Anda di halaman 1dari 15

MODUL 4

DASAR AERODROME DAN HELIPORT/

JALUR PENERBANGAN

Durasi : 4 Jam teori

Tingkat Pemahaman : Pengetahuan

Metode Pengajaran : Ceramah dan Diskusi


Peralatan Pendukung :
Multi Media Player, Wireless Presenter,
Buku Buku ICAO dan Peraturan Pemerintah
RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 70 Tahun 2001 tentang
Kebandarudaraan. , Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2012
tentang pembangunan dan pelestarian
lingkungan hidup Aerodrome dan Heliport,
ICAO Annex 16-Enviromental Protection, ICAO
Doc 9889 Airport Air Quality Manual
MAKSUD :
Mempelajari dan dapat menjelaskan konsep
Aerodrome dan Heliport, standar yang
diterapkan dalam membangun dan
mengoperasikan Aerodrome dan Heliport serta
perkembangan Aerodrome dan Heliport saat ini
dan di masa akan datang.
TUJUAN :
Memahami dan dapat menjelaskan secara
lengkap apa yang dimaksud Para peserta diklat
dapat menjelaskan konsep Aerodrome dan
Heliport, standar yang diterapkan dalam
membangun dan mengoperasikan Aerodrome
dan Heliport serta perkembangan Aerodrome
dan Heliport saat ini dan di masa akan datang.
1. PENDAHULUAN

Pesawat udara, dalam penerbangannya harus melewati jalur penerbangan yang


disebut airways, yang digambarkan pada peta penerbangan /route map, yang
memuat azimuth dari tiap jalur dan koordinat dari tiap titik kontrol/reporting point.

Tiap jalur diberi nama warna, seperti white, blue, green, amber yang membedakan
azimuth jalur dan ketinggiannya. Pesawat udara yang akan tinggal landas, ketika
masih di kawasan sekitar bandara akan dikontrol oleh unit ADC (Aerodrome
Controll). Setelah lepas landas dan mencapai ketinggian tertentu dan akan keluar
dari jangkauan kontrol bandara, kontrol akan dilakukan oleh unit APP (Approach
Controll) hingga tinggi jelajah/cruising level, kontrol akan dialihkan ke unit ACC
(Area Controll Center).

Bila telah mendekati kawasan udara dari bandara tujuan, kontrol akan diserahkan
kepada unit APP bandara tujuan dan bila sudah pada kawasan udara bandara
tujuan kontrol akan diserahkan kepada unit ADC bandara tujuan yang akan
mengatur pendaratan pesawat udara tersebut serta mengantar kan ke tempat
parkirnya melalui jalur-jalur yang telah ditentukan oleh pengelola bandar udara.

Dalam penerbangannya pesawat udara dipandu dengan alat bantu navigasi udara
NDB yang akan memancarkan gelombang elektromagnetis, yang akan diterima di
pesawat udara berupa jarum penunjuk arah yang selalu mengarah tegak lurus ke
atas,bila arah yang dituju tepat,bila arah tidak tepat maka penerbang akan memutar
kemudi agar arahnya tepat dan jarum mengarah tegak lurus ke atas.

Ruang udara di atas Indonesia dibagi atas 2 area/Flight Information Region (FIR),
yang pusat pengendalian- nya diletakkan di Jakarta untuk FIR Barat dan di Makasar
untuk FIR Timur, yang masing-masing lokasi tersebut dilengkapi pula dengan unit
UIR (Upper flight Information Region) untuk pengawasan lalu lintas udara yang
elevasinya sangat tinggi,pesawat udara yang terbang melintas jauh diatas wilayah
Indonesia,diluar kontrol dari FIR yaitu >45.000 kaki/feet.

Sukses navigasi udara melibatkan piloting pesawat dari tempat ke tempat tanpa
tersesat, melanggar undang-undang yang berlaku untuk pesawat, atau
membahayakan keselamatan orang-orang di kapal atau di atas tanah. Navigasi
udara berbeda dari navigasi kerajinan permukaan dalam beberapa cara: perjalanan
Pesawat dengan kecepatan relatif tinggi, menyisakan sedikit waktu untuk
menghitung posisi mereka dalam perjalanan. Pesawat biasanya tidak bisa berhenti
di udara untuk memastikan posisi mereka di waktu luang. Pesawat yang aman-
dibatasi oleh jumlah bahan bakar yang mereka dapat membawa, sebuah kendaraan
permukaan biasanya bisa mendapatkan hilang, kehabisan bahan bakar, maka cukup
menunggu penyelamatan. Tidak ada penyelamatan dalam penerbangan untuk
pesawat yang paling. Dan tabrakan dengan penghalang biasanya berakibat fatal.
Oleh karena itu, kesadaran konstan posisi sangat penting untuk pilot pesawat.

Teknik yang digunakan untuk navigasi di udara akan tergantung pada apakah
pesawat tersebut terbang di bawah peraturan penerbangan visual (VFR) atau aturan
penerbangan instrumen (IFR). Dalam kasus terakhir, pilot akan menavigasi secara
eksklusif menggunakan instrumen dan radio alat bantu navigasi seperti beacon, atau
seperti yang diarahkan bawah kendali radar oleh kontrol lalu lintas udara. Dalam
kasus VFR, pilot sebagian besar akan menavigasi menggunakan perhitungan mati
dikombinasikan dengan pengamatan visual (dikenal sebagai pemanduan), dengan
mengacu pada peta yang sesuai. Hal ini dapat dilengkapi dengan alat bantu navigasi
radio.

Semua pesawat terbang dilengkapi dengan sistem navigasi agar pesawat tidak
tersesat dalam melakukan penerbangan. Panel-panel instrument navigasi pada
kokpit pesawat memberikan berbagai informasi untuk sistem navigasi mulai dari
informasi tentang arah dan ketinggian pesawat. Pengecekan terhadap instrument
sistem navigasi harus seteliti dan seketat mungkin.

Sebagai contoh kejadian yang menimpa pesawat Adam Air pada bulan Februari
2006 sewaktu menjalani penerbangan dari bandara Soekarno Hatta menuju bandara
Hasanudin di Makasar. Ketidaktelitian pihak otoritas penerbangan yang mengizinkan
pesawat Adam Air terbang dengan sistem navigasi yang tidak berfungsi
menyebabkan Pesawat Adam Air berputar-putar di udara tanpa tahu arah selama
tiga jam, sebelum mendarat darurat di bandara Tambolaka Nusa Tenggara Timur.
Kesalahan akibat tidak berfungsinya system navigasi adalah kesalahan yang fatal
dalam dunia penerbangan. Sanksi yang diberikan adalah dicabutnya izin operasi
bagi maskapai penerbangan yang melanggar.

2. Fasilitas Navigasi di Bandara

Fasilitas Navigasi dan Pengamatan adalah salah satu prasarana penunjang operasi
bandara. Fasilitas ini dibagi menjadi dua kelompok peralatan, yaitu:
· Pengamatan Penerbangan
· Rambu Udara Radio
· Peralatan Pengamatan Penerbangan
· Peralatan pengamatan Penerbangan terdiri dari:
· Primary Surveillance Radar (PSR)

a. PSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui posisi


dan data target yang ada di sekelilingnya secara pasif, di mana pesawat
tidak ikut aktif jika terkena pancaran sinyal RF radar primer. Pancaran
tersebut dipantulkan oleh badan pesawat dan dapat diterima di system
penerima radar.
b. Secondary Surveillance Radar (SSR)
SSR merupakan peralatan untuk mendeteksi dan mengetahui posisi dan
data target yang ada di sekelilingnya secara aktif, di mana pesawat ikut
aktif jika menerima pancaran sinyal RF radar sekunder. Pancaran radar
ini berupa pulsa-pulsa mode, pesawat yang dipasangi transponder, akan
menerima pulsa-pulsa tersebut dan akan menjawab berupa pulsa-pulsa
code ke system penerima radar.
c. Air Traffic Control Automation (ATC Automation) terdiri dari RDPS,
FDPS. ADBS-B Processing dan ADS-C Processing.
d. Automatic Dependent Surveillance Broadcast (ADS-B) dan
Automatic Dependent Surveillance Contract (ADS-C) merupakan
teknologi pengamatan yang menggunakan pemancaran informasi posisi
oleh pesawat sebagai dasar pengamatan.
e. Airport Survace Movement Ground Control System (ASMGCS)
f. Multilateration
g. Global Navigation Satellite System

3. Peralatan Rambu Udara Radio

Peralatan Rambu Udara Radio, yaitu Peralatan navigasi udara yang berfungsi
memberikan signal informasi berupa Bearing (arah) dan jarak pesawat terhadap
Ground Station, yang terdiri dari peralatan.
a. Non Directional Beacon (NDB)
Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan menggunakan
frekuensi rendah (low frequency) dan dipasang pada suatu lokasi tertentu
di dalam atau di luar lingkungan Bandar udara sesuai fungsinya.
b. VHF Omnidirectional Range (VOR)
Fasilitas navigasi penerbangan yang bekerja dengan menggunakan
frekuensi radio dan dipasang pada suatu lokasi tertentu di dalam atau di
luar lingkungan Bandar udara sesuai fungsinya.
c. Distance Measuring Equipment (DME)
Alat Bantu navigasi penerbangan yang berfungsi untuk memberikan
panduan/informasi jarak bagi pesawat udara dengan stasiun DME yang
dituju (Stant range distance).
Penempatan DME pada umumnya berpasangan (collocated) dengan
VOR atau Glide Path ILS yang ditempatkan di dalam atau di luar
lingkungan bandara tergantung fungsinya

4. Sistem Autopilot

Pilot otomatis (dari bahasa Inggris: autopilot) adalah sistem mekanikal, elektrikal,
atau hidrolik yang memandu sebuah kendaraan tanpa campur tangan dari manusia.
Umumnya pilot otomatis dihubungkan dengan pesawat, tetapi pilot otomatis juga
digunakan di kapal dengan istilah yang sama.

Sistem pilot otomatis pertama diciptakan oleh Sperry Corporation tahun 1912.
Lawrence Sperry (anak dari penemu ternama Elmer Sperry) mendemonstrasikannya
dua tahun kemudian pada 1914 serta membuktikan kredibilitas penemuannya itu
dengan menerbangkan sebuah pesawat tanpa disetir olehnya.
Pilot otomatis menghubungkan indikator ketinggian menggunakan giroskop dan
kompas magnetik ke rudder, elevator dan aileron. Sistem pilot otomatis tersebut
dapat menerbangkan pesawat secara lurus dan rata menurut arah kompas tanpa
campur tangan pilot, sehingga mencakup 80% dari keseluruhan beban kerja pilot
dalam penerbangan secara umum. Sistem pilot otomatis lurus-dan-rata ini masih
umum sekarang ini, lebih murah dan merupakan jenis pilot otomatis yang paling
dipercaya. Sistem tersebut juga memiliki tingkat kesalahan terkecil karena
kontrolnya yang tidak rumit.

Awak pesawat yang bekerja di dalam pesawat Boeing 777 hanya mengawasi dan
mengecek sistem autopilot, karena semua peralatan beroperasi secara otomatis.

2. Kontrol Lalulintas Udara

Segala aktivitas pengaturan lalulintas udara dikendalikan dari ruang air traffic
control. Sedangkan Ruang Air Traffic Control sendiri terdiri dari empat unit tugas
yaitu :
· Data Analyzing Room
· En-route Control Unit
· Pilot Unit
· Terminal Control Unit

Pada ruang Air Traffic Control bekerja para petugas pengatur lalulintas udara (air
traffc controller) yang bertugas memantau dan mengarahkan lalulintas pergerakan
semua pesawat yang terpantau di angkasa. Dalam menjalankan tugasnya, para
petugas pengatur lalulintas udara memantau pergerakan pesawat dari alat Air Traffic
Control Display

3. Sistem Pendaratan Pesawat


a. Instrument Landing System
Instrument Landing System adalah suatu sistem peralatan yang ada di Bandar
udara yang digunakan untuk memandu pesawat dalam melakukan pendaratan
dengan aman dan lancar. Instrument Landing System menggunakan dua
transmisi. Transmisi yang pertama berfungsi untuk memandu pesawat menuju
landasan pacu, transmisi yang kedua menginformasikan tentang ketinggian
pesawat dari landasan pacu.
Setelah memberi tahu pada bandara yang dituju, awak pesawat menunggu
instruksi dari petugas Air Traffic Control. Pesawat akan diarahkan oleh
Instrument Landing System melaui radio beacon untuk menentukan arah
pendaratan agar tepat pada tengah tengah landasan pacu.
b. Ground Controlled Approach
Pesawat yang terpantau radar akan diarahkan oleh operator Ground Controlled
Approach tentang petunjuk pendaratan pesawat terbang, dengan tujuan
pesawat dapat mendarat dengan aman. Pekerjaan ini menuntut konsentrasi
yang tinggi dari operatornya, sehingga diperlukan kerja shift karena bandara
beroperasi duapuluh empat jam.

4. Navigasi Udara

Dalam kegiatan penerbangan, pengetahuan dan keterampilan bernavigasi bagi


semua pihak yang terkait dengan kegiatan penerbangan, sangat penting dan
menentukan keberhasilan misi penerbangan itu sendiri.

Seorang pilot harus mahir bernavigasi, agar perjalanan pesawat yang


dikemudikannya dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

Seorang Flight Operation Oficer (FOO) harus mahir dan memahami pengetahuan
navigasi, karena mereka harus mampu memberikan pelayanan dan dukungan
operasional penerbangan kepada pesawat dan pilot yang dilayaninya. Bagi seorang
ATC, AIS Officer, teknisi navigasi dan lain-lain, pengetahuan tentang navigasi juga
sangat penting dan harus mereka kuasai dengan benar, karena dengan
pengetahuan yang baik tentang navigasi, diharapkan mereka mampu memberikan
pelayanan navigasi penerbangan secara optimal.

Lantas apa itu navigasi?


Navigasi berasal dari bahasa latin navis dan agere. Navis diartikan kapal, dan agere
diartikan sebagai pekerjaan memindahkan atau menjalankan. Dengan itu navigasi
pada umumnya diartikan sebagai "pengetahuan sekaligus seni memindahkan kapal
dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi, sesuai rencana" (disarikan dari
beberapa ensiklopedia)

Dari definisi tersebut diatas, didapat pemahaman bahwa pengetahuan navigasi


merupakan ilmu pengetahuan sekaligus seni tentang kegiatan memindahkan kapal
(dengan berbagai aspek yang terkait di dalamnya) dari pelabuhan laut satu ke
pelabuhan laut yang lain, yang ada di muka bumi.

Dari definisi navigasi sebagaimana tersebut diatas, perkembangan pengetahuan


kemudian membagi kegiatan navigasi menjadi setidaknya tiga matra utama, yaitu:
1. Navigasi laut (sea navigation)
2. Navigasi darat (ground navigation)
3. Navigasi udara / penerbangan (Air navigation)

Sementara sebagian orang ada yang menambahkan dengan yang ke empat, sesuai
trend perkembangan teknologi yang paling mutakhir, yaitu "Outer space navigation"
yaitu ilmu navigasi antar planet di tatasurya, dll.

Navigasi Udara atau Air navigation sering disebut dengan kata "Aviation" yang
berasal dari Aves (burung) + agere

Dalam UU no 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, disebutkan bahwa : "Navigasi


Penerbangan adalah proses mengarahkan gerak pesawat udara dari satu titik ke titik
yang lain dengan selamat dan lancar untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan
penerbangan"

Dengan demikian, ada beberapa unsur pengetahuan yang harus dipahami ketika
akan mempelajari Navigasi Udara, yaitu :
1. Pesawat Udara, sebagai sarana untuk kegiatan penerbangan
2. Lokasi / posisi di muka bumi, sebagai tempat dimana kegiatan penerbangan
dilakukan.
3. Perencanaan Penerbangan (Flight planning) sebagai safety culture yang
dikembangkan oleh masyarakat penerbangan, agar kegiatan penerbangan
dapat berlangsung dengan selamat, lancar, efektif dan efisien.

a. Cara berNavigasi
Dalam melakukan kegiatan navigasinya, seorang penerbang (pilot) pada
umumnya melakukan dengan cara :
1. Pilotage Navigation, dengan cara ini seorang pilot melakukan
kegiatan navigasi penerbangannya dengan mengandalkan kemampuan
mata (visual). Misalkan mereka terbang dari Jakarta ke Surabaya, maka
sepanjang jalur penerbangan, sepanjang kegiatan antara Jakarta -
Surabaya yang dilakukannya, sang pilot harus mengandalkan
kemampuan matanya sendiri (visual) untuk mengetahui posisinya,
menghindari bahaya / rintangan di sepanjang jalan, dan lain-lain sampai
mendarat di Surabaya.
2. Radio / Instrument Navigation, dengan cara ini seorang pilot
melakukan kegiatan navigasi penerbangannya dengan bantuan radio
instrument navigasi (navigational radio aids).yang ada disepanjang jalur
penerbangannya, maupun yang ada di ruang pemanduan lalu lintas
penerbangan (ruang control ATC). Misalkan pesawat terbang dari Jakarta
ke Surabaya, maka sepanjang jalur penerbangan, sepanjang kegiatan
antara Jakarta - Surabaya yang dilakukannya, sang pilot akan mendapat
bantuan dari ATC yang memanfaatkan radar, serta alat bantu navigasi
lainnya yang dipasang di sepanjang jalur, yang dengan itu akan
membantu pilot untuk mengetahui posisinya, menghindari bahaya /
rintangan di sepanjang jalan, dan lain-lain sampai mendarat di Surabaya.
3. Dead Reckoning Navigation adalah cara navigasi dengan
menghitung diatas kertas berbagai hal (termasuk estimasi lama terbang,
lintasan yang akan dilalui, kebutuhan bahan bakar, dll) sehingga pilot
seolah-olah telah mengetahui dengan baik kondisi yang akan dijalaninya.
Pada umumnya, cara bernavigasi sebagaimana tersebut diatas tidak
dilakukan secara independent, lepas berdiri sendiri, tetapi merupakan
gabungan dari berbagai model atau cara bernavigasi, untuk menutup
kekurangan masing-masing cara sekaligus menggabungkan kekuatan
masing-masing cara bernavigasi.

b. Tanggung Jawab ATC

Pemandu lalu lintas udara (Air Traffic Contrller/ATC) bertanggung jawab untuk
melayani kegiatan penerbangan sesuai fungsinya, dengan tujuan agar pesawat-
pesawat yang melakukan kegiatan penerbangan :
1. mendapatkan jaminan tidak tabrakan satu sama lain baik di udara maupun di
landasan pacu di bandar udara, termasuk juga tidak menabrak penghalang-
penghalang yang ada di sekitar landasan pacu
2. mendapatkan jaminan bahwa kegiatan terbangnya dapat berlangsung secara
lancar, dan teratur sampai tujuannya.
3. mendapatkan jaminan bahwa dalam kegiatan terbang tersebut (saat tinggal
landas, sepanjang jalur penerbangan maupun saat menjelang mendarat)
telah mendapatkan informasi yang valid dan reliable untuk mendukung
keselamatan penerbangannya
4. mendapatkan jaminan bahwa kegiatannya dimonitor terus menerus oleh ATC
sehingga sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak diharapkan, ATC dapat
memberitahukan / menginformasikan dengan segera ke petugas SAR akan
masalah yang dihadapi pilot yang terbang tersebut.

Pembagian tanggung jawab ATC - Pilot dengan cara bernavigasi tersebut diatas
adalah:
1. Jika pilot menyatakan (dan harus menyatakan dalam flight plan) bahwa
dirinya melakukan terbang secara visual, yang berarti sepenuhnya
mengandalkan mata, maka tanggung jawab ATC terbatas pada pemberian
informasi penerbangan dengan lengkap serta jaminan monitoring oleh ATC.
sedangkan tugas menghindari tabrakan dengan pesawat lain, bernavigasi
dengan benar, dsb. sepenuhnya menjadi tanggung jawab pilot.
2. Jika pilot menyatakan terbang dengan mengandalkan alat bantu instrument,
disini ada dua hal:
● Jika ATC tidak menggunakan fasilitas radar (non radar control) maka jaminan
terhindar dari tabrakan, jaminan terbang dengan lancar dan teratur, jaminan
mendapatkan informasi secara lengkap serta jaminan monitoring akan
diberikan oleh ATC, sedang pilot bertanggung jawab atas pengoperasian
pesawat terbangnya serta kegiatan navigasinya. Artinya, jika dalam kondisi ini
pesawat tabrakan dengan pesawat lain, maka kemungkinan besar kesalahan
ada pada ATC jika pilot telah mengikuti semua petunjuk dan perintah ATC
dengan benar. sebaliknya jika pesawat tersesat jalan, salah jalur, dsb. maka
kemungkinan besar adalah kesalahan pilot.
● Jika ATC menggunakan fasilitas radar dan dinyatakan sebagai radar control,
maka tanggung jawab menghindari tabrakan antar pesawat, tanggung jawab
pemberian informasi dan juga monitoring kegiatan operasi serta navigasi
penerbangannya ada pada ATC. pilot hanya bertanggung jawab untuk
mengoperasikan pesawatnya saja agar dapat berjalan dengan baik. Jadi, jika
dalam pemanduan ATC radar pilot tersesat jalan, salah jalur, dan sebagainya,
hal tersebut menjadi tanggung jawab ATC untuk melakukan koreksi.

Faktor - faktor yang akan mempengaruhi kegiatan navigasi pada umumnya adalah
masalah posisi di darat (di muka bumi), kecepatan pesawat terbang pada berbagai
ketinggian terbangnya, serta pengaruh pergerakan udara (angin). Hal-hal inilah yang
nanti akan mendominasi diskusi kita selanjutnya, disamping perhitungan waktu,
rencana penerbangan (flight plan) dan lain sebagainya.

Dalam kegiatan penerbangan, pengetahuan dan keterampilan bernavigasi bagi


semua pihak yang terkait dengan kegiatan penerbangan, sangat penting dan
menentukan keberhasilan misi penerbangan itu sendiri Seorang pilot harus mahir
bernavigasi, agar perjalanan pesawat yang dikemudikannya dapat berlangsung
secara aman dan tidak tesesat. Seorang Flight Operation Oficer (FOO) harus mahir
dan memahami pengetahuan navigasi, karena mereka harus mampu memberikan
pelayanan dan dukungan operasional penerbangan kepada pesawat dan pilot yang
dilayaninya. Bagi seorang ATC, AIS Officer, Teknisi Navigasi dan lain-lain,
pengetahuan tentang navigasi juga sangat penting dan harus mereka kuasai dengan
benar, karena dengan pengetahuan yang baik tentang navigasi, diharapkan mereka
mampu memberikan pelayanan navigasi penerbangan secara optimal.

Dengan kemajuan teknologi dipasanglah rambu-rambu udara yang tempatnya di


darat seperti NDB, VOR, ILS, DME dan lain sebagainya yang fungsinya untuk
menuntun pesawat terbang dalam perjalanannya dari satu tempat ketempat yang
lain, sehingga panduan secara manual bisa digunakan.

Faktor – faktor yang akan mempengaruhi kegiatan navigasi pada umumnya adalah
masalah posisi di darat (di muka bumi), kecepatan pesawat terbang pada berbagai
ketinggian terbangnya, serta pengaruh pergerakan udara (angin). Hal-hal inilah yang
nanti akan mendominasi diskusi kita selanjutnya, disamping perhitungan waktu,
rencana penerbangan (flight plan) dan lain sebagainya.

Peralatan Navigasi udara pada dasarnya dapat diklasifikasikan dalam dua bagian
yaitu :

c. Peralatan Navigasi Utama


1). Yang termasuk peralatan navigasi utama :
§ NDB (Non Directional Beacon)
§ VOR (VHF Omni Range)
§ DME (Distance Measuring Equipment)
2) . Yang termasuk alat Bantu pendaratan :
§ ILS (Instrument Landing System)
§ Localizer
§ Glidepath/ Glide slope
§ Marker Beacon :
1. Outer marker
2. Middle marker
3. Inner marker
3) Peralatan penunjang Navigasi :
§ Radar
§ Alat Pengindera Cuaca / Runway Visual Range (RVR)
§ Alat Penginformasian Bandar Udara ATIS (Automatic Terminal
Information Service)

d. Lalu lintas udara

Pelayanan pengaturan lalu lintas udara / air traffic services (ATS) mmmerupakan
kegiatan yang sangat rumit, dengan peralatan yang sangat rumit. Penentuan
kebutuhan akan ATS di pengaruhin dengan pertimbangan antara lain : Type air
taraffik yang dilayani, kepadatan air traffik yang di layani, kepadatan air traffikl yang
di layani, kondisi metrologi dan fakto-faktor lain yang ada hubunganya.

1) Jenis-jenis pelayanan lalu lintas


· Aerodrome Control Services (ADC-TOWER)
Mengatur lalu lintas udara di Bandara dan sekitarnya sesuai dengan
semua sasaran Air Traffik services (ATS).
· Aproach Control Services (APP)
Menagatur lalu lintas udara yang berangkat meninggalkan bandara
dan datang mendekati bandara sesuai dengan jadwal sasaran ATS
di luar ADC.
· Area Control Services (ACC)
Mengatur lalu lintas udara yang sedang terbang di wilayah tertentu
dengan sasaran ATS di luar wilayah APP.
· Flight Information Sevices
Melayani lalu lintas udara di wilayahnya dengan sasaran
memberikan informasi tentang area control services dan
memberitahukan organisasi SAR. Dalam hal ini penerbangan yang
bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan pesawat udaranya.
· Alerting Services
Pelayanan penyampaian berita tentang pesawat udara yang
memerlukan bantuan search and rscue (SAR) kepada organisasi –
organisasi yang berkepentingan serta memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.
2). Cara pelaksanaan tugas lalu lintas udara
Dalam memberikan ATC services maka sasaarn mencegah terjadinya
tabrakan, baik pesawat maupun antar pesawat dengan obstructions dan
membina kelancaran lalu lintas udara yang harus selalu tercapai, maka
untuk semua penerbangan harus selalu di atur oleh petugas-petugas
ATC.

Untuk mencegah tabrakan, pesawat udara harus dipisahkan satu sama


lain, pemisah terbagi dua jenis yaitu:
· Pemisah vertical ( pemisah atas bawah) yaitu penentuan
beberapa lavel/ketinggian secara vertikal menurut pedoman yang
berlaku.
· Pemisah horizontal
· Pemisah longitudinal, yitu adanya interval antara pesawat
sama lain dinyatakana dalam waktu dan jarak.
· Pemisalahan lateral, yaitu pemisahaan melalui route-route
yang berbeda atau dalam daerah Geografis yang berbeda.

3). Pendaratan dalam keadaan cuaca buruk


Pada bandara yang di harapkan dapat di darati pada cuaca buruk
haruslah di lengkapi dengan bantu navigasi yang dapat di pergunakan
untuk melaksanakan atau melakukan pendaratan dalam keadaan cuaca
buruk, bahkan sebaliknya dilengkapi dengan alat khusus untuk membantu
pendaratan instrument landing system ( LSF).
untuk keperluan pendaratan dalam cuaca buruk, ditjen perhubungn udara
mensahkan prosedur yang di sebut instrumen approach prosedure.
Petugas yang melakukan instrumen approach prosedure dan memberikan
informasi mengenai keaadaan cuaca pada saat itu. Dalam hal ini
penerbangan yang berkewajiban untuk mengambil keputusan dan
keputusan harus mendarat atau membatalkan pendaratan dan keputusan
segera diberitahukan ke pada petugas ATC.

4). Fungsi air traffic services


· Mencegah agar tidak terjadi tabrakan antara pesawat satu
dengan yang lain.
· Membina kelancaran dan keteraturan arus lalu lintas udara.
· Memberikan informasi yang berguna bagi keselamata
peanerbangan.
· Memberitahu organisasi SAR apabila ada pesawat udara
memerlukan pencarian dan pertolong.

Pelayanan pengaturan lalu lintas udara / air traffic services (ATS)


mmmerupakan kegiatan yang sangat rumit, dengan peralatan yang
sangat rumit. Penentuan kebutuhan akan ATS di pengaruhin dengan
pertimbangan antara lain : Type air taraffik yang dilayani, kepadatan air
traffik yang di layani, kepadatan air traffikl yang di layani, kondisi metrologi
dan fakto-faktor lain yang ada hubunganya.

Anda mungkin juga menyukai