Anda di halaman 1dari 3

Gerabah Kerajinan Tangan Khas Pulau Lombok

Di pulau Lombok populer dengan kerajinan tangan gerabah, tenun, ukir-ukiran kayu maupun
batu, mas dan mutiara. Banyak desa yang menghasilkan kerajinan tangan hingga turun temurun
seperti desa banyumulek yang terkenal dengan desa gerabah, desa sukarare yang terkenal dengan
tradisional tenunnya, dan desa Labuapi yang terkenal dengan ukir-ukirannya. Barang-barang
tembikar yang lebih dikenal dengan nama Gerabah menjadi salah satu bentuk buah karya dan
sekaligus tradisi nenek moyang turun-temurun yang pernah ada dan sampai sekarang masih
dipertahankan sebagai suatu keahlian penduduk setempat yang telah diakui dunia.
Cara-cara pembuatan gerabah ini sebagai berikut:
1. Proses Pencarian tanah liat
Butuh inspeksi yang teliti untuk mendapatkan tanah liat terbaik yang sesuai dengan kualitas
standart. Tanah liat yang bagus tidak harus berasal dari desa penghasil gerabah namun berasal
dari desa terdekat. Tanah liat tidak serta merta langsung digunakan tapi butuh ketelitian yang
mendalam dan memastikan kalau tanah liat tidak bercampur batu-batu kecil dan kotoran.

2. Proses Pengeringan
Setelah inspeksi, tanah liat dipotong-potong seperti kubus dan dijemur di bawah sinar matahari,
butuh sekitar 3 atau 4 hari. Bila potongan kubus-kubus tersebut sudah kering, kemudian
ditumbuk jadi seperti adonan tepung yang lembut dan disimpan sebelum digunakan sebagai
adonan. Yang paling menarik untuk disaksikan tidak ada alat-alat modern yang mendukung
dalam pembuatan gerabah, tapi lapisa-lapisan tanah liat terus ditambahkan dari jumlah adonan
asli sementara para pengrajin gerabah memutar benda/alat yang digunakan sampai terbentuk
benda yang diinginkan, kendati bentuknya seperti sudah jadi namun sebenarnya belum selesai,
lalu ada juga pengrajin yang ditugaskan khusus untuk mendekorasi setelah itu benda/pot yang
dimaksudkan dibiarkan kering di tempat yang tidak terlalu banyak kena sinar matahari.

3. Proses Mempernis dengan minyak kelapa
Benda/pot yang sudah dipernis adalah kombinasi minyak kelapa dan dibiarkan kering sebelum di
kerik/digosok dengan batu hitam atau alat-alat tradisisonal lainnya karena itu permukaannya
kelihatan mengkilat dan lagi dikeringkan diterik sinar matahari dan itu butuh satu hari bahkan
juga digosok halus di pertengahan siang hari untuk menambah kilauannya.
4. Proses Pembakaran
Benda/pot siap untuk dibakar and dikumpulkan kedalam oven terbuka yang ditutupi jerami padi
yang dibakar selama lebih dari 4 jam dan temperature produksinya sekitar 400 sampai 800
derajat Celsius
5. Proses Pewarnaan
Pekerjaan terakhir adalah memilih warna yang tepat , bila warna merah tua yang dikehendaki
dilapisi dengan sari biji asam dan bila warna merah jentik yang dikehendaki, cukup jentikkan
dengan sekam.


Perhiasan Perak Bakar di Kotagede, Yogyakarta





Seni kerajinan perak adalah salah satu bentuk ketrampilan yang cukup dihargai. Di Indonesia
sendiri terdapat beberapa pusat kerajinan perak. Di Jawa ada di Kotagede (Yogyakarta), Bangil
(Jawa Timur), Celuk di Bali, Sumatra di Padang, Sulawesi di Kendari dan lain-lain.
Sentra sentra industri perak tersebut terus berkembang dan mengalami pemekaran. Sebagai
contoh di Wonosari (DIY) sekarang banyak pengrajin perak yang dulunya belajar di Kotagede
sekarang sudah mendirikan usaha sendiri di tempat mereka. Para pengrajin ini terus berkembang
dan semakin maju dalam pemasaran maupun kualitas produksinya.
Meskipun di Indonesia terdapat beberapa sentra industri perak tetapi masing-masing sentra
industri tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Sebagai contoh Kotagede yang sangat
terkenal dengan kualitas ukiran-ukiran peraknya. Ukiran-ukiran ini biasanya diaplikasikan untuk
peralatan makan dari perak ataupun perhiasan-perhiasan yang besar. Motif ukiran di Kotagede
biasanya bersumber dari motif bunga dan daun ataupun juga dari keraton Yogyakarta yang
biasanya di setiap motif tersebut terdapat makna filosofis tertentu.
Cara Membuat Perhiasan Perak
Para perajin perak ini biasanya mendapatkan bahan baku perak dari Denpasar, Jawa, dan
Kalimantan. Bahan dasar peraknya bisa berbentuk batangan atau sudah diolah menjadi bola-bola
yang siap dikerjakan.
Dalam pembuatan kerajinan perak, dibutuhkan 7,5% tembaga untuk campuran peraknya
sehingga kadar peraknya bekurang. Hal tersebut dilakukan agar perak yang dibuat dapat lebih
mudah dibentuk dan lebih kuat.
Sementara itu, alat yang diperlukan dalam pembuatan kerajinan perak adalah kompor perak,
gunting, tang, pinset, perak murni, dan tembaga. Kompor perak digunakan untuk memanaskan
perak dan tembaga saat kedua bahan tersebut dicampur. Sistem pengerjaannya hampir mirip
dengan tukang las. Akan tetapi, perajin perak harus menginjak kompor terlebih dahulu agar api
bisa keluar.
Setelah proses pencampuran, semua bahan dipotong sesuai dengan keperluan pembuatan
perhiasan. Untuk membuat gelang, bahan biasanya dibentuk pipih dengan lebar 2 sampai 3 cm
dan panjang kurang lebih 15 cm. Setelah itu, dasar kawat diletakkan dengan lem pada bagian
potongan gelang. Kedua bahan tersebut kemudian dipatri agar bisa melekat secara permanen.
Terakhir baru diberi dekorasi atau hiasan batu sebagai aksesori yang memperindah bentuk
perhiasan. Setelah itu, barulah diampelas dan dibersihkan dengan menggunakan asam jawa yang
diberi garam dalam air mendidih. Perhiasan kemudian dibersihkan, disikat, dan dikeringkan








Kerajinan Getah Nyatu, Karya Seni Khas Kalimantan Tengah






Kerajinan getah kayu nyatu yang berasal dari pohon kayu nyatu. Pohon nyatu sendiri merupakan
tanaman eksotis Kalimantan Tengah yang hanya tumbuh di dua wilayah tertentu di provinsi
tersebut, yaitu di Kabupaten Pangkalan Bun dan di Kecamatan Bukit Tangkiling,
Dalam proses untuk mendapatkan getah, para perajin getah nyatu biasanya menebang pohon
nyatu. Kemudian batang pohon nyatu di kuliti untuk diambil bagian kulitnya. Selanjutnya, kulit
kayu nyatu itu direbus di dalam air mendidih yang sebelumnya telah dicampur dengan minyak
tanah. Proses perebusan tersebut dilakukan untuk memisahkan (mengekstrak) getah dari kulit
kayu nyatu.
Dalam keadaan air rebusan yang masih mendidih, getah pohon nyatu yang sudah terpisah dari
kulit pohon itu kemudian diambil untuk selanjutnya direbus kembali untuk memisahkan getah
dari sisa-sisa minyak tanah. Getah pohon nyatu yang sudah terpisah dari minyak tanah itu
kemudian dipilah-pilah untuk proses pewarnaan. Untuk memberikan warna warni pada getah,
Katutu dan para perajin getah nyatu di Kalteng biasanya menggunakan bahan pewarna alami
yang diambil dari tanaman asli di Kalteng. Proses pewarnaan dilakukan dengan cara merebus
getah nyatu itu bersama-sama dengan bahan tanaman sumber pewarnaan alam. Biasanya
pewarna alami yang dipakai terdiri dari empat jenis warna, yaitu hitam, kuning, merah dan hijau.
Getah nyatu yang sudah diberi bahan pewarna alam itu kemudian diambil dan dalam keadaan
masih panas (dalam rebusan air mendidih) langsung dibentuk dan dianyam menjadi berbagai
bentuk kerajinan getah nyatu. Proses pembentukan getah nyatu harus dilakukan dalam keadaan
masih panas karena dalam kondisi tersebut getah nyatu masih dalam keadaan meleleh sehingga
mudah dibentuk. Sedangkan kalau sudah dingin, getah nyatu sulit dibentuk karena sudah berada
dalam keadaan beku.
Kerajinan anyaman getah nyatu umumnya mengambil bentuk perahu tradisional Dayak yang
dilengkapi dengan awak dan berbagai asesorisnya. Bentuk perahu tersebut menggambarkan
cerita tersendiri yang diambil dari cerita asli masyarakat suku Dayak di Kalteng. Sebagaimana
diketahui di Kalteng sendiri terdapat sejumlah suku Dayak, diantara-nya Dayak Manyan,
Kapuas, Bakumpai, Katingan, Kahayan dan Siak atau Ngaju.
Bentuk perahu yang biasanya dipergunakan dalam kerajinan anyaman getah nyatu umumnya
dicirikan dengan bentuk kepala naga dan kepala burung antang (elang) yang terletak di bagian
depan perahu. Perahu yang mengambil bentuk kepala naga biasanya dipakai untuk menunjukkan
perahu perang dan perahu untuk upacara adat Tiwah (memindahkan kepala leluhur dalam agama
Hindu Kaharingan), namun bentuk kepala naga pada perahu perang dan perahu untuk upacara
adat Tiwah sedikit berbeda. Sementara perahu yang mengambil bentuk kepala elang biasanya
menggambarkan perahu berburu.
Perahu perang berkepala naga juga memiliki posisi kepala naga yang berbeda. Posisi kepala naga
yang mendongak ke atas menggambarkan bahwa perahu tersebut telah berhasil memenangkan
peperangan. Posisi kepala naga lurus menggambarkan perahu sedang menuju ke arah
peperangan. Sedangkan posisi kepala naga menunduk ke bawah menggambarkan perahu sedang
dalam perang.

Anda mungkin juga menyukai