Anda di halaman 1dari 9

Jesita Silfiana Department of ENT

SINUS PARANASAL
Empat pasang sinus dari terbesar hingga terkecil:
1. Sinus maksila, 2. Sinus frontal, 3. Sinus etmoid,
4. Sinus sfenoid.
Semua mempunyai muara (ostium) ke rongga
hidung.
Embriologi: invaginasi mukosa rongga hidung saat
fetus berusia 3 4 bulan.
Sinus maksila dan etmoid ada sejak bayi lahir.
Sinus frontal berkembang dari sinus etmoid usia 8
tahun. Sinus sfenoid dari posterosuperior rongga
hidung, usia 8 10 tahun. Besar maksimal pada
usia 15 18 tahun.
1. SINUS MAKSILA
Volume saat lahir 6-8ml dewasa 15 ml.
Bentuk piramid.
Dinding Anterior : os. maksila (fossa kanina).
Posterior: infratemporal maksila.
Medial : dinding lateral rongga hidung.
Superior : orbita.
Inferior : prosesus alveolaris dan palatum
Ostium: superior dari dinding lateral rongga hidung
Muara: hiatus semilunaris mll infundibulum
etmoid (bagian dr sinus etmoid anterior yg bila
bengkak bs hambat drainase sinus maksila lalu
sinusitis).

Dasar sinus maksila berdekatan dengan akar
rahang gigi atas premolar(P1 dan P2), molar(M1
dan M2), kadang taring(C) dan M3. akar gigi bs
nonjol ke sinus infeksi gigi infeksi sinus
maksila.
Sinus maksila komplikasi ke orbita.
Ostium sinus maksila lebih tinggi dari dasar sinus
drainase tergantung gerak silia & infundibulum
sempit.

2. SINUS FRONTAL
Di os. frontal berasal dari sel resesus frontal atau
sel infundibulum etmoid.
Tidak simetris. 15% punya 1 sinus frontal. 5% sinus
frontalnya tdk berkembang.
Ukuran: T: 2,8 cm L: 2,4cm kedalaman: 2 cm
Bersekat, tepi berlekuk2 sekat dan lekukan (-)
pada rontgen infeksi.

Infeksi sinus frontal bisa jalar ke orbita, fossa
serebri anterior. Krn hanya dipisahnya tulang tipis.
Ostium: resesus frontal berhubungan ke
infundibulum etmoid.
3. SINUS ETMOID
Paling bervariasi. Fokus infeksi sinus2. Bentuk
piramid dengan dasar bagian posterior.
Ukuran anterior ke posterior 4-5cm. T: 2,4cm
Lebar anterior:0,5cm Lebar posterior: 1,5cm

Berongga-rongga, mirip sarang tawon, di lateral os
etmoid, diantara konka media dan dinding medial
orbita.
Sinus etmoid anterior meatus medius.
Sel etmoid anterior : kecil & banyak.
Letak: depan lempeng yg
menghubungkan posterior konka media
dan dinding lateral (lamina basalis).
Sinus etmoid posterior meatus
superior.
Sel etmoid posterior: besar & sedikit.
Letak: posterior lamina basalis.



Resesus fontal : bagian terdepan sinus etmoid
anterior, ada resesus frontal (bagian yg sempit)
bila bengkak sinusitis frontal
Sel etmoid terbesar: bula etmoid.
Jesita Silfiana Department of ENT
Infundibulum: penyempitan di etmoid anterior,
ostium sinus maksila. Bila infundibulum bengkak
sinusitis maksila.

Atap: fovea etmoidalis berbatasan dg lamina
kribrosa.
Lateral: lamina papirasea (tipis bgt) berbatasan
dg rongga orbita.
Posterior dari etmoid posterior: sinus sfenoid.

4. SINUS SFENOID
Da;am os. sfenoid, di belakang sinus etmoid
posterior. Dibagi 2 oleh septum intersfenoid. T:
2cm. Kedalaman: 2,3cm L: 1,7cm. Vol: 5 7,5 ml.

Indentasi dinding: pembuluh darah dan nervus di
lateral os sfenoid yg berdekatan saat sinus
berkembang.

Batas-batasnya...
Superior : fossa serebri media, kel. Hipofisa
Inferior : atap nasofaring
Lateral : sinus kavernosus, A. Karotis interna (bs
jd indentasi)
Posterior: fossa serebri posterior di pons.

KOMPLEKS OSTIO-MEATAL (KOM)
1/3 medial dinding lateral: meatus medius, muara
saluran sinus maksila, frontal, etmoid anterior.

KOM terdiri dari: infundibulum etmoid (di blkg
prosesus unsinatus), resesus frontalis, bula etmoid,
sel etmoid anterior & ostiumnya, dan ostium sinus
maksila

SISTEM MUKOSILIAR
Mukosa bersilia dan palut lendir di atas hidung.
Lendir dari sinus anterior yg ke infundibulum
etmoid nasofaring depan tuba eustasius.
Lendir dari sinus posterior yg ke resesus
sfenoetmoidalis nasofaring posterosuperior
muara tuba.
Krn itu pada sinusitis ada sekret pasca nasal (post
nasal drip), tp bs (-) pd hidung.

FUNGSI SINUS PARANASAL
Ada yg bilang tdk memiliki fungsi.
Tp ada teori yg menyatakan fungsi sinus paranasal:
1. Pengatur kondisi udara (AC) debat:
pertukaran udara dlm ventilasi sinus
1/1000 volume sinus pd tiap kali napas.
Vaskularisasi &kelenjar dikit,
2. Penahan suhu melindungi orbita dan
fosa serebri. Debat: sinus besar tdk
terdapat di organ yg dilindungi suhunya.
3. Keseimbangan kepala mengurangi berat
tulang muka. Debat: hanya ngurangin 1%
berat kepala ga bermakna
4. Resonansi suara debat: posisi sinus dan
ostium tdk untuk resonator aktif. Tdk ada
korelasi resonansi suara & bsr sinus
5. Peredam perubahan tekanan udara
hanya bila perubahan tekanan
mendadak: bersin, buang ingus
6. Produksi mukus untuk membersihkan
rongga hidung produksi mukus dikit bgt
dibandingin hidung, tp efektif untuk buang
ke meatus medius.

PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL
Inspeksi palpasi rinoskopi anterior rinoskopi
posterior transiluminasi radiologik sinoskopi.

1. Inspeksi
Muka bengkak di pipi sampai kelopak mata
bawah warna kemerahan (sinusitis maksila akut).
Bengkak kelopak mata atas ( sinusitis frontal akut).
Sinusitis etmoid akut bisa bengkak di muka jika sdh
abses.

2. Palpasi
NT (+) di pipi. Nyeri ketuk di gigi (sinusitis maksila).
NT dasar sinus frontal (+), bagian medial atap
orbita sinusitis frontal. NT kantus medius (+)
sinusitis etmoid.

3. Transiluminasi
Hanya untuk sinus maksila dan frontal.
Gelap di daerah infraorbita antrum terisi pus/
mukosa antrum menebal/ neoplasma antrum.
Terang pada transiluminasi & perselubungan batas
tegas pd rontgen kista besar dlm sinus maksila.
Transiluminasi sinus frontal meragukan krn
bentuknya asimetris. Bila gelap sinusitis / sinus
tdk berkembang.

4. Pemeriksaan radiologik
Posisi waters untuk menilai sinus maksila,
frontal, dan etmoid. Posisi PA sinus frontal.
Posisi lateral sinus frontal, sfenoid, etmoid.
CT scan potongan koronal dan aksial. Indikasi:
sinusitis kronik. Trauma (fraktur frontobasal),
tumor.

5. Sinoskopi
Pemeriksaan ke dalam sinus maksila dg endoskop
mll lubang di meatus inferior / fosa kanina.
Untuk melihat sekret, polip, jaringan granulasi,
masa tumor/kista, keadaan mukosa, cek ostium
terbuka/tertutup .

Jesita Silfiana Department of ENT
SINUSITIS

Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal.
Dipicu rinitis (rinosinusitis), selesma (common
cold) krn infeksi virus dan bakteri.
Bila kena beberapa sinus = multisinusitis.
Bila kena semua sinus = pansinusitis.
Paling sering sinusitis = sinus etmoid & maksila.
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore (letak
dekat gigi rahang atas, infeksi gigi jd sinusitis
namanya sinusitis dentogen).

Sinusitis komplikasi ke orbita intrakranial, bisa
meningkatkan serangan asma.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
ISPA krn virus, rinitis alergi, rinitis hormonal pd ibu
hamil, polip hidung, deviasi septum, hipertrofi
konka, sumbatan komplek ostio-meatal (KOM),
infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,
diskinesia silia (sindroma Kartagener), kistik
fibrosis.
Pada anak, hipertrofi adenoid adl faktor terpenting
sinusitis adenoidektomi untuk menghilangkan
sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitis. Dx
hipertrofi adenoid: foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain: polusi, udara dingin, kering, merokok
perubahan mukosa, merusak silia.

PATOFISIOLOGI
Organ KOM letaknyaberdekatan dan bila edema,
mukosa yg berhadapan akan berdempet silia
tdk dpt bergerak, ostium tersumbat tekanan
negatif dlm rongga sinus transudasi serosa
disebut rinosinusitis non bakterial yg sembuh
tanpa pengobatan.
Sekret yg terkumpul dalam sinus jd media
tumbuhnya bakteri. Sekret jd purulen
rinosinusitis akut bakterial perlu terapi
antibiotik.
Jika tidak berhasil inflamasi berlanjut, hipoksia,
bakteri anaerob berkembang, mukosa bengkak
hipertrofi , polipoid/pembentukan polip, kista
perlu operasi.

KLASIFIKASI DAN MIKROBIOLOGI
Konsensus internasional 1995 Rinosinusitis akut:
8 minggu. Rinosinusitis kronik lebih dari 8 minggu.

Konsensus 2004 Akut: 4 minggu. Subakut: 4
minggu 3 bulan. Kronik: >3 bulan.

Sinusitis kronik krn rinogenik lanjutan dari sinusitis
akut tdk terobati adekuat. Sinusitis kronik + faktor
predisposisi hrs dicari dan diobati tuntas.

Bakteri sinusitis akut : S. Pneumonia, H. Influenzae,
M. catarrhalis (banyak pada anak).

Sinusitis kronik: bakteri gram negatif anaerob.



SINUSITIS DENTOGEN
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris
tempat akar gigi rahang atas rongga sinus
maksila hanya terpisahkan tulang tipis dg akar gigi
(ada yg tanpa pembatas).

Bs disebabkan karena infeksi gigi rahang atas
(infeksi apikal akar gigi, inflamasi jaringan
periodontal) yg menyebar mll pembuluh darah dan
limfe.

GEJALA SINUSITIS
Keluhan utama rinosinusitis akut: hidung
tersumbat, nyeri/rasa tekanan pada muka dan
ingus purulen yg sering turun ke tenggorok (post
nasal drip). Bisa demam dan lesu.

Sinusitis akut: NT/ rasa tekanan di daerah sinus yg
terkena. Bisa reffered pain.
Sinusitis maksila: nyeri pipi mendadak. Nyeri alih
ke gigi dan telinga.
Etmoid: nyeri diantara / dibelakang kedua
bola mata.
Frontal : nyeri di dahi / seluruh kepala.
Sfenoid : nyeri verteks, oksipital, belakang
bola mata, nyeri mastoid.

Gejala lain sakit kepala, hiposmia/anosmia,
halitosis, post nasal drip (jd batuk, sesak pd anak).
Jesita Silfiana Department of ENT
Keluhan sinusitis kronik tidak khas. 1 atau 2 dari
gejala sbb: sakit kepala kronik, post nasal drip,
batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan
telinga akibat sumbatan kronik muara tuba
eustasius, bronkitis, bronkiektasis, serangan asma
meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus
tertelan gastroenteritis.


DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, PF, pemeriksaan
penunjang. PF dg rinoskopi anterior dan posterior.
Naso endoskopi untuk dx lebih tepat dan dini.

Tanda khas! Pus di meatus medius (sinusitis
maksila, etmoid anterior, frontal) atau meatus
superior (sinusitis etmoid posterior, sfenoid).

Rinosinusitis akut mukosa edema, hiperemis.
Anak: bengkak, merah di kantus medius.

Foto polos posisi waters, PA, lateral
perselubungan, air fliud level, penebalan mukosa.
CT scan sinus: gold standard Dx sinusitis.
Tapi mahal, jadi hanya untuk Dx sinusitis kronik yg
tidak membaik dg pengobatan / panduan saat
operasi sinus.


Transiluminasi: suram/gelap. Jarang dilakukan krn
terbatas kegunaannya.
Mikrobiologik, tes resistensi: ambil sekret di
meatus medius/superior. U/ pemberian antibiotik.
Sinuskopi: pungsi nembus dinding medial sinus
maksila mll meatus inferior dg endoskop u/ lihat
sinus maksila. Lalu irigasi sinus untu terapi.

TERAPI
1. Mempercepat penyembuhan
2. Cegah komplikasi
3. Cegah jadi kronik
Prinsip pengobatan: buka sumbatan KOM
drainase, ventilasi sinus pulih alami.

Sinusitis akut bakterial: Antibiotik golongan
penisilin (amoksisilin, jika resisten: amoxiclav atau
sefalosporin generasi 2) 10 14 hari walau gejala
sdh hilang. Dekongestan.

Sinusitis kronik: antibiotik gram negatif anaerob.

Dekongestan oral dan topikal, analgetik, mukolitik,
steroid oral/topikal, cuci rongga hidung dg NaCl/
pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin
diberikan krn antikolinergik bikin sekret lebih
kental.
Bila alergi: antihistamin generasi 2.
Irigasi sinnus maksila / Proetz displacement
therapy untuk terapi tambahan.
Alergi berat: imunoterapi

Tindakan Operasi: Bedah Sinus Endoskopi
Fungsional (BSEF/FESS). Indikasi: sinusitis kronik yg
tdk membaik dg pengobatan adekuat, sinusitis
kronik dg kista/kelainan irreversibel, polip
ekstensif, komplikasi sinusitis, sinusitis jamur.
Jesita Silfiana Department of ENT

KOMPLIKASI
Menurun sejak ditemukan antibiotik.
Kelainan orbita: krn sinusitis etmoid, frontal,
maksila. Penyebaran mll tromboflebitis dan
perkontinuitatum. Edema palpebra, selulitis orbita,
abses subpreiostial, abses orbita, trombosis sinus
kavernosus.

Kelainan intrakranial: meningitis, abses
ekstradural/subdural, abses otak, trombosis sinus
kavernosus.


Komplikasi sinusitis kronik:
Osteomielitis/ abses subperiosteal
Krn sinusitis frontal pd anak. Pada osteomielitis
sinus maksila bs ada fistula oroantral/ fistula pipi.

Kelainan paru: bronkitis kronik, bronkiektasis.
sinobronkitis. Asma sering kambuh susah hilang
sebelum sinusitis sembuh.



SINUSITIS JAMUR
Infeksi jamur pada sinus paranasal. Faktor resiko:
antibiotik, kortikosteroid, obat imunosupresan,
radioterapi,DM, neutropenia, AIDS, rawat inap.
Etiologi: Aspergillus, Candida.
Ciri sinusitis jamur Sinusitis unilateral susah
sembuh dengan antibiotik, tulang dinding sinus
rusak, membran warna putih keabuan pada irigasi
antrum.
Sinusitis jamur: 1. Invasif 2. Non invasif
Sinusitis jamur invasif : 1. Invasif akut fulminan 2.
Invasif kronik indolen
1. Sinusitis jamur invasif akut
Invasi jamur ke jaringan dan vaskular.
Faktor resiko: DM tak terkontrol,
imunosupresi (leukimia, neutropenia,
steroid lama). Merusak jaringan dinding
sinus, jaringan orbita, sinus kavernosus. Di
kavum nasi, mukosa berwarna biru
kehitaman, mukosa konka/septum
nekrotik. Bisa kematian.
2. Sinusitis jamur invasif kronik
Pada gangguan imunologik dan DM.
kronis progresif. invasi sampai
orbita/intrakranial. Sekret hidung kental
bercak kehitaman dg mikroskop
merupakan koloni jamur. Gejala klinis
mirip sinusitis bakterial.
3. Sinusitis jamur non invasif/misetoma
Infeksi jamur dalam rongga sinus tanpa
invasi mukosa dan destruksi tulang.
Gejala mirip sinusitis kronik: rinore
purulen, post nasal drip, halitosis. Pada
operasi: jamur warna coklat kehitaman,
kotor, bisa ada pus dlm sinus


Terapi:
Pembedahan, debridemen, anti jamur sistemik,
obat penyakit yg mendasari. Biasanya amfoterisin
B + rifampisin/flusitosin. Misetoma hanya perlu
bedah drenase dan ventilasi sinus, tidak perlu
antijamur sistemik.
EPISTAKSIS
Bisa merupakan gejala dari suatu penyakit.
Biasanya ringan, sembuh sendiri. Tapi yg berat bisa
fatal.
ETIOLOGI
Timbul spontan
Kelainan lokal hidung
Trauma: mengorek hidung,
benturan, bersin/ngeluarin ingus
kekencengan, jatuh, KLL, benda
tajam, pembedahan. Spina
septum tajam pada mukosa
konka.
Kelainan pembuluh darah: lebar,
tipis, jaringan ikkat dan sel
sedikit.
Infeksi lokal: rinitis (rinitis jamur,
tb, lupus, sifilis, lepra), sinusitis.
Benda asing
Tumor: hemangioma, karsinoma,
angiofibroma epistaksis berat
Pengaruh udara lingkungan.
Kelainan sistemik
Jesita Silfiana Department of ENT
Penyakit CDV: HT,
arteriosklerosis, nefritis kronik,
sirosis hepatis, DM
Kelainan darah: leukimia,
trombositopenia, anemia,
hemofilia
Infeksi sistemik: DBD, tifoid,
influenza, morbili
Perubahan tekanan atm: cuaca
sangat dingin atau kering. Zat
kimia industri mukosa hidung
kering
Kelainan hormonal: wanita
hamil, menopause
Kongenital: telangiektasis
hemoragik herediter, Von
Willenbrand disease
Sumber perdarahan
1. Epistaksis anterior pleksus kisselbach,
di septum anterior/ a. etmoidalis anterior.
Mukosa hiperemis, ngorek hidung,
berulang, berhenti sendiri. > pada anak.
2. Epistaksis posterior a. etmoidalis
posterior/a.sfenopalatina. perdarahan
hebat, jarang berhenti sendiri. > dewasa,
HT, arteriosklerosis, CDV.

PENATALAKSANAAN
KU, TTV cari sumber perdarahan
(anterior/posterior) hentikan perdarahan
faktor penyebab cegah perdarahan
berulang.

Bersihkan jalan napas: bekuan darah.
Alat: lampu kepala, spekulum hidung, alat
penghisap.
Posisi duduk , darajh biarkan mengalir.
Keadaan lemah setengah duduk/ berbaring
& kepala ditinggikan.
Pasang tanpon sementara: kapas + adrenalin
1/5000 1/10.000 dan pantocain / lidocain
2%.
Dibiarkan 10-15 menit, stlh vasokonstriksi
dilihat asal perdarahan.

1. Perdarahan anterior
Menekan hidung 10 15 menit. Jika asal
perdarahan terlihat dikaustik asal
perdarahan dg nitras argenti 25 30% -
lalu antibiotik. msh berdarah
pasang tampon anterior(2-4buah), kassa +
vaselin/salep antibiotik. Tahan selama 2x
24 jam, lalu hrs dikeluarkan.
2. Perdarahan posterior
Jesita Silfiana Department of ENT
Pasang tampon posterior (tampon
Bellocq). Kassa padat bentuk kubus/bulat
diameter 3 cm terikat 3 utas benang, 2
buah di satu sisi, sebuah di sisi
berlawanan. Masukin dg kateter karet
dari lubang hidung sampai tampak di
orofaring lalu tarik keluar mll mulut. Iket
tampon ballocq - tarik kateter karet dari
hidung sampai tampon msk ke
dalam.benang diikat longgar ke pipi
pasien. Bisa dg kateter folley. Atau
kauterisasi / ligasi a. sfenopalatina dg
endoskop.

KOMPLIKASI DAN PENCEGAHAN
Aspirasi ke dalam saluran napas bawah, syok,
anemia, gagal ginjal. Hipotensi, hipoksia, iskemi
serebri, infark miokard. Infeksi. Tampon bisa
menyebabkan OM, rinosinusitis, septikemia, toxic
shock syndrome. hrs ksh antibiotik setiap
pasang tampon! Dan 2-3 hari tampon dicabut.
Bisa hemotimpanum: darah dr tuba eustasius, air
mata berdarah (retrogard aliran darah dari ductus
lakrimalis). Tampon posterior bisa laserasi palatum
mole/sudut bibir.
CEGAH REKURENSI
Pasang tampon, cari penyebab, cek lab: DL, fungsi
hepar, ginjal, gula darah,hemostasis. Foto polos,
CT scan-curiga sinusitis. Konsul IPD atau anak.
FARINGITIS
Faringitis: peradangan dinding faring. Biasanya krn
virus. Infeksi grup A streptokokus beta hemolitikus
kerusakan jaringa hebat (toksin ekstraselular
demam reumatik, kerusakan katup jantung,
glomeruonefritis akut). Penularan mll sekret
hidung dan ludah.
FARINGITIS AKUT
a. Faringitis Viral
Etiologi: rinovirus- gejala rinitis lalu jd faringitis
Gejala: demam, rinorea, mual, nyeri tenggorok,
disfagia.
Px: Faring & tonsil hiperemis. Virus biasanya
eksudat (-).
Virus coxachie: maculopapular rash.
Adenovirus: bisa kongjungtivitis.
EBV: eksudat faring (+), lymph enlargement di
retroservikal, hepatosplenomagali.

HIV-1: nyeri tenggorokan, disfagia, mual, demam.
Px: faring hiperemis, eksudat (+), limfadenopati
leher, pasien tampak lemah.
Terapi: Istirahat, minum cukup. Kumur air hangat.
Analgetika. Isoprenisone pada herpes simpleks,
dosis 60 100 mg/kgBB dibagi 4-6 kali
pemberian/hari pd dewasa, <5th 50 mg/kg BB.
b. Faringitis Bakterial
Etiologi: grup A streptokokus beta hemolitikus.
Gejala: cephalgia, muntah, bisa demam suhu
tinggi, jarang dg batuk.
Px: tonsil hiperemis + eksudat di permukaan.
Pethechie di palatum dan faring. Lymph node
servikal anterior membesar, kenyal, NT (+).
Terapi:
Antibiotik Penicillin G Banzatin 50.000U/kg BB,
IM dosis tunggal // amoksisilin 50 mg/kg BB dibagi
3x sehari selama 10 hari dewasa 3x500mg u/ 6-
10 hari // eritromisin 4x500mg/hari.
Jesita Silfiana Department of ENT
Kortikosteroid: deksametason 6-18 mg IM 1x. Anak
0,08 0,3 mg/kgBB, IM, 1x.
Analgetika
Kumur air hangat/antiseptik.
c. Faringitis Fungal
Etiologi: Candida
Gejala: nyeri tenggorok, disfagia.
Px: plak putih orofaring, mukosa faring hiperemis.
Biakan: agar sabouroud dextrosa
Terapi: nistatin 100.000 400.000, 2x/hari.
Analgetika.
d. Faringitis gonorea hanya pada STD
FARINGITIS KRONIK
2 bentuk: hiperplastik & atrofi
Faktor predisposisi: rinitis kronik, sinusitis, iritasi
kronik krn rokok, alkohol, inhalasi uap, bernapas
mll mulut krn hidung tersumbat.
a. Faringitis kronik hiperplastik
Hiperplasia kelenjar limfa di bwh mukosa faring &
lateral band. Mukosa dinding posterior tdk rata,
bergranular.
Gejala: nyeri tenggorok kering gatal lalu batuk
berdahak.
Terapi: Nitras argenti / electro cauter. Simtomatis:
obat kumur / tablet isap. Antitusif/ekspentoran.
Obati peny. Hidung/sinus paranasal jika ada.
b. Faringitis kronik atrofi
Bersamaan dg rinitis atrofi (udara tdk diatur suhu
& kelembapannya infeksi faring).
Gejala: tenggorokan kering, halitosis.
Px: mukosa faring ditutupi lendir kental, bila
diangkat, mukosa bwhnya kering.
Terapi: obati rinitis atrofi. + obat kumur.
3. Faringitis Spesifik
a. Faringitis luetika
Etiologi: Treponema Palidum
Gejala:
Stadium primer lidah, tonsil, palatum mole,
dinding posterior faring ada bercak keputihan.
Lama2 jd ulkus tdk nyeri (spt yg di genitalia).
Pembesaran kelenjar mandibula, NT (-).
Stadium sekunder jarang dotemukan. Eritema
faring jalar ke laring.
Stadium Tertier GUMA di tonsil dan palatum. Bs
meluas ke vertebra servikal->pecah->mati. Guma
palatum mole ->sembuh jd j.parut -> gangguan
fungsi palatum permanen.
Dx: serologik.
Terapi: Penisilin dosis tinggi.
b. Faringitis TB
Proses sekunder TB paru. Kuman tahan asam jenis
bovinum infeksi faring primer.
Infeksi eksogen: kontak sputum berkuman, inhalasi
udara.
Infeksi endogen: mll darah (TB milier). Tonsil
terkena 2 sisi. Lesi dinding posterior faring, arkus
anterior, dinding lateral hipofaring, palatum.
Kelenjar leher membengkak.
Gejala: KU buruk. Nyeri tenggorok hebat.
Odinofagia. Otalgia. Pembesaran KGB leher.
Dx: cek sputum BTA. Foto toraks TB (+), biopsi
jaringan terinfeksi u/ singkirkan keganasan.
Terapi: sesuai TB.






Jesita Silfiana Department of ENT

Anda mungkin juga menyukai