DISUSUN OLEH :
MEDI YANDRIGUNA
1315011077
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Localizer ................................................................................................................. 5
E. Komponen-komponen ILS.......................................................................................19
F. Kategori ILS............................................................................................................19
I. Sejarah....................................................................................................................19
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia penerbangan sudah dipercaya oleh masyarakat Indonesia untuk menjadi alat
transportasi yang cepat dan efisien. Oleh karena itu, semakin banyak jadwal
penerbangan yang dapat dilayani oleh maskapai penerbangan dari seluruh Indonesia
maupun Internasional. Terdapat beberapa masalah yang dapat mengganggu jarak
pandang pilot pada saat mendaratkan pesawat yaitu hujan, udara, kabut/haze, kabut/fog,
smog dan badai debu. Sistem keamanan yang dapat mengatasi masalah-masalah
tersebut adalah ILS (Instrument Landing System).
Jika kita menilik lebih jauh mengenai perkembangan teknologi dalam bidang
Penerbangan, banyak sekali inovasi yang sudah dikembangkan hingga kini, mulai dari
penggunaan sistem auto-pilot, sistem efisiensi bahan bakar menggunakan
winglet / wingtip, sistem peringatan dini terhadap dataran (GPWS / Ground Proximity
Warning System), sistem peringatan dini terhadap pesawat lain (TCAS / Traffic
Collision Avoidance System / Traffic Collision Alerting System), sistem mengontrol
pesawat menggunakan fly-by-wire serta sistem pendaratan ILS / Instrument Landing
System. Beberapa inovasi di atas merupakan perkembangan teknologi paling pesat
dalam bidang penerbangan. Sebab dengan sistem terbaru tersebut, membuat accident
/ kecelakaan pesawat yang selama ini pernah terjadi, menjadi semakin rendah atau
bahkan hampir mencapai zero accident. Di samping pilot sebagai orang yang
mengoperasikan pesawat, suatu inovasi teknologi juga merupakan salah satu aspek
yang sangat membantu dalam meminimalkan kecelakaan. Teknologi ILS atau
biasa disebut sebagai Instrument Landing System merupakan suatu instrumen dalam
suatu bandara yang di sinkronasi dengan sistem di dalam pesawat yang berfungsi
untuk mempermudah pilot dalam mendaratkan pesawatnya di suatu bandara. Selain
itu, ILS juga merupakan pendekatan terhadap landasan / runway yang lebih presisi
dengan memanfaatkan dua pancaran sinyal radio, untuk menyediakan panduan
vertikal dan horisontal kepada pilot, selama proses pendekatan terhadap landasan
/ approaching runway. Di beberapa kasus, terutama dalam keadaan Instrument
Meteorological Condition (IMC) seperti awan rendah, hujan serta angin, kabut dan
jarak pandang yang minimal, pendaratan dilakukan dengan mengubah intensitas
lampu pendaratan menjadi sangat tinggi supaya dihasilkan pendaratan yang aman.
BAB II
PEMBAHASAN
ILS terdiri daru dua sub-sistem yang independen, satu untuk memberikan
panduan horisontal (Localizer), dan yang satu lagi memberikan panduan
vertikal (Glideslopeatau Glide Path) untuk pesawat yang akan mendarat.
Antena ILS di pesawat menerima data-data tersebut dan mengolahnya dengan
menggunakan perbandingan kedalaman modulasi (modulation depth)
Jika terlalu banyak modulasi 90 Hz atau 150 Hz, pesawat tidak tepat di garis
tengah. Di dalam kokpit, jarumHorizontal Situation Indicator (atau HSI) atau
CDI (Course deviation indicator), akan menunjukkan bahwa pesawat perlu
terbang ke kiri atau ke kanan supaya pesawat terbang di garis tengah landasan.
Jika DDM menunjukkan angka nol, pesawat ada di garis tengah localizer, yang
pada dasarnya juga sama dengan garis tengah landasan.
Antena Glideslope atau Glidepath (GP) terletak di salah satu sisi landasan, di
daerah di mana pesawat mendarat (runway touchdown zone). Sinyal GP
dikirimkan dalam di antara frekuensi 329,15 dan 335 MHz dan menggunakan
teknik yang sama dengan localizer. Garis tengah sinyal glideslope dibuat untuk
menentukanglideslope kurang lebih 3° di atas tanah.
A. LOCALIZER
Kemudian untuk transmisi sinyal / signal transmission : isyarat atau sinyal yang
dipancarkan oleh localizer, terdiri dari dua bentuk kipas vertikal yang
membentang horisontal dan di sesuaikan dengan landasan / runway. Bisa
dilihat digambar berikut :
Sisi kanan dari pola dibawah ini, seperti yang dilihat oleh pesawat yang sedang
melakukan pendekatan terhadap landasan ini dimodulasikan dengan
frekuensi 150 Hz dan disebut sebagai “blue” area. Sedangkan sisi kiri dari pola
dibawa ini, dimodulasikan dengan frekuensi 90 Hz dan disebut sebagai
“yellow” area. Overlap / tumpang-tindih dari kedua area ini, memberikan
sinyal yang menunjukkan pesawat sesuai jalur / on-track signal.
Sinyal Localizer di terima oleh receiver di dalam pesawat atau biasa disebut
localizer receiver. Localizer receiver di kombinasikan dengan instrument
dalam pesawat yang di sebut track bar (TB).
Bila pesawat bergeser dari as landasan, akan menerima sinyal yang tidak
sama modulasinya dan indicator akan bergerak kekanan/kekiri dari
tengah indicator. Bila pesawat bergeser kekiri dari as landasan maka
indicator bergerak kekanan dan bila pesawat bergeser kekanan dari as
landasan maka indicator bergerak kekiri. Penunjukan indicator tersebut
memberitahu bahwa pesawat supaya diarahkan kembali keposisi as
landasan
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa posisi pesawat adalah
berhubungan dengan perbedaan modulation depth 90 Hz dan 150 Hz.
Jika dua sinyal (CSB dan SBO) dipancarkan, hasil kombinasi kedua sinyal
tersebut tidak ada perbedaam modulation depth, karena kedua sinyal
mempunyai modulation depth yang sama.Supaya menghasilkan radiasi
ILS seperti yang diminta perlu merubah hubungan fase dari SBO
tersebut: menggeser fase 180° antara sideband 90 HZ dan sideband 150
HZ.langkah tersebut belum menghasilkan hasil radiasi yang dikehendaki
karena salah satu sideband SBO akan meanambah radiasi
CSB,sedangkan sideband dari SBO yang lain akan menghilangkan karena
fase digeser 180° tersebut. Untuk mendapatkan pancaran yang
dikehendaki selanjutnya menggeser fase 180° sinyal SBO pada separo
system jajaran antenna,sehingga hasilnya menjadi:
Bila sinyal CSB saja yang dipancarkan (tanpa SBO) system akan
menghasilkan DDM = 0 pada semua daerah.
B. GLIDE SLOPE
Glide Slope (GS) atau Glide Path (GP) yaitu pemancar yang memberikan sinyal
pemandu sudut luncur pendaratan, bekerja pada frekuensi UHF antara 328,6
MHz hingga 335,4 MHz dengan separator 50 kHz antara tiap channel. Glide
slope diletakkan pada 120 meter di sisi landasan dan 250 hingga 350 meter
dari ujung runway yang digunakan untuk pendaratan. Selain itu, glide slope
menyediakan panduan secara vertikal / vertical guidance kepada pilot selama
proses pendekatan / approach. Sehingga memudahkan pilot untuk mengetahui
posisi pesawatnya, apakah terlalu tinggi atau terlalu rendah terhadap actual
slope. ILS Glide Slope dihasilkan dari peralatan darat yang terdiri dari sistem
pemancar / transmitter dan antenna dengan sinyal UHF (Ultra High
Frequency). Berikut ini merupakan gambar ilustrasi ketika pancaran
gelombang, diterima oleh receiver di dalam pesawat dalam bentuk indikator,
yaitu Omni-Bearing Indicator (OBI).
Omni-Bearing Indicator (OBI) biasanya dibuat berkombinasi. Jadi sebuah
OBI mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai localizer, sekaligus sebagai glide
slope. Sehingga lebih memudahkan dalam indentifikasi posisi pesawat. Dari
gambar dibawah, kita dapat mengidentifikasikan bahwa : localizer sudah
berada di posisi on-track. Hal ini terlihat dari garis lurus yang ditampilkan
oleh indikator menunjukkan heading pesawat yaitu sekitar 05 (zero-five).
Sedangkan untuk glide slope, yang paling kiri nampak pesawat terlalu tinggi.
Kemudian untuk gambar yang tengah, pesawat berada pada jalur yang
sebenarnya / actual track. Selanjutnya, untuk gambar yang paling kanan,
pesawat tampak terlalu rendah.
Decision Altitude/Height
Setelah establish pendekatan, sistem Autoland atau pilot akan mengikuti ILS
dan turun mengikuti glideslope sampai Decision Altitude dicapai (untuk
Category I ILS adalah 200 kaki di atas landasan). Pada titik ini pilot harus bisa
melihat landasan atau approach lights untuk melanjutkan pendaratan. Jika
landasan atau lampu pendarat tidak bisa dilihat, pendaratan harus dibatalkan dan
prosedur missed approach dilakukan. Pesawat akan naik ke ketinggian dan ke
arah yang sudah ditentukan. Dari sini pilot akan mencoba mendarat lagi atau
terbang ke bandara yang lain. Membatalkan pendaratan (ataupun perintah dari
ATC untuk melakukan hal ini) disebut executing a missed approach.
Rumus Kecepatan Turun (Rate of Descent)
Di mana:
C. MARKER BEACON
Middle Marker terletak 1050 ± 150 meter dari ambang landasan pacu /
threshold dan dimodulasikan dengan sinyal 1300 Hz. Middle Marker
terletak di dekat titik missed approach untuk ILS dengan
pendekatam kategori I (CAT I ILS). Modulasi middle marker,
memotong glide slope secara vertikal setinggi 200-250 feet (60-76
meter).
3. Inner Marker (IM)
Outer marker
Outer marker harus diletakkan pada posisi 7,2 km (3,9 NM) dari threshold. Jika
tidak memungkinkan, outer marker bisa diletakkan antara 6,5 dan 11,1 km (3,5
dan 6 NM) dari threshold. Modulasi berupa kode minus (dash) Morse yang
diulang-ulang pada 400 Hz. Indikator di kokpit berupa lampu biru yang menyala
bersamaan dengan kode audio yang diterima. Kegunaan beacon adalah
menunjukkan ketinggian, jarak dan menguji peralatan di pesawat dalam fase di
tengah (intermediate) dan akhir (final) proses pendaratan. Di Amerika
Serikat, NDBsering dikombinasikan dengan outer marker beacon dalam
pendaratan ILS (dikenal juga dengan Locator Outer Marker, atau LOM); di
Kanada, NDB dengan daya rendah digunakan untuk menggantikan marker
beacons.
Middle marker
Inner marker
DME
KETERANGAN GAMBAR 1
Pemancar dan antena dari Localizer di susun horisontal sesuai dengan lebar
runway dan terletak di ujung runway yang berlawanan dengan posisi runway
sebenarnya dengan jarak 300 meter dari ujung runway yang berlawanan.
Lokasi pemancar dan antenna Glide Slope (GS) atau Glide Path (GP), terletak
120 meter dari sisi landasan / runway dan terletak 250 meter hingga 350 meter
dari ujung landasan utama. Landasan utama di sini adalah landasan yang
menggunakan ILS. Kemudian kemiringan yang sebenarnya / actual slope dari
pancaran gelombang glide slope mencapai 2,5 derajat hingga 4 derajat
terhadap horizontal. Selanjutnya untuk kemiringan di atas dan di bawah dari
kemiringan sebenarnya, masing-masing sebesar 0,7 derajat.
Marker Beacon :
o Modulasi Middle Marker (MM) terletak 900 meter hingga 1200 meter dari
landasan pacu. Ketika mencapai modulasi Middle Marker, ketinggian
actual slope ialah 60 meter.
Modulasi Outer Marker (OM) terletak 6,5 km hingga 11,1 km dari landasan pacu.
Ketika mencapai modulasi Outer Marker, ketinggian actual slope ialah 420 meter.
24
E. KOMPONEN-KOMPONEN ILS
1. Antena
Setiap jenis ILS yakin localizer, glide slope, dan marker beacon,
memiliki antenna yang berbeda-beda. Antenna localizer merukapan
antenna aray yang directional dimana antenna tersebut terarah sehingga
memudahkan pesawat terbang untuk mendarat, sedangkan antenna
glide slope mempunyai tiga jenis antenna yang akan dipasang sesuai
dengan kondisi bandara. Null reference glide slope dipasang pada
bandara yang mempunyai kondisi tanah yang rata, sideband reference
glide slope dipasang jika terdapat tanah lapang atau daerah yang curam
di sekitar bandara, dan “M” array glide slope dipasang jika terdapat
bukit dan gedung – gedung tinggi di sekitar bandara.
2. Pemancar (transmitter)
Pemancar ILS baik dari localizer, glide slope, maupun marker beacon,
memancarkan signal secara AM dan beroperasi dengan VHF dan UHF.
3. Penerima (receiver)
Penerima ILS pada pesawat menerima signal dari antenna dan
menampilkan hasilnya pada indikator di kokpit pesawat yang merupakan
informasi tentang posisi pesawat dan kesiapan untuk mendarat .
F. Kategori ILS
dengan cepat. Sebagai contoh Cat I localizer harus mati dalam waktu 10
detik sejak mendeteksi kesalahan, Cat III localizer harus mati dalam
waktu 2 detik.
a. Sektor I : Jarak pancaran ILS yang meliputi daerah/area sudut 10° dari
perpanjangan landasan, dengan jarak pancaran hingga mencapai 25
Nautical miles.
b. Sektor II : Jarak pancaran ILS yang meliputi area sudut antara 10° - 35°
dari perpanjangan landasan, dengan jarak pancaran hingga mencapai 17
Nautical miles.
c. Sektor III : Jarak pancaran ILS yang meliputi daerah/area sudut diatas
35° dari perpanjangan landasan, dengan jarak pancaran hingga mencapai
10 Nautical miles.
2) Visual Aids :
a) Approach Lighting System;
b) Flashing light;
c) Threshold light;
d) Runway light;
e) PAPI/VASI;
f) Rotating Beacon
Pengujiaan pada fasilitas bantu pendaratan yaitu pada ILS yang meliputi
localizer, glide path, middle marker dan outer marker dilakukan secara berkala
(periodic test) dengan ketentuan diakukan 1 x 2 minggu
Sesuai dengan Doc 8071 ICAO yang menyatakan bahwa ground inspection
dilakukan oleh seorang teknisi khusus dengan memepergunakan beberapa
test equipment. Pengujian di darat ini tidak membutuhkan biaya yang besar
dan juga lebih cepat untuk mengetahui kinerja dari fasilitas yang diukur.
Adapun parameter utama yang diukur pada pengujian didarat peralatan localizer
adalah sebagai berikut :
a. RF Power Level
b. Course Alignment
c. Different Depth of Modulation d. Identification modulation depth e.
Carrier Frequency
Sesuai dengan Undang – undang penerbangan No. 1 tahun 2009 pasal 299 yang
menyatakan bahwa fasilitas navigasi penerbangan yang dioperasikan untuk
pelayanan navigasi penerbangan wajib dikalibrasi secara berkala agar tetap laik
operasi.
e. Survaillance
Kalibrasi survaillance bertujuan untuk mengecek kondisi umum peralatan
masih standar atau tidak dan sebagai evaluasi selama penerbangan dilakukan
dengan tidak berjadwal.
Restricted : Status atas fasilitas yang tidak memenuhi nilai toleransi yang
Ditentukan berdasarkan standar inspeksi (wilayah ruang udara
yang menggunakan fasilitas tersebut harus didefinisikan sebagai
unusable pada Notam.
Unusable : Status atas fasilitas yang tidak aman atau tidak dapat diandalkan
untuk navigasi (Notam harus ditertibkan dengan mendefinisikan
bahwa fasilitas tersebut unusable).
31
a. Level Modulasi
b. Rasio Power
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengukur rasio power antara
course dan pemancar clearance dari dual frekuensi localizer. Bila pesawat
dilengkapi dengan spektrum analyzer, posisi pesawat pada localizer on
course dalam jarak 10 mil dan line of sight dari antenna, membandingkan
kekuatan sinyal relatif course dan pemancar clearance dengan daya RF
pemancar course dialarm dan pemancar clearance normal.
c. Phasing
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan bahwa hubungan fase
antara sideband dan carrier energinya optimal. Fasilitas ini normalnya diphase
dengan ground prosedur.
d. Lebar dan simetri Course Sector Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
membangun dan mempertahankan lebar dan simetri course sector. Prosedur
ini berlaku untuk front course, lebar dan simetri course diukur antara 4 dan
24 mil dari antena localizer di lowest coverage altitude. Lebar course sector
tiap tiap localizer diatur berbeda-beda sesuai dengan panjang Run Way yang
dimiliki oleh bandara.
e. Course alignment dan struktur Pemeriksaan ini untuk mengukur kualitas dan
alignment sinyal on-course. Pemeriksaan alignment dan struktur biasanya
dilakukan secara bersamaan. Toleransi untuk course bend untuk zone 1-2
32
untuk localizer Cat I adalah 30µA (0.031 DDM), sedangkan untuk zone 3
adalah 14µA (0.015 DDM).
g. Clearance
h. Coverage
I. Sejarah
Localizer sensitif terhadap halangan di daerah pancaran sinyal, seperti gedung besar
atau hangar. Glideslope juga dibatasi oleh daratan di depan antena glideslope. Jika
daratan berupa daratan miring atau begelombang, pantulan sinyal akan
membuat glidepath yang tidak rata. Tambahan lagi, karena sinyal ILS diarahkan ke
satu arah, ILS hanya mendukung pendekatan yang dilakukan secara garis lurus.
Pemasangan ILS bisa juga mahal karena rumitnya sistem antena dan lokasi. Lokasi
antena juga bisa membuat pesawat tidak bisa menggunakan taxiway tertentu. Di
tahun 1970-an, Amerika Serikat dan Eropa mencoba untuk membuat Microwave
Landing System, yang mendukung pendekatan melingkar. Akan tetapi, kombinasi
dari pengembangan yang lambat, dan keengganan maskapai penerbangan untuk
memakai MLS, dan munculnya GPS membuat MLS tidak populer. Transponder
Landing System(TLS) adalah alternatif ILS yang dapat digunakan di mana ILS
tidak bisa dgiunakan atau mahal untuk dipasang
ILS adalah sistem yang ada di daratan tepatnya di sekitar runway untuk membantu
mengendalikan pesawat yang akan mendarat. Tetapi tidak semua airport memasang
ILS pada runwaynya. Ini adalah contoh gambar ILS:
ILS Runway
34
Untuk melakukan landing dengan bantuan ILS, kita harus mengetahui dulu
informasi dasar tentang airport tujuan. Pada contoh kali ini, kita akan mendarat di
Soekarno Hatta Airport Jakarta. Tower memberikan clearance, clear to land
runway 7R (“070” adalah heading dan “R” adalah right, karena runway di Soekarno
Hatta ada 2 paralel. Sebelumnya lihat informasi tentang Soekarno Hatta
Airport. Seperti terlihat di gambar bawah ini, ternyata runway 7R, berada pada ILS
Freq 110.500 dengan runway exact headingnya 068.
Aktifkan Nav pada radiostack dan masukkan frequency radio sesuai dengan
frequency yang dimiliki runway 7R Soekarno Hatta, that’s 110.50 (“one one zero
point five zero“).
35
Lakukan setting pada instrumen airspeed, heading, dan aktifkan APP (approach)…
Swiiinggg.. pesawat otomatis akan mencoba meluruskan dirinya sendiri dengan ILS
localizer di runway, termasuk vertical speed control juga akan diatur otomatis
olehnya. Pesawat akan naik sendiri bila kerendahan dan turun bila ketinggian…
Autopilot Panel
Setelah itu, terlihat dari GPS dibawah ini kita sudah lurus dengan runway 7R dan
sebelah kirinya adalah runway 7L. We’re about to land automatically!
36
Terlihat pesawat sangat lurus terhadap runway jika menggunakan bantuan ILS..
(bukan manual/visual dari pak pilot) hahah… Co-pilotnya lagi tidur..
On Final
37
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Instrument Landing System (ILS) merupakan alat navigasi yang digunakan dalam
proses Landing (pendaratan) pesawat. Pada umumnya, alat-alat anvigasi ILS terbagi
menjadi 3 yaitu Localizer, Glidepath, dan Marker Beacon.
Localizer bekerja pada frekuensi 108-112 MHz dan modulasi sinyal audionya adalah
90 Hz, 150 Hz dan 1020 Hz. Modulasi sinyal audio 90 Hz dan 150 Hz digunakan untuk
menentukan center line runway. Penentuan itu didapatkan dari perpotongan modulasi
sinyal 90 Hz dan 150 Hz.
Glide Slope (GS) atau Glide Path (GP) yaitu pemancar yang memberikan sinyal
pemandu sudut luncur pendaratan, bekerja pada frekuensi UHF antara 328,6 MHz
hingga 335,4 MHz dengan separator 50 kHz antara tiap channel
B. SARAN
Localizer memancarkan modulasi sinyal yang sangat peka terhadap bahan logam di
sekitarnya. Bahan logam tersebut dapat menghamburkan sinyal modulasi yang
dihasilkan oleh antena localizer sehingga penerimaan sinyal modulasi di pesawat
menjadi terganggu.
Penempatan letak localizer yang tidak terhalangi benda-benda yang bersifat logam
dapat memberikan kemudahan bagi pesawat untuk menerima sinyal modulasi yang
dihasilkan oleh antena localizer. Selain itu, perpanjangan landasan pacu (Runway)
dapat meminimalkan kecelakaan pesawat jika terjadi kesalahan pada touch down.
40
DAFTAR PUSTAKA
Albertus Galih. Instrument Landing System diakses tanggal 10 Januari 2018 dari
https://www.academia.edu/10000105/MAKALAH INSTRUMENT
LANDING SYSTEM