Anda di halaman 1dari 126

TIM PENYUSUN RANGKUMAN MATERI MATA KULAIH ALJABAR

LINEAR SEMESTER 1

1. Ade Hardiansyah 09.5859


2. Albert Purba 09.5869
3. Andi Nurul Ika wardani 09.5875
4. Ayuningtyas Hari Fristiana 09.5895
5. Chandra Ciputra 09.5905
6. Cinduane Gilang Frida Rahma 09.5908
7. Deny Kurniawan 09.5923
8. Dhoni Eko Wahyu 09.5931
9. Diah Wahyuni 09.5933
10. Dian Margahayu 09.5935
11. Dwithia 09.5946
12. Evy Octaviany 09.5960
13. Fahmi Rizal 09.5963
14. Fitri Andri Astuti 09.5979
15. Fitri Suciani 09.5983
16. Frisca Sopacua 09.5988
17. Henida Widyatama 09.5996
18. I Gusti Adyatma 09.6002
19. Ika Wahyu Pradipta 09.6004
20. Madonna Simatupang 09.6030
21. Maulana Faris 09.6037
22. Muhamad Khaikal 09.6063
23. Ni Putu Ria Pratiwi 09.6073
24. Oktya Putri Gitaningtyas 09.6084
25. Raisa Noor Maulida 09.6092
26. Rico Tantowi Putra 09.6104
27. Rini Sulistyowati 09.6110
28. Rizal Rahardiana 09.6178
29. Shelfia C. S. Rahayu 09.6131
30. Siectio Dicko 09.6133
31. Sohidin 09.6143
32. Sri Rosmadiyah Azma 09.6145
33. Sulistiadi 09.6149
34. Wahyu Tri Mularsih 09.6165
35. Yeri Ramadhani 09.6174
36. Yossi Adriati 09.6175
37. Yulia Vertina Napitupulu 09.6178

1
DAFTAR ISI

Cover..................................................................................................................... i
Tim Penyusun........................................................................................................ 1
Daftar Isi................................................................................................................ 3
Pendahuluan.......................................................................................................... 4

Bab I ...................................................................................................................... 5
Matriks
Bab II..................................................................................................................... 15
Vektor
Bab III.................................................................................................................... 29

2
Determinan Matriks
Bab IV................................................................................................................... 40
Invers Matriks
Bab V..................................................................................................................... 51
Rank Matriks
Bab VI.................................................................................................................... 60
Sistem Persamaan Linear
Bab VII.................................................................................................................. 76
Matriks Kebalikan Umum
Bab VIII................................................................................................................. 104
Matriks Kebalikan Bersyarat
Bab IX................................................................................................................... 114
Akar Ciri dan Vektor Ciri

PENDAHULUAN

A. Maksud

Penyusunan rangkuman materi mata kuliah Aljabar Linear yang telah disusun
ini di maksudkan sebagai tugas akhir semester ganjil bagi para mahasiswa STIS
tingkat I, untuk melengkapi segala aturan yang ada dalam kegiatan belajar-mengajar
di dalam kelas. Selain itu juga tugas yang telah disusun oleh mahasiswa/ mahasiswi
STIS kelas IC ini di maksudkan sebagai Nilai Terstruktur bagi mata kulaih Aljabar
Linear.

3
Dengan maksud tersebut, maka kami- mahasiswa/mahasiswi STIS Kelas IC-
menyusun Rangkuman Materi Aljabar Linear selama 1 semester ini dengan segenap
hati.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan Materi Aljabar Linear ini adalah sebagai
berikut:
1. Agar mahasiswa/ mahasisiwi dapat lebih memahami materi Aljabar Linear dari
awal semester hingga akhir semester.
2. Agar tersedia beberapa referensi catatan rangkuman mata kuliah Aljabar
Linear yang dapat di manfaatkan oleh mahasiswa lainnya.
3. Sebagai nilai terstruktur dari mata kuliah Aljabar Linear
Demikian tujuan dari penyusunan Rangkuman Materi Aljabar Linear selama
satu semester ini.

BAB I
MATRIKS

A Definisi
Kajian mengenai matriks, penyelesaian, serta penerapannya, merupakan salah
satu topik yang akan sering didiskusikan dalam persoalan aljabar linier. Matriks biasa
digunakan dalam penyelesaian suatu sistem persamaan linier dan berbagai masalah
mengenai vektor. Tak hanya itu, matriks juga dapat dijumpai melalui berbagai konteks
dalam kehidupan sehari-hari.

4
Salah satu fungsi suatu matriks adalah sebagai penyederhanaan suatu bentuk
informasi terutama mengenai data secara kuantitatif, tapi bisa juga terkombinasikan
dengan data kualitatif, misalnya daftar klasemen pertandingan, daftar harga barang,
daftar nilai murid sejumlah kelas, dll.

Definisi MATRIKS :bangun matematika yang berisi bilangan, fungsi, atau unsur-
unsur lain yang tersusun atas baris-baris dan kolom-kolom
sehingga membentuk suatu segi empat. Unsur-unsur di
dalam matriks disebut anggota matriks.

Berikut susunan umum sebuah matriks:


 a11 a12 ..... a1n 
a a 22 ..... a 2 n 
 21
Amxn     
 
    
a m1 am2 ..... a mn 

Subskrip “mxn” menyatakan ukuran matriks, yang disebut “ordo matriks”,


dengan m menyatakan jumlah baris dan “n” menyatakan jumlah kolom.
Notasi suatu matriks dinyatakan dengan huruf besar sedangkan huruf kecil
digunakan untuk menyatakan suatu besaran skalar atau juga elemen dari suatu
matriks. Anggota suatu matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j dinyatakan sebagai aij.
Notasi matriks dapat pula disertai tanda kurung siku [ ], kurung (), dan tanda
. Dan biasanya alfabet notasi matrik disamakn dengan alfabet anggota matriksnya.
Contoh:
A3x3= A adalah matriks berordo 3x3, mempunyai 3 baris dan 3 kolom.
1 1 1 a11  1 a12  1 a13  1
A  0 4 3 a 21  0 a 22  4 a 23  3
2 4 6 a31  2 a32  4 a33  6

B Operasi Matriks
1. Kesamaan Matriks

5
Dua buah matriks A dan B dikatakan sama jika dan hanya jika Aij= Bij untuk
setiap i dan j.
 b11 b12 
A=B=  
 b13 b 22 

A=B, jika dan hanya jika a21=b21, a12=b12,a22=b22


Contohnya:S
Tentukan x dan y jika diketahui dua matriks. Jika A=B
 1 x  2y
A=   B=
 2x  y  4 

Jawab:
 1 x  2y 1  6
A=B →   =  
 2x  y  4  8  4 

x- 2y= -6 .........(i)
2x+ y = 8..........(ii)
Kemudian buat eliminasi:
(i) x – 2y= -6 x2 2x – 4y = -12
(ii) 2x + y =8 x1 2x + y =8

-5y = -20
Y=4
Subtitusi y = 4 , ke persamaan (i):
x – 2y = -6
x – 2.4= -6
x – 8 = -6 + 8
x=2
jadi,dari kedua persamaan dapat di peroleh: x = 2 , dan y = 4

Terdapat beberapa sifat dari operasi ini, yaitu;


1. Jika A dan B adalah sembarang matriks, maka kemungkian adalah A=B atau
A≠B (sifat Determinatif)

2. Jika A semabarang matriks,maka A=A ( sifat Refreksive)


3. Jika A = B maka B = A ( sifat Symmetric)

6
4. Jika A = B dan B = C maka A = C (sifat Transitive)

2. Penjumlahan Matriks

Penjumlahan matriks merupakan elemen seletak atau bersesuaian yang dijumlahkan


dengan syarat: matriks yang dijumlahkan harus mempunyai ordo yang sama.
A = (aij)mxn B = (bij)mxn
A + B = ( aij+ bij ) = ( cij ) ,dimana C = cij
Contohnya:
3  z 5 
  + =
 2 3  z 

saja yang di Untuk di ketahui, hanya elemen –elemen yang korespondensi jumlahkan.
Sifat – sifat pada operasi ini,antara lain:
1. Komutatif ( A + B ) =( B + A )
2. Assosiatif ( A + B ) + C = A + ( B + C )
3. Berlaku hukum penghapusan A + B = A + C → A = B, dimana A = B
dinamakan hukum penghapusan untuk penjumlahan.

3. Pengurangan Matriks

Pengurangan matriks merupakan penjumlahan elemen – elemen seletak yang


bersesuaian dari matriks pertama dengan lawan dari matriks keduua dengan syarat
kedua matriks mempunyai ordo yang sama. Dalam hal ini, cara dan syarat – syaratnya
sama dengan penjumlahan matriks.
A – B → A+ (- B)
Contohnya :
A = , B =, -B =
3 5 3  9
A - B = A + (-B ) =   +   =
8 5 8  3 

4. Perkalian Matriks

Perkalian matriks dilakukan untuk mengalikan matriks dengan suatu bilangan


nyata,maka kita mengalikan setiap elemen matriks dengan bilangan itu. Atau perkalian
matriks bisa juga dikatakan sebagai dua buah matriks yang dapat dikalikan jika jumlah

7
kolom matriks yang dikalikan sama dengan jumlah baris matriks pengali dan di sebut
compormable.
A(mxn) x B(nxp)= C(mxp)
AB disebut compormable, dan BA tidak compormable.
Adapun banyak kolom matriks A = banyak kolom matriks B.
Baris C = baris matriks A, kolom matriks B = kolom matriks C.
Atau secara umum dapat dituliskan : Cij =
Sifat – sifatnya, antara lain:
1. Tidak komutatif : AB ≠ BA
2. A x B = 0, tidak harus A atau B sama dengan nol matriks.
3. Tidak berlaku hukum penghapusan : AB = BC ,dimana tidak harus B = C
4. Assosiatif, artinya (AB )C = A(BC)
5. Distributif ,artinya A(B + C ) = AB + BC

5. Perkalian Skalar dengan Matriks

Jika A = (aij) dan jika α adalah skalar,maka : αA = Aα = (αij )


a b
A =   → 2.A = A.2 =
c d 

Skalar matriks adalah matriks yang elemen –elemennya merupakan hasil kali antara
skalar dengan elemen- elemen matriks semula.
Adapun sifat-sifatnya yaitu:
1. I.A = A
2. (α + β)A = αA + βA
3. ( A + β)A = αA + βA
4. α (βA)= (αβ)A

Dimana, α dan β merupakan bilangan.

6. Operasi Elementer / Transformasi Elementer

Transformasi atau operasi elementer merupakan suatu operasi yang dilakukan pada
suatu matriks dasar dengan sedemikian rupa yang dilakukan dengan tujuan agar
matriks tersebut dapat digunakan untuk fungsi tertentu atau untuk mengubah jenis
suatu matriks dasarkedalam jenis matriks yang lain. Operasi ini merupakan salah satu
operasi matriks dasar yang akan banyak digunakan dalam berbagai penggunaan
matriks seperti mengubah suatu matriks dasar menjadi matriks identitas,matriks

8
hermit, dan biasanya diterapkan pada metode eliminasi yang akan diijelaskan pada
bab-bab berikutnya.
Operasi elemen dapat dilakukan dengan cara – cara berikut:
1. Menukarkan suatu baris dengan baris yang lain pada suatu matriks atau suatu
kolom dengan kolom yang lain pada suatu matriks, baik yang letaknya
berdekatan atau tidak.
Contohnya :
1 2 1 4
 
5 7 5 1  b1b 4
2  Pertukaran baris
3 3 3
 
0 0 1 0 

6 3 2 4 1
 
7 1 1 1 0  k 3 k 5
2  Pertukaran kolom
1 0 3 4
 
5 6 8 1 0 

2. Mengalikan semua elemen dari suatu kolom atau suatu baris sebuah matriks
dengan sebuah konstanta bukan nol.
Contohnya :

3. Menambahkan hasil kali semua elemen dalam suatu baris ke baris lainnya atau
hasil kali semua elemen dalam suatu kolom ke kolom lainnya.
Contohnya :

Keterangan :
© Baris ketiga ditambah dengan perkalian antara baris satu dengan bilangan (-
2)
© kolom pertama ditambah dengan perkalian antara kolom ketiga dengan
bilangan (-5)

Tidak semua cara diatas dapat selalu digunakan. Hal itu bergantung pada
syarat-syarat suatu metode serta kebutuhannya.

C Jenis – jenis matriks


1. Matriks Nol, yaitu matriks yang semua elemennya nol.
2. Matriks bujursangkar, yaitu matriks yang banyak barisnya sama dengan
kolomnya.
Contoh :

9
 2 3 4
 2 1  
A=   ; B=  7 1 2
 3 4  3 1 5
 

3. Matriks diagonal, yaitu matriks bujur sangkar yang semua elemen di luar
diagonal utamanya adalah nol.
Contoh :
1 0 0
2 0  
A =   ; B=  0 5 0
0 3 0 0 3 

4. Matriks Identitas, yaitu matriks diagonal yang semua elemen-elemen diagonal


utamanya adalah satu.
Contoh :
1 0 0
1 0  
A=   ; B=  0 1 0
0 1 0 0 1 

5. Transpose / perputaran suatu matriks


Suatu transpose dari matrik A adalah matriks yang semua elemenya sama
dengan matriks A, hanya bedanya baris diubah menjadi kolom atau sebaliknya.
3 1 5 3 8 9
   
A =8 3 0  A = 1
t 3 5
9 5 7  5 0 7 
 

D Latihan soal
1 Tunjukkan bahwa A adalah matriks idempotent!
1 3 5
 
A = 1 3 5
1 3 5 

2. Carilah harga X, Y, Z dan U bila:


x y x y  1 5 2  y
3  =   +  
z u  5 z  1  z 4 

3. Carilah matriks P sedemikian, sehingga AP=B, jika


1 3 5 13 
A=   dan B =  
1 2  4 10 

10
4. Diketahui matriks
 1 3 2 2 1  3
   
A=  2 0 7  dan B = 4 1 0 
 2 3 1  1 3 2 
  

Carilah:
a. 3A-B
b. (3A-B)(2B-A)

Jawaban
1 Syarat untuk matriks idempotent adalah
A2=AA=A
1 3 5  1 3 5
   
 1 3 5  1 3 5 =
1 3 5   1 3 5 
 

 1  3  (5)  3  (9)  15  5  (15)  25 


 
  1  (3)  5 3  9  (15) 5  15  ( 25) 
 1  3  (5)  3  (9)  15  5  (15)  25 

 1 3 5
 
= 1 3 5  terbukti
 1 3 5 

2. Jika
x y  x y  1 5 2  y
3   =  +  
z u   5 z  1 z 4 

Maka
3x  x  5
2x  5
(i)
5
x
2

3y  y  1  2  y
3y  2 y  3 (ii)
y3

3z  5  z
2z  5
(iii)
5
z
2

11
3u  z  1  4
5
3u  5
2
15
3u 
5
5
u
2
5 5 5
Jadi x = , y = 3, z = dan u =
2 2 2
2 misalkan matriks P adalah
 p1 p2  1 3  p1 p2  5 13 
  , maka    =  
 p3 p 4  1 2   p3 p 4  4 10 

 p1  3 p3 p2  p4  5 13 
 =  
 p1  2 p3 p 2  3 p 4  4 10 

Sehingga diperoleh persamaan:


p1  3 p3  5
p1  2 p3  4
p 2  3 p 4  13
p 2  2 p 4  10

Un tuk mencari p11 dan p21:


p1  3 p3  5
p1  2 p3  4

p3 =1
Maka p1  2
Untuk mencari p12 dan p22:
p 2  3 p 4  13
p 2  2 p 4  10

p4 = 3
Maka p 2  4
2 4
Jadi matiks P adalah :  
1 3 

4 a. Nilai dari 3A-B adalah:


 1 3 2 2 1  3   5 10 9
     
3 2 0 7 - 4 1 0 = 2 1 21
 2 1  1 2   1 
 3  3   7 6

b. Nilai dari (3A-B)(2B-A)


Pertama-tama cari nilai dari (2B-A):

12
2 1  3   1 3 2  5 5  8
     
24 1 0  - 2 0 7 =6 2  7
1 2   1   4 3 
 3   2 3 3

Jadi nilai dari (3A-B)(2B-A) adalah:


5 10 9 5 5  8  71 72  3
     
 2 1 21 6 2  7 =  88 51 54 
 7 6 1  4 3 3   5 50 17 
  

BAB II
VEKTOR

13
A. Pengertian Vektor
Secara geometris vector disajikan sebagai ruas garis berarah atau panah
dalam ruang berdimensi-2 dan ruang berdimensi-3. Arah panah menentukan arah
vector, dan panjang panah menentukan besarnya. Ekor dari panah tersebut disebut
titik pangkal vector, dan ujung panah disebut titik ujung vector.
Untuk menyatakan vector secara geometris sebagai sepotong garis berarah,
digunakan suatu sistem koordinat sebagai penunjuk untuk arahnya dan sebagai
skala untuk besarnya.
Simbol untuk menyatakan sebuah vector biasanya cetakan tebal, garis di atas
maupun garis dibawah.
B

A Gambar 1
Dari Gambar 1 titik pangkal v adalah A dan titk ujungnya adalah B maka
dapat dituliskan :
uuur
v = AB

B. Operasi Vektor
1. Penjumlahan dan pengurangan
a) Jika v dan w adalah dua vektor sembarangan, maka jumlah v + w adalah

vektor yang ditentukan sebagai berikut : letakkan w sedemikian hingga titik

pangkalnya bertautan dengan titik ujung v . Vektor v + w disajikan oleh

panah dari titik pangkal v ke titik ujung w (Gambar 2).

v + w w

v Gambar 2
Resultan v + w diperoleh dengan hukum jajar genjang, yaitu v dan w adalah

diagonal dari jajar genjang yang mempunyai sisi-sisi v dan w .

14
b) Jika v adalah sembarang vektor tak nol, maka - v (negatif dari v ),

didefinisikan sebagai vektor yang besarnya sama dengan v tetapi arahnya


terbalik (Gambar 3).

-v Gambar 3
Sifat vektor ini : v + (- v ) = 0

Pengurangan vektor didefinisikan sebagai berikut:


“jika v dan w adalah dua vektor sembarangan, maka selisih dari w dari v
didefinisikan sebagai :

v - w = v + (- w )

v v- w
v- w v 

-w w w
Gambar 4

Untuk mendapatkan selisih v - w tanpa menyusun - w , posisikan v dan w

sehingga titik-titik pangkalnya berimpitan; vektor dari titik ujung w ke titik

ujung v adalah vektor v - w .

2. Perkalian dengan skalar

15
Definisi : Jika v adalah suatu vektor tak nol dan k adalah suatu bilangan real tak

nol (skalar), maka hasil kali k v didefinisikan sebagai vektor yang panjangnya k

kali panjang v , arahnya sama dengan v jika k > 0 dan berlawanan arah dengan v

jika k < 0. Dan k v = 0 jika k = 0 atau v = 0.

Misalkan : suatu vektor v dikalikan dengan k = -1 dan k = 2, maka

v -v 2v

3. Perkalian Skalar antara Dua Vektor (Cross and Dot Product)

a) Cross Product

Jika diketahui vektor u = (u1, u2, u3) dan vektor v = (v1, v2, v3), maka cross

product dari u x v adalah vektor yang didefinisikan sebagai :

u x v = (u2 v3 - u3 v2 , u3 v1 - u1 v3 , u1 v2 - u2 v1)

Kedua vektor di atas diubah ke dalam bentuk matriks 2 x 3 :

�u1 u2 u3 �
� �
�v1 v2 v3 �

Dalam bentuk determinan didefinisikan sebagai berikut :

�u2 u3 u1 u3 u1 u2 �
u x v = �v ; ; �
�2 v3 v1 v3 v1 v2 �

16
b) Dot Product

Jika diketahui vektor u = (u1, u2, u3) dan vektor v = (v1, v2, v3), vektor u

diubah menjadi matrik 1 x 3 (u1, u2, u3), dan vektor v diubah menjadi matriks

�v1 �
� �
3 x 1. �v2 �
�v �
�3 �

Maka :

�v1 �
� �
u . v = (u1 u2 u3) �v2 �
�v �
�3 �

= u1v1 + u2v2 + u3v3

C. Panjang Suatu Vektor

Panjang suatu vektor u dinyatakan sebagai u . Panjang suatu vektor u =

( u1 u2 ) dalam ruang berdimensi 2 adalah:

u  u12  u2 2

Jika u = ( u1 u2 u3 ) adalah vektor berdimensi 3, maka:

u  u12  u2 2  u32

Suatu vektor dengan panjang 1 disebut vektor satuan.

17
Contoh Soal dan Penyelesaian :

1. u = (3, 2) v = (4, 6) w = (6, 8)

p = (4, 2, 8) q = (3, 4, 1) r = (2, 4, 6)

Carilah :

a. u + w d. p + r

b. v + w e. p + q

c. u + v + w f. p + q + r

Penyelesaian:

a. u + w = (3+6, 2+8) = (9, 10)

b. v + w = (4+6, 6+8) = (10, 14)

c. u + v + w = (3+4+6, 2+6+8) = (13, 16)

d. p + r = (4+2, 8+6) = (6, 14)

e. p + q = (4+3, 2+4) = (7, 6)

f. p + q + r = (4+3+2, 2+4+4, 8+1+6) = (9, 10, 15)

2. Jika a = (1, 3, -2) dan b = (4, -2, 4) maka hitunglah:

a. a. b c. (2 a + b ) . ( a - 2 b )

b. 3 a . 2 b d. ( a + b ) . ( a - b )

Penyelesaian:

18
�4 �
� �
a. a . b = ( 1 3 2 ) �2 �= 4 – 6 – 8 = -10
�4 �
� �

�4 �
� �
b. 3 a . 2 b = 3 ( 1 3 2 ) .2 �2 �= 24 – 36 – 48 = -60
�4 �
� �

c. (2 a + b ) . ( a - 2 b )

2 a = 2 ( 1 3 2 ) = ( 2 6 4 )

2 b = 2 ( 4 2 4 ) = ( 8 4 8 )

(2 a + b ) = ( 6 4 0 )

( a - 2 b ) = ( 7 7 10 )

�7 �
� �
(2 a + b ) . ( a - 2 b ) = ( 6 4 0 ) �7 �= -42 + 28 = -14
�10 �
� �

d. ( a + b ) . ( a - b )

a + b = ( 5 1 2)

a - b = ( 3 5 6 )

�3 �
� �
( a + b ) . ( a - b ) = ( 5 1 2 ) �5 �= -22
�6 �
� �

19
3. Dik : a = 2i + 5j + k dan b = i – 2j – k

Tentukan :

a. a . b c. a . a

b. b . a d. b . b

Penyelesaian:

a = ( 2 5 1) b = ( 1 2 1)

�1 �
� �
a. a . b = ( 2 5 1) �2 �= 2 – 10 – 1 = -9
�1 �
� �

2
��
��
b. b . a = ( 1 2 1) ��
5 = 2 – 10 – 1 = -9
��
1
��

2
��
��
c. a . a = ( 2 5 1) ��
5 = 4 + 25 + 1 = 30
��
1
��

�1 �
� �
d. b . b = ( 1 2 1) �2 �= 1 + 4 + 1 = 6
�1 �
� �

4. Diketahui : p = ( 2 3 5 ) ; q = ( 1 4 6 ) ; r = ( 3 5 6 )

Carilah :

a. p x q c. ( p x q ) x r

b. q x r d. p x ( q x r )

20
Penyelesaian:

�3 5 2 5 2 3 �
a. p x q =� ; ; �= ( 2 7 5 )
�4 6 1 6 1 4 �

�4 6 1 6 1 4 �
b. q x r = � ; ; �= ( 6 12 7 )
�6 6 3 6 3 5 �

�7 5 2 5 2 7 �
c. ( p x q ) x r = � ; ; �= ( 67 27 11)
� 5 6 3 6 3 5 �

�3 5 2 5 2 3 �
d. p x ( q x r ) = � ; ; �= ( 81 16 42 )
�12 7 6 7 6 12 �

5. Jika u = ( x  y 6 2 z  1) dan v = ( 8 y x  z ) dan u = v

Carilah nilai x, y, z!

Penyelesaian:

u= v

�x  y � � 8 �
� �� �
� 6 �= � y �
�2 z  1� �x  z �
� �� �

Maka :

 y=6

x+y=8

x=8–y

x=8–6

x=2

21
 2z + 1 = x + z

2z + 1 = 2 + z

z=2–1

z=1

�x � ��
2
� � ��
jadi, �y �= ��
6
�z � ��
1
� � ��

6. Anggap u = ( 2 2 3) , v = ( 1 3 4 ) , w = ( 3 6 4 ) , hitunglah:

a. uv

b. u  v

c. 3u  5v  w

Penyelesaian:

a. u  v  ( 2  1 2  (3) 3  4 )  ( 3 5 7 )

uv = 32  (5)2  72  9  25  49  83

b. u = 22  (2) 2  32  4  4  9  17

v  12  (3) 2  42  1  9  16  26

u  v  17  26

c.

22
3u  3 ( 2 2 3)  ( 6 6 9 )
5v  5 ( 1 3 4 )  ( 5 15 20 )
3u  5v  w  ( 6  5  3 6  15  6 9  20  4 )  ( 4 15 15 )
3u  5v  w  42  152  (15) 2  16  225  225  466

7. Cari jarak antara P1 dan P2

a. P1 ( 3 4 ) , P2 ( 5 7 )

b. P1 ( 3 3 3) , P2 ( 6 0 3 )

Penyelesaian:

( 5  3)  ( 7  4)
2 2
a. P1 , P2 

= 4  9  13

( 6  3)  ( 0  3)  ( 3  3)
2 2 2
b. P1 , P2 

= 99  3 2

D. Jarak dan Sudut antara Dua Vektor

1. Jarak antara dua vektor


Jarak antara vector u = ( a1, a2, …, an ) dengan vector v = ( b1, b2, …., bn ) pada
Rn dinyatakan dan didefinisikan sebagai

Kita dapat menunjukkan bahwa definisi ini sesuai dengan masalah jarak yang
biasa pada bidang Eucllidean R3.

2. Sudut antara dua vektor

23
Sudut antara dua vektor-vektor bukan nol u, v, pada Rn didefinisikan sebagai

Definisi ini cukup jelas, karena sesuai ketidaksamaan Schwarz

Teorema: anggap u dan v adalah vektor-vektor dalam dalam ruang


berdimensi-2 atau berdimensi-3.
2
a. v.v = , yaitu = ( v.v )1/2
b. jika u dan v adalh vektor tak nol dan adalah sudut antara kedua vektor
tersebut, maka
α lancip jika dan hanya jika u.v > 0
α tumpul jika dan hanya jika u.v < 0
α =π/2 jika dan hanya jika u.v = 0
bukti: karena sudut α mmemenuhi 0 α π

Perhatikan bahwa jika u.v =0, maka = 90 ( atau = ). Maka ini bersesuaian

dengan definisi orthogonalitas.

Contoh Soal dan Penyelesaian:


1. Tentukanlah besar sudut yang dibentuk oleh vektor u = (1, -2, 3) dan v = (2, 4,
5)!
Penyelesaian:

Untuk memperoleh cos θ, di mana θ adalah sudut antara u dan v, kita


menghitung terlebih dahulu

Maka

24
Jadi besar sudut yang dibentuk oleh kedua vektor tersebut adalah (arc cos

2. Garis melalu titik A = ( 2, 4, -2) dan B + ( 4, 1, -1) sedangkan garis h melalui C


= (7, 0, 1) dan D = (8, 2, -1). Tentukan besar sudut antara garis g dan garis h!

Penyelesaian:
Garis g: = B – A = ( 2, -3, 1)

 = =

Garis h; = D –C = (1, 2, 3)

 | |=

Misal <(g,h) = maka

Cos =

Jadi = 120

E. Vektor Proyeksi

Pengertian:

b
c

Proyeksi vektor a pada vektor b adalah vektor c, sehingga vektor c disebut vektor
proyeksi dari vektor a pada vektor b. Di mana vektor c tersebut diperoleh dengan
menarik garis dari ujung-ujung vektor a tegak lurus ke vektor b.

25
Rumus:
a.b
Vektor proyeksi/ Proyeksi vektor: c  b 2 .b

a.b
Panjang proyeksi/ Proyeksi scalar: c  b

Contoh Soal dan Penyelesaian:

1) Diketahui titik-titik P(2,-3,0), Q(3,-1,2), dan R(4,-2,-1). Panjang proyeksi


vektor PQ pada vektor PR adalah…
Penyelesaian:

Misal vektor proyeksi vektor PQ pada vektor PR adalah a

maka, panjang proyeksi vektor PQ pada vektor PR adalah

2) Diketahui kubus OABC.DEFG. Jika = (1,0,0), = (0,1,0), dan


=(0,0,1), maka vektor proyeksi ke adalah….

G F
D E

C B

26
O A

Penyelesaian:

= + + = (1,1,1)

= + = (0,1,1)

Misal Vektor Proyeksi pada adalah

Maka

27
BAB III
DETERMINAN

A. Pengertian Determinan

Jika A adalah suatu matriks bujursangkar. Fungsi determinan dinyatakan det,


dan kita mendefinisikan det(A) sebagai jumlah semua hasil kali bertanda dari A.
Angka det(A) disebut determinan A. Dimana fungsi determinan itu sendiri merupakan
sutu fungsi bernilai real dari suatu peubah matriks dalam pengertian bahwa fungsi
tersebut menghubungkan suatu bilangan real f(x) dengan suatu matriks X. Sedang,
hasil kali bertanda merupakan hasil kali dasar dari suatu matriks A nxn yang diberi
makna pada setiap hasil kali dari n anggota dari A, yang dua diantaranya tidak ada
yang berasal dari baris atau kolom yang sama.

B. Sifat-sifat Determinan

Determinan memiliki beberapa sifat-sifat dasar yaitu sebagai berikut :


1. Nilai determinan suatu matriks tidak akan berubah meskipun sudah
mengalami operasi baris maupun kolom.
2. Determinan suatu matriks akan berubah tanda jika salah satu baris dalam
matriks tersbut ditukar dengan baris disebelahnya atau salah satu kolom lama
matriks itu ditukar dengan kolom disebelahnya.
3. Sebuah matriks yang memiliki sebuah baris nol atau sebuah kolom nol
akan memiliki determinan yang sama dengan nol .
4. Bila ada suatu matriks yang merupakan kelipatan dari baris lainnya maka
nilai determinannya sama dengan nol dan sama halnya dengan kolom.
5. Jika pada suatu matriks memiliki baris yang nilainya sama dengan baris
lainnya atau kolom yang nilainya sama dengan kolom lainnya, maka
determinan matriks tsb sama dengan nol.
6. Anggap A, B, dan C adalah matriks n x n yang berbeda hanya pada salah
satu barisnya, katakanlah baris ke-r, dan anggap baris ke-r dari C bias
diperoleh dengan menambahkan anggota-anggota yang berpadanan pada baris
ke-r dari A dan B. Maka det (C)akan sama dengan det (A) ditambah dengan
det (B). Begitu juga dengan kolom.

ae b f a b e f
 1 atau
c d c d c d

28
7. Suatu matriks A nxn memiliki sebuah baris atau kolom dimana pada nilai-
nilai pada sebuah baris atau kolom tsb bias dibagi oleh suatu konstanta maka
determinan matriks tersebut akan sama dengan konstanta itu dikalikan det(A).
ka kb a b
k
c d c d
8. Bila ada suatu matriks A adalah matriks segitiga atas atau matriks segitiga
bawah, maka determinan matriks tersebut akan sama dengan hasil kali
anggota-anggota pada diagonal utamanya.

C. Metode-metode untuk mencari nilai Determinan

Determinan suatu matriks dapat diperoleh dengan tiga metode yaitu


 Metode Sorus

 Metode Minor Kofaktor

 Metode Eliminasi

Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai ketiga penggunaan metode ini
1. Metode Sorus

Jika diketahui matriks A berukuran n �n , maka determinannya dapat diketahui dengan


menjumlahkan perkalian tiap elemen matriks yang berbeda, dimana tanda positif /
negatif bergantung kepada inversi dari susunan matrik.
Metode ini dikenal dengan sebutan metode Sorus
Diketahui matriks A berukuran 3 ×3
�a11 a12 a13 �
� �
A�a21 a22 a23 �
�a a32 a33 �
�31 �
Maka akan terdapat 3! = 3 × 2 × 1 = 6 susunan unsur matriks yang berbeda.
Tabel I

Penunjuk Baris Jumlah Tanda


a1 a2 a3 Inversi Inversi
1 2 3 0 +
Penunjuk Kolom

1 3 2 1 - Catatan : inversi adalah


2 1 3 1 -
2 3 1 2 + bilangan yang mendahului
3 1 2 2 +
29
3 2 1 3 -
bilangan yang lebih kecil. Contoh : 1 3 2, maka angka 3 mendahului angka 2. Tanda
Inversia akan positif jika jumlah inversi genap dan akan negatif jika jumlah inversi
ganjil.
A  ��a1i a2 j a3k

Nilai i,j dan k harus berbeda (lihat susunan tabel I)


Jika dikembalikan dalam bentuk matriks maka metode Sorus ini dapat dinyatakan
dengan menambahkan dua kolom di bagian kanan matriks A. Kemudian,kalikan
elemen matriks sepanjang diagonalnya. Hasil penjumlahan perkalian tersebut
berdasarkan tanda inversinya akan menghasilkan determinan matriks A
+ + +

a11
� a12 a13 �a11 a12

a21 a22 a23 �
� �a21 a22

a31
� a32 a33 �
�a31 a32
- - -

det(A) = a11a22a33 + a12a23a31 + a13a21a32 - a13a22a31 - a11a23a32 - a12a22a33


Metode Sorus biasanya dipakai sebatas matriks 3 × 3. Untuk matriks 4 × 4 akan lebih
rumit karena terdapat 4! susunan.
Untuk matriks 2 × 2
a b�

A�
c d�
� �
A  ad  bc

2. Metode Minor Kofaktor

Dari metode Sorus diperoleh


det(A) = a11a22a33 + a12a23a31 + a13a21a32 - a13a22a31 - a11a23a32 - a12a22a33
Kita dapat menyederhanakannya menjadi
A  a11 ( a22 a33  a23a32 )  a21 ( a12 a33  a13 a32 )  a31 ( a12 a23  a13 a22 )

Jika kita mengamatinya lebih lanjut a11 , a21 , dan a31 merupakan elemen dalam satu

kolom dan ( a22 a33  a23a32 ) , ( a12 a33  a13a32 ) , dan ( a12 a23  a13 a22 ) merupakan

submatriks A. a11 , a21 , dan a31 merupakan kofaktor dari matriks A sedangkan elemen

30
matriks yang tidak sebaris dan tidak sekolom dengan kofaktornya disebut mnor dari
kofaktor tersebut. Singkatnya metode minor kofaktor dapat dituliskan sebagai berikut
n

�( 1)
i j
det(A) = aij M ij
i 1

atau
n

det(A) = �( 1)
i j
aij M ij
j 1

3. Metode Eliminasi

Metode eliminasi merupakan pengembangan dari minor kofaktor . Langkahnya adalah


kita mengeliminasi elemen matriks yang akan menjadi kofaktor dari matriks tersebut
sehingga hanya ada satu elemen yang bukan nol dan hanya akan ada satu
perhitungan.
Contoh ilustrasi :
Jika terdapat sebuah matriks A dan sedemikian rupa dieliminasi dengan operasi baris
maupun kolom sehingga terbentuk menjadi matriks A1 atau dengan menjadikannya ke
dalam bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat matriks.
a b
� c�
� e f
A � 1
0 e f�
�� A  a
g h

0 g
� h�

Contoh Soal:
Carilah determinan dari matriks di bawah ini!
4 3 2
 1 
1. A = 2 1
1 2 2

Cara minor kofaktor


1 1 2 1 2 1
A =4 2 2
-3 1 2
+2 1 2
= 4.0 – 3.3 + 2.3 = -3

31
Cara sorus
4 3 2 4 3

A = 2 1 1  2 1

1 2 2 1 2

= (4.1.2) + (3.1.1) + (2.2.2) – (1.1.2) – (2.1.4) – (2.2.3) = -3


Cara eliminasi
4 3 2  4 3 2  4 3 2
 1   1  2  0 1 0
A = 2 1   2
b 3b1
1 b 2 b1
 
1 2 2  3 1 0   3 1 0

0 1
A = 3 1
= -3

1 2 3
 5
2. B = 2 0
 3 2 7 

Cara minor kofaktor


0 5 2 5 2 0
B =1 2 7
-2 3 7
+3 3 2
= 1.-10 – 2.-1 + 3.4 = 4

Cara sorus
1 2 3 1 2
 5 2 0
B = 2 0
 3 2 7  3 2
= 30 + 12 – 10 – 28 = 4

0 2 3
 2 3
3. A= 4
2 5 1

Metode Sorus ;
|A| = (0.-2.1)+(-2.3.2)+(3.4.5)-(3.-2.2)-(3.5.0)-(-2.4.1)
= 0 – 12 + 60 + 12 – 0 + 8
= 68
Metode Kofaktor Minor ;
2 3 4 3 4 2
|A|= 0  ( 2) 3
5 1 2 1 2 5

= 0 + (2)(4-6) + (3)(20+4)
= 0 – 4 + 72

32
= 68
Metode Eliminasi

0  2 3   4 0 0
4  2 3 b1.b2(1) 4  2 3  42
b 2.b 3( 3)
0 0
 17 0
    
 3 5 1
3 5 1  3 5 1
|A|= -4 x -17 x 1 (sesuai dengan sifat 3.2.8)
|A|= 68

 2 2 1 
  1
3. A =  2 5
 1 1 2 

a) Cara Sorus

2 2 1
2 5 1  (2.5.2) + ((-2).(-1).1) + (1.(-2).(-1) – (2.(-2).(-2)) – (1.5.1)- ((-1).(-
1 1 2

1).2)
= 20 + 2 + 2 – 8 – 5 - 2
=9

2 2 1
Jadi 2 5 1 9
1 1 2

b) Cara Minor Kofaktor

33
2 2 1
5 1 2 1 2 5
2 5 1  2 2 1
1 2 1 2 1 1
1 1 2

= 2((5.2) – ((-1).(-1))) + 2(((-2).2) – (1.(-1) )))- 1((-2).(-1) – (1.5))


= 2(10 -1) + 2((-4) + 1) + 1(2 – 5)
= 2.9 + 2(-3) + 1(-3)
= 18 – 6 – 3
=9
2 2 1
Jadi 2 5 1  9
1 1 2

c) Cara Eliminasi

 2  2 1  k1.k3(2)  0 0 1 
 2 5 1 k2.k3(2)  0 3 1
   
 1 1 2   3 3 2 

0 0 1
0 3
0 3 1 =1 = 1((0.3) – ((-3).3)) = 9
3 3
3 3 2

2 2 1
Jadi 2 5 1 9
1 1 2

1 1 1 1 
2 3 1  4
5. B
5 1 3  1
 
1 1 1  1

a) Cara Sorus
Matriks yang berukuran 4 x 4 tidak bisa langsung mencari determinan dengan cara
sorus harus menggunakan eliminasi terlebih dahulu baru kemudian menggunakan cara
minor kofaktor.

34
b) Cara Minor Kofaktor

1 1 1 1
3 1 4 2 1 4 2 3 4 2 3 1
2 3 1 4
1 1 3  1  15 3  1  15 1  1  15 1 3
5 1 3 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1

3 1 4
1 1 3 1 = (3.3.(-1) + (1.(-1).(-1) + ((-4).(-1).1) – ((-1).(-1).1) – ((-1).3.(-4)) (1.
1 1 1

(-1).3)

= -9 + 1 + 4 – 1 – 12 + 3
= -14
2 1 4
-1 5 3 1 = -((2.3.(-1) + (1.(-1).1 + ((-4).5.1) – ((-1).5.1) – (1.3.(-4)) – (1.(-
1 1 1

1).2))
= -(-6 – 1 – 20 + 5 + 12 + 2)
=8

2 3 4
15 1 1 = (2.(-1).(-1)) + (3.(-1).1) + ((-4).5(-1)) – ((-1).5.3) – (1.(-1).(-4)-((-
1 1 1

1).(-1).2)

= 2 – 3 + 20 + 15 - 4 – 2
= 28

2 3 1
15 1 3 = -((2.(-1).1) + (3.3.1) + (1.5.(-1)) – (1.5.3) – (1.(-1).1) – ((-1).3.2))
1 1 1

= -(-2 + 9 – 5 -15 +1 +6)


=6

35
1 1 1 1
2 3 1 4
Jadi  14  8  28  6  28
5 1 3 1
1 1 1 1

c) Cara Eliminasi

1 1 1 1 1 0 0 0
k 2.k1( 1)
2 3 1  4 kk34..kk19191010 2
 1  1  6
 
5  1 3  1 5  6  2  6
   
1  1 1  1 1  2 0  2
1 0 0 0
1 1 6
2 1 1 6
 1 6 2 6
5 6 2 6
2 0 2
1 2 0 2

= (1.(-2).(-2) + ((-1).(-6).(-2) + ((-6).(-6).0) – ((-2).(-6).(-1))


– ((-2).(-2).(-6)) – (0.(-6).1)
= 4 – 12 + 0 + 12 + 24 -0
= 28

1 1 1 1
2 3 1 4
Jadi  28
5 1 3 1
1 1 1 1

2 8 4�


2 5 1�
6. A  � �

4
� 10 1�

 Metode Sorus

36
2 8 4 �2 8

A�
2 5 1�
� �2 5
4 10 1�

� �410
1 4 )  (4 �2 �10)  ( ( 4 �5 �4 )  ( 2 ��
A  ( 2 �5 �1)  ( 8 �� 1 10 )  ( 8 �2 �1) )
 10  32  80  (80  20  16)
 102  84
 18

 Metode Minor Kofaktor

2 8 4�


2 5 1�
A� �

4
� 10 1�

Kolom satu menjadi kofaktor
5 1 8 4 8 4
A  ( 1)  ( 1) 2  ( 1) 4
11 2 1 31
2
10 1 10 1 5 1
 2(5  10)  2(8  40)  4 ( 8  20 )
 30  96  48
 18

 Metode Eliminasi

2 8 4�

A�
2 5 1�
� �
4 10 1�

� �

2 8 4�
� 2 8
� 4�
� � b 21( 1)
2 5 1 ����� �
0 3  3 �
� b 31( 2 ) � �

4
� 10  1�
� �
0
�  6  9 �

sehingga
3  3
A  ( 1)  2 �( 27  18 )  18
11
2
6 9

37
BAB IV
INVERS MATRIKS

A. Pengertian Invers Matriks


Jika A adalah sebuah matriks bujur sangkar berordo nxn dan I adalah sebuah
matriks identitas berordo nxn sedemikian hingga berlaku hubungan A.A-1= A-
1.
A=I, maka matriks A-1 disebut matrik invers dari A.
Suatu matriks akan mempunyai invers jika dan hanya jika matriks tersebut
merupakan matriks bujur sangkar dan matriks tersebut merupakan matriks non-
singular.

B. Pengertian Invers Matriks


Jika A dan B merupakan matriks yang non-singular, maka berlaku sifat:
1. (A.B)-1=B-1.A -1
2. (A-1)-1=A
3. Hasil kali 2 buah matriks yang non-singular tidak dapat berupa matriks nol.

38
C. Cara Mencari Invers Matriks

Metode Eliminasi

Metode ini dilakukan dengan cara mengolah matriks yang akan dicari
inversnya (kebalikannya) dan matriks identitas secara bersama-sama atau dengan kata
lain menggandeng matrik yang dicari inversnya dengan matriks identitas. Sehingga
matriks yang akan dicari identitasnya menjadi matriks identitas. Kemudian hasil
pengolahan matriks identitas merupakan inversnya (matrik kebalikannya).
AI I A 1
E1, E2, E3….Ep
Keterangan :
E = operasi baris atau kolom elementer. Apabila menggunakan operasi baris,
operasi baris semua, dan kolom, maka operasi kolom semua. Jangan dicampur antara
operasi kolom dan baris.

Contoh :
1 2 3
 
Jika diketahui A   2 1 4  , carilah Invers dari A dengan metode eliminasi!
3 4 5 

Jawaban :

1 2 31 0 0 1 2 3 1 0 0
  b 21( 2 )  
2 1 40 1 0 b 31( 3) 0 3 2 2 1 0  b
23( 1)

3  
 4 50 0 1

0
 2 4 3 0 1

1 2 3 1 0 0 
 
0 1 2 1 1  1
0 2 4 3 0 1 
 

39
 
1 0 7 3 2   1 0 7 3 2  1
  b 2 ( 1)
0 1 
b12 ( 2 )
b 32 ( 2 ) 0 1 2 1 1  1 1
1  2 1 1
  0
b 3(  )
  0
3  5 1 3
8
 0 8 5 2   0 1 
 8 4 8 

 11 1 37 
   
1 0 0 8 4 8 
b13( 7 ) 0 1 0 1 
1 7 
  
b 23( 2 )
4 2 4 
0 0 1 5 1 3 
 
 8 4 8 

A 1

 11 1 37 
  
 8 4 8   11 2  37 
Jadi, invers matrik A adalah 
1

1 7    2 4 7 .
1
 4  
2 4  8
 5 1 3   5 2 3 
 
 8 4 8 

Metode Adjoint

Jika A merupakan matriks bujur sangkar berordo n, maka setiap elemen dari matriks A
( misal a ij ) akan mempunyai kofaktor ( K ij ). Apabila semua kofaktor dihitung untuk
setiap elemen dari A, kemudian di bentuk suatu matriks K yang elemennya merupakan
kofaktor dari semua elemen matriks A, maka:

40
 K 11 K 12 ..... K 1n 
K K 22 ..... K 2 n 
K= 
21

 .. .. .. .. 
 
 K n1 K n2 .. K nn 

Matriks K inilah yang di sebut matriks kofaktor. Sedangkan adjoint dari matriks A
adalah transpose dari matriks kofaktor.

Teorema: Jika ada suatu matriks yang dapat di balik, maka


1
A 1  .adjo int A
A

Contoh :
1 2 3
 
Jika diketahui A   2 1 4  , carilah Invers dari A dengan metode eliminasi!
3 4 5 

Penyelesaian:

Metode adjoint

1 2 31 2
A  2 1 42 1  (5  24  24)  (20  16  9)  53  45  8
3 4 53 4

 1 4 2 4 2 1 
  
 4 5 3 5 3 4 
 11 2 5 
 2 3 1 3 1 2 
A*      2 4 2 
 4 5 3 5 3 4  
 5 2  3
 2 3 1 3 1 2  
 1 
 4 2 4 2 1 

 11 2 5 
Adjoint A= ( A )
* T
  2 4 2 
 5 2  3

1
A 1  .adjo int A
A

41
  11 2 5 
 11 2 5  8 8 8 
1  2 4 2 
=  2  4 2    
8  8 8 8 
 5 2  3  5 2  3
 8 8 8 
Metode Dolittle:

Contoh :
1 2 3
 
Jika diketahui A   2 1 4  , carilah Invers dari A dengan metode eliminasi!
3 4 5 

Penyelesaian:

1 2 3
 
A=  2 1 4
3 4 5
 

A|I

1
b2 (  )
1 2 31 0 0 b2 2b1
1 2 3 1 00 2
1 2 3 1 0 0 3
3
b3  b2 b3 ( )
b3 3b1
 2 1 4R0 1 0  0  3  2  2 1 0  0  3  2  2 1 0 T 
3 8

3 14 25 0 220 211  01 0 02  4  3 0 1 0 0 8 5 2 1


0 1
3 3 3
0 3 3 3
0 0 1 5 1 3
8 4 8
r t

1 2
 3
5  1
8  0 0    11 8 1 4 5 8 
A 1  t t .T   0  1 1   2 1 0    1  1 1 
 3 4    4 2 4
 0 0  3  3  5  2  5 1 3 
3   8
1
 8 4 8

42
SOAL-SOAL INVERS:

Latihan:
Carilah invers matriks-matriks berikut dengan metode eliminasi!
1 2 0 2
1 1 1  
  3 5 1 6
A  0 2 3 B
5 2 4 1 2
 5 1  
2

 0  7 11 

1. Metode Eliminasi

AI I A 1

1 1 11 0 0 1 1 1 1 0 0
    1
= 0 2 30 1 0  b   0
31( 5) 2 3 0 1 0  b
3(  )
4

5 5 10 0 1 0 0 4 5 0 1
   

 1 1 
  0 
 
1 1 11 0 0  1 1 0 4 4 
0  15 3  b 2( 1 )
0 
b13( 1)
  0 2 0  4 1
2 30 1 23( 3)
 5 1 b 4  
2

 0 0 1   0 0 1 5
 4
0
4 1
 0  
 4 4

 1 1   13 1 1
  0     
1 1 0 4 4  1 0 0 8 2 8
 0 1 0  15 1 3  
 0 1 0 
12 ( 1)
b
15 1 3 
 8 2 8   8 2 8 
0 0 1 5 1 0 0 1 5 1
 0    0  
 4 4  4 4

43
 13 1 1
   
 8 2 8
 15 1 3 
Jadi A-1 adalah   .
8 2 8 
 5 1
 0  
 4 4

.BI I B 1
E1, E2, E3….Ep

1 2 0 2 1 0 0 0
  b 21( 3)
3 5 1 6 0 1 0 0 b 31( 2 )
= 2 0  b 41( 2 )

2
1 1 2 0 0 1
 
 0 7 11 0 0 0 1 

1 2 0 2 1 0 0 0
 
0 1 1 0 3 1 0 0 b12 ( 2 )
0 b 42 ( 4 )
0 1 2 2 0 1 0   

0 4 7 7 2 0 0 1 

1 0 2 2 5 2 0 0
  b13( 2 )
0 1 1 0 3 1 0 0 b 23(1)
0 0 

0
0 1 2 2 0 1
 b 43( 3)

 0 3 7 10 4 0 1 

1 0 0 2 9 2 2 0 1 0 0 0 1 6 8 2
  b14 ( 2 )  
0 1 0 2 5 1 1 0 b 24 ( 2 ) 0 1 0 0 3 7 7 2
0 0  0 2 

0
0 1 2 2 0 1

b 34 ( 2 )
 0 1 0 6 8 7
 0 0 1 4 4 3 1  0
 0 0 1 4 4 3 1 

1 0 0 0 1 6 8 2 
 
b 2 ( 1)
0 1 0 0 3 7 7  2 .
 
8 2 
0
0 1 0 6 7
0 0 0 1 4 4 3 1 

44
 1 6 8 2 
 
-1  3 7 7  2
Jadi B adalah  .
6 8 7 2 
 
 4 4 3 1 

Latihan:
Carilah invers matriks-matriks berikut dengan metode Adjoint!
1 3 1 1
2 5 5 2 5 2 2
A   1 1 0 , B= 
1 3 8 9
 2 4 3  
1 3 2 2

Penyelesaian:

2 5 5
A  1 1 0  ( 6  0  20)  ( 15  0  10)  26  25  1
2 4 3

 1 0 1 0 1 1
  
 4 3 2 3 2 4 
 3 3  2
 5 5 2 5 2 5  
A*     = 5 4 2 
 4 3 2 3 2 4  
 5 5 3 
 5 5 2 5 2 5  
 1 
 0 1 0 1  1 

 3 5 5 
Adjoint A= ( A )   3  5
* T
4
  2 2 3 

1
A 1  .adjo int A
A

 3 5 5   3 5  5
1 
= 3 4  5   3 4 5 
1 
 2 2 3   2 2  3

Penyelesaian B:

45
1 3 1 1 1 3 1 1 1 3 1 1
2 B21(-2)
 5 2 2 0
 1 0 0B34(-7) 0
 1 0 0
B31(-1)
1 3 8 9 0 0 7 8 0 0 0 1
 B41(-1)    
1 3 2 2 0 0 1 1 0 0 1 1

1 3 0 1
K34(-1) 0 1 0 0

0 0 1 1
 
0 0 0 1

B  (1)(1)( 1)(1)  1

 5 2 2 2 2 2 2 5 2 2 5 2
 
 3 8 9 1 8 9 1 3 9 1 3 8
 3 2 2 1 2 2 1 3 2 1 3 2
 
 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 3 1 
 3 8 9 1 8 9 1 3 9 1 3 8   4 2 7 6 
  
3 2 2 1 2 2 1 3 2 1 3 2   3 1 0 0 
B*   
 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 3 1  0 0 1 1 
   
 5 2 2  2 2 2 2 5 2 2 5 2  1 0 8  7
 3 2 2 1 2 2 1 3 2 1 3 2
 
 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 3 1 
 5 2 2 2 2 2 2 5 2 2 5 2 
 
 3 8 9 1 8 9 1 3 9 1 3 8 

 4 8 0  1
 2 1 0 0 
Adjoint B= ( B ) 
* T
 7 0 1 8 
 
 6 0 1  7

1
B 1  .adjo int B
B

46
 4 3 0  1  4 3 0 1 
 1 0   2 1 0 
1 2 0 0
=  
1 7 0 1 8   7 0 1 8 
   
 6 0 1  7  6 0 1  7

Latihan:
Carilah invers matriks-matriks berikut dengan metode Dolittle!

 1 2 1 0
1 2 3  
   2 4 0 1
A=  2 1 4 B  
3 1 0 3 2
 4 5
 
 0

 1 2 3 

Metode Dolittle:

1 2 3
 
A=  2 1 4
3 4 5
 

A|I

1
b2 (  )
1 2 31 0 0 b2 2b1
1 2 31 00 2
1 2 3 1 0 0 3
3
b3  b2 b3 ( )
b3 3b1
 2R 1 4 0 1 0  0  3  2  2 1 0  0  3  2T  2 1 0  3 8

1 3 24 520 10 1 0 00  2  4  3 0 1 0 0 8 5  2 1
0 1 2 2
3 3
1
3
0 3 3 3
0 0 1 5 1 3
8 4 8
r t

1 2
 3
5  1
8  0 0    11 8 1 4 5 8 
A 1  t t .T   0  1 1   2 1 0    1  1 1 
 3 4    4 2 4
 0 0  3   5 3  2 3 1   5 1 3 
 8  8 4 8

47
1 2 1 01 0 0 0 12 1 0 1 0 00 1 2 1 0 1 0 0 0
2 4 0 10 1 0 0 bb32b21b1 0 0 2 1 2 1 0 0 b4 12b3 0 0 2 1 2 1 0 0
B I   
1 0 3 20 0 1 0 02 2 21 0 10 0 2 2 21 0 1 0
0 1 2 3 0 1 0 20 1 1 0 0 11 2 05 0 00 0 01 0 0 1 1 4 212 0 1 12 011 0 0 0
1
b4  b2 0 0 2 1 2 1 0 0 tukarb denganb 0 2 2 2 1 0 1 0
2   3
 2 
0 2 2 2 1 0 1 0 0 0 2 1 2 1 0 0
0 0 0 7 1 1 1 1 0 0 0 7 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2

R
T

1
b2  
2
1 1
b3  
2
2 1 0 1 0 0 0
1 1
0 2
b4   1 1 1 2 0 2
0
 7
0 0 1 1 1 1 0 0
2 2
0 0 0 1 1 1 1 2
7 7 7 7
r t

1

1
2
 1 1  1 0
7  0 0   25 7  1514 4 7 17 

0 0 1  1  1 0 1 0    15 4 1 1 
B t T 
1 t 2 7  14 7 14 7 
0 1 0 1   2 1 0 
0  4 1 4 1 
2 7   7 14 7 7

0 0 0 2  2
 1 1 1 1   1 1 1 2 
 7 2 2   7 7 7 7

48
BAB V
RANK MATRIK

Pengertian Rank Matriks

Rank dari suatu matriks Am x n, ditulis ρ(A) adalah suatu bilangan tunggal yang
dapat diketemukan dengan menghitung banyak maksimum dari baris-baris atau
kolom-kolom yang bebas linear.
Suatu matriks tak nol A berordo mxn adalah matriks dengan baris m dan
kolom n yang mempunyai rank r jika paling sedikit satu dari minor bujur sangkar r x r
tidak sama dengan nol, sedangkan sekapminor bujur sangkar (r+1)x(r+1), jika ada

49
adalah nol. Matriks nol disebut mempunyai rank 0. Rank matriks menunjukkan
jumlah baris atau kolom yang tak semua unsur dalam baris atau kolom tidak sama
dengan nol setelah dilakukan operasi elementer.
Metode mencari rank suatu matriks:
1. Transformasi Elementer/Eliminasi
Transformasi elementer pada suatu matriks tidak akan merubah ordo
atau ranknya.
a. Pertukaran baris ke-i dengan baris ke-j dinyatakan oleh Hij. Pertukaran
kolom ke-i dengan kolom ke-j dinyatakan oleh Kij.
b. Pertalian setiap elemen baris ke-i dengan suatu skalar k yang tidak nol,
dinyatakan oleh Hi(k).
Perkalian setaip elemen kolom ke-i dengan suatu skalar yang tidak nol,
dinyatakan oleh Ki(k).
c. Penambahan pada elemen-elemen baris ke-i dengan k kali elemen-elemen
padanannya dari baris ke-j dimana k suatu skalar dinyatakan oleh Hij(k).
Penambahan pada elemen-elemen kolom ke-i dengan k kali elemen-elemen
padanannya dari kolom ke j dimana k suatu skalar, dinyatakan oleh Kij(k).
Transformasi H disebut transformasi elementer baris/eliminasi baris,
transformasi k disebut transformasi elementer kolom/eliminasi kolom.

2. Determinan
 Matriks bujur sangkar Anxn disebut non-singular jika ranknya r=n, yaitu jika
IAI ≠ 0
 Matriks bujur sangkar Anxn disebut singular jika IAI = 0. Rank dari matriks
A ini adalah r < n, maka rank harus dicari lagi pada ordo di bawahnya,
yaitu ordo n-1.

Teorema-teorema:
1. Rank hasil kali matriks A dan Matriks B tidak dapat lebih besar dari
rank terkecil dari A, B.

50
r(AB) ≤ min [ r(A), r(B)]

�2 1�
� � 1 1�

Contoh : A�
1 2� B� � C=AB
� 1 1�

�4 2�

�2 1� 3 3�

� �
�1 1� � �
Sehingga matriks C  �
1 2�� � �3 3
� �
�1 1� � �
�4 2� 6 6�
� �
Berapa rank matriks A, B dan C ?
Untuk matriks A, jika kita ambil dua baris pertama dan dua kolom pertama,
maka kita dapat minor matrik sebagai berikut :
2 1�

A1  � det (A1) = 4 – 2 = 2
1 2�
� �
Det (A1) ≠ 0  rank A =2

1 1
B det (B) = 1-1 = 0
1 1
Jika kita ambil baris pertama dan kolom pertama, maka kita dapat minor
matriks sebagai berikut:
B1 = [1] det (B1) =1
Det (B1) ≠ 0  rank B1 = 2
C merupakan hasil kali dari matriks A dan matriks B maka rank dari matriks C
tidak dapat lebih besar dari rank terkecil matriks A, B yaitu rank C ≤ 1
3 3�
� b 21( 1)
3 3�
� k 21( 1)
3 0�
� 1 0�
k 1( 1 ) �
3
� �
3 3 �� � � �
0 0 �� � � �
0 0 �� � �
0 0�
� b 31( 2)


6
� 6 �
� �
0
� 0 �
� �
0
� 0 �
� �
0
� 0 �

2. Jika suatu matriks memiliki rank K dikalikan dengan suatu matriks non
singular, maka rank hasil kali kedua mariks tersebut adalah K.
Misalkan, kita mempunyai dua buah matriks dimana matriks A adalah
suatu matriks yang mempunyai rank k, dan matriks B adalah matriks non
singular, maka rank matriks A dikalikan matriks B sama dengan k.
Contoh:

51
�2 4� 1 2�

A� � B� �
�3 5� 3 4�

2 4 ��
� 1 2� �
14 20 �
C  A.B  � �� � �
3 5 ��
� 18 26 �
3 4� � �
Mencari rank (A) yaitu:
b 21(  ) 3 1
2 4 �k 21( 2) �
� 2 0� 2 0 �b1( 2 ) �
2 � 1 0�
A  � �� � �� � �0 1� Jadi rank A
3 5�
� 3 1�
� � 0 1�
� �b 2( 1) � �
=2
Mencari rank (C) yaitu:
14 20
C= det (C) = 364 – 360 = 4
18 26
Det (C) ≠ 0  rank C=2
Karena C merupakan hasil kali matriks A dan matriks B, dimana matriks B
adalah matriks nonsingular maka rank (C) sama dengan rank (A) yaitu 2.

CONTOH SOAL DAN PEMBAHASAN

I. Tentukan rank matriks-matriks berikut ini dengan kedua metode (metode


eliminasi dan determinan).
�4 1 2 � �2 4 2�
� � � �
1. A  �2 5 1� 4. D�
1 2 1�
�3 2 0� �3 6 3�
� � � �
�2 1 2 1 �
� �
3 1 2�
� 2 3 0 0�
2. B  � � 5. E �
�2 1 1� �
0 0 2 1�
� �
0 0 2 1�

1
� 0 0 0 0�
� � �1 0 2 �
�4 4 6 8 1� � �
0 1 1 �
3. C  �
9 0 1 2 0� 6. F �
� � �1 1 1 �
�3 0 0 4 0� � �
� �2 1 2 �
1
� 3 5 7 0�

52
II. Carilah range matrik di bawah ini dengan metode determinan
�3 4 2 7 � 1 2 1 3�

� � � �
6 14 9 13 � 2 1 1 2 �
7. G� 8. H �
�3 4 11 3 � �
1 1 2 1 �
� � � �
9 12 6 21 �
� �0 3 3 4�

PENYELESAIAN

SOAL I
�4 1 2 �
� �
1. A�2 5 1�
�3 2 0�
� �
a. Metode Eliminasi

4 1 2 � �
� 0 0 2 � 1 � 0 0 2 � 2 � 0 0 2 � 4 � 0 0 2 �
k 13(2) � �b 21( ) � �k 21(  ) � �b 23(  ) � �

A� �
2 5 1 �� � 4 5
1
1 �� �
2
4 5
1
0 �� �
3
4
17
0 �� �
3
0
17
0�
1 � 2 � � 2 � � 6 � � 6 �

3 2 0�
k 23( )
� � 2� 3
� 2 0� �

3
� 2 0� �

3 0
� 0� �

3 0
� 0��

b. Metode Determinan

4 1 2 0 0 2 1
0 0 2 2
0 0 2
b 21( ) k 21(  )
k 13( 2)
1 2 1 3 17
A 2 5 1 �1 4 5 1 � 4 5 0 � 4 0
k 23( )
2 2 6
IAI =3-2.217 0.3 = -17
2
3 2 0 3 2 0 3 0 0
6
Karena det A ≠ 0, IAI = -17 maka ρ(A) adalah penuh (r=n). Jadi rank matriks A=3.

3 1 2�

2. B�
1 1 1�
� �
a. Metode Eliminasi
3 1
� 2�b12( 1) 1
� 0 1�b 21( 1) 1
� 0 1�k 13( 1) 0
� 0 1�

1 1


1� � �
�2 1 �
1� � �
�1 1 �
0� � �
0
k 12( 1) � 1 0�

ρ(B) =

2
Jadi, ρ(B) = 2 dan merupakan rank baris penuh.
b. Metode Determinan

53
3 1
B1  det (B1) = 3 – 1 = 2
1 1
Jadi, rank (B1) = 2

1
� 0 0 0 0�
� �
�4 4 6 8 1�
3. C �
9 0 1 2 0�
� �
�3 0 0 4 0�

1 3 5 7 0�
� �
a. Metode Eliminasi
1
� 0 0 0 0� 1
� 0 0 1 0� 1
� 0 0 0 0 �
� �b 21( 4) �
� 1 �
4
� 4 6 8 1� 0
b 31( 9) �
4 6 8 1��
1 0
b 34(  ) �
4 6 8
� 1
b 53(  )
2 2

9 0 1 2 0 � 0
� � 0 1 2 0 �� � 0 0 1 0 0 �

3 � � 1
C= �
3
� 0 0 4

0�
b 41( 3) �
0
b 51( 1) � 0 0 4 0�
�b 42(  ) 0
4 �
0 0 4 0 � b 54(  )
4


1 3 5 7 0� �
0 3 5 7 0� �
0 0 1 1 3 �
� � � � � 2 4�

1
� 0 0 0 0 � 1
� 0 0 0 0 �

0 4 6 8 1 �� �
0 4 0 0 0 �
� b 23( 6) � �
� 0 �
0

0 1 0
� � �0
b 24( 2) �
0 1 0 0 � ρ(C) = 5

0
� 0 0 4 0 � 4 � 0 0 0 4 0 �
b 25( )
3

0 0 0 0 3 � �
0 0 0 0 3 �
� 4� � 4�

Jadi, rank matriks C =5


b. Metode Determinan

1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0
4 4 6 8 1 b 21( 4)
0 4 6 8 1 b 34( 
1
)
0 4 6 8 1 b 53( 
1
)
b 31( 9) 2 2
0 0 1 0 0
9 0 1 2 0 �
b 41( 3)
0 0 1 2 0 � 3
� 1
3 0 0 4 0 b 51( 1) 0 0 0 4 0 b 42(  )
4
0 0 0 4 0 b 54(  )
4

1 3 5 7 0 0 3 5 7 0 0 0 1 1 3
2 4
1 0 0 0 0
0 4 6 8 1
0 0 1 0 0 ICI = 1.4.1.4.(-¾) = -12
0 0 0 4 0
0 0 0 0 3
4

Karena determinan C ≠ 0, ICI= -12 maka rank matriks C adalah penuh (r=n). Jadi
rank matriks C = 5.

54
�2 4 2�
� �
4. D�
1 2 1�
�3 6 3�
� �
a. Metode Eliminasi
2 4
� 2 �k 31( 1) �
2 0 0� 2 0
b 21(  ) �
1 0�
2

1 2 �
1 �� � �
1 0 �
0 �� � �
0 0 0�
� � ρ(D)=1
k 21( 2) 3

3 6
� 3�� �
3 0
� 0�� 2 �
b 31(  )
0 0
� 0�

Jadi, rank matriks (D) = 1
b. Metode Determinan
2 4 22 4
1 2 11 2
3 6 33 6

IDI = (2.2.3 + 4.1.3 + 2.1.6) – (2.2.3 + 2.1.6 + 4.1.3)


=0
Karena IDI = 0, maka determinan dicari dengan matriks yang memiliki ordo
dibawah D (n-1)

2 1
= 2.2 – 1.4 = 0
4 2
Karena determinan matriks dengan ordo di bawah D (n-1) tetap = 0, maka dapat
disimpulkan bahwa rank matriks D =1.

�2 1 2 1 �
� �
�2 3 0 0�
5. E

0 0 2 1 �
� �
0 0 2 1�

a. Cara Eliminasi

55
2 1 2
� 1� 2 1 2
� 1� 2 1 2
b14(  1 ) �
2 0�

2 3 0 0��b 21( 1) �
0 4 2 � b 24( 1 ) �
1� 2 � 0 4 2 0� b13(1)
� � �

0 0 2 1� �
b 43( 1) �
0 0 2 �
1�b 34( 1 ) �0 0 2 0� �
b 23( 1)
� � � � 2 � �
0 0
� 2 1� 0 0
� 0 2� 0 0
� 0 2�

2
� 1 0 0� 2
� 0 0 0�b1( 1 ) �
2 1 0 0 0�

0 4 0 0�b12( 1
4
)�
0 4 0 0�b 2( 1
4
)�
0 1 0 0�
� � � � � �

0 0 2 0� � �
0 0 2 0� �
b 3( 1 ) �0 0 1 0�
� � � � 2
� �
0
� 0 0 2� 0
� 0 0 2�b 4( 1 ) 0
2 � 0 0 1�
Jadi, rank (E) = 4
b. Cara Determinan
2 1 2 1 2 1 2 1
2 3 0 0 b 21( 1) 0 4 2 1
0 0 2 1 b�
43( 1) 0 0 2 1
0 0 2 1 0 0 0 2
Det (E) = 2 . 4 . 2 . 2 = 32
Det (E) = 32 ≠ 0 maka rank (E) = ordo (E) = 4
�1 0 2 �
� �
0 1 1 �
6. F �
�1 1 1 �
� �
�2 1 2 �

a. Cara Eliminasi

�1 0 2 � 1
� 0 2 � 1
� 0 2 � 1
� 0 0�
�0 1 1� b 31(1) �
0 1 1� b 32( 1) �
0 1 1� b14( 2
5
) �
0 1 0�
� � � � � � � �
�1 1 1 � �
b 41( 2) �
0 1 �
1�b 42(1) � 0 0 0� �
b 24( 1 ) �0 0 0�
� � � � � � 5
� �
�2 1 2� 0
� 1 6 � 0
� 0 5 � 0
� 0 5�

56
1
� 0 0� 1
� 0 0�
b 4( 1
5
) �
0 1 �
0�b 3�b 4 �
0 1 0�
� � �
� �
0 0 0� � �
0 0 1�
Jadi, rank (F) = 3
� � � �
0
� 0 1� 0
� 0 0�

b. Cara Determinan
Untuk mencari rank (F) diambil 2 baris pertama dan satu baris terakhir
sehingga menjadi matriks 3x3.
1 0 2
F1  0 1 1  menggunakan cara sarrus
2 1 2

Det (F1)= 2 + 0 + 0 – 0 – 1 + 4 = 5
Jadi, rank F = ordo F1 =3

SOAL II
3 4 2 7 �

� �
6 14 9 13 �

7. G

3 4 11 3 �
� �
9 12 6 21 �

a. Cara Determinan
3 4 2 7 b 21( 2) 3 4 2 7
6 14 9 13 b 31( 1) 0 6 5 1
3 4 11 3 b� 41( 3) 0 0 9 4
9 12 6 21 0 0 0 0
Karena IGI = 0, maka range G ≠ 4, atau range dibawah ordo 4.
Determinan 3x3:
3 4 2
G1 = 6 14 9
3 4 11

= (( 3 x 14 x 11)+(4 x 9 x 3)+(2 x 6 x 4)) – ((3 x 14 x 2)+(4 x 9 x 3)+(11 x 6 x


4))
= (462 + 108 + 48 ) – (84 +108 + 264)
= 162

57
Karena IGI 3x3 ≠ 0  maka range (G) = 3

1 2 1 3�

� �
2 1 1 2 �
8. H �

1 1 2 1 �
� �
�0 3 3 4�
a. Cara Determinan

1 2 1 3 1 2 1 3 1 2 1 3
2 1 1 2 b 23( 2) 0 3 3 4 b 42( 1) 0 3 3 4
1 1 2 1 � 1 1  2 1 � 1 1 2 1
0 3 3 4 0 3 3 4 0 0 0 0

Karena terdapat baris yang seluruhnya bernilai 0, maka range (B) ≠ 4


Determinan matriks 3x3:

1 2 1 2 1 1
H 1  2 1 1  0 H 3  1 1 2  0
1 1 2 0 3 3
ρ(H) ≠ 3
2 1 3 1 1 2
H 2  1 1 2  0 H 4  1 2 1  0
1 2 1 3 3 4

Determinan matriks 2x2

�1 2 �
H 5  � � 1  4  3 karena IHI ≠ 0, maka range (H) = 2
�2 1 �

BAB VI
SISTEM PERSAMAAN LINIER

PENGERTIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER


Suatu garis dalam bidang koordinat tertentu dapat dinyatakan secara matematik dalam
bentuk aljabar.

58
Misalnya suatu garis dalam bidang x1 dan x2 dapat dinyatakan sebagai persamaan

a1 x1  a2 x2  b

x1

x2

Begitu pula bila suatu garis dalam bidang koordinat dimensi tiga juga dapat

dinyatakan dalam persamaan a1 x1  a2 x2  a3 x3  b


Jadi, secara umum suatu persamaan linier dapat dinyatakan sebagai suatu persamaan

dengan n peubah x1 , x2 , x3 ,...., xn dapat disajikan dalam bentuk


a1 x1  a2 x2  a3 x3  ....  an xn  b

dimana a1 , a2 , a3 ,...., an dan b adalah konstanta real.

Beberapa bentuk persamaan linier seperti berikut


a11 x1  a12 x2  ....  a1n xn  b1
a21 x1  a22 x2  ....  a2 n xn  b2
M
am1 x1  am 2 x2  ....  amn xn  bm
dapat diungkapkan dalam bentuk matriks AUGMENTED yaitu matriks yang terdiri
dari koefisien-koefisien x sebagai berikut

�a11 a12 L a1n � x1 �


� b1 �


x2 � �
b �
�a21 a22 L a 2n � � � = �2 �
�M M M M� �
M� �
M�
� � ��


a m1 am2 L amn �

m�n
xm �
� m�n bm �
� m�1

atau secara lengkap dapat ditulis dalam matriks sebagai berikut

�a11 a12 L a1n b �


1
�a 21 a 22 L a 2n b2 �
�M M M M M�

am1 a m2 L a mn bm �
� �

59
Sifat-Sifat Persamaan Linier
1. Tidak melibatkan hasil kali atau akar peubah, dimana sebuah peubah hanya
muncul sekali dengan pangkat satu dan tidak muncul sebagai peubah bebas dari
sebuah fungsi trigonometri, logaritma atau eksponensial.
2. Penyelesaian dari suatu persamaan linier a1 x1  a2 x2  a3 x3  ....  an xn  b adalah

sederetan n angka s1 , s2 , s3 ,...., sn sehingga persamaan tersebut terpenuhi jika kita

menstubstitusikan x1  s1 , x2  s2 ,...., xn  sn .
Himpunan dari dari semua penyelesaian yang ada disebut sebagai himpunan
penyelesaian.

JENIS-JENIS SISTEM PERSAMAAN LINIER


Dalam system persamaan linier Ax = y, suatu jenis persamaan linier dapat dibedakan
menjadi dua jenis berdasarkan ada tidaknya nilai x, antara lain:
1. Konsisten
Suatu SPL dikatakan konsisten bila persamaan tersebut mempunyai satu atau lebih
penyelesaian pasti (satu atau lebih jawaban x yang pasti). Sifat ini dapat diperoleh
bila rank matriks A sama dengan matriks gabungan dari A dan y. Atau sesuai
dengan persamaan r ( A)  r ( A : y )
System persamaan linier konsisten masih dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Konsisten Unik
Dikatakan unik bila rank matriks A sama dengan matriks gabungan dari A dan
y ( r ( A)  r ( A : y ) ) dimana kedua ranknya merupakan rank penuh.
b. Konsisten Tidak Unik
Dikatakan tidak unik bila rank matriks A sama dengan matriks gabungan dari
A dan y ( r ( A)  r ( A : y ) ) dimana kedua ranknya merupakan rank tidak
penuh.
2. Inkonsisten
Suatu SPL dikatakan inkonsisten bila system persamaan tersebut tidak mempunyai
penyelesaian(tidak ada x jawaban). Maka bila ingin mendapatkan jawaban x
dilakukan suatu penghitungan dengan syarat ( r ( A) �r ( A : y ) ) dimana hasilnya
nanti adalah x yang merupakan jawaban kira-kira.

60
Jadi, masalahnya sekarang adalah bagaimana mendapatkan jawaban x kira-kira
yang baik dan khas. Solusinya dengan pemakaian metode BSS dan LSS dalam
statistik untuk meminimalisir jawaban error. Namun dalam pembahasan kali ini
belum dapat dibahas lebih lanjut.

SPL homogen adalah SPL yang konstanta tiap persamaannya nol. SPL homogen
termasuk SPL yang konsisten. Sehingga SPL homogen memiliki penyelesaian yang
trivial dan non trivial. Penyelesaian SPL homogen trivial apabila SPL tersebut

memiliki satu penyelesaian. Syaratnya A � 0 dan rank A = jumlah dari variabelnya.


Penyelesaian SPL non trivial apabila memiliki lebih dari satu penyelesaian. Syaratnya

A = 0 dan ranknya kurang dari jumlah variabelnya.

METODE PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER (SPL)


Di dalam menyelesaikan suatu system persamaaan linier dapat dilakukan dengan 3
metode. Metode tersebut adalah :

1. Metode Invers

TEOREMA : jika A adalah suatu matriks n �n yang bisa dibalik, maka


untuk setiap matriks b, n �1 , sistem persamaan Ax = b tepat mempunyai
satu penyelesaian, yaitu, x = A 1b .

Bukti. Karena A (A 1b) = b , maka x = A 1b adalah penyelesaian dari Ab = b .


Untuk menunjukkan bahwa ini adalah satu-satunya penyelesaian, kita asumsikan

bahwa x0 adalah suatu penyelesaian sembarang dan kemudian menunjukkkan

bahwa x0 haruslah penyelesaian dari x = A 1b . Jika x0 adalah sembarang

penyelesaian, maka Ax0 = b . Dengan mengalikan kedua ruas dengan A 1 , kita


1
memperoleh x0 = A b .

Dalam SPL nilai dari variable-variabel bebasnya (x) dalam sistem persamaan
tersebut dapat diketahui dengan menggunakan invers dari matrik yang dibentuk

61
oleh sistem persamaan linier tersebut dikali dengan konstanta dari setiap
persamaan (b).
Langkah-langkah mengerjakan dengan metode ini adalah :
1. tinjau sistem persamaan linier berikut
Contoh:
x1  x3  2
2 x1  x2  1
 x2  x3  0

Diubah menjadi bentuk matrik, sistem ini bisa ditulis sebagai Ax = y

1 0 1 ��x1 � ��
� 2
� ��
2 1 0 �� � ��
x2 �= ��
1

0 1 1 ��

� x3 �
�� � ��
0
��

A x = y

2. Dari bentuk matrik tersebut didapat matrik A. Dari matrik A tersebut dapat
dicari invers dari matrik A. Tetapi invers dari matrik A tersebut bisa dicari
jika dan hanya jika matrik A adalah matrik non singular dan mempunyai
range penuh. Dengan demikian metode ini dapat digunakan pada suatu

matrik bujur sangkar A n �n yang memiliki range penuh.


Ax= y
A1 A x = A1 y
x = A 1 y
Dari penjabaran tersebut vector jawab dari SPL dapat dirumuskan:
x = A 1 y
Contoh: diketahui persamaan
2 x - y + z =5
3 x - y + 2z =8
x + 2y - 3z =-7
Tentukan solusi dari SPL tersebut
Jawab:
a) Mengubah bentuk persamaan menjadi bentuk matriks, maka didapat
62
b) Mencari invers matriks A dengan eliminasi baris
E , E ... En
1 2
A I ������ � I A1

1 1 1 1 0 0 �
� �1 1 1 1 0 0�
2 1 1 1 0 0 �
� � 2 2 2 � � 2 2 2 �
� � b1 ( 12) � b21(3) � 1 1 3 1 0 ������ b 21(1)
3 1 2 0 1 0 �����
� � 3 1 2 0 1 0 ������ � 0 �
� � b31( 1) � 2 2 2 � b32(5)

1
� 2  3 0 0 1 �
� 1
� 2  3 0 0 1 � � 5 7 1 0 1�
� � �0 2 �
2 2
� � � 1 1 1 �
1 0 1 1 1 0 �
� 1 0 1 1 1 0 1 0
� 0 6 6 6 �
� � b2(2) � �
1 1 3 � b13(
������ 1) �  11 7 1 �
0
� 2 2 2
1 0 ������ 1 � 0 1 1 3 2 0
� b23(1) �
� 0 1 0
6 6 6 �
� � b3( 6) �   �
0
� 0  6 7  5 1 � 0
� 0 1 7 5
6 6
1
6 � 0 0 1 7 5 1 �
� � �
� 6 6 6 ��

1 1 1
6 6 6 1 1 1�


11 7 1�
Didapat A = 11 6 7 1 = 1
1
6 6 6 � �
7 5 1 �
�7  5 1 �

6 6 6
Maka
x
��
��
y = A 1 y
x = ��
��
z
��
1 1 1��
� 5 �
= 1 ��
11 7 1�� ��
8 �
6 �

�7  5 1 
��
�� �
7 �
6 �

= 1 ��
6 �
6 �


� �
12 �
x
�� 1 �

��
y = �
1�
�� � �
��
z
�� �
��
2 �
Jadi solusi dari SPL tersebut adalah
x=1
y  -1
z =2

2. Metode Operasi Baris Elementer (Metode Eliminasi)


Selain menggunakan cara invers, dapat juga mencari penyelesaian dari SPL
dengan cara Operasi Baris Elementer (Metode Eliminasi). Langkah
menyelesaikan SPL dengan metode ini adalah dengan menggandeng matriks A
63
dengan y kemudian dilakukan operasi baris terhadap matriks A dengan y
,sehingga matriks A akan berubah menjadi:
 Matriks segitiga atas
Maka penyelesaian matriks A (vektor jawab) dapat dilakukan dengan
langkah mundur.
 Matriks segitiga bawah
Maka penyelesaian matriks A (vektor jawab) dapat dilakukan dengan
langkah maju.
 Matriks identitas (jika merupakan matriks non-singular)
Maka penyelesaian matriks A (vektor jawab) adalah perubahan dari
vektor
y ( y ).
Metode ini dapat dilakukan untuk matriks dengan rank penuh atau tidak penuh.
Contoh: diketahui persamaan
2 x - y + z =5
3 x - y + 2z =8
x + 2y - 3z =-7
Carilah solusi dari SPL tersebut!
Jawab:
a) Mengubah bentuk persamaan menjadi bentuk matriks. Maka didapat
2 1 1 ���
� x �5 �
� ���
3 1 2 ���
y = �8 �
� � �
1 2 3���

� z
��� �
�7 �

A x = y

b) Kita gandengkan matriks A dengan y

2 1 1 5 �

� �
3 1 2 8 �


1 2 3 7 �
� �
c) Kita lakukan operasi baris pada matriks tersebut

64
1 1
� 1 5 � 1 1
� 1 5 �
2 1 1 5 �
� � 2 2 2� � 2 2 2 �
� � b1 ( 12) � b21(3) � 1 1 1 �
3
�  1 2 8 ������ 3 1 2 8 ������ � 0
� � b31(1) � 2 2 2 �

1 2 3 7 �
� � 1 2 3 7 �
� � 5 7 19 �
� � 0
� 2 2 2�

1 0 1 3 � �
1 0 1 3 � �
1 0 0 1 �
b21(1) � � b 2(2) � � b13( 1) � �
����� 0 1
� � 1 1 ������ 0 1 0 1 �
1 � 0 1 1 1 ������
� � �
b32(5) 2 2 2 b23( 1)
� � b3(  6) �
0 0 1 2 � �
0 0 1 2 �
0 0 6 12 �
� � � � �

Dari hasil operasi baris yang telah diakukan, diketahui solusi dari sistem
persamaan linier tersebut
1 0 0� �
� 1 �
� � �
1�
0 1 0�= �
� �

0
� 0 1 �
� � �

2 �
x =1
y = -1
z =2

3. Metode Cramer

TEOREMA : jika Ax = b merupakan suatu sistem n persamaan linier dengan


n peubah sedemikian sehingga ( A) �0 , maka sistem tersebut mempunyai
penyelesaian yang unik. Penyelesaian ini adalah
det( A1 ) det( A2 ) det( An )
x1 = , x2 = , ... , xn =
det( A) det( A) det( A)

Dengan Aj adalah matriks yang diperoleh dengan menggantikan anggota-


anggota pada kolom ke-j dari A dengan anggota-anggota pada matriks
�b1 �
�b2 �
x= � �
���
��
�bn �

Metode ini dapat digunakan apabila A � 0 (non-singular). Karena apabila A = 0


maka penyelesaian dengan metode ini tidak terdefinisi.

65
Contoh:
2 x - y + z =5
3 x - y + 2z =8
x + 2y - 3z =-7
Carilah solusi dari SPL tersebut!
Jawab:
a) Mengubah bentuk persamaan menjadi bentuk matriks, maka didapat
2 1 1 ���
� x �5 �
� ���
3 1 2 ���
y = �8 �
� � �
1 2 3���

� z
��� �
�7 �

A x = y

b) Mencari determinan matriks A


2 1 1 �


3 1 2 �
A= � �
1 2 3�

� �
1 2 3 2 3 1
A =2 +1 +1
2 3 1 3 1 2
= 2(3-4) + 1(-9-2) + 1(6+1)
= 2(-1) + 1(-11) +1(7)
= -2-11+7
= -6

Didapat A = -6

c) Mencari determinan kolom ke-k

66
5 1 1
A1 = 8 1 2
7 2 3
1 2 8 2 8 1
=5 +1 +1
2 3 7 3 7 2
= 5(-1) + 1(-10) + 1(9)
= -5-10+9
= -6

2 5 1
A2 = 3 8 2
1 7 3
8 2 5 1 5 1
=2 -3 +1
7  3 7 3 8 2
= 2(-10) - 3(-8) + 1(2)
= -20+24+2
=6

2 1 5
A3 = 3 1 8
1 2 7
1 8 1 5 1 5
=2 -3 +1
2 7 2 7 1 8
= 2(-9) - 3(-3) + 1(-3)
= -18+9-3
= -12
Sehingga
A1 6
x= = = -1
A 6
A2 6
y= = =1
A 6
A3 12
z= = =-2
A 6

Dengan demikian penyelesaian dari SPL tersebut adalah

67
x
�� 1 �

x = ��
y =
��

1�
� �
��
z
�� �
� �
2 �

Contoh-contoh soal tentang SPL:


1. Selesaikanlah Sistem Persamaan Linier berikut dengan menunjukkan
kekonsistenannya terlebih dahulu !
3X1 – 2X2 + X3 = 3
3X1 + X2 +2X3 = 5
3X1 + 10X2 + 5X3 = 11
Jawab :
SPL tsb jika dinyatakan dalam bentuk perkalian matrik adalah sbb :
AX = Y

Untuk menunjukkan kekonsistenannya maka matriks A dan matriks (A:Y) perlu


kita cari rangenya terlebih dahulu :

A=

A:Y =

68
Karena dan tidak penuh maka SPL ini konsisten dan memiliki

vector jawab yang tidak unik.

Untuk mencari nilai X1, X2, X3 maka dapat digunakan metode Gauss Jordan sbb

3X2 + X3 = 2 3X2 + X3 = 2 3X1 – 2X2 + X3 = 3


X3 = 2 – 3X2 3X2 = 2 – X3 3X1 – 2X2 + 2 – 3X2 = 3

X2 = 3X1 = 5X2 + 1

X1 =

2. Selesaikanlah Sistem Persamaan Linier berikut dengan menunjukkan


kekonsistenannya terlebih dahulu !

X1 – 2X2 + 3X3 = 2
X1 + X3 = -6
X1 + 2X2 + 3X3 = -4
Jawab :
SPL tsb jika dinyatakan dalam bentuk perkalian matrik adalah sbb :
AX = Y

69
Untuk menunjukkan kekonsistenannya maka matriks A dan matriks (A:Y) perlu
kita cari rangenya terlebih dahulu :

A=

A:Y =

Karena dan penuh maka SPL ini konsisten dan memiliki vector

jawab yang unik.

Untuk mencari nilai X1, X2, X3 maka dapat digunakan 3 metode sbb :

~ Metode Invers
Untuk mencari nilai vector X, maka kita harus mencari A-1 terlebih dahulu
A|I I| A-1

70
A-1 =

X = A-1Y

X1 = -17/2 X2 = - 3/2 X3 = 5/2

~ Metode Cramer

X1 = X1 = = =

X2 = X2 = = =

X3 = X3 = = =

71
~ Metode Eliminasi Gauss Jordan

4X3 = 10 2X2 - 2X3 = -8 X1 – 2X2 + 3X3 = 2

X3 = 2X2 – 2( = -8 X1 - 2(- + 3( =2

2X2 – 5 = -8 X1 + 3 + =2

2X2 = -3 X1 = 2 -

X2 = - X1 = -

1. Carilah solusi dari sistem persamaan berikut dengan menggunakan 3 cara yang
berbeda!
x1  2 x2  x3  8

4 x2  2 x3  14

x1  4 x3  13

Jawab:
a) Cara Eliminasi

1 2 1 8 1 0 0 1 2 1 8 1 0 0
b 2( 1 ) b12(2)
0 4 2 14 0 1 0 ���� 4 � 0 1 1 14 0 1 0 ����� �
1
b3( ) 2 4 4
1 0 4 13 0 0 1 4 1 13 1
0 1 0 0
4 4 4

1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0
2 2
b31( 1 ) b 23( 1 )
0 1 1 14 0 1 0 ����� 4� 0 1 1 14 0 1 0 ����� 2�
2 4 4 2 4 4
1 0 1 13 0 0 1 0 0 1 3 1 1 1
4 4 4 4 8 4

72
1 1 0
1 0 0 1 2 �x1 � 1
��
0 1 0 2 1 3 1 x= �
x2 �
� �=
��
2
��
8 16 8
0 0 1 3 1 1 1 �
x3 �
� � ��
3
��

4 8 4

1
A
b) Cara Invers
x = A 1 y

�1 1 0 � � 87 �
� 2 ��8 � � � 1
��
x = �1 3  1 �� 14 �= �
1 42  26 �= ��
2
�8 16 8 �� � � 16 16 � ��

1 1 1 �� �13�� �
2  14  26 �
��
3
��
� 4 8 4 � � 8 8�

c) Cara Cramer
Mencari determinan dari A
1 2 1�


0 4 2�
A= � �

1
� 0 4 �

4 2 2 1
A =1 -1 = 16 - 0 = 16
0 4 4 2

8 2 1
14 4 2 2 1 8 1
13 4
13 0 4 4 2 14 4 (13 �0)+(4 �4) 16
x1 = = = = =1
16 16 16 16
1 8 1
0 14 2 14 2 8 1
1 1
1 13 4 13 4 14 2 (56  26)+(16-14) 32
x2 = = = = =2
16 16 16 16
1 2 8
0 4 14 4 14 2 8
1 1
1 0 13 0 13 4 14 52+(28-32) 48
x3 = = = = =3
16 16 16 16

73
2. Carilah solusi dari sistem persamaan berikut dengan menggunakan 3 cara
yang berbeda!

3 x1  5 x2  4 x3  62
2 x1  x2  3 x3  8
2 x2  x3  17
Jawab:
a) Cara Eliminasi
3 5 4 62 1 0 0 1 4 1 30 1 1 0
b12(1) b 21( 2)
2 1 3 32 0 1 0 ����� 2 1 3 32 0 1 0 ����� �
0 2 1 17 0 0 1 0 2 1 17 0 0 1

1 4 1 30 1 1 0 1 4 1 30 1 1 0
b 23( 1) b13(2)
0 7 1 28 2 3 0 ����� � 0 9 0 45 2 3 1 ����� �
b2( 1 )
0 2 1 17 0 0 1 0 2 1 17 0 0 1 9

1 0 1 4 11 2 1 0 1 4 1 1 2
2 3 b32(
1 ����� 1) 2 3 1 b13(1)
0 1 0 5 �0 1 0 5 ���� �
9 9 9 9 9 9
0 2 1 17 0 0 1 0 0 1 7 4 6 7
9 9 9
5 3 11
1 0 1 3 9 9 9 �x1 � 3
��
0 1 0 5 2 3 1 �
x2 �
x= � ��
9 9 9 �= 5
��
0 0 1 7 4 6 7 �
x3 �
� � ��
7
��
9 9 9

1
A

b) Cara Invers
x = A 1 y

�5 3 11 � �(62 �5 )  32  (17 �11 ) � 27 �



�9 9 9 ��
62 � � 9 3 9 � � 9� 3
��
x = �2 3 1 � 32 �=
� � (62 �2 )  32  (12 ) �= �
45 �= ��
5
�9 9 9 �� � � 9 3 9 � � 9� ��
�4 6 7 �� 17 �
� � �(62 �4 )  64  (17 �7 ) � �
63 � ��
7
��
� 9 9 9 � � 9 3 9 � � 9�

c) Cara Cramer
Mencari determinan dari A

74
� 3 5 4�

A= � 2 1 3��

� 0 2 1��
3 4 3 5
A = -2 +1 = -2(9-8) + 1(3-10) = -2 -7 = -9
2 3 2 1

62 5 4
32 1 3 32 3 62 4 62 4
5 1 2
17 2 1 17 1 17 1 32 3 5(19)  6  2(58) 27
x1 = = = = =3
9 9 9 9

3 62 4
2 32 3 32 3 62 4
3 2
0 17 1 17 1 17 1 3(19)  2(6) 57  12 45
x2 = = = = = =3
9 9 9 9 9

3 5 62
2 1 32 1 32 5 62
3 2
0 2 17 2 17 2 17 3(47)  2(39) 141  78 63
x3 = = = = = =7
9 9 9 9 9

BAB VII
MATRIKS KEBALIKAN UMUM

Suatu matriks A dengan ordo m*n akan ada suatu matriks kebalikan umum
yang bersifat khas apabila memenuhi empat kriteria. Matriks yang khas tersebut
disebut MKU ( A )

75
Empat kriteria tersebut adalah
1. A A = menghasilkan matriks yang simetris
2. A A = menghasilkan matriks yang simetris
3. A A A = A
4. A A A = A

Untuk setiap matriks yang berordo m*n maka akan selalu ada A dengan ordo n*m.

Sifat-sifat matriks kebalikan umum:

1. Teorema partisi
B�

Jika ada suatu matriks A dapat dibagi / ditulis dalam bentuk partisi A  � �maka
C�


B
akan mempunyai matriks kebalikan umum A  �
� C �
�. Namun hal ini
berlaku hanya jika BC’=0

Misalnya:
1
� 1 1 0 0�

1 1 1 0 0�
� �
A= �
1 1 1 0 0�
� �
0
� 0 0 2 2�

0
� 0 0 2 2�

Maka MKU nya adalah

1 1 1 0 0�
� 
 � � 0 0 0 2 2�

A �
1 1 1 0 0 ��
0 0 0 2 2�
� �

1
� 1 1 0 0 �

2. Teorema Kronecker Product


Jika ada suatu matriks A dapat ditulis dalam bentuk B kronecker ( �) C, maka
akan diperoleh matriks kebalikan umum A  B  �C 
Misalnya:

76
2
� 3 4 6�

2 1 4 2�
A= � �

4 6 2 3�
� �
4
� 2 2 1�

2 3� �
� 1 2�
Matriks tersebut dapat ditulis dalam bentuk kronecker. Yakni: � ��� �
2 1� �
� 2 1�
Maka MKU matriks tersebut adalah
 

2 3� �
� 1 2�
A = � ��� �
2 1� �
� 2 1�

3. Teorema Matriks Satuan


Jika ada suatu matriks satuan (yaitu semua komponen matriks adalah 1) maka

 1
akan mempunyai matriks kebalikan umum A  A'
n*m
 1 
Jika suatu matriks A = k B maka A  B . Dimana k adalah konstanta skalar.
k
Misalnya:
4
� 4 4 4�

4 4 4 4�
A= � �

4 4 4 4�
� �
4
� 4 4 4�

1
� 1 1 1�

1 1 1 1�
Matriks tersebut dapat ditulis A  4 � �

1 1 1 1�
� �
1
� 1 1 1�

 1 1
Rumus yang digunakan adalah A  A'
k m*n

�1 1 1 1�
� 1�
1 1 1 1
Maka MKU nya adalah A  � �
4�1 1 1 1�
� �
�1 1 1 1�

77
1
� 1 1 1�

1 1 1 1�
 1 1 � �
Atau, A 
4 4* 4 �
1 1 1 1�
� �
1
� 1 1 1�

Cara Penyelesaian MKU :

a) Kanonik

Syarat penggunaan metode kanonik :


1) A A- simetris
2) A-A simetris
3) A A- A = A
4) A- A A- = A-

Untuk menyingkat penulisan,kita menggunakan MKU untuk menyatakan Matriks


Kebalikan Umum.
Jika MKU dari matriks A berukuran mxn ada,maka MKU mempunyai ukuran
nxm.Jika matriks A adalah matriks 0 dan mempunyai mxn maka A- adalah matriks
0 dengan ukuran nxm.Untuk setiap matriks A,dan ada matriks A- yang memenuhi
4 kondisi di atas,maka setiap matriks A mempunyai MKU.Jika A mempunyai
pangkat (range) > 0 maka A dapat difaktorkan sebagai:

A = BC

Dimana B adalah berukuran mxr dengan pangkat r dan C adalah matriks


berukuran rxm dengan pangkat r. Prlu diketahui bahwa B`B dan C C` kedua-
duanya nonsingular.sehingga A- didefinisikan sebagai:

A- = C`(C.C`)-1 .B(B`.B)-1

MKU dari A` adalah tranpose dari MKU A,atau dapat di tulis (A`)- = (A-)
Keterangan:

P-1=B
K Q-1=C

Misalkan kita memiliki matriks A yang berordo 2x3


2 4 1
A= 
2 6 1

78
2 4 1 1 0 1 0 1 0 b 21(1) 1 0 1 0
P 
 P`   P` B
0 2 0  1 1 1 1 0 1 0 11 1

1 0 2 1
(Bt B) = 1 1  1 1
   
(Bt B)-1=
2 4 1 2 0 0
K
1
k 31(  )
0 2 0 k 21( 22) 0 2 0
  
1 0 0 1
1 2  
0 1 0 2
0 1 0 Q
0 0 1
0 0 1 


1 1
1 2  1 0 0 1
1 0 01 2 
2
k 13( )
2 2

Q-1 = 0 1 0 0 1 0 0
k 12 ( 2 )
1 00 1 0  Q-1
0 0 1 0 0 1 0 0 10 0 1 

 1
1 2 
2 0 0 2 2 4 1
0 0  = 
C = K Q-1 =  1
0 2 0   0 2 0
0 0 1 
 

2 0
2 4 1  21 8
t
(C C ) =  4 2
 = 8
0 2 0   4

1 0

(C Ct)-1=
Jadi:
A-= Ct (C Ct)-1 (Bt B)-1 Bt
2 0
 1  4 8   1  1 1 1
= 4 2
 20  8 21  1
   2  0 1

1 0

8  16
1  1 0
= 0 10  
20  1 1
 4  8  

 24  16 
1 
=  10 10 
20 
 12  8 

b) Cara Rank Penuh

79
1. Rank Baris Penuh

Dengan syarat matriks A memiliki rank penuh.untuk mencari MKU dari A dapat
didefinisikan sebagai:

A- = A`(A.A`)-1
Misalkan kita mempunya matriks A yang berordo 2x3

2 4 1
A= 
2 6 1

2 2
2 4 1   21 29
A A` = 4 6 = det= 21.41-29.29=20
2 6 1    29
 41

1 1

1  41  29
(A A`)-1 =
20  29 21 

A-=A`(A .A`)-1

2 2  24  16
 1  41  29 1 
-
A = 4 6
 20  29  =  10 10 
 21  20

1 1
  12  8 

2. Cara Rank Kolom Penuh

Apabila P(A) = rank kolom penuh

Maka
A- = (A`.A)-1 A`

80
Contoh soal :

 X1
2 3 1  1
2x1 + 2x2 + x3 = 1 3 X2 = 5 carilah MKU-nya!
 1 2   
 X3

2 3 1 2 3 1 0 0 1 0 0 1
3 1 2  1 7 0  1 7 0  1 0 0
   

p(A) = 2 (merupakan rank baris penuh)

penyelesaian :

 cara rank baris penuh :

A- = A`(A.A`)-1

2 3
2 3 1  14 5
A.A` =  . 3  1
= 5
3 1 2   14

1 2
1
(A.A`)-1 = adj A.A`
det( A.A`)
1  14  5
=
14(14) - 5(5)  5 14 

1  14  5
=
171  5 11 

2 3 13 32 
 1  14  5 1 
A = 3
-  1
 171  5 = 47  29
 11  171 
1
 2  4 23 

81
c) Cara Pen-rose

Bagan Proses Pencarian MKU dengan Cara Pen-rose

MULAI
p(A) = r
Keterangan : n = t = 1, 2, 3,…

B = A`.A
B = Simetris

C1 = I C (t+1) = I (1/ i ).tres (C t.B) –


t

i1 = 0 CtB

i n = i (n-1) + 1

( i n = r )?
Atau n = r ? Tidak

Ya

A- =

82
Penjelasan :
1. Mencari MKU dengan cara pen rose dimulai dengan mencari rank dari
suatu matriks persegi A (yang akan dicari MKU-nya). P(A) = r.
2. Mencari matriks B yaitu dengan membuat operasi perkalian matriks antara
A` dengan A. ( B = A`.A ).
3. Setelah berhasil mendapatkan sebuah matriks B sekarang kita buat sebuah
matriks identitas dengan nama C1 ( C1 = I ) dimana ordonya sama dengan ordo
matriks B. untuk C1, mempunyai nilai i sama dengan 0( i1 = 0) dan begitu pula
yang seterusnya, mengikuti pola tertentu (in = n-1 ; i = 1, 2,
3…)
4. Untuk melanjutkan ke tahap berikutnya, disini dibutuhkan dahulu sebuah
pengujian yaitu antara besar nilai i dengan rank dari matriks A (r), dengan
ketentuan in = i(n-1) + 1 dan in = r, dengan kata lain kita diharuskan mendapati
ir atau nilai untuk Cr. Apabila ketentuan/ persyaratan tersebut telah terpenuhi
maka kita bisa langsung ke tahap yang ke-6 dalam pencarian MKU ini, tapi
apabila ketentuan tadi masih belum terpenuhi, kita harus terlebih dahulu
melalui tahap 5 guna mencarai nilai ir/Cr
5. Untuk mencari nilai Cr, kita tidak selalu bisa langsung mendapatinya
dengan melakukan sebuah pengoprasian rumus tertentu. Pencarian nilai Cr ini
harus dikakukan secara bertahap. Misalkan r = 3, berarti dibutuhkan C3 dalam
perhitungan MKU-nya. Kemudian untuk mencari C3 dari C1 yang telah
didapati, cara pencariannya harus berurutan yaitu dari C1 kita cari C2-nya, dan
dari C2-lah kita cari C3-nya. Dalam proses-proses tersebut digunakan rumus :
C (t+1) = I (1/ it).tres (C t.B) – CtB
6. Untuk tahap terakhir pengerjaan menggunakan rumus :
r .Cr.A`
A- =
tres (Cr.B)

83
Contoh soal :
 X1
2 3 1  1
2x1 + 2x2 + x3 = 1 3 X2 = 5 carilah MKU-nya!
 1 2   
 X3

2 3 1 2 3 1 0 0 1 0 0 1
3 1 2  1 7 0  1 7 0  1 0 0
   

 cara pen ros :


1) P(A) = 2
2 3 13 3 8
 2 3 1
2) B = A'.A = 3  1 3

= 3 10 1

 1 2 
1
 2 
8 1 5

1 0 0
 0
3) C1 = 0 1
0 0 1
13 3 8
 1
4) C1 .B = I.B = B =  3 10  trs C1 = 13 + 10 + 5 = 28

8 1 5

5) C2 = I(1/1) trs C1B - C1B

1 0 0 13 3 8  15 3  8
 0 .28 - 3 1 =  3
  1
C2 =  0 1  10 18
0 0 1 
8 1 5
  8 1 23 
 15 3  8  2 3 13 32 

6) C2.A' =  3 18  1  3  1 = 47  29
 

 8 1 23  
1 2  4 23 
 15 3  8 13 3 8 122 7 77 
  1     11
7) C2.B =  3 18 3 10 1 =.  7 170
 8 1 23  
8 1 5  
 77  11 50 
Trs (C2.B) = 122 + 170 + 50 = 242
13 32 
r .C2.A` 2 
A = -
= 47  29 =
tres (C2.B) 242 
 4 23 

84
Contoh – Contoh Soal MKU (Matriks Kebalikan Umum) dan Penyelesaiannya:

Carilah MKU A ( A  ) dari setiap soal berikut:

�1 1 1�
1. A � �
�1 0 1 �

 Dengan Metode Pendekatan Kanonik


A|I  A* | I
�1 1 1 1 0 � 2 1 0 1 1�

�1 0 1 0 1 �buu
12(1)
uuuu
r �
1 0 1 0 1�
� � � �

A* K

I Q
2 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0
1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1
kuu
12(
uuu
u1)
uu
r kuu
13(
uuuuu
1)
u
r kuu21(
uuuuu1)
ur
1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0
0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 2 0
0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1

1 1�

B = P 1 = �
0 1�
� �

�1 1 0�1 1
Q = �
�1 2 0 ��1 2

�1 1 1 ��1 0
Q = 2 1 = 1

85
2 1 1�


1 1 0�
Q* = � �

0
� 0 1 �

2 1 0�

Q 1 �
1 1 0�
= � �

1
� 0 1 �

2 1 0�

1 0 0� �

C = KQ 1
= � ��1 1 0�

0
� 0 1��1 0 1�
� �
2
� 1 0�
C = �
1
� 0 1�

A = Ct (CCt ) 1 (Bt B ) 1 Bt
1
� 2 1�
� � 1

�2 1 0 � � �
� �
�1 0 � �1 1�
� t
A  = Ct �
� � 1 0�
� � �
� � � � B

�1 0 1� �
�1 1 � �
0 1��

� �
0 1
� � �


1 1
 5 2 � �1 1� t
� t
A = C � � � B
2 2� �
� 1 2 �

2 1�

� 1 �2 2 � �
2 1� �1 0 �

A = �1 0� � � �
� 6 2 5
� � 1 1�
� �

1 1 �
� �

0 1�
� �

�2 1�
1 � 1 1�


A = 2 2 � �
6 � � 0 1�
� �

�2 5� �
�2 3�
1 �

A = 2 0�
A = A t (AA t )1 6 � �
1 �
�2 3�

� �1 1 ��
 �
t �1 1 1� � �

A = A ��1 0 1 � �1 0 ��

� �� 1 1 �

� � �

1
 �
t 3 0�
A = A � �
� 0 2�  Dengan Pendekatan Rank Baris Penuh
�1 1 �
2 0�
� 1 �
A = �

�1 0� 6 � 0 3�
� �

� 1 1 �

86
�2 3�
1 �
A = � 2 0� �
6

� 2 3 �

 Dengan Pendekatan Pen-rose
r ( A) = 2

B = At A
�1 1 � 2 1 0�

1
� 1 1�
B= � � �
1 1 1�
�1 0 ��1 0 1 �= � �
� 1 1 �� � �
0  1 2 �
� � � �

1 0 0�


0 1 0�
C1 = � �

0
� 0 1 �

87
1 0 0 ��
� 2 1 0� � 2 1 0�
C1 B = � �
0 1 0 �� �� �
1 1 1�= � �
1 1 1��

0
� 0 1 ��
0
��  1 2 � �
0
� � 1 2 �

trss (C1 B) = 2+1+2 = 5

C2 = I ( 1 )
trss (C1 B)  (C1 B)
1

1 0 0� �
� 2 1 0 � �3 1 0 �
C2 = 5 �
0 1 0�


1 1 1�
� �

1 4 1 �
�= � �

0
� 0 1 �
�� �
0 1 2 �
� ��0 1 3 �

�3 1 0 ��1 1 � �2 3 �
C2 A = �
t
�1 4 1 �� � �
��1 0 �  �2 0 �


�0 1 3� ��
�1 1 �
� ��2 3 �

�3 1 0 �� 2 1 0� 5 2 1�

C2 B = � � �
1 4 1 �� �1 1 1� �
2 2 2 �
�= � �

�0 1 3� ���0 1 2 �
� �
1 2 5�
� �
trss (C2 B) = 5+2+5 = 12

r C2 A t
A =
trss (C2 B)

�2 3 �
2 �
�2 0 �

�2 3�
�2 3 � 1�
A = � � = �2 0 � �
12 6

�2 3 �

2
� 2 2 2�

2 2 2 2�
A = � �
2. �
2 2 2 2�
� �
2
� 2 2 2�

88
 Dengan Pendekatan Pen-rose
r ( A) = 1
B = At A
2
� 2 2 2��
2 2 2 2� �16 16 16 16 �

2 2 2 ��
2��
2 2 2 �
2� ��
16 16 16 16 �
B= �  �

2 2 2 2��
2 2 2 2� �16 16 16 16 �
� �� � � �
2
� 2 2 2��
2 2 2 2� �16 16 16 16 �

1
� 0 0 0�

0 1 0 0�
C1 = � �

0 0 1 0�
� �
0
� 0 0 1�

1
� 0 0 0 ��
16 16 16 16 � �16 16 16 16 �

0 1 0 ��
0 ��
16 16 16 �
16 � ��
16 16 16 16 �
C1 B = �  �

0 0 1 0 ��
16 16 16 16 � �16 16 16 16 �
� �� � � �
0
� 0 0 1 ��
16 16 16 16 � �16 16 16 16 �
trss (C1 B) = 16+16+16+16 = 64

1
� 0 0 0 ��
2 2 2 2� �2 2 2 2�

0 1 0 ��
0 ��
2 2 2 �
2� ��
2 2 2 2�
C1 A t = �  �

0 0 1 0 ��
2 2 2 2� �2 2 2 2�
� �� � � �
0
� 0 0 1 ��
2 2 2 2� �2 2 2 2�

 r C1 At
A =
trss (C1 B)

2
� 2 2 2�

2 2 2 2�
1� �

2 2 2 2� 1 1
� 1 1�
� � �
2
� 2 2 2� 2 � 1 1 1 1�

A = 
64 64 �
1 1 1 1�
� �
1 1
� 1 1�
1
� 1 1 1�

1 1 1 1�
1 � �
A =
32 �
1 1 1 1�
� �
1
� 1 1 1�

89
 Pendekatan Rank Penuh
Karena rank A = 1 maka rank matriks A bukan merupakan rank baris penuh
atau rank kolom penuh, sehingga A-1 tidak bisa dikerjakan dengan cara ini.

 Dengan Menggunakan Sifat Matriks Satuan


Bila diketahui matriks A berordo mxn dan k adalah skalar dan G adalah
matriks satuan dan jika A = k G, maka:
1 1
A = G
k mxn

2
� 2 2 2� � 1 1 1 1�

2 2 2 �
2� � �
1 1 1 1�
A = � 2 �

2 2 2 2� � 1 1 1 1�
� � � �
2
� 2 2 2� � 1 1 1 1�

1
� 1 1 1� 1
� 1 1 1�

1 1 1 �
1� 1 ��
1 1 1 1�
1 1 � �
A = 
2 4x4 �
1 1 1 1� 32 �
1 1 1 1�
� � � �
1
� 1 1 1� 1
� 1 1 1�

�1 2 1�
3. A�
�2 4 2 �


�1 2 1 �

90
 Dengan Pendekatan Pen-rose

r ( A)  1
B  At A
�1 2 1��1 2 1� �6 12 6 �
� ��
B  �2 4 2 ��2 4 2 � �� �
12 24 12 � �

� 1 2 1 �

�� 1  2 1 � 

� � 6  12 6 �

�1 0 0�

C1  �0 1 0� �

�0 0 1 �

�1 0 0 ��6 12 6 � �6 12 6 �

C1 B  �0 1 0 �� �� � �
12 24 12 �
12 24 12 � � �

�0 0 1 �

��6 12 6 �
� �
�6 12 6 �

trss ( C1 B )  6  24  6  36

1 0 0 ��1 2 1� �1 2 1�




0 1 0�
C1 A  � � � � �
��2 4 2 � �2 4 2 �
t


0 0 1�
� ��
�1 2 1 �
� �
�1 2 1 �

 rC1 At
A 
trss ( C1 B )
�1 2 1�
1�
�2 4 2 �

�1 2 1 �
A  � �
36
�1 2 1�
1 �

A  �2 4 2 � �
36

�1 2 1 �

91
 Dengan Kronecker Product
A  B �C

A  B  �C 

�1 �
B� �
�2 �

�1�

C  [ 1 2 1]

( )
1
B   Bt B Bt
1
� �1 ��
� � ��

[ 1 2 1] �2 �� [ 1 2 1]
B �
� �1��
� � ��
B  ( 6) [1 2 1]
1

1
B  [ 1 2 1]
6
B   �1 1 1 �
�6 3 6�

( )
1
C   C t CC t
1
�1 �� �1 ��
� �� � ��

C  �2 ��[ 1 2 1] �2 ��
�1�� �1��
� �� � ��
�1 �
C �
 �6 1
�2 �( )

�1�

92
�1 �
 1� �
C  �2 �
6

�1�

�1 �
�6�
C  �1 �

�3�
�1 �
� 6�

A  B  �C 
�1 �
�6�
A  �1 1 1 ���1 �
�6 3 6� � 3 �
�1 �
� 6�
�1 1 1 �
� 36 18 36 �
A  �1
 1 1 �
� 18 9 18 �
�1 1 1 �
� 36 18 36 �
�1 2 1�
1 �

A  �2 4 2 � �
36

�1 2 1 � �

2
� 2 0 0�

2 2 0 0�
4. A = � �

0 0 1 2�
� �
0
� 0 2 4�

 Dengan Pendekatan Pen-rose


r ( A)  2

B  At A
2
� 2 0 0 ��
2 2 0 0� 8
� 8 0 0�

2 2 0 0� �
2 2 0 0� �
8 8 0 0�
B� �� �= � �

0 0 1 2��0 0 1 2� �
0 0 5 10 �
� �� � � �
0
� 0 2 4��0 0 2 4� 0
� 0 10 20 �

93
1
� 0 0 8 0 0�0 ��
8 8
� 8 0 0�

0 1 0 8 0 0�0� �
8 �
8 8 0 0�
C1 B  � ��
�= � �

0 0 1 0 ��
0 5 10 � 0 �
0 0 5 10 �
� ��
� � �
0
� 0 0 1 ��
0 10 20 �0 0
� 0 10 20 �
trssC1 B  8  8  5  20 = 41

C2 = I ( 1 trss (C1 B)  (C1 B)


1)

1
� 0 0 0� 8
� 8 0 0� �33 8 0 0 �

0 1 0 0� �
8 8 0 0� �8 33 0 0 �
C 2  41 � �- � �= � �

0 0 1 0� �
0 0 5 10 � �0 0 36 10 �
� � � � � �
0
� 0 0 1� 0
� 0 10 20� �0 0 10 21 �

�33 8 0 0 ��2 2 0 0� �50 50 0 0 �


�8 33 0 �
0 ���
2 2 0 0� �50 50 0 0 �
C2 At  � �= � �
�0 0 36 10��0 0 1 2� �0 0 16 32 �
� �� � � �
�0 0 10 21 ��
0 0 2 4� �0 0 32 64 �

�33 8 0 0 ��8 8 0 0� 200 200 0


� 0 �
�8 33 0 �
0 ���
8 8 0 0� �
200 200 0 0 �
C2 B  � �= � �
�0 0 36 10 ��
0 0 5 10 � �0 0 80 160 �
� �� � � �
�0 0 10 21 ��
0 0 10 20 � �0 0 160 320 �
trss (C2 B)  200  200  80  320 = 800

 r C2 A t
A =
trss (C2 B)

�50 50 0 0 �
�50 50 0 0 �
2 � �
�0 0 16 32 � �25 25 0 0 �
� � �
� 0 0 32 64 � 1 �25 25 0 0 �

A = = 2
800 400 �0 0 8 16 �
� �
�0 0 16 32 �

�1 1 0 0 �
�8 8 �
�1 1 0 0 �
8 8
A 
= � �
�0 0 1 2 �
� 25 25�
� 2 4 �
�0 0
25 25�

94
 Dengan Partisi
P�

A  �� � PQt  0
Q�

A  �
P
� Q �

2 2 0 0�
� 0 0 1 2�

P� Q�
2 2 0 0�
� � 0 0 2 4�
� �
2 2 0 0�

P�
2 2 0 0�
� �

r ( P)  1
2
� 2� 8
� 8 0 0�

2 2� 2 2 0 0� �
8 8 0 0�
B  Pt P  � �� = � �

0 �
2 2 0 0�
0 �� �
0 0 0 0�

� � � �
0
� 0� 0
� 0 0 0�

1
� 0 0 0 ��
2 2� 2
� 2� 1 1�


0 1 0 ��
0 ��
2 2� �
2 �
2� �
1 1�
C1 P t  � � = � = 2� �

0 0 1 0 ��
0 0� �
0 0� �
0 0�
� �� � � � � �
0
� 0 0 1 ��
0 0� 0
� 0� 0 0�

1
� 0 0 0 ��
8 8 0 0� 8 8 0
� 0�

0 1 0 ��
0 ��
8 8 0 �
0� �
8 8 0 0�
C1 B  � = � �

0 0 1 0 ��
0 0 0 0� �
0 0 0 0�
� �� � � �
0
� 0 0 1 ��
0 0 0 0� 0 0 0
� 0�
trss (C1B)  8  8 = 16

1
� 1�

1 1�
rC1 P t 1
P   2� �
trss ( C1 B ) 16 �0 0�
� �
0
� 0�

1 1� �1 1 �
� �8 8�

1 1� �1 1 �
1 � �=
P  �8 8�
8 �
0 0� �0
� � 0 �
0
� 0� � �
�0 0 �

95
� 0 0 1 2�
Q�
�0 0 2 4��
r (Q)  1

0
� 0� 0 0 0 0�


0 �
0 ��0 0 1 2� �
0 0 0 0�
M  Qt Q = � �
� = �


1 2 ��
0
� 0 2 4 � 0 0 5 10 �
� � � �
2
� 4� 0 0 10 20 �

1
� 0 0 0 ��
0 0 0 0� 0
� 0 0 0�

0 1 0 ��
0 ��
0 0 0 0� �
0 0 0 0�
C1M  � �= � �

0 0 1 0 ��
0 0 5 10 � �
0 0 5 10 �
� �� � � �
0
� 0 0 1 ��
0 0 10 20 � 0
� 0 10 20 �
trss (C1M ) = 5+20 = 25

1
� 0 0 0 ��
0 0� 0
� 0�

0 1 0 0� �
0 0� �
0 0�
C1Qt  � �� �= � �

0 0 1 0 ��
1 2� �
1 2�
� �� � � �
0
� 0 0 1 ��
2 4� 2
� 4�

0
� 0�

0 0�
r C1Q t 1 � �
Q  
trss ( C1M ) 25 �
1 2�
� �
2
� 4�
�0 0 �
�0 0 �
� �
Q   �1 2 �
� 25 25�
�2 4 �
� 25 25�

A  �
P  Q �
� �
�1 1 0 0 �
�8 8 �
�1 1 0 0 �
 � 8 8 �
A =
�0 0 1 2 �
� 25 25�
� 4 �
�0 0 2
25 25�

96
2 1 3�


2 1 3�
A�
5. �

4
� 2 6 �

 Dengan Pendekatan Pen-rose


r ( A)  1

B  At A
2 2 4 ��
� 2 1 3� 24 12 36 �


B� ��
1 1 2 �� � �
12 6 18 �
2 1 3� = � �

3
� 3 6 ��
4
�� 2 6 �
� �
36
� 18 54 �

1 0 0 ��
� 24 12 36 � 24 12 36 �


C1 B  �
0 1 0 �� � �12 6 18 � �
12 6 18 �
�= � �

0 0 1�
� ���36 18 54 �
� �
36 18 54�
� �
trss(C1B )  24  6  54 = 84

1 0 0 ��
� 2 1 3� 2 1 3�


C1 A  �
t ��
2 1 3�
0 1 0 �� �
2 1 3�
�= � �

0 0 1�
� ��
4 2 6�
� � �
4
� 2 6 �

rC1 At
A 
trss ( C1 B )
2 1 3�

1 �

A  � 2 1 3��
84

4
� 2 6 �

97
 Dengan Kronecker Product
A  B �C
A  B  �C 

1
��
��
B  ��
1 C = [ 2 1 3]
��
2
��

1
��
��
B  ��
1 Rank kolom penuh
��
2
��

B  ( B t B ) 1 B t
1
� 1 �
��
� �
[ 1 1 2] ��
B  � 1 �
�� [1 1 2]
� 2 �
��
� ���
B  [ 6] [1 1 2]
1

B  �1 1 2 �
�6 6 6�

C = [ 2 1 3] Rank baris penuh


C   C t (CC t ) 1
1
2 �
�� 2 �
��
��� ���

C  ��
1 � [ 2 1 3] ��
1 �
3 �
��
��� 3 �
��
���
2
��
 ��
1 [ 14]
C  ��
1

��
3
��
�2 �
�14�
C   �1 �
�14�
�3 �
�14�

98
1 3�

A� �
6. 2 6�

 Dengan Pendekatan Pen-rose


r ( A)  1

B  At A
1 2 ��
� 1 3� �5 15 �
B  � �� � = �
3 6 ��
� 2 6� �10 45�

1 0�
� �5 15 � �5 15 �
C1 B  � � � � � �
0 1�
� �10 45 � �10 45�
trss(C1B )  5  45 = 50

1 0�
� �1 2� �
1 2�
C1 At  � �� � � �
0 1�
� �3 6� �
3 6�

rC1 At
A 
trss (C1 B )
1 �1 2�
A  �
3 6�
50 � �

99
 Dengan Kronecker
A  B �C

1
��
B  �� C = [ 1 3]
2
��

B   ( B t B) 1 B t
1
� 1 �
��

[ 1 2] ��
B � � [ 1 2]
2 �
� ��
B   [ 5] [1 2]
1

1
B  [ 1 2]
5

C   C t (CC t ) 1
1
1 �
�� 1 �
��

C  �� �
3 �
[ 1 3] ���
3 �
�� ��
1
1 ��
C   ��
3
10 ��

A  B  �C 
1 �1 2�
A  �
3 6�
50 � �

100
7. A  [ 1 1 5 0]

 Dengan Rank Baris Penuh


A  At ( AAt )1

1
1 �
�� 1 �
��
�� � ���
1 � 1 �

A  ��
5 �
��
[ 1 1 5 0] ��
��
5 �
�� � ���
0 �
�� � 0 �
���
1
��
��
1
1 ��
A 
27 ��
5
��
0
��

101
 Dengan Pendekatan Pen-rose
r ( A)  1

B  At A
1
��
��
1
B  ��
��
5
[ 1 1 5 0] = [ 27]
��
0
��

C1 B  [ 1] [ 27 ] = [ 27]
trss (C1B )  [ 27]

1
� 0 0 0���
1 1
��

0 1 0 0� ��
1 ��
1
C1 At  � ��� = ��

0 0 1 0���
5 ��
5
� ��� ��
0
� 0 0 1 ���
0 0
��

rC1 At
A 
trss (C1 B)
1
��
��
1
1 ��
A 
27 ��
5
��
0
��

102
BAB VIII
MATRIK KEBALIKAN BERSYARAT

Jika ada matriks A(mxn) maka matriks kebalikan umum dari A itu adalah :

A(mxn) ↔ Ac(mxn) ↔ A . Ac . A = A

Karena hanya memiliki satu ciri diatas, maka sifatnya menjadi tidak khas atau tidak
unik, sedangkan untuk matriks kebalikan umum (MKU) sifatnya unik. Sehingga “
Kalau MKU pasti MKB, tapi MKB belum tentu MKU”.
Metode yang digunakan untuk mendapatkan matriks kebalikan bersyarat dari suatu
matriks adalah dengan mengubahnya menjadi bentuk hermit. Suatu matriks H disebut
berbentuk hermit apabila H(mxn) merupakan matriks segi yang memenuhi syarat :
1. H adalah matriks segitiga atas
2. Diagonal utamanya hanya bernilai nol atau satu
3. Apabila pada suatu baris dimana diagonal utamanya bernilai nol maka
pada baris tersebut bernilai nol
4. Apabila pada suatubaris dimana diagonal utamanya bernilai satu maka
unsure pada lajur tegak (kolom) bernilai satu

Matriks Hermit merupakan matriks idempotent (matriks yang jika dikuadratkan


hasilnya sama). Dalil 1 :
“ Untuk setiap matriks A berordo mxn maka akan ada suatu matriks lainnya
yaitu B yang bersifat non singular, sehingga B . A = H dimana H berbentuk hermit dan
matriks B adalah MKB dari matriks A”
A(mxn) | I ~ H | B
Dimana B = Ac, pembuktiannya :
B .A= H
B. A. B. A = H2
B. A. B. A = B. A
B-1. B. A. B. A = B-1. B. A
A. B. A. = A
B = Ac (terbukti)
Jika suatu matriks bukanlah suatu matriks segi atau A(mxn) → m > n

103
Maka Ao = [A(mxn) . O(mxn)] (mxm)
Dimana Bo . Ao = H
 B ( nxm) 
 
Bo →  B ( m  n) xm  mxm

Adapun beberapa contoh soal yang berkaitan dengan matriks kebalikan umum sebagai
berikut :
1. Carilah matriks kebalikan bersyarat dari matriks dibawah ini dengan menggunakan
metode hermit.
 1 2 
 
 2 1 
A= 
3  6
 
 1  2 

Penyelesaian :
 1 2   1 2 0 0  1 0 0 0
    
 2 1   2 1 0 0  0 1 0 0
3 → 21( 2 ), B 31( 3), B 41( 1)
B    
 6 3 6 0 0  0 0 1 0
    
 1  2   1 2 0 0  0 0 0 1 
 

1 0  1 0 1 2 0 0  1 0 0 0

2 0

0 0
   2 1 
0 5 0 0  2 1 0 0 0 1 0 0  0 0
5 5
1

12 ( 2 )
B 2( )
0 B 
0 0  3 0  
0  3
5
0 0 0 1 0 0 0 1 0
    
0 0   1 1  0
 0 0 0 0
 0 0 0   1 0 0 1 

 1 2 
1 0 0 0  0 0
  5 5 
0 1 0 0  2 1
0 0
0 0 0 0  5 5 
  3 0 1 0
0 0 0 0 
 
1 0 0 1

Maka matriks kebalikan umum dari matriks A adalah :


1 2 
 0 0
5 5 
2 1
0 0 

5 5 

104
2. carilah matriks kebalikan umum dari matriks B berikut dengan menggunakan
metode hermit
1 3  4
 
B = 1 5 1
3 13  6 

Penyelesaian :
1 3  4 1 3  4  1 0 0
    
1 5 1 → 1 5  1  0 1 0 21( 1), B 31( 3)
B  
3 13  6  3 13  6  0 0 1 
 

1 3  4  1 0 0
  
0 2 3   1 1 0
0 4 6   3 0 1 

  17  5 3 
 1 3  4  1 0 0 1 0  0
 2  2 2
3   1 1  
3   1 1

B2(1

/ 2)
 0 1  0   0
B12 ( 3 ), B 32 ( 4 )
    1 0
2  2 2  2  2 2 
  
 0 4 6   3 0 1  0

0 0   1

2 1

  
Bc 
Sehingga didapatlah matriks kebalikan bersyarat dari matriks B sebagai berikut :
 5 3 
 0
 2 2 
1 1
Bc =  0

2 2
 1 2 1
 
 
3.Selesaikan matriks berikut dengan mencari matriks kebalikan bersyaratnya dengan
menggunakan metoda hermit :
1 1 1 1
 
1 2 3 2
C= 
2 5 6 4
 
2 6 8 5 

Penyelesaian

105
1 1 1 1 1 1 1 1  1 0 0 0
    
1 2 3 2 1 2 3 2  0 1 0 0
2 → 21( 1), B 31( 2 ), B 41( 2 )
B  
5 6 4 2 5 6 4  0 0 1 0
    
2 6 8 5  2 6 8 5  0 0 0 1 
 

1 1 1 1  1 0 0 0
  
0 1 2 1   1 1 0 0 12 ( 1), B 32 ( 3), B 42 ( 4 )
0 B  
3 4 2   2 0 1 0
  
0 4 6 3   2 0 0 1 

1 0 1 0  2 1 0 0
  
0 1 2 1   1 1 0 0 B 3(
1
)
0 0 2  1 1 3 1 0 
2

  
0 0 2  1 2 4 0 1 

1 0 10  2  1 0
0
  
0 1 2 1   1 1 0 0
1   1 3 1
0 0
13(1), B 23 ( 2 ), B 43( 2 )
B    
0 1
 2  2 3 2 
0 0  2  1 2  4 0 1 

 1  3 1 1 
1 0 0  0
 2  2 2 2 
0 1 0 0  0  2 1 0 
0 1   1 3  1 
0 1 0
 2  2 3 2 
0 0 0 0  1  1  1 1 

Cc 
Sehingga didapatlah matriks kebalikan umum dari matriks C, yaitu :

 3 1 1 
 0
 2 2 2 
 0  2 1 0
 1 3 1
0
 2 3 2 
 1 1 1 1 

106
4. Berikut sebuah matriks D dengan ordo 2x5;
 1 0 0 
 
 2 0 0 
D =  2 1 2 

1 2 4 
 3 2  4 

Carilah matriks kebalikan umum dari matriks D diatas dan buktikan kebenarannya !
Penyelesaian :
 1 0 0   1 0 0 0 0  1 0 0 0 0
    
 2 0 0   2 0 0 0 0  0 1 0 0 0
 2 1 2   2 1 2 0 0  0 0 1 0 0
  →   
 1 2 4  1 2 4 0 0  0 0 0 1 0
 3 2  4   3 2 4 0 0  0 0 0 0 1 
 

1 0 0 0 0  1 0 0 0 0
  
0 0 0 0 0   2 1 0 0 0
         0
B 21( 2 ), B 31( 2 ), B 41(1), B 51( 3)  1 2 0 0   2 0 1 0 0
 
0 2 4 0 0  1 0 0 1 0
0 2 4 0 0   3 0 0 0 1 

1 0 0 0 0  1 0 0 0 0
  
0 0 0 0 0   2 1 0 0 0
1 0 1 1 0 0   1 0
1
0 0 43( 4 ), B 53( 4 )
B 3( )

2
    B  
2 2
0 2 4 0 0  1 0 0 1 0
  
0  2  4 0 0   3 0 0 0 1 

1 0 0 0 0  1 0 0 0 0
  
0 0 0 0 0   2 1 0 0 0
0 1 1
1 0 0   1 0 0 0
 2  2 
0 0 0 0 0  5 0 2 1 0
  
0 0 0 0 0   7 0 2 0 1 
Maka didapatlah matriks kebalikan bersyarat dari D adalah

107
 
 1 0 0 0 0
 2 1 0 0 0
 1 
 1 0 0 0
 2 
Maka pembuktian dari matriks kebalikan umum yang didapat diatas menggunakan
cirri matriks kebalikan umum dimana :
A . Ac . A = A
 1 0 0   1 0 0 
     
 2 0 0   1 0 0 0 0  2 0 0 
 2 0
=  2 1 2 
 
1 0 0

 2

1 2 

1
1 2 4   1 0 0 0 1 2 4 
 3  
 4   3  4 
2
 2  2

 1 0 0 0 0  1 0 0 
   
 2 0 0 0 0  2 0 0 
=   2 1 1 0 0

 2

1 2 

9 2 2 0 0  1 2 4 
 11 2 2 0 0   3 2  4 
 
 1 0 0 
 
 2 0 0 
=  2 1 2 

1 2 4 
 3 2  4 

Maka terbukti jika A . Ac . A = A
1 2 1�

� �
5. A = �2 3 1 �,carilah Ac !

1 1 0�
� �

1 2 1�
� �1 0 0� 1 2 1�
� �1 0 0 �
� �
� � b 21( 1) � �
� �
�2 3 1�
�0 1 0 ����� � �1 1 0 �
1 1 0�

1 1 0��0 0 1� �
1 1 0�
�0 0 1 �
� �
� � � �
� �
1 2 1�
� �1 0 0 �
� �

b 32( 1) �
���� �
1 1 0�
�1 1 0 �

0 0 0�
�1 1 1 �
� �
� �
1 2 1�
� �1 0 0�
b 21( 1) � �
� �
���� 0 1 1�
� �2 1 0�

0 0 0� �1 1 1 �
� �
� �

108
1 2 1�
� �1 0 0�
b 2( 1) � �
� �
��� ��
0 1 1�
�2 1 0 �

0 0 0�
�1 1 1 �
� �
� �
1 0 1�
� �3 2 0 �

b12( 2) �
� �
���� �
0 1 1��2 1 0 �

0 0 0��1 1 1 �
� �
� �

�3 2 0 �
� �
Ac = �2 1 0 �
�1 1 1 �
� �

�1 2 �
� �
6. A = �1 1 �,Carikah Ac

�10 �

�1 2 0 ��1 0 0� �1 2 0 ��1 0 0�
� �
� � b 23(1) � �
� �
�1 1 0 ��0 1 0 ���� � �0 1 0 ��0 1 1�
�1 0 0 �
�0 0 1� �1 0 0 �
�0 0 1�
� �
� � � �
� �

�1 0 0 ��1 2 2 �

b12( 2) �
� �
���� �0 1 0 ��0 1 1�
�1 0 0 �
�0 0 1�
� �
� �
1 0 0�
� �1 2 2 �

b 31(1) �
� �
���
��0 1 0�
�0 1 1�

0 0 0�
�1 2 1 �
� �
� �
1 2 2 �

Ac = � �
0 1 1�

3 2 1�

� �
1 1 1 �,carilah Ac
7. A = �

3 1 1�
� �

3 2 1�
� �1 0 0� �3 2 1� �1 0 0 �
� �
� � b 31( 1) � �
� �
1 1 1�
� �0 1 0 ����� � 1 1 1� �0 1 0 �

3 1 1 �
�0 0 1� �
0 1 2 �
�1 0 1 �
� �
� � � �
� �

109
�3 2 1 � �1 0 0�
� �
� �
b 21( 1/3)
���� 0 1 / 3 2 / 3�
�� �1 / 3 1 0 �

0 1 2 � � 1 0 1 �
� �
� �
3 2 1 �
� �1 0 0 �
� �
� �
���b 2(3)
��0 1 2� �1 3 0 �

0 1 2 �
�1 0 1 �
� �
� �

�3 2 1�
�1 0 0 �
� �
� �
0 1 2��1 3 0 �
b 32(1)
��� ��

0 0 0��2 3 1 �
� �
� �
3 0 4 �
� �3 6 0 �

b12( 2) �
� �
���� �
0 1 2� �1 3 0 �

0 0 0� �2 3 1 �
� �
� �
1 0 1 / 3 �
� �1 2 0 �
� �
� �
�1 3 0 �
b1(1/3)
��� ��
0 1 2 �

0 0 0 � �2 3 1 �
� �
� �

�1 2 0 �
� �
Ac = �1 3 0 �
�2 3 1 �
� �

8.

AC (Matriks Kebalikan Bersyarat):

Jadi, AC =

110
9.

AC (Matriks Kebalikan Bersyarat):


Di buat menjadi matriks persegi, dengan ordo m×n, dengan n < m, maka kita akan
menambahkan sejumlah (m – n) kolom

Hilangkan sekatnya, untuk memperoleh AC =

10.

AC (Matriks Kebalikan Bersyarat):

111
Jadi, AC =

11. Cari MKB dari matriks berikut!

1 2 1 
 
A  2 3 1 
1 4  4 

1  2 1 1 0 0 b 2.1 ( 2) 1  2 1 1 0 0
  b3.1 ( 1)  
2  3 1 0 1 0     0 1 1  2 1 0 
1 4  4 0 0 1 0 6  5 1 0 1
   
1  2 1 1 0 0 b1.3 ( 1) 1  2 0  10 6 
  b 2.3 (1) 
0 1 1  2 1 0     0 1 0 9  5
0 0 1 11  6 1 0 0 1 11  6
  
1 0 0 8  4 1
 
0 1 0 9  5 1
0 0 1 11  6 1
 

8 4 1
c  
A 9 5 1
11 6 1

112
12. Tentukan MKB dari matriks berikut!

2 3 1
 
2 3 1 B0   1  1 2
B   
1  1 2  0
 0 0 

2 3 1 1 0 0 2 3 1 1 0 0
  b2.1 (  1 )   b1.2 ( 6 )
1 0     2  0  52 3  1 0     5 

1 20 1  2 2 1
0 0 00 0 1  0 0 0 0 0 1 
 
0  b1( 2 )
1
2 0 14 2 6 1 0 7 1 3 0
 5 5 5  b2 (  2 )  5 5 5 
0  5 3  1 1 0     5  0
 1  3 1  2 0
2 2 2 5 5 5
   
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1
 15 3 5 0 
 
C 0   15  2 5 0 
0 0 1 

BAB IX
AKAR CIRI DAN VEKTOR CIRI

Kita dapat 1menggunakan varians untuk mengetahui tingkat keragaman data dengan
 5 35 

satu variabel.  untuk mengetahui tingkat keragaman data dengan dua variabel
Namun
B c   15  2 5 
atau lebih, kita
0 0
 menggunakan akar ciri.
dapat

 

Definisi
Misalkan A adalah suatu matriks nxn. Skalar  disebut sebagai suatu akar ciri (nilai
eigen) atau nilai karakteristik (characteristic value) dari A jika terdapat suatu vektor
taknol x, sehingga Ax =  x
Vektor x disebut vektor ciri (vektor eigen) atau vektor karakteristik dari  . Akar ciri
akan menghasilkan vektor-vektor ciri pada setiap nilai 

113
Persamaan Ax =  x dapat menghasilkan fungsi polinom akar ciri yaitu Q(  ), yang
mana selanjutnya digunakan untuk mendapatkan akar ciri.

Ax =  x
Ax –  x = 0  sistem persamaan linier homogen maka pasti mempunyai penyelesaian
(A–  I) x = 0  x merupakan vektor taknol, maka A –  I adalah singular
A–  I = 0
 x    0

Jika determinan Ax –  I diuraikan, maka akan kita dapatkan suatu polinom berderajat
ke-n dalam peubah 
Q(  ) =  x  

Q(  ) = a n   a n 1  a n 2    a 0  fungsi polinom akar ciri


n n 1 n 2

Q(  ) = 0
a n n  a n 1n 1  a n  2 n  2   a 0  0  persamaan akar ciri

Misalkan A adalah matriks nxn dan  adalah suatu skalar,


maka
a)  adalah akar ciri (nilai eigen) dari A
b) (A –  I)x = 0
c) A –  I adalah singular
d) det(A –  I) = 0

Contoh:
3 2

4 1

Tentukanlah :
a Fungsi polinom
b Persamaan akar ciri
c Nilai akar ciri
d Vektor akar ciri untuk nilai akar ciri terbesar

Penyelesaian:

114
3 2 1 0 3 2
a          
4 1 0 1 4 1 

Q(  )  ( 3   )(1   )  2.4
Q ( )  3  3    2  8

Q(  )  2  4  5  fungsi polinom akar ciri

b Q(  ) = 0  persamaan akar ciri


2  4  5  0
c (   5)(   1)  0
1  5   2  1

d Vektor ciri untuk  max   = 5

3   2  x1 
    0
 4 1    x 2 
  2 2  x1 
    0
 4  4  x 2 

 2 x1  2 x 2  0
4 x1  4 x 2  0
x1  x 2
x1  t
x2  t

t  1
x     t  
t  1

1
Untuk t = 1  x   
1

 2
Untuk t = 2  x  dst.
 2

Contoh Soal :

3 0 0 0
4 1 0 0
1) A
0 0 2 1
 
0 0 0 2

Tentukan:
a Fungsi polinom
b Persamaan akar ciri

115
c Nilai akar ciri
d Vektor ciri dengan nilai akar ciri maksimum

3 0 0 0 1 0 0 0 3 0 0 0
4 1 0 0 0 1 0 0 4 1  0 0
A       
0 0 2 1 0 0 1 0 0 0 2 1
   
0 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 2

Dengan menggunakan metode minor kofaktor maka

1  0 0
A    ( 3   ) 0 2 1  ( 3   )(1   )( 2   )( 2   )
0 0 2

a. Fungsi polinom akar ciri


Q(  )  A    ( 3   )(1   )( 2   )( 2   )

Q(  )  ( 2  4  3)( 2  4  4 )
Q(  )  4  83  232  28  12

b. Persamaan akar ciri


Q(  )  0
4  83  232  28  12  0

c. Nilai akar ciri


4  83  23 2  28  12  0
( 3   )(1   )( 2   )( 2   )  0
1  3   2  1  3   4  2

d. Vektor ciri dengan nilai akar ciri maksimum    3

3   0 0 0  x1 
  
 4 1  0 0  x 2 
0
 0 0 2 1  x3 
  
 0 0 0 2    x 
  4 

116
0 0 0 0  x1 
  
4  2 0 0  x 2 
 0 0  1 1  x   0
  3 
0 0 0  1 x 4 

4 x1  2 x 2  0
 1x3  x 4  0
 x4  0
x4  0
x3  0
4 x1  2 x 2  x 2  2 x1
x1  t
x 2  2t

t  1
   
 2t   2
x     t 
0 0
   
0 0
   
1
 
 2
Untuk t = 1  x   
0
 
 0
 

 2
 
 4
Untuk t = 2  x    dst.
0
 
 0
 

2) Diketahui matriks-matriks berikut, dan carilah:


1. Fungsi polinon akar ciri.
2. Persamaan akar ciri.
3. Nilai-nilai akar ciri.
4. Vektor ciri untuk nilai akar ciri terbesar

1 2�
� 0 3�

A� � , B= � �
1 0�
� 1 2�

117
Jawab

1 2� �
� 1 2� � 1 0� 1   2
A  � �, � �  � �  2    2
1 0� �
� 1 0� � 0 1� 1 

1.  2    2
2.  2    2  0
3.   2 , atau   1
4. Untuk   2
�1 2 ��x1 � ��
0
�1 2 �� � ��
� x2 � ��
�� 0
1
x1  2 x2  0 , misal x1  t , maka x2  t
2

0 3� �
� 0 3� � 1 0 �  3
B= � � , � �  � �   2  2  3
1 2 1 2
� � � � � � 0 1 1 2  

1.  2  2  3
2.  2  2  3  0
3.   3 , atau   1
4. Untuk   3
�3 3 �� x1 � ��0
�1 1�� � ��
� �� x2 � ��0
 3 x1  3 x2  0 , misal x1  t , maka x2  t

6 4 �

3) �
3 1�
� �

118
6 4 � �
� 6
1 0� � 4 �
� �-  � �= � = (6- )(-1- )+12
3 1� �
� 0 1� � 3 1   �

= -6-6     2  12
Q(x)=  2 -5  6

Persamaan akar: Q(x)=  2 -5  6

Persamaan akar ciri: Q (x) =0


 2 -5  6 =0

Akar ciri:  2 -5  6 =0


(  3)(  2) =0
  3 �  2
Vektor ciri untuk  maks=3.

�6 4 �� x1 � 3 4 ��
� x1 �
� �= 0 � � =0
�3
� 1   �
��x2 � �
3 4 �
� ��x2 �

3x1  4x 2  0
3x1  4x 2  0

Misal x1 = t, x 2  3 4 t

t � �
� 1 �
Sehingga x = � �=
3 t� �t �
3 �

�4 � �
�4�

1 �

Untuk t = 1, x = �
3 �

�4�

2 �

Untuk t = 2, x = �
3 �

�2�

3 1�

4) �
1 1�
� �
119
3 1� �
� 3   1 �
1 0� �
� �-  � �= � = (3- )(1- )+1
1 1� �
� 0 1� � 1 1  �

= 3-4   2  1
Q(x)=  2 -4  4

Persamaan akar: Q(x)=  2 -4  4

Persamaan akar ciri: Q (x) =0


 2 -4  4 =0

Akar ciri:  2 -4  4 =0


(  2)(  2) =0
 2
Vektor ciri untuk  maks=2.

3   1 ��
� x1 � 1 1��
� x1 �
� = 0� =0
�1


1   ��x2 �



��
1 1��x2 �

x1  x 2  0
x1  x 2  0

Misal x1 = x 2 =t

�t� � 1�
Sehingga x = ��= t ��
�t� � 1�

1�

Untuk t = 1, x = ��
1�

2
��
Untuk t = 2, x = ��
2
��
4 5 1 �


1 0 1�
5) � �

0
� 1  1�

120
4 5 1 � �
� 1 0 0� � 4 5 1 �
� � �
1 0 1�-  � � �  1 �
� 0 1 0 �= � 1 �= (4- )(- )(-1- )+1+(4- )  5  ( 1   )
0 1 1�

� � � �
0 0 1�� ��0 1 1   �

= (4  4 2   2   3 )  (6 )
Q(x)= - 3  3 2  2

Persamaan akar: Q(x)= - 3  3 2  2

Persamaan akar ciri: Q (x) =0


- 3  3 2  2 =0

Akar ciri: - 3  3 2  2 =0
 ( 2  3  2)=0
  0 �  1 �  2
Vektor ciri untuk  maks=2.

�4   5 1 ��x1 � 2 5 1 ��
� x1 �
�1  ��
1 ��x2 � � ��
1 2 1��x2 �
� �= 0 � � �= 0

�0 1 1   � ��
�x3 �
� 0 1 3�

� ��
�x3 �

2x1  5x 2  x 3  0
x1  2x 2 -x 3  0
x 2 - 3x 3  0

x 2 = 3x 3

Misal x 2 =3t, x 3 =t
x1  6t  t  0
x 1  7t

7t � ��
� 7
� � ��
Sehingga x = �
3t �= t ��
3

t �
� � �� 1
��

7
�� 14 �

�� �
6 �
Untuk t = 1, x = ��
3 Untuk t = 2, x = � �
��
1
�� �
��
2 �

121
6) A=

Dari matriks A tersebut, carilah :


a. Fungsi Polinom Akar Ciri
b. Persamaan Akar Ciri
c. Nilai Akar Ciri ( )
d. Vektor Ciri ( x ) dari

Penyelesaiannya :
a. Fungsi Polinom Akar Ciri

Q( ) = A   =

= (10 – )(-2 – ) – (-9)4


2
= -20 - 8 + + 36
2
Q( ) = - 8 + 16

b. Persamaan Akar Ciri


Q( ) = 0
2
- 8 + 16 = 0

c. Nilai Akar Ciri ( )


2
- 8 + 16 = 0
( - 4)2 = 0
1= 2 =4

d. Vektor Ciri ( x ) dari =4


(A – I) x = 0

6x1 – 9x2 = 0

122
4x1 – 6x2 = 0
Misal : x1 = t

x
X2 = - t =t

7) B=

Dari matriks B tersebut, carilah :


a. Fungsi Polinom Akar Ciri
b. Persamaan Akar Ciri
c. Nilai Akar Ciri ( )
d. Vektor Ciri ( x ) dari

Penyelesaiannya :
a. Fungsi Polinom Akar Ciri

B  
Q( ) = =

= (5 - ) +1

2
= (5 – )(- + – 0) + 1(1 +7 - 7 )
2
= (5 – )(- + ) + (8 - 7 )
2 2 3
= -5 + 5 + – +8-7
3 2
Q( ) = - +6 - 12 + 8

b. Persamaan Akar Ciri


Q( ) = 0
3 2
- +6 - 12 + 8 = 0

c. Nilai Akar Ciri ( )

123
3 2
- +6 - 12 + 8 = 0
Dengan menggunakan cara “Horner” maka
( - 2) 2 -1 6 -12 8

-2 8 -8
-1 4 -4 0
2
( - 2)(- + 4 – 4) = 0

( - 2)(- + 2)( - 2) = 0

1= 2= 3= 2

d. Vektor Ciri ( x ) dari =2

(B – I) x = 0

3x1 +x3 = 0
x1 – x2 =0
-7x1 + x2 – 2x3 = 0

x3 = -3x1
x1 = x2
misal : x1 = t
x2 = t
x3 = -3t

x
=t

3 5 3 8 
0 4 6  2
8) C
0 0 1 1 
 
0 0 0  7

124
Dari matriks C tersebut, carilah :
a. Fungsi Polinom Akar Ciri
b. Persamaan Akar Ciri
c. Nilai Akar Ciri ( )
d. Vektor Ciri ( x ) dari terbesar

Penyelesaiannya :

a. Fungsi Polinom Akar Ciri


Q( ) = C  
=

3 5 3 8  1 0 0 0 3 5 3 8
0 4 6 
 2 0 1 0 
0 0 4 6 2
   
0 0 1 1  0 0 1 0 0 0 1  1
   
0 0 0  7 0 0 0 1 0 0 0 7

= (-7 – )

= (-7 – )(1 – )

= (-7 – )(1 – )(3 – )(-4 – )


2 2
=( + 6 - 7)( + - 12)
4 3 2
Q( ) = +7 - 19 - 7 + 84

b. Persamaan Akar Ciri


Q( ) = 0
4 3 2
+7 - 19 - 7 + 84 = 0

c. Nilai Akar Ciri ( )


4 3 2
+7 - 19 - 7 + 84 = 0
(-7 – )(1 – )(3 – )(-4 – ) = 0

125
1 = -7, 2 = 1, 3 = 3, 4 = -4

d. Vektor Ciri ( x ) dari terbesar ( =3)


(C – I) x = 0

0 5 3 8   x1  0
    
0 7 6  2   x2  =  0 
0 0 2 1   x3  0
    
0 0 0  10   x  0
  4  

0x1 + 5x2 – 3x3 + 8x4 = 0 misal : x1 = t (karena = ~)


-7x2 + 6x3 – 2x4 = 0 x2 = 0
-2x3 + x4 = 0 x3 = 0
-10x4 = 0 x4 = 0

1
 
0
x = t  
0
 
0
 

126

Anda mungkin juga menyukai