Anda di halaman 1dari 8

Nama : Lia Pradita

NPM : 1102010151

1. Diet pada Penyakit Ginjal Kronik (PGK)


Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dikelompokkan menurut stadium, yaitu stadium I, II,
III, dan IV. Pada stasium IV dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat tetapi
belum menjalani terapi pengganti dialisis biasa disebut kondisi pre dialisis. Umumnya
pasien diberikan terapi konservatif yang meliputi terapi diet dan medikamentosa dengan
tujuan mempertahankan sisa fungsi ginjal yang secara perlahan akan masuk ke stadium V
atau fase gagal ginjal. Status gizi kurang masih banyak dialami pasien PGK. Penelitian
keadaan gizi pasien PGK dengan Tes Kliren Kreatinin (TKK) 25 ml/mt yng diberikan
terapi konservatif di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSCM, dijumpai 50 % dari 14 pasien
dengan status gizi kurang. Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan
yang kurang sebagai akibat dari tidak nafsu makan, mual dan muntah.
Untuk mencegah penurunan dan mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui
monitoring dan evaluasi status kesehatan serta asupan makanan oleh tim kesehatan. Pada
dasaranya pelayanan dari suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta
petugas kesehatan lain diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada pasien optimal.
Asuhan gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar mencapai
status gizi optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga keseimbangn cairan dan
elektrolit, yang pada akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup baik.
Penatalaksanaan Diet pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik pre dialisis stadium IV
dengan TKK < 25 ml/mt pada dasarnya mencoba memperlambat penurunan fungsi ginjal
lebih lanjut dengan cara mengurang beban kerja nephron dan menurunkan kadar ureum
darah. Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre Dialisis dengan terapi konservatif
adalah sebagai berikut:
Syarat Dalam Menyusun Diet
Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30 kkal/kg
BB, dengan ketentuan dan komposisi sebagai berikut:
Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60 % dari total kalori
Protein untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak
sebesar 0,6 g/kg BB. Apabila asupan energi tidak tercapai, protein dapat
diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein diberikan lebih rendah dari
kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut Diet Rendah Protein.
Pada waktu yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani hingga
60 %, akan tetapi pada saat ini anjuran cukup 50 %. Saat ini protein hewani
dapat dapat disubstitusi dengan protein nabati yang berasal dari olahan kedelai
sebagai lauk pauk untuk variasi menu.
Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi diperlukan 30 % diutamakan
lemak tidak jenuh.
Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari
ditambah IWL 500 ml.

Nama : Lia Pradita


NPM : 1102010151

Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan cairan


dalam tubuh. Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara dengan 10003000 mg Na/hari.
Kalium disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70 meq/hari
Fosfor yang dianjurkan 10 mg/kg BB/hari
Kalsium 1400-1600 mg/hari

Bahan Makanan yang Dianjurkan


I.
Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau,
kentang, tepungtepungan, madu, sirup, permen, dan gula.
II.
Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam.
Bahan Makanan Pengganti Protein Hewani
Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang kedele, dapat
dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien yang menyukai sebagai
variasi menu atau untuk pasien vegetarian asalkan kebutuhan protein tetap
diperhitungkan. Beberapa kebaikan dan kelemahan sumber protein nabati
untuk pasien penyakit ginjal kronik akan dibahas.
III.
Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine
rendah garam, mentega.
IV. Sumber Vitamin dan Mineral
Semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami hipekalemi perlu
menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan khusus yaitu
dengan cara merendam sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah
itu air rendaman dibuang, sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir
dan untuk buah dapat dimasak menjadi stup buah/coktail buah.
Bahan Makanan yang Dihindari
Sumber Vitamin dan Mineral
Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami hiperkalemi.
Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam, gambas, daun
singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka.
Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan
asites. Bahan makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin,
penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan, dikalengkan dan
diasinkan.
Kesimpulan:
Terapi konservatif, yaitu diet dan obat diberikan untuk pasien PGK yang belum
menjalani terapi pengganti, dimana TKK < 25 ml/mt (stasium IV PGK).
Diet yang diberikan adalah rendah protein cukup tinggi. Caitan dan elektrolit
disesuaikan dengan kondisi pasien.
Pada Diet Rendah Protein, sumber protein sebagai lauk pauk tidak hanya bersumber
dari protein hewani, dapat digunakan hasil olahan kedelai untuk pengganti protein
hewani sebagai variasi menu atau untuk penganut vegetarian dengan memperhatikan
segala kelebihan dan kekurangan.
Asupan protein yang konsisten dan terkendali adalah penting.

Nama : Lia Pradita


NPM : 1102010151

Mengatur makanan dan memenuhi anjuran dapat meningkatkan kualitas pasien.


2. Adekuasi hemodialisa
Keberhasilan hemodialisis berhubungan dengan adekuatnya suatu tindakan hemodialisis
disebut adekuasi hemodialisis.Banyak parameter yang berpengaruh dalam hal ini. Menurut
The Renal Physicians Associations (RPA) di tahun 1993 membuat acuan parameter sebagai
berikut :

Umur lebih dari 18tahun.

Hemodialisis dilakukan 3 kali per minggu selama 3 hingga 4 jam

Residual fungsi tidak diperhitungkan

Kt/v diukur tiap bulan minimal 1,2; Urea Reduction Ratio (URR) lebih dari
65%

Perlu persamaan pengambilan sampel darah

Pemberian dosis saat hemodialisis

Dializer re-use

Kenyamanan / kepatuhan pasien


Sedangkan menurut National Kidney Foundation-Dialisys Outcomes Quality Initiative
(NKFDOQI) pada tahun 1995, membuat tujuan hemodialisis untuk :
Kepentingan klinik
Perbaikan pelayanan
Hasil yang lebih baik
Secara klinis hemodialisis reguler dikatakan adekuat jika keadaan umum dan nutrisi
penderita dalam keadaan baik, tidak ada menifestasi uremi serta diupayakan rehabilitasi
penderita kembali pada aktivitas seperti sebelum menjalani hemodialisis. Adapun kriteria
klinis adekuasi hemodialisis adalah sebagai berikut:
1. Keadaan umum dan nutrisi yang baik
2. Tekanan darah normal.
3. Tidak ada gejala akibat anemia.
4. Tercapai keseimbangan air, elektrolit dan asam basa.
5. Metabolisme Ca, dan P terkendali serta tidak terjadi osteodistrofi renal.
6. Tidak didapatkan komplikasi akibat uremia.
7. Tercapai rehabilitasi pribadi, keluarga dan profesi.
8. Kualitas hidup yang memadai.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi adekuasi hemodialisis adalah :
1. Aliran larutan dengan molekul besar dengan High Flux
2. Membran biocompatibility
3. Inisiasi HD
4. Dosis HD / Nutrisi
5. Pemeriksaan Kt/v; URR rutin (minimal setiap bulan)
6. Kualitas hidup
Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitungUreaReductionRatio(URR)dan(Kt/V).
Kt/Vurea digunakan untuk merencanakan peresepan hemodialisis serta menilai adekuasi

Nama : Lia Pradita


NPM : 1102010151

hemodialisis, sedangkanUrea reduction ratio(URR) atau Rasio Reduksi Urea (RRU)


merupakan pedoman yang sederhana dan praktis untuk menilai adekuasi hemodialisis.
NationalCooperativeDialysisStudy(NCDS), merupakan penelitian prospektif skala luas
pertama yang menilai adekuasi hemodialisis. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa urea
merupakan pertanda yang memadai untuk penilaian adekuasi hemodialisis, dan tingkat
kebersihan urea dapat dipakai untuk prediksi keluaran (outcome) dari penderita. Lowrie
dalam penelitian nyamenyimpulkan bahwa bloodurea-nitrogen (BUN) yang tinggi
menyebabkan meningkatnya morbiditas.
Menghitung Adekuasi Hemodialisis
1. Rumus Logaritma Natural Kt/V
RRU dihitung dengan mencari rasio hasil pengurangan kadar urea predialisis dibagi
kadar urea pasca dialisis. RRU adalah prosentase dari urea yang dapat dibersihkan dalam
sekali tindakan hemodialisis.RRU merupakan cara paling sederhana dan praktis untuk
menilai adekuasi hemodialisis, tetapi tidak dapat dipakai untuk merencanakan dosis
hemodialisis.
Kt pada Kt/V urea adalah jumlah bersihan urea dari plasma per satuan waktu dan V
merupakan volume distribusi dari urea dalam satuan liter.K adalah klearensi dalam
satuan L/menit, diperhitungkan dari KoA dializer serta kecepatan aliran darah dan
kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan hemodialisis dalam satuan menit. Kt/V
akan bernilai lebih dari 1,2 saat evaluasi menandakan bahwa sudah mencukup syarat
normal. Kt/V menjadi metode pilihan untuk mengukur dosis dialisis yang diberikan
karena lebih akurat menunjukkan penghilangan urea, bisa dipakai untuk mengkaji status
nutrisi pasien dengan memungkinkan perhitungan angka katabolisme protein yang
dinormalisir, dan bisa dipakai untuk peresepan dialisis untuk penderita yang memiliki
fungsi renal residual.5,20. Dalam menggunakan rumus ini diasumsikan bahwa konsep
yang dipakai adalah model single-pool urea kinetik. Cara ini merupakan penyederhanaan
dari perhitungan Model Kinetic Ureum (MKU), dimana Kt merupakan jumlah bersihan
ureadari plasma dan V merupakan volume distribusi dari urea. K dalam satuan
L/menit,diperhitungkan dari KoA dializer serta kecepatan aliran darah dan kecepatan
alirandialisat, t adalah waktu tindakan HD dalam satuan me nit, sedangkan V dalam
satuanliter. Rumus yang dianjurkan oleh NKF-DOQI adalah generasi kedua yang
dikemukakanoleh Daugirdas.
Kt/V = -Ln (R - 0,008 x t) + (4 - 3,5 x R) x UF/W
Dimana :
1. Ln adalah logaritma natural.
2. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis
3. t adalah lama waktu dialisis dalam jam.
4. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
5. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kg.
Penghitungan dilakukan sesuai dengan Rumus Linier Daugirdas yang lebih sederhana
berupa:

Nama : Lia Pradita


NPM : 1102010151

Kt/V=2,2 3,3 (R-0,03) - UF/W)


Dimana :
1. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis.
2. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
3. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kilogram.
4. Re-evaluasi dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8
dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V1,0-1,2
dihubungkan dengan mortalitas yang rendah. Batasan minimal Kt/V ialah lebih
dari 1,2 untuk penderita yang menjalani hemodialisis 3 kali seminggu. Sedangkan
untuk kelompok penderita diabetes, Collins menganjurkan menaikkan Kt/V
menjadi 1,4.Hemodialisis 2 kali seminggu hanya dilakukan untuk sementara dan
hanya untuk penderita yang masih mempunyai klirensia > 5 ml/menit.
Rumus-rumus sebelumnya :
- Kt/V = Ln(BUN sebelum HD/BUN sesudah HD) (Gotch,1985)
- Kt/V = 0,04 PRU-1,2
(Jindal,1987)
BUN sebelum HD BUN sesudahHD
- Kt/V = BUN mid
(Barth, 1988)
- Kt/V = -ln(R-0,008t)- UF/W)
(Daugirdas, 1989)
- Kt/V = -ln(R-0,03-UF/W)
(Manahan, 1989)
- Kt/V = 0,026PRU-0,46
(Dugirdas, 1990)
- Kt/V = 0,023PRU-0,284
(Basile,1990)
- Kt/V = 0,062PRU-2,97
(Kerr, 1993)
PRU=Percent Reduction Urea = (BUN sebelum HD-BUN sesudah HD) x
100/BUNsebelum HD
2.1.2 Rasio Reduksi Urea (RRU).
Cara lain untuk mengukur adekuasi hemodialisis adalah dengan mengukur RRU.
Rumus yang dianjurkan oleh Lowrie adalah sebagai berikut :
RRU (%) = 100 x (1-Ct/Co)
Keterangan : Ct adalah BUN setelah hemodialisis dan Co adalah BUN sebelum hemodialisis.
Cara ini paling sederhana dan paling praktis digunakan untuk pengukuran AHD.
Banyak dipakai untuk kepentingan epidemiologi, dan merupakan prediktor terbaik untuk
mortalitas penderita HD reguler. Kelemahan cara ini karena tidak memperhitungkan faktor
ultrafiltrasi, protein catabolic rate (PCR) dan sisa klirens yang masih ada. Cara ini juga tidak
dapat dipakai untuk merencanakan dosis HD. NKF-DOQI memakai batasan bahwa HD harus
dilakukan dengan RRU > 65%. Dalam sebuah penelitian dengan menggunakan RRU untuk
mengukur dosis dialisis, telah ditunjukkanbahwa penderita yang menerima RRU 60%
memiliki mortalitas yang lebih rendah dari yang menerima RRU 50%.
2.1.3 Cara alternatif untuk menilai AHD.
1. Percent Reduction Urea (PRU).

Nama : Lia Pradita


NPM : 1102010151

Perhitungan Kt/V dengan menggunakan PRU tidak dianjurkan oleh NKF-DOQI


karena dapat menyebabkan penyimpangan sampai 20%. Jika batasan kesalahan terhadap
MKU yang dapat ditoleransi sampai 5%, maka rumus dari Jindal hanya akurat untuk
Kt/V=0,9-1,1. Sedangkan untuk rumus dari Basile hanya akurat untuk Kt/V= 0,6 sampai
1,3.
2. Total Dialysate Collection.
Pengumpulan dialisat total, sebenarnya cara ini dapat menjadi standar baku
pengukuran HD, akan tetapi pengumpulan dialisat yang mencapai 90-150 liter tidak
praktis.
3. Waktu tindakan HD.
Waktu tindakan HD dapat dipakai sebagai pengukur AHD, independen dari Kt/V
ataupun RRU. Makin lama tindakan HD, klirens dari molekul yang lebih besar dari urea
diperkirakan akan lebih baik. Juga akan terjadi intravaskuler euvolemia yang lebih baik
dimana hal ini akan mengurangi komplikasi kardiovaskuler. Meskipun data penunjang
secara klinis belum lengkap, lama HD yang dianjurkan minimal adalah 2,5jam.
4. Urea removal indek (URI).
Adalah indek pembersihan dari urea merupakan cara baru untuk mengukurAHD, dan
masih sangat sedikit pengalaman klinis dalam penggunaannya.
Waktu tindakan hemodialisis dapat dipakai sebagai pengukur analisis hemodialisis,
independen dari Kt/V ataupun RRU. Semakin lama tindakan hemodialisis, klirens dari
molekul yang lebih besar dari ureum diperkirakan akan lebih baik. Selain itu juga akan
mengakibatkan terjadinya intravaskuler euvolemia yang lebih baik dan dapat mengurangi
komplikasi kardiovaskuler.Hemodialisis dianggap adekuat, jika :
Morbiditas / mortalitas menurun jangka pendek / panjang
Pelaksanaan secara rutin
Kualitas hidup baik
Parameter :
Kt/v: 0,7 1,2
URR: 55 75% (rata-rata 65%)

1.
2.
3.
4.

Dosis adekuasi hemodialisis adalah sebagai berikut :


Setiap pasien diberi catatan program perkembangan dari awal hemodialisis
Penentukan Kt/v, dosis HD (Delivery Dose)
Target Kt/v 1,2; URR 65% dengan HD 3 kali per minggu selama 4 jam atau HD 2 kali per
mingguselama 4 hingga 5 jam
Kt/v URR setiap bulan

Untuk peritoneal dialisis :


1. Nilai Clearance
2. Target Kt/v minimal 1,7 per minggu
3. Target Creatinin Clearance 60L per minggu padahigh average. Sedangkan pada low
average50L per minggu
Ketika hemodialisis berlangsung, dilakukan pemantauan sebagai berikut:
1) Pengukuran Kt/v total mingguan Creatinin Clearance tiap 4minggu setelah dialisis

Nama : Lia Pradita


NPM : 1102010151

2) Pengukuran Creatinin Clearance dan Kt/v, residual function harus diulang tiap 2 bulan
pada APD dan tiap 4 6 bulan pada CAPD, bila :
Volume urine menurun tajam
Overload cairan
Perburukan uremia secara klinis / biokemis.
2.1.4 Mengukur KT/V yang Diberikan
Secara individual semestinya kita harus selalu merencanakan dosis HD yang akan
dilakukan dalam setiap tindakan HD, adapun target minimal yang ditentukan untuk Kt/V =1,2
atau setara dengan RRU 65% (NKF- DOQI).
Dalam merencanakan dosis HD sebaiknya diperhitungkan Kt/V 1,3 atau setara dengan
RRU 70%, karena terdapatnya hal-hal yang berpengaruh :
a. Yang dilakukan lebih rendah dari yang direncanakan .
1. Aliran darah sebenarnya lebih lambat dari yang tertera dipanel.
2. Aliran darah dilambatkan karena alasan tertentu.
3. Resirkulasi.
4. Waktu tindakan HD yang sesungguhnya lebih pendek dari yang direncanakan.
5. KoA dializer lebih rendah dari yang tertera dalam spesifikasi pabrik.
6. V penderita lebih besar dari pada yang tertera dalam normogram.
b. Yang dilakukan lebih tinggi dibanding yang direncanakan.
1. Blood urea-nitrogen (BUN) paska-HD lebih rendah karena tidak tepatnya
pengambilan sample seperti resirkulasi kardiopulmonari.
2. V dari penderita lebih kecil dari pada yang tertera dalam normogram.
3. Dializer lebih efisien, waktu tindakan HD lebih panjang.
Pada umumnya kita akan memberikan jumlah dialisis maksimum yang bisa diterima
penderita dalam waktu tertentu. Idealnya memakai dializer dengan nilai KoA tinggi untuk
seluruh penderita, bahkan untuk penderita kecil dan untuk wanita. Pemakaian dializer KoA
tinggi dan penggunaan larutan dialisis bikarbonat tidak akan mengakibatkan peningkatan efek
samping.
Dializer KoA tinggi biasanya relatif lebih mahal.Di beberapa tempat dimana pemakaian
ulang tidak tersedia, dan biaya yang tinggi melemahkan pemakaian dialyzer ini.Juga
dibeberapa tempat yang masih menggunakan larutan dialisis asetat, pemakaian dializer KoA
tinggi bisa meningkatkan efek samping.Terlepas dari biaya, dializer KoA tinggi (KoA >700)
perlu dipakai pada pasien besar, terutama penderita pria yang besar yang padanya V yang
ditafsirkan >45 liter. Pada penderita besar dialysis selama 4 jam, memakai dializer KoA
rendah, walaupun kecepatan aliran darah tinggi tidaklah mungkin memadai.11 Dializer KoA
tinggi juga perlu dipakai dalam dialysis singkat (<3,5 jam). Kecepatan aliran darah yang
tinggi dan menggunakan dialiser KoA rendah tidak akan memberikan dialisis yang memadai.
Pemakaian kecepatan aliran darah yang tinggi, dialiser KoA tinggi, dan durasi dialisis
pendek bisa memberikan penghilangan ureum yang memadai tetapi tidak selalu menjamin
klearensi yang memuaskan dari bahan berat molekul yang lebih besar, karena penghilangan
bahan ini tidak meningkat dengan kecepatan aliran darah yang tinggi. Pada saat ini banyak
pusat dialisis yang memakai dializer besar dengan membran fluks tinggi, yang memiliki
klearensi molekul tengah yang lebih tinggi dari pada dialiser yang lama. Beberapa pusat

Nama : Lia Pradita


NPM : 1102010151

dialisis masih mendukung pendekatan dialysis yang lama dan lambat dengan memakai
dializer KoA rendah serta kecepatan arus darah relatif rendah, dan lama dialisis 4 jam atau
lebih dan memberikan Kt/V 1,0.
Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa perlunya pemberian dosis HD yang
maksimum agar tercapai target AHD, seperti penelitian Port FK dkk melaporkan bahwa
penderita dengan RRU >75% dibanding RRU 70-75% mempunyai resiko relatif lebih rendah
daripada RRU 70-75% pada penderia berat badan rendah dan sedang. Wood HF dkk
membandingkan membran high-flux dan membran low-flux polysulfone, mendapatkan
bahwa membran high-flux menurunkan resiko mortalitas pada penderita non diabetetes.
3. Indikasi pemberian CaCo3
Dari keseluruhan pengobatan yang dilakukan, persentase penggunaan obat non anti
hipertensif terbesar adalah penggunaan CaCO3 dan Asam Folat. Secara garis besar,
CaCO3 digunakan sebagai buffer dalam penanganan kondisi asidosis metabolik yang
terjadi pada hampir seluruh pasien gagal ginjal karena kesulitan dalam proses eliminasi
buangan asam hasil dari metabolisme tubuh. CaCO3 juga digunakan dalam penanganan
kondisi hiperfosfatemia pasien. Hiperfosfatemia pada pasien gagal ginjal terjadi akibat
pelepasan fosfat dari dalam sel karena kondisi asidosis dan uremik yang sering terjadi.
CaCO3 bekerja dengan mengikat fosfat pada saluran pencernaan sehingga mengurangi
absorpsi fosfat. Terapi dengan Asam Folat digunakan dalam penanganan kondisi anemia
yang muncul pada pasien kondisi uremia, defisiensi asam folat, defisiensi besi, defisiensi
vitamin B12, dan akibat fibrosis sumsum tulang belakang
4. Indikasi pemberian prorenal
Indikasi pemberian prorenal adalah pada Insufisiensi ginjal kronik dalam hubungan
dengan diet tinggi kalori rendah protein pada retensi yang terkompensasi atau tak
terkompensasi.
Komposis prorenal DL-3-methyl-2-oxo-valeric acid 67 mg, 4-methyl-2-oxo-valeric acid
101 mg, 2-oxo-3-phenyl-propionic acid 68 mg, 3-methyl-2-oxo-butyric acid 86 mg, DL2-hydroxy-4-methylthio-butyric acid 59 mg, L-lysine monoacetate 105 mg, L-threonine
53 mg, L-trytophan 23 mg, L-histidine 38 mg, L-tyrosine 30 mg.
Kontra indikasi pemberian prorenal adalah pada Hiperkalsemia, gangguan metabolisme
asam amino, hamil, anak.
.

Anda mungkin juga menyukai

  • Presentasi Kasus Kulit
    Presentasi Kasus Kulit
    Dokumen9 halaman
    Presentasi Kasus Kulit
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Insulin
    Insulin
    Dokumen7 halaman
    Insulin
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen1 halaman
    Laporan Kasus
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • AABSTRAK
    AABSTRAK
    Dokumen6 halaman
    AABSTRAK
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • PENILAIAN
    PENILAIAN
    Dokumen6 halaman
    PENILAIAN
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Laporan Studi Kasus Lia
    Laporan Studi Kasus Lia
    Dokumen28 halaman
    Laporan Studi Kasus Lia
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Policy
    Policy
    Dokumen4 halaman
    Policy
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Diagnostik Holistik Lia
    Diagnostik Holistik Lia
    Dokumen28 halaman
    Diagnostik Holistik Lia
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Insulin
    Insulin
    Dokumen7 halaman
    Insulin
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Osteomielitis
    Osteomielitis
    Dokumen33 halaman
    Osteomielitis
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Sirosis Hepatis
    Sirosis Hepatis
    Dokumen4 halaman
    Sirosis Hepatis
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Torch
    Torch
    Dokumen43 halaman
    Torch
    La Ode Rinaldi
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Torch Pada Kehamilan
    Infeksi Torch Pada Kehamilan
    Dokumen4 halaman
    Infeksi Torch Pada Kehamilan
    Novan Rohmana Wijayadipradja
    Belum ada peringkat
  • Sirosis Hepatis
    Sirosis Hepatis
    Dokumen4 halaman
    Sirosis Hepatis
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Referat Osteomielitis
    Referat Osteomielitis
    Dokumen18 halaman
    Referat Osteomielitis
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • DISPEPSIA
    DISPEPSIA
    Dokumen35 halaman
    DISPEPSIA
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Diskusi 22
    Diskusi 22
    Dokumen31 halaman
    Diskusi 22
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Case Bedah - Snake Bite (Kiki.146)
    Case Bedah - Snake Bite (Kiki.146)
    Dokumen29 halaman
    Case Bedah - Snake Bite (Kiki.146)
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Sirosis Hepatis
    Sirosis Hepatis
    Dokumen4 halaman
    Sirosis Hepatis
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Presentation 3
    Presentation 3
    Dokumen17 halaman
    Presentation 3
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen1 halaman
    Penda Hulu An
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Sirosis Hepatis
    Sirosis Hepatis
    Dokumen4 halaman
    Sirosis Hepatis
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Diskusi 1 Tiroid 1
    Diskusi 1 Tiroid 1
    Dokumen52 halaman
    Diskusi 1 Tiroid 1
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Menilai Hemodinamika
    Menilai Hemodinamika
    Dokumen3 halaman
    Menilai Hemodinamika
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Sirosis Hepatis
    Sirosis Hepatis
    Dokumen4 halaman
    Sirosis Hepatis
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Left Ventricular Hypertrophy
    Left Ventricular Hypertrophy
    Dokumen4 halaman
    Left Ventricular Hypertrophy
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Referat Anemia Aplastik
    Referat Anemia Aplastik
    Dokumen25 halaman
    Referat Anemia Aplastik
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • PR3
    PR3
    Dokumen4 halaman
    PR3
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • DISPEPSIA
    DISPEPSIA
    Dokumen35 halaman
    DISPEPSIA
    Liia Pradita
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat