Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

INSTRUMENT LANDING SYSTEM

DISUSUN OLEH :

MEDI YANDRIGUNA

1315011077

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 2

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 3

BAB II. PEMBAHASAN

A. Localizer ................................................................................................................. 5

B. Glide Slope ............................................................................................................. 7

C. Marker Beacon ....................................................................................................... 9

D. Blok Diagram/Skema Peletakan Komponen Pendukung ILS.................................10

E. Komponen-komponen ILS.......................................................................................19

F. Kategori ILS............................................................................................................19

G. Pengujian didarat (Ground Inspection) ..................................................................19

H. Penerbangan Kalibrasi (Flight Calibration) ..........................................................19

I. Sejarah....................................................................................................................19

J. Keterbatasan dan Alternatif...................................................................................19

K. Contoh Pendaratan Menggunakan Instrumen Landing Syistem...........................19


BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 11

B. Saran ..................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknologi merupakan suatu perkembangan, yang memudahkan pekerjaan manusia


dan untuk kenyamanan hidup manusia. Teknologi terdiri dari beberapa bidang,
antara lain : bidang telekomunikasi (terutama handphone), bidang otomotif, gadget,
bidang industri strategis lainnya serta bidang penerbangan. Jika kita berbicara
mengenai teknologi, maka tidak akan ada habisnya. Sebab hampir setiap tahun, selalu
ada inovasi mengenai bidang-bidang dalam teknologi. Bahkan hingga sekarang, suatu
inovasi terhadap bidang-bidang teknologi tidak hanya setiap tahun, dalam beberapa
bulan-pun, teknologi yang dihasilkan sudah berbeda dengan teknologi sebelumnya.

Dunia penerbangan sudah dipercaya oleh masyarakat Indonesia untuk menjadi alat
transportasi yang cepat dan efisien. Oleh karena itu, semakin banyak jadwal
penerbangan yang dapat dilayani oleh maskapai penerbangan dari seluruh Indonesia
maupun Internasional. Terdapat beberapa masalah yang dapat mengganggu jarak
pandang pilot pada saat mendaratkan pesawat yaitu hujan, udara, kabut/haze, kabut/fog,
smog dan badai debu. Sistem keamanan yang dapat mengatasi masalah-masalah
tersebut adalah ILS (Instrument Landing System).

Jika kita menilik lebih jauh mengenai perkembangan teknologi dalam bidang
Penerbangan, banyak sekali inovasi yang sudah dikembangkan hingga kini, mulai dari
penggunaan sistem auto-pilot, sistem efisiensi bahan bakar menggunakan
winglet / wingtip, sistem peringatan dini terhadap dataran (GPWS / Ground Proximity
Warning System), sistem peringatan dini terhadap pesawat lain (TCAS / Traffic
Collision Avoidance System / Traffic Collision Alerting System), sistem mengontrol
pesawat menggunakan fly-by-wire serta sistem pendaratan ILS / Instrument Landing
System. Beberapa inovasi di atas merupakan perkembangan teknologi paling pesat
dalam bidang penerbangan. Sebab dengan sistem terbaru tersebut, membuat accident
/ kecelakaan pesawat yang selama ini pernah terjadi, menjadi semakin rendah atau
bahkan hampir mencapai zero accident. Di samping pilot sebagai orang yang
mengoperasikan pesawat, suatu inovasi teknologi juga merupakan salah satu aspek
yang sangat membantu dalam meminimalkan kecelakaan. Teknologi ILS atau
biasa disebut sebagai Instrument Landing System merupakan suatu instrumen dalam
suatu bandara yang di sinkronasi dengan sistem di dalam pesawat yang berfungsi
untuk mempermudah pilot dalam mendaratkan pesawatnya di suatu bandara. Selain
itu, ILS juga merupakan pendekatan terhadap landasan / runway yang lebih presisi
dengan memanfaatkan dua pancaran sinyal radio, untuk menyediakan panduan
vertikal dan horisontal kepada pilot, selama proses pendekatan terhadap landasan
/ approaching runway. Di beberapa kasus, terutama dalam keadaan Instrument
Meteorological Condition (IMC) seperti awan rendah, hujan serta angin, kabut dan
jarak pandang yang minimal, pendaratan dilakukan dengan mengubah intensitas
lampu pendaratan menjadi sangat tinggi supaya dihasilkan pendaratan yang aman.
BAB II

PEMBAHASAN

Instrument Landing System (ILS) merupakan instrument yang menyediakan


panduan untuk pesawat agar dapat mendarat dengan tepat pada center line
runway. Dibantu dengan glide slope dan localizer serta marker beacon.
Instrument Landing System (ILS) atau Sistem Pendaratan Instrumen adalah alat
bantu pendaratan (instrument approach system) pesawat. Alat ini memberikan
panduan kepada pesawat yang akan mendarat di landasan, dengan
menggunakan kombinasi sinyal radio, dan di banyak tempat, lampu-lampu
berintensitas tinggi (high-intensity lighting arrays) agar pesawat dapat mendarat
dengan aman dalam keadaan Instrument meteorological conditions (IMC),
seperti langint-langit rendah (low ceilings), atau jarak pandang yang kurang
karena kabut, hujan, atau salju.

Peta Prosedur Pendaratan Instrumen (Instrument Approach Procedure charts)


diterbitkan untuk setiap ILS, memberikan pilot informasi yang diperlukan untuk
terbang ILS dalam penerbangan Instrument flight rules (IFR), termasuk
frekuensi radio yang digunakan oleh komponen ILS (atau navaids) dan jarak
pandang minimum untuk setiap pendaratan.

ILS terdiri daru dua sub-sistem yang independen, satu untuk memberikan
panduan horisontal (Localizer), dan yang satu lagi memberikan panduan
vertikal (Glideslopeatau Glide Path) untuk pesawat yang akan mendarat.
Antena ILS di pesawat menerima data-data tersebut dan mengolahnya dengan
menggunakan perbandingan kedalaman modulasi (modulation depth)

Kumpulan antena (Antenna Array) Localizer (LOC, atau LLZ di Europa)


biasanya terletak setelah ujung landasan, terdiri dari beberapa pasang antena
terarah (directional antennas). Dua sinyal dikirimkan dalam satu dari 40 saluran
(channel) ILS di antara frekuensi carrier frequency 108,10 MHz dan 111,95
MHz (tetapi hanya kHz ganjil, jadi 108,10 108,15 108,30 dan seterusnya adalah
frekuensi LOC, tetapi 108.20 108.25 108.40 dan seterusnya bukan). Satu di-
modulasi pada 90 Hz, yang lain pada 150 Hz dan keduanya dikirimkan dari dua
antena terpisah tetapi terletak di tempat yang sama. Setiap antena mengirimkan
pancaran sinyal radio yang sempit, satu sedikit ke kiri garis tengah landasan,
yang satu agak ke kanan.

Penerima localizer pada pesawat menghitung perbedaan kedalaman


modulasi Difference in the Depth of Modulation (DDM) dari sinyal 90 Hz dan
150 Hz. Untuk localizer, kedalaman modulasi untuk setiap frekuensi modulasi
adalah 20 persen. Perbedaan antara kedua sinyal berbeda-beda, tergantung
kepada posisi pesawat yang akan mendarat terhadap garis tengah landasan.

Jika terlalu banyak modulasi 90 Hz atau 150 Hz, pesawat tidak tepat di garis
tengah. Di dalam kokpit, jarumHorizontal Situation Indicator (atau HSI) atau
CDI (Course deviation indicator), akan menunjukkan bahwa pesawat perlu
terbang ke kiri atau ke kanan supaya pesawat terbang di garis tengah landasan.
Jika DDM menunjukkan angka nol, pesawat ada di garis tengah localizer, yang
pada dasarnya juga sama dengan garis tengah landasan.

Antena Glideslope atau Glidepath (GP) terletak di salah satu sisi landasan, di
daerah di mana pesawat mendarat (runway touchdown zone). Sinyal GP
dikirimkan dalam di antara frekuensi 329,15 dan 335 MHz dan menggunakan
teknik yang sama dengan localizer. Garis tengah sinyal glideslope dibuat untuk
menentukanglideslope kurang lebih 3° di atas tanah.

Frekuensi Localizer dan glideslope dibuat berpasangan sehingga hanya satu


seleksi diperlukan untuk menerima sinyal.
Sinyal-sinyal ini ditampilkan di panel instrumen. Instrumen ini biasanya dikenal
dengan nama omni-bearing indicator atau nav indicator. Pilot menerbangkan
pesawat sehingga petunjuk di instrumen tetap di tengah. Ini menunjukkan
bahwa pesawat mengikuti garis tengah ILS (panduan horizontal). Panduan
vertikal ditujukkan olehglideslope indicator, menolong pilot mencapai landasan
pada posisi touchdown yang tepat. Beberapa model pesawat mempunyai
kemampuan mengolah sinyal-sinyal tersebut di autopilot, memungkinkan
pendaratan dilakukan secara otomatis oleh autopilot.

A. LOCALIZER

Localizer merupakan pemancar yang memberikan sinyal pemandu


azimuth, mengenai kelurusan pesawat terhadap garis tengah landasan pacu,
beroperasi pada daerah frekuensi 108 MHz hingga 111,975 MHz. Localizer
merupakan salah satu peralatan darat / ground equipment dari ILS yang utama.
Alat ini menyediakan lateral guidance / panduan secara lateral seperti gambar :
Pemancar / Transmitter dan antenna menggunakan frekuensi VHF (Very
High Frequency) yang terletak garis tengah (centerline) di akhir dari landasan
yang bersebrangan dengan landasan utama yang menggunakan ILS. Lebih
tepatnya, lokasi transmitter dan antenna berada di area RESA (Runway End
Safety Area) dari landasan yang bersebrangan dengan landasan yang
menggunakan sistem ILS. Bisa dilihat digambar berikut :

Kemudian untuk transmisi sinyal / signal transmission : isyarat atau sinyal yang
dipancarkan oleh localizer, terdiri dari dua bentuk kipas vertikal yang
membentang horisontal dan di sesuaikan dengan landasan / runway. Bisa
dilihat digambar berikut :

Sisi kanan dari pola dibawah ini, seperti yang dilihat oleh pesawat yang sedang
melakukan pendekatan terhadap landasan ini dimodulasikan dengan
frekuensi 150 Hz dan disebut sebagai “blue” area. Sedangkan sisi kiri dari pola
dibawa ini, dimodulasikan dengan frekuensi 90 Hz dan disebut sebagai
“yellow” area. Overlap / tumpang-tindih dari kedua area ini, memberikan
sinyal yang menunjukkan pesawat sesuai jalur / on-track signal.
Sinyal Localizer di terima oleh receiver di dalam pesawat atau biasa disebut
localizer receiver. Localizer receiver di kombinasikan dengan instrument
dalam pesawat yang di sebut track bar (TB).

Localizer memancarkan frekuensi Carrier yang dimodulasi AM


(Amplitude Modulation) dengan dua sinyal audio yaitu 90 Hz dan 150
Hz. Sinyal audio 90 Hz dan 150 Hz ini dipancarkan pada dua lobe, satu
lobe frekuensi carrier dimodulasi dengan 90 Hz, sedangkan lobe yang
kedua dimodulasi dengan 150 Hz.

Bila pesawat bergeser dari as landasan, akan menerima sinyal yang tidak
sama modulasinya dan indicator akan bergerak kekanan/kekiri dari
tengah indicator. Bila pesawat bergeser kekiri dari as landasan maka
indicator bergerak kekanan dan bila pesawat bergeser kekanan dari as
landasan maka indicator bergerak kekiri. Penunjukan indicator tersebut
memberitahu bahwa pesawat supaya diarahkan kembali keposisi as
landasan
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa posisi pesawat adalah
berhubungan dengan perbedaan modulation depth 90 Hz dan 150 Hz.

Pada semua localizer modulasi sinyal 90 Hz mendominasi sebelah kiri


perpanjangan as landasan pendekatan dan 150 Hz mendominasi sebelah
kanan perpanjangan as landasan pendekatan.

Karena pancaran frekuensi yang dipakai localizer terpengaruh terhadap


pantulan pancaran dari bangunan, gunung-gunung dan lain-lain, maka
bila perlu untuk mengurangi pengaruh tersebut dapat menambahkan
pancaran sinyal di udara yang disebut Clearence. Pancaran Clearence ini
mendominasi sudut 10° sampai 35° dari perpanjangan as pada kedua
sisi perpanjangan landasan. Sinyal Clearence pada daerah tersebut lebih
kuat dan dapat menanggulangi terhadap pantulan sinyal yang tidak
dikehendaki yang dihasilkan oleh side lobe dari sinyal Course.
Localizer mempergunakan jajaran antenna multielemen untuk
menghasilkan radiasi sinyal yang direncanakan. Sinyal yang
dipancarkan di udara terdiri dari kombinasi sinyal CSB (Carrier and
Slide Band) dan SBO (Slide Band Only) yang menghasilkan pola radiasi
gabungan (Composite radiation pattern). Efek ini disebut Space
Modulation.

Besarnya modulasi AM audio frekuensi (90 Hz atau 150 Hz) pada


frekuensi adalah 20%, total modulation kedua audio tersebut adalah
40%.

Jika dua sinyal (CSB dan SBO) dipancarkan, hasil kombinasi kedua sinyal
tersebut tidak ada perbedaam modulation depth, karena kedua sinyal
mempunyai modulation depth yang sama.Supaya menghasilkan radiasi
ILS seperti yang diminta perlu merubah hubungan fase dari SBO
tersebut: menggeser fase 180° antara sideband 90 HZ dan sideband 150
HZ.langkah tersebut belum menghasilkan hasil radiasi yang dikehendaki
karena salah satu sideband SBO akan meanambah radiasi
CSB,sedangkan sideband dari SBO yang lain akan menghilangkan karena
fase digeser 180° tersebut. Untuk mendapatkan pancaran yang
dikehendaki selanjutnya menggeser fase 180° sinyal SBO pada separo
system jajaran antenna,sehingga hasilnya menjadi:

Separo dari jajaran antenna akan memancarkan kombinasi sinyal CSB


dan SBO dimana sideband 90 Hz akan saling menambah (same fase),
sedangkan sideband 150 Hz akan saling menghilangkan (berbeda fase
180°).

Separo dari jajaran antenna yang sebaliknya akan memancarkan


kombinasi sinyal CSB dan SBO dimana 150 Hz akan saling menambah
(sama fase), sedangkan sideband 90 Hz akan saling menghilangkan
(berbeda fase 180°).

Dalam prakteknya antenna diberi sinyal berpasangan dengan CSB, SBO


atau kombinasi dari CSB dan SBO. Biasanya sinyal CSB menghasilkan
pancaran yang lebih kuat pada pasangan antenna bagian tengah dan SBO
pada pasangan bagian luar (ujung). Hal ini mempunyai efek yang relatif
menghasilkan beam yang sempit (sudut course width mengecil) dan
sebaliknya.

Selain sinyal-sinyal bantu yang diutarakan di atas, localizer juga mengirimkan


sinyal pengenal dalam bentuk sinyal morse pada frekuensi 1020 Hz. Sebagai
contoh, ILS untuk landasan 04R di John F. Kennedy International
Airport mengirimkan sinyal IJFK, sementara untuk landasan 04L mengirimkan
sinyal IHIQ. Ini memungkinan pilot mengetahui bahwa fasilitas ILS berfungsi
dengan normal dan mereka memakai ILS dari landasan yang
benar. Glideslope tidak mengirimkan sinyal pengenal.

Antena localizer modern menggunakan antena directional. Akan tetapi,


pengunaan antena yang lebih tua, dan antena yang tidak terlalu terarah,
memungkinkan dipakainya landasan untuk pendaratan non-precision yang
lebih dikenal dengan nama localizer back course. Teknik ini memungkinkan
pesawat untuk mendarat dengan menggunakan sinyal yang dikirimkan dari
belakang antena localizer. Sinyal ini reverse sensing, sehingga pilot harus
terbang berlawanan dengan arah jarum indikator di instrumen. Antena yang
sangat terarah (highly directional) tidak memberikan sinyal yang cukup
untuk backcourse. Di Amerika Serikat, backcourse biasanya diasosiasikan
dengan sistem Category I pada bandara-bandara kecil yang tidak punya ILS
pada kedua ujung landasan.

Bila sinyal CSB saja yang dipancarkan (tanpa SBO) system akan
menghasilkan DDM = 0 pada semua daerah.

B. GLIDE SLOPE

Glide Slope (GS) atau Glide Path (GP) yaitu pemancar yang memberikan sinyal
pemandu sudut luncur pendaratan, bekerja pada frekuensi UHF antara 328,6
MHz hingga 335,4 MHz dengan separator 50 kHz antara tiap channel. Glide
slope diletakkan pada 120 meter di sisi landasan dan 250 hingga 350 meter
dari ujung runway yang digunakan untuk pendaratan. Selain itu, glide slope
menyediakan panduan secara vertikal / vertical guidance kepada pilot selama
proses pendekatan / approach. Sehingga memudahkan pilot untuk mengetahui
posisi pesawatnya, apakah terlalu tinggi atau terlalu rendah terhadap actual
slope. ILS Glide Slope dihasilkan dari peralatan darat yang terdiri dari sistem
pemancar / transmitter dan antenna dengan sinyal UHF (Ultra High
Frequency). Berikut ini merupakan gambar ilustrasi ketika pancaran
gelombang, diterima oleh receiver di dalam pesawat dalam bentuk indikator,
yaitu Omni-Bearing Indicator (OBI).
Omni-Bearing Indicator (OBI) biasanya dibuat berkombinasi. Jadi sebuah
OBI mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai localizer, sekaligus sebagai glide
slope. Sehingga lebih memudahkan dalam indentifikasi posisi pesawat. Dari
gambar dibawah, kita dapat mengidentifikasikan bahwa : localizer sudah
berada di posisi on-track. Hal ini terlihat dari garis lurus yang ditampilkan
oleh indikator menunjukkan heading pesawat yaitu sekitar 05 (zero-five).
Sedangkan untuk glide slope, yang paling kiri nampak pesawat terlalu tinggi.
Kemudian untuk gambar yang tengah, pesawat berada pada jalur yang
sebenarnya / actual track. Selanjutnya, untuk gambar yang paling kanan,
pesawat tampak terlalu rendah.
Decision Altitude/Height

Setelah establish pendekatan, sistem Autoland atau pilot akan mengikuti ILS
dan turun mengikuti glideslope sampai Decision Altitude dicapai (untuk
Category I ILS adalah 200 kaki di atas landasan). Pada titik ini pilot harus bisa
melihat landasan atau approach lights untuk melanjutkan pendaratan. Jika
landasan atau lampu pendarat tidak bisa dilihat, pendaratan harus dibatalkan dan
prosedur missed approach dilakukan. Pesawat akan naik ke ketinggian dan ke
arah yang sudah ditentukan. Dari sini pilot akan mencoba mendarat lagi atau
terbang ke bandara yang lain. Membatalkan pendaratan (ataupun perintah dari
ATC untuk melakukan hal ini) disebut executing a missed approach.
Rumus Kecepatan Turun (Rate of Descent)

Rumus untuk menghitung kecepatan turun pada glideslope.

Rate of Descent = sudut Glideslope × Groundspeed / 60 × 100

Di mana:

 Rate of Descent dalam kaki per menit (fpm)

 Sudut Glideslope angle dalam sudut dari posisi horisontal (biasanya 3


derajat)

 Groundspeed dalam knot

Jika glideslope 3 derajat, rumus di atas dapat disederhanakan sebagai:

Rate of Descent = 5 × Groundspeed

C. MARKER BEACON

Marker Beacon merupakan pemancar yang menginformasikan sisa jarak


pesawat terhadap titik pendaratan. Dioperasikan pada frekuensi 75 Hz.
ILS Marker Beacon menyediakan informasi mengenai jarak pesawat yang
sedang melakukan final approach terhadap landasan, dengan mengidentifikasi
point-point tertentu sepanjang jalur pendekatan / approach track. Beacon atau
suar ini merupakan pemancar dengan daya yang rendah / low-power
transmitter yang bekerja dengan daya output lebih kecil atau sama dengan
3 Watts. Radiasi dari pancaran gelombang ellips ini dari daratan / tanah menuju
ke atas. Ketika mencapai ketinggian 1000 ft, dimensi pancaran gelombang,
mencapai panjang 2400 ft dan lebar 4200 ft. Di ketinggian yang lebih tinggi,
dimensi panjang dan lebar akan meningkat secara signifikan.
Pada dasarnya, ILS Marker Beacon, di bedakan menjadi 3, yaitu :
1. Outer Marker (OM)

Outer Marker terletak 3,5 – 6 Nautical Miles (NM) dari ambang


landasan pacu / threshold. Outer Maker dimodulasikan dengan sinyal
400 Hz. Modulasi outer maker, memotong glide slope secara vertikal
sejauh 1400 feet (427 meter). Kemudian di terima oleh marker beacon
receiver di pesawat dengan frekuensi 75 Hz. Dalam hal kondisi
tertentu yang diakibatkan terbatasnya lahan yang tersedia atau
dikarenakan kebutuhan operasional, fungsi dari pada OM dapat
digantikan dengan fasilitas DME ILS. DME ILS yaitu pemancar yang
menginformasikan sisa jarak pesawat terhadap titik pendaratan.

2. Middle Marker (MM)

Middle Marker terletak 1050 ± 150 meter dari ambang landasan pacu /
threshold dan dimodulasikan dengan sinyal 1300 Hz. Middle Marker
terletak di dekat titik missed approach untuk ILS dengan
pendekatam kategori I (CAT I ILS). Modulasi middle marker,
memotong glide slope secara vertikal setinggi 200-250 feet (60-76
meter).
3. Inner Marker (IM)

Inner Marker terletak 75 – 450 meter dari ambang landasan pacu /


threshold dan dimodulasikan dengan sinyal 3000 Hz. Inner Marker juga
digunakan dalam kondisi jarak pandang yang pendek dan hanya bisa
dipasang pada ILS dengan kategori II. Di Indonesia tidak dipasang Inner
Maker (IM), karena ILS dioperasikan dengan kategori I.

Pada umumnya, marker beacon beroperasi pada frekuensi 75 MHz. Ketika


transmisi dari marker beacon diterima, sinyal ini akan mengaktifkan indikator
pada instrumen pilot dan suara (tone) dari beacon juga terdengar oleh pilot.
Jarak dari landasan di mana indikasi ini diterima dicantumkan di petunjuk atau
dokumentasi untuk pendeketan tersebut, bersama-sama dengan ketinggian
pesawat yang yang seharusnya. Cara ini juga dipakai untuk menguji
fungsi glideslope. Modern ILS mempunyai DME yang dipasang bersama-sama
dengan ILS, untuk mendukung atau mengganti marker beacons. DME terus
menerus menunjukkan jarak pesawat terhadap landasan.

Outer marker

Outer marker harus diletakkan pada posisi 7,2 km (3,9 NM) dari threshold. Jika
tidak memungkinkan, outer marker bisa diletakkan antara 6,5 dan 11,1 km (3,5
dan 6 NM) dari threshold. Modulasi berupa kode minus (dash) Morse yang
diulang-ulang pada 400 Hz. Indikator di kokpit berupa lampu biru yang menyala
bersamaan dengan kode audio yang diterima. Kegunaan beacon adalah
menunjukkan ketinggian, jarak dan menguji peralatan di pesawat dalam fase di
tengah (intermediate) dan akhir (final) proses pendaratan. Di Amerika
Serikat, NDBsering dikombinasikan dengan outer marker beacon dalam
pendaratan ILS (dikenal juga dengan Locator Outer Marker, atau LOM); di
Kanada, NDB dengan daya rendah digunakan untuk menggantikan marker
beacons.
Middle marker

Middle marker digunakan untuk menunjukkan, di situasi dengan jarak pandang


terbatas, titik missed approach, dan titik di mana pengamatan visual (visual
contact) dengan landasan memungkinkan. Secara ideal, middle marker berjarak
kurang lebih 3.500 kaki dari threshold. Middle marker dimodulasi pada 1300
Hz dalam bentuk kode Morse titik (dot) dan minus (dash) yang bergantian.
Indikator di kokpit berupa lampu kuning yang menyala bersamaan dengan kode
yang diterima.

Inner marker

Inner marker, kalau dipasang, harus diletakkan di lokasi yang menunjukkan, di


situasi dengan jarak pandang terbatas, threshold landasan sudah dekat. Ini
biasanya posisi pesawat paad ILS Category II minima. Secara ideal, kurang
lebih berjarak 100 kaki dari threshold. Modulasi inner marker' berupa kode
Morse titik (dot) pada 3.000 Hz. Indikator di kokpit beruka lampu putih yang
menyala bersamaan dengan kode yang diterima.

DME

Distance Measuring Equipment (DME) memberikan pilot jarak ke landasan


dalam nautical mile. DME mendukung atau menggantikan marker di banyak
tempat. DME memberikan petunjuk glideslope ILS yang lebih akurat dan terus
menerus kepada pilot, dan tidak perlu dipasang di luar bandara. Ketika
digunakan bersama-sama dengan ILS, DME sering diletakkan di antara kedua
ujung landasan dengan delay yang diubah sehingga satu unit bisa memberikan
informasi jarak ke masing-masing ujung landasan. Dalam pendaratan di mana
DME digunakan sebagai pengganti marker beacons, pesawat harus punya
paling sedikit satu unit DME yang berfungsi sebelum memulai pendekatan, dan
deklarasi "DME Required" akan dicantumkan pada Prosedur Pendaratan
Instrumen (Instrument Approach Procedure)
D. BLOK DIAGRAM/SKEMA PELETAKAN KOMPONEN PENDUKUNG ILS
22
23

KETERANGAN GAMBAR 1

 Pemancar dan antena dari Localizer di susun horisontal sesuai dengan lebar
runway dan terletak di ujung runway yang berlawanan dengan posisi runway
sebenarnya dengan jarak 300 meter dari ujung runway yang berlawanan.

 Lokasi pemancar dan antenna Glide Slope (GS) atau Glide Path (GP), terletak
120 meter dari sisi landasan / runway dan terletak 250 meter hingga 350 meter
dari ujung landasan utama. Landasan utama di sini adalah landasan yang
menggunakan ILS. Kemudian kemiringan yang sebenarnya / actual slope dari
pancaran gelombang glide slope mencapai 2,5 derajat hingga 4 derajat
terhadap horizontal. Selanjutnya untuk kemiringan di atas dan di bawah dari
kemiringan sebenarnya, masing-masing sebesar 0,7 derajat.

 Marker Beacon :

o Modulasi Inner Marker (IM) terletak 75 meter hingga 450 meter


dari landasan pacu.

o Modulasi Middle Marker (MM) terletak 900 meter hingga 1200 meter dari
landasan pacu. Ketika mencapai modulasi Middle Marker, ketinggian
actual slope ialah 60 meter.

Modulasi Outer Marker (OM) terletak 6,5 km hingga 11,1 km dari landasan pacu.
Ketika mencapai modulasi Outer Marker, ketinggian actual slope ialah 420 meter.
24

E. KOMPONEN-KOMPONEN ILS

1. Antena

Setiap jenis ILS yakin localizer, glide slope, dan marker beacon,
memiliki antenna yang berbeda-beda. Antenna localizer merukapan
antenna aray yang directional dimana antenna tersebut terarah sehingga
memudahkan pesawat terbang untuk mendarat, sedangkan antenna
glide slope mempunyai tiga jenis antenna yang akan dipasang sesuai
dengan kondisi bandara. Null reference glide slope dipasang pada
bandara yang mempunyai kondisi tanah yang rata, sideband reference
glide slope dipasang jika terdapat tanah lapang atau daerah yang curam
di sekitar bandara, dan “M” array glide slope dipasang jika terdapat
bukit dan gedung – gedung tinggi di sekitar bandara.

2. Pemancar (transmitter)
Pemancar ILS baik dari localizer, glide slope, maupun marker beacon,
memancarkan signal secara AM dan beroperasi dengan VHF dan UHF.

3. Penerima (receiver)
Penerima ILS pada pesawat menerima signal dari antenna dan
menampilkan hasilnya pada indikator di kokpit pesawat yang merupakan
informasi tentang posisi pesawat dan kesiapan untuk mendarat .

F. Kategori ILS

Ada 3 kategori dalam ILS, yaitu :

1. Kategori I yaitu suatu keadaan di mana pendekatan dan pendaratan


instrumen berpresisi dengan decision height tidak lebih rendah dari 200
kaki di atas touchdown zone dan dengan jarak pandang tidak kurang dari
2.625 kaki atau jarak pandang ke landasan tidak kurang dari 2.400 kaki
(dengan touchdown zone dan center lightning, RVR 1.800 kaki). Pesawat
yang dilengkapi dengan Enhanced Flight Vision System bisa, dalam
25

keadaan tertentu, melanjutkan pendekatan ke CAT II.

2. Kategori II yaitu suatu keadaan di mana Pendekatan dan pendaratan


instrumen berpresisi dengan decision height kurang dari 200 kaki di atas
touchdown zone tetapi tidak kurang dari 100 kaki, dan jarak pandang ke
landasan tidak kurang dari 1.200 kaki.

3. Kategori III dibagi lagi menjadi tiga bagian yaitu :

a. Kategori III A yaitu pendekatan dan pendaratan instrumen berpresisi


dengan:
i. Decision height kurang dari 100 kaki di atas touchdown zone,
atau tidak ada decision height
ii. jarak pandang ke landasan tidak kurang dari 700 kaki.

b. Kategori III B yaitu pendekatan dan pendaratan instrumen berpresisi


dengan :
i. Decision height kurang dari 50 kaki di atas touchdown zone,
atau tidak ada batasan decision height
ii. Jarak pandang ke landasan kurang dari 700 kaki tetapi tidak
kurang dari 150 kaki.

c. Kategori III C yaitu pendekatan dan pendaratan instrumen ber-presisi


dengan tanpa batasan di decision height dan jarak pandang ke landasan.
Sistem Kategory III C dapat menggunakan autopilot pesawat untuk
mendaratkan pesawat dan juga memberikan petunjuk sepanjang landasan.

Dalam tiap kategori diperlukan pesawat yang dilengkapi dengan peralatan


yang sesuai dan pilot yang mempunyai kualitas yang sesuai. Sebagai
contoh, Cat IIIc memerlukan sistem fail-operational dan dengan pilot yang
mempunyai sertifikat Cat IIIc, Cat I hanya memerlukan altimeter untuk
decision height, tetapi Cat II and Cat III memerlukan radar altimeter untuk
menentukan decision height. ILS harus otomatis mati jika mendeteksi
kesalahan. Instrumen ILS untuk kategori yang lebih besar harus mati
26

dengan cepat. Sebagai contoh Cat I localizer harus mati dalam waktu 10
detik sejak mendeteksi kesalahan, Cat III localizer harus mati dalam
waktu 2 detik.

Jangkauan pancaran (coverage)

peralatan ILS terbagi menjadi 3 (tiga) sector:

a. Sektor I : Jarak pancaran ILS yang meliputi daerah/area sudut 10° dari
perpanjangan landasan, dengan jarak pancaran hingga mencapai 25
Nautical miles.

b. Sektor II : Jarak pancaran ILS yang meliputi area sudut antara 10° - 35°
dari perpanjangan landasan, dengan jarak pancaran hingga mencapai 17
Nautical miles.

c. Sektor III : Jarak pancaran ILS yang meliputi daerah/area sudut diatas
35° dari perpanjangan landasan, dengan jarak pancaran hingga mencapai
10 Nautical miles.

G. Pengujian didarat (Ground Inspection)

Pengujian di darat (Ground Inspection) adalah pengujian dan pengukuran


yang dilakukan di darat terhadap peralatan fasilitas elektronika dan listrik
penerbangan yang digunakan untuk pelayanan lalu lintas penerbangan.

Setiap operator yang mengoperasikan peralatan fasilitas elektronika dan


listrik penerbangan yang digunakan untuk pelayanan lalu lintas udara harus
mempertahankan kinerja operasional sesuai standard dan persyaratan
operasional yang ditetapkan.

Kinerja operasioanal peralatan fasilitas elektronika dan listrik penerbangan


dapat diketahui dengan cara Kalibrasi Penerbangan (Flight Inspection) atau
Pengujian di darat (Ground Inspection).
27

Peralatan Fasilitas Elektronika dan Listrik Penerbangan yang wajib untuk


dilakukan pengujian di darat meliputi :

a. Peralatan Fasilitas Bantu Pendaratan, meliputi :

1) Instrument Landing System (ILS):


a) Localizer;
b) Glide Path;
c) Middle Marker;
d) Outer Marker

2) Visual Aids :
a) Approach Lighting System;
b) Flashing light;
c) Threshold light;
d) Runway light;
e) PAPI/VASI;
f) Rotating Beacon

Pengujiaan pada fasilitas bantu pendaratan yaitu pada ILS yang meliputi
localizer, glide path, middle marker dan outer marker dilakukan secara berkala
(periodic test) dengan ketentuan diakukan 1 x 2 minggu

Pengujian secara berkala (periodic test) dilakukan oleh operator (bandara)


dan Pengujian secara khusus (special test) dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, Pengujian berkala di darat terdiri dari : pengukuran
parameter dan pengukuran output. Pengujian secara khusus (special test),
dilaksanakan:

i. Untuk mendapatkan atau memperpanjang masa berlaku sertifikat peralatan


fasilitas Elektronika dan Listrik penerbangan sesuai Peraturan Direktur Jendral
tentang Sertifikat Peralatan Fasilitas Elektronika dan Listrik Penerbangan.
28

ii. Direktur jendral menganggap perlu dalam hal:


- terjadinya penggantian suku cadang, relokasi, rekondisi yang dapat
mempengaruhi kinerja peralatan
- terjadinya accident di bandar udara tersebut
- terjadinya bencana alam

iii. Atas permintaan operator

Sesuai dengan Doc 8071 ICAO yang menyatakan bahwa ground inspection
dilakukan oleh seorang teknisi khusus dengan memepergunakan beberapa
test equipment. Pengujian di darat ini tidak membutuhkan biaya yang besar
dan juga lebih cepat untuk mengetahui kinerja dari fasilitas yang diukur.

Adapun parameter utama yang diukur pada pengujian didarat peralatan localizer
adalah sebagai berikut :

a. RF Power Level
b. Course Alignment
c. Different Depth of Modulation d. Identification modulation depth e.
Carrier Frequency

H. Penerbangan Kalibrasi (Flight Calibration)

Sesuai dengan Undang – undang penerbangan No. 1 tahun 2009 pasal 299 yang
menyatakan bahwa fasilitas navigasi penerbangan yang dioperasikan untuk
pelayanan navigasi penerbangan wajib dikalibrasi secara berkala agar tetap laik
operasi.

Definisi penerbangan kalibrasi menurut Flight Inspection Manual tahun 1996


chapter 300 adalah : “ Flight Inspection is inflight investigation and evaluation of
air navigation aid and instrument flight procedures to ascertain or verify that they
meet established tolerances and provide safe operation for intended use”

Artinya diterjemahkan secara bebas ;

Penerbangan kalibrasi adalah penerbangan yang bertujuan untuk menyelidiki dan


mengevaluasi alat bantu Navigasi udara dan instrument prosedur penerbangan serta
29

untuk memastikan atau membuktikan bahwa peralatan tersebut masih dalam


toleransi yang aman untuk dioperasikan.

Pelaksanaan penerbangan kalibrasi dilaksanakan berdasarkan beberapa keadaan di


antaranya:

a. Site evaluation (evaluasi lokal). Merupakan penerbangan kalibrasi dilaksanakan


untuk menentukan kepatutan/kepantasan suatu tempat (lokasi) yang diusulkan
untuk instalasi permanen dari sebuah fasilitas navigasi.

b. Commisioning (pemeriksaan) Kalibrasi commisioning adalah penerbangan


kalibrasi/pemeriksaan penerbangan terhadap peralatan secara menyeluruh
yang dilaksanakan utnuk memperoleh informasi untuk kerja secara lengkap
seperti jangkauan fasilitas, kita ketahui ada pengaruh terrain yang membatasi
dari performance peralatan yang dipasang dan menetapkan bahwa fasilitas
dapat mendukung kebutuhan operasional penerbangan, pemeriksaan harus
terpenuhi sebelum fasilitas navigasi yang baru diinstalasi dioperasikan untuk
mendukung kebutuhan operasional penerbangan.

c. Periodic (berjadwal) Kalibrasi periodik adalah penerbangan


kalibrasi/pemeriksaan penerbangan (flight inspection) yang dilaksanakan secara
berjadwal pada setiap peralatan fasilitas navigasi untuk memeriksa dan
menentukan bahwa untuk kerja fasilitas yang diperiksa masih mendekati atau
sama dengan standar commisioning dan masih dapat mendukung kebutuhan
operasional penerbang.

d. Special condition (keadaan khusus). Kalibrasi special condition adalah


penerbangan kalibrasi (flight calibration ) yang dilaksanakan untuk menentukan
karakteristik untuk kerja peralatan untuk tujuan khusus atau dalam kaitan
dengan keadaan khusus. Contoh: keadaan yang menuntut pemeriksaan ini
adalah saat terjadinya perbaikan yang berat ,penggantian antenna, modifikasi
fasilitas atau pemugaran/pemindahan fasilitas. Pemeriksaan khusus mungkin
30

juga dilaksanakan karena kecurigaan kegagalan pemakaian fasilitas yang


dilaporkan oleh teknisi pemelihara atau pilot pemakai fasilitas.

e. Survaillance
Kalibrasi survaillance bertujuan untuk mengecek kondisi umum peralatan
masih standar atau tidak dan sebagai evaluasi selama penerbangan dilakukan
dengan tidak berjadwal.

Berdasarkan untuk kerja fasilitas, inspeksi penerbangan harus menetapkan salah


satu dari klasifikasi status berikut:

Unrestricted : status atas fasilitas yang memenuhi nilai toleransi yang


dipersyaratkan.

Restricted : Status atas fasilitas yang tidak memenuhi nilai toleransi yang
Ditentukan berdasarkan standar inspeksi (wilayah ruang udara
yang menggunakan fasilitas tersebut harus didefinisikan sebagai
unusable pada Notam.

Unusable : Status atas fasilitas yang tidak aman atau tidak dapat diandalkan
untuk navigasi (Notam harus ditertibkan dengan mendefinisikan
bahwa fasilitas tersebut unusable).
31

Adapun parameter utama yang diukur pada penerbangan kalibrasi peralatan


localizer adalah sebagai berikut:

a. Level Modulasi

Pemeriksaan ini mengukur pancaran signal modulasi localizer. Untuk


prosedur-front course yang diperbolehkan, modulasi diukur saat inbound di
localizer, antara 10 mil hingga 3 mil dari antena localizer. Modulasi yang
diluar toleransi akan menjadi dasar untuk pembatasan fasilitas terpasang atau
dipasang ulang dengan antena tipe baru.

b. Rasio Power

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengukur rasio power antara
course dan pemancar clearance dari dual frekuensi localizer. Bila pesawat
dilengkapi dengan spektrum analyzer, posisi pesawat pada localizer on
course dalam jarak 10 mil dan line of sight dari antenna, membandingkan
kekuatan sinyal relatif course dan pemancar clearance dengan daya RF
pemancar course dialarm dan pemancar clearance normal.

c. Phasing

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan bahwa hubungan fase
antara sideband dan carrier energinya optimal. Fasilitas ini normalnya diphase
dengan ground prosedur.

d. Lebar dan simetri Course Sector Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
membangun dan mempertahankan lebar dan simetri course sector. Prosedur
ini berlaku untuk front course, lebar dan simetri course diukur antara 4 dan
24 mil dari antena localizer di lowest coverage altitude. Lebar course sector
tiap tiap localizer diatur berbeda-beda sesuai dengan panjang Run Way yang
dimiliki oleh bandara.

e. Course alignment dan struktur Pemeriksaan ini untuk mengukur kualitas dan
alignment sinyal on-course. Pemeriksaan alignment dan struktur biasanya
dilakukan secara bersamaan. Toleransi untuk course bend untuk zone 1-2
32

untuk localizer Cat I adalah 30µA (0.031 DDM), sedangkan untuk zone 3
adalah 14µA (0.015 DDM).

f. Referensi Monitor Inspektur harus memastikan bahwa fasilitas harus diset


pada referensi monitor untuk setiap pemeriksaan.

g. Clearance

Clearance diukur untuk memastikan bahwa peralatan memberikan penunjukan


yang pasti diseluruh layanan. Pemeriksaan ini digunakan untuk front course
pada radius 6 sampai 10 mil dari antena di lowest coverage altitude. Pada
pemeriksaan berkala, clearance dapat diperiksa sampai jarak 14 nautical mile
dari antena localizer.

h. Coverage

Coverage harus dievaluasi secara bersamaan dengan masing-masing kebutuhan


pemeriksaan selama semua inspeksi berlangsung

i. Identifikasi dan suara

Pemeriksaan ini dibuat untuk memastikan identifikasi diterima di seluruh area


localizer. Identifikasi localizer memiliki tiga huruf kode pengenal didahului
dengan kode huruf I. Berdasarkan penjelasan mengenai penerbangan kalibrasi
dapat disintesakan bahwa penerbangan kalibrasi memiliki sebuah dimensi yaitu
pengukuran parameter output.

I. Sejarah

Pengujian sistem ILS dimulai di tahun 1929, dan Civil Aeronautics


Administration (CAA) mengijinkan penggunaan ILS di enam lokasi pada tahun
1941. Pendaratan pertama penerbangan berjadwal Amerika Serikat menggunakan
ILS terjadi pada tanggal 26 Januari 1938, Boeing 247-D Pennsylvania-Central
Airlines dari Washington, D.C., ke Pittsburgh mendarat di badai salju dengan
menggunakan ILS.
33

J. Keterbatasan dan Alternatif

Localizer sensitif terhadap halangan di daerah pancaran sinyal, seperti gedung besar
atau hangar. Glideslope juga dibatasi oleh daratan di depan antena glideslope. Jika
daratan berupa daratan miring atau begelombang, pantulan sinyal akan
membuat glidepath yang tidak rata. Tambahan lagi, karena sinyal ILS diarahkan ke
satu arah, ILS hanya mendukung pendekatan yang dilakukan secara garis lurus.
Pemasangan ILS bisa juga mahal karena rumitnya sistem antena dan lokasi. Lokasi
antena juga bisa membuat pesawat tidak bisa menggunakan taxiway tertentu. Di
tahun 1970-an, Amerika Serikat dan Eropa mencoba untuk membuat Microwave
Landing System, yang mendukung pendekatan melingkar. Akan tetapi, kombinasi
dari pengembangan yang lambat, dan keengganan maskapai penerbangan untuk
memakai MLS, dan munculnya GPS membuat MLS tidak populer. Transponder
Landing System(TLS) adalah alternatif ILS yang dapat digunakan di mana ILS
tidak bisa dgiunakan atau mahal untuk dipasang

K. Contoh Pendaratan Menggunakan Instrumen Landing Syistem

ILS adalah sistem yang ada di daratan tepatnya di sekitar runway untuk membantu
mengendalikan pesawat yang akan mendarat. Tetapi tidak semua airport memasang
ILS pada runwaynya. Ini adalah contoh gambar ILS:

ILS Runway
34

Untuk melakukan landing dengan bantuan ILS, kita harus mengetahui dulu
informasi dasar tentang airport tujuan. Pada contoh kali ini, kita akan mendarat di
Soekarno Hatta Airport Jakarta. Tower memberikan clearance, clear to land
runway 7R (“070” adalah heading dan “R” adalah right, karena runway di Soekarno
Hatta ada 2 paralel. Sebelumnya lihat informasi tentang Soekarno Hatta
Airport. Seperti terlihat di gambar bawah ini, ternyata runway 7R, berada pada ILS
Freq 110.500 dengan runway exact headingnya 068.

Potongan Informasi Airport

Aktifkan Nav pada radiostack dan masukkan frequency radio sesuai dengan
frequency yang dimiliki runway 7R Soekarno Hatta, that’s 110.50 (“one one zero
point five zero“).
35

Radio Stack Panel

Lakukan setting pada instrumen airspeed, heading, dan aktifkan APP (approach)…
Swiiinggg.. pesawat otomatis akan mencoba meluruskan dirinya sendiri dengan ILS
localizer di runway, termasuk vertical speed control juga akan diatur otomatis
olehnya. Pesawat akan naik sendiri bila kerendahan dan turun bila ketinggian…

Autopilot Panel
Setelah itu, terlihat dari GPS dibawah ini kita sudah lurus dengan runway 7R dan
sebelah kirinya adalah runway 7L. We’re about to land automatically!
36

GPS Radar Terhadap Runway 7R

Terlihat pesawat sangat lurus terhadap runway jika menggunakan bantuan ILS..
(bukan manual/visual dari pak pilot) hahah… Co-pilotnya lagi tidur..

On Final
37

Dan pada akhirnya mendarat sangat mulus… Welcome to Jakarta!

Full Stop Landing


Tower: “Garuda Indonesia 612, contact ground on one one eight point three.”
Capt: “Thanks Soetta tower, contacting ground on one one eight point three. Good
day. Ground, Garuda Indonesia 612, request taxi to the gate.”
Ground: “Garuda Indonesia 612, taxi to the gate F7 via taxiway sierra charlie,
sierra november two, bravo.”
38

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Instrument Landing System (ILS) merupakan alat navigasi yang digunakan dalam
proses Landing (pendaratan) pesawat. Pada umumnya, alat-alat anvigasi ILS terbagi
menjadi 3 yaitu Localizer, Glidepath, dan Marker Beacon.

Localizer bekerja pada frekuensi 108-112 MHz dan modulasi sinyal audionya adalah
90 Hz, 150 Hz dan 1020 Hz. Modulasi sinyal audio 90 Hz dan 150 Hz digunakan untuk
menentukan center line runway. Penentuan itu didapatkan dari perpotongan modulasi
sinyal 90 Hz dan 150 Hz.

Glide Slope (GS) atau Glide Path (GP) yaitu pemancar yang memberikan sinyal
pemandu sudut luncur pendaratan, bekerja pada frekuensi UHF antara 328,6 MHz
hingga 335,4 MHz dengan separator 50 kHz antara tiap channel

Marker Beacon merupakan pemancar yang menginformasikan sisa jarak pesawat


terhadap titik pendaratan. Dioperasikan pada frekuensi 75 Hz. ILS Marker
Beacon menyediakan informasi mengenai jarak pesawat yang sedang melakukan final
approach terhadap landasan, dengan mengidentifikasi point-point tertentu sepanjang
jalur pendekatan / approach track
39

B. SARAN

Localizer memancarkan modulasi sinyal yang sangat peka terhadap bahan logam di
sekitarnya. Bahan logam tersebut dapat menghamburkan sinyal modulasi yang
dihasilkan oleh antena localizer sehingga penerimaan sinyal modulasi di pesawat
menjadi terganggu.

Penempatan letak localizer yang tidak terhalangi benda-benda yang bersifat logam
dapat memberikan kemudahan bagi pesawat untuk menerima sinyal modulasi yang
dihasilkan oleh antena localizer. Selain itu, perpanjangan landasan pacu (Runway)
dapat meminimalkan kecelakaan pesawat jika terjadi kesalahan pada touch down.
40

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Mustaghfirin. 2014. Aircraft Instrument. Gramedia : Jakarta

Albertus Galih. Instrument Landing System diakses tanggal 10 Januari 2018 dari
https://www.academia.edu/10000105/MAKALAH INSTRUMENT
LANDING SYSTEM

Apanreza. Makalah Avionic ILS diakses tanggal 10 Januari 2018 dari


http://documents.mx/documents/instrument-landing-system
55f82b134d826.html

Wordpress. ILS diakses tanggal 10 Januari 2018


https://greatcaptain.wordpress.com/ils-instrument-landing-system/

Anonim. Instrumen Landing System diakses tanggal 10 Januari 2018


http://hendrynoya.wordpress.com/2011/04/18/instrument-landing-
sistem-ils/

Anonim, Marker Beacon diakses tanggal 10 Januari 2018


http://www.enotes.com/topic/Marker_beacon,

Dwi, Rahmat. 2010. Makalah Seminar Kerja Praktek. Semarang : UNDIP.

Basuki, Heru 1986. Lapangan Terbang : Alumni Bandung

Djoko, Susilo, Ir, Mt. 2001. Lapangan terbang :Unisula

Dewanata, Pandu. 2014. Study Banding Komunikasi Alat Bantu Pendaratan


Instrument Landing System Dengan Airfield Lighting System Di
Bandar Udara Ngurah Rai Bali. Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai