Anda di halaman 1dari 9

Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No.

1 | Maret 2010 46
penelitian merupakan daerah batu gamping
dengan ciri-ciri berupa perbukitan dengan
puncak-puncak kecil membulat (conical
hill) yang mempunyai aliran sungai berupa
sungai bawah tanah dan banyak dijumpai
gua dan luweng. Luweng yang terdapat di
daerah tersebut adalah luweng Dawung.
Keterdapatan kawasan karst yang umum-
nya berbatuan gamping dengan sifat mudah
larut, terutama dalam air yang banyak men-
gandung karbon dioksida. Pelarutan terse-
but yang mengakibatkan struktur kekarnya
merupakan tempat terkonsentrasinya air.
Adanya gerakan airtanah pada celah-celah
di berbagai tempat tersebut menyebabkan
airtanah akan muncul di permukaan sebagai
METODE GEOLISTRIK IMAGING KONFIGURASI DI-
POLE-DIPOLE DIGUNAKAN UNTUK PENELUSURAN
SISTEM SUNGAI BAWAH TANAH PADA KAWASAN
KARST DI PACITAN, JAWA TIMUR
Satuti Andriyani1), Ari Handono Ramelan2), dan Sutarno 3)
1) Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas
Maret Surakarta
2)Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
3)Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
E-mail : satuti@ymail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai penelusuran sistem sungai bawah tanah
dengan menggunakan metode geolistrik imaging di kawasan karst Pacitan, Jawa Timur.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : Hasil pengolahan data mapping menunjukkan
pola kontur adanya sistem sungai bawah tanah. Sistem tersebut adalah berupa kantong-
kantong air (water pocket) maupun adanya rongga sungai bawah tanah.. Hasil pengo-
lahan data Imaging menunjukkan penampang lintasan 1,2, dan 3 dapat diduga bahwa
lapisan batuan karbonat yang bersifat pembawa air ini membentuk seperti lorong merupa-
kan rongga dari luweng yang merupakan jalur dari sungai bawah tanah luweng Dawung.
Batuan karbonat yang kedap air ini mulai terlihat pada kedalaman 21.8 meter dengan nilai
resistivitas berkisar antara 1887 Ohm meter.
Kata kunci : kawasan karst, batuan karbonat, sistem sungai bawah tanah, geolistrik.
A. PENDAHULUAN
Pada kawasan karst masalah yang paling
utama adalah masalah kekeringan dan krisis
air bersih. Pemanfaatan air oleh penduduk
sekitar hanya dapat dilakukan pada telaga
yang pada umumnya berlokasi jauh dari
pemukiman dan sulit dicapai. Pada musim
penghujan ketersediaan air di telaga cukup
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
sekitar, sedangkan pada musim kemarau
telaga mengering. Hal inilah yang menjadi
permasalahan yang sangat kompleks yang
terjadi pada kawasan karst.
Pada penelitian ini akan mengambil lokasi
di daerah Gedompol, kecamatan Donoro-
jo, kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Daerah
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 1 | Maret 2010 47
potensialnya diukur melalui dua elektroda
potensial, sehingga nilai resistivitasnya da-
pat dihitung. Resistivitas (tahanan jenis)
merupakan suatu besaran yang menunjuk-
kan tingkat hambatan terhadap arus listrik
dari suatu bahan.
Sifat khas dari suatu material adalah memi-
liki resistivitas yaitu besaran yang menun-
jukkan tingkat hambatan material terhadap
arus listrik. Pendekatan yang digunakan
untuk mendapatkan resistivitas setiap
medium di bawah bumi permukaan bumi
yaitu dengan mengasumsikan bahwa bumi
merupakan suatu medium yang homogen
isotropis.
Dari hasil pengukuran arus dan beda po-
tensial untuk setiap jarak elektroda ter-
tentu, dapat ditentukan variasi harga ham-
batan jenis masing-masin lapisan di bawah
titik ukur (Lilik Hendrajaya dan Idam Arif,
1990). Untuk penjabaran rumus secara rin-
ci dapat dilihat pada telford 1976.
mata air (spring) atau rembesan (seepage).
Untuk kawasan ini pemunculan airtanah
mempunyai debit yang bervariasi. Debit
yang relatif besar disebabkan oleh adanya
rongga-rongga yang saling berhubungan
membentuk saluran sungai bawah tanah
pada tempat-tempat tertentu.
Seiring meningkatnya kebutuhan akan air
bersih di kawasan karst, maka dapat di-
lakukan upaya untuk pencarian sumberda-
ya air baru untuk memenuhi ketersediaan
sumberdaya air. Penelusuran sungai bawah
tanah secara langsung dengan menelusuri
gua/luweng ternyata banyak mengalami
kesulitan. Untuk itu dilakukan penelitian
secara tidak langsung, yaitu penelusuran
sungai bawah tanah dengan metode ge-
olistrik. Metode geolistrik yang akan di-
gunakan menggunakan metode geolistrik
konfgurasi dipole-dipole. Metode ini di-
dasarkan pada keadaan yang ditimbulkan
jika arus listrik dialirkan ke dalam tanah
melalui elektroda-elektroda, dimana pada
setiap perubahan konduktivitas di bawah
permukaan akan mengubah aliran arus da-
lam bumi yang akan mempengaruhi distri-
busi potensial listrik. Besarnya pengaruh
ini terhadap potensial di permukaan dipen-
garuhi oleh ukuran, lokasi, bentuk, dan
konduktivitas materi yang ada di bawah
permukaan bumi. Dengan cara ini maka
akan diperoleh informasi tentang distribusi
bawah permukaan dengan mengukur po-
tensial listrik di permukaan.
B. METODE RESISTIVITAS
Metode tahanan jenis (resistivitas) adalah
salah satu dari kelompok metode geofsika
yaitu metode geolistrik yang digunakan
untuk mempelajari keadaan bawah permu-
kaan dengan cara mempelajari sifat aliran
listrik di dalam batuan di bawah permu-
kaan bumi berdasarkan perbedaan resis-
tivitas batuan.
Prinsip kerja dari metode resistivitas ada-
lah mengalirkan arus listrik ke dalam bumi
melalui dua elektroda arus, kemudian beda
Harga faktor geometri berdasarkan kon-
fgurasi yang dipakai.
Metode Pengukuran Resistivitas Konfgu-
rasi Elektroda Dipole-dipole
Pada konfgurasi dipole-dipole, kedua elek-
troda arus dan elektroda potensial terpisah
dengan jarak a. Sedangkan elektroda arus
dan elektroda potensial bagian dalam ter-
pisah sejauh na, dengan n adalah bilangan
bulat (Waluyo, 2005). Variasi n digunakan
untuk mendapatkan berbagai kedalaman
Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 1 | Maret 2010 48
a dan variasi n (Loke, 1999). Skema kon-
fgurasi dipole-dipole dapat dilihat pada
gambar 2.4 :
tertentu, semakin besar n maka kedalaman
yang diperoleh juga semakin besar. Ting-
kat sensitivitas jangkauan pada konfgurasi
dipole-dipole dipengaruhi oleh besarnya

B A M
N
a
a
na
Gambar 1 Konfgurasi dipole-dipole
Faktor geometri pada konfgurasi elektroda dipole-dipole :
Tujuan dari penelitian ini adalah metode
resistivitas imaging juga biasa dikenal se-
bagai resistivitas mapping-sounding. Hal
ini terjadi karena pada metode ini bertu-
juan untuk mempelajari variasi resistivitas
di bawah permukaan bumi secara vertikal
maupun secara horizontal. Metode resis-
tivitas imaging yang terkenal adalah me-
tode resistivitas konfgurasi Dipole-dipole,
Wenner, Pole-dipole, dan Pole-pole.

C. KAWASAN KARST
Istilah kars diambil dari bahasa Slovenia
Krs yang berarti batuan. Daerah dengan
ciri bebatuan tersebut selanjutnya disebut
Carso yang terletak di perbatasan antara
Italia dan Yugoslavia. Kars didefnisikan
sebagai bentang alam yang terbentuk oleh
pelarutan air yang mengalir pada batu
gamping, dolomit, atau batuan lain yang
mudah mengalami pelarutan.
Kars merupakan salah satu jenis morfologi
atau bentuklahan (landform). Pada mor-
fologi tersebut hidup dan berkembang ber-
bagai jenis fora maupun fauna, sehingga
kars dipandang sebagai ekosistem. Eko-
sistem kawasan kars merupakan gabungan
dari ekosistem endokars dan ekosistem
eksokars. Endokars merupakan semua
fenomena yang dijumpai di bawah permu-
kaan tanah kawasan kars, yang paling ser-
ing dijumpai adalah gua, saluran terowon-
gan, dan sungai bawah tanah. Eksokars
adalah semua fenomena yang dijumpai
di atas permukaan tanah kars, antara lain
kubah-kubah dengan berbagai bentuk do-
line, uvala, dan polje.
Kawasan kars bisa diartikan sebagai ka-
wasan yang mempunyai bentang alam
khas yang dibentuk oleh proses pelarutan
batuan. Batuan tersebut umumnya adalah
batu gamping dan dolomit. Di Indonesia
yang umum dijumpai adalah batu gamping
ataupun metamorfosanya yaitu marmer.
Pembentukan kars ditentukan oleh proses
pelarutan batuan, sehingga ditemukan
oleh derajat kelarutan dari batuan atau
batu gamping yang ada (jenis batu gamp-
ing), iklim (curah hujan), dan umur batu
Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 1 | Maret 2010 49
gamping atau lamanya proses pelarutan.
Proses pelarutan batu gamping yang meru-
pakan proses terpenting pembentukan kars
bisa dijelaskan menurut reaksi kimia batu
gamping dengan air dan kandungan gas
CO2 terlarut sebagai berikut (Samodra,
2001):
CaCO3+ CO2+H2OCa2-+2HCO3-
Kandungan gas CO2 terlarut yang mem-
pengaruhi proses pelarutan batu gamping
tersebut terutama bersumber dari CO2 di
atmosfer yang dapat diperkaa oleh faktor
biologis dan kegiatan gunung api. Selan-
jutnya variasi faktor jenis batu gamping,
struktur geologi, faktor biologi (vegetasi),
suhu udara, angin, curah hujan, menghasil-
kan berbagai variasi bentang alam kars di
alam.
D. SISTEM SUNGAI BAWAH TA-
NAH
Sungai bawah tanah daerah karst
tropik berasal dari aliran permukaan pada
waktu musim hujan yang masuk melalui
celah-celah batu gamping, kadang-kadang
sungai tersebut hilang sebagian atau selu-
ruhnya ke dalam tanah melalui rekahan-
rekahan dan atau depresi-depresi. Depresi
tersebut menstransfer sejumlah besar air
permukaan menjadi air bawah tanah. Air
bawah tanah merembes melalui celah-
celah (crack) menurut kemiringan lapisan
batuan (dip) hingga menjadi aliran air
bawah tanah. Aliran air akan berfuktuasi
menurut musim dan mengalir melalui ses-
ar, retakan,kekar, dan celah antar bidang
perlapisan. Selanjutnya akan membentuk
saluran bawah tanah (lorong gua) yang
dialiri air selama kurun waktu tertentu.
Lorong gua dengan aliran air dapat disebut
dengan sungai bawah tanah. Sungai bawah
tanah dapat dijumpai di kawasan karst den-
gan adanya gua dan sistem perguaan.

waktu musim hujan yang masuk melalui
celah-celah batu gamping, kadang-kadang
sungai tersebut hilang sebagian atau selu-
ruhnya ke dalam tanah melalui rekahan-
E. METODOLOGI PENELITIAN
rekahan dan atau depresi-depresi. Depresi
tersebut menstransfer sejumlah besar air
permukaan menjadi air bawah tanah. Air
bawah tanah merembes melalui celah-
celah (crack) menurut kemiringan lapisan
batuan (dip) hingga menjadi aliran air
bawah tanah. Aliran air akan berfuktuasi
menurut musim dan mengalir melalui ses-
ar, retakan,kekar, dan celah antar bidang
perlapisan. Selanjutnya akan membentuk
saluran bawah tanah (lorong gua) yang
dialiri air selama kurun waktu tertentu.
Lorong gua dengan aliran air dapat disebut
dengan sungai bawah tanah. Sungai bawah
tanah dapat dijumpai di kawasan karst den-
gan adanya gua dan sistem perguaan.
Gambar 2 Peralatan Pengambilan
Data
Peralatan yang digunakan dalam peneli-
tian ini adalah resistivitimeter OYO model
2119 C. Alat ini merupakan alat portabel
dengan sistem pengoperasian yang cukup
sederhana. Resistivitimeter model 2119 C
ini terdiri dari 2 unit yaitu unit komutatore
sebagai pemancar sekaligus penerima dan
unit potensiometer untuk mengukur beda
potensial. Unit komutator berfungsi seba-
gai sebagai pengubah arus searah menjadi
arus bolak-balik dengan bantuan dua buah
transistor bertegangan tinggi dan sebagai
penyearah mekanis dari arus bolak-balik
yang diterima oleh elektroda potensial.
Unit potensiometer berfungsi sebagai pen-
gatur tegangan searah dengan sistem po-
Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 1 | Maret 2010 50
tensiometer. Unit ini dilengkapi dengan
galvanometer yang sangat peka dan poten-
siometer tegangan searah.
F. WILAYAH PENGAMBILAN
DATA
Lokasi Penelitian
Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 1 | Maret 2010 51
G. HASIL DAN PEMBAH ASAN
Pengolahan data resistivitas imaging yang diperoleh dari hasil pengukuran dilakukan
dengan menggunakan software Res2Dinv. Korelasi nilai resistivitas batuan adalah seba-
gai berikut :
Tabel Korelasi Nilai Resistivitas Batuan dan Litologi
Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 1 | Maret 2010 52
Hasil penampang tersebut dapat diasum-
sikan bahwa lapisan batuan karbonat ini
membentuk anomali batuan yang kedap air
yang berbentuk seperti lorong. Hal ini di-
duga batuan ini adalah sebagai batuan pe-
nudung atau batuan capsrock dari struktur
sungai bawah tanah. Sehingga pendugaan
lapisan di bawah ini merupakan rongga
dari luweng yang merupakan jalur dari
sungai bawah tanah luweng Dawung.
A. Lintasan 1
Gambar 3 Penampang model inversi 2 dimensi data lintasan 1
Batuan karbonat mulai dijumpai pada
kedalaman dangkal sekitar 15 meter dari
permukaan tanah, yang berjarak 40-50 me-
ter dari pusat bentangan. Batuan karbonat
yang sifatnya pambawa air pada hasil pe-
nampang kedua dijumpai pada kedalaman
40 meter. Lapisan batuan karbonat ini ber-
jarak 150 240 meter dari pusat bentan-
gan. Anomali batuan karbonat ini mempu-
nyai nilai resistivitas berkisar antara 4495
Ohm meter.
B. Lintasan 2
Gambar 4 Penampang model inversi 2 dimensi data lintasan 2
Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 1 | Maret 2010 53
Batuan dolomit ini mulai dijumpai pada ja-
rak 150 meter dari pusat lintasan, dengan
ketebalan lapisan antara 30 meter sampai
kedalam 62.3 meter. Lapisan batuan kar-
bonat yang ditunjukkan warna ungu pada
penampang dijumpai pada jarak 160 meter
sampai 300 meter dari pusat lintasan. Kete-
balan lapisan ini mulai pada kedalaman
32.8 meter sampai 62.3 meter. Lapisan bat-
uan karbonat ini nilai resistivitasnya adalah
sekitar 9848 Ohm meter.
Pada penampang 2 dimensi lintasan 2
dengan masukan arus 120 mA ini lapisan
batuan lempungan juga mendominasi per-
mukaan keseluruhan panjangnya lintasan
sampai pada kedalaman sekitar 20 meter.
Lapisan batuan pasiran melapisi di bawah-
nya lapisan batuan lempungan. Lapisan
batuan pasiran ini dijumpai pada keda-
laman mulai sekitar 20 meter sampai ke
bawah. Tetapi pada jarak 150 meter dari
pusat lintasan batuan pasiran ini menjadi
peralihan batuan menjadi batuan dolomit.
C. Lintasan 3
Gambar 5 Penampang model inversi 2 dimensi data lintasan 3
Lapisan batuan lempungan juga mendomi-
nasi permukaan keseluruhan panjangnya
lintasan sampai pada kedalaman sekitar
12.7 meter. Lapisan batuan pasiran melapi-
si di bawahnya lapisan batuan lempungan.
Lapisan batuan pasiran ini dijumpai pada
kedalaman mulai sekitar 12.7 meter dengan
ketebalan antara 1 meter. Batuan pasiran
dijumpai lagi pada jarak 150 meter sampai
200 meter, mulai terlihat pada kedalaman
53.9-62.3 meter. Di bawah lapisan batuan
pasiran ini diduga merupakan batuan lem-
pungan. Lapisan batuan dolomit melapisi
batuan pasiran di bawahnya sampai keda-
laman 62.3 meter. Batuan dolomit ini mu-
lai dijumpai di sepanjang lintasan 3 dengan
ketebalan lapisan antara 13.7 meter. Pada
jarak 170-200 meter lapisan batuan dolo-
mit ini menyuram lapisannya hingga sam-
pai kedalam 62.3 meter.
Lapisan batuan karbonat yang ditunjuk-
kan warna ungu pada penampang terdapat
2 anomali batuan karbonat. Anomali per-
tama dijumpai pada jarak 40 meter sampai
150 meter dari pusat lintasan, dengan ked-
alaman anomali mulai 18.3 meter sampai
62.3 meter kebawah. Anomali yang kedua
dijumpai pada jarak 210 meter sampai
pangkal lintasan 3 ini. Kedalaman anom-
ali lapisan batuan karbonat yang kedua ini
mulai 21.8 meter sampai 62.3 meter ke-
bawah. Nilai resistivitasnya adalah sekitar
1887 Ohm meter. Sehingga dimungkinkan
pada perlapisan ini merupakan anomali
batuan karbonat yang bersifat sebagai pem-
bawa air. Lapisan ini diindikasikan adanya
sistem sungai bawah tanah berupa rongga/
lorong sungai bawah tanah. Pendugaan
lain dari anomali ini adalah sebuah water
Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 1 | Maret 2010 54
pocket yang merupakan satuan dari sistem
sungai bawah tanah. Air yang terdapat pada
sistem bawah tanah ini melalui jalur atau
rekahan-rekahan kemudian menuju tempat
yang kosong dan kemudian terbentuk kan-
tong-kantong air (water pocket). Pendug-
aan adanya kantong air ini lebih besar dari
pada yang terdapat pada lintasan 2, dilihat
dari besarnya lapisan penudungnya. Secara
keseluruhan hasil pengolahan data imag-
ing lintasan 1, 2 dan 3 kontur sistem sungai
bawah tanah saling berhubungan.
H. KESIMPULAN
Dari hasil pengolahan data resistivitas im-
aging, dapat disimpulkan bahwa :
1. Di daerah penelitian tersebut di-
indikasikan/diduga terdapat sistem sungai
bawah tanah di bawah permukaan tanah.
2. Secara imaging menunjukkan
kedalaman anomali lapisan batuan karbon-
at mulai 21.8 meter sampai 62.3 meter ke-
bawah. Nilai resistivitasnya adalah sekitar
1887 Ohm meter. Sehingga dimungkinkan
pada perlapisan ini merupakan anomali
batuan karbonat yang bersifat sebagai pem-
bawa air. Lapisan ini diindikasikan adanya
sistem sungai bawah tanah berupa rongga/
lorong sungai bawah tanah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bahargiarti, Sari.K. 2004. Menge-
nal Hidrogeologi Karst, Yogyakarta : Pusat
Studi Karst Lembaga Penelitian dan Peng-
abdian kepada Masyarakat, UPN VETER-
AN YOGYAKARTA.
2. Hexa Sevana, Mareta. 2003. Studi
Geologi Lingkungan Untuk Pengkelasan
Kars Dan Pengembangan Wilayah Daerah
Gunung Sewu, Kabupaten Gunung Kidul,
DIY, Yogyakarta : Jurusan Teknik Geologi
Fakultas Geologi UGM
3. Kusumayudha, Sari.B. 2005.
Hidrogeologi Karst Dan Geometri Fraktal
Di Daerah Gunung Sewu, Yogyakarta :
Adicita.
4. Lilik Hendrajaya, Idam Arif.
1990. Geolistrik Tahanan Jenis, Bandung :
Laboratorium Fisika Bumi ITB.
5. Sehat, Sukman. 2005. Pendug-
aan Struktur Bawah Permukaan Daerah
Perbukitan Jiwo, Bayat, Klaten Dengan
Metode Resistivitas Mapping dan Sound-
ing. Yogyakarta : Tesis Jurusan Geofsika
UGM.
6. Suherman. 2000. Penyelidi-
kan Sungai Bawah Tanah dan Penentuan
Kedalaman Titik Bor Dengan Menggu-
nakan Metode Mise-Ala-Masse, di Desa
balok, Kecamatan Kujang, Barat Kupang
NTT. Yogyakarta : Skripsi, Jurusan Fisika
UGM.
7. Samodra, Hanang. 2001. Nilai
Strategis Kawasan Kars Di Indonesia.
Bandung : Pusat Penelitian Dan Pengem-
bangan Geologi.
8. Telford, W.M., Geldart, L.P.,
Sheriff, R.E., Keys, D.A.. 1976. Applied
Geophisics, Edisi I, Cambridge : Cam-
bridge University Press.
9. Waluyo dan Edy Hartantyo. 2000.
Teori Dan Aplikasi Metode Resistivitas,
Yogyakarta : Laboratorium Geofsika, Pro-
gram Studi Geofsika, Jurusan Fisika FMI-
PA UGM.
Metode Geolistrik Imaging Konfgurasi Dipole-Dipole Satuti, Ari dan Sutarno

Anda mungkin juga menyukai