 ml/kgbb/jam, sampai 30-40
ml/kgbb/jam. Secara praktis diberikan 1-2 liter secepat mungkin dalam
waktu 1-2 jam.
2. Bila dengan cairan ringer laktat tak memberikan respon yang baik ,maka
cairan diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgbb/jam. Dosis
dapat dinaikkan sampai 30-40 ml/kgbb/jam. Pada beberapa kasus mungkin
perlu dilakukan pemeriksaan tekanan vena sentral.
3. Monitor tekanan darah , nadi, dan respirasi tiap 1-2 jam, Hb dan HCT tiap
4 jam. Observasi hepatomegali, pendarahan , efusi pleura, gejala edema
paru, produksi urin dan suhu badan.
4. Koreksi keseimbangan asam dan basa
5. Transfusi darah, sebaiknya darah segar. Indikasinya pendarahan nyata
seperti hematemesis, melena, epistaksis terus menerus
32

6. Pemberian antibiotik bila diperkirakan adanya infeksi sekunder.
7. Oksigen pada setiap pasien syok
8. Trombosit konsentrat. Pemberian ini masih kontroversial

Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila :
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/l
- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)
1
.

2.10 Penyulit
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat
menjadi penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara,
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak
sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskuler yang menyeluruh.
Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan
juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut
3
.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau
somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD.
Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan
adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi
maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila
kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (Hati hati bila jumlah
33

trombosit < 50.000 / l). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar
transaminase (SGOT / SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah
menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin
periksa kadar amoniak darah)
3
.


Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok
yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1
ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok
berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah urine
dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin
3
.


Oedema Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai
dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru
karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih
(Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit
tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru
pada foto rontgen
3
.

2.11 Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk
34

Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan
Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah
dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut
8
:
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum,
dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas
kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-
kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan
lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan
bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah
lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan
semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air
cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok
makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.
Setelah dibubuhkan ABATE maka
8
:
1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh
jentik Aedes aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam
dinding tempat penampungan air tersebut
35

3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum

2.12 Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan
diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II
umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat
maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol
sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa
menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan
Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada
orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus
DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya
buruk
3
.


36

DAFTAR PUSTAKA

1. Dengue Hemorrhagic Fever. In:Diagnosis Treatment, Prevention and
Control. 2
nd
ed. Geneva , WHO;1997.
2. Sutaryo, Pudjo H, Mulatsih S. Tatalaksana Syok dan Perdarahan Pada
DBD. medika fakultas kedokteran UGM. Yogyakarta;2004.
3. Hadinegoro SRH, Safari HI, editor. Demam Berdarah dengue : Naskah
lengkap pelatih dokter spesialis anak dan dokter penyakit dalam, dalam
tatalaksana DBD.Jakarta :Balai Penerbit FK UI;1999.
4. Simon S, Saputra EJ, Nirmalasari O. Dengue Hemorragic Fever : An
Indonesia Perspective. Majalah Kedokteran Atma jaya 2004 Jan : 3 (1) :
37-49.
5. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Suryadi S. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan RI Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman; 2004.
6. Dublish V, Shah I. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever/Dengue
Shock Syndrome. Last updated on 01-08-2005, Available on
http://www.pediatriconcall.com. Accessed: April 5,2008.
7. Hendrawanto. Dengue. Dalam : Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, dkk, Ilmu Penyakit Dalam. Ed
ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996.
8. Demam Berdarah Dinas Kesehatan DKI Jakarta.Last update 10-06-
2003.Available on www.dinkes-dki.go.id/db.html .Accessed:April
5,2008.
9. Waspadailah Demam Derdarah Depsos RI web sites. Available at
http://www. depsos. Go. Id/modules. Accesed:April 5,2008.
10. Silalahi L. Demam Berdarah 2004. Available at URL: http://www.
tempointeraktif. Com/hg/narasi/2004. html. Accesed :April 5,2008.

Anda mungkin juga menyukai