Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. T
Usia : 77 Tahun
Tanggal Lahir : 1 Agustus 1937
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Rawa Selatan I No. 7 Rt. 11/7 Kp. Rawa Johar Baru
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Golongan Darah : -
Nomor RM : 436196
Tanggal Masuk RS : 16 Juni 2014
IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn. D (Alm)
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : TNI (Purn)
Suku : Jawa
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 17 Juni 2014.
Keluhan Utama : tampak benjolan keluar dari kemaluan
Keluhan Tambahan : tidak nyaman berjalan dan BAK tidak lampias
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan tampak benjolan keluar dari kemaluannya sejak 4 bulan
yang lalu. Keluhan tersebut muncul secara tiba-tiba dan benjolan berukuran sebesar
telur bebek. Benjolan tersebut sering menurun sendiri dari kemaluannya ketika
beraktivitas dan berjalan sehingga memberikan rasa tidak nyaman. Pasien sering
memasukkan benjolan kembali ke dalam kemaluan saat ingin berjalan namun benjolan
2

dapat keluar kembali dengan sendirinya. Keluhan tersebut kadang disertai sulit BAK
yang tidak lampias dan BAB normal lancar.
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak sebanyak 9
orang dengan kelahiran normal. Sebelum sakit, pasien juga sering mengangkat barang-
barang di rumah. Pasien tidak pernah melakukan pengobatan untuk menghilangkan
keluhannya dan tidak ada riwayat merokok dan minum-minuman beralkohol. Pada
keluarga pasien tidak memiliki riwayat keluhan yang sama dengan pasien. Selain itu,
keluhan tidak disertai dengan demam, nyeri berkemih, perut, dan pinggang, perdarahan
dari kemaluan, mual, muntah, penurunan berat badan selama 3 bulan terakhir, dan
batuk mengejan.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 16 tahun
Lama : 7 hari
Siklus : teratur, 28-30 hari
Banyak : 4 kali ganti pembalut/hari
Nyeri : tidak
HPHT : -
Riwayat KB
Pasien sering menggunakan KB alamiah dengan metode kalender sebelum
menopause.
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali dengan usia pernikahan 16 tahun.
Riwayat Kehamilan
P
9
A
0

Anak pertama : wanita, 53 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL 3400 gram
Anak kedua : wanita, 50 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL 2700 gram
Anak ketiga : laki-laki, 48 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL > 3000 gram
Anak keempat : wanita, 45 tahun, lahir spontan di bidan, BL > 3000 gram
Anak kelima : laki-laki, 42 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL 3800 gram
Anak keenam : wanita, 40 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL 2500 gram
Anak ketujuh : wanita, 37 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL 3300 gram
Anak kedelapan : laki-laki, 35 tahun, lahir spontan di bidan, BL 3100 gram
Anak kesembilan : laki-laki, 30 tahun, lahir spontan di bidan, BL 2900 gram

3

Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi : diakui 20 tahun terakhir
Diabetes Mellitus : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
Riwayat Tumor : disangkal
Riwayat Operasi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi : diakui
Diabetes Mellitus : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
Riwayat Tumor : disangkal
Riwayat Operasi : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 17 Juni 2014.
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37C
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 67 kg
IMT : 29,7 (overweight)
Status Generalis
Kepala : normocephal, rambut distribusi merata, warna hitam dan
putih, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : septum deviasi (-), sekret (-), edema konka (-)
Telinga : normotia, sekret (-/-), serumen (-/-), liang telinga lapang (+/+)
4

Tenggorokan : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Leher : KGB tidak teraba
Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, hati limpa tidak teraba, bunyi usus (+) normal,
massa (-), nyeri tekan (-)
Ektremitas : akral hangat, edema (-/-), fraktur dan deformitas tidak ada
Status Ginekologi
Inspeksi : tampak massa uterus keluar introitus vagina, bentuk bulat,
warna merah muda, discharge (-), perdarahan (-), atrofi (-)
Palpasi : teraba massa ukuran 2 cm x 2cm x 3cm, konsistensi kenyal,
nyeri tekan (-)
Inspekulo : tidak dilakukan
Vaginal touch : massa dapat dimasukkan, nyeri goyang (-), massa adneksa (-),
nyeri (-)
Rektal touch : teraba rektum menonjol ke lumen vagina sepertiga bagian
bawah, bentuk lonjong dari arah proksimal ke distal, tidak
nyeri, kontur licin, tidak terbentuk kantong.

Gambar 1. Prolaps Uteri st. IV, Sistokel st. III, dan Rektokel st. III Ny. T


5

IV. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium tanggal 16 Juni 2014
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin

12.6

12-16 g/dL
Hematokrit 38 37-47 %
Eritrosit 4.0 4.3-6.0 juta/ul
Leukosit 8900 4800-10800/ul
Trombosit 210000 150000-400000/ul
MCV 93 80-96 fl
MCH 31 32-36 pg
MCHC 33 32-36 g/dL
Faal Hemostasis
Koagulasi
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan


2.00
4.15


1-3 menit
1-6 menit
Kimia Klinik
SGOT (AST)

22

0-32 mU/dl
SGPT (ALT) 14 0-33 mU/dl
Albumin 4.3 3,4-4.8 g/dL
Ureum 29 20-50 mg/dL
Kreatinin 0.9 0.5-1.5 mg/dL
Glukosa Darah Sewaktu 109 < 140 mg/dL
Natrium (Na) 149 135-147 mmol/L
Kalium (K) 4.8 3.5-5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 108 95-105 mmol/L
Urinalisis
Ph

5.5

4.6-8.0
Berat Jenis 1025 1010-1030
Protein -/negatif Negatif
Glukosa -/negatif Negatif
Bilirubin -/negatif Negatif

6

V. Diagnosis Kerja
Prolaps uteri st. IV
Sistokel st. III
Rektokel st. III

VI. Penatalaksanaan
Operatif :
Total Vaginal Histerektomi
Kolporafi Anterior
Kolpoperineorafi
Medikamentosa :
Cefadroxil tab 500 mg 2x1 (PO)
Asam mefenamat tab 500 mg 3x1 (PO)
Profenid supp 3x2 k/p

VII. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad fungsionam : malam

VIII. Laporan Pembedahan
Dilakukan pembedahan tanggal 17 Juni 2014, pukul 08:30-10:15 WIB.
Diagnosis pra bedah : Prolaps uteri st. IV, sistokel st. III, rektokel st. III
Tindakan pembedahan : Trans vaginal histerektomi, kolporafi anterior,
kolpoperineorafi
Diagnosis pasca bedah : Prolaps uteri st. IV, sistokel st. III, rektokel st. III

Uraian pembedahan :
1. Pasien posisi litotomi di atas meja operasi dalam anestesi spinal
2. Asepsis dan antisepsis daerah genitalia dan sekitarnya
3. Porsio dijepit dengan tenakulum, ditarik keluar dari introitus
4. Dibuat insisi segitiga di mukosa vagina anterior, dilanjutkan sirkuler pada mukosa
vagina mengelilingi serviks
5. Mukosa vagina dibebaskan secara tumpul dengan kassa
7

6. Vesika dan rektum didorong ke atas
7. Ligamentum kardinale dan sakrouterina kanan dan kiri dijepit, dipotong, dan diikat
8. Vasa uterina kanan dan kiri dikenali, dijepit, dipotong dan diikat
9. Cavum douglas dikenali, dibuka, dan dilebarkan tajam
10. Plika vesiko uterina dikenali dan dibuka tajam
11. Pangkal tuba dan ligamentum ovarii propium dan ligamentum rotundum kanan dan
kiri dijepit, dipotong, dan diikat
12. Uterus dikeluarkan
13. Diyakini tidak ada perdarahan
14. Dilakukan kolporafi anterior
15. Puncak vagina dijahit dengan vicryl no.1 dan digantung pada kompleks
ligamentum kardinale-sakrouterina dan rotundum
16. Dilakukan kolpoperineorafi
17. Operasi selesai, perdarahan selama operasi 100 cc, urin 150 cc
18. Dilakukan PA jaringan uterus

Instruksi post op :
Observasi tanda vital
Observasi tanda akut abdomen dan perdarahan
Imobilisasi 24 jam
Realimentasi dini
Foley cateter 24 jam
Ceftriaxone 1x2 g IV
Profenid supp 3x1
Rawat ruangan








8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Prolaps uteri adalah suatu keadaan pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks
atau seluruh uterus berada di dalam orificium vagina, atau keluar hingga melewati vagina.
1

Turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis disebabkan karena kelemahan
otot-otot, facia, ligamentum-ligamentum yang menyokongnya.
2


II. Klasifikasi
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo/FK UI pembagian prolapsus uteri
sebagai berikut :
2,3

I. Bila serviks uteri belum melewati introitus vagina tetapi uterus terletak di bawah
kedudukan normal.
II. Bila serviks sudah melewati introitus vagina
III. Bila seluruh uterus sudah melewati introitus vagina

Klasifikasi prolapsus uteri menurut :
2,3
I. Prolapsus uteri tingkat I
Serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian pasien keadaan ini biasanya tanpa
disertai keluhan, pasien akan memeriksakan keadaannya jika terdapat keluhan dan
derajat prolaps bertambah.
II. Prolapsus uteri tingkat II
Portio kelihatan di introitus (pintu masuk) vagina. Keadaan ini disebabkan karena
otot-otot yang menopang rahim menjadi lemah dan biasanya terjadi pada wanita
yang menginjak usia tua dan mempunyai banyak anak. Gejala-gejala sering timbul
setelah menopause ketika otot menjadi lemah, gejala yang dirasakan pasien adalah
punggung bagian bawah terasa nyeri dan ada perasaan yang mengganjal pada
vagina, bahkan pada sebagian wanita keadaan ini tidak ada keluhan.
III. Prolapsus uteri tingkat III
Prosidensia uteri (seluruh rahim keluar dari vulva), dikarenakan otot dasar panggul
sangat lemah dan kendor sehingga tidak mampu menopang uterus. Keadaan ini juga
9

terjadi pada wanita dalam masa menopause dikarenakan menurunnya hormon
estrogen.

III. Epidemiologi
Defek jaringan penyokong pelvis relatif sering dan meningkat seiring usia dan paritas.
Di Amerika Serikat, studi dari 16.000 paien menunjukkan frekuensi prolaps uteri sebesar
14,2%. Rerata usia dilakukannya bedah untuk prolaps organ uteri adalah 54,6 tahun.
Perbedaan frekuensi berdasar ras diperkirakan berhubungan dengan komponen genetik.
Prolaps uteri paling sering terjadi pada multipara (sekitar > 50%) dan wanita menopause.
Prolaps terkadang terjadi pada wanita nullipara atau wanita muda (sekitar 2% untuk prolaps
simtomatik) dan jarang terjadi pada neonatus.
5,6


IV. Etiologi
Kondisi yang berhubungan dengan prolaps uteri antara lain :
4,5,6

- Trauma obstetrik (meningkat dengan multiparitas, ukuran janin lahir per
vaginam) akibat peregangan dan kelemahan jaringan penyokong pelvis
- Kelemahan kongenital dari jaringan penyokong pelvis (berhubungan dengan
spina bifida pada neonatus)
- Penurunan kadar estrogen (contohnya menopause) berakibat hilangnya elastisitas
struktur pelvis
- Peningkatan tekanan intraabdominal, contohnya obesitas, penyakit paru kronik,
asma
- Varian anatomi tertentu seperti wanita dengan diameter transversal pintu atas
panggul yang lebar atau pintu atas panggul dengan orientasi vertikal yang kurang,
serta uterus yang retrograde.

V. Patofisiologi
Prolaps uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis, meliputi otot,
ligament, dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya disebabkan oleh trauma obstetrical dan
laserasi selama persalinan. Proses persalinan per vaginam menyebabkan peregangan pada
dasar pelvis, dan hal ini merupakan penyebab paling signifikan dari prolaps uteri. Selain itu,
seiring proses penuaan, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis
kehilangan elastisitas dan kekuatannya.
6

10

Rendahnya kadar kolagen berperan penting dalam prolaps uteri, ditunjukkan oleh
peningkatan risiko pada pasien dengan sindrom Marfan dan sindrom Ehlers-Danlos. Pada
neonatus, prolaps uteri disebabkan oleh kelemahan otot atau defek persarafan pelvis secara
kongenital.
6


VI. Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih saat berbaring.
Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala memberat saat siang hari. Gejala-gejala
tersebut antara lain :
1,5,6

- Pelvis terasa berat dan nyeri pelvis
- Protrusi atau penonjolan jaringan
- Disfungsi seksual seperti dispareunia, penurunan libido, dan kesulitan orgasme
- Nyeri punggung bawah
- Konstipasi
- Kesulitan berjalan
- Kesulitan berkemih
- Peningkatan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia dalam berkemih
- Nausea
- Discharge purulen
- Perdarahan
- Ulserasi

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan
rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum Sims atau
spekulum standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik dapat lebih diperjelas dengan meminta
pasien meneran atau berdiri dan berjalan sebelum pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada
posisi pasien berdiri dan kandung kemih kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan
kandung kemih penuh dapat berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi
hanya jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua
pasien.

11

Tanda-tanda menurunnya estrogen :
o Berkurangnya rugae mukosa vagina
o Sekresi berkurang
o Kulit perineum tipis
o Perineum mudah robek
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang mungkin
berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan iskemia uteri, obstruksi
saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksi saluran kemih,
terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan
discharge serviks purulen.
1,5,6


c. Laboratorium


Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi,
obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk kasus tanpa
komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran kemih. Kultur getah
serviks diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge purulen. Pap smear
atau biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan. Jika terdapat gejala atau
tanda obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan untuk
menilai fungsi ginjal.
6


d. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis dan
pemeriksaan fisik meragukan. USG juga dapat mengeksklusi hidronefrosis. MRI dapat
digunakan untuk menentukan derajat prolaps namun tidak rutin dilakukan.
6


VII. Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena umumnya asimtomatik.
Akan tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi konservatif lebih banyak dipilih. Sementara itu,
pasien dengan prognosis operasi buruk atau sangat tidak disarankan untuk operasi, dapat
melakukan pengobatan simtomatik saja.
5,7



12

b. Terapi Konservatif
Pengobatan cara ini tidak terlalu memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini
dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita yang masih menginginkan
anak lagi, atau penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan untuk
dioperasi.
6,7,8
1. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang terjadi
pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini
dilakukan selama beberapa bulan. Caranya ialah penderita disuruh
menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai
BAB, atau penderita disuruh membayangkan seolah-oleh sedang miksi dan tiba-
tiba menahannya. Latihan ini menjadi lebih efektif dengan menggunakan
perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obrturator yang dimasukkan ke
dalam vagina, dan yang dengan suatu pipa dihubungkan dengan suatu
manometer. Dengan demikian, kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur.
2. Penatalaksanaan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yaitu
menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena itu, jika pessarium
diangkat, timbul prolapsus lagi. Ada berbagai macam bentuk dan ukuran
pessarium. Prinsip pemakaian pessarium adalah bahwa alat tersebut mengadakan
tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut
berserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika
pessarium terlalu kecil atau dasar panggul terlalu lemah, pessarium dapat jatuh
dan prolapsus uteri akan timbul lagi. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus
genitalis ialah pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu
lemah dapat digunakan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang
(stem) dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan di
ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan di bwah serviks dan tali-tali
dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan kepada
pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan
jari jarak antara forniks vagina dengan pinggir atas intraoitus vagina. Ukuran
tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk mendapatkan diameter dari pessarium yang
dipakai.
13

Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke dalam
vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut ditempatkan
ke forniks vagina posterior. Untuk mengetahui setelah dipasang, apakah ukuran
pessarium cocok atau tidak, penderita disuruh mengejan atau batuk. Jika
pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia tidak merasa
nyeri, pessarium dapat dipakai terus.
6

Pasien yang menggunakan pessarium harus mempunyai vagina yang well-
esterogenized. Pasien postmenopause sebaiknya diberikan terapi sulih hormon,
atau sebagai alternatif, dapat digunakan esterogen topikal intravaginal, 4-6
minggu sebelum pemasangan pessarium, sehingga saat pemasangan pessarium
pasien dapat merasa nyaman, meningkatkan komplians, serta pemakaian dapat
lebih lama. Terapi sulih esterogen dapat membantu mengurangi kelemahan otot
dan jaringan penghubung lainnya yang menyokong uterus. Esterogen juga dapat
memperlambat terjadinya prolaps lebih lanjut, dan dapat mencegah terjadinya
iritasi pada serviks, kandung kemih, dan rektum (tergantung bagian mana yang
prolaps dahulu), juga esterogen dapat membantu proses penyembuhan pada
wanita yang menjalani proses operasi prolaps vagina. Ada beberapa efek samping
pemakaian esterogen, antara lain meningkatkan risiko pembekuan darah, penyakit
empedu, dan kanker payudara. Pemakaiannya pun harus dengan pengawasan
dokter.
6,8


Gambar 2. Macam-macam pessarium. (A) Cube pessary, (B) Gehrung pessary, (C)
Hodge with knob pessary, (D) Regula pessary, (E) Gellhorn pessary, (F) Shaatz pessary,
(G) I ncontinencia, (H) Ring pessary, (I ) Donut pessary

14

Indikasi penggunaan pessarium adalah :
6,8
a. Kehamilan
b. Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi
c. Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan
d. Penderita menolak untuk dioperasi, lebih memilih terapi konservatif
e. Untuk menghilangkan gejala simptom yang ada, sambil menunggu waktu operasi
dapat dilakukan.

Kontraindikasi terhadap pemakaian pessarium ialah :
6

a. Radang pelvis akut atau subakut
b. Karsinoma

Komplikasi penggunaan pessarium ada beberapa, antara lain :
6,8

a. Penyakit inflamasi akut pelvis
b. Nyeri setelah insersi
c. Rekuren vaginitis
d. Fistula vesikovaginal

c. Terapi Operatif
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Maka, jika likakukan
pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan
terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri,
atau sebaliknya. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps vagina ialah adanya
keluhan.
6,8
Terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus vagina :
6
1. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafia anterior. Setelah diadakan
sayatan dan dinding vagina depan dilepaskan dari kandung kencing dan uretra,
kandung kencing didorong ke atas, dan fasia puboservikalis sebelah kiri dan sebelah
kanan dijahit digaris tengah. Sesudah dinding vagina yang berlebihan dibuang,
dinding vagina yang terbuka ditutup kembali. Kolporafia anterior dilakukan pula
pada urethrokel.


15

2. Rektokel
Operasi disini adalah kolpoperinoplastik. Mukosa dinding belakang vagina
disayat dan dibuang berbentuk segitiga dengan dasarnya batas antara vagina dan
perineum, dan ujungnya pada batas atas retrokel. Sekarang fasia rektovaginalis
dijahit di garis tengah, dan kemudian m. levator ani kiri dan kanan didekatkan di
garis tengah. Luka pada dinding vagina dijahir, demikian pula otot-otot perineum
yang superfisial. Kanan dan kiri dihubungkan di garis tengah, dan akhirnya luka
pada kulit perineum dijahit.
3. Enterokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke serviks
uteri. Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum dilepaskan dari dinding
vagina, peritoneum ditutup dengan jahitan setinggi mungkin. Sisanya dibuang dan di
bawah jahitan itu ligamentum sakrouterinum kiri dan kanan serta fasia endopelvik
dijahit ke garis tengah.
4. Prolapsus uteri
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari
beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginannya untuk masih mendapatkan
anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.

Macam-macam Operasi :
6,7,8

1. Ventrofikasasi
Pada golongan wanita yangmasih muda dan masih ingin mempunyai anak,
dilakukan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan
lIgamentum rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau
dengan cara operasi Purandare.
2. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks; dilakukan pula kolporafia
anterior dan kolpoperioplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek
serviks yang memanjang (elongasi colli). Tindakan ini dapat menyebabkan
infertilitas, abortus, partus prematur, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian
yang terpenting dari operasi Menchester adalah penjahitan ligamentum kardinale di
depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek,
16

sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat
dicegah.
3. Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolaps uteri tingkat lanjut, dan pada
wanita menopause. Keuntungannya adalah pada saat yang sama dapat dilakukan
operasi vagina lainnya (seperti anterior dan posterior kolporafi dan perbaikan
enterokel), tanpa memerlukan insisi di tempat lain maupun reposisi pasien. Saat
pelaksanaan operasi, harus diperhatikan dalam menutup cul-de-sac dengan
menggunakan kuldoplasti McCall dan merekatkan fasia endopelvik dan ligamen
uterosakral pada rongga vagina sehingga dapat memberikan suport tambahan. Setelah
uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan kiri,
atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan
dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di
kemudian hari.
4. Kolpokleisis (Operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan pra/pasca
operasi belum baik untuk wanita tua yang secara seksual tidak aktif, dapat dilakukan
operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina depan dengan dinding belakang
sehingga lumen vagina tertutup dan uterus letaknya di atas vagina. Akan tetapi,
operasi ini tidak memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga dapat menimbulkan
inkontinensia urine. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang.

VIII. Pencegahan

Pemendekan waktu persalinan, terutama kala pengeluaran dan kalau perlu dilakukan
elektif (seperti ekstraksi forceps dengan kelapa sudah di dasar panggul), membuat episiotomi,
memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan jalan lahir dengan baik, memimpin
persalinan dengan baik agar dihindarkan penderita meneran sebelum pembukaan lengkap
betul, menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede), mengawasi involusi
uterus pasca persalinan tetap baik dan cepat, serta mencegah atau mengobati hal-hal yang
dapat meningkatkan tekanan intraabdominal seperti batuk-batuk yang kronik, merokok,
mengangkat benda-benda berat. Pada wanita sebaiknya melakukan senam Kegel sebelum dan
setelah melahirkan. Selain itu usia produktif dianjurkan agar penderita jangan terlalu banyak
punya anak atau sering melahirkan. Untuk wanita dengan IMT diatas normal, sebaiknya
menurunkan berat badan dengan olahraga, serta diet yang tinggi serat.
6,8,10

17


IX. Komplikasi
Pessarium dapat menyebabkan vaginitis, perdarahan, ulserasi, obstruksi saluran kemih
dengan retensi, fistula, dan erosi ke dalam kandung kemih atau rektum. Sebagian besar
komplikasi diakibatkan pemakaian pessarium yang terlalu lama tanpa kontrol. Perdarahan
abdomen adalah komplikasi yang dapat terjadi pada sakrokolpopeksi. Perlukaan pada pleksus
vena presakral atau arteri sakro media pada saat operasi dapat terjadi.
7,9


X. Prognosis

Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan memberat. Prognosis
akan baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal (tidak disertai penyakit
lainnya), dan IMT dalam batas normal. Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi
kesehatan buruk, mempunyai gangguan sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas
batas normal. Rekurensi prolaps uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.
10



















18

BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny. T, 77 tahun
mengeluhkan adanya benjolan keluar dari kemaluannya sejak 4 bulan yang lalu. Benjolan
tersebut hilang timbul ketika beraktivitas dan berjalan sehingga memberikan rasa tidak
nyaman. Pasien sering memasukkan benjolan kembali ke dalam kemaluan saat ingin berjalan
namun benjolan dapat keluar kembali dengan sendirinya. Keluhan tersebut kadang disertai
sulit BAK yang tidak lampias.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan kesan gizi lebih, dengan IMT 29,7 sedangkan
status generalis dalam batas normal. Pada status ginekologis ditemukan tampak massa uterus
keluar dari introitus vagina, berbentuk bulat, warna merah muda, discharge (-), erosif (-).
Teraba massa ukuran 2x2x3cm, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-). Pada vaginal touche
massa dapat dimasukkan seluruhnya ke dalam introitus vagina dan dapat keluar kembali
dengan manuver valsava.
Pada pemeriksaan penunjang, laboratorium darah dalam batas normal. Adanya keluhan
benjolan yang turun pada kemaluan pasien ini dipikirkan sebagai prolaps organ pelvis. Gejala
lain yang mendukung adalah BAK yang tidak lampias, riwayat kelahiran yang berulang, dan
usia diperkirakan karena peregangan ligamen dan otot dalam pelvis akibat tarikan oleh organ
yang prolaps. Organ yang prolaps melalui vagina bisa merupakan uretra, vesika urinaria,
uterus, atau rektum. Pada pemeriksaan fisik, secara inspeksi terlihat massa yang menonjol
keluar dari introitus vagina, berbentuk bulat, berwarna merah muda, dan tidak erosif pada
permukaannya. Massa berbentuk bulat tersebut merupakan protrusi uterus yang keluar
melalui introitus vagina. Keluhan rasa yang tidak nyaman tersebut karena benjolan mudah
turun secara tiba-tiba saat beraktivitas dan berjalan. Dengan manuver valsava, massa tersebut
dapat keluar kembali melalui introitus vagina setelah dicoba dimasukkan seluruhnya,
menunjukkan bahwa melemahnya jaringan penunjang genetalia interna yang tersusun oleh
otot, facia, dan ligamen penyokong. Selain itu, peningkatan tekanan intraabdominal berperan
dalam menyebabkan prolaps.
Dari anamnesis, ditemukan pasien berusia lanjut, keadaan gizi lebih (IMT 29.7),
menopause, multipara dengan seluruhnya persalinan per vaginam, dan kebiasaan mengangkat
barang-barang di rumah. Etiologi yang dipikirkan pada pasien antara lain trauma obstetrik,
19

penurunan kadar estrogen, dan peningkatan tekanan intraabdomen. Secara epidemiologis >
50% prolaps uteri terjadi pada multipara dan menopause. Proses persalinan per vaginam
berulang menyebabkan trauma obsterik dan peregangan pada dasar pelvis sehingga memicu
kelemahan pada jaringan penyokong pelvis. Hal tersebut merupakan penyebab paling
signifikan dari prolapsus uteri. Seiring proses penuaan dan menopause, terdapat penurunan
kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas dan kekuatannya. Kebiasaan
mengangkat benda berat dan riwayat asma pada pasien menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen sehingga menambah penekanan pada dasar pelvis dan memperberat prolaps
organ di dalamnya.
Selain itu, ditemukan keluhan BAK yang tidak lampias pada pasien ini, dan pada
pemeriksaan urinalisis tidak ditemukan kelainan, dipikirkan jika fascia di bagian depan
dinding vagina kendor biasanya akibat trauma obstetrik maka akan terdorong oleh kandungan
kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina ke belakang yang di
namakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena
persalinan berikutnya yang kurang lancar sehingga akan menyebabkan terjadinya uretrokel.
Selain itu, turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter sehingga bisa menyebabkan
hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara
vesica urinaria dan uretra sehingga dapat menyebabkan stress inkontinensia.
Pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis prolaps uteri stadium IV, sistokel stadium
III, dan rektokel III. Hal ini berkaitan dengan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik yang
menunjukkan telah terjadi penurunan uteri seluruhnya disertai penurunan lapisan anterior
dinding vagina, penurunan vesica urinaria menekan fundus uteri ketika dilakukan vaginal
toucher, dan penurunan lapisan posterior dinding vagina yang menyebabkan penonjolan
rektum ke lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penurunan organ dalam pelvis dikarenakan
kelemahan otot-otot, fasia, dan ligamen-ligamen penyokong pelvis. Sistokel terjadi
dikarenakan adanya kelainan dinding anterior vagina bagian bawah yang mengalami
penurunan disebabkan oleh pemisahan paravaginal fasia puboservikal terlepas dari spina
ischium, hilangnya perlekatan vagina ke serviks, dan robeknya fasia puboservikal yang
menyebabkan herniasi buli melalui lapisan ini. Rektokel terjadi karena dinding anterior
rektum dan vagina di depannya menonjol ke bawah cincin himen disebabkan adanya kelainan
dinding vagina posterior bagian bawah.
Rencana terapi pada pasien ini sudah tepat, yaitu dilakukan operasi total vaginal
histerektomi, kolporafi anterior, dan kolpoperineorafi. Total vaginal histerektomi untuk
mengatasi prolapsus uteri stadium IV, kolporafi anterior untuk mengatasi sistokel stadium III.
20

Kolpoperineorafi untuk mengatasi rektokel stadium III. Tatalaksana pasca operasi pada
pasien ini sudah baik, yaitu diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi dan
analgetik untuk mengurangi rasa nyeri setelah operasi. Total vaginal histerektomi dilakukan
berdasarkan pertimbangan usia dan masa menopause sehingga uterus diangkat kemudian
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri, bagian atas pada
ligamentum ovari propium, kemudian tindakan operasi dilanjutkan dengan melakukan
kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah terjadinya prolapsus vagina.
Kolporafi anterior dilakukan berdasarkan pertimbangan menghilangkan dinding vagina yang
berlebihan kemudian memisahkan uretra dan vesika urinaria dari dinding vagina lalu
menjahit facia puboservikalis kanan dan kiri ke garis tengah. Kolpoperineorafi dilakukan
berdasarkan pertimbangan menghilangkan mukosa vagina dinding posterior. Mukosa dinding
vagina posterior disayat dan dibuang berbentuk segitiga dengan dasarnya batas antara vagina
dan perineum dan dengan ujungnya pada batas atas rektokel.
Edukasi sangat penting pada pasien ini. Pada pasien perlu diberikan edukasi mengenai
pengendalian faktor risiko, yaitu mengurangi kebiasaan angkat berat, menurukan berat badan,
dan mengontrol penyakit penyerta lainnya. Pengendalian terhadap faktor risiko ini sangat
membantu untuk menurunkan tekanan intraabdomen yang dianggap sebagai salah satu
etiologi terjadinya prolapsus organ pelvis pada pasien ini.
Prognosis pada pasien ini, prognosis quo ad vitam adalah bonam karena prolaps uteri
tidak mengancam nyawa. Untuk prognosis quo ad functionam adalah malam, karena pasien
akan dilakukan histerektomi total. Dan prognosis quo ad sanationam adalah bonam, karena
pasien akan dilakukan total vaginal histerektomi, kolporafi anterior, dan kolpoperineorafi.












21

DAFTAR PUSTAKA

1. Menefee, S.A, Wall LL.Incontinence, Prolapse, and Disorders of the Pelvic Floor. In:
Berek JS. Novak's Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins. 2002.
2. Wiknjosastro, H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi kedua.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2008. Hal.1-7
3. Widjaja, S. Anatomi Alat-Alat Rongga Panggul. Jakarta: Balai Pustaka Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal 12
4. Moeloek, F.A, Hudono ST. Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan. Dalam:
Wiknjosastro H, ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2005. hal.402-
428
5. DeLancey, J.O.L. Strohbehn K. Pelvic Organ Prolapse. In: James R., Md. Scott,
Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md. Haney, David N.
Danforth's Obstetrics and Gynecology. 9
th
Ed. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2003.
6. Mailhot, T. Uterine prolapse (online) 24 Mei 2006 (Diunduh tanggal 17 Juni 2014).
Tersedia di URL: http://www.emedicine.com
7. Wiknjosastro, H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Prolaps genital. Dalam Ilmu
Kandungan. Edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta;1994; ha.428-33.
8. Lurain, J.R. in Menefee SA. Novaks Gynecology. Chapter 20: Incontinence,
Prolapse, and Disorder of the Pelvic Floor. Pelvic organ prolapse. Lippincott Williams
& Wilkins 2002. P28
9. Anonymous. Uterine prolapse. (online) (Diunduh tanggal 17 Juni 2014) Tersedia di
URL: http://www.patient.co.uk/showdoc/40000115/
10. Onwude JL. Genital prolapse in women (online). Diunduh tanggal 17 Juni 2014).
Tersedia di URL: http://clinicalevidence.bmj.com

Anda mungkin juga menyukai