METODE VES
OLEH :
Urbatut Thayyibah 03411740000007
Vahira Tri Kemalasari 03411740000011
Rizha Rizky Aisyah 03411740000015
Pranata Setiawan 03411740000018
Muthi’ul Padlilah 03411740000032
Arham Zakki Edelo 03411740000033
Zaid Syaiful Fatih 03411740000037
Joana Maria Sarmento 03411740007001
Paulino Da Costa D J 03411740007004
Gambar 1 Peta geologi Kabupaten Serang, dengan daerah penelitian dalam kotak hitam.
Peta geologi disusun berdasarkan Rusmana et al. (1991).
Daerah Kabupaten Serang terletak di pesisir utara Provinsi Banten yang terletak
diantara Cilegon dan Tangerang. Secara umum, menurut van Bemmelen (1949), Kota dan
Kabupaten Serang terletak di dataran Aluvial Jawa Barat Utara atau dataran Pantai Jakarta
serta sebagian kecil berada di daerah antiklinorium Bogor. Daerah penelitian tersusun atas
dua formasi geologi, yaitu endapan aluvial kuarter (Qa) di sepanjang pesisir utara, endapan
tufa Banten (Qpvb) yang menutupi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang.
a. Formasi Tufa Banten (Qpvb)
Tuf, breksi batu-apung dan batupasir tufaan. Tuf terdiri dari tuf kaca, tuf kaca dan
tufhablur. Tuf kaca, kelabu; terdiri dari masadasar kaca halus dengan fenokris felspar,
mineral mafik dan sedikit kuarsa; bersusunan andesit; umumnya mengandung batuapung.
Tuf sela, kelabu gelap, terutama ter-diri dari kepingan andesit dan batuapung serta sedikit
felspar dan tuf halus sebagai masadasar. Tuf hablur, kelabu pulih; tersusun dari felspar,
mika, mineral mafik, kaca dan sedikit kepingan andesit serta batuapung. Batupasir tufaan,
putih kelabu, berbutir menengah sampai kasar, agak padat, mengandung batuapung, Breksi
batuapung, berkomponen batuapung (5 - 10 cm); andesit dengan masadasar tuf berbutir
halus sampai kasar. Umur satuan ini diperkirakan Plistosen Awal bagian atas tebalnya
diduga melebihi 200 m.
b. Formasi Alluvium (Qa)
Formasi alluvium merupakan endapan material lepas terdiri dari kerakal, kerikil dan
lempung yang proses pengendapannya masih berlangsung sampai sekarang (Holosen).
Satuan ini menghampar luas di bagian utara dan sepanjang sungai-sungai utama Sebaran
endapan sungai terlihat secara baik di lembah K. Cisadane dan menempati hampir sepertiga
daerah penyelidikan. Endapan aluvial sungai terutama terdiri atas pasir dan kerikil
bersusunan andesitan serta fragmen batugamping, sebagai hasil rombakan (reworked) dari
satuan batuan yang lebih tua.
2.2 Metode Geolistrik Resistivitas
Metode geolistrik resistivitas merupakan salah satu metode yang paling umum
digunakan dalam eksplorasi geolistrik. Metode ini digunakan untuk menggambarkan
keadaan bawah permukaan dengan mempelajari resistivitas listrik dari lapisan batuan di
dalam bumi, dimana bumi tersusun atas batuan yang memiliki daya hantar listrik yang
berbeda-beda. Pada metode ini arus listrik dialirkan ke dalam lapisan bumi melalui dua
buah elektroda potensial. Dengan diketahuinya harga arus potensialnya maka bisa
ditentukan nilai resistivitasnya. Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa bumi
mempunyai sifat homogen isotropis. Dengan asumsi ini, tahanan jenis yang terukur
merupakan tahanan jenis yang terukur merupakan tahanan jenis yang sebenarnya dan tidak
tergantung pada spasi elektroda. Namun pada kenyataannya, bumi terdiri atas lapisan-
lapisan dengan tahanan jenis yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur
merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Dengan demikian tahanan jenis yang
terukur bukan merupakan harga tahanan jenis untuk satu lapisan saja, terutama untuk spasi
elektroda yang lebar. Dalam hal ini yang terukur adalah tahanan jenis semu (apparent
resistivity ρa).
2.3 Metode Vertical Electrical Sounding (VES)
Berdasarkan teknik pengukuran geolistrik, dikenal dua teknik pengukuran yaitu
metode geolistrik resistivitas mapping dan sounding. Metode geolistrik resistivitas
sounding bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah permukaan
secara vertikal. Pada metode ini, pengukuran pada suatu titik sounding dilakukan dengan
jalan mengubah-ubah jarak elektroda. Perubahan jarak elektroda dilakukan dari jarak
elektroda kecil kemudian membesar secara gradual. Biasanya penelitian yang
menggunakan metode geolistrik VES adalah untuk memantau kondisi akuifer secara
vertikal. Hal ini dikarenakan kemampuan VES untuk pendugaan skala vertikal yang baik.
Karena metode ini bertujuan untuk melihat gambaran umum akuifer dan persebaran
airtanah asin, maka titik pendugaan geolistrik metode VES ini akan dilakukan di beberapa
titik di wilayah penelitian secara merata. Metode VES digunakan untuk menduga lapisan-
lapisan material di bawah permukaan bumi berdasarkan sifat resistivitasnya (Telford et al.,
2004). Nilai resistivitas (ρ) dihitung berdasarkan data arus listrik (I) dan beda potensial (V)
yang diperoleh di lapangan (Allred et al., 2008). Data arus listrik dan beda potensial
diperoleh dari injeksi arus listrik ke bawah permukaan Bumi melalui pasangan elektroda
arus (C1,C2) dan elektroda potensial (P1, P2) (Loke, 2000). Pada metode ini, digunakan
konfigurasi schlumberger.
Hasil pengolahan geolistrik di titik duga GL-66 dengan metode sclumberger mempunyai
hasil resistivitas yang cukup bervariasi yaitu rentang 3,4 ohm.m – 181 ohm.m. Pada titik
pengukuran ini diperoleh 6 lapisan. Dilihat dari nilai resistivitas nya, maka dapat ditentukan
jenis litologinya. Pada lapisan pertama merupakan batuan lempung dengan nilai resistivitas
22,2 ohm.m. Karena batuan lempung dapat menyimpan air namun hanya mampu
mengalirkan air dalam jumlah terbatas, maka diduga hidrogeologi lapisan tersebut
merupakan akuitar. Kemudian pada lapisan ketiga, keempat, dan keenam memiliki nilai
resistivitas <10 ohm.m sehingga diduga merupakan lempung (tanah lempung). karena
batuan tersebut dapat menyimpan air, namun tidak dapat meloloskan air dalam kadar yang
cukup., maka diduga hidrogeologi lapisan tersebut merupakan akuiklud. Pada lapisan
kelima diduga merupakan batuan pasir dengan nilai resistivitas 54,5 ohm.m pada
kedalaman 64,1 – 102 ohm.m, karena batuan tersebut dapat menyimpan dan mengalirkan
air, maka diduga hidrogeologi lapisan tersebut merupakan akuifer.
➢ Titik duga 68
Penampang titik GL 68
Tabel 4.5 Interpretasi Nilai Tahanan Jenis Titik Duga GL 68
NILAI
KEDALAMAN TEBAL INTERPRETASI
LAPISAN TAHANAN HIDROGEOLOGI
(m) (m) LITOLOGI
JENIS (Ωm)
1 0 - 1,28 1,28 42,6 Topsoil -
2 1,28 - 2,61 1,33 10,2 Lempung Akuiklud
3 2,61 - 4,06 1,45 55,6 Batuan pasir Akuifer
4 4,06 - 46,2 42,1 7,46 Lempung Akuiklud
5 46,2 - ~ ~ 10,3 Lempung Akuiklud
Hasil pengolahan geolistrik di titik duga GL-68 dengan metode sclumberger mempunyai
hasil resistivitas yang cukup bervariasi yaitu rentang 7,46 ohm.m – 55,6 ohm.m. Pada titik
pengukuran ini diperoleh 5 lapisan. Dilihat dari nilai resistivitas nya, maka dapat ditentukan
jenis litologinya. Pada lapisan pertama, keempat, dan kelima memiliki nilai resistivitas
kisaran 10 ohm.m sehingga diduga merupakan lempung (tanah lempung). Karena batuan
tersebut dapat menyimpan air, namun tidak dapat meloloskan air dalam kadar yang cukup,
maka diduga hidrogeologi lapisan tersebut merupakan akuiklud. Pada lapisan ketiga diduga
merupakan batuan pasir dengan nilai resistivitas 55,6 ohm.m pada kedalaman 2,61 – 4,06
ohm.m, karena batuan tersebut dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah, maka
diduga hidrogeologi lapisan tersebut merupakan akuifer.
➢ Titik duga 74
Penampang titik GL 74
Hasil pengolahan geolistrik di titik duga GL-74 dengan metode sclumberger mempunyai
hasil resistivitas yang cukup bervariasi yaitu rentang 6,02 ohm.m – 50 ohm.m. Pada titik
pengukuran ini diperoleh 6 lapisan. Dilihat dari nilai resistivitas nya, maka dapat ditentukan
jenis litologinya. Pada lapisan kedua merupakan lempung pasiran dengan nilai resistivitas
17,8 ohm.m. Karena batuan tersebut dapat menyimpan dan mengalirkan air, maka diduga
hidrogeologi lapisan tersebut merupakan akuifer. Kemudian pada lapisan ketiga dan kelima
memiliki nilai resistivitas <10 ohm.m sehingga diduga merupakan lempung (tanah
lempung). Karena batuan tersebut dapat menyimpan air, namun tidak dapat meloloskan air
dalam kadar yang cukup, maka diduga hidrogeologi lapisan tersebut merupakan akuiklud.
Pada lapisan keempat dan keenam diduga merupakan batuan lempung, karena batuan
lempung dapat menyimpan air namun hanya mampu mengalirkan air dalam jumlah
terbatas, maka diduga hidrogeologi lapisan tersebut merupakan akuitar.
Hasil pengolahan geolistrik di titik duga GL-159 dengan metode sclumberger mempunyai
hasil resistivitas yang cukup bervariasi yaitu rentang 7,24 ohm.m – 99,1 ohm.m. Pada titik
pengukuran ini diperoleh 6 lapisan. Dilihat dari nilai resistivitas nya, maka dapat ditentukan
jenis litologinya. Pada lapisan kedua dan ketiga merupakan batuan pasir dengan range nilai
resistivitas 50-100 ohm.m. Karena batuan tersebut dapat menyimpan dan mengalirkan air,
maka diduga hidrogeologi lapisan tersebut merupakan akuifer. Kemudian pada lapisan
keempat dan kelima memiliki nilai resistivitas 20-40 ohm.m sehingga diduga merupakan
batuan lempung. Karena batuan lempung dapat menyimpan air namun hanya mampu
mengalirkan air dalam jumlah terbatas, maka diduga hidrogeologi lapisan tersebut
merupakan akuitar. Pada lapisan keenam diduga merupakan lempung dengan nilai
resistivitas <10 ohm.m dan diduga hidrogeologi lapisan tersebut merupakan akuiklud.
Hasil pengolahan geolistrik di titik duga GL-162 dengan metode sclumberger mempunyai
hasil resistivitas yang bervariasi. Dari mulai resistivitas tertinggi 92,5 ohm yang berada
pada kedalaman 0-34,8 m dari permukaan tanah. Mempunyai resistivitas terendah 17 ohm
yang berada pada kedalaman 35,4 m. Pada pengukuran ini mempunyai resistivitas 17-192
ohm. Batuan yang mungkin pada rentang resistivitas ini yakni Topsoil, Batuan Lempung,
Pasir Tufaan, dan Lempung Pasiran. Pada lapisan kedua merupakan batuan lempung,
dikarenakan batuan lempung dapat menyimpan air dalam jumlah terbatas, maka diduga
lapisan kedua merupakan akuitar. Sedangkan lapisan ketiga sampai lapisan tak terhingga
merupakan pasir tufaan, dan lempung pasiran, karena batuan ini dapat menyimpan air,
maka diduga hidrologi lapisan tersebut merupakan akuifer.
Setelah dibuat dugaan litologi sesuai range resistivitasnya maka dengan Software
Surfer 14 dibuat korelasi pertitik di sesuaikan dengan elevasi titik mulai soundingnya.
Mulai dari kiri merupakan titik- titik sounding dengan ururtan 158, 159, 160, 162, 161, 119,
74, 88, dan 66. Melalui Surfer dubuat garis bantu dalam mengkorelasikan antar titik
sounding, acuan utama dalam pengkorelasian ini tentu keseragaman litologi namun tetap
memerhatikan kaidah geologi. Kemudian dilakukan korelasi semua titik sounding untuk
membuat dugaan lapisan dengan menggunakan software Surfer 14, dan hasilnya adalah
sebagai berikut,
Figure 2 korelasi semua titik untuk dugaan model lapisan
Lingkaran kuning diasumsikan merupakan zona terinfitrasi air, dimana sifat batu
pasir dan tufa sebagai akuifer yang sangat baik dalam menyimpan dan mengalirkan fluida..
Zona ini dapat diasumsikan lebih lanjut sebagai Unconfined akuifer (Akuifer bebas),
merupakan,suatu akuifer dimana muka air tanah merupakan bidang batas sebelah atas dari
zona jenuh air. Air tanah yang terdapat pada lapisan akuifer ini disebut air tanah tidak
tertekan dimana muka air tanahnya disebut muka air tanah pheartik . sementara lingkaran
merah kami asumsikan merupakan zona akuifer tertekan atau confined akuifer yang
tersusun oleh batu pasir dengan resistivitas 50-100 ohm.meter. asumsi ini muncul akibat
sifat lapisan batuan yang mengapit lapisan batuan pasir itu merupakan lempung dengan
sifat impermeabelnya yang tinggi. Meskipun begitu lapisan batu lempung pada bagian atas
masih dapat mengalirkan fluia meskipun dalam jumlah sedikit, sehingga dapat meneruskan
fluida menuju lapisan confide akuifer dibawahnya.
Selain itu, diperoleh hasil korelasi gabungan seluruh titik dengan menginput data elevasi
menggunakan IPI2WIN sehingga diperoleh sebagai berikut
Gambar diatas merupakan cross-section resistivity. Melalui grafis tersebut kita bisa melihat
seberapa besar nilai resistivitas sebenarnya dan berapa kedalaman dari masing-masing
lapisan. Perbedaan nilai resistivitas sebenarnya ini pada analisa kami menunjukan adanya
perbedaan litologi, contohnya pada data GL158 terdapat 4 warna yaitu hijau pada lapisan
pertama yang menunjukan nilai resistivitas sebenarnya dengan nilai sekitar 20-22 ohm.m
diduga merupakan batu lempung kemudian dibawahnya lapisan disimbolkan dengan warna
merah dengan nilai resistivitas kisaran 100-140 ohm.meter diduga merupakan batu pasir
tufaan, kemudian dibawahnya kembali disimbolkan dengan warna hijau dengan kisaran
resistivitas 20-22 ohm.m diduga kembali merupakan batu lempung dan pada lapisan
terbawah merupakan lempung dengan kisaran harga resistivitas 7-12 ohm.meter.
BAB V
KESIMPULAN