Anda di halaman 1dari 21

Portofolio III

EKG PADA KASUS GAWAT DARURAT


Kasus: Seorang Laki-laki 70 tahun dengan
Acute Miocard Infark dengan Syok Kardiogenik

OLEH :
Dedi Febriandaru

PENDAMPING :
dr. Edwin
dr. Harry Kuncoro

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT PALANG BIRU GOMBONG
KEBUMEN
2016

Topik : EKG pada Kasus Gawat Darurat


Tanggal Kasus

: 16 Maret 2016

Presenter

: dr. Dedi Febriandaru

Tanggal Presentasi : 24 Maret 2016


Tempat Presentasi

Pendamping : dr. Edwin & dr. Harry K

: Ruang Pertemuan RS Palang Biru Gombong

Obyektif Presentasi :
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi : Laki-laki 70 tahun datang ke IGD RSPB dengan keluhan nyeri dada
tengah seperti tertekan benda berat atas sejak 45 menit SMRS, disertai keringat dingin
dan sesak napas. Mual, muntah, dan nyeri abdomen disangkal.
Tujuan

: Mengetahui gambaran EKG pada kasus gawat darurat

Bahan Bacaan

Tinjauan Pustaka

Riset

Kasus

Cara Membahas

Diskusi

Data Pasien

Identitas : Tn. S/70 th/L

Nama Klinik

Rumah Sakit Palang Biru Gombong, Kebumen, Jawa Tengah

Presentasi dan Diskusi Email

Audit
Pos

Nomor Registrasi : 145851

Data Utama Untuk Bahan Diskusi


1. Diagnosis/Gambaran Klinis : AMI dengan Syok Kardiogenik/Pasien datang dengan
keluhan nyeri dada tengah atas seperti tertekan benda berat sejak 45 menit SMRS
disertai keringat dingin dan sesak napas.
2. Riwayat Pengobatan : tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya
3. Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada riwayat penyakit serupa atau yang lain
4. Riwayat Keluarga : disangkal adanya keluarga yang sakit serupa
5. Riwayat Pekerjaan : pasien bekerja sebagai petani
6. Kondisi Sosial dan Ekonomi :
Pasien mempunyai kebiasaan merokok linting sehari sampai dengan 15 batang

dan sering minum kopi hitam 2-3 kali perhari.


Pasien berobat dengan KIS (Jkm)

7. Pemeriksaan dilakukan tanggal 16 Maret 2015


a. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit dan sesak


Kesadaran : somnolen (E3V5M6)
Tanda vital :
1) Tekanan darah : 80/palpasi
2) Nadi
: 135 kali/menit teraba lemah
3) Suhu
: 36,5 C
4) RR
: 33 kali/menit
Kepala

: mesocephale

Mata

: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung

: nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-)

Telinga

: discharge (-/-)

Mulut

: bibir sianosis (-)

Tenggorokan : faring hiperemis (-/-), T1-T1


Leher

: simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-/-)

Kulit

: sianosis (-/-), ikterus (-), ptekie (-)

Thorax
Paru :
Inspeksi

: hemithorax dextra dan sinistra simetris, retraksi intercosta (-/-)

Palpasi

: fremitus taktil dan vocal hemithorax dextra dan sinstra sama

Perkusi

: sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung

Inspeksi

: iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: iktus cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas jantung atas


Batas jantung kiri

: sela iga II linea parasternalis sinistra


: sela iga VI linea mid clavicularis sinistra

Batas jantung kanan : sela iga IV linea sternalis kanan


Pinggang jantung

: sela iga III linea parasternalis sinistra

Auskultasi : BJ I/II regular, bising (-)


Abdomen
Inspeksi

: dinding perut // dinding dada

Auskultasi : peristaltic (+) normal


Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Genital

: dalam batas normal

b. Pemeriksaan Neurologi : Reflek fisiologis (+) normal, reflek patologis (-)


Anggota gerak
Superior

Inferior

Akral dingin

-/-

+/+

Sianosis

-/-

-/-

Edema

-/-

-/-

c. Pemeriksaan Penunjang :
GDS : 121 mg/dl
EKG : STEMI Inferior, NSTEMI Lateral, LBBB

8. Penatalaksanaan :
Infus RL gerojok 1 L kemudian evaluasi tanda vital (TD, HR, akral)
Hasil evaluasi tensi dan nadi masih buruk
Inf. D5 + dopamin 1 ampul
Inj. Vascon Line 1 via syringe pump
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp/hari
Aspilet po 2 x 80 mg dilanjutkan 1 x 80 mg
Clopidogrel po 4 x 75 mg dilanjutkan 1 x 75 mg
Antasida syr 3 x CII
ISDN po 3 x 5 mg tunggu tekanan darah stabil
Morphin im 10 mg tunggu tekanan darah stabil
Awasi tanda-tanda perburukan (cegah batuk, mengejan, berbicara)
Lab: Hb, AL, AT, Cr, GDS
Pasang DC
EKG Ulang per 12 jam
Rawat IPI
5

Usul terapi tambahan:


a) Pemberian laxadin (pencahar)
b) Obat-obat mukolitik untuk mencegah adanya batuk-batuk
9. Prognosis :
Ad vitam
: ad dubia ad malam
Ad fungsionam : ad dubia ad malam
Ad sanam
: ad dubia ad malam
Daftar Pustaka :
1) Irmalita dkk. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta:
PERKI.
2) Hollander, Judd E., Diercks, Deborah. 2014. Acute coronary syndromes. In:
Tintinallis emergency medicine 8th edition a comprehensive study. New York:
American College Emergency Medicine
Hasil Pembelajaran : Mengetahui gambaran EKG kasus gawat darurat

RANGKUMAN PORTOPOLIO
1. Subyektif :
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada di tengah atas seperti tertekan benda
berat sejak 45 menit SMRS, keluhan dirasakan terum-menerus tidak mereda.
Keluhan disertai keringat dingin dan sesak napas. Mual muntah dan nyeri diperut
disangkal. Sebelumnya pasien belum pernah merasakan keluhan yang serupa.
Riwayat merokok setiap hari 15 batang rokok linting dan rutin minum kopi hitam
2-3 gelas per hari.
2. Obyektif :
Keadaan Umum : tampak kesakitan dan sesak
Tanda vital :
Tekanan darah : 80/palpasi
Nadi
: 135 kali/menit
Suhu
: 36,5 C
RR
: 33 kali/menit
Pemeriksaan penunjang :
GDS 121 mg/dl

EKG : STEMI Inferior, NSTEMI Lateral, LBBB

3. Assesment
Diagnosis: AMI dengan Syok Kardiogenik
Acute Miocard Infark (AMI) merupakan salah satu kegawatan bidang
kardiologi, dimana telah terjadi penyumbatan pada pembuluh darah yang
memberikan nutrisi otot jantung sehingga terjadi kematian otot jantung
akibat hipoksia. Terjadinya AMI sangat berkaitan erat dengan adanya
aterosklerosis yang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dimodifikasi maupun tidak dapat dimodifikasi.
Menurut Guideline Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI 2015,
nyeri dada yang khas pada pasien SKA adalah Angina tipikal berupa rasa
tertekan/berat daerah retrosternal menjalar ke lengan kiri, leher, area
interskapuler, bahu, atau epigastrium; berlangsung intermiten atau persisten
(>20 menit); sering disertai diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal,
sesak napas, dan sinkop.
Kriteria penegakan diagnosis SKA menurut PERKI menggunakan 3 kriteria
utama yaitu: anamnesis berupa keluhan angina tipikal, gambaran EKG yang
menunjukkan adanya SKA, dan pemeriksaan marker jantung. Apabila
didapat 2 kriteria yang memenuhi dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut
mengalami SKA. Namun kriteria pemeriksaan laboratorium marker jantung
butuh waktu paling cepat setelah onset angina. Pentingnya EKG dalam kasus
SKA adalah membedakan adanya STEMI dan NSTEMI karena menurut
guideline SKA PERKI terdapat perbedaan dalam prinsip terapi.
4. Plan
Infus RL gerojok 1 L kemudian evaluasi tanda vital (TD, HR, akral)
Hasil evaluasi tensi dan nadi masih buruk
Inf. D5 + dopamin 1 ampul

Inj. Vascon Line 1 via syringe pump


Inj. Ranitidin 2 x 1 amp/hari
Aspilet po 2 x 80 mg dilanjutkan 1 x 80 mg
Clopidogrel po 4 x 75 mg dilanjutkan 1 x 75 mg
Antasida syr 3 x CII
ISDN po 3 x 5 mg tunggu tekanan darah stabil
Morphin im 10 mg tunggu tekanan darah stabil
Awasi tanda-tanda perburukan (cegah batuk, mengejan, berbicara)
Lab: Hb, AL, AT, Cr, GDS
Pasang DC
EKG Ulang per 12 jam
Rawat IPI
Usul terapi tambahan:
a) Pemberian laxadin (pencahar)
b) Obat-obat mukolitik untuk mencegah adanya batuk-batuk

Edukasi:
Edukasi diberikan kepada keluarga berkaitan dengan kondisi pasien.
Memberitahukan tentang pencegahan terjadinya refleks vagal yang memicu
perburukan seperti diajak berbicara banyak, mengejan, dan batuk.

EKG PADA KASUS GAWAT DARURAT


A. Gelombang EKG

Gambar 1. Gambaran Gelombang EKG Normal


(dikutip dari: https://bukusakudokter.files.wordpress.com/2012/11/ecg_normal)
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, gambar diatas merupakan
gambaran gelombang yang muncul pada EKG. Gelombang tersebut menunjukkan
aktivitas listrik jantung yang nantinya akan membantu penegakan diagnosis
penyakit jantung tertentu. Tanpa mengesampingkan klinis dari pasien, penegakan
diagnosis ACS misalnya, menggunakan kriteria EKG dalam menegakkan
diagnosis. EKG juga dapat untuk membantu diagnosis terutama yang
9

berhubungan dengan irama jantung, gangguan konduksi, dan kelainan otot


jantung.
Setiap gelombang mencerminkan aktivitas listrik jantung diberbeda ruang.
Gelombang P (hijau) menunjukkan depolarisasi atrium, meskipun kecil tapi
nyatanya ada kontraksi atrium, namun repolarisasi atrium yang sangat kecil
menyebabkan tidak tampaknya gelombang. Gelombang QRS (Normal 0,07 0,10
detik)

menunjukkan

depolarisasi

ventrikel,

dimana

tinggi

gelombang

mencerminkan kekuatan aktivitas listrik di ventrikel. Gelombang T menunjukkan


repolarisasi ventrikel. PR interval (Normal 0,18-0,20 detik) menunjukkan
aktivitas listrik dari SA node melalui ventrikel menuju AV node.
B. Irama Jantung
Secara garis besar, irama jantung dibagi menjadi irama sinus dan bukan
sinus. Irama sinus ditunjukkan adanya gelombang P positif yang diikuti
gelombang QRS selain AVR. Irama sinus terdiri dari 6 macam, yaitu sinus
bradikardia, sinus takikardia, sinus arrest, sinus aritmia, sinus dengan PAC, dan
sinus dengan VES.
Sedangkan irama bukan sinus secara praktis dalam penggunaan di IGD
hanya terdiri dari 5 macam, antara lain: atrial flutter, atrial fibrilasi, SVT, VT, dan
VF. Namun bila ingin mengetahui lebih dalam ada sekitar 15 macam irama
jantung yang bisa dinilai.
SINUS

SB, NSR, ST

JUNCTIONAL

JB, JT, JA, AJR

ATRIAL

Af, AF, AT

IRAMA

Bagan I. Pembagian Irama Jantung menurut Irawan (2000)


NVR, AVR, VT, Vf, VF

Untuk memudahkanVENTRIKULAR
penentuan irama, yang harus diperhatikan adalah ada
tidaknya gelombang P positif selain AVR. Melihat EKG sebaiknya semua lead
diamati, tidak menutup kemungkinan di beberapa lead gelombang P tak nampak.

10

Perlu diperhatikan juga membedakan antara gelombang T dan P yang berdekatan.


Apabila dijumpai dua gelombang berdekatan, maka itu adalah gelombang T.
Berikut contoh irama bukan sinus:

Gambar 1. SVT ditandai HR>150x/m dengan irama ritmis

Gambar 2. Atrial Fibrilasi ditandai P tidak jelas dan irreguler

Gambar 3. Atrial Flutter ditandai P seperti gergaji, cenderung reguler

Gambar 4. Accelerated Junctional Rhytm, HR 60-100, P inverted

Gambar 5. Ventrikel Fibrilasi, tidak tampak P, irama irreguler


C. Frekuensi Jantung
Frekuensi jantung dapat ditentukan dari EKG dengan melihat jarak antara
gelombang R ke R dalam satuan kotak kecil maupun kotak besar (dengan

11

ketentutan ritmis). Rumus yang digunakan adalah

300
Jumlah Kotak Besar

atau

1500
Jumlah Kotak Kecil . Apabila dalam kondisi emergency dapat digunakan
rumus perkiraan dengan melihat kotak besar antara R ke R.
D. Interval PR, AV Blok, dan Preeksitasi
Interval PR berhubungan dengan kelainan jantung yaitu AV blok.
Normalnya nterval PR adalah 0,12-0,22 detik (3-5,5 kotak kecil). Apabila lebih
dapat dikatakan sebagai AV Blok derajat I.

Gambar 6. AV Blok Derajat I ditandai pemanjangan interval PR.


Selain pengamatan terhadap interval PR, perlu juga diamati apakah ada
gelombang QRS yang hilang? Apabila didapatkan kejanggalan tidak adanya
gelombang QRS seolah-olah irama menjadi tidak teratur, bisa jadi merupakan AV
Blok derajat II. AV Blok derajat II sendiri dibagi menjadi 2 macam yaitu Mobitz I
dan Mobitz II. Secara sekilas AV blok II mobitz I digambarkan dengan
kehilangan yang berproses, berawal dari dekat mulai menjauh menjauh
hilang dekat lagi begitu dan seterusnya. Sedangan Mobitz II digambarkan
dengan tiba-tiba hilang atau dalam kondisi interval PR yang mulanya ritmis
terus, tiba-tiba kehilangan pasangannya yaitu gelombang QRS.

12

Gambar 7. AV Blok Derajat II Mobitz I dan II


Bentuk lain dari Blok konduksi jantung adalah AV blok derajat III. Ini
merupakan blok yang paling mengancam karena tidak ada sinkronisasi antara
listrik di atrium dan ventrikel. Gelombang P bisa dimana saja, entah di tengah
QRS, ST segmen, atau menumpang di gelombang T.

Gambar 8. AV Blok Derajat III


Bentuk lain yang mungkin muncul namun jarang adalah pre-eksitasi.
Disini menunjukkan adanya kebocoran aliran listrik dari atrium ke ventrikel
13

melalui serabut Kent (Wolf Parkinson White) dan serabut James (Lown Ganong
Levine). Sindrom WPW ditandai dengan adanya pemendekan segmen PR disertai
gelombang delta dan T inverted. Sedangkan LGL ditandai dengan segmen PR
yang memendek tanpa gelombang delta dan T upright.

Gambar 9. Sindrom WPW, adanya gelombang Delta


E. Bundle Branch Block
1. RBBB (Right Bundle Branch Block)
Adanya blokade konduksi pada berkas kanan menyebabkan keterlambatan
depolarisasi ventrikel kanan sehingga pada EKG kompleks QRS melebar >
0,12 detik. Selain itu juga tampak gambaran khas di sadapan ventrikel kanan
(V1-V2) yaitu R-S-R prime yang bentuknya menyerupai huruf M atau
telinga kelinci yang disertai depresi segmen ST dan T inverted. Perubahan
resiprokal di V5, V6, I, dan aVL.

14

Gambar 11. RBBB, ditandai M shaped di V1


2. LBBB (Left Bundle Branch Block)
Sama halnya dengan RBBB, LBBB juga mengalami pemanjangan kompleks
QRS > 0,12 detik. Hanya saja LBBB ditunjukkan oleh sadapan diatas
ventrikel kiri yaitu V5, V6, I, dan aVL disertai depresi segmen ST dan T
inverted.

Gambar 12. LBBB, M shaped di V5-V6 dan bentuk W di V1


Beberapa hal perlu diperhatikan apabila menjumpai RBBB maupun
LBBB. Diagnosis pembesaran ventrikel kanan maupun kiri tidak bisa ditegakkan
apabila ada bundle branch block. Selain itu, diagnosis infark miokard juga
menjadi sulit ditegakkan.
Makna klinis dari bundle branch block sendiri dibedakan menjadi 2, yaitu
RBBB yang bisa terjadi pada jantung normal (tidak mengganggu) dan LBBB
yang selalu menggambarkan penyakit jantung berat sebelumnya misal penyakit
arteri koroner atau penyakit degeneratif sistem konduksi.
F. Pembesaran Ruang Jantung

15

Pembesaran ruang jantung dapat diketahui dari EKG. Petunjuk


pembesaran ini berkaitan dengan penebalan miokard yang mengalami hipertrofi
sehingga membutuhkan arus listrik lebih kuat yang digambarkan dengan
peningkatan amplitudo gelombang serta jangka waktu lebih lama dalam
penghantaran arus yang ditunjukkan dengan pemanjangan gelombang.
Mencari pembesaran ruang jantung tentu harus memahami bentuk-bentuk
khas yang mungkin dijumpai dalam EKG. Pembesaran atrium berkaitan dengan
gelombang P karena seperti diketahui bahwa gelombang P adalah representasi
aktivitas listrik di atrium. Pada pembesaran atrium kanan dapat dijumpai P
pulmonal yang amplitudonya (tinggi gelombangnya) > 2,5 mm. Sedangkan pada
pembesaran atrium kiri ditemukan P mitral (bentuknya seperti huruf M) dengan
panjang gelombang > 2,5 mm. Tidak menutup kemungkinan adanya pembesaran
kedua atrium yang dapat pula direpresentasikan dalam EKG (Gambar 15).

Gambar 13. LAH ditandai P mitral (huruf M) di II dan diperkuat P bifasik di V1

16

Gambar 14. RAH ditandai P pulmonal dengan amplitudo > 2,5 kotak kecil

Gambar 15. RAH, LAH, dan kombinasi RAH dengan LAH


Lain halnya dengan ventrikel, pembesaran vetrikel berkaitan dengan
kompleks QRS. Pembesaran ventrikel kanan dapat dinilai dengan mudah, yaitu
dengan melihat gelombang R di V1 apakah lebih positif daripada gelombang S?
Normalnya gelombang R di V1 lebih negatif (pendek ukurannya) daripada
gelombang S. Apabila ternyata V1 lebih positif maka dapat disimpulkan adanya
RVH. Pengecualian apabila ditemukan RBBB di V1 maka diagnosis RVH tidak
dapat ditentukan.
Sedangkan LVH lebih banyak memerlukan ketelitian untuk mendiagnosis
berdasarkan EKG. Ada banyak rumus untuk menentukan LVH, namun yang

17

memiliki nilai prediksi terbesar adalah R V5 atau V6 ditambah S V1 atau V2 >


35mm.

Gambar 16. LVH dengan kriteria low voltage (S di V2 + R di V5 > 35 mm)


G. EKG pada Penyakit Jantung Koroner
Seperti diketahui bersama bahwa penegakan diagnosis penyakit jantung
koroner didapatkan melalui 3 kriteria yaitu: klinis (anamnesis dan pemeriksaan
fisik), EKG, dan pemeriksaan enzim jantung. Untuk menegakkan diagnosis PJK
diperlukan 2 dari 3 kriteria tersebut yang menunjukkan adanya PJK. EKG amat
penting bagi penegakan diagnosis PJK, kecepatan mendiagnosis dan memberikan
terapi akan meningkatkan kemungkinan harapan hidup pasien.
Pada pemeriksaan EKG dapat dijumpai adanya perubahan atau yang
disebut evolusi. Berawal dari gelombang T yang meninggi diikuti T inversi dan
kemudian elevasi segmen ST yang berakhir dengan munculnya gelombang Q
patologis.
Munculnya gelombang T diawali dengan T tinggi dan sempit atau peaking
T (hiperakut T) yang diikuti inversi T dalam beberapa jam berikutnya. Perubahan
ini menunjukkan adanya iskemia miokard akibat kekurangan suplai darah menuju
miokard. Inversi T sendiri perlu dicermati lebih lanjut karena tidak spesifik.
Blokade cabang berkas atau hipertrofi ventrikel juga kadang memunculkan
gelombang T inversi. Untuk membedakan keduanya adalah melihat gelombang T
inversi tadi simetris atau tidak. T inversi yang simetris menunjukkan iskemia.

18

Gambar 17. Proses perubahan EKG (Evolusi) pada PJK

Gambar 18. Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG


H. EKG pada Kelainan Elektrolit
Beberapa kelainan elektrolit dapat ditemukan dengan melihat gambaran
EKG, antara lain: hiperkalemia, hipokalemia, dan hipokalsemia. Pada
hiperkalemia dapat dijumpai adanya gelombang T tinggi (T tall) yang simetris.
Sedangkan pada keadaan hipokalemia dapat ditemukan adanya depresi segmen
ST, pendataran gelombang T, dan munculnya gelombang U. Pada hipokalsemia
perubahan terjadi pada interval QT, dimana terjadi pemanjangan interval QT yang
berpotensi menjadi kematian (interval QT memanjang menjadi Torsades de
pointes).

19

Gambar 19. Gambaran EKG pada perubahan kadar kalium serum

DAFTAR PUSTAKA
1. Irawan B. 2000. Pelatihan EKG tingkat lanjutan untuk dokter. Naskah lengkap
pelatihan EKG lanjut.
20

2. Irawan B. 2008. Interpretasi Elektrokardiografi Secara Praktis. Medika FK UGM:


Yogyakarta
3. Suseno Y. 2016. The most common ECG challenges in emergency department.
Disampaikan dalam Workshop Emergency Cardiovascular FK Unsoed.
4. Thaler M. 2012. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan edisi 7. Jakarta :
ECG
5. ECG Library on LITFL. http://lifeinthefastlane.com/ecg-library/basics (diakses
pada 20 Februari 2016)

21

Anda mungkin juga menyukai