Anda di halaman 1dari 6

APA PERBEDAAN ANTARA HIV DAN AIDS?

HIV /AIDS sering dikaitkan satu sama lainnya dengan pengertian yang sama. Akan tetapi HIV
dan AIDS mempunyai arti yang berbeda. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency
Virus.Virus ini yang menyerang system kekebalan tubuh seseorang. Seseorang dapat terjangkit
virus HIV, apabila virus tersebut masuk ke dalam saluran peredaran darah. Virus HIV
menyerang system kekebalan seseorang. Jika tidak diatasi, maka virus ini akan merusak system
kekebalan tubuh sehingga daya tahan tubuh melemah terhadap penyakit lain bahkan dapat
mengakibatkan kematian. Kondisi inilah yang dinamakan AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome).

Penderita HIV bukan berarti pengidap penyakit AIDS atau seseorang yang akan segera
mati.Bahkan tanpa pengobatan banyak penderita HIV masih dapat bertahan hidup cukup lama.
Pada saat ini pengobatan yang telah dikembangkan hanya dapat memperlambat kerusakan pada
sistim kekebalan tubuh.Dengan pengobatan tersebut banyak penderita HIV dapat hidup sehat dan
bahagia.

Perjalanan HIV / AIDS : Masa inkubasi atau masa laten, sangat tergantung pada daya tahan
tubuh masing-masing orang rata-rata 5-10 tahun, selama masa ini orang tidak memperlihatkan
gejala-gejala walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel-sel T-4 semakin menurun.
Semakin rendah jumlah sel T-4, semakin rusak fungsi sistem kekebalan tubuh. Pada waktu
sistem kekebalan sudah dalam keadaan parah ODHA akan mulai menampakkan gejala-gejala
AIDS.








PEMBANTU DIAGNOSIS UNTUK MIKOSIS

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas emeriksaan
langsung basah dan biakan. Pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan histopatologik, percobaan
binatang, dan imunologik tidak berpelukan.

Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan bahan jamur diperlukan bahan klinis,
yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil
dan dikumpulkan sebagai berikut : terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus
70%, kemudian untuk :
1. Kulit Tidak Berambut (Glabrous Skin)
Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit diluar kelainan sisik kulit dan
kulit dikerok dengan pisau tumpu steril.
2. Kulit Berambut
Rambut dicabut pada bagain kulit yang mengalami kelainan : kulit didaerah tersebut
dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit, pemeriksaan dengan lampo Wood dilakukan
sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi
dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu.
3. Kuku
Bahan diambil dari permukaan kuku yang sakt dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga
mengenai seluruh ketebalan kuku, bahan dibawah kuku diambil pula.

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-mula dengan
pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran 10x45. Pemeriksaan dengan pembesaran
10x100 biasanya tidak diperlukan.



Sediaan basah dilakukakn dengan meletakkan bahan diatas gelas alas, kemudian
ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10%
dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20
menit hal ni diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercept proses pelarutan dapat
dilakukan pemanasan sediaan basah diatas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan
tersebut, pemanasan sudah cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk Kristal KOH,
sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata, maka
dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parer super-chroom blue black.

Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terpisah
oleh bersekat, dan bersekat maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit lama dan
atau sudah diobati. Pada sediaan rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar
(makrospora). Spora dapat tersusun diluar rambut (ektotris) atau didalam rambut (endoktris).
Kadang-kadang data juga ditemukan hifa pada sediaan rambut.

Pemeriksaan dengan pembiakan dilakukan untuk menyokong pemeriksaan langsung
sediaan basah dan menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan deengan menanamkan
bahan klinis pada media nuatan. Yang dianggap paing baik pada waktu ini adalah medium agar
dekstrosa Sabouraud. Pada agar Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol)
atau ditambah klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi
bakterial maupun jamur kontaminan.













TANDA KLINIS MIKOSIS SUPERFISIALIS

1. Tinea Pedis

Tinea pedis atau yang sering dikenal dengan nama athlete's foot atau kutu air adalah
dermatofitosis pada kaki, terutama sela- sela jari dan telapak kaki. Selain pada kaki, kelainan
juga dapat terjadi pada tangan dan disebut tinea manus. Terdapat beberapa jenis tinea pedis.
Yang sering terlihat adalah bentuk interdigitalis dengan predileksi terutama pada sela jari ke-4
dan ke-5. Kelainan berupa fisura yang dilingkari oleh sisik halus dan tipis. Kelainan dapat
meluas ke daerah subdigital dan sela jari lain. Kelainan juga sering disertai maserasi akibat dari
keadaan daerah kaki yang seringkali lembab. Bila maserasi dibersihkan akan terlihat kulit baru
yang umumnya juga telah diserang oleh jamur. Hal ini dapat berlangsung dalam jangka waktu
yang lama, hingga bertahun- tahun dengan sedikit atau bahkan tanpa keluhan sama sekali.
Kelainan juga dapat disertai infeksi sekunder sehingga dapat terjadi selulitis, limfangitis, atau
erisipelas. Selain bentuk interdigitalis, dapat terjadi juga bentuk moccasin foot berupa kulit yang
menebal dan bersisik pada seluruh kaki dengan eritema ringan pada tepi lesi disertai papul atau
vesikel, atau bentuk subakut yang ditandai dengan vesikel dan vesikopustul yang jika pecah
membentuk lingkaran yang disebut dengan koleret. Tinea pedis banyak terjadi pada orang- orang
yang sehari- hari sering memakai sepatu tertutup dan perawatan kaki yang tidak baik atau para
pekerja yang kakinya sering basah.

2. Tinea Unguium

Tinea unguium adalah dermatofitosis pada kuku. Terdapat 3 bentuk klini menurut ZAIAS, yaitu:
- subungual distalis, yang dimulai dari tepi distal atau disolateral kuku dan menjalar ke
proksimal. Pada bagian bawah kuku dapat ditemui sisa kuku yang rapuh. Jika proses berlanjut
kuku pada bagian distal akan hancur menjadi menyerupai kapur;
- subungual proksimalis, dimulai dari pangkal kuku. Pada kelainan tipe ini, didapatkan kuku
bagian distal masih utuh sedangkan bagian proksimal sudah rusak. Sering dijumpai pada kuku
kaki;
- leukonikia trikofita, kelainan kuku berupa keputihan di permukaan kuku. Kelainan ini
disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes.

3. Tinea Kruris

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada daerah lipat paha, perineum, dan sekitar anus. Kelainan
dapat bersifat akut atau menahun bahkan hingga seumur hidup. Lesi dapat meluas dari daerah
genito-krural hingga ke sekitar anus, daerah gluteus, atau perut bagian bawah. Tinea kruris
menimbulkan kelainan berupa lesi berbatas tegas pada daerah kruris. Peradangan pada tepi lebih
nyata daripada daerah tengah. Eflorosensi bersifat polimorf, terdiri dari lesi primer dan sekunder.
Bila berjalan kronik, lesi dapat berupa bercak hitam yang bersisik sedikit. Tinea kruris sering
ditemukan di Indonesia.

4. Tinea Korporis

Tinea korporis merujuk pada semua dermatofitosis pada daerah kulit yang tidak berambut
kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan skrotum. Kelainan berupa lesi yang bulat atau lonjong
berbatas tegas dengan eritema dan skuama kadang disertai vesikel dan papul di tepinya. Seperti
jenis tinea lainnya, lesi lebih aktif pada tepinya. Lesi- lesi pada umumnya merupakan bercak-
bercak terpisah satu dengan lainnya dan jika menjadi satu membentuk lesi dengan tepi polisiklik.
Kelainan lebih sering ditemukan pada anak- anak. Pada tinea korporis menahun, biasanya tidak
terlihat tanda radang lagi. Bentuk menahun dengan penyebab Trichophyton rubrum sering
terlihat bersama- sama tinea unguium. Terdapat bentuk tinea korporis lain yang khas yaitu tinea
imbrikata berupa lingkaran- lingkaran skuama yang konsentris. Pada kasus menahun penderita
seringkali sudah tidak merasa gata seperti pada awal infeksi dan kadangi kadang lesi dapat
menyerupai iktiosis

5. Tinea Fasialis

Tinea fasialis adalah dermatofitosis pada kulit tidak berambut pada wajah. Secara tidak langsung,
tinea fasialis sebenarnya merupakan bagian dari tinea korporis akan tetapi karena penampakan
yang seringkali atipikal, tinea ini dibedakan dari tinea korporis. Pada laki- laki dapat juga terjadi
tinea barbae yaitu dermafitosis pada bagian jenggot. Tinea fasialis seringkali didapatkan dari
binatang peliharaan akan tetapi juga dapat ditularkan dari individu lain yang memiliki
dermatofitosis dari bagian tubuh lainnya. Sehubungan dengan kompleksitas anatomi wajah,
penampakan atipikal seringkali muncul pada kulit wajah dibandingkan dengan lesi tinea korporis
pada bagian tubuh lainnya. Lesi muncul berupa bercak eritematosa tunggal atau multipel tanpa
struktur anular yang seringkali menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga seringkali salah
didiagnosis. Manifestasi tipikal seperti pada tinea korporis lainnya juga dapat terjadi yaitu lesi
eritematosa anular atau serpiginosa dengan tepi yang aktif dan kadang ditemui papul atau
vesikel. Bagian kulit yang paling sering terkena adalah pipi, disusul dengan hidung, periorbital,
dagu, dan dahi.

6. Tinea Kapitis

Tinea kapitis merupakan dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala. Kelainan ditandai dengan
lesi bersisik, kemerahan, alopesia, dan kadang terjadi kerion. Tinea kapitis terbagi menjadi 3
bentuk secara klinis, yaitu:
- grey patch ringworm, merupakan tinea kapitis yang disebabkan oleh microsporum sp. Awalnya
berupa papul merah kecil di sekitar rambut kemudian melebar, membentuk bercak, dan menjadi
pucat bersisik. Keluhan terutama berupa rasa gatal. Selain itu ditemukan perubahan pada warna
rambut dan menjadi tidak berkilat. Rambut kemudian mudah patah dan terlepas dari akar
sehingga pencabutan dengan pinset tidak menimbulkan rasa nyeri. Pada akhirnya dapat
ditemukan alopesia setempat yang terlihat sebagai grey patch. Pada pemeriksaan dengan lampu
wood, dapat terlihat fluoresensi hijau kekuningan yang luasnya dapat melebihi grey patch.
- kerion, merupakan tinea kapitis dengan peradangan yang berat. Dapat terlihat pembengkakan
dengan bentukan seperti sarang lebah dengan sebukan sel radang di sekitarnya. Kerion dapat
menyebabkan jaringan parut yang menyebabkan alopesia menetap.
- black dot ringworm, disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum.
Gambar klinis awalnya menyerupai grey patch ringworm. Rambut yang terinfeksi kemudian
patah tepat pada muara folikel,meninggalkan ujung rambut yang penuh spora, memberikan
gambaran black dot.

Anda mungkin juga menyukai