Pendahuluan Merupakan proses hyperplasi kelenjar peri urethra shg jaringan normal prostat disekitarnya terdesak membentuk pseudokapsul. > Terutama dederita pria usia lanjut. > Prevalensi: * PPJ simtomatik usia : 40 th 14 % * 50 th : 24 % * 60 th : 43 hingga 50 % * 80 th : bisa mencapai 80 %. * Di Indonesia diperkirakan 20 30 % pria ber umur 50 th mengalami perubahan pd jaringan prostat dan kira2 hanya nya yg menimbul kan keluhan klinik. ANATOMI Prostat berbentuk konus atau piramida terbalik pd rongga pelvis tepat di bwh tepi inferior simpisis pubika dan anterior ampula rekti. Bag atas berlanjut sbg bladder neck dg apex menempel pd sisi atas fascia dari difragma urogenitale. Prostat ini ditembus urethra dari basis ke apex. Ukuran prostat normal kira2 lebar 3 4 Cm panjang 4 6 Cm dg tebal 2 hingga 3 Cm. PENYEBAB TERJADINYA PPJ Sampai saat ini belum diketahui dg pasti. Terdapat 2 faktor yg pasti untuk terjadinya PPJ yaitu: 1. faktor ketidakseimbangan hormonal 2. faktor usia yaitu proses ketuaan. Pada laki2 usia lanjut tjd penurunan kadar hormon testosteron karena penurunan stimulasi sel Leydig sedang kadar estrogen tetap shg rasionya lebih besar. Gambaran yg sama tampak penderita low level ( defisiensi) 5 alpha reduktase kongenital yg pada saat lahir mengalami genitalia ambigous tetapi saat pubertas dg adanya testosteron menyebabkan tjdnya virilisasi, fungsi ereksi dan ejakulasi yg normal. Tetapi low level DHT ini tdk menyebabkan PPJ . TEORI DIHYDROTESTOSTERON DHT adalah androgen intraseluler yg utama yg mengatur per- tumbuhan prostat. Berasal dari testosteron oleh pengaruh enzym 5 alpha reduk- tase di dlm prostat dan mempunyai kekuatan androgenik 5 X lbh kuat dari androgen testosteron. Di dlm sel androgen terikat androgen reseptor (RA) pada nu- kleus dan berfungsi memacu replikasi sel. Scr bertahap sel2 prostat akan menjadi lbh sensitif thd andro- gen dg bertambahnya usia.
TEORI OESTROGEN - TESTOSTERON IMBALANCE Dg adanya proses penuaan maka kadar testosreron bebas dlm sirkulasi menurun secara bertahap sementara kadar oestrogen relatif tetap. Dg demikian secara gradual terjadi peningkatan rasio antara oestrogen bebas dan testosteron bebas. Hal tersebut menunjukkan bahwa oestrogen memainkan peranan penting di dlm proses terjadinya PPJ dengan sensitisasi prostat thd androgen dengan meningkatkan kadar reseptor androgen dan dengan menurunkan jumlah kermatian sel2 prostat. Oestrogen juga menyebabkan hiperplasi sel2 stroma. Bila androgen yg mengatur prostat hilang maka akan terjadi apoptosis dan khususnya komponen glanduler akan mengalami involusi. Prostat scr langsung dipengaruhi oleh androgen melalui berbagai mediator yg berasal dari stoma yg disebut growth factor yg dihasilkan oleh sel2 epitel prostat antara lain epidermal growth factor ( EGF ), transforming growth factor alpha ( TGF alpha ), fibroblast growth factor ( FGF ) dan TGF beta sebagai inhibitor. Interaksi antara komponen glanduler dan jaringan ikat pada prostat dirangsang oleh androgen dan lbh ditingkatkan oleh faktor2 pertumbuhan tsb.
TEORI INTERAKSI STROMA EPITEL TEORI REDUKSI KEMATIAN SEL Suatu keadaan yg tampak jelas adalah bhw stlh prostat tumbuh mencapai ukuran dws maka perbandingan antara pertumbuhan dan kematian sel2 prostat dlm keseimbangan. Teori reduksi kematian sel menyatakan bhw kenaikan ukuran prostat pd PPJ berbanding lurus dg kenaikan proliferasi sel dan berbanding terbalik dg kematian sel. TEORI SEL STEM Sel stem adalah sel2 abnormal di dlm prostat yg kemungkinan menghasilkan proses PPJ . Sel2 ini mrpkan sel2 proliferatif yg dlm jumlah sedikit sekali mengadakan pembelahan sel dan sebagian besar menjadi amplifying cell s.
Gejala klinik akibat PPJ; Gejala obstruksi: hesitensi, pancaran miksi melemah, straining, lama miksi memanjang, perasaan tdk puas, overflow inkontinen dan retensio urin. Gejala iritasi : disebabkan hipersensitif otot detrusor shg akan tjd: urgensi, frekuensi, nokturia dan urge inkontinen. Gejala gejala tsb dikenal sebagai sidroma prostatismus.
DIAGNOSIS Selain sindroma prostatismus tsb kelainan klinik PPJ dapat ditegakkan dg pemeriksaan sbb: Pemeriksaan fisik: colok dubur Pemeriksaan residu urin: pasien diminta miksi, post miksi dipasang kateter dan urin yg keluar diukur. US G post voiding. Pem laboratorium: yg mutlak hrs dikerjakan pd laki2 usia lanjut unt mengesampingkan hematuri dan ISK. Pemeriksaan USG: TAUS, TRUS dan TUUS. Pem endoskopi: dilakukan apabila selain gejala prostatismus jg diketemukan hal2 lain yg menyim pang misalnya hematuri, hasil RT tdk sesuai klinis. Radiologis: IVP, retrograd sistografi, CT scan dan MRI (dua yg terakhior sangat mahal). Uroflowmetri: mengukur kecepatan aliran miksi ( kurang 15 cc/ det dianggap mulai ada obstruksi). TATALAKSANA PPJ MENURUT GUIDELINES AND PATIENT CLASIFICATION BERDASAR PENILAIAN PROSTAT SIMPTOM SCORE (IPSS) YAITU : 1. APABILA IPSS < ATAU = 7 WATCHFULLWAITING 2. BILA > ATAU SAMA DGN 8 DILAKUKAN INTERVENSI: - PEMBERIAN ALFA BLOKER (PENGHAMBAT ALFA ADRENERGIK) - PEMBERIAN FINASTERID ( MENGHAMBAT 5 ALFA REDUKTASE) - DILATASI DG BALON - TUIP (INCISI TRANSURETHRAL) BILA PROSTAT < A = 30 GRM - TURP BILA ANTARA 30 S/D 60 GRM ATAU MAKAN WAKTU < 60 MENIT - OPEN PROSTATEKTOMI BILA > 60 GRM ATAU DISERTAI BATU VESIKA URINARIA ATAU TDP DIVERTIKEL.