Anda di halaman 1dari 4

Antagonis reseptor Histamin H2

Terapi menggunakan antagonis reseptor histamin H2 merupakan terapi yang digunakan untuk
mengurangi sekresi asam lambung berlebih. Mekanisme aksi obat golongan antagonis
reseptor histamin H2 yaitu dengan cara mem-blok kerja dari histamin atau berkompetisi
dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal sehingga mengurangi
sekresi asam lambung (Katzung, B.G, 2002). Ada 4 antagonis reseptor histamin H2 yang
sering digunakan dalam pengobatan peptic ulcer disease yaitu cimetidine, ranitidine,
famotidine, dan nizatidine. Keempat obat tersebut dapat secara cepat di absorbsi di usus
halus. Cimetidine, ranitidine dan famotidine akan mengalami first-pass hepatic metabolism
yang akan mengakibatkan bioavailabilitasnya menjadi sekitar 50%. Sedangkan nizatidine
hanya sedikit mengalami first-pass hepatic metabolism sehingga bioavalabilitasnya
mendekati 100%. Waktu paruh (half life) dari keempat obat tersebut adalah 1 hingga 4 jam
dan durasinya tergantung dari besarnya dosis yang diberikan. Obat golongan antagonis
reseptor histamin H2 akan dibersihkan dari tubuh melalui kombinasi metabolisme di hati,
flitrasi glomerolus dan sekresi tubulus renal. (Katzung, B.G, 2002). Berikut akan diuraikan
mengenai cimetidine dan ranitidine.
Cimetidine
Nama dagang di Indonesia: Cimetidine Hexpharm (diproduksi oleh Hexpharm), Cimetidine
Prafa (Prafa), Corsamed (Corsa), Licomed (Berlico Mulia Farma), Tagamed
(GlaxoSmithKline), Tidifar (Ifars), Ulcedine (United American), Ulcumed (Soho), Ulcusan
(Pyridam), Ulsikur (Kalbe Farma), Xepamed (Metiska Farma).
Indikasi: Terapi jangka pendek untuk ulkus duodenum aktif, terapi pemeliharaan ulkus
duodenum sesudah penyembuhan dari ulkus aktif, terapi jangka pendek ulkus gaster aktif
yang jinak, terapi refluks gastroesofagus erosif, pencegahan pendarahan saluran cerna bagian
atas.
Kontra indikasi: Hipersensitif dengan cimetidine
Bentuk sediaan, dosis, dan aturan pakai: tablet 200 mg dan tablet 400 mg.
Ulkus duodenum aktif 800 mg 1x sehari pada malam hari atau 300 mg 4x sehari pada waktu
makan atau sebelum tidur atau 400 mg 2x sehari pada pagi hari dan sebelum tidur. Lama
terapi 4-6 minggu. Terapi pemeliharaan ulkus duodenum 400 mg 1x sehari pada malam hari
sebelum tidur. Ulkus gaster aktif jinak 800 mg 1x sehari pada malam hari sebelum tidur atau
300 mg 4x sehari pada saat makan dan sebelum tidur selama 6-8 minggu.
Refluks gastroesofagus erosif 800 mg 2x sehari atau 400 mg 4x sehari dalam dosis terbagi
selama 12 minggu. Hipersekresi patologis 300 mg 4x sehari pada saat makan dan sebelum
tidur. Dosis maksimal 2,4 gram sehari.
Efek samping: diare ringan, sakit kepala, mengantuk, agitasi, dpresi, cemas, halusinasi, mual,
muntah.
Resiko khusus: Wanita hamil dan menyusui. Cimetidine dapat melintasi plasenta dan dapat
mencapai air susu, sehingga tidak boleh digunakan pada wanita hamil dan menyusui.
Ranitidine
Nama dagang di Indonesia: Aldin (diproduksi oleh Merck),.Anitid (Bernofarm), Chopintac
(Nufarindo), Fordin (Promed), Gastridin (Interbat), Hexer (Kalbe Farma), Radin (Dexa
Medica), Rancus (Mersifarma TM), Ranin (Pharos), Ranitidine Hexpharm (Hexpharm) ,
Ranticid (Kimia Farma), Rantin (Kalbe Farma), Ratinal (Gracia Farmindo), Ranatac
(Fahrenheit), Tricker (Meprofarm), Ulceranin (Otto), Wiacid (Lansond), Xeradin (Metiska
Farma), Zantac (GlaxoSmithKline), Zantadin(Soho), Zantifar (Ifars), Zumaran (Sandoz).
Indikasi: Ulkus duodenum, ulkus gaster non maligna, kondisi hipersekresi patologi.
Kontra indikasi: Hipersensitif dengan ranitidin.
Bentuk sediaan, dosis, dan aturan pakai: tablet 150 mg, ampul 25 mg, ampul 50 mg.
Ulkus duodenum 150 mg 2x sehari atau 300 mg 1x sehari pada malam hari. Pencegahan
kekambuhan ulkus 150 mg sebelum tidur Sindrom Zollinger Ellison 150 mg 3x sehari.
Efek samping: sakit kepala, pusing, ruam kulit, aritmia, vertigo.





UBT (Urea Breath Test)

Merupakan pemeriksaan non invasive gold standard untuk deteksi infeksi
Helicobacter pylori. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel nafas dan
didasarkan pada kemampuan Helicobacter pylori dalam mengeluarkan enzim urease yang
dapat mengubah urea menjadi karbondioksida (CO
2
) dan amonia. Pemberian tablet urea
dengan
13
C pada pasien dengan infeksi Helicobacter pylori akan menghasilkan
13
CO
2
yang
tinggi pada nafas yang dapat dideteksi dengan spektrofotometer inframerah UBiT-IR300
dengan cara mengukur rasio
13
CO
2
tersebut dibandingkan dengan baseline (sebelum
diberikan tablet urea).
Pemeriksaan UBT dapat dilakukan pada orang dewasa maupun anak-anak, dengan tata cara
pemeriksaan yang sama.
Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan UBT adalah sebagai
berikut :
1. Berpuasa selama minimal 3 jam
2. Tidak boleh melakukan pemeriksaan dengan barium
3. Tidak boleh minum antibiotik dan sediaan bismuth atau sodium ecabet , sukralfat atau
protom pump inhibitor 30 hari sebelum pemeriksaan.

Pemeriksaan diawali dengan pengumpulan udara pernafasan normal (baseline) ke dalam
sebuah kantong, kemudian pasien diminta untuk meminum
13
C-urea (urea berlabel). Setelah
itu pasien diminta berbaring ke sisi kiri selama 5 menit sebelum melakukan pengambilan
sampel nafas yang kedua. Perbedaan konsentrasi CO
2
pada kedua sampel nafas tersebut
diukur.
Kegunaan UBT :
1. Diferensial diagnostik penyakit ulkus peptik dan gastritis kronik yang aktif
2. Monitoring terapi dan dokumentasi kesembuhan pada pasien dengan infeksi H.pylori
3. Pemeriksaan hanya ditujukan bagi pasien yang memang akan diterapi

Sensitivitas pemeriksaan UBT untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%, sementara
spesifitasnya untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%.









Warning alarm pada pasien dispepsia


Untuk menegakkan diagnosis dispepsia, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium sederhana dan pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan
radiologis dan endoskopi. Pada anamnesis, ada tiga kelompok besar pola dispepsia yang
dikenal yaitu :24
o Dispepsia tipe seperti ulkus (gejalanya seperti terbakar, nyeri di epigastrium terutama
saat lapar/epigastric hunger pain yang reda dengan pemberian makanan, antasida dan
obat antisekresi asam)
o Dispepsia tipe dismotilitas (dengan gejala yang menonjol yaitu mual, kembung dan
anoreksia)
o Dispepsia non spesifik
Tidak semua pasien dispepsia dilakukan pemeriksaan endoskopi dan banyak pasien yang
dapat ditatalaksana dengan baik tanpa pengobatan sehingga diagnosis secara klinis agak
terbatas kecuali bila ada alarm sign. Bila ada salah satu atau lebih pada tabel tersebut ada
pada pasien, sebaiknya dilakukan pemeriksaan endoskopi.
Umur 45 tahun (onset baru)
Perdarahan dari rektal atau melena
Penurunan berat badan >10%
Anoreksia
Muntah yang persisten
Anemia atau perdarahan
Massa di abdomen atau limfadenopati
Disfagia yang progresif atau odinofagia
Riwayat keluarga keganasan saluran cerna bagian atas
Riwayat keganasan atau operasi saluran cerna sebelumnya
Riwayat ulkus peptikum
Kuning (Jaundice)

Anda mungkin juga menyukai