Anda di halaman 1dari 140

ANALISIS DATA RUNTUN WAKTU DENGAN METODE

ADAPTIVE NEURO-FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS)






SKRIPSI

Oleh:
Arsyil Hendra Saputra
NIM : J2E008009


JURUSAN STATISTIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012

ANALISIS DATA RUNTUN WAKTU DENGAN METODE
ADAPTIVE NEURO-FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS)




Oleh:
Arsyil Hendra Saputra
NIM : J2E008009


Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains pada Jurusan Statistika




JURUSAN STATISTIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini terselesaikan.
Tugas akhir yang berjudul Analisis Data Runtun Waktu dengan Metode
Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS) ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada J urusan Statistika
Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Oleh karena itu, rasa hormat dan terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Dra. Dwi Ispriyanti, M.Si selaku Ketua Program Studi Statistika FSM
Universitas Diponegoro Semarang.
2. Drs. Tarno, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Budi Warsito, S.Si,
M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu
memberikan masukan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
3. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku instansi yang
telah memberikan beasiswa kepada penulis melalui Program BUMN
Peduli Beasiswa.
3. Bapak/Ibu Dosen dan teman-teman mahasiswa Statistika Undip yang telah
memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.
Semoga Tugas Akhir ini bisa membawa manfaat bagi penulis sendiri
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Semarang, 27 Juli 2012
Penulis
v

ABSTRAK


Salah satu metode analisis data runtun waktu yang populer adalah
ARIMA. Metode ARIMA mensyaratkan beberapa asumsi antara lain residual
model white noise, berdistribusi normal dan varian konstan. Model ARIMA
cenderung lebih baik untuk data runtun waktu yang linier. Sedangkan untuk data
runtun waktu nonlinier telah banyak dikaji dengan metode nonlinier, salah satunya
adalah Adaptive Neuro Fuzzy Inference System atau ANFIS. Metode ANFIS
adalah metode yang mengkombinasikan teknik Neural Network dan Fuzzy Logic.
Dalam Tugas Akhir ini dibahas secara khusus mengenai metode ANFIS untuk
analisis data runtun waktu yang mempunyai karakteristik antara lain stasioner,
stasioner dengan outlier, nonstasioner dan nonstasioner dengan outlier, dan
digunakan data harga minyak kelapa sawit Indonesia sebagai studi kasus. Hasil
ANFIS yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil metode ARIMA
berdasarkan nilai RMSE. Berdasarkan analisis dan pembahasan diperoleh bahwa
hasil metode ANFIS lebih baik daripada metode ARIMA.

Kata kunci : ANFIS, ARIMA, data runtun waktu, nonstasioner, outlier
vi

ABSTRACT


One popular method of time series analysis is ARIMA. The ARIMA
method requires some assumptions; residual of model must be white noise,
normal distribution and constant variance. The ARIMA model tends to be better
for time series data which is linear. Whereas for the nonlinear time series data
have been widely studied by nonlinear methods, one of that is Adaptive Neuro
Fuzzy Inference System or ANFIS. The ANFIS method is a method that combines
techniques Neural Network and Fuzzy Logic. In this thesis discussed the ANFIS
method specifically for the analysis of time series data that have characteristics
such as stationary, stationary with outlier, non stationary and non stationary with
outlier, and the data of Indonesian palm oil prices is used as a case study. The
ANFIS results which were obtained are compared with the results of ARIMA
method by the value of RMSE. Based on the analysis and discussion, it is
obtained that the results of ANFIS method are better than the results of ARIMA
method.

Keywords : ANFIS, ARIMA, time series data, non stasionary, outlier
vii

DAFTAR ISI

HALAMAN J UDUL .. i
HALAMAN PENGESAHAN I . ii
HALAMAN PENGESAHAN II . iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK . v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI .. vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR .. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .. xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang . 1
1.2 Tujuan .. 4

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA .... 5
2.1 Pengertian Analisis Data Runtun Waktu .... 5
2.2 Model ARIMA .... 6
2.3 Istilah-Istilah dalam Analisis Runtun Waktu ... 7
2.3.1 Stasioner 7
2.3.2 Differencing .. 8
2.3.3 Autocorrelation Function (ACF) .. 8
2.3.4 Partial Autocorrelation Function (PACF) ... 9
2.4.Tahapan Pemodelan ARIMA .. 10
2.4.1 Identifikasi 11
2.4.2 Estimasi . 11
viii

2.4.3 Diagnosis ... 12
2.4.4 Pengujian Asumsi . 12
2.4.4.1 Uji Ljung-Box 12
2.4.4.2 Uji Normalitas .................................................... 13
2.4.4.3 Uji Linieritas .. 13
2.5 J aringan Syaraf Tiruan (Neural Network) 14
2.6 Logika Fuzzy (Fuzzy logic) . 16
2.6.1 Teori Himpunan Fuzzy . 16
2.6.2 Fungsi Keanggotaan Fuzzy ... 17
2.6.3 Fuzzy C-Means (FCM) . 19
2.6.4 Sistem Inferensi Fuzzy .. 21
2.6.5 FIS Model Sugeno (TSK) . 22
2.7 ANFIS: Adaptive Neuro Fuzzy Inference System ... 23
2.7.1 Gambaran Umum ANFIS . 23
2.7.2 Arsitektur ANFIS . 24
2.7.3 J aringan ANFIS 25
2.7.4 Algoritma Pembelajaran Hybrid ... 28
2.7.5 LSE Rekursif 29
2.7.6 Model Propagasi Eror 30
2.7.7 Root Mean Square Eror (RMSE) .. 35

BAB III METODOLOGI ... 36
4.1 Sumber Data 36
4.1.1 Data Simulasi 36
4.1.2 Data Studi Kasus .. 36
4.2 Metode Analisis ARIMA 37
4.3 Metode Analisis ANFIS .. 38

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN . 41
4.1 Analisis Data Runtun Waktu dengan ARIMA 41
4.1.1 Analisis ARIMA pada Data Stasioner . 41
4.1.2 Analisis ARIMA pada Data Stasioner dengan Outlier . 48
ix

4.1.3 Analisis ARIMA pada Data Nonstasioner 55
4.1.4 Analisis ARIMA pada Data Nonstasioner dengan Outlier 63
4.2 Analisis Data Runtun Waktu dengan ANFIS .. 71
4.2.1 Analisis ANFIS pada Data Stasioner 71
4.2.2 Analisis ANFIS pada Data Stasioner dengan Outlier 72
4.2.3 Analisis ANFIS pada Data Nonstasioner .. 75
4.2.4 Analisis ANFIS pada Data Nonstasioner dengan Outlier .. 77
4.3 Perbandingan Hasil ANFIS Terhadap Hasil ARIMA . 79
4.3.1 Analisis pada Data Stasioner 79
4.3.2 Analisis pada Data Stasioner dengan Outlier ... 80
4.3.3 Analisis pada Data Nonstasioner .. 81
4.3.4 Analisis pada Data Nonstasioner dengan Outlier . 82
4.4 Penerapan ANFIS pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit
Indonesia ... 84
4.4.1 Analisis ARIMA pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit
Indonesia . 84
4.4.2 Analisis ANFIS pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit
Indonesia . 91
4.4.3 Perbandingan Hasil ANFIS terhadap Hasil ARIMA 95

BAB V KESIMPULAN . 97
DAFTAR PUSTAKA 98
LAMPIRAN ... 101



x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pola ACF dan PACF dari proses yang stasioner 11
Tabel 2. Prosedur pembelajaran Hybrid metode ANFIS... 29
Tabel 3. Statistik uji ADF pada data stasioner.. 42
Tabel 4. Estimasi model ARIMA pada data stasioner .. 43
Tabel 5. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data stasioner .... 45
Tabel 6. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data stasioner ... 46
Tabel 7. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data stasioner 47
Tabel 8. Nilai eror model ARIMA pada data stasioner. 48
Tabel 9. Statistik uji ADF pada data stasioner dengan outlier . 49
Tabel 10. Estimasi model ARIMA pada data stasioner dengan outlier.. 50
Tabel 11. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data stasioner dengan outlier 52
Tabel 12. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data stasioner dengan outlier ... 53
Tabel 13. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data stasioner dengan
outlier.. 54
Tabel 14. Nilai eror model ARIMA pada data stasioner dengan outlier .... 55
Tabel 15. Statistik uji ADF pada data nontasioner.. 56
Tabel 16. Statistik uji ADF pada data nontasioner differencing satu ......... 57
Tabel 17. Estimasi model ARIMA pada data nonstasioner. 58
Tabel 18. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data nonstasioner... 60
Tabel 19. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data nonstasioner.. 61
Tabel 20. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data nonstasioner.. 62
Tabel 21. Nilai eror model ARIMA pada data nonstasioner... 63
xi

Tabel 22. Statistik uji ADF pada data nontasioner dengan outlier.. 64
Tabel 23. Statistik uji ADF pada data nonstasioner dengan outlier
differencing satu . 65
Tabel 24. Estimasi model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier.... 66
Tabel 25. Uji Ljung-Box pada data nonstasioner dengan outlier 68
Tabel 26. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier.. 69
Tabel 27. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier ..... 70
Tabel 28. Nilai eror model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier .. 71
Tabel 29. Pelatihan ANFIS pada data stasioner berdasarkan jumlah klaster ..... 71
Tabel 30. Pelatihan ANFIS pada data stasioner berdasarkan fungsi
keanggotaan 72
Tabel 31. Pelatihan ANFIS pada data stasioner dengan outlier berdasarkan
jumlah klaster ..... 73
Tabel 32. Pelatihan ANFIS pada data stasioner dengan outlier berdasarkan
fungsi keanggotaan . 74
Tabel 33. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner berdasarkan jumlah
klaster . 76
Tabel 34. Pelatihan ANFIS pada data nontasioner berdasarkan fungsi
keanggotaan .... 76
Tabel 35. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner dengan outlier
berdasarkan jumlah klaster ..... 78
xii

Tabel 36. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner dengan outlier
berdasarkan fungsi keanggotaan .... 79
Tabel 37. (a) Ringkasan analisis ARIMA pada data stasioner ... 80
Tabel 37. (b) Ringkasan analisis ANFIS pada data stasioner...... 80
Tabel 38. (a) Ringkasan analisis ARIMA pada data stasioner dengan outlier ... 81
Tabel 38. (b) Ringkasan analisis ANFIS pada data stasioner dengan outlier .... 81
Tabel 39. (a) Ringkasan analisis ARIMA pada data nonstasioner...... 82
Tabel 39. (b) Ringkasan analisis ANFIS pada data nonstasioner 82
Tabel 40. (a) Ringkasan analisis ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier ..... 83
Tabel 40. (b) Ringkasan analisis ANFIS pada data nontasioner dengan outlier. 83
Tabel 41. Statistik uji ADF pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia .... 85
Tabel 42. Model ARIMA yang diduga pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia .... 86
Tabel 43. Estimasi model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia . 87
Tabel 44. Nilai eror dari model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia .... 88
Tabel 45. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia ... 88
Tabel 46. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia .. 90
Tabel 47. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia ... 91
xiii

Tabel 48. Nilai eror model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia . 91
Tabel 49. Input-input ANFIS yang dicobakan pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia 92
Tabel 50. Pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia
berdasarkan input dan jumlah klaster ..... 93
Tabel 51. Pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia
berdasarkan fungsi keanggotaan .... 94
Tabel 52. (a) Ringkasan analisis ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia 95
Tabel 52. (b) Ringkasan analisis ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia 96




xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan tahap-tahap analisis runtun waktu ARIMA ...... 10
Gambar 2. Struktur jaringan syaraf tiruan dengan input Z
1,t
, Z
2,t
, , Z
m,t
dan
bobot koneksinya w
1
, w
2
, , w
n
...... 15
Gambar 3. Kurva fungsi keanggotaan Triangular.. 17
Gambar 4. Kurva fungsi keanggotaan Trapezoidal. 18
Gambar 5. Kurva fungsi keanggotaan Gaussian.... 18
Gambar 6. Kurva fungsi keanggotaan Generalized Bell. 19
Gambar 7. Diagram blok sistem inferensi fuzzy.. 21
Gambar 8. ANFIS dengan model Sugeno... 25
Gambar 9. Arsitektur jaringan ANFIS 25
Gambar 10.Contoh model ANFIS untuk 2 input dengan 9 aturan .... 28
Gambar 11.Flow chart ANFIS .. 40
Gambar 12.Grafik runtun waktu data stasioner . 41
Gambar 13.(a) Plot ACF dari data stasioner .. 42
Gambar 13.(b) Plot PACF dari data stasioner 43
Gambar 14.Uji normalitas model ARIMA pada data stasioner . 46
Gambar 15.Grafik runtun waktu data stasioner dengan outlier . 48
Gambar 16.(a) Plot ACF dari data stasioner dengan outlier .. 49
Gambar 16.(b) Plot PACF dari data stasioner dengan outlier 50
Gambar 17.Uji normalitas model ARIMA pada data stasioner dengan outlier . 53
Gambar 18.Grafik runtun waktu data nonstasioner .... 55
Gambar 19.Grafik runtun waktu data nonstasioner differencing satu . 56
xv

Gambar 20.(a) Plot ACF dari data nonstasioner differencing satu.. 57
Gambar 20.(b) Plot PACF dari data nonstasioner differencing satu .. 58
Gambar 21.Uji normalitas model ARIMA pada data nonstasioner .... 61
Gambar 22.Grafik runtun waktu data nonstasioner dengan outlier 63
Gambar 23.Grafik runtun waktu data nonstasioner dengan outlier differencing
satu 64
Gambar 24.(a) Plot ACF dari data nontasioner dengan outlier differencing satu 65
Gambar 24.(b) Plot PACF dari data nontasioner dengan outlier differencing
Satu 66
Gambar 25.Uji normalitas model ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier ... 69
Gambar 26.Grafik runtun waktu data harga minyak kelapa sawit Indonesia . 84
Gambar 27.Grafik runtun waktu data harga minyak kelapa sawit Indonesia
differencing satu .. 85
Gambar 28.(a) Plot ACF dari data harga minyak kelapa sawit Indonesia .. 86
Gambar 28.(b) Plot PACF dari data harga minyak kelapa sawit Indonesia .. 86
Gambar 29.Uji normalitas model ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia .... 89
Gambar 30.Perbandingan target dan output ANFIS pada data harga minyak
kelapa sawit Indonesia.. 94
Gambar 31.Hasil eror ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia.. 95
xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data stasioner dibangkitkan dengan R 101
Lampiran 2. Data nonstasioner dibangkitkan dengan R . 103
Lampiran 3. Data harga minyak kelapa sawit Indonesia 105
Lampiran 4. Training dan Checking ANFIS menggunakan Matlab .. 111
Lampiran 5. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner berdasarkan jumlah
klaster.. 113
Lampiran 6. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner dengan outlier
berdasarkan jumlah klaster..114
Lampiran 7. Estimasi model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia. 115
Lampiran 8. Hasil pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia terhadap berbagai input.. 120
Lampiran 9. Perintah pada Software... 122
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Analisis data runtun waktu (time series) merupakan salah satu bahasan
penting dalam ilmu statistika. Dengan menganalisis bentuk pola deret data, dapat
dilakukan peramalan untuk satu atau beberapa periode ke depan. Model runtun
waktu konvensional yang umum digunakan untuk peramalan data runtun waktu
seperti ARIMA (Box dan J enkins, 1976), ARCH (Engle, 1982) dan GARCH
(Bollerslev, 1986). Namun, seiring waktu ternyata teknik ini memiliki
keterbatasan kemampuan dalam pemodelan data runtun waktu, terutama pada data
runtun waktu nonlinier (Wei, 2011).
Salah satu metode yang digunakan dalam peramalan data runtun waktu
nonlinier adalah Neural Network (McCulloch & Pitts, 1943) dan Fuzzy Logic
(Zadeh, 1965). Kemampuan pembelajaran pada neural network memungkinkan
lebih efektif menyelesaikan masalah nonlinier bahkan sistem yang kacau
sekalipun dan pada fuzzy logic dapat mengubah masalah kompleks menjadi
masalah sederhana menggunakan perkiraan penalaran. Kedua metode tersebut
mengestimasi fungsi tanpa menggunakan model matematis melainkan dilakukan
melalui proses pembelajaran data. Metode neural network melakukan komputasi
dengan mensimulasikan struktur dan fungsi seperti jaringan syaraf dalam otak.
Pada struktur jaringan neural network keseluruhan tingkah laku masukan-keluaran
ditentukan oleh sekumpulan parameter-parameter yang dimodifikasi. Sedangkan
pada fuzzy logic, dilakukan dengan cara melukiskan suatu sistem dengan
2



pengetahuan linguistik yang mudah dimengerti. Sistem fuzzy memiliki
keunggulan dalam memodelkan aspek kualitatif dari pengetahuan manusia dan
proses pengambilan keputusan.
Walaupun teknik neural network dan fuzzy logic dapat memecahkan
masalah kompleks, akan tetapi tetap pula memiliki keterbatasan (Khan, 1998).
Pada sistem yang semakin kompleks, fuzzy logic biasanya sulit dan membutuhkan
waktu lama untuk menentukan aturan dan fungsi keanggotaan yang tepat. Pada
neural network, tahapan proses sangat panjang dan rumit sehingga tidak efektif
pada jaringan yang cukup besar. Fuzzy logic tidak memiliki kemampuan untuk
belajar dan beradaptasi. Sebaliknya neural network memiliki kemampuan untuk
belajar dan beradaptasi namun tidak memiliki kemampuan penalaran seperti yang
dimiliki pada fuzzy logic. Oleh karena itu dikembangkan metode yang
mengkombinasikan kedua teknik itu yaitu biasa disebut sistem hybrid, salah
satunya adalah Adaptive Neuro Fuzzy Inference System atau ANFIS (J ang, 1993).
ANFIS merupakan metode yang menggunakan jaringan syaraf tiruan
(neural network) untuk mengimplementasikan sistem inferensi fuzzy (fuzzy
inference system). Dengan kata lain ANFIS adalah penggabungan mekanisme
sistem inferensi fuzzy yang digambarkan dalam arsitektur jaringan syaraf tiruan.
Pada pemodelan statistika, ANFIS diterapkan pada masalah klasifikasi, clustering,
regresi, dan peramalan pada data runtun waktu.
ANFIS telah banyak diterapkan pada masalah peramalan data runtun
waktu. Atsalakis, dkk (2007) menggunakan ANFIS untuk prediksi peluang tren
pada nilai tukar mata uang (kurs) diperoleh bahwa metode ini handal untuk
memprediksi naik turunnya fluktuasi nilai tukar. Wei (2011) menerapkan ANFIS
3



untuk peramalan saham TAIEX. Mordjaoi dan Boudjema (2011) melakukan
peramalan dan pemodelan permintaan listrik dengan ANFIS. Aldrian dan Djamil
(2008) mengaplikasikan ANFIS untuk prediksi curah hujan. Penelitian-penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa pendekatan metode ANFIS cukup handal
dan akurat dalam peramalan data runtun waktu.
Data runtun waktu nonstasioner banyak sekali dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Metode konvensional seperti ARIMA seringkali tidak efektif untuk
peramalan data runtun waktu nonstasioner, menghasilkan eror yang besar atau
varian tidak konstan. Analisis ARIMA merupakan metode linier yang
membutuhkan beberapa asumsi harus terpenuhi. Oleh karena itu diperlukan
metode nonlinier yang mampu menyelesaikan masalah nonlinier. ANFIS menjadi
salah satu pilihan yang efektif untuk peramalan data runtun waktu nonlinier.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini akan dilakukan analisis data runtun
waktu menggunakan metode Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA) dan Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) pada empat
karakteristik data yaitu stasioner, stasioner dengan outlier, nonstasioner, dan
nonstasioner dengan outlier. Studi kasus yang dilakukan adalah penerapan metode
ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia. Hasil analisis metode
ANFIS yang dihasilkan dibandingkan dengan hasil metode ARIMA berdasarkan
nilai RMSE.
Analisis ANFIS dalam Tugas Akhir ini menggunakan model Sugeno orde
satu. Proses pengklasteran dilakukan dengan menggunakan metode Fuzzy C-
Means (FCM). Algoritma pembelajaran yang digunakan adalah metode optimasi
Hybrid. Perangkat lunak yang digunakan adalah R, Eviews, Minitab, dan Matlab.
4



1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari Tugas Akhir ini adalah:
1. Mengimplementasikan metode ANFIS untuk analisis data runtun waktu
stasioner, stasioner dengan outlier, nonstasioner dan nonstasioner dengan
outlier kemudian dibandingkan dengan hasil analisis menggunakan
metode ARIMA.
2. Mengimplementasikan metode ANFIS pada data runtun waktu harga
minyak kelapa sawit indonesia.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Runtun Waktu dan Peramalan
Data runtun waktu (time series) adalah jenis data yang dikumpulkan
menurut urutan waktu dalam suatu rentang waktu tertentu. J ika waktu dipandang
bersifat diskrit (waktu dapat dimodelkan bersifat kontinu), frekuensi pengumpulan
selalu sama. Dalam kasus diskrit, frekuensi dapat berupa detik, menit, jam, hari,
minggu, bulan atau tahun.
Analisis runtun waktu merupakan salah satu prosedur statistika yang
diterapkan untuk meramalkan struktur probabilitas keadaan yang akan datang
dalam rangka pengambilan keputusan. Dasar pemikiran runtun waktu adalah
pengamatan sekarang (Z
t
) dipengaruhi oleh satu atau beberapa pengamatan
sebelumnya (Z
t-k
). Dengan kata lain, model runtun waktu dibuat karena secara
statistik ada korelasi antar deret pengamatan. Tujuan analisis runtun waktu antara
lain memahami dan menjelaskan mekanisme tertentu, meramalkan suatu nilai di
masa depan, dan mengoptimalkan sistem kendali (Makridakis, dkk, 1999).
Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa
yang akan datang dengan waktu yang relatif lama. Sedangkan ramalan adalah
situasi atau kondisi yang akan diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan
datang. Untuk memprediksikan hal tersebut diperlukan data yang akurat di masa
lalu, untuk dapat melihat situasi di masa yang akan datang.


6



2.2 Model ARIMA
Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan
salah satu model yang populer dalam peramalan data runtun waktu. Proses
ARIMA (p,d,q) merupakan model runtun waktu ARMA(p,q) yang memperoleh
differencing sebanyak d. Proses ARMA (p,q) adalah suatu model campuran antara
autoregressive orde p dan moving average ordeq.
Autoregressive (AR) merupakan suatu observasi pada waktu t dinyatakan
sebagai fungsi linier terhadap p waktu sebelumnya ditambah dengan sebuah
residual acak a
t
yang white noise yaitu independen dan berdistribusi normal
dengan rata-rata 0 dan varian konstan
a
2
, ditulis a
t
~N(0,
a
2
). Bentuk umum
model autoregressive orde p atau lebih ringkas ditulis model AR(p) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
t p t p t t t
a Z Z Z Z + + + + =

| | | ...
2 2 1 1

J ika B adalah operator backshif yang dirumuskan sebagai:
BZ
t
= Z
t-1

maka model AR(p) dapat ditulis sebagai berikut:
( )
t t
a Z B = |
dengan
( ) ( )
p
p
B B B B | | | | = ... 1
2
2 1

Moving average (MA) digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena
bahwa suatu observasi pada waktu t dinyatakan sebagai kombinasi linier dari
sejumlah eror acak
t
a . Bentuk umum model moving average orde q atau lebih
ringkas ditulis model MA(q) dapat dirumuskan sebagai berikut:
7



q t q t t t t
a a a Z

= u u ...
1

atau
t t
a B Z ) ( u =
dengan, ) ... 1 ( ) (
1
q
q
B B B u u u =
Bentuk umum dari model ARIMA adalah:
t t
d
a B Z B B ) ( ) 1 )( ( u | =
dengan
) ... 1 ( ) (
1
p
p
B B B | | | =

merupakan operator AR
) ... 1 ( ) (
1
q
q
B B B u u u =

merupakan operator MA
(Soejoeti, 1987)
2.3 Istilah-Istilah dalam Analisis Runtun Waktu
2.3.1 Stasioner
Suatu deret pengamatan dikatakan stasioner apabila proses tidak berubah
seiring dengan adanya perubahan deret waktu. J ika suatu deret waktu Z
t
stasioner
maka nilai tengah (mean), varian dan kovarian deret tersebut tidak dipengaruhi
oleh berubahnya waktu pengamatan, sehingga proses berada dalam keseimbangan
statistik (Soejoeti, 1987).
Uji stasioner dengan Augmented Dickey Fuller (ADF) merupakan
pengujian stasioner dengan menentukan apakah data runtun waktu mengandung
akar unit (unit root). Untuk memperoleh gambaran mengenai uji akar-akar unit,
berikut ini ditaksir model runtun waktu dengan proses AR(1) :
t 1 t t
a Z Z + =

|
dengan t =1,...,n, Z
0
=0, dan a
t
berdistribusi normal N(0,
a
2
) proses white noise.
8



Hipotesis
H
0
: =1 (Data tidak stasioner).
H
1
: <1 (Data stasioner).
Statistik uji:
t
htung
=

`
1
SE(
`
)

Kriteria Penolakan
H
0
ditolak jika |t
htung
| >t
tubcI
pada taraf signifikansi .
(Wei, 2006)
2.3.2 Differencing
Data runtun waktu yang tidak stasioner dapat distasionerkan dengan
melakukan differencing derajat d. Untuk mendapatkan kestasioneran dapat dibuat
deret baru yang terdiri dari differencing antara periode yang berurutan:
Z
t
=Z
t
Z
t-1

deret baru Z
t
akan mempunyai n-1 buah nilai. Apabila differencing pertama
tidak menunjukkan stasioner tercapai maka dapat dilakukan differencing kedua:

2
Z
t
=Z
t
Z
t-1
=Z
t
2 Z
t-1
+ Z
t-2

2
Z
t
dinyatakan sebagai deret differencing orde kedua. Deret ini akan mempunyai
n-2 buah nilai.
(Soejoeti,1987)
2.3.3 Autocorrelation Function (ACF)
Suatu proses ) (
t
Z yang stasioner terdapat nilai rata-rata = ) (
t
Z E , varian
( ) ( )
2 2
o = =
t t
Z E Z Var dan kovarian ) , (
k t t
Z Z Cov
+
. Kovarian antara
t
Z dan
k t
Z
+
adalah sebagai berikut :
9



), )( ( ) , ( = =
+ + k t t k t t k
Z Z E Z Z Cov
dan autokorelasi antara
t
Z dan
k t
Z
+
adalah :
0
) ( ) (
) , (

k
k t t
k t t
k
Z Var Z Var
Z Z Cov
= =
+
+


dengan
0
) ( ) ( = =
+k t t
Z Var Z Var . Fungsi
k
dinamakan autokovarian dan
k

dinamakan fungsi autokorelasi (ACF).
(Wei, 2006)
2.3.4 Partial Autocorrelation Function (PACF)
Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) dapat dinyatakan sebagai:
) ,..., , (
1 1 + + +
=
k t t k t t kk
Z Z Z Z Corr |
atau dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
1 11
| =
1
1
1
1
1
2 1
1
22




| =
1
1
1
1
1
1 2
1 1
2 1
3 1 2
2 1
1 1
33






| =
.
.
.

10



1 2 2 1
1 1 3 2
1 2 3 1
1 2 2 1
1 1 3 2
1 2 3 1
1
1
1
1
1
k
k
k k k k
kk
k k
k k
k k k



|



(Wei, 2006)
2.4 Tahapan Pemodelan ARIMA
Prosedur BoxJ enkins adalah suatu prosedur standar yang banyak
digunakan dalam pembentukan model ARIMA. Prosedur ini terdiri dari empat
tahapan yang iteratif dalam pembentukan model ARIMA pada suatu data runtun
waktu, yaitu tahap identifikasi, estimasi, diagnosis, dan peramalan (Suhartono,
2008).








Gambar 1. Bagan tahap-tahap analisis runtun waktu ARIMA
(Suhartono, 2008)


1. Tahap IDENTIFIKASI
(Identifikasi model dugaan sementara)
2. Tahap ESTIMASI
(Estimasikan parameter model)
3. Tahap DIAGNOSIS
(Verifikasi apakah model sesuai?)
4. Tahap PERAMALAN
(Gunakan model untuk peramalan)
Ya
Tidak
11



2.4.1 Identifikasi
Penentuan orde p dan q dari model ARIMA pada suatu data runtun waktu
dilakukan dengan mengidentifikasi plot Autocorrelation Function (ACF) dan
Partial Autocorrelation Function (PACF) dari data yang sudah stasioner. Berikut
ini adalah petunjuk umum untuk penentuan orde p dan q pada suatu data runtun
waktu yang sudah stasioner.
Tabel 1. Pola ACF dan PACF dari proses yang stasioner
Proses ACF PACF
AR(p)
Turun cepat secara
eksponensial / sinusoidal
Terputus setelah lag p
MA(q) Terputus setelah lag q
Turun cepat secara
eksponensial / sinusoidal
ARMA(p,q)
Turun cepat secara
eksponensial / sinusoidal
Turun cepat secara
eksponensial / sinusoidal
AR(p) atau
MA(q)
Terputus setelah lag q Terputus setelah lag p
White noise
(Acak)
Tidak ada yang signifikan
(tidak ada yang keluar batas)
Tidak ada yang signifikan
(tidak ada yang keluar batas)
(Suhartono, 2008)
2.4.2 Estimasi
Setelah diperoleh model yang diperkirakan cocok, langkah selanjutnya
adalah mengestimasi parameter model dan pengujian signifikansi parameter.
Hipotesis :
H
0
: parameter =0 (parameter tidak signifikan terhadap model)
H
1
: parameter 0 (parameter signifikan terhadap model)
Taraf signifikansi :
Statistik uji :
t
htung
=
(puumctc cstmus)
SL(puumctc cstmus)
atau p-value

12



Kriteria uji :
Tolak H
0
jika |t
htung
| >t
u 2 ; n-1
atau p-value <o
Dengan n =jumlah pengamatan
(Agung, 2009)
2.4.3 Diagnosis
Diagnosis dimaksudkan untuk memeriksa apakah model estimasi sudah
cocok dengan data yang dipunyai. J ika ditemui penyimpangan yang cukup serius,
harus dirumuskan kembali model baru, selanjutnya diestimasi dan verifikasi lagi
model baru tersebut.
Pada tahap ini dilakukan pembandingan dengan model lain yaitu dengan
menambah dan mengurangi parameter model yang telah diidentifikasi. Dalam
verifikasi ini berlaku prinsip parsimonious (melibatkan parameter sedikit
mungkin) dan MSE terkecil, sehingga dari langkah verifikasi ini diambil model
yang paling cocok dan melibatkan parameter sedikit mungkin.

2.4.4 Pengujian Asumsi
2.4.4.1 Uji Ljung-Box
Uji Ljung-Box digunakan untuk menguji independensi residual antar lag
pada model ARIMA (p,d,q).
Hipotesis :
H
0
:
k
=0 (tidak ada korelasi residual antar lag).
H
1
: paling sedikit ada satu k
= 0 dengan k = 1,2,3,...l (ada korelasi
residual antar lag).
Taraf signifikansi :
13



Statistik uji :
)

( ) 2 (
1
2

=

+ =
m
k
k
k n
T T LB


Kriteria uji :
H
0
ditolak jika LB > ) , (
2
l o _
atau p-value <o
dengan T =ukuran sampel dan l =panjang lag
(Agung, 2009)
2.4.4.2 Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan adalah uji Jarque-Bera, sebagai berikut :
Hipotesis :
H
0
: residual berdistribusi normal
H
1
: residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi :
Statistik uji :
[B =
I
6
_S
2
+
(K 3)
4
4
_
dengan T =ukuran sampel, S =nilai skewness, dan K =nilai kurtosis.
Kriteria uji :
H
0
ditolak jika p-value <
(Agung, 2009)
2.4.4.3 Uji Linieritas
Uji linieritas yang digunakan adalah dengan uji RESET (Regression Error
Specification Test) versi Ramsey. Uji Ramsey RESET merupakan uji yang
diterapkan pada model aditif dan multiptikatif. Model diestimasi dengan metode
14



Least Squares. Uji ini dilakukan dengan memberi pangkat k ke nilai dugaan
variabel dependen (y) kemudian ditambahkan ke model sebagai variabel
independen (Agung, 2009).
Hipotesis :
H
0
: Model linier
H
1
: Model nonlinier
Taraf signifikansi :
Statistik uji :
RESET =
( ) ( ) | |
( ) ( ) | | k n v v
k v v e e


/ '
1 / ' '

dengan e adalah nilai residual prediksi dari model linear (awal), v adalah
residual dari model alternatif (baru) dan n adalah ukuran sampel.
Kriteria uji :
H
0
ditolak jika p-value <
(Warsito dan Ispriyanti, 2004)
2.5 Jaringan Syaraf Tiruan (Neural Network)
J aringan syaraf tiruan (J ST) atau yang biasa disebut Artificial Neural
Network (ANN) atau Neural Network (NN) saja, merupakan sistem pemroses
informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf pada makhluk
hidup. Neural network berupa suatu model sederhana dari suatu syaraf nyata
dalam otak manusia seperti suatu unit threshold yang biner.
Neural network merupakan sebuah mesin pembelajaran yang dibangun
dari sejumlah elemen pemrosesan sederhana yang disebut neuron atau node.
Setiap neuron dihubungkan dengan neuron yang lain dengan hubungan
komunikasi langsung melalui pola hubungan yang disebut arsitektur jaringan.
15



Bobot-bobot pada koneksi mewakili besarnya informasi yang digunakan jaringan.
Metode yang digunakan untuk menentukan bobot koneksi tersebut dinamakan
dengan algoritma pembelajaran. Setiap neuron mempunyai tingkat aktivasi yang
merupakan fungsi dari input yang masuk padanya. Aktivasi yang dikirim suatu
neuron ke neuron lain berupa sinyal dan hanya dapat mengirim sekali dalam satu
waktu, meskipun sinyal tersebut disebarkan pada beberapa neuron yang lain.
Misalkan input Z
1,t
, Z
2,t
, , Z
m,t
yang bersesuaian dengan sinyal dan
masuk ke dalam saluran penghubung. Setiap sinyal yang masuk dikalikan dengan
bobot koneksinya yaitu w
1
, w
2
, , w
m
sebelum masuk ke blok penjumlahan yang
berlabel . Kemudian blok penjumlahan akan menjumlahkan semua input
terbobot dan menghasilkan sebuah nilai yaitu Z
t
_in.
Z
t
_in = Z
|,t
m
|
.w
i
= Z
t,1
.w
1
+ Z
t,1
.w
2
+ + Z
m,1
.w
m

Aktivasi Z
t
ditentukan oleh fungsi input jaringannya, Z
t
=f(Z
t
_in) dengan f
merupakan fungsi aktivasi yang digunakan.







Gambar 2. Struktur jaringan syaraf tiruan dengan input Z
1,t
, Z
2,t
, , Z
m,t
dan bobot
koneksinya w
1
, w
2
, , w
m

Z
t

w
m
w
2
w
1
Z
1,t

Z
2,t

Z
m,t

#

16



Secara garis besar neural network mempunyai dua tahap pemrosesan
informasi, yaitu tahap pelatihan dan tahap pengujian.
1. Tahap Pelatihan
Tahap pelatihan dimulai dengan memasukkan pola-pola pelatihan (data
latih) ke dalam jaringan. Dengan menggunakan pola-pola ini jaringan akan
mengubah-ubah bobot yang menjadi penghubung antar node. Pada setiap
iterasi (epoch) dilakukan evaluasi terhadap output jaringan. Tahap ini
berlangsung pada beberapa iterasi dan berhenti setelah jaringan
menemukan bobot yang sesuai dan nilai eror yang diinginkan telah
tercapai atau jumlah iterasi telah mencapai nilai yang ditetapkan.
Selanjutnya bobot ini menjadi dasar pengetahuan pada tahap pengujian.
2. Tahap Pengujian
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap suatu pola masukan yang
belum pernah dilatihkan sebelumnya (data uji) menggunakan bobot-bobot
yang telah dihasilkan pada tahap pelatihan. Diharapkan bobot-bobot hasil
pelatihan yang sudah menghasilkan eror minimal juga akan memberikan
eror yang kecil pada tahap pengujian.
(Warsito, 2009)
2.6 Logika Fuzzy (Fuzzy Logic)
2.6.1 Teori Himpunan Fuzzy
Berbeda dengan teori himpunan klasik yang menyatakan suatu objek
adalah anggota (ditandai dengan angka 1) atau bukan anggota (ditandai dengan
angka 0) dari suatu himpunan dengan batas keanggotaan yang jelas/tegas (crips),
teori himpunan fuzzy memungkinkan derajat keanggotaan suatu objek dalam
17



himpunan untuk menyatakan peralihan keanggotaan secara bertahap dalam
rentang antara 0 sampai 1 atau ditulis [0,1].
Definisi himpunan fuzzy (fuzzy set) adalah sekumpulan obyek x dengan
masing-masing obyek memiliki nilai keanggotaan (membership function) atau
disebut juga dengan nilai kebenaran. J ika Z
i,t
adalah sekumpulan obyek, Z
i,t
={Z
1,t
,
Z
2,t
, , Z
m,t
) dan anggotanya dinyatakan dengan Z maka himpunan fuzzy dari A
di dalam Z adalah himpunan dengan sepasang anggota atau dapat dinyatakan
dengan:
F =|(Z,
F
(Z))|Z Z
|,t
|
Dengan F adalah notasi himpunan fuzzy, p
P
(x) adalah derajat keanggotaan dari Z
(nilai antara 0 sampai 1).
(Kusumadewi, 2006)
2.6.2 Fungsi Keanggotaan Fuzzy
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu fungsi yang
menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya. Ada
beberapa fungsi yang dapat digunakan melalui pendekatan fungsi untuk
mendapatkan nilai keanggotaan, seperti Triangular, Trapezoidal, Gaussian, dan
Generalized Bell.
1. Fungsi Keanggotaan Triangular

Gambar 3. Kurva fungsi keanggotaan Triangular
18



Fungsi keanggotaan triangular terbentuk oleh tiga parameter: a,b,dan c,
sebagai berikut:
p(Z) =

0
(Z o)
(b o)

(b Z)
(c b)
Z o otou Z c
o Z b
b Z c

2. Fungsi Keanggotaan Trapezoidal

Gambar 4. Kurva fungsi keanggotaan Trapezoidal
Fungsi keanggotaan trapezoidal terbentuk oleh empat parameter: a, b, c,
dan d, sebagai berikut:
p(Z) =

0
(Z o)
(b o)

1
(b Z)
(c b)
Z o otou Z J
o Z b
b Z c
c Z J

3. Fungsi Keanggotaan Gaussian

Gambar 5. Kurva fungsi keanggotaan Gaussian
19



Fungsi keanggotaan gaussian terbentuk oleh dua parameter: dan c,
sebagai berikut:
p(Z) =e
-
1
2
[
Z-c
o

2

4. Fungsi Keanggotaan Generalized Bell

Gambar 6. Kurva fungsi keanggotaan Generalized Bell
Fungsi keanggotaan generalized bell terbentuk oleh tiga parameter: a,
b,dan c, sebagai berikut:
p(Z) =
1
1+
Z c
o

2b

(Matlab, 1999)
2.6.3 Fuzzy C-Means (FCM)
Fuzzy C-Means (FCM) adalah suatu teknik pengklasteran data yang mana
keberadaan tiap data dalam suatu cluster ditentukan oleh nilai keanggotaan.
Konsep FCM pertama kali adalah menentukan pusat cluster yang akan menandai
lokasi rata-rata untuk tiap cluster. Pada kondisi awal pusat cluster ini masih belum
akurat. Tiap-tiap data memiliki derajat keanggotaan untuk tiap cluster. Dengan
cara memperbaiki pusat cluster dan nilai keanggotaan tiap-tiap data secara
berulang maka akan dapat dilihat bahwa pusat cluster akan bergerak menuju
lokasi yang tepat.
20



Algoritma Fuzzy C-Means diberikan sebagai berikut:
1. Tentukan:
a. Matriks Z berukuran n x m, dengan n = jumlah data yang akan
diklaster dan m =jumlah variabel (kriteria),
b. J umlah cluster yang dibentuk =C (2),
c. Pangkat (pembobot) =w (>1),
d. Maksimum iterasi,
e. Kriteria penghentian = (nilai positif yang sangat kecil)
f. Iterasi awal, t=1 dan =1,
2. Bentuk matriks partisi awal U
0
sebagai berikut:
u =

p
11
(Z
1,t
) p
12
(Z
2,t
)
p
1n
(Z
n,t
)
p
21
(Z
1,t
) p
22
(Z
2,t
) p
2n
(Z
n,t
)

p
C1
(Z
1,t
)

p
C1
(Z
2,t
)

p
Cn
(Z
n,t
)


(matriks partisi awal biasanya dipilih secara acak)
3. Hitung pusat cluster V untuk setiap cluster:
:
]
=
(p
k
)
w
.Z
k]
n
k=1
(p
k
)
w n
k=1

4. Perbaiki derajat keanggotaan setiap data pada setiap cluster (perbaiki
matriks partisi) sebagai berikut:
p
k
=__
J
k
J
]k
_
2/ (w-1)
C
]=1
_
-1

dengan
J
k
=J(Z
k,t
:

) =_(Z
k]
:
]
)
m
]=1
_
1/ 2

21



5. Tentukan kriteria berhenti yaitu perubahan matriks partisi pada iterasi
sekarang dengan iterasi sebelumnya sebagai berikut:
=u
t
u
t-1

Apabila maka iterasi dihentikan, namun apabila > maka naikkan
iterasi (t=t+1) dan kembalikan ke langkah 3.
(Kusumadewi, 2006)
2.6.4 Sistem Inferensi Fuzzy
Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System atau FIS) merupakan suatu
kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy
berbentuk if-then, dan penalaran fuzzy. Sistem inferensi fuzzy menerima input
crisp. Input ini kemudian dikirim ke basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy
dalam bentuk if-then. Fire strength (bobot) akan dicari pada setiap aturan. Apabila
jumlah aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan.
Selanjutnya, pada hasil agregasi akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai
crisp sebagai keluaran sistem.







Gambar 7. Diagram blok sistem inferensi fuzzy
(Kusumadewi, 2006)
aturan-n
crisp
fuzzy
fuzzy
fuzzy
crisp
Input
If-then
If-then
Agregasi
Defuzzy
Agregasi
aturan-1
22



Sistem inferensi fuzzy terdiri dari 5 (lima) bagian :
1. Basis aturan (rule base), terdiri dari sejumlah aturan fuzzy if-then,
2. Basis data (database) yang mendefinisikan fungsi keanggotaan dari
himpunan fuzzy yang digunakan dalam aturan fuzzy, biasanya basis aturan
dan basis data digabung dan disebut basis pengetahuan (knowledge base),
3. Satuan pengambilan keputusan (decision-making unit) yang membentuk
operasi inferensi pada aturan (rule),
4. Antarmuka fuzzifikasi (fuzzification interface) yang mengubah input ke
dalam derajat yang sesuai dengan nilai linguistik (linguistik value),
5. Antarmuka defuzzifikasi (defuzzification interface) yang mengubah hasil
fuzzy inferensi ke bentuk output yang kompak.
(J ang, 1993)
2.6.5 FIS Model Sugeno (TSK)
Sistem inferensi fuzzy menggunakan metode Sugeno memiliki
karakteristik yaitu konsekuen tidak merupakan himpunan fuzzy, namun
merupakan suatu persamaan linier dengan variabel-variabel sesuai dengan
variabel inputnya. Metode ini diperkenalkan oleh Takagi Sugeno Kang (TSK)
pada 1985. Aturan fuzzy metode Sugeno adalah sebagai berikut:
If Z
1,t
is A
1
and Z
2,t
is A
2
then f=h(Z
1,t
, Z
2,t
)
Ada dua model untuk sistem inferensi fuzzy dengan menggunakan metode
Sugeno, yaitu model Sugeno orde 0 dan model Sugeno orde 1, sebagai berikut:
1. Model Fuzzy Sugeno Orde 0
Secara umum bentuk model fuzzy Sugeno orde 0 adalah:
If (Z
1,t
is A
1
) (Z
2,t
is A
2
) (Z
3,t
is A
3
) (Z
m,t
is A
m
) then f=k
23



dengan A
m
adalah himpunan fuzzy ke-m sebagai anteseden, adalah
operator fuzzy (seperti AND atau OR), dan k adalah suatu konstanta (tegas)
sebagai konsekuen.
2. Model fuzzy Segeno Orde 1
Secara umum bentuk fuzzy sugeno orde 1 adalah:
If (Z
1,t
is A
1
) (Z
2,t
is A
2
) (Z
m,t
is A
m
) then f=p
1
Z
1,t
+ +p
m
Z
m,t
+ q
dengan A
m
adalah himpunan fuzzy ke-m sebagai anteseden, adalah
operator fuzzy (seperti AND atau OR), p
m
adalah suatu konstanta (tegas)
ke-m dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen.
(Kusumadewi, 2006)
2.7 ANFIS: Adaptive Neuro Fuzzy Infererence System
2.7.1 Gambaran Umum ANFIS
Model Fuzzy dapat digunakan sebagai pengganti dari banyak lapisan.
Dalam hal ini sistem dapat dibagi menjadi dua grup, yaitu satu grup berupa
jaringan syaraf dengan bobot-bobot fuzzy dan fungsi aktivasi fuzzy, dan grup
kedua berupa jaringan syaraf dengan input yang di-fuzzy-kan pada lapisan pertama
atau kedua, namun bobot-bobot pada jaringan syaraf tersebut tidak di-fuzzy-kan.
Menurut Osowski (2004) dalam Kusumadewi (2009), Neuro Fuzzy termasuk
kelompok kedua .
ANFIS (Adaptive Neuro Fuzzy Inference System atau Adaptive Network-
based Fuzzy Inference System) adalah arsitektur yang secara fungsional sama
dengan fuzzy rule base model Sugeno. Arsitektur ANFIS juga sama dengan
jaringan syaraf dengan fungsi radial dengan sedikit batasan tertentu. Bisa
dikatakan bahwa ANFIS adalah suatu metode yang mana dalam melakukan
24



penyetelan aturan digunakan algoritma pembelajaran terhadap sekumpulan data.
Pada ANFIS juga memungkinkan aturan-aturan untuk beradaptasi.
Agar jaringan dengan fungsi basis radial ekuivalen dengan fuzzy berbasis
aturan model Sugeno orde 1 ini, diperlukan batasan:
a. Keduanya harus memiliki metode agregasi yang sama (rata-rata terbobot
atau penjumlahan terbobot) untuk menurunkan semua outputnya.
b. J umlah fungsi aktivasi harus sama dengan jumlah aturan fuzzy (if-then).
c. J ika ada beberapa input pada basis aturannya, maka tiap fungsi aktivasi
harus sama dengan fungsi keanggotaan tiap-tiap inputnya.
d. Fungsi aktivasi dan aturan-aturan fuzzy harus memiliki fungsi yang sama
untuk neuron-neuron dan aturan-aturan yang ada di sisi outputnya.
(Kusumadewi, 2006)
2.7.2 Arsitektur ANFIS
Misalkan input terdiri atas Z
1,t
dan Z
2,t
dan sebuah output Z
t
dengan aturan
model Sugeno orde 1. Orde satu dipilih dengan pertimbangan kesederhanaan dan
kemudahan perhitungan. Model Sugeno orde satu dengan dua aturan fuzzy if-then
adalah sebagai berikut:
Aturan 1 : If Z
1,t
is A
1
and Z
2,t
is B
1
then f
1
= p
1.
Z
1,t
+ q
1
. Z
2,t
+ r
1

Premis Konsekuen
Aturan 2 : If Z
1,t
is A
2
and Z
2,t
is B
2
then f
2
= p
2
. Z
1,t
+ q
2
. Z
2,t
+ r
2


Premis Konsekuen
25



dengan A
i
dan B
i
adalah nilai-nilai keanggotaan merupakan label linguistik
(seperti kecil atau besar), p
i
, q
i
, dan r
i
adalah parameter konsekuen.






Gambar 8. ANFIS dengan model Sugeno











Gambar 9. Arsitektur jaringan ANFIS
(J ang, Sun, dan Mizutani, 1997)


f =
w
1

1
+w
2

2
w
1
+w
2

= w
1

1
+w
2

2

A
1
A
2
B
1
B
2
w
1
w
2
f
1
= p
1
Z
1,t
+ q
1
Z
2,t
+ r
1

f
2
= p
2
Z
1,t
+ q
2
Z
2,t
+ r
2

Parameter
premis


Parameter
konsekuen

w
2
f
2

w
1
f
1

w
2
w
2
w
2
w
1
Z
t

Z
1,t

Z
2,t


A
1
A
2
B
1
B
2
N
N


Lapisan

1

2
3

4

5

Z
1,t
Z
2,t

Z
1,t
Z
2,t

26



2.7.3 Jaringan ANFIS
J aringan ANFIS terdiri dari lapisan-lapisan sebagai berikut (J ang, Sun, dan
Mizutani, 1997):
Lapisan 1:
Lapisan ini merupakan lapisan fuzzifikasi. Pada lapisan ini tiap neuron
adaptif terhadap parameter suatu aktivasi. Output dari tiap neuron berupa derajat
keanggotaan yang diberikan oleh fungsi keanggotaan input. Misalkan fungsi
keanggotaan Generalized Bell diberikan sebagai:
(Z) =
1
1 +
Z c
a

2h

Dengan Z adalah input, dalam hal ini Z ={Z
1,t
, Z
2,t
} dan {a, b, dan c} adalah
parameter-parameter, biasanya b=1. J ika nilai parameter-parameter ini berubah,
maka bentuk kurva yang terjadi akan ikut berubah. Parameter-parameter ini
biasanya disebut dengan nama parameter premis.

Lapisan 2:
Lapisan ini berupa neuron tetap (diberi simbol ) merupakan hasil kali
dari semua masukan, sebagai berikut:
w
|
=
A
|
.
B
|

Biasanya digunakan operator AND. Hasil perhitungan ini disebut firing strength
dari sebuah aturan. Tiap neuron merepresentasikan aturan ke-i.



27



Lapisan 3:
Tiap neuron pada lapisan ini berupa neuron tetap (diberi simbol N)
merupakan hasil perhitungan rasio dari firing strength ke-i (w
i
) terhadap jumlah
dari keseluruhan firing strength pada lapisan kedua, sebagai berikut:
w
|
=
w
|
w
1
+w
2
,| =1,2.
Hasil perhitungan ini disebut normalized firing strength.

Lapisan 4:
Lapisan ini berupa neuron yang merupakan neuron adaptif terhadap suatu
output, sebagai berikut:
w
|

|
=w
|
(p
|
Z
1,t
+q
|
Z
2,t
+r
|
)
dengan w

adalah normalized firing strength pada lapisan ketiga dan p


i
, q
i
, dan r
i

adalah parameter-parameter pada neuron tersebut. Parameter-parameter ini biasa
disebut parameter konsekuen.

Lapisan 5:
Lapisan ini berupa neuron tunggal (diberi simbol ) merupakan hasil
penjumlahan seluruh output dari lapisan keempat, sebagai berikut:
w
|

|
|
=
w
|

| |
w
| |

(Kusumadewi, 2006)



28













Gambar 10. Contoh model ANFIS untuk 2 input dengan 9 aturan
(J ang, Sun, dan Mizutani, 1997)
2.7.4 Algoritma Pembelajaran Hybrid
Pada saat parameter premis ditemukan keluaran keseluruhan akan
merupakan kombinasi linier dari konsekuen parameter, yaitu:
=
w
1
w
1
+w
2

1
+
w
2
w
1
+w
2

2

=w
1
(p
1
Z
1,t
+q
1
Z
2,t
+r
1
) +w
2
(p
2
Z
1,t
+q
2
Z
2,t
+r
2
)
=(w
1
Z
1,t
)p
1
+(w
1
Z
2,t
)q
1
+(w
1
)r
1
+(w
2
Z
1,t
)p
2
+(w
2
Z
2,t
)q
2
+(w
2
)r
2

adalah linier terhadap parameter p
1
, q
1
, r
1
, p
2
, q
2
, dan r
2
.
Algoritma hibrida akan mengatur parameter-parameter konsekuen p
i
, q
i
,
dan r
i
secara maju (forward) dan akan mengatur parameter-parameter premis a, b,
dan c secara mundur (backward). Pada langkah maju, input jaringan akan
merambat maju sampai pada lapisan keempat. Parameter-parameter konsekuen
akan diidentifikasi dengan menggunakan least-square. Sedangkan pada langkah
Z
t
Z
2,t
Z
1,t

Z
1,t
Z
2,t
29



mundur, eror sinyal akan merambat mundur dan parameter-parameter premis akan
diperbaiki dengan menggunakan metode gradient descent.
Tabel 2. Prosedur pembelajaran Hybrid metode ANFIS
Arah Maju Arah Mundur
Parameter Premis Tetap Gradient descent
Parameter Konsekuen Least-squares estimator Tetap
Sinyal Keluaran neuron Sinyal eror
(J ang, Sun, dan Mizutani, 1997)
2.7.5 LSE Rekursif
Apabila dimiliki m elemen pada vektor Z
t
(Z
t
berukuran m x 1) dan n
parameter 0 (0 berukuran n x 1), dengan baris ke-i pada matriks [A Z
t
]
dinotasikan sebagai [a
i
T
Z
t
], Least-squares estimator ditulis sebagai berikut:
A
T
A0
`
=A
T
Z
t

J ika A
T
A adalah nonsingular dan 0
`
bersifat unik maka dapat diberikan:
0
`
= (A
T
A)
-1
A
T
Z
t

atau dengan membuang ^ dan diasumsikan jumlah baris dari pasangan A dan Z
t

adalah k maka diperoleh:
0
k
= (A
T
A)
-1
A
T
Z
t

Pada LSE rekursif ditambahkan suatu pasangan data [a
i
T
Z
t
], sehingga
terdapat sebanyak m+1 pasangan data. Kemudian LSE 0
k+1
dihitung dengan
bantuan 0
k
. Karena jumlah parameter ada sebanyak n maka dengan metode
inversi, sebagai berikut:
P
n
=(A
n
T
A
n
)
-1
dan 0
n
=P
n
A
n
T
Z
t
(n)


30



Selanjutnya iterasi dimulai dari data ke-(n+1), dengan P
0
dan 0
0
dihitung dengan
persamaan P
n
dan0
n
, nilai P
k+1
dan 0
k+1
dapat dihitung sebagai berikut:
P
k+1
=P
k

(P
k
o
k+1
o
k+1
1
P
k
)
1+o
k+1
1
P
k
o
k+1

0
k+1
=0
k
+P
k+1
o
k+1
(Z
t
(k+1)
o
k+1
1
0
k
)
(Kusumadewi, 2006)
2.7.6 Model Propagasi Eror
Model propagasi eror digunakan untuk melakukan perbaikan terhadap
parameter premis (a dan c). Konsep yang digunakan adalah gradient descent.
Apabila dimiliki jaringan adaptif seperti Gambar 9, dan e
]
menyatakan eror pada
neuron ke-j pada lapisan ke-i maka perhitungan eror pada tiap neuron pada tiap
lapisan dirumuskan sebagai berikut:
a. Eror pada Lapisan 5
Pada lapisan 5 terdapat satu buah neuron. Propagasi eror yang menuju
lapisan ini dirumuskan sebagai berikut:
e
51
=
oE
z
t
o
=2(Z
t
)
dengan Z
t
adalah output target, f adalah output jaringan, dan E
z
t
adalah
jumlah kuadrat eror (SSE) pada lapisan kelima E
z
t

=(Z
t
)
2
.
b. Eror pada Lapisan 4
Pada lapisan 4 terdapat sebanyak dua buah neuron. Propagasi eror yang
menuju lapisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
e
4]
=_
oE
z
t
oy
_ _
o
o
4]
_
31



dengan e
4]
adalah eror pada neuron ke-j (j=1,2),
4]
adalah output neuron
lapisan 4 ke-j. Karena f=w

= w
1

1
+w
2

2
, maka:
o
o
41
=
o
o(w
1

1
)
=1 ;
o
o
42
=
o
o(w
2

2
)
=1
sehingga
e
41
=_
oE
z
t
o
_ _
o
o
42
] =e
51
(1) =e
51

e
42
=_
oE
z
t
o
_ _
o
o
42
] =e
51
(1) =e
51

c. Eror pada Lapisan 3
Pada lapisan 3 terdapat sebanyak dua buah neuron. Propagasi eror yang
menuju lapisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
e
3]
=_
oE
z
t
o
__
o
o
4]
_ _
o
4]
o
3]
_
dengan e
3]
adalah eror pada neuron ke-j (j=1,2),
3]
adalah output neuron
lapisan 3 ke-j. Karena
31
=w
1
dan
32
=w
2
maka:
o
41
o
31
=
o(w
1

1
)
o(w
1
)
=
1
;
o
42
o
32
=
o(w
2

2
)
o(w
2
)
=
2

sehingga
e
31
=_
oE
z
t
o
__
o
o
41
] _
o
41
o
31
] =e
51

1

e
32
=_
oE
z
t
o
_ _
o
o
42
] _
o
42
o
32
] =e
51

2

d. Eror pada Lapisan 2
Pada lapisan 2 terdapat sebanyak dua buah neuron. Propagasi eror yang
menuju lapisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
32



e
21
=_
oE
z
t
o
_ _
o
o
41
] _
o
41
o
31
] _
o
31
o
21
] +_
oE
z
t
o
__
o
o
42
] _
o
42
o
32
] _
o
32
o
21
]
e
22
=_
oE
z
t
o
_ _
o
o
41
] _
o
42
o
32
] _
o
32
o
22
] +_
oE
z
t
o
__
o
o
41
] _
o
41
o
31
] _
o
31
o
22
]
dengan
21
adalah output neuron ke-1 dan
22
adalah output neuron ke-2
pada lapisan 2. Karena
21
=w
1
dan
22
=w
2
maka:
o
31
o
21
=
o(
w
1
w
1
+w
2
)
ow
1
=
w
2
(w
1
+w
2
)
2

o
32
o
21
=
o(
w
2
w
1
+w
2
)
ow
1
=
w
2
(w
1
+w
2
)
2

o
32
o
22
=
o(
w
2
w
1
+w
2
)
ow
1
=
w
1
(w
1
+w
2
)
2

o
31
o
22
=
o(
w
1
w
1
+w
2
)
ow
2
=
w
1
(w
1
+w
2
)
2

sehingga
e
31
=e
31
_
w
2
(w
1
+w
2
)
2
] +e
32
_
w
2
(w
1
+w
2
)
2
] =
w
2
(w
1
+w
2
)
2
(e
31
e
32
)
e
32
=e
32
_
w
2
(w
1
+w
2
)
2
] +e
31
_
w
1
(w
1
+w
2
)
2
] =
w
2
(w
1
+w
2
)
2
(e
32
e
31
)
e. Eror pada Lapisan 1
Pada lapisan 1 terdapat sebanyak empat buah neuron. Propagasi eror yang
menuju lapisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
e
11
=e
21
_
o
21
o
11
];e
12
=e
22
_
o
22
o
12
] ;e
13
=e
21
_
o
21
o
13
] ; e
14
=e
22
_
o
22
o
14
]
Karena
21
=w
1
=p
A
1
(Z).p
B
1
(Z),
22
=w
2
=p
A
2
(Z).p
B
2
(Z),
11
=A
1
,

12
=A
2
,
13
=B
1
, dan
14
=B
2
, maka:
33



e
11
=e
21
_
o [p
A
1
(Z).p
B
1
(Z)
o [p
A
1
(Z)
_ =e
21
.p
B
1
(Z)
e
12
=e
22
_
o [p
A
1
(Z).p
B
1
(Z)
o [p
A
2
(Z)
_ =e
21
.p
B
2
(Z)
e
13
=e
21
_
o [p
A
1
(Z).p
B
1
(Z)
o [p
B
1
(Z)
_ =e
21
.p
A
1
(Z)
e
12
=e
22
_
o [p
A
1
(Z).p
B
1
(Z)
o [p
B
2
(Z)
_ =e
21
.p
A
2
(Z)
Eror tersebut digunakan untuk mencari informasi eror terhadap
parameter a (a
11
dan a
12
untuk A
1
dan A
2
, b
11
dan b
12
untuk B
1
dan B
2
) dan
c (c
11
dan c
12
untuk A
1
dan A
2
, c
11
dan c
12
untuk B
1
dan B
2
) sebagai berikut:
e
u
11
=e
11
_
o
11
oo
11
] +e
12
_
o
12
oo
11
] ; e
u
12
=e
12
_
o
11
oo
12
] +e
12
_
o
12
oo
12
]
e
u
21
=e
13
_
o
13
oo
11
] +e
12
_
o
14
oo
11
] ; e
u
22
=e
12
_
o
13
oo
12
] +e
12
_
o
14
oo
12
]
Karena fungsi keanggotaan yang digunakan adalah generalized bell :
p(Z) =
1
1+
Z c
o

2

maka
o _
1
1+
Z c
o

2
_
oo
=
2(Z c)
2
o
3
_1+[
Z c
o

2
]
2

dan
34



o _
1
1+
Z c
o

2
_
oc
=
2(Z c)
o
2
_1+[
Z c
o

2
]
2

serta
o
12
oo
11
=0 ;
o
12
oo
12
=0 ;
o
14
oo
11
=0 ;
o
14
oo
12
=0
sehingga
e
u
11
=e
11

2(Z c
11
)
2
o
11
3
_1+[
Z c
11
o
11

2
]
2


e
u
12
=e
12

2(Z c
12
)
2
o
12
3
_1+[
Z c
12
o
12

2
]
2


e
u
21
=e
13

2(Z c
21
)
2
o
21
3
_1+[
Z c
21
o
21

2
]
2


e
u
22
=e
14

2(Z c
22
)
2
o
22
3
_1+[
Z c
22
o
22

2
]
2


dan
e
c
11
=e
11

2(Z c
11
)
o
11
2
_1+[
Z c
11
o
11

2
]
2


35



e
c
12
=e
12

2(Z c
12
)
o
12
2
_1+[
Z c
12
o
12

2
]
2


e
c
21
=e
13

2(Z c
21
)
o
21
2
_1+[
Z c
21
o
21

2
]
2


e
c
22
=e
14

2(Z c
22
)
o
22
2
_1+[
Z c
22
o
22

2
]
2


Kemudian ditentukan perubahan nilai parameter a
ij
dan c
ij
(a
ij
dan c
ij
),
i,j=1,2, dihitung sebagai berikut:
a
11
=pe
u
11
Z ; a
12
=pe
u
12
Z ; a
21
=pe
u
11
Z ; a
22
=pe
u
12
Z
c
11
=pe
c
11
Z ; c
12
=pe
c
12
Z ; c
21
=pe
c
11
Z ; c
22
=pe
c
12
Z
dengan p adalah laju pembelajaran yang terletak pada interval [0,1]. Sehingga
nilai a
ij
dan c
ij
yang baru adalah:
a
ij
= a
ij
(lama) + a
ij
dan c
ij
= c
ij
(lama) + c
ij

(Kusumadewi, 2006)
2.7.7 Root Mean Square Eror (RMSE)
Hasil pelatihan dari metode ANFIS dapat diperiksa dengan ukuran root
mean square eror (RMSE) sebagai berikut:
RHSE = _
1
n
(
`
)
2

dengan n adalah banyak data, Z
`
t
adalah data hasil prediksi, dan Z
t
adalah data
runtun waktu asli (data aktual).
36

BAB III
METODOLOGI

4.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data simulasi dan data
studi kasus. Data dibagi menjadi dua yaitu data in-sample dan out-sample. Data
in-sample digunakan untuk pemodelan sedangkan data out-sample digunakan
untuk menghitung nilai eror yang dihasilkan dari nilai ramalan model. Sehingga
diperoleh RMSE model (in-sample) dan RMSE data peramalan (out-sample).

4.1.1 Data Simulasi
Data simulasi berasal dari komputer yang dibangkitkan menggunakan
program R sejumlah 200 buah. Sebanyak empat karakteristik data yang
dibangkitkan yaitu stasioner, stasioner dengan outlier, nonstasioner, dan
nonstasioner dengan outlier. Data sebanyak 200 buah dibagi menjadi dua bagian
yaitu data in-sample dan data out-sample. Data in-sample sebanyak 151 buah dan
data out-sample sebanyak 49 buah.

4.1.2 Data Studi Kasus
Data studi kasus adalah berupa data harga minyak kelapa sawit Indonesia.
Data berjumlah 1000 data, merupakan data harian dari tanggal 18 J uli 2005
sampai 31 Agustus 2009. Data sebanyak 1000 buah dibagi menjadi dua bagian
yaitu data in-sample dan data out-sample. Data in-sample sebanyak 609 buah dan
data out-sample sebanyak 391 buah.
37



4.2 Metode Analisis ARIMA
Analisis data dengan ARIMA dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
1. Tahap Identifikasi
Pada tahap ini dilakukan pengujian stasioner denan visual dan formal
menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). J ika tidak stasioner
maka data dilakukan proses differencing. Setelah data hasil differencing
telah stasioner selanjutnya adalah menganalisis plot ACF dan PACF.
Dengan melihat plot ACF dan PACF ditentukan model yang diduga.
2. Tahap Estimasi
Pada tahap ini dilakukan estimasi parameter berdasarkan model yang telah
diduga pada tahap sebelumnya. Kemudian parameter tersebut dilakukan
pengujian apakah signifikan atau tidak. Model yang digunakan adalah
model yang semua parameternya signifikan. Nilai RMSE dihitung dari
nilai SSE, yaitu RMSE =/
3. Tahap Diagnosis
Pada tahap ini model ARIMA yang telah diperoleh dilakukan pengujian
asumsi-asumsi:
a. Uji Ljung-Box, terpenuhi jika tidak ada korelasi residual antar lag,
b. Uji Normalitas, terpenuhi jika residual berdistribusi normal,
c. Uji ARCH-LM, tepenuhi jika tidak ada efek ARCH,
d. Uji Ramsey RESET, terpenuhi jika model linier.
4. Tahap Peramalan
Pada tahap ini dihitung nilai RMSE berdasarkan data out-sample terhadap
data hasil peramalan dari model yang telah dibentuk.
38



4.3 Metode Analisis ANFIS
ANFIS merupakan penggabungan mekanisme sistem inferensi fuzzy yang
digambarkan dalam arsitektur jaringan saraf (neural network). Sistem inferensi
fuzzy yang digunakan adalah sistem inferensi fuzzy model Tagaki-Sugeno Kang
(TSK) orde satu karena pertimbangan kesederhanaan dan kemudahan komputasi.
Dalam proses pembelajaran, ANFIS menggunakan neural network, sedangkan
penyelesaian menggunakan logika fuzzy. Parameter ANFIS dapat dipisahkan
menjadi dua, yaitu parameter premis dan konsekuen yang dapat diadaptasikan
dengan pelatihan hybrid.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengimplementasikan ANFIS
adalah sebagai berikut:
1. Memasukkan Data
Pada tahap ini ditentukan jumlah input dari struktur jaringan ANFIS. Input
yang digunakan ditentukan berdasarkan hasil analisis ARIMA. Model
ARIMA yang terbentuk menjadi dasar apa saja inputnya (seperti Z
t-1
, Z
t-2
,
dan lainnya). Sedangkan output yang digunakan adalah Z
t
. Kemudian data
dibagi menjadi dua, yaitu data pelatihan (training data) dan data
pengecekan (checking data).
2. Membangun Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System)
Pada tahap ini ditentukan model yang digunakan adalah Sugeno orde satu.
Kemudian ditentukan jumlah klaster dan jenis fungsi keanggotaan yang
digunakan yaitu trimf (Triangular), trapmf (Trapezoidal), gbellmf
(Generalized Bell), gaussmf (Gaussian), gauss2mf (Gaussian
39



Combination), pimf (Phi), dsigmf (Difference Sigmoidal), atau psigmf
(Product Sigmoidal).
3. Menentukan Parameter Pelatihan
Pada tahap ini ditentukan metode optimasi yang digunakan adalah hybrid
dan besar toleransi eror adalah sebesar 0. Kemudian ditentukan jumlah
iterasi (epoch) maksimum yang diinginkan.
4. Proses Pelatihan
ANFIS dalam kerjanya mempergunakan algoritma belajar hybrid terdiri
atas dua bagian yaitu arah maju (forward pass) dan arah mundur
(backward pass), menggabungkan metode Least-squares estimator dan
Gradient Descent. Dalam struktur ANFIS metode Least-squares estimator
dilakukan di lapisan 4 dan Gradient Descent dilakukan di lapisan 1. Baik
tidaknya kinerja dari pelatihan ANFIS dapat diperiksa berdasarkan nilai
RMSE.
5. Analisis Hasil
Pada tahap ini dapat dilakukan evaluasi dari hasil pelatihan, apa pelatihan
terbaik ANFIS berdasarkan jumlah input, jumlah klaster, dan fungsi
keanggotaan, yaitu yang menghasilkan nilai RMSE terkecil.


40




Tidak
Ya
Mulai
Masukkan data
training dan checking
Membangkitkan
fuzzy inference system
Membentuk struktur jaringan ANFIS
dengan model Sugeno
Menentukan jenis fungsi keanggotaan
dan jumlah klaster
Menentukan metode optimasi, toleransi eror,
dan maksimum epoch/iterasi
Menjalankan
pelatihan ANFIS
Dihasilkan eror kecil?
Membandingkan data
dengan hasil prediksi
Peroleh model
terbaik ANFIS
Selesai
Gambar 11. Flow chart ANFIS

41

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data Runtun Waktu dengan ARIMA
4.1.1 Analisis ARIMA pada Data Stasioner
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,0,0) dengan
1
=0.5
sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 1), grafik runtun
waktu data tersebut sebagai berikut:

Gambar 12. Grafik runtun waktu data stasioner
1. Tahap Identifikasi
Uji stasioner secara visual dengan melihat grafik runtun waktu data
tersebut dapat diduga data adalah stasioner karena runtun data berada di sekitar
nilai tengah. Sedangkan uji secara formal dilakukan dengan uji Augmented
Dickey-Fuller (ADF) sebagai berikut:
Hipotesis
H
0
: Data tidak stasioner
H
1
: Data stasioner

Time
d
a
t
a
1
0 50 100 150 200
-
3
-
2
-
1
0
1
2
42



Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh:
Tabel 3. Statistik uji ADF pada data stasioner


t-Statistic Prob.*


Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.424989 0.0000
Test critical values: 1% level -3.463235
5% level -2.875898
10% level -2.574501



Kriteria uji : H
0
ditolak jika | t-hitung | >t-tabel atau Prob <0.05
Keputusan : Karena Prob =0.0000 <0.05 maka H
0
ditolak
Kesimpulan: Data stasioner
Karena data telah stasioner maka tidak perlu dilakukan differencing.
Selanjutnya adalah pendugaan orde AR dan MA untuk pemodelan ARIMA
dengan melihat plot ACF dan PACF, sebagai berikut:

Gambar 13. (a) Plot ACF dari data stasioner
0 5 10 15 20
-
0
.
2
0
.
0
0
.
2
0
.
4
0
.
6
0
.
8
1
.
0
Lag
A
C
F
Series data1newi n
43




Gambar 13. (b) Plot PACF dari data stasioner

Koefisien parameter positif pada plot ACF adalah dies down (turun cepat
secara eksponensial) dengan nilai ACF yang selalu positif. Sedangkan PACF
menunjukkan pola yang terputus setelah lag 1. Dari gambar 13, dapat disimpulkan
bahwa plot ACF dan PACF menunjukkan model AR(1).
2. Tahap Estimasi
Estimasi parameter model ARIMA (1,0,0) pada data tersebut digunakan
program Eviews sebagai berikut:
Tabel 4. Estimasi model ARIMA pada data stasioner


Variable Coefficient Std. Eror t-Statistic Prob.


C -0.104233 0.156448 -0.666251 0.5063
AR(1) 0.497589 0.072070 6.904273 0.0000


R-squared 0.243621 Mean dependent var -0.112719
Adjusted R-squared 0.238510 S.D. dependent var 1.103032
S.E. of regression 0.962543 Akaike info criterion 2.774768
Sum squared resid 137.1204 Schwarz criterion 2.814909
Log likelihood -206.1076 F-statistic 47.66898
Durbin-Watson stat 2.043301 Prob(F-statistic) 0.000000



Model : Z
t
=
1
Z
t-1
+a
t


5 10 15 20
-
0
.
1
0
.
0
0
.
1
0
.
2
0
.
3
0
.
4
0
.
5
Lag
P
a
r
t
i
a
l

A
C
F
Seri es data1newin
44



Uji Signifikansi Parameter:
Hipotesis
H
0
:
1
=0 (parameter AR(1) tidak signifikan)
H
1
:
1
0 (parameter AR(1) signifikan)
Taraf signifikan
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari tabel 4 diperoleh nilai Prob =0.0000
Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <
Keputusan
Karena Prob=0.0000 <0.05 maka H
0
ditolak
Kesimpulan
Parameter AR(1) signifikan
Dari tabel 4 diperoleh SSE =137.124 maka dapat dihitung nilai RMSE
adalah 137.124/ 15 =0.9561
3. Tahap Diagnosis
a. Uji Ljung-Box
Hipotesis
H
0
: Tidak ada korelasi residual antar lag
H
1
: Ada korelasi residual antar lag
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05

45



Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 5. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data stasioner


Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob


.|. | .|. | 1 -0.027 -0.027 0.1078
.|* | .|* | 2 0.073 0.073 0.9364 0.333
*|. | .|. | 3 -0.060 -0.057 1.4948 0.474
.|. | .|. | 4 0.047 0.040 1.8456 0.605
.|. | .|. | 5 0.005 0.015 1.8494 0.763
.|. | .|. | 6 0.029 0.020 1.9848 0.851
.|. | .|. | 7 -0.053 -0.049 2.4272 0.877
*|. | *|. | 8 -0.092 -0.100 3.7922 0.803
*|. | .|. | 9 -0.061 -0.057 4.3914 0.820
*|. | *|. | 10 -0.087 -0.087 5.6369 0.776
.|. | .|. | 11 0.021 0.018 5.7085 0.839
.|. | .|. | 12 0.020 0.036 5.7769 0.888


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <0.05
Keputusan:
Karena Prob dari uji LjungBox yang semuanya lebih besar dari 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat white
noise.
b. Uji Normalitas
Hipotesis
H
0
: Residual berdistribusi normal
H
1
: Residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
46




Gambar 14. Uji normalitas model ARIMA pada data stasioner

Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <0.05
Keputusan
Karena Prob =0.927959 > 0.05 maka H
0
diterima, jadi dapat disimpulkan
bahwa residual berdistribusi normal.
c. Uji ARCH-LM
Hipotesis
H
0
: Tidak ada efek ARCH
H
1
: Ada efek ARCH
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 6. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data stasioner


F-statistic 1.376919 Prob. F(1,147) 0.242524
Obs*R-squared 1.382702 Prob. Chi-Square(1) 0.239642



Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob F <0.05
0
4
8
12
16
20
-2 -1 0 1 2
Series: Residuals
Sample 2 151
Observations 150
Mean 2.20e-14
Median 0.049447
Maximum 2.511833
Minimum -2.351343
Std. Dev. 0.959308
Skewness 0.044291
Kurtosis 2.873198
J arque-Bera 0.149536
Probability 0.927959
47



Keputusan
Karena Prob F = 0.242524 > 0.05 maka H
0
diterima, jadi dapat
disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat varian konstan (tidak
ada efek ARCH).
d) Uji Linieritas
Hipotesis
H
0
: Model linier
H
1
: Model tidak linier
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 7. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data stasioner


F-statistic 2.731129 Prob. F(1,147) 0.100544
Log likelihood ratio 2.761294 Prob. Chi-Square(1) 0.096570


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob F <0.05
Keputusan
Karena nilai Prob F =0.100544 > 0.05 maka H
0
diterima dapat
disimpulkan bahwa model linier.
4. Tahap Peramalan
Dari model yang telah diperoleh dilakukan peramalan sebanyak 49 data ke
depan, lalu dibandingkan dengan data out-sample sehingga diperoleh nilai eror
yang digunakan untuk menghitung nilai RMSE out-sample.

48



Tabel 8. Nilai eror model ARIMA pada data stasioner
In-Sample Out-Sample
J umlah Data 150 49
MSE 0.914136 1.37808
RMSE 0.956105 1.173916

4.1.2 Analisis ARIMA pada Data Stasioner dengan Outlier
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,0,0) dengan
1
=0.5
sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 1), lalu ditentukan
sebuah outlier yaitu data ke 101 sebesar n[101]=10, grafik runtun waktu data
tersebut sebagai berikut:

Gambar 15. Grafik runtun waktu data stasioner dengan outlier

1. Tahap Identifikasi
Uji stasioner secara visual dengan melihat dari grafik runtun waktu data
tersebut, dapat diduga data adalah stasioner karena runtun data berada di sekitar
nilai tengah. Sedangkan uji secara formal dilakukan dengan uji Augmented
Dickey-Fuller (ADF) sebagai berikut:
Hipotesis
H
0
: Data tidak stasioner
H
1
: Data stasioner

Time
d
a
ta
2
0 50 100 150 200
-
2
0
2
4
6
8
1
0
49



Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 9. Statistik uji ADF pada data stasioner dengan outlier


t-Statistic Prob.*


Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.729525 0.0000
Test critical values: 1% level -3.463235
5% level -2.875898
10% level -2.574501



Kriteria uji : H
0
ditolak jika | t-hitung | >t-tabel atau Prob <0.05
Keputusan : Karena Prob =0.0000 <0.05 maka H
0
ditolak
Kesimpulan: Data stasioner
Karena data telah stasioner maka tidak perlu dilakukan differencing.
Selanjutnya adalah pendugaan orde AR dan MA untuk pemodelan ARIMA
dengan melihat plot ACF dan PACF, sebagai berikut:

Gambar 16. (a) Plot ACF dari data stasioner dengan outlier
0 5 10 15 20
0
.
0
0
.
2
0
.
4
0
.
6
0
.
8
1
.
0
Lag
A
C
F
Series data2newi n
50




Gambar 16. (b) Plot PACF dari data stasioner dengan outlier

Koefisien parameter positif pada plot ACF adalah dies down (turun cepat
secara eksponensial) dengan nilai ACF yang selalu positif. Sedangkan PACF
menunjukkan pola yang terputus setelah lag 1. Dari gambar 16, dapat disimpulkan
bahwa plot ACF dan PACF menunjukkan model AR(1).
2. Tahap Estimasi
Estimasi parameter model ARIMA (1,0,0) pada data tersebut digunakan
program Eviews sebagai berikut:
Tabel 10. Estimasi model ARIMA pada data stasioner dengan outlier


Variable Coefficient Std. Eror t-Statistic Prob.


C -0.031604 0.159164 -0.198561 0.8429
AR(1) 0.333585 0.077915 4.281369 0.0000


R-squared 0.110203 Mean dependent var -0.035893
Adjusted R-squared 0.104191 S.D. dependent var 1.372489
S.E. of regression 1.299022 Akaike info criterion 3.374345
Sum squared resid 249.7439 Schwarz criterion 3.414486
Log likelihood -251.0758 F-statistic 18.33012
Durbin-Watson stat 2.060037 Prob(F-statistic) 0.000033



Model : Z
t
=
1
Z
t-1
+a
t


5 10 15 20
-
0
.
1
0
.
0
0
.
1
0
.
2
0
.
3
Lag
P
a
r
t
i
a
l

A
C
F
Series data2newi n
51



Uji Signifikansi Parameter:
Hipotesis
H
0
:
1
=0 (parameter AR(1) tidak signifikan)
H
1
:
1
0 (parameter AR(1) signifikan)
Taraf signifikan
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari tabel 10 diperoleh nilai Prob =0.0000
Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <
Keputusan
Karena Prob=0.0000 <0.05 maka H
0
ditolak
Kesimpulan
Parameter AR(1) signifikan
Dari tabel 10 diperoleh SSE = 249.7439 maka dapat dihitung nilai
RMSE adalah 249.7439/ 15 =1.2903
3. Tahap Diagnosis
a. Uji Ljung-Box
Hipotesis
H
0
: Tidak ada korelasi residual antar lag
H
1
: Ada korelasi residual antar lag
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
52



Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 11. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data stasioner dengan outlier


Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob


.|. | .|. | 1 -0.034 -0.034 0.1720
.|* | .|* | 2 0.093 0.092 1.5179 0.218
.|. | .|. | 3 0.016 0.022 1.5569 0.459
.|. | .|. | 4 0.038 0.031 1.7800 0.619
*|. | *|. | 5 -0.062 -0.064 2.3757 0.667
.|* | .|* | 6 0.091 0.081 3.6784 0.597
.|. | .|. | 7 0.027 0.043 3.7983 0.704
*|. | *|. | 8 -0.095 -0.109 5.2464 0.630
*|. | *|. | 9 -0.085 -0.101 6.4264 0.600
.|. | .|. | 10 -0.055 -0.053 6.9130 0.646
.|. | .|. | 11 -0.030 -0.002 7.0594 0.720
*|. | *|. | 12 -0.083 -0.071 8.2090 0.694


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <0.05
Keputusan:
Karena Prob dari uji LjungBox yang semuanya lebih besar dari 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat white
noise.
b. Uji Normalitas
Hipotesis
H
0
: Residual berdistribusi normal
H
1
: Residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
53




Gambar 17. Uji normalitas model ARIMA pada data stasioner dengan outlier

Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <0.05
Keputusan
Karena Prob =0.000000 > 0.05 maka H
0
ditolak, jadi dapat disimpulkan
bahwa residual tidak berdistribusi normal.
c. Uji ARCH-LM
Hipotesis
H
0
: Tidak ada efek ARCH
H
1
: Ada efek ARCH
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 12. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data stasioner dengan outlier


F-statistic 6.533835 Prob. F(1,147) 0.011599
Obs*R-squared 6.340892 Prob. Chi-Square(1) 0.011799


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob F <0.05
0
5
10
15
20
25
30
-5.0 -2.5 0.0 2.5 5.0 7.5 10.0
Series: Residuals
Sample 2 151
Observations 150
Mean -1.51e-09
Median -0.006210
Maximum 9.509432
Minimum -4.661496
Std. Dev. 1.294656
Skewness 2.341188
Kurtosis 21.65864
J arque-Bera 2312.934
Probability 0.000000
54



Keputusan
Karena Prob F = 0.011599 < 0.05 maka H
0
ditolak, jadi dapat
disimpulkan bahwa residual model tidak memenuhi syarat varian konstan (ada
efek ARCH).
d. Uji Linieritas
Hipotesis
H
0
: Model linier
H
1
: Model tidak linier
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 13. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data stasioner dengan outlier


F-statistic 15.37964 Prob. F(1,147) 0.000134
Log likelihood ratio 14.92567 Prob. Chi-Square(1) 0.000112


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob F <0.05
Keputusan
Dari tabel 13 dapat diperoleh bahwa nilai Prob F=0.000134 <0.05 maka
dapat disimpulkan bahwa model cenderung nonlinier.
4. Tahap Peramalan
Dari model yang telah diperoleh dilakukan peramalan sebanyak 49 data ke
depan, lalu dibandingkan dengan data out-sample sehingga diperoleh nilai eror
yang digunakan untuk menghitung nilai RMSE out-sample.

55



Tabel 14. Nilai eror model ARIMA pada data stasioner dengan outlier
In-Sample Out-Sample
J umlah Data 150 49
MSE 1.664959 1.433859
RMSE 1.290333 1.197439

4.1.3 Analisis ARIMA pada Data Nonstasioner
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,1,0) dengan
1
=0.5
sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 2), grafik runtun
waktu data tersebut sebagai berikut:

Gambar 18. Grafik runtun waktu data nonstasioner

1. Tahap Identifikasi
Uji stasioner secara visual dengan melihat dari grafik runtun waktu data
tersebut dapat diduga data adalah tidak stasioner karena runtun data tidak berada
di sekitar nilai tengah. Sedangkan uji secara formal dilakukan dengan uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF) sebagai berikut:
Hipotesis
H
0
: Data tidak stasioner
H
1
: Data stasioner
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05

Time
d
a
t
a
3
n
e
w
2
0 50 100 150 200
-
1
5
-
1
0
-
5
0
5
1
0
1
5
56



Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 15. Statistik uji ADF pada data nontasioner


t-Statistic Prob.*


Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.408734 0.5774
Test critical values: 1% level -3.463405
5% level -2.875972
10% level -2.574541



Kriteria uji : H
0
ditolak jika | t-hitung | >t-tabel atau Prob <0.05
Keputusan : Karena Prob =0.5774 >0.05 maka H
0
diterima
Kesimpulan: Data tidak stasioner
Karena data belum stasioner maka perlu dilakukan differencing. Hasil
differencing sebanyak 1 kali adalah sebagai berikut:

Gambar 19. Grafik runtun waktu data nonstasioner differencing satu

Dari gambar 19, terlihat secara visual menunjukkan bahwa data telah
stasioner. Untuk meyakinkan stasioner dilakukan uji formal dengan menggunakan
uji ADF sebagai berikut:
Hipotesis
H
0
: Data tidak stasioner
H
1
: Data stasioner
Time
d
a
t
a
3
n
e
w
2
d
i
f
f
0 50 100 150 200
-
2
-
1
0
1
2
3
57



Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 16. Statistik uji ADF pada data nontasioner differencing satu


t-Statistic Prob.*


Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.236997 0.0000
Test critical values: 1% level -3.463405
5% level -2.875972
10% level -2.574541



Kriteria uji : H
0
ditolak jika | t-hitung | >t-tabel atau Prob <0.05
Keputusan : Karena Prob =0.0000 <0.05 maka H
0
ditolak
Kesimpulan: Data stasioner
Selanjutnya adalah pendugaan orde AR dan MA untuk pemodelan
ARIMA dengan melihat plot ACF dan PACF, sebagai berikut:

Gambar 20. (a) Plot ACF dari data nonstasioner differencing satu
0 5 10 15 20
-
0
.
2
0
.0
0
.
2
0
.
4
0
.6
0
.8
1
.
0
Lag
A
C
F
Ser ies data3new2diffin
58




Gambar 20. (b) Plot PACF dari data nonstasioner differencing satu

Koefisien parameter positif pada plot ACF adalah dies down (turun cepat
secara eksponensial) dengan nilai ACF yang selalu positif. Sedangkan PACF
menunjukkan pola yang terputus setelah lag 1. Dari gambar 20, dapat disimpulkan
bahwa plot ACF dan PACF menunjukkan model AR(1).
2. Tahap Estimasi
Estimasi parameter model ARIMA (1,1,0) pada data tersebut digunakan
program Eviews sebagai berikut:
Tabel 17. Estimasi model ARIMA pada data nonstasioner


Variable Coefficient Std. Eror t-Statistic Prob.


C 0.015533 0.157574 0.098574 0.9216
AR(1) 0.505960 0.070056 7.222237 0.0000


R-squared 0.260594 Mean dependent var 0.008777
Adjusted R-squared 0.255598 S.D. dependent var 1.104989
S.E. of regression 0.953371 Akaike info criterion 2.755618
Sum squared resid 134.5195 Schwarz criterion 2.795760
Log likelihood -204.6713 F-statistic 52.16071
Durbin-Watson stat 1.956715 Prob(F-statistic) 0.000000



Model : VZ
t
=
1
VZ
t-1
+a
t



5 10 15 20
-
0
.
1
0
.
0
0
.1
0
.2
0
.
3
0
.
4
0
.
5
Lag
P
a
r
ti
a
l
A
C
F
Series data3new2diffin
59



Uji Signifikansi Parameter:
Hipotesis
H
0
:
1
=0 (parameter AR(1) tidak signifikan)
H
1
:
1
0 (parameter AR(1) signifikan)
Taraf signifikan : = 5% = 0.05
Statistik uji
Dari tabel 17 diperoleh nilai Prob =0.0000
Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <
Keputusan
Karena Prob=0.0000 <0.05 maka H
0
ditolak
Kesimpulan
Parameter AR(1) signifikan
Dari tabel 17 diperoleh SSE = 134.5195 maka dapat dihitung nilai
RMSE adalah 134.5195/ 15 =0.9470
3. Tahap Diagnosis
a. Uji Ljung-Box
Hipotesis
H
0
: Tidak ada korelasi residual antar lag
H
1
: Ada korelasi residual antar lag
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
60



Tabel 18. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data nonstasioner


Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob


.|. | .|. | 1 0.017 0.017 0.0421
.|. | .|. | 2 -0.030 -0.030 0.1781 0.673
.|. | .|. | 3 0.022 0.023 0.2527 0.881
*|. | *|. | 4 -0.127 -0.129 2.7718 0.428
*|. | *|. | 5 -0.102 -0.098 4.4135 0.353
.|* | .|* | 6 0.085 0.081 5.5460 0.353
*|. | *|. | 7 -0.061 -0.066 6.1366 0.408
.|* | .|* | 8 0.086 0.084 7.3146 0.397
.|* | .|. | 9 0.088 0.055 8.5710 0.380
.|* | .|* | 10 0.068 0.087 9.3295 0.407
.|* | .|* | 11 0.144 0.153 12.745 0.238
.|. | .|. | 12 -0.023 -0.026 12.835 0.304


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <0.05
Keputusan:
Karena Prob dari uji LjungBox yang semuanya lebih besar dari 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat white
noise.
b. Uji Normalitas
Hipotesis
H
0
: Residual berdistribusi normal
H
1
: Residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
61




Gambar 21. Uji normalitas model ARIMA pada data nonstasioner

Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <0.05
Keputusan
Karena Prob =0.201856 > 0.05 maka H
0
diterima, jadi dapat disimpulkan
bahwa residual berdistribusi normal.
c. Uji ARCH-LM
Hipotesis
H
0
: Tidak ada efek ARCH
H
1
: Ada efek ARCH
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 19. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data nonstasioner


F-statistic 0.921868 Prob. F(1,147) 0.338562
Obs*R-squared 0.928587 Prob. Chi-Square(1) 0.335230


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob F <0.05

0
4
8
12
16
20
24
-2 -1 0 1 2
Series: Residuals
Sample 2 151
Observations 150
Mean -4.44e-09
Median -0.068379
Maximum 2.675150
Minimum -2.452955
Std. Dev. 0.950166
Skewness 0.346338
Kurtosis 2.820379
J arque-Bera 3.200402
Probability 0.201856
62



Keputusan
Karena Prob F = 0.338562 > 0.05 maka H
0
diterima, jadi dapat
disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat varian konstan (tidak
ada efek ARCH).
d. Uji Linieritas
Hipotesis
H
0
: model linier
H
1
: model tidak linier
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 20. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data nonstasioner


F-statistic 1.274937 Prob. F(1,147) 0.260682
Log likelihood ratio 1.295346 Prob. Chi-Square(1) 0.255065


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob F <0.05
Keputusan
Karena nilai Prob F = 0.260682 > 0.05 maka H
0
diterima dapat
disimpulkan bahwa model linier.
4. Tahap Peramalan
Dari model yang telah diperoleh dilakukan peramalan sebanyak 49 data ke
depan, lalu dibandingkan dengan data out-sample sehingga diperoleh nilai eror
yang digunakan untuk menghitung nilai RMSE out-sample.

63



Tabel 21. Nilai eror model ARIMA pada data nonstasioner
In-Sample Out-Sample
J umlah Data 149 49
MSE 0.896797 0.940404
RMSE 0.946993 0.969744

4.1.4 Analisis ARIMA pada Data Nonstasioner dengan Outlier
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,1,0) dengan
1
=0.5
sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 2), lalu ditentukan
sebuah outlier yaitu data ke 101 sebesar n[101]=35, grafik runtun waktu data
tersebut sebagai berikut:

Gambar 22. Grafik runtun waktu data nonstasioner dengan outlier

1. Tahap Identifikasi
Uji stasioner secara visual dengan melihat dari grafik runtun waktu data
tersebut dapat diduga data adalah tidak stasioner karena runtun data tidak berada
di sekitar nilai tengah. Sedangkan uji secara formal dilakukan dengan uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF) sebagai berikut:
Hipotesis
H
0
: Data tidak stasioner
H
1
: Data stasioner

Time
d
a
ta
4
n
e
w
2
0 50 100 150 200
-
1
0
0
1
0
2
0
3
0
64



Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 22. Statistik uji ADF pada data nontasioner dengan outlier


t-Statistic Prob.*


Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.238587 0.6576
Test critical values: 1% level -3.463405
5% level -2.875972
10% level -2.574541



Kriteria uji : H
0
ditolak jika | t-hitung | >t-tabel atau Prob <0.05
Keputusan : Karena Prob =0.6576 >0.05 maka H
0
diterima
Kesimpulan: Data tidak stasioner
Karena data belum stasioner maka perlu dilakukan differencing. Hasil
differencing satu adalah sebagai berikut:

Gambar 23. Grafik runtun waktu data nonstasioner dengan outlier differencing
satu

Dari gambar 23 terlihat telah stasioner secara visual. Untuk meyakinkan
stasioner dilakukan uji formal dengan menggunakan uji ADF sebagai berikut:

Time
d
a
t
a
4
n
e
w
2
d
i
f
f
0 50 100 150 200
-
2
0
-
1
0
0
1
0
2
0
65



Hipotesis
H
0
: Data tidak stasioner
H
1
: Data stasioner
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 23. Statistik uji ADF pada data nonstasioner dengan outlier differencing
satu


t-Statistic Prob.*


Augmented Dickey-Fuller test statistic -19.74594 0.0000
Test critical values: 1% level -3.463235
5% level -2.875898
10% level -2.574501



Kriteria uji : H
0
ditolak jika | t-hitung | >t-tabel atau Prob <0.05
Keputusan : Karena Prob =0.0000 <0.05 maka H
0
ditolak
Kesimpulan: Data stasioner
Selanjutnya adalah pendugaan orde AR dan MA untuk pemodelan
ARIMA dengan melihat plot ACF dan PACF, sebagai berikut:

Gambar 24. (a) Plot ACF dari data nontasioner dengan outlier differencing satu
0 5 10 15 20
-
0
.
4
-
0
.
2
0
.
0
0
.
2
0
.
4
0
.
6
0
.
8
1
.0
Lag
A
C
F
Ser ies data4new2diffin
66




Gambar 24. (b) Plot PACF dari data nontasioner dengan outlier differencing satu

Koefisien parameter positif plot ACF adalah dies down (turun cepat secara
sinusoidal). Sedangkan PACF menunjukkan pola yang terputus setelah lag 1. Dari
Gambar 24, dapat disimpulkan bahwa plot ACF dan PACF menunjukkan model
AR(1).
2. Tahap Estimasi
Estimasi parameter model ARIMA (1,1,0) pada data tersebut digunakan
program Eviews sebagai berikut:
Tabel 24. Estimasi model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier


Variable Coefficient Std. Eror t-Statistic Prob.


C 0.007031 0.154744 0.045436 0.9638
AR(1) -0.359970 0.076562 -4.701677 0.0000


R-squared 0.129953 Mean dependent var 0.008777
Adjusted R-squared 0.124074 S.D. dependent var 2.753948
S.E. of regression 2.577445 Akaike info criterion 4.744718
Sum squared resid 983.1966 Schwarz criterion 4.784859
Log likelihood -353.8538 F-statistic 22.10577
Durbin-Watson stat 2.078227 Prob(F-statistic) 0.000006



Model : VZ
t
=
1
VZ
t-1
+a
t



5 10 15 20
-
0
.3
-
0
.2
-
0
.1
0
.
0
0
.
1
Lag
P
a
r
ti
a
l
A
C
F
Series data4new2diffin
67



Uji Signifikansi Parameter:
Hipotesis
H
0
:
1
=0 (parameter AR(1) tidak signifikan)
H
1
:
1
0 (parameter AR(1) signifikan)
Taraf signifikan
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dari tabel 24 diperoleh nilai Prob =0.0000
Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <
Keputusan
Karena Prob=0.0000 <0.05 maka H
0
ditolak
Kesimpulan
Parameter AR(1) signifikan
Dari tabel 24 diperoleh SSE = 983.19 maka dapat dihitung nilai
RMSE adalah 983.19/ 15 =2.5602
3. Tahap Diagnosis
a. Uji Ljung-Box
Hipotesis
H
0
: Tidak ada korelasi residual antar lag
H
1
: Ada korelasi residual antar lag
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05

68



Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 25. Uji Ljung-Box pada data nonstasioner dengan outlier


Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob


.|. | .|. | 1 -0.043 -0.043 0.2887
*|. | *|. | 2 -0.097 -0.099 1.7319 0.188
.|. | .|. | 3 0.033 0.024 1.8984 0.387
.|. | .|. | 4 0.022 0.015 1.9717 0.578
.|. | .|. | 5 0.035 0.043 2.1681 0.705
.|. | .|. | 6 0.027 0.034 2.2826 0.809
.|. | .|. | 7 -0.016 -0.007 2.3258 0.887
.|. | .|. | 8 0.008 0.010 2.3373 0.939
.|* | .|* | 9 0.092 0.089 3.7150 0.882
.|* | .|* | 10 0.068 0.078 4.4710 0.878
.|* | .|* | 11 0.079 0.104 5.4886 0.856
.|. | .|. | 12 -0.003 0.016 5.4903 0.905


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <0.05
Keputusan:
Karena Prob dari uji LjungBox yang semuanya lebih besar dari 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat white
noise.
b. Uji Normalitas
Hipotesis
H
0
: Residual berdistribusi normal
H
1
: Residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
69




Gambar 25. Uji normalitas model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier

Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <0.05
Keputusan
Karena Prob =0.000000 > 0.05 maka H
0
ditolak, jadi dapat disimpulkan
bahwa residual tidak berdistribusi normal.
c. Uji ARCH-LM
Hipotesis
H
0
: Tidak ada efek ARCH
H
1
: Ada efek ARCH
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 26. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier


F-statistic 36.68023 Prob. F(1,147) 0.000000
Obs*R-squared 29.75472 Prob. Chi-Square(1) 0.000000


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob F <0.05
0
10
20
30
40
50
-15 -10 -5 0 5 10 15 20
Series: Residuals
Sample 2 151
Observations 150
Mean 1.79e-16
Median -0.136508
Maximum 20.74857
Minimum -15.07369
Std. Dev. 2.568781
Skewness 2.069003
Kurtosis 37.46577
J arque-Bera 7531.329
Probability 0.000000
70



Keputusan
Karena Prob F = 0.000000 < 0.05 maka H
0
ditolak, jadi dapat
disimpulkan bahwa residual model tidak memenuhi syarat varian konstan (ada
efek ARCH).
d. Uji Linieritas
Hipotesis
H
0
: Model linier
H
1
: Model tidak linier
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 27. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier


F-statistic 35.37786 Prob. F(1,147) 0.000000
Log likelihood ratio 32.34722 Prob. Chi-Square(1) 0.000000


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob F <0.05
Keputusan
Karena nilai Prob F =0000 <0.05 maka H
0
ditolak dapat disimpulkan
bahwa model cenderung nonlinier.
4. Tahap Peramalan
Dari model yang telah diperoleh dilakukan peramalan sebanyak 49 data ke
depan, lalu dibandingkan dengan data out-sample sehingga diperoleh nilai eror
yang digunakan untuk menghitung nilai RMSE out-sample.
71



Tabel 28. Nilai eror model ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier
In-Sample Out-Sample
J umlah Data 149 49
MSE 6.554644 0.97998
RMSE 2.560204 0.989939

4.2 Analisis Data Runtun Waktu dengan ANFIS
4.2.1 Analisis ANFIS pada Data Stasioner
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,0,0) dengan
1
=0.5
sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 1), grafik runtun
waktu data seperti pada gambar 12.
1. Memasukkan Data
Data dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data checking.
Berdasarkan analisis ARIMA yang telah dilakukan maka data training adalah
data in-sample sebanyak 151 buah dan data checking adalah data out-sample
sebanyak 49 buah.
2. Pemilihan Jumlah Klaster
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gbellmf pada tiap pelatihan
ANFIS dengan jumlah klaster beda-beda, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 29. Pelatihan ANFIS pada data stasioner berdasarkan jumlah klaster
J umlah
Klaster
RMSE
J umlah
Klaster
RMSE
Data
Training
(in-sample)
Data
Checking
(out-sample)

Data
Training
(in-sample)
Data
Checking
(out-sample)
2 0.82558 1.0384 12 0.73569 6.4728
3 0.81545 1.0571 13 0.73251 2.924
4 0.80371 1.1005 14 0.72936 8.1469
5 0.80021 1.0838 15 0.7181 19.1456
6 0.79737 1.058 16 0.71021 52.8073
7 0.79745 1.0489 17 0.69833 6.2812
8 0.7823 2.5788 18 0.70618 12.1948
9 0.76506 5.1393 19 0.67266 2.0776
10 0.76566 2.1907 20 0.68078 25.2972
11 0.74224 3.418
72



Dari tabel 29 ditentukan jumlah klaster terbaik yaitu yang menghasilkan
RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa jumlah klaster
terbaik adalah 7.
3. Pemilihan Fungsi Keanggotaan
Berdasarkan analisis sebelumnya diperoleh bahwa jumlah klaster terbaik
adalah 7. Kemudian dilakukan pelatihan ANFIS dengan jumlah klaster 7 terhadap
beberapa fungsi keanggotaan yang berbeda. Diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 30. Pelatihan ANFIS pada data stasioner berdasarkan fungsi keanggotaan
Fungsi
Keanggotaan
RMSE
Data Training
(in-sample)
Data Checking
(out-sample)
trimf 0.77591 1.0873
trapmf 0.79693 1.0669
gbellmf 0.79745 1.0489
gaussmf 0.79482 1.1394
gauss2mf 0.79455 1.1078
pimf 0.79583 1.0805
dsigmf 0.79716 1.0619
psigmf 0.79716 1.0619

Dari tabel 30 ditentukan fungsi keanggotaan terbaik yaitu yang
menghasilkan RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa
fungsi keanggotaan terbaik adalah gbellmf.
4. Analisis Hasil
Dari pelatihan yang dilakukan pada data diperoleh kesimpulan bahwa
model ANFIS terbaik adalah dengan jumlah klaser 7 dan fungsi keanggotaan
adalah gbellmf. Diperoleh nilai RMSE train =0.79745 dan RMSE check =1.0489
(lampiran 4(a)).


73



4.2.2 Analisis ANFIS pada Data Stasioner dengan Outlier
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,0,0) dengan
1
=0.5
sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 1), lalu ditentukan
sebuah outlier yaitu data ke 101 sebesar n[101]=10, grafik runtun waktu data
seperti pada gambar 48.
1. Memasukkan Data
Data dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data checking.
Berdasarkan analisis ARIMA yang telah dilakukan maka data training adalah data
in-sample 151 buah dan data checking adalah data out-sample 49 buah.
2. Pemilihan Jumlah Klaster
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gbellmf pada tiap pelatihan
ANFIS dengan jumlah klaster beda-beda, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 31. Pelatihan ANFIS pada data stasioner dengan outlier berdasarkan jumlah
klaster
J umlah
Klaster
RMSE
J umlah
Klaster
RMSE
Data
Training
(in-sample)
Data
Checking
(out-sample)

Data
Training
(in-sample)
Data
Checking
(out-sample)
2 1.0271 1.0342 12 0.98385 1.7275
3 1.027 1.0368 13 0.98877 1.4431
4 1.0073 1.0578 14 0.98297 2.2029
5 1.001 1.0912 15 0.95725 7.1859
6 1.0004 1.0908 16 0.95488 4.7873
7 1.0001 1.1019 17 0.95478 1.3268
8 0.99632 1.0966 18 0.93249 3.1207
9 0.99668 1.0933 19 0.93129 3.6087
10 0.99239 1.1104 20 0.91354 4.4393
11 0.99186 1.0899


Dari tabel 31 ditentukan jumlah klaster terbaik yaitu yang menghasilkan
RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa jumlah klaster
terbaik adalah 2.
74



3. Pemilihan Fungsi Keanggotaan
Berdasarkan analisis sebelumnya diperoleh bahwa jumlah klaster terbaik
adalah 2. Kemudian dilakukan pelatihan ANFIS dengan jumlah klaster 2 terhadap
beberapa fungsi keanggotaan yang berbeda. Diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 32. Pelatihan ANFIS pada data stasioner dengan outlier berdasarkan fungsi
keanggotaan
Fungsi
Keanggotaan
RMSE
Data Training
(in-sample)
Data Checking
(out-sample)
trimf 1.0274 1.0419
trapmf 1.0248 1.0408
gbellmf 1.0271 1.0342
gaussmf 1.0263 1.0333
gauss2mf 1.0271 1.0342
pimf 1.027 1.037
dsigmf 1.0277 1.035
psigmf 1.0277 1.035

Dari tabel 32 ditentukan fungsi keanggotaan terbaik yaitu yang
menghasilkan RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa
fungsi keanggotaan terbaik adalah gaussmf.
4. Analisis Hasil
Dari pelatihan yang dilakukan pada data diperoleh kesimpulan bahwa
model ANFIS terbaik adalah dengan jumlah klaser 2 dan fungsi keanggotaan
gaussmf. Diperoleh nilai RMSE train =1.0263 dan RMSE check = 1.0333
(lampiran 4(b)).





75



4.2.3 Analisis ANFIS pada Data Nonstasioner
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,1,0) dengan
1
=0.5
sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 2), grafik runtun
waktu data seperti pada gambar 18. Berdasarkan analisis ARIMA diperoleh model
terbaik adalah ARIMA(1,1,0), model ARIMA yang dibentuk sebagai berikut:
VZ
t
=
1
VZ
t-1
+a
t

Karena VZ
t
=Z
t
Z
t-1
, maka
Z
t
Z
t-1
=
1
(Z
t-1
Z
t-2
) +a
t

Z
t
=Z
t-1
+
1
Z
t-1

1
Z
t-2
+a
t

Z
t
= (1 +
1
)Z
t-1

1
Z
t-2
+a
t

artinya pelatihan ANFIS yang akan dilakukan menggunakan input dengan
beberapa kombinasi dari Z
t-1
, dan Z
t-2
, sebagai berikut:
Model Input
1 Z
t-1
2 Z
t-2

3 Z
t-1
, Z
t-2


1. Memasukkan Data
Data dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data checking.
Berdasarkan analisis ARIMA yang telah dilakukan maka data training adalah
data in-sample 151 buah dan data checking adalah data out-sample 49 buah.
2. Pemilihan Jumlah Klaster
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gbellmf (Generalized Bell)
pada tiap pelatihan ANFIS dengan jumlah klaster beda-beda (lampiran 5),
diperoleh ringkasan hasil sebagai berikut:

76



Tabel 33. Ringkasan pelatihan ANFIS pada data nonstasioner berdasarkan jumlah
klaster
Input ANFIS
J umlah
Klaster Terbaik
RMSE
Data Training
(in-sample)
Data Checking
(out-sample)
Z
t-1
14 1.0533 1.0159
Z
t-2
9 1.8421 1.7314
Z
t-1
, Z
t-2
[3 3] 0.87422 0.87855

Dari tabel 33 ditentukan jumlah klaster terbaik yaitu yang menghasilkan
RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa input terbaik
adalah Z
t-1
dan Z
t-2
, dengan jumlah klaster terbaik adalah [3 3].
3. Pemilihan Fungsi Keanggotaan
Berdasarkan analisis sebelumnya diperoleh bahwa input terbaik adalah Z
t-1

dan Z
t-2
dengan jumlah klaster [3 3]. Kemudian dilakukan pelatihan ANFIS input
Z
t-1
dan Z
t-2
dengan jumlah klaster [3 3] terhadap beberapa fungsi keanggotaan
yang berbeda. Diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 34. Pelatihan ANFIS pada data nontasioner berdasarkan fungsi keanggotaan
Fungsi
Keanggotaan
RMSE
Data Training
(in-sample)
Data Checking
(out-sample)
trimf 0.9028 0.89154
trapmf 0.90894 0.8839
gbellmf 0.87422 0.87855
gaussmf 0.87293 0.94662
gauss2mf 0.89855 0.8705
pimf 0.89922 0.85301
dsigmf 0.89646 0.86616
psigmf 0.89646 0.86616

Dari tabel 34 ditentukan fungsi keanggotaan terbaik yaitu yang
menghasilkan RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa
fungsi keanggotaan terbaik adalah pimf.

77



4. Analisis Hasil
Dari pelatihan yang dilakukan pada data diperoleh kesimpulan bahwa
model ANFIS terbaik adalah input Z
t-1
dan Z
t-2
dengan jumlah klaster [3 3] dan
fungsi keanggotaan pimf. Diperoleh nilai RMSE train =0.89922 dan RMSE check
=0.85301 (lampiran 4(c)).

4.2.4 Analisis ANFIS pada Data Nonstasioner dengan Outlier
Data yang digunakan adalah data random ARIMA (1,1,0) dengan
1
=0.5
sebanyak 200 buah dibangkitkan dengan program R (lampiran 2), lalu ditentukan
sebuah outlier yaitu data ke 101 sebesar n[101]=35, grafik runtun waktu data
seperti pada gambar 22. Berdasarkan analisis ARIMA diperoleh model terbaik
adalah ARIMA(1,1,0), model ARIMA yang dibentuk sebagai berikut:
VZ
t
=
1
VZ
t-1
+a
t

Karena VZ
t
=Z
t
Z
t-1
, maka
Z
t
Z
t-1
=
1
(Z
t-1
Z
t-2
) +a
t

Z
t
=Z
t-1
+
1
Z
t-1

1
Z
t-2
+a
t

Z
t
= (1 +
1
)Z
t-1

1
Z
t-2
+a
t

artinya pelatihan ANFIS yang akan dilakukan menggunakan input dengan
beberapa kombinasi dari Z
t-1
, dan Z
t-2
, sebagai berikut:
Model Input
1 Z
t-1
2 Z
t-2

3 Z
t-1
, Z
t-2




78



1. Memasukkan Data
Data dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data checking.
Berdasarkan analisis ARIMA yang telah dilakukan maka data training adalah
data in-sample sebanyak 151 buah dan data checking adalah data out-sample
sebanyak 49 buah.
2. Pemilihan Jumlah Klaster
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gbellmf (Generalized Bell)
pada tiap pelatihan ANFIS dengan jumlah klaster beda-beda, diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 35. Ringkasan pelatihan ANFIS pada data nonstasioner dengan outlier
berdasarkan jumlah klaster
Input ANFIS
J umlah
Klaster
RMSE
Data Training
(in-sample)
Data Checking
(out-sample)
Z
t-1
20 1.6986 0.96751
Z
t-2
18 2.3657 1.8131
Z
t-1
dan Z
t-2
[4 4] 1.8476 0.93863

Dari tabel 35 ditentukan jumlah klaster terbaik yaitu yang menghasilkan
RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa input terbaik
adalah Z
t-1
dan Z
t-2
, dengan jumlah klaster terbaik adalah [4 4].
3. Pemilihan Fungsi Keanggotaan
Berdasarkan analisis sebelumnya diperoleh bahwa input terbaik adalah Z
t-1

dan Z
t-2
dengan jumlah klaster [4 4]. Kemudian dilakukan pelatihan ANFIS input
Z
t-1
dan Z
t-2
dengan jumlah klaster [4 4] terhadap beberapa fungsi keanggotaan
yang berbeda. Diperoleh hasil sebagai berikut:



79



Tabel 36. Pelatihan ANFIS pada data nontasioner dengan outlier berdasarkan
fungsi keanggotaan
Fungsi
Keanggotaan
RMSE
Data Training
(in-sample)
Data Checking
(out-sample)
trimf 1.9153 1.6512
trapmf 1.9058 0.86824
gbellmf 1.8476 0.93863
gaussmf 1.82 0.93037
gauss2mf 1.8936 0.86659
pimf 1.9037 0.8665
dsigmf 1.8862 0.88243
psigmf 1.8865 0.8817

Dari tabel 36 ditentukan fungsi keanggotaan terbaik yaitu yang
menghasilkan RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa
fungsi keanggotaan terbaik adalah gaussmf.
4. Analisis Hasil
Dari pelatihan yang dilakukan pada data diperoleh kesimpulan bahwa
model ANFIS terbaik adalah input Z
t-1
dan Z
t-2
dengan jumlah klaster [4 4] dan
fungsi keanggotaan gaussmf. Diperoleh nilai RMSE train =1.82 dan RMSE check
=0.93037 (lampiran 4(d)).

4.3 Perbandingan Hasil ANFIS Terhadap Hasil ARIMA
4.3.1 Analisis pada Data Stasioner
Berdasarkan analisis ARIMA pada data stasioner diperoleh model
ARIMA(1,0,0) yang baik dengan parameter yang signifikan dan terpenuhi semua
asumsi yang dibutuhkan baik asumsi independensi (Ljung-Box), normalitas,
ARCH-LM, dan linieritas. Pada analisis ANFIS diperoleh model terbaik dengan
input Z
t-1
, jumlah klaster sebanyak 7 dan fungsi keanggotaan gbellmf. Analisis
ARIMA dan ANFIS pada data stasioner dapat diringkas sebagai berikut:
80



Tabel 37.(a) Ringkasan analisis ARIMA pada data stasioner
Pengujian Hasil
Model ARIMA(1,0,0)
Uji Parameter
1
Signifikan
White Noise Terpenuhi
Uji Normalitas Terpenuhi
Uji ARCH-LM Terpenuhi
Uji Linier Linier
RMSE in-sample 0.956105
RMSE out-sample 1.173916

Tabel 37.(b) Ringkasan analisis ANFIS pada data stasioner
Model Terbaik Hasil
Input Z
t-1

J umlah Klaster 7
Fungsi Keanggotaan Gbellmf
RMSE Train 0.79745
RMSE Check 1.0489

Dari tabel 37 dapat terlihat bahwa eror RMSE yang dihasilkan ANFIS
lebih kecil daripada ARIMA, artinya dapat disimpulkan bahwa hasil analisis
ANFIS lebih baik dari ARIMA.

4.3.2 Analisis pada Data Stasioner dengan Outlier
Berdasarkan analisis ARIMA pada data stasioner dengan outlier diperoleh
model ARIMA(1,0,0) yang kurang baik, meskipun parameternya signifikan dan
terpenuhi asumsi independensi (Ljung-Box), namun asumsi normalitas, ARCH-
LM, dan linieritas tidak terpenuhi. Pada analisis ANFIS diperoleh model terbaik
dengan input Z
t-1
, jumlah klaster sebanyak 2 dan fungsi keanggotaan gaussmf.
Analisis ARIMA dan ANFIS pada data stasioner dengan outlier dapat diringkas
sebagai berikut:


81



Tabel 38.(a) Ringkasan analisis ARIMA pada data stasioner dengan
outlier
Pengujian Hasil
Model ARIMA(1,0,0)
Uji Parameter
1
Signifikan
White Noise Terpenuhi
Uji Normalitas Tidak Terpenuhi
Uji ARCH-LM Tidak Terpenuhi
Uji Linier Tidak Linier
RMSE in-sample 1.290333
RMSE out-sample 1.197439

Tabel 38.(b) Ringkasan analisis ANFIS pada data stasioner dengan outlier
Model Terbaik Hasil
Input Z
t-1
J umlah Klaster 2
Fungsi Keanggotaan Gaussmf
RMSE Train 1.0263
RMSE Check 1.0333

Dari tabel 38 dapat terlihat bahwa eror RMSE yang dihasilkan ANFIS
lebih kecil daripada ARIMA. Selain itu beberapa asumsi pada model ARIMA
tidak terpenuhi. Artinya dapat disimpulkan bahwa hasil analisis ANFIS lebih baik
dari ARIMA.

4.3.3 Analisis pada Data Nonstasioner
Berdasarkan analisis ARIMA pada data nonstasioner diperoleh model
ARIMA(1,1,0) yang baik dengan parameter yang signifikan dan terpenuhi semua
asumsi yang dibutuhkan baik asumsi independensi (Ljung-Box), normalitas,
ARCH-LM, dan linieritas. Pada analisis ANFIS diperoleh model terbaik dengan
input Z
t-1
dan Z
t-2
, jumlah klaster [3 3] dan fungsi keanggotaan pimf. Analisis
ARIMA dan ANFIS pada data nonstasioner dapat diringkas sebagai berikut:

82



Tabel 39.(a) Ringkasan analisis ARIMA pada data nonstasioner
Pengujian Hasil
Model ARIMA(1,1,0)
Uji Parameter
1
Signifikan
White Noise Terpenuhi
Uji Normalitas Terpenuhi
Uji ARCH-LM Terpenuhi
Uji Linier Linier
RMSE in-sample 0.946993
RMSE out-sample 0.969744

Tabel 39.(b) Ringkasan analisis ANFIS pada data nonstasioner
Model Terbaik Hasil
Input Z
t-1
, Z
t-2

J umlah Klaster [3 3]
Fungsi Keanggotaan Pimf
RMSE Train 0.89922
RMSE Check 0.85301

Dari tabel 39 dapat terlihat bahwa eror RMSE yang dihasilkan ANFIS
lebih kecil daripada ARIMA. Artinya dapat disimpulkan bahwa hasil analisis
ANFIS lebih baik dari ARIMA.

4.3.4 Analisis pada Data Nonstasioner dengan Outlier
Berdasarkan analisis ARIMA pada data nonstasioner dengan outlier
diperoleh model ARIMA(1,1,0) yang kurang baik, meskipun parameternya
signifikan dan terpenuhi asumsi independensi (Ljung-Box), namun asumsi
normalitas, ARCH-LM, dan linieritas tidak terpenuhi. Pada analisis ANFIS
diperoleh model terbaik dengan input Z
t-1
dan Z
t-2
, jumlah klaster [4 4] dan fungsi
keanggotaan gaussmf.. Analisis ARIMA dan ANFIS pada data nonstasioner
dengan outlier dapat diringkas sebagai berikut:

83



Tabel 40.(a) Ringkasan analisis ARIMA pada data nonstasioner dengan
outlier
Pengujian Model Hasil
Model ARIMA(1,0,0)
Uji Parameter
1
Signifikan
White Noise Terpenuhi
Uji Normalitas Tidak Terpenuhi
Uji ARCH-LM Tidak Terpenuhi
Uji Linier Tidak Linier
RMSE in-sample 2.560204
RMSE out-sample 0.989939

Tabel 40.(b) Ringkasan analisis ANFIS pada data nontasioner dengan outlier
Model Terbaik Hasil
Input Z
t-1
, Z
t-2

J umlah Klaster [4 4]
Fungsi Keanggotaan Gaussmf
RMSE Train 1.82
RMSE Check 0.93037

Dari tabel 40 dapat terlihat bahwa eror RMSE yang dihasilkan ANFIS
lebih kecil daripada ARIMA. Selain itu beberapa asumsi pada model ARIMA
tidak terpenuhi, artinya dapat disimpulkan bahwa hasil analisis ANFIS lebih baik
dari ARIMA.









84



4.4 Penerapan ANFIS pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit Indonesia
4.4.1 Analisis ARIMA pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit Indonesia
Grafik runtun waktu data harga minyak kelapa sawit Indonesia (lampiran
3) adalah sebagai berikut:

Gambar 26. Grafik runtun waktu data harga minyak kelapa sawit Indonesia

1. Tahap Identifikasi
Uji stasioner secara visual dengan melihat dari gambar 26 dapat diduga
data adalah nonstasioner karena runtun data tidak berada di sekitar nilai tengah.
Sedangkan uji secara formal dilakukan dengan uji Augmented Dickey-Fuller
(ADF) sebagai berikut:
Hipotesis
H
0
: Data tidak stasioner
H
1
: Data stasioner
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05


2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
250 500 750 1000
DATAOLEIN1000
85



Statistik uji
Dari output program Eviews diperoleh :
Tabel 41. Statistik uji ADF pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia


t-Statistic Prob.*


Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.535887 0.5151
Test critical values: 1% level -3.436709
5% level -2.864236
10% level -2.568258



Kriteria uji : H
0
ditolak jika | t-hitung | >t-tabel atau Prob <0.05
Keputusan : Karena Prob =0.5151 >0.05 maka H
0
diterima
Kesimpulan: Data tidak stasioner
Karena data tidak stasioner maka perlu dilakukan differencing. Hasil
differencing satu dari data harga minyak kelapa sawit Indonesia adalah sebagai
berikut:

Gambar 27. Grafik runtun waktu data harga minyak kelapa sawit Indonesia
differencing satu

Selanjutnya adalah pendugaan orde AR dan MA untuk pemodelan ARIMA
dengan melihat plot ACF dan PACF, sebagai berikut:
-1600
-1200
-800
-400
0
400
800
1200
250 500 750 1000
OLEINDIFF
86



Lag
A
u
t
o
c
o
r
r
e
l
a
t
i
o
n
65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Autocorrelation Function for data olein
(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Gambar 28.(a) Plot ACF dari data harga minyak kelapa sawit Indonesia

Lag
P
a
r
t
ia
l
A
u
t
o
c
o
r
r
e
l
a
t
i
o
n
65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Partial Autocorrelation Function for data olein
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Gambar 28.(b) Plot PACF dari data harga minyak kelapa sawit Indonesia

Dari plot ACF diidentifikasi bahwa lag yang muncul adalah lag 1,3, dan 8.
Pada plot PACF diidentifikasi bahwa lag yang muncul adalah lag 1,3, dan 8. Oleh
karena itu ada beberapa model yang diduga sebagai berikut:
Tabel 42. Model ARIMA yang diduga pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Model
Ke-
AR MA
Model
ke-
AR MA
1 0 1 9 [1,3] 1
2 0 [1,3] 10 [1,3] [1,3]
3 0 [1,3,8] 11 [1,3] [1,3,8]
4 1 0 12 [1,3,8] 0
5 1 1 13 [1,3,8] 1
6 1 [1,3] 14 [1,3,8] [1,3]
7 1 [1,3,8] 15 [1,3,8] [1,3,8]
8 [1,3] 0


87



2. Tahap Estimasi
Estimasi parameter dari sebanyak 15 model ARIMA data harga minyak
kelapa sawit Indonesia (lampiran 7), dapat diringkas sebagai berikut:
Tabel 43. Estimasi model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia
No.
Model
ARIMA
Uji Parameter
Ket. AR MA
(1) (3) (8) (1) (3) (8)
1 (0,1,1) - - - V - - Semua signifikan
2 (0,1,[1,3]) - - - V X - Tdk semua signifikan
3 (0,1,[1,3,8]) - - - V X V Tdk semua signifikan
4 (1,1,0) V - - - - - Semua signifikan
5 (1,1,1) V - - V - - Semua signifikan
6 (1,1,[1,3]) X - - X V - Tdk semua signifikan
7 (1,1,[1,3,8]) X - - X V V Tdk semua signifikan
8 ([1,3],1,0) V V - - - - Semua signifikan
9 ([1,3],1, 1) X V - X - - Tdk semua signifikan
10 ([1,3],1, [1,3]) X X - X X - Tdk semua signifikan
11 ([1,3],1, [1,3,8]) X X - X X V Tdk semua signifikan
12 ([1,3,8],1,0) V V V - - - Semua signifikan
13 ([1,3,8],1,1) X X V X - - Tdk semua signifikan
14 ([1,3,8],1, [1,3]) X X V X X - Tdk semua signifikan
15 ([1,3,8],1, [1,3,8]) X X X X X V Tdk semua signifikan
Keterangan: V =parameter signifikan, X =parameter tidak signifikan.
Dari uji parameter pada tabel 43 disimpulkan model yang baik (semua
parameter signifikan) adalah :
1. ARIMA([1,3,8],1,0)
2. ARIMA([1,3],1,0)
3. ARIMA(1,1,1)
4. ARIMA(1,1,0)
5. ARIMA(0,1,1)
Dari kelima model tersebut dihitung nilai eror RMSE, kemudian dipilih model
yang memiliki nilai eror terkecil. Berdasarkan tabel estimasi (lampiran 7)
diperoleh nilai SSE yang digunakan untuk menghitung nilai RMSE, sebagai
berikut:
88



Tabel 44. Nilai eror dari model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
No. Model SSE MSE RMSE
1 ([1,3,8],1,0) 3050298 5008.6995 70.7722
2 ([1,3],1,0) 3115656 5116.0197 71.5263
3 (1,1,1) 3141552 5158.5419 71.8230
4 (1,1,0) 3150107 5172.5895 71.9207
5 (0,1,1) 3149310 5171.2808 71.9116

Dari tabel 44 diperoleh bahwa model yang menghasilkan eror terkecil adalah
model ARIMA([1,3,8],1,0).
3. Tahap Diagnosis
a. Uji Ljung-Box
Hipotesis
H
0
: Tidak ada korelasi residual antar lag
H
1
: Ada korelasi residual antar lag
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 45. Uji Ljung-Box model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia


Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob


.|. | .|. | 1 0.002 0.002 0.0037
.|. | .|. | 2 -0.030 -0.030 0.5352
.|. | .|. | 3 0.012 0.013 0.6294
.|. | .|. | 4 -0.030 -0.031 1.1833 0.277
.|. | .|. | 5 0.027 0.028 1.6390 0.441
.|. | .|. | 6 -0.019 -0.022 1.8637 0.601
.|. | .|. | 7 0.039 0.042 2.7775 0.596
.|. | .|. | 8 0.027 0.024 3.2271 0.665
.|. | .|. | 9 -0.038 -0.034 4.1234 0.660
.|. | .|. | 10 0.050 0.050 5.6777 0.578
*|. | *|. | 11 -0.096 -0.097 11.350 0.183

89




Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <0.05
Keputusan:
Karena Prob dari uji LjungBox semuanya lebih besar dari 0.05 maka
dapat disimpulkan bahwa residual model telah memenuhi syarat white noise.
b. Uji Normalitas
Hipotesis
H
0
: Residual berdistribusi normal
H
1
: Residual tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:

Gambar 29. Uji normalitas model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob <0.05
Keputusan
Karena Prob =0.000000 > 0.05 maka H
0
ditolak, jadi dapat disimpulkan
bahwa residual tidak berdistribusi normal.
0
40
80
120
160
200
-250 -125 0 125 250 375 500
Series: Residuals
Sample 10 609
Observations 600
Mean 5.288863
Median 0.470930
Maximum 561.6968
Minimum -302.0431
Std. Dev. 71.16388
Skewness 1.420114
Kurtosis 14.72280
J arque-Bera 3637.273
Probability 0.000000
90



c. Uji ARCH-LM
Hipotesis
H
0
: Tidak ada efek ARCH
H
1
: Ada efek ARCH
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05
Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 46. Uji ARCH-LM model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia


F-statistic 9.894418 Prob. F(1,597) 0.001740
Obs*R-squared 9.765713 Prob. Chi-Square(1) 0.001778


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob F <0.05
Keputusan
Karena Prob F = 0.001740 < 0.05 maka H
0
ditolak, jadi dapat
disimpulkan bahwa residual model tidak memenuhi syarat varian konstan (ada
efek ARCH).
d. Uji Linieritas
Hipotesis
H
0
: Model linier
H
1
: Model tidak linier
Taraf signifikansi
= 5% = 0.05

91



Statistik uji
Dengan menggunakan program Eviews diperoleh sebagai berikut:
Tabel 47. Uji Ramsey RESET model ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia


F-statistic 5.281540 Prob. F(1,596) 0.021898
Log likelihood ratio 5.293566 Prob. Chi-Square(1) 0.021404


Kriteria uji
H
0
ditolak jika Prob F <0.05
Keputusan
Karena nilai Prob F =0.021898 <0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
model cenderung nonlinier.
4. Tahap Peramalan
Dari model yang telah diperoleh dilakukan peramalan data ke 610-1000
lalu dibandingkan dengan data out-sample sehingga diperoleh nilai eror yang
digunakan untuk menghitung nilai RMSE out-sample.
Tabel 48. Nilai eror model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
In-Sample Out-Sample
J umlah Data 609 391
MSE 5083.83 28997.0029
RMSE 71.3010 170.2851

4.4.2 Analisis ANFIS pada Data Harga Minyak Kelapa Sawit Indonesia
Berdasarkan analisis ARIMA diperoleh model terbaik adalah
ARIMA([1,3,8],1,0), model ARIMA yang dibentuk sebagai berikut:
VZ
t
=
1
VZ
t-1
+
3
VZ
t-3
+
8
VZ
t-8
+a
t

Karena VZ
t
=Z
t
Z
t-1
, maka
Z
t
Z
t-1
=
1
(Z
t-1
Z
t-2
) +
3
(Z
t-3
Z
t-4
) +
8
(Z
t-8
Z
t-9
) +a
t

92



Z
t
=Z
t-1
+
1
Z
t-1

1
Z
t-2
+
3
Z
t-3

3
Z
t-4
+
8
Z
t-8

8
Z
t-9
+a
t

Z
t
= (1 +
1
)Z
t-1

1
Z
t-2
+
3
Z
t-3

3
Z
t-4
+
8
Z
t-8

8
Z
t-9
+a
t

artinya pelatihan ANFIS yang akan dilakukan menggunakan input dengan
beberapa kombinasi dari Z
t-1
, Z
t-2
, Zt
-3
, Zt
-4
,

Z
t-8
, dan Z
t-9
, sebagai berikut:
Tabel 49. Input-input ANFIS yang dilakukan pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Model Input Model Input
1 Z
t-1
9 Z
t-1
, Z
t-4

2 Z
t-2
10 Z
t-2
, Zt
-3

3 Zt
-3
11 Z
t-2
, Zt
-4

4 Zt
-4
12 Zt
-3
, Zt
-4

5 Z
t-8
13 Zt
-3
, Zt
-8

6 Z
t-9
14 Z
t-1
, Zt
-2
, Zt
-3

7 Z
t-1
, Z
t-2
15 Z
t-1
, Zt
-3
, Zt
-8

8 Z
t-1
, Z
t-3


1. Memasukkan Data
Data dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data checking.
Berdasarkan analisis ARIMA yang telah dilakukan maka data training adalah
data in-sample sebanyak 609 buah dan data checking adalah data out-sample
sebanyak 391 buah.
2. Pemilihan Input dan Jumlah Klaster
Dengan menggunakan fungsi keanggotaan gbell (generalized bell) pada
tiap pelatihan ANFIS dengan jumlah klaster beda-beda, diperoleh hasil (lampiran
5) jumlah klaster terbaik masing-masing jenis input sebagai berikut:









93



Tabel 50. Ringkasan Pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia berdasarkan input dan jumlah klaster
Model Input
Jumlah
Klaster
RMSE
Training Checking
1 Z
t-1
2 71.9794 174.1275
2 Z
t-2
2 108.655 281.5081
3 Zt
-3
2 135.895 364.918
4 Zt
-4
2 161.342 423.0863
5 Z
t-8
2 233.541 631.2753
6 Z
t-9
2 251.578 692.0357
7 Z
t-1
, Z
t-2
[2 2] 70.8261 164.2049
8 Z
t-1
, Z
t-3
[1 2] 71.8227 167.1547
9 Z
t-1
, Z
t-4
[1 2] 71.6978 169.0786
10 Z
t-2
, Zt
-3
[2 1] 108.05 273.5477
11 Z
t-2
, Zt
-4
[1 2] 71.8227 167.1547
12 Zt
-3
, Zt
-4
[1 2] 134.943 352.7312
13 Zt
-1
, Zt
-8
[1 2] 71.9905 168.4981
14 Z
t-1
, Zt
-2
, Zt
-3
[1 2 1] 71.3915 162.926
15 Z
t-1
, Zt
-3
, Zt
-8
[2 2 2] 69.4715 452.155
Dipilih pelatihan ANFIS terbaik yang menghasilkan nilai RMSE terkecil
pada training dan checking yaitu pelatihan dengan input Z
t-1
dan Z
t-2
, jumlah
klaster terbaiknya adalah [2 2].
3. Pemilihan Fungsi Keanggotaan
Berdasarkan analisis sebelumnya diperoleh bahwa jumlah klaster terbaik
adalah [2 2] dengan input Z
t-1
dan Z
t-2
. Kemudian dilakukan pelatihan ANFIS
dengan jumlah klaster [2 2] terhadap beberapa fungsi keanggotaan yang berbeda.
Diperoleh hasil sebagai berikut:







94



Tabel 51. Pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia
berdasarkan fungsi keanggotaan
Fungsi Keanggotaan
RMSE
Train Check
trimf 70.7926 2689342.705
trapmf 70.679 168.5343
gbellmf 70.8261 164.2049
gaussmf 70.8643 160.7257
gauss2mf 70.1446 172.0018
pimf 70.3487 169.6235
dsigmf 70.0865 181.4913
psigmf 70.0865 181.4986

Dari tabel 51 ditentukan fungsi keanggotaan terbaik yaitu yang
menghasilkan RMSE pada training dan checking terkecil. Disimpulkan bahwa
fungsi keanggotaan terbaiknya adalah gaussmf.
4. Analisis Hasil
Dari pelatihan yang dilakukan pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia diperoleh kesimpulan bahwa model ANFIS terbaik adalah dengan input
Z
t-1
dan Z
t-2
, jumlah klaser [2 2] dan fungsi keanggotaan adalah gaussmf.
Diperoleh nilai RMSE train =70.8643 dan RMSE check =160.7257.

Gambar 30. Perbandingan target dan output ANFIS pada data harga minyak
kelapa sawit Indonesia
95




Gambar 31. Hasil eror ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit Indonesia

4.4.3 Perbandingan Hasil ANFIS terhadap Hasil ARIMA
Berdasarkan analisis ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia diperoleh model ARIMA([1,3,8],1,0) yang kurang baik, meskipun
parameternya signifikan dan terpenuhi asumsi independensi (Ljung-Box), namun
asumsi normalitas, ARCH-LM, dan linieritas tidak terpenuhi. Pada analisis
ANFIS diperoleh model terbaik dengan input Z
t-1
dan Z
t-2
, jumlah klaster [2 2]
dan fungsi keanggotaan gaussmf. Analisis ARIMA dan ANFIS pada data
stasioner dapat diringkas sebagai berikut:
Tabel 52.(a) Ringkasan analisis ARIMA pada data harga minyak kelapa
sawit Indonesia
Pengujian Hasil
Model ARIMA([1,3,8],1,0)
Uji Parameter
1
,
3
,
8
Signifikan
White Noise Terpenuhi
Uji Normalitas Tidak terpenuhi
Uji ARCH-LM Tidak terpenuhi
Uji Linieritas Nonlinier
RMSE in-sample 71.3010
RMSE out-sample 170.2851

96



Tabel 52.(b) Ringkasan analisis ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Model Hasil
Input Z
t-1
, Z
t-2

J umlah Klaster Terbaik [2 2]
J enis Fungsi Keanggotaan Gaussmf
RMSE Train 70.8643
RMSE Check 160.7257

Dari tabel 52 dapat terlihat bahwa eror RMSE yang dihasilkan ANFIS baik in-
sample dan out-sample lebih kecil daripada ARIMA. Selain itu beberapa asumsi
pada model ARIMA tidak terpenuhi, artinya dapat disimpulkan bahwa hasil
analisis ANFIS lebih baik dari ARIMA.
97

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan identifikasi permasalahan dan pembahasan pada bab
sebelumnya didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil analisis menunjukkan metode ANFIS cenderung lebih baik untuk
menganalisis data runtun waktu yang nonlinier dibandingkan dengan
metode ARIMA.
2. Analisis data runtun waktu pada empat data simulasi yang berbeda
karakteristik yaitu stasioner, stasioner dengan outlier, nonstasioner, dan
nonstasioner dengan outlier menggunakan metode ANFIS menunjukkan
hasil lebih baik daripada analisis metode ARIMA berdasarkan nilai RMSE
yang diperoleh.
3. Analisis data harga minyak kelapa sawit Indonesia menggunakan ANFIS
menunjukkan hasil lebih baik daripada ARIMA berdasarkan nilai RMSE
yang diperoleh.
98

DAFTAR PUSTAKA

Abiyev, R dkk. 2005. Electricity Consumption Prediction Model using Neuro-
Fuzzy System. World Academy of Science, Engineering and Technology 8.
Hal 128-131.
Agung, IGN. 2009. Time Series Data Analysis Using Eviews. Singapura: J ohn
Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd.
Alakhras, MNY. 2005. Neural Network-based Fuzzy Inference System for
Exchange Rate Prediction. J ournal of Computer Science (Special Issue).
Hal 112-120. Amman, J ordan.
Aldrian, E dan Yudha, SD. 2008. Application of Multivariate Anfis for Daily
Rainfall Prediction: Influences Of Training Data Size. Makara, Sains
Volume 12 No 1. Hal 7-14.
Alizadeh, M., dkk. 2009. Forecasting Exchange Rates: A Neuro-Fuzzy Approach.
IFSA-EUSFLAT. Hal 1745-1750.
Atsalakis, GS, dkk. Probability of trend prediction of exchange rate by ANFIS.
Recent Advances in Stochastic Modeling and Data Analysis. Hal 414-422.
Azadeh, A, dkk. 2009. A hybrid simulation-adaptive network based fuzzy
inference system for improvement of electricity consumption estimation.
Expert Systems with Applications 36(8). Hal 11108-11117.
Baseri, H dan Alinejad G. 2011. ANFIS Modeling of the Surface Roughness in
Grinding Process. World Academy of Science, Engineering and
Technology 73. Hal 499-503.
99



Fahimifard, SM dkk. 2009. Comparison of ANFIS, ANN, GARCH and ARIMA
Techniques to Exchange Rate Forecasting. J ournal of Applied Science
9(20). Hal 3541-3651.
Fausett, L. 1994. Fundamentals of Neural Networks Architectures, Algorithms,
and Applications. New J ersey: Prentice Hall.
J ang, J SR. 1993. ANFIS: Adaptive-Network-Based Fuzzy Inference System. IEEE
Transactions on System, Man, and Cybernetics Volume 23. Hal 665-685.
J ang, J SR., CT Sun, dan E Mizutani. 1997. Neuro-Fuzzy and Soft Computing: A
Computational Approach to Learning and Machine Intelligence. London:
Prentice-Hall, Inc.
Kablan, A. 2009. Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System for Financial Trading
using Intraday Seasonality Observation Model. World Academy of
Science, Engineering and Technology 58. Hal 479-488.
Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelligence Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Kusumadewi, S dan Hartati S. 2006. Neuro Fuzzy: Integrasi Sistem Fuzzy &
Jaringan Syaraf. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Makridakis, S dkk. 1992. Metode dan Aplikasi Peramalan Edisi Kedua Jilid 1.
Terjemahan oleh Untung S Andriyanto. J akarta: Penerbit Erlangga.
Matlab. 1999. Fuzzy Logic Toolbox Users Guide. The MathWorks, Inc.
Mordjaoui, M and Boudjema B. 2011. Forecasting and Modelling Electricity
Demand Using Anfis Predictor. J ournal of Mathematics and Statistics 7
(4). Hal 275-281.
100



Nayak, PC, dkk. 2004. A Neuro-Fuzzy Computing Technique for Modeling
Hydrological Time Series. J ournal of Hydrology. Hal 52-56.
Osowski, S dan Linh, TH. 2004. Neuro-Fuzzy TSK Network for Approximation.
Ross, TJ . 2010. Fuzzy Logic with Engineering Applications, Third Edition.
Singapore: J ohn Wiley & Sons, Inc.
Soejoeti, Z. 1987. Buku Materi Pokok Analisis Runtun Waktu. J akarta: Penerbit
Karunika, Universitas Terbuka.
Suhartono. 2008. Analisis Data Statistik dengan R. Surabaya: J urusan Statistika
ITS.
Warsito, B dan Ispriyanti D. 2004. Uji Linearitas Data Time Series dengan
RESET Test. J urnal Matematika dan Komputer Volume 7 Nomor 3. Hal
36-44.
Warsito, B. 2009. Kapita Selekta Statistika Neural Network. Semarang: BP
Undip.
Wei, LY. 2011. An Expanded Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS)
Model Based on AR and Causality of Multination Stock Market Volatility
for TAIEX Forecasting. African J ournal of Business Management Vol.
5(15). Hal 6377-6387.
Wei, WWS. 2006. Time Series Analysis Univariate and Multivariate Methods
Second Edition. USA: Pearson Education, Inc.
Yilmaz, NAS. 2003. A Temporal Neuro-Fuzzy Approach for Time Series Analysis.
The Department of Computer Engineering, The Middle East Technical
University.

101

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data stasioner dibangkitkan dengan R
No Data No Data No Data No Data
1 0.381985 51 -1.18645 101 0.295785 151 -2.26094
2 1.028739 52 0.135805 102 1.655472 152 -0.49736
3 0.930377 53 0.542004 103 1.650703 153 1.542841
4 1.368244 54 -0.35484 104 0.70659 154 1.870927
5 0.310134 55 1.706288 105 2.455059 155 1.152813
6 -1.27098 56 0.819551 106 1.053598 156 0.363834
7 -0.47429 57 1.237891 107 1.498114 157 -0.99273
8 0.634562 58 -0.10948 108 1.169134 158 0.328947
9 -0.03784 59 -0.68784 109 0.633009 159 1.094997
10 -0.10086 60 0.016029 110 -0.20663 160 0.332551
11 -0.07617 61 0.218011 111 0.087894 161 0.921824
12 -0.59828 62 1.321616 112 0.549547 162 0.145356
13 -1.24177 63 1.357524 113 1.991895 163 0.37153
14 -0.88487 64 -0.19642 114 1.216606 164 0.561618
15 -1.90645 65 -1.00025 115 0.33794 165 1.356425
16 -1.12972 66 0.636758 116 0.348392 166 0.890065
17 -1.50525 67 -0.41149 117 1.449049 167 0.205048
18 -2.42037 68 -1.17464 118 0.741627 168 -1.15264
19 -2.18445 69 -1.30987 119 -0.47774 169 -1.1354
20 -3.19236 70 0.755576 120 -0.40174 170 -0.73511
21 0.15647 71 1.597824 121 -0.29644 171 0.340506
22 -0.72915 72 1.620248 122 0.441823 172 1.00552
23 -0.34785 73 1.587413 123 0.061103 173 -0.55129
24 0.488835 74 1.962406 124 -0.91775 174 -0.72268
25 1.080288 75 0.781846 125 -0.94985 175 -0.41417
26 -0.2982 76 0.523954 126 0.499058 176 -0.55667
27 -0.25597 77 0.081627 127 0.130012 177 1.471087
28 -0.13098 78 0.09891 128 -0.33496 178 0.189224
29 -1.08272 79 0.140689 129 -0.39542 179 0.986735
30 -0.99446 80 -0.05444 130 -0.73472 180 -2.10202
31 -2.03101 81 -0.40066 131 0.631451 181 -1.32373
32 -1.25228 82 0.51645 132 -0.50707 182 -1.69765
33 0.133639 83 0.782374 133 0.34862 183 -1.14272
34 0.58047 84 0.25621 134 1.412373 184 -0.99883
35 -0.10491 85 0.534528 135 0.726068 185 -2.83799
36 -0.61895 86 0.829513 136 1.317978 186 0.027821
37 -2.19217 87 2.379966 137 1.121857 187 1.322811
38 -1.47025 88 2.108779 138 0.823444 188 -0.06094
102

39 -0.1065 89 1.249621 139 -0.03779 189 -2.22459
40 -1.2548 90 1.284015 140 -0.49521 190 -2.14333
41 0.013029 91 1.53673 141 -0.12607 191 -3.26861
42 -1.18827 92 -0.95676 142 0.014162 192 -2.09877
43 -1.87904 93 0.289513 143 -0.30447 193 -0.11912
44 -1.11234 94 -0.62567 144 0.514981 194 0.14883
45 -1.49584 95 -0.64891 145 0.900922 195 0.117868
46 -1.22735 96 -0.28228 146 -0.41698 196 -1.35316
47 -1.10951 97 -0.47401 147 -0.6061 197 -0.6976
48 -0.76417 98 0.525477 148 -2.31314 198 -1.34404
49 -1.55756 99 0.351904 149 -0.72992 199 -0.45724
50 -0.61921 100 -0.9222 150 -2.2447 200 -0.16782


103

Lampiran 2. Data nonstasioner dibangkitkan dengan R
No Data No Data No Data No Data
1 0.00000 51 27.78071 101 36.82453 151 49.98817
2 1.23149 52 28.18003 102 38.46551 152 51.15502
3 1.99293 53 29.76834 103 39.08534 153 53.33643
4 2.85765 54 29.96729 104 39.56957 154 53.85263
5 4.43941 55 28.68357 105 38.96747 155 57.34904
6 6.71914 56 27.15091 106 38.23934 156 59.84431
7 9.34915 57 25.64530 107 37.75523 157 59.75796
8 12.35605 58 25.43939 108 36.45552 158 58.56811
9 14.90074 59 25.20931 109 37.06241 159 57.48076
10 16.47757 60 26.20443 110 37.11924 160 57.96261
11 17.81377 61 26.45852 111 36.13723 161 59.99699
12 17.94000 62 27.22826 112 36.99600 162 60.67527
13 17.93371 63 26.82185 113 39.45124 163 58.87302
14 18.82456 64 24.51607 114 41.41448 164 56.82774
15 19.40115 65 22.87127 115 41.56100 165 55.52690
16 19.95227 66 21.34925 116 42.23998 166 54.95328
17 21.01244 67 19.92175 117 42.58442 167 55.56305
18 19.74537 68 19.40272 118 42.88401 168 54.63409
19 19.55154 69 19.84405 119 43.87005 169 55.24025
20 21.33620 70 20.49101 120 46.91697 170 55.67248
21 23.74898 71 21.07946 121 48.22526 171 56.07487
22 24.04257 72 21.55043 122 48.93163 172 57.25601
23 24.70776 73 23.81720 123 50.98531 173 56.81941
24 23.84537 74 23.01167 124 52.70251 174 55.06574
25 23.46244 75 23.21281 125 53.17442 175 54.73079
26 23.37616 76 23.57538 126 55.82531 176 54.36575
27 22.99734 77 23.90711 127 57.45412 177 52.51774
28 21.65253 78 23.84685 128 57.83248 178 49.42875
29 22.11586 79 23.88777 129 57.16563 179 48.96195
30 21.38853 80 24.70467 130 57.02908 180 47.84738
31 21.77966 81 24.50570 131 59.40272 181 47.17484
32 22.34644 82 24.88398 132 60.20004 182 46.90355
33 22.96527 83 26.07768 133 58.70647 183 48.51363
34 26.98597 84 24.94807 134 58.46835 184 49.46037
35 29.37732 85 23.61010 135 60.77177 185 49.02587
36 29.41520 86 23.61856 136 61.41233 186 49.27942
37 28.34353 87 22.58378 137 60.76000 187 48.26200
38 26.59156 88 23.00251 138 60.22359 188 48.25197
39 24.71140 89 26.22383 139 59.64154 189 46.69165
40 25.09625 90 28.21873 140 58.47220 190 44.73619
104

41 25.75183 91 28.03737 141 58.57485 191 44.06513
42 24.65842 92 28.13541 142 58.41805 192 42.92019
43 24.09228 93 28.62480 143 59.53407 193 42.76935
44 24.23662 94 28.74661 144 60.96780 194 42.63155
45 27.83697 95 30.10318 145 59.87651 195 42.97618
46 29.92448 96 32.14477 146 60.00926 196 41.21424
47 29.77743 97 33.57281 147 58.64482 197 40.21797
48 29.12869 98 34.61673 148 56.43775 198 38.40924
49 28.34327 99 35.38212 149 54.17418 199 39.07142
50 27.72245 100 36.44977 150 52.34925 200 38.06141


105

Lampiran 3. Data harga minyak kelapa sawit Indonesia
No. Data No. Data No. Data No. Data
1 4245 251 4490 501 8025 751 7300
2 4245 252 4490 502 8025 752 7200
3 4215 253 4505 503 8025 753 7185
4 4230 254 4480 504 8175 754 7330
5 4185 255 4760 505 8000 755 7650
6 4190 256 4865 506 8000 756 7565
7 4210 257 4800 507 8000 757 7435
8 4205 258 4835 508 8100 758 7270
9 4240 259 4810 509 8100 759 7250
10 4240 260 4830 510 8200 760 7310
11 4220 261 4925 511 8200 761 7410
12 4210 262 4940 512 8000 762 7155
13 4230 263 4930 513 7800 763 7155
14 4210 264 4975 514 7750 764 7035
15 4190 265 5035 515 7750 765 7030
16 4190 266 5050 516 7850 766 6985
17 4215 267 4865 517 7900 767 6825
18 4220 268 4790 518 7900 768 6700
19 4260 269 4835 519 7900 769 6960
20 4275 270 4795 520 7900 770 6610
21 4350 271 4710 521 7750 771 6425
22 4340 272 4715 522 7750 772 6620
23 4355 273 4665 523 7750 773 6250
24 4390 274 4700 524 7800 774 6140
25 4400 275 4735 525 7800 775 6240
26 4440 276 4760 526 7825 776 6515
27 4500 277 4700 527 7820 777 6760
28 4500 278 4690 528 7815 778 6770
29 4480 279 4715 529 7800 779 6590
30 4590 280 4735 530 7800 780 6535
31 4625 281 4715 531 7785 781 6135
32 4540 282 4680 532 7815 782 5950
33 4565 283 4680 533 7840 783 5915
34 4570 284 4645 534 7850 784 5685
35 4570 285 4680 535 7835 785 5660
36 4585 286 4655 536 7835 786 5480
37 4560 287 4660 537 7800 787 5645
38 4515 288 4675 538 7800 788 5540
39 4415 289 4625 539 7800 789 5190
40 4450 290 4610 540 7800 790 5125
106

41 4445 291 4610 541 7800 791 5125
42 4435 292 4600 542 7800 792 5150
43 4495 293 4575 543 7800 793 5075
44 4520 294 4600 544 7800 794 4925
45 4530 295 4645 545 7600 795 4825
46 4550 296 4630 546 7300 796 4775
47 4610 297 4630 547 7300 797 4870
48 4610 298 4595 548 7300 798 4870
49 4610 299 4555 549 7300 799 5100
50 4680 300 4565 550 7300 800 5100
51 4700 301 4560 551 7300 801 5225
52 4675 302 4575 552 7300 802 5470
53 4675 303 4595 553 7300 803 5730
54 4810 304 4605 554 7300 804 5710
55 4775 305 4610 555 7600 805 5680
56 4660 306 4640 556 7600 806 5750
57 4695 307 4660 557 7600 807 5770
58 4650 308 4645 558 7600 808 5770
59 4625 309 4690 559 7600 809 5830
60 4630 310 4690 560 7600 810 5725
61 4610 311 4700 561 7600 811 5650
62 4610 312 4850 562 7600 812 5520
63 4590 313 4790 563 7600 813 5540
64 4575 314 4850 564 7600 814 5660
65 4565 315 4940 565 7600 815 5720
66 4515 316 4860 566 7600 816 5800
67 4480 317 4900 567 7600 817 6100
68 4440 318 4875 568 7775 818 6135
69 4390 319 4890 569 7775 819 6320
70 4400 320 4915 570 7775 820 6580
71 4385 321 4890 571 7775 821 6570
72 4430 322 4900 572 7675 822 6475
73 4470 323 4900 573 7675 823 6500
74 4470 324 4980 574 7675 824 6095
75 4525 325 4990 575 7760 825 5960
76 4425 326 4995 576 7790 826 5985
77 4415 327 5150 577 7790 827 5890
78 4420 328 5250 578 7790 828 5895
79 4380 329 5250 579 7790 829 6045
80 4375 330 5225 580 7790 830 5925
81 4360 331 5250 581 7790 831 5900
82 4350 332 5425 582 7790 832 5855
83 4340 333 5400 583 7790 833 5760
107

84 4335 334 5350 584 7790 834 5735
85 4285 335 5475 585 7790 835 5760
86 4295 336 5400 586 7790 836 5815
87 4270 337 5330 587 7790 837 5750
88 4300 338 5300 588 7790 838 6080
89 4205 339 5375 589 7590 839 6460
90 4180 340 5340 590 7605 840 6800
91 4140 341 5395 591 7650 841 7020
92 4100 342 5450 592 7650 842 6810
93 4095 343 5485 593 7670 843 6785
94 4120 344 5505 594 7715 844 6800
95 4145 345 5495 595 7760 845 6785
96 4105 346 5515 596 8330 846 6785
97 4050 347 5450 597 8330 847 6665
98 4010 348 5500 598 8375 848 6455
99 4030 349 5510 599 8510 849 6655
100 4025 350 5525 600 8600 850 6620
101 4045 351 5550 601 8590 851 6560
102 4025 352 5650 602 8665 852 6620
103 4055 353 5700 603 8765 853 6680
104 4055 354 5950 604 9250 854 6710
105 4055 355 5950 605 9545 855 6710
106 4045 356 5955 606 9390 856 6645
107 4075 357 5925 607 9295 857 6620
108 4070 358 5875 608 9385 858 6780
109 4080 359 5875 609 9280 859 6775
110 4080 360 5900 610 9000 860 6750
111 4100 361 5910 611 8955 861 7030
112 4120 362 5890 612 8900 862 7285
113 4130 363 5900 613 9055 863 7435
114 4180 364 5930 614 9025 864 7555
115 4195 365 5940 615 9035 865 8030
116 4150 366 5880 616 9105 866 8040
117 4130 367 5820 617 9050 867 8050
118 4035 368 5820 618 8975 868 7930
119 4015 369 5815 619 9095 869 7810
120 3995 370 5800 620 9345 870 7475
121 4025 371 5775 621 9355 871 7260
122 4060 372 5765 622 9380 872 7305
123 4110 373 5765 623 9550 873 7375
124 4085 374 5765 624 9505 874 7430
125 4100 375 5700 625 9500 875 7510
126 4095 376 5700 626 9590 876 7600
108

127 4115 377 5730 627 9670 877 7580
128 4110 378 5730 628 9780 878 7450
129 4115 379 5730 629 10005 879 7410
130 4140 380 5850 630 10020 880 7445
131 4140 381 5850 631 10150 881 7550
132 4200 382 5850 632 10345 882 7555
133 4185 383 5780 633 10630 883 7705
134 4180 384 5800 634 10910 884 7810
135 4150 385 5800 635 10875 885 7705
136 4155 386 5770 636 10900 886 7720
137 4140 387 5795 637 11020 887 7700
138 4125 388 5795 638 12020 888 7710
139 4165 389 5850 639 12640 889 7710
140 4160 390 5850 640 12480 890 7710
141 4175 391 5850 641 12010 891 7730
142 4215 392 5850 642 10800 892 7815
143 4250 393 5860 643 10750 893 7815
144 4285 394 5860 644 11040 894 7760
145 4275 395 5890 645 10990 895 7970
146 4275 396 5890 646 10970 896 7620
147 4275 397 5890 647 10500 897 7560
148 4275 398 5885 648 10000 898 7700
149 4275 399 5870 649 9820 899 7835
150 4320 400 5860 650 9500 900 7890
151 4340 401 5860 651 9600 901 7915
152 4335 402 5860 652 9810 902 7885
153 4325 403 5900 653 9855 903 7950
154 4305 404 5900 654 9855 904 8270
155 4315 405 5950 655 9445 905 8260
156 4300 406 6005 656 8800 906 8460
157 4310 407 6000 657 8925 907 8385
158 4300 408 6000 658 9080 908 8350
159 4305 409 5990 659 9020 909 8400
160 4275 410 6025 660 9140 910 8345
161 4240 411 6020 661 9325 911 8345
162 4220 412 6025 662 9330 912 8370
163 4185 413 6100 663 9440 913 8655
164 4220 414 6100 664 9660 914 8675
165 4205 415 6110 665 9645 915 8540
166 4160 416 6220 666 9900 916 8405
167 4135 417 6325 667 10080 917 8420
168 4130 418 6425 668 10065 918 8595
169 4120 419 6425 669 10025 919 8840
109

170 4120 420 6475 670 9950 920 8890
171 4135 421 6525 671 9900 921 8785
172 4090 422 6550 672 10045 922 8800
173 4115 423 6675 673 10110 923 8830
174 4065 424 6700 674 9955 924 8835
175 4060 425 6910 675 9930 925 8800
176 4030 426 6900 676 9980 926 8760
177 4035 427 6940 677 9865 927 8800
178 4045 428 7160 678 9855 928 8635
179 4090 429 7000 679 9940 929 8455
180 4090 430 6950 680 9960 930 8400
181 4090 431 7025 681 9970 931 8415
182 4090 432 7025 682 9995 932 8240
183 4125 433 7025 683 10080 933 8090
184 4165 434 7025 684 10375 934 7850
185 4170 435 6945 685 10290 935 7790
186 4140 436 6975 686 10340 936 7810
187 4190 437 7060 687 10340 937 7840
188 4175 438 7160 688 10165 938 8245
189 4170 439 7160 689 10260 939 8325
190 4140 440 7150 690 10260 940 8195
191 4165 441 7100 691 10285 941 8010
192 4160 442 7100 692 10285 942 7980
193 4125 443 6925 693 10375 943 7835
194 4105 444 6850 694 10400 944 7730
195 4105 445 6805 695 10310 945 7725
196 4075 446 6810 696 10215 946 7700
197 4085 447 6855 697 10050 947 7705
198 4025 448 7150 698 10020 948 7635
199 4015 449 7200 699 10000 949 7535
200 4025 450 7100 700 9930 950 7540
201 4075 451 7100 701 9810 951 7470
202 4225 452 7100 702 9905 952 7280
203 4210 453 7100 703 10060 953 7215
204 4180 454 7120 704 10030 954 7045
205 4165 455 7200 705 9790 955 7170
206 4165 456 7450 706 9925 956 7170
207 4175 457 7400 707 9900 957 7170
208 4165 458 7400 708 9705 958 7130
209 4190 459 7650 709 9760 959 7135
210 4165 460 7800 710 9600 960 7100
211 4160 461 8100 711 9520 961 7100
212 4180 462 8100 712 9390 962 7050
110

213 4170 463 8115 713 9310 963 6800
214 4170 464 8000 714 9250 964 6775
215 4170 465 7750 715 9190 965 6540
216 4185 466 8000 716 9250 966 6550
217 4200 467 7760 717 9270 967 6470
218 4240 468 7675 718 9330 968 6490
219 4220 469 7750 719 9305 969 6655
220 4230 470 7635 720 9335 970 6780
221 4235 471 7500 721 9335 971 6790
222 4235 472 7300 722 9335 972 6945
223 4225 473 7250 723 9320 973 6920
224 4205 474 7250 724 9180 974 6735
225 4210 475 7200 725 9000 975 6745
226 4210 476 7145 726 9110 976 6595
227 4210 477 6925 727 9100 977 6615
228 4230 478 7075 728 9170 978 6695
229 4240 479 7200 729 9150 979 6695
230 4240 480 7200 730 9105 980 6920
231 4230 481 7330 731 9115 981 7190
232 4240 482 7275 732 9060 982 7390
233 4265 483 7275 733 8960 983 7370
234 4250 484 7275 734 8830 984 7330
235 4255 485 7275 735 8810 985 7260
236 4250 486 7275 736 8630 986 7375
237 4265 487 7350 737 8620 987 7470
238 4280 488 7500 738 8590 988 7625
239 4295 489 7550 739 8510 989 7625
240 4285 490 7525 740 8380 990 7665
241 4295 491 7550 741 8275 991 7470
242 4290 492 7550 742 8125 992 7470
243 4270 493 7550 743 7875 993 7400
244 4360 494 7550 744 7640 994 7350
245 4465 495 7575 745 7650 995 7410
246 4435 496 7575 746 7730 996 7510
247 4375 497 7575 747 7605 997 7460
248 4470 498 7575 748 7605 998 7480
249 4445 499 7650 749 7410 999 7450
250 4465 500 8025 750 7595 1000 7450


111

Lampiran 4. Training dan Checking ANFIS menggunakan Matlab
(a) Pada data stasioner


(b) Pada data stasioner dengan outlier


(c) Pada data nonstasioner



112

(d) Pada data nonstasioner dengan outlier




113

Lampiran 5. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner berdasarkan jumlah
klaster
Input ANFIS
J umlah
Klaster
RMSE
Data Training
(in-sample)
Data Checking
(out-sample)
Z
t-1
2 1.1082 0.98531
3 1.1081 0.98798
4 1.1036 0.99479
5 1.1013 0.99357
6 1.1015 0.99142
7 1.0972 0.98394
8 1.0962 0.99334
9 1.0889 1.0022
10 1.0836 1.016
11 1.0804 1.0026
12 1.0566 1.0725
13 1.0523 1.1245
14 1.0533 1.0159
15 1.041 1.0293
16 1.0342 1.0539
17 1.0218 1.4365
18 1.0008 2.6026
19 0.98369 3.8182
20 0.97356 5.0954
Z
t-2
2 1.9097 1.6929
3 1.9077 1.7108
4 1.8948 1.7363
5 1.8844 1.7666
6 1.8831 1.7234
7 1.867 1.7208
8 1.8528 1.7669
9 1.8421 1.7314
10 1.8368 1.7735
11 1.8303 1.7584
12 1.8111 1.8218
13 1.7858 1.9985
14 1.7947 1.8678
15 1.7854 1.8695
16 1.7576 2.0384
17 1.7363 2.8235
18 1.6869 4.2929
19 1.6491 9.2765
20 1.6305 9.8844
Z
t-1
dan Z
t-2
[2 2] 0.93504 0.88399
[3 3] 0.87422 0.87855
[4 4] 0.78309 0.97496
[5 5] 0.75102 1.0959
[6 6] 0.64448 2.7453
[7 7] 0.58133 1.8532
[8 8] 0.56858 8.4622

114

Lampiran 6. Pelatihan ANFIS pada data nonstasioner dengan outlier
berdasarkan jumlah klaster
Input ANFIS
J umlah
Klaster
RMSE
Data Training
(in-sample)
Data Checking
(out-sample)
Z
t-1
2 1.9064 1.1176
3 1.8184 0.98518
4 1.7874 0.97589
5 1.7877 0.98012
6 1.7855 0.9738
7 1.771 0.96861
8 1.7732 0.97025
9 1.7593 0.99062
10 1.7535 0.963
11 1.7689 0.96907
12 1.7458 0.9744
13 1.756 0.97012
14 1.7265 0.96195
15 1.7301 0.97161
16 1.7414 0.97362
17 1.7177 0.9533
18 1.7169 0.96854
19 1.718 0.96206
20 1.6986 0.96751
Z
t-2
2 2.5885 1.851
3 2.5324 1.7227
4 2.5072 1.6969
5 2.4995 1.7167
6 2.4955 1.7493
7 2.4885 1.7724
8 2.4894 1.7699
9 2.4917 1.7276
10 2.4727 1.7095
11 2.4675 1.849
12 2.4361 1.7938
13 2.4477 1.7588
14 2.4484 1.7486
15 2.4221 1.7863
16 2.4227 1.8071
17 2.4085 1.7944
18 2.3657 1.8131
19 2.4296 1.8865
20 2.3714 1.8457
Z
t-1
dan Z
t-2
[2 2] 1.9359 0.89743
[3 3] 1.8813 0.90864
[4 4] 1.8476 0.93863
[5 5] 1.7117 1.1249
[6 6] 1.775 1.0448
[7 7] 1.6276 1.1661
[8 8] 1.6306 1.5858

115

Lampiran 7. Estimasi model ARIMA pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia
Model 1


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) 0.116629 0.144371 0.807843 0.4195
AR(3) 0.088114 0.145850 0.604143 0.5460
AR(8) -0.212626 0.159920 -1.329578 0.1842
MA(1) 0.025258 0.137139 0.184177 0.8539
MA(3) 0.030803 0.138883 0.221790 0.8246
MA(8) 0.410215 0.148805 2.756735 0.0060


R-squared 0.059078 Mean dependent var 8.400000
Adjusted R-squared 0.051158 S.D. dependent var 72.84654
S.E. of regression 70.95873 Akaike info criterion 11.37202
Sum squared resid 2990874. Schwarz criterion 11.41599
Log likelihood -3405.607 Durbin-Watson stat 1.971545



Model 2


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) -0.030963 0.160841 -0.192506 0.8474
AR(3) -0.177626 0.159118 -1.116315 0.2647
AR(8) 0.177328 0.042576 4.164995 0.0000
MA(1) 0.180674 0.157327 1.148396 0.2513
MA(3) 0.278644 0.155555 1.791285 0.0738


R-squared 0.047897 Mean dependent var 8.400000
Adjusted R-squared 0.041497 S.D. dependent var 72.84654
S.E. of regression 71.31907 Akaike info criterion 11.38050
Sum squared resid 3026414. Schwarz criterion 11.41714
Log likelihood -3409.151 Durbin-Watson stat 1.980723


Model 3


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) -0.226610 0.159917 -1.417041 0.1570
AR(3) 0.082799 0.043247 1.914573 0.0560
AR(8) 0.152650 0.041922 3.641247 0.0003
MA(1) 0.376534 0.156359 2.408143 0.0163


R-squared 0.042840 Mean dependent var 8.400000
Adjusted R-squared 0.038022 S.D. dependent var 72.84654
S.E. of regression 71.44823 Akaike info criterion 11.38247
116

Sum squared resid 3042491. Schwarz criterion 11.41178
Log likelihood -3410.740 Durbin-Watson stat 1.981840


Model 4


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) 0.143226 0.039978 3.582586 0.0004
AR(3) 0.092903 0.040084 2.317732 0.0208
AR(8) 0.147682 0.042625 3.464704 0.0006


R-squared 0.040384 Mean dependent var 8.400000
Adjusted R-squared 0.037169 S.D. dependent var 72.84654
S.E. of regression 71.47990 Akaike info criterion 11.38170
Sum squared resid 3050298. Schwarz criterion 11.40368
Log likelihood -3411.509 Durbin-Watson stat 1.980255


Model 5


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) 0.045567 0.145201 0.313819 0.7538
AR(3) -0.055754 0.145661 -0.382763 0.7020
MA(1) 0.109260 0.139118 0.785380 0.4325
MA(3) 0.168798 0.139799 1.207435 0.2277
MA(8) 0.207104 0.040435 5.121906 0.0000


R-squared 0.055313 Mean dependent var 8.347107
Adjusted R-squared 0.049015 S.D. dependent var 72.58869
S.E. of regression 70.78737 Akaike info criterion 11.36547
Sum squared resid 3006511. Schwarz criterion 11.40188
Log likelihood -3433.054 Durbin-Watson stat 1.993287



Model 6


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) 0.004742 0.244927 0.019361 0.9846
AR(3) 0.015660 0.239634 0.065351 0.9479
MA(1) 0.153288 0.241430 0.634917 0.5257
MA(3) 0.092041 0.239537 0.384244 0.7009


R-squared 0.022372 Mean dependent var 8.347107
Adjusted R-squared 0.017492 S.D. dependent var 72.58869
S.E. of regression 71.95104 Akaike info criterion 11.39644
Sum squared resid 3111348. Schwarz criterion 11.42556
117

Log likelihood -3443.423 Durbin-Watson stat 1.996066


Model 7


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) -0.055761 0.212965 -0.261833 0.7935
AR(3) 0.104747 0.041803 2.505729 0.0125
MA(1) 0.211741 0.209869 1.008921 0.3134


R-squared 0.022014 Mean dependent var 8.347107
Adjusted R-squared 0.018765 S.D. dependent var 72.58869
S.E. of regression 71.90440 Akaike info criterion 11.39350
Sum squared resid 3112486. Schwarz criterion 11.41534
Log likelihood -3443.533 Durbin-Watson stat 1.993134


Model 8


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) 0.151583 0.040104 3.779732 0.0002
AR(3) 0.101864 0.040206 2.533552 0.0115


R-squared 0.021018 Mean dependent var 8.347107
Adjusted R-squared 0.019394 S.D. dependent var 72.58869
S.E. of regression 71.88133 Akaike info criterion 11.39121
Sum squared resid 3115656. Schwarz criterion 11.40577
Log likelihood -3443.841 Durbin-Watson stat 1.986586


Model 9


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) 0.017292 0.142407 0.121427 0.9034
MA(1) 0.138466 0.136608 1.013605 0.3112
MA(3) 0.117300 0.039525 2.967726 0.0031
MA(8) 0.208484 0.040481 5.150168 0.0000


R-squared 0.055205 Mean dependent var 8.294893
Adjusted R-squared 0.050505 S.D. dependent var 72.48603
S.E. of regression 70.63186 Akaike info criterion 11.35941
Sum squared resid 3008283. Schwarz criterion 11.38846
Log likelihood -3443.580 Durbin-Watson stat 1.996953




118

Model 10


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) 0.019541 0.214761 0.090990 0.9275
MA(1) 0.138159 0.211413 0.653503 0.5137
MA(3) 0.108049 0.040896 2.642056 0.0085


R-squared 0.022398 Mean dependent var 8.294893
Adjusted R-squared 0.019161 S.D. dependent var 72.48603
S.E. of regression 71.78824 Akaike info criterion 11.39025
Sum squared resid 3112745. Schwarz criterion 11.41204
Log likelihood -3453.940 Durbin-Watson stat 1.996710




Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) -0.421524 0.188000 -2.242149 0.0253
MA(1) 0.569755 0.170458 3.342491 0.0009


R-squared 0.013350 Mean dependent var 8.294893
Adjusted R-squared 0.011720 S.D. dependent var 72.48603
S.E. of regression 72.06003 Akaike info criterion 11.39617
Sum squared resid 3141552. Schwarz criterion 11.41069
Log likelihood -3456.736 Durbin-Watson stat 1.964432



Model 12


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


AR(1) 0.153470 0.040211 3.816575 0.0001


R-squared 0.010664 Mean dependent var 8.294893
Adjusted R-squared 0.010664 S.D. dependent var 72.48603
S.E. of regression 72.09852 Akaike info criterion 11.39559
Sum squared resid 3150107. Schwarz criterion 11.40285
Log likelihood -3457.562 Durbin-Watson stat 1.995049


Model 13


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


MA(1) 0.157098 0.040456 3.883150 0.0001
MA(2) 0.001778 0.040980 0.043388 0.9654
MA(3) 0.107165 0.040597 2.639713 0.0085


R-squared 0.022350 Mean dependent var 8.281250
Adjusted R-squared 0.019118 S.D. dependent var 72.42708
119

S.E. of regression 71.73140 Akaike info criterion 11.38866
Sum squared resid 3112963. Schwarz criterion 11.41042
Log likelihood -3459.151 Durbin-Watson stat 1.995764


Model 14


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


MA(1) 0.158535 0.040716 3.893721 0.0001
MA(2) -0.010449 0.040780 -0.256224 0.7979


R-squared 0.011039 Mean dependent var 8.281250
Adjusted R-squared 0.009407 S.D. dependent var 72.42708
S.E. of regression 72.08560 Akaike info criterion 11.39687
Sum squared resid 3148978. Schwarz criterion 11.41138
Log likelihood -3462.648 Durbin-Watson stat 1.997570


Model 15


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


MA(1) 0.157840 0.040201 3.926294 0.0001


R-squared 0.010935 Mean dependent var 8.281250
Adjusted R-squared 0.010935 S.D. dependent var 72.42708
S.E. of regression 72.02999 Akaike info criterion 11.39369
Sum squared resid 3149310. Schwarz criterion 11.40094
Log likelihood -3462.680 Durbin-Watson stat 1.998544







120

Lampiran 8. Hasil pelatihan ANFIS pada data harga minyak kelapa sawit
Indonesia terhadap berbagai input
Model Input Klaster train check
1 Z
t-1
2 71.9794 174.1275

3 71.7975 184.1446

4 69.6406 321.8896

5 67.9605 820.8458
2 Z
t-2
2 108.655 281.5081

3 108.399 290.5379

4 102.382 649.3602

5 101.255 1315.707
3 Zt
-3
2 135.895 364.918

3 134.93 445.9722

4 126.78 790.7795

5 126.905 1490.547
4 Zt
-4
2 161.342 423.0863

3 160.12 534.0676

4 149.059 982.5748

5 149.52 1829.489
5 Z
t-8
2 233.541 631.2753

3 226.894 1048.946

4 212.812 2742.683

5 209.716 3770.676
6 Z
t-9
2 251.578 692.0357

3 245.86 1008.739

4 231.751 2787.451

5 227.899 4004.159
7 Z
t-1
, Z
t-2
[1 2] 71.4068 163.0193

[2 1] 71.3549 162.7756

[2 2] 70.8261 164.2049

[3 3] 66.2927 712.2799
8 Z
t-1
, Z
t-3
[1 2] 71.8227 167.1547

[2 1] 71.8031 167.3246

[2 2] 71.5638 181.0177

[3 3] 67.1962 2269.275
9 Z
t-1
, Z
t-4
[1 2] 71.6978 169.0786

[2 1] 71.6866 169.2221

[2 2] 71.4226 179.5513

[3 3] 67.2366 1653.23
10 Z
t-2
, Zt
-3
[1 2] 108.126 273.5539

[2 1] 108.05 273.5477

[2 2] 106.892 310.9909

[3 3] 97.1786 1461.888
11 Z
t-2
, Zt
-4
[1 2] 71.8227 167.1547

[2 1] 71.8031 167.3246

[2 2] 71.5638 181.0177

[3 3] 67.1962 2269.275
121

12 Zt
-3
, Zt
-4
[1 2] 134.943 352.7312

[2 1] 134.903 352.9037

[2 2] 133.17 440.5713

[3 3] 120.046 2412.441
13 Zt
-1
, Zt
-8
[1 2] 71.9905 168.4981

[2 1] 71.9497 169.106

[2 2] 71.6278 187.7469

[3 3] 68.1612 1092.998
14 Z
t-1
, Zt
-2
, Zt
-3
[1 1 2] 71.4387 163.2425

[1 2 1] 71.3915 162.926

[2 1 1] 71.399 163.1297

[2 2 2] 68.3642 223.7768
15 Z
t-1
, Zt
-3
, Zt
-8
[2 2 2] 69.4715 452.155

[3 3 3] 57.2662 132804.2

[4 4 4] 48.9148 1730242



122

Lampiran 9. Perintah pada Software

R (console):
dat a1=ar i ma. si m( 200, model =l i st ( ar =0. 5) )
pl ot ( dat a1)
dat a2=dat a1
dat a[ 101] =10
pl ot ( dat a2)
dat a3=ar i ma. si m( 200, model =l i st ( or der =c( 1, 1, 0) , ar 0. 5) )
pl ot ( dat a3)
dat a4=dat a3
dat a4[ 101] =35
pl ot ( dat a4)

Eviews (equation estimation):
Dat a1i n c ar ( 1)
Dat a2i n c ar ( 1)
Dat a3i ndi f f c ar ( 1)
Dat a4i ndi f f c ar ( 1)
Ol ei ni ndi f f c ar ( 1) ar ( 3) ar ( 8)

Matlab (command window):
si mul asi 1t r ai n=xl sr ead( si mul asi 1t r ai n. xl s ) ;
si mul asi 1check=xl sr ead( si mul asi 1check. xl s ) ;
si mul asi 2t r ai n=xl sr ead( si mul asi 2t r ai n. xl s ) ;
si mul asi 2check=xl sr ead( si mul asi 2check. xl s ) ;
si mul asi 3t r ai n=xl sr ead( si mul asi 3t r ai n. xl s ) ;
si mul asi 3check=xl sr ead( si mul asi 3check. xl s ) ;
si mul asi 4t r ai n=xl sr ead( si mul asi 4t r ai n. xl s ) ;
si mul asi 4check=xl sr ead( si mul asi 4check. xl s ) ;
ol ei n12t r ai n=xl sr ead( ol ei n12t r ai n ) ;
ol ei n12check=xl sr ead( ol ei n12check ) ;
anf i sedi t
123

f i sol ei n
out ol ei nt r ai n=eval f i s( ol ei n12t r ai n( : , 1: 2) , f i sol ei n) ;
out ol ei ncheck=eval f i s( ol ei n12check( : , 1: 2) , f i sol ei n) ;
dat aol ei n=xl sr ead( dat aol ei n. xl s ) ;
t 2=1: 1000;
i ndex4=3: 609;
i ndex5=610: 1000;
er r or t r ai n=dat aol ei n( i ndex4) - out ol ei nt r ai n;
er r or check=dat aol ei n( i ndex5) - out ol ei ncheck;
f i gur e( 1)
subpl ot ( 211)
pl ot ( t 2( i ndex4) , dat aol ei n( i ndex4) , b+ , t 2( i ndex4) , out ol
ei nt r ai n, r * ) ; l egend( Tar get , Out put , Locat i on , Sho
ut heast ) ; t i t l e( Dat a Tr ai ni ng )
subpl ot ( 212)
pl ot ( t 2( i ndex5) , dat aol ei n( i ndex5) , b+ , t 2( i ndex4) , out ol
ei ncheck, r * ) ; l egend( Tar get , Out put , Locat i on , Sho
ut heast ) ; t i t l e( Dat a Checki ng )
f i gur e( 2)
subpl ot ( 211)
pl ot ( t 2( i ndex4) , er r or t r ai n, r - ) ; t i t l e( RMSE Dat a
Tr ai ni ng )
subpl ot ( 212)
pl ot ( t 2( i ndex5) , er r or check, r - ) ; t i t l e( RMSE Dat a
Checki ng )

Anda mungkin juga menyukai