Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Seiring perkembangan zaman saat ini, kemajuan teknologi juga
berkembang semakin pesat. Kemajuan teknologi ini terjadi di semua bidang.
Mulai dari telekomunikasi, keuangan, dan lain-lain. Hal ini dapat dirasakan oleh
semua orang. Beberapa kegiatan yang biasanya dilakukan manual, sekarang dapat
dilakukan secara otomatis menggunakan perangkat berteknologi.
Begitu pula dengan perkembangan teknologi di bidang transportasi. Baik
transportasi darat, laut, dan udara, semuanya mengalami perkembangan yang
cukup pesat. Dapat dikatakan bahwa saat ini penggunaan alat transportasi terasa
lebih mudah. Hal ini dapat ditandai dengan meningkatnya jumlah alat transportasi
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Dengan meningkatnya penggunaan alat transportasi, kualitas dari alat
transportasi tersebut harus pula diperhatikan. Terutama mengenai keamanannya.
Semakin banyak alat transportasi yang digunakan, maka semakin meningkat pula
resiko kecelakaan yang akan terjadi, baik di udara, laut, maupun darat. Hal ini
disebabkan oleh kelalaian manusia yang mengesampingkan aspek keamanan
walaupun kendaraan yang mereka gunakan sudah dilengkapi dengan sistem
keamanan yang canggih.
Khususnya adalah kecelakaan pesawat. Sebuah pesawat dilengkapi dengan
sistem keamanan yang memiliki teknologi tinggi. Sehingga, diperkirakan dapat
meminimalisir jumlah kecelakaan yang terjadi. Tetapi, tetap saja manusia
merupakan faktor utama dalam kecelakaan pesawat. Baik itu crew dari pesawat
tersebut maupun teknisi yang bertanggung jawab.
Seperti kecelakaan yang terjadi pada maskapai penerbangan Malaysia
baru-baru ini. Dengan teknologi dari pesawat yang mereka gunakan sudah pasti
angka kecelakaan dapat diminimalisir. Tetapi, sampai sekarang belum juga
ditemukan titik terang untuk menyelesaikan kasus kecelakaan tersebut. Padahal
teknologi yang mereka gunakan sudah sangat maju. Sehingga, faktor manusia lah
yang dijadikan penyebab utama dan menimbulkan banyak spekulasi di luar sana.
Kecelakaan yang menimpa maskapai penerbangan Malaysia ini hanya satu
di antara banyak kecelakaan pesawat yang terjadi, baik di luar maupun dalam
negeri. Walaupun tingkat keamanan pada pesawat sudah dirancang sedemikian
rupa hingga seaman mungkin, tetap saja banyak terjadi kecelakaan yang
menimpa. Oleh karena itu, perusahaan pembuatan pesawat terus-menerus
mengembangkan teknologi untuk mencegah hal tersebut atau setidaknya dapat
menguraangi tingkat keparahan kecelakaan tersebut.
Di dalam sebuah pesawat terdapat banyak sistem. Salah satunya adalah
emergency system. Sistem ini bekerja atau digunakan ketika pesawat dalam
keadaan darurat. Biasanya sistem ini bekerja saat disinyalir akan terjadi
kecelakaan. Ada beberapa aplikasi yang terdapat pada sistem emergency. Salah
satunya adalah Emergency Locator Transmitter (ELT). ELT berfungsi untuk
mengirimkan sinyal ke satelit dan Badan SAR. Alat ini lah yang bekerja sebagai
penanda tempat terjadinya kecelakaan. Sehingga, tim SAR dapat segera
menemukan korban dan tempat terjadinya kecelakaan tersebut.

1.2 Permasalahan
Masalah yang dibahas pada Tugas Akhir ini adalah mengenai Analisis
Studi Teknologi Emergency Locator Transmitter (ELT) ADT 406 AF/AP.
Di samping itu pada tugas akhir ini juga dibahas mengenai perangkat-perangkat
(modul) yang terdapat di dalam Emergency Locator Transmitter (ELT) ADT 406
AF/AP dan cara berkomunikasi antar perangkat yang bersangkutan dengan
Emergency Locator Transmitter (ELT) ADT 406 AF/AP.

1.3 BatasanMasalah
Penyusunan tugas akhir ini berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan
di PT. GMF AeroAsia khususnya yang memperlajari tentang teknologi emergency
locator transmitter (ELT) ADT 406 AF/AP.




BAB II
TEORI DASAR

2.1 Sejarah Emergency Locator Transmitter (ELT)
Michael Atkinson menuturkan bahwa dorongan bagi pembuatan sistem
pemberitahuan darurat ini muncul tahun 1970 ketika pesawat yang ditumpangi
dua anggota Kongres Amerika Serikat hilang di Alaska. Meskipun telah dilakukan
upaya pencarian besar-besaran, tak ada jejak pesawat maupun penumpangnya
yang ditemukan. Akhirnya, Kongres pun lalu menuntut bahwa semua pesawat di
AS membawa ELT. Alat ini dirancang untuk bisa aktif begitu terjadi crash dan
memancarkan sinyal yang memberitahukan posisi diri (homing).
Frekuensi yang dipilih untuk operasi ELT adalah 121,5 megahertz (MHz)
untuk darurat penerbangan sipil; dan 243 MHz untuk penerbangan militer, yang
masuk sebagai frekuensi UHF darurat penerbangan.
Namun, sistem yang dimaksudkan murni untuk pemberitahuan keadaan
darurat ini memperlihatkan keterbatasan, yaitu frekuensi sipil sudah penuh dan
dirancang pertama-tama untuk transmisi suara. Lalu, karena suar berdaya rendah,
sinyalnya pun sering kali terlindas transmisi suara yang berdaya tinggi. Lebih jauh
lagi, saat itu belum ada cara untuk mengenali dari arah mana datangnya sinyal
tersebut (selain melalui cara homing) dan yang lebih penting lagi ada stasiun yang
cukup dekat dan siap mendengarkan sinyal tersebut.
Keterbatasan ini berlangsung selama beberapa tahun, membuat
manfaatnya kurang bisa dirasakan. Akibat hal tersebut muncul ide untuk
memanfaatkan sistem berbasis satelit. Akhirnya frekuensi darurat pun
dialokasikan untuk sistem ini, yakni 406 MHz. Sistem bercakupan global ini
mampu secara unik mengenali setiap suar.
Sistem pencarian korban di daerah terpencil berbasis satelit untuk wilayah
AS, Kanada, dan Perancis dikenal dengan nama Search and Rescue Satellite-
Aided Tracking (SARSAT), sementara Uni Soviet mengembangkan
Cosmicheskaya Sistyema Poiska Avariynich Sudov (COSPAS). Kedua sistem itu
kemudian digabung tahun 1979.
2.2 Pengertian Emergency Locator Transmitter (ELT)
Emergency Locator Transmitter (ELT) merupakan pemancar darurat yang
terpasang di semua pesawat. Ketika terjadi kecelakaan pesawat, alat ini dirancang
untuk memancarkan sinyal pada frekuensi 121.5 MHz dan 243.0 MHz.

2.3 Macam-macam Emergency Locator Transmitter (ELT)
ELT atau yang disebut juga Emergency Locator Beacon (ELBA) adalah
suatu perangkat penentu lokasi kecelakaan pesawat dengan cara memancarkan
sinyal radio agar lokasinya bisa diketahui oleh sistem satelit yang ada. Istilah ELT
atau ELBA ini diberikan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO)
atau Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. Contoh bentuk ELBA
diperlihatkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Emergency Locator Transmitter

Emergency Locator Transmitter (ELT) memiliki 4 jenis, yaitu:
1. Automatic Fixed (F atau AF)
ELT jenis ini dipasang fixed pada pesawat dan secara otomatis
beroperasi dengan switch gravitasi ketika pesawat tersebut mengalami
benturan keras. Transmitter juga dapat aktif atau dinon-aktifkan secara manual
dan dalam berbagai kasus biasanya transmitter dikontrol dari cockpit.
Ketetapan juga dibuat untuk pengisian ulang baterai ELT dari supply listrik
pesawat. Kebanyakan pesawat penerbangan menggunakan type ELT jenis ini,
dimana harus memiliki fungsi switch ke posisi ARM untuk fungsi otomatis
yang berfungsi saat terjadi tabrakan.

Gambar 2.2 Automatic Fixed ELT
2. Automatic Portable (AP)
Type ELT ini mirip dengan type-F atau AF kecuali bahwa jenis tipe
ELT ini digunakan untuk pengoperasian secara portable. ELT jenis ini
diaktifkan secara otomatis. Terpasang pada pesawat tetapi dapat dilepas dari
pesawat.

Gambar 2.3 Automatic PortableELT
3. Automatic Ejectable atau Automatic Deployable (A atau AD)
Tipe ELT ini secara otomatis akan keluar dari pesawat dan beroperasi
dengan sensor gravitasi ketika pesawat mengalami benturan keras. Type ELT
ini mahal dan jarang digunakan dalam penerbangan umum.

Gambar 2.4 Automatic DeployableELT
4. Water Activated atau Survival (W atau S)
Type ELT ini dapat memancarkan sinyal secara otomatis ketika
kemasukan air. ELT type-W merupakan waterproof, mengapung dan
beroperasi pada permukaan air. ELT ini tidak terinstalasi secara tetap dan
harus ditambatkan ke jaket penyelamat atau rakit melalui kabel yang
disediakan. Bentuk ELT diperlihatkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Survival ELT

2.3 Cosmicheskaya Sistyema Poiska Avariynich Sudov (COSPAS) / Search
And Rescue Satellite-Aided Tracking (SARSAT)
Sistem satelit COSPAS-SARSAT adalah untuk mendeteksi dan
menemukan distress alert yang dikirimkan oleh beacon penerbangan, maritime,
orang yang sedang naik gunung ataupun bermain ski. Sistem ini untuk pencarian
dan penyelamatan dan akan berdampak besar dalam peningkatan probabilitas
keselamatan korban. Negara penggagas COSPAS-SARSAT adalah Amerika
Serikat, Kanada, dan Perancis di satu sisi (proyek SARSAT), dan Rusia di sisi lain
(proyek COSPAS). Keempat negara tersebut mengembangkan suatu sistem satelit
yang mampu mendeteksi beacon pada 3 frekuensi 121.5 Mhz, 243 MHz, dan 406
MHz. Pada awalnya, Emergency Position-Indicating Radio Beacon (EPIRB)
adalah beacon 406 Mhz untuk pelayaran merupakan elemen dari Global
Maritime Distress Safety System (GMDSS) yang didesain beroperasi dengan
sistem COSPAS-SARSAT. Kedua proyek tersebut sepenuhnya kompatibel. Atas
keberhasilan keempat Negara tersebut, beberapa Negara lain menunjukkan minat
dan akan segera bergabung dengan COSPAS-SARSAT.
Mulai 1 Februari 2009, sistem COSPAS-SARSAT hanya memproses
beacon pada frekuensi 406 MHz. COSPAS merupakan akronim dari
Cosmicheskaya Sistyema Poiska Avariynich Sudov, sedangkan SARSAT
merupakan akronim dari Search And Rescue Satellite-Aided Tracking. Dalam
sistem COSPAS-SARSAT, peralatan ruang ditempatkan pada satelit di dekat orbit
untuk menangkap transmisi dari pemancar darurat dan memancarkan kembali
sinyal-sinyal ke stasiun tanah khusus yang disebut Local User Terminal (LUT).
Stasiun bumi ini menentukan posisi pemancar darurat dan kemudian mengirimkan
kembali data posisi ke Mission Control Cetre (MCC). Lalu, pada gilirannya
memancarkan kembali data ini ke Rescue Coordination Center (RCC), sehingga
mereka dapat memulai operasi pencarian dan penyelamatan.
Sistem COSPAS-SARSAT menggunakan dua tipe satelit, yaitu leosar dan
geosar. Satelit geosar mencakup luas area bumi sekitar 70LU - 70LS dan dapat
menyediakan peringatan langsung dan identifikasi dari beacon 406 MHz. Geosar
satelit digunakan oleh Amerika Serikat, India, dan negara-negara Eropa.
Walaupun satelit geosar tidak dapat menentukan lokasi dari beacon, tapi
peringatan sesaat dari identifikasi user selama 3-5 menit dan peninjauan oleh RCC
dapat menentukan lokasi dari beacon tersebut. Berdasarkan informasi ini,
pencarian korban kecelakaan dapat segera dimulai. Idealnya, satelit leosar
COSPAS atau SARSAT akan mendetesi di jam selanjutnya dan
menginformasikan posisi dari beacon.
Deteksi menggunakan satelit leosar mencakup wilayah seluas dua miles.
Jika beacon dilengkapi dengan GPS atau menerima informasi lokasi dari peralatan
navigasi, informasi lokasi ini akan diteruskan ke satelit geosar, menyediakan
informasi lokasi secara akurat dan lebih cepat dalam 100 meter.

2.3.1 Orbit Leosar
Orbit Low Earth Orbit SAR (LEOSAR) atau disebut juga Orbit Polar yang
mengelilingi bumi melewati kutub dan berbentuk lingkaran. Contoh orbit
LEOSAR diperlihatkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Orbit Leosar
Satelit di orbit ini digunakan untuk keperluan navigasi, cuaca dan
pengamatan sumber-sumber daya alam. Satelit yang beredar di orbit polar tidak
bisa memantau suatu titik bumi secara terus menerus. Untuk system LEOSAR
digunakan LEOLUT, system LEOSAR merupakan sistem satelit yang berorbit
rendah. Konfigurasi sistem LEOSAR terdiri dari 8 satelit yaitu 2 satelit COSPAS
dan 6 satelit SARSAT. Rusia menyuplai satelit COSPAS pada ketinggian 1.000
km dengan instrument SAR yang beroperasi pada 121.5 dan 406 MHz.
Amerika menyuplai satelit SARSAT dengan ketinggian 850 km,
sedangkan untuk Instrument SAR 121.5 dan 243 MHz dan 406 MHz disuplai oleh
Kanada dan Perancis. Gambar LUT LEOSAR diperlihatkan pada Gambar 2.7.




Gambar 2.7 LUT LEOSAR
2.3.2 Orbit Geosar
Orbit Geosar atau Orbit Geostasioner adalah orbit geosinkron yang berada
tepat di atas ekuator Bumi (0 lintang), dengan eksentrisitas orbital sama dengan
nol. Gambar orbit GEOSAR diperlihatkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Orbit Geosar
Dari permukaan Bumi, objek yang berada di orbit geostasioner akan
tampak diam (tidak bergerak) di angkasa karena periode orbit objek tersebut
mengelilingi Bumi sama dengan perioda rotasi Bumi. Orbit ini sangat diminati
oleh operator-operator satelit buatan (termasuk satelit komunikasi dan televisi).
Karena letaknya konstan pada lintang 0, lokasi satelit hanya dibedakan
oleh letaknya di bujur Bumi. Untuk System GEOSAR digunakan GEO LUT.
Sistem satelit berorbit stationer (di khatulistiwa) dengan ketinggian 35.000 km.
Konstalasi GEOSAR berjumlah lima satelit, terdiri dari tiga satelit yang
disediakan oleh AS yaitu dua satelit GEOS East ( GEO E ) dan satu GEOS West
(GEO W ), satu satelit disediakan India (INSAT) dan satu satelit lagi disediakan
Uni-Eropa (Eumetsat MSG). Gambar LUT GEOSAR diperlihatkan pada Gambar
2.9.

Gambar 1 LUT Geosar

2.4 Modulasi BiPhase
Modulasi biphase merupakan proses pengkodean yang memiliki tingkat
kerumitan cukup tinggi tetapi dapat mengirimkan bit frame data clock yang dapat
digunakan untuk decoding agar meningkatkan keakuratan data. Pada biphase
terdapat transisi di dalam sinyal data di akhir dari setiap bit frame. Hal ini
memungkinkan sistem demodulasi untuk memulihkan data rate dan juga
mensinkronkan periode bit. Dengan informasi clock tersebut, data stream dapat
diciptakan kembali.
Keuntungan menggunakan modulasi BiPhase, yaitu karena adanya transisi
setiap bit time, receiver dapat men-sinkron-kan transisi tersebut. Hal ini disebut
self clocking codes, tidak ada komponen dc, dan ketiadaan transisi yang
diharapkan, dapat dipakai untuk mendeteksi kesalahan. Sedangkan
kekurangannya, yaitu memakai bandwidth yang lebih lebar dari multilevel binary
dan kecepatan modulasi maksimum dua kali NRZ.


Manchester Encoding
Manchester encoding adalah jenis pengkodean digital yang digunakan
dalam data transmisi. Manchester encoding (pertama kali diterbitkan pada 1949)
adalah teknik pengkodean sinkronisasi clock yang digunakan oleh physical layer
(lapisan) untuk mengkodekan clock dan data dari sinkronisasi arus bit. Dengan
teknik ini, yang sebenarnya data biner tidak dikirim sebagai urutan logika 1 dan 0
yang secara teknis dikenal sebagai non return to zero (NRZ). Sebaliknya, bit
diterjemahkan ke dalam format yang sedikit berbeda yang memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan menggunakan pengkodean NRZ.
Dalam telekomunikasi, Manchester coding adalah baris pengkodean di
mana setiap data bit setidaknya memiliki satu transisi dan menempati waktu yang
sama. Bersama dengan perbedaan dalam cara data yang diakui dan
ditransmisikan, Manchester encoding juga mencakup penetapan batas-batas
tertentu yang mempengaruhi proses transmisi.
Pertama, ada di tempat default untuk panjang setiap bit data yang
disertakan dalam transmisi. Karena default ini, hasil akhirnya adalah bahwa
sinyal transmisi yang terlibat dengan Manchester encoding adalah clock itu
sendiri.
Kedua, struktur untuk Manchester encoding menentukan keadaan bit
berdasarkan arah transmisi relatif terhadap penempatan bit. Pada dasarnya,
transisi ini dapat pergi dengan arah rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah. Arah
akan sering bergantung pada sistem penerima data, dan akan bervariasi.
Manchester Encoding memungkinkan untuk variabel dan fungsi yang sesuai.
Salah satu keuntungan utama menggunakan kode Manchester adalah
proses sinkronisasi, waktu, kecepatan, serta arah transmisi dapat membantu untuk
mengurangi kemungkinan untuk beberapa jenis kegagalan data. Paling utama,
Manchester encoding membantu mengurangi tingkat kesalahan keseluruhan
selama transmisi sebenarnya, yang membantu untuk menjaga integritas data.
Manchester Encoding juga dipahami untuk meningkatkan keandalan keseluruhan
transmisi, karena keterbatasan yang ada di tempat untuk mengatur tingkat dan
waktu transmisi.
Dalam pengkodean Manchester yang ditampilkan, logika 0 ditunjukkan
oleh 0-1 transisi di tengah-tengah bit dan logika 1 adalah ditunjukkan oleh 1-0
transisi di tengah bit. Perhatikan bahwa transisi sinyal tidak selalu terjadi pada
'batas-batas bit' atau bit boundaries (pembagian antara satu bit dan lain), tetapi
selalu ada transisi di pusat dari setiap bit. Aturan pengkodean Manchester
dirangkum di bawah ini:

Data asli Nilai Terkirim
Logika 0 0-1 (bit ke atas transisi di pusat)
Logika 1 1-0 (ke bawah sedikit transisi di pusat)

Manchester coding dapat mengkonsumsi sampai kira-kira dua kali
bandwidth sinyal asli. Ini adalah untuk memperkenalkan frekwensi transisi.



















BAB III
CARA KERJA ELT

Sistem emergency locator transmitter (ELT) secara otomatis akan
mengirim sinyal darurat jika terlacak adanya perubahan yang signifikan pada
kecepatan pesawat. Awak pesawat dapat mengaktifkan ELT pada geladak pesawat
secara manual melalui sebuah switch pada panel control.
ELT juga mengirimkan sinyal darurat ke satelit penerima. Satelit penerima
ini mengirimkan sinyal informasi ke stasiun bumi untuk mencari asal datangnya
sinyal darurat.

Gambar 3.1 Komunikasi ELT
Emergency Locator Transmitter (ELT) terdiri dari tiga bagian utama, yaitu
a. Panel kontrol
b. Antena
c. Transmitter
Panel kontrol memiliki sebuah switch yang digunakan untuk mengaktifkan
ELT secara manual. Dan juga terdapat lampu indikator untuk menandakan bahwa
ELT sedang beroperasi.
Transmitter ELT memiliki dua buah bagian. Pemancar pertama
mengirimkan indikasi suara pada frekuensi VHF dan UHF (121.5 MHz dan 243
MHz). Pemancar yang kedua mengirimkan data digital setiap 50 detik pada
frekuensi 406 MHz. Kedua pemancar tersebut mengirimkan sinyal RF darurat
melalui jalur transmisi yang berbeda.
ELT memancarkan frekuensi 121.5 MHz dan 243 MHz di waktu yang
bersamaan dan pada jalur transmisi yang sama. Frekuensi ini dipancarkan
menggunakan Amplitude Modulation (AM) dan menghasilkan frekuensi suara
berkisar pada range 1600 Hz sampai 300 Hz. Hal tersebut menjadi tanda bagi tim
penyelamat untuk mencari letak terjadinya kecelakaan. Pemancar 121.5 MHz dan
243MHz beroperasi terus-menerus sampai baterai ELT habis.
Pemancar 406 MHz mengirimkan data digital untuk menemukan dan
mengidentifikasi ELT. Processor menggunakan Phase Modulation (PM) untuk
mengirimkan data digital pada frekuensi carrier 406 MHz.
Processor mensinkronkan pengoperasian kedua pemancar tersebut. Hanya
satu pemancar yang akan beroperasi pada satu waktu. Setiap 50 detik processor
akan mematikan pemancar 121.5/243 MHz dan memerintahkan pemancar 406
MHz untuk beroperasi mengirimkan sinyal.
Satelit akan mendeteksi sinyal darurat yang dipancarkan oleh pemancar
406 MHz dan mengirimkan informasi tersebut ke stasiun bumi. Stasiun bumi
menerima dan memproses sinyal tersebut untuk menemukan lokasi kecelakaan.
Pemancar 406 MHz juga memberikan informasi mengenai serial number
ELT atau identitas pesawat, kode negara, dan pabrik pembuat ELT tersebut
kepada para tim penyelamat. Pemancar ini beroperasi selama 24 jam dan akan
mati untuk mengumpulkan daya.
ELT dikontrol melalui panel kontrol. Panel kontrol mengirimkan sinyal
diskrit ke ELT untuk mengaktifkan ELT secara manual. Setelah itu, ELT
mengirimkan frekuensi output ke blade antenna.

Gambar 3.2 ELT Connection

Anda mungkin juga menyukai